Analisis SWOT
Kecenderungan pasar bebas di Asia saat ini mengarah kepada kompetisi global disemua bidang termasuk bidang pendidikan, baik tingkat regional maupun internasional dengan pemberlakuan AFTA. Pada bidang pendidikan terutama perguruan tinggi, hal ini berdampak pada daya saing universitas-universitas dari negara-negara yang ikut dalam perjanjian tersebut. Untuk itu pemerintah Indonesia harus secepatnya mengantisipasi dan merespon segala perkembangan baik internal maupun eksternal, agar pendidikan khusunya perguruan tinggi yang ada di Indonesia memiliki daya saing untuk berkompetisi pada tingkat internasional.
Berdasarkan tiga pilar program prioritas kebijakan pendidikan yang berkelanjutan yang tertuang di dalam Renstra Diknas 2009-2014, yaitu: (1) pemerataan dan perluasan akses, (2) peningkatan mutu, relevansi pendidikan dan daya saing, dan (3) peningkatan tata kelola, akuntabilitas, dan citra publik disemua jenjang pendidikan termasuk pendidikan tinggi. Dari tiga pilar program tersebut, pencapaian pilar pertama dan kedua di perguruan tinggi diprioritaskan melalui penambahan ruang belajar, laboratorium, ruang praktikum, peningkatan mutu pendidik dan tenaga kependidikan yang didalamnya termasuk tenaga PLP.
Peran dan fungsi laboratorium adalah merupakan salah satu sarana pendukung yang bersifat sangat strategis dalam kegiatan pelaksanaan sistem pendidikan, khususnya pada sistem pendidikan di perguruan tinggi, untuk itu pelayanan dan mutunya harus selalu meningkat. Laboratorium adalah unit penunjang akademik pada lembaga pendidikan, berupa ruangan tertutup atau terbuka, bersifat permanen atau bergerak, dikelola secara sistematis untuk kegiatan pengujian, kalibrasi, dan/atau produksi dalam skala terbatas, dengan menggunakan peralatan dan bahan berdasarkan metode keilmuan tertentu, dalam rangka pelaksanaan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat (PERMENPAN dan Peraturan Bersama MENDIKNAS & KBKN 2010). IPB memiliki 127 jenis laboratorium yang didalamnya terdapat berbagai aneka peralatan dan bahan yang canggih dan harganya mahal, untuk itu laboratorium-laboratorium ini harus dikelola dengan baik. Agar laboratorium-laboratorium ini terkelola dengan baik, maka PLP nya harus memiliki kinerja yang baik pula.
Program strategis pemerintah yang terkait dengan peningkatan kinerja PLP adalah dengan menerapkan jabatan fungsional pranata laboratorium pendidikan. Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 16 Tahun 1994 dan Kepres No. 87 Tahun 1999 tentang jabatan fungsional PNS, jabatan fungsional adalah kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggungjawab, wewenang dan hak seorang PNS dalam suatu satuan organisasi yang dalam pelaksanaan tugasnya didasarkan pada keahlian dan atau keterampilan tertentu serta bersifat mandiri. Pada jabatan fungsional, semakin tinggi level jabatan maka semakin mempertimbangkan kesamaan tugas dan persyaratan jabatan yang menyangkut aspek substansi (lihat Gambar 6). Sedangkan payung hukum pengembangan karir PNS disajikan pada Gambar 5 di halaman berikut.
17
Gambar 5 Dasar hukum pengembangan karir PNS (PERMENPAN 2010)
Gambar 6 Level jabatan PLP terampil dan ahli (PERMENPAN 2010) Pada masa sebelumnya, belum begitu jelas perbedaan deskripsi tugas PLP. Ada yang menyatakan tanggungjawab PLP, sebatas pada: (a) menjaga agar peralatan selalu dalam kondisi baik, (b) mengelola bahan-bahan yang dibutuhkan untuk kegiatan praktikum/penelitian, (c) menguasai aspek-aspek teknis eksperimen, (d) memelihara semua fasilitas yang ada di laboratorium, dan (e) membantu mahasiswa dalam pelaksanaan eksperimen yang dilakukan. Namun,
PNS
Jabatan Fungsional Tertentu (Angka Kredit)
Jabatan Struktural/Manajerial (Eselon I, II, III, IV, dan V)
Jabatan Fungsional Umum (Non Angka Kredit)
PP No. 16 Th 1994 Kepres No. 87 Th 1999 PERMENPAN PP No. 100 Th 2000 PP No. 13 Th 2002 UU. No. 8 Th 1974 UU. No. 43 Th 1999
18
banyak pula yang berpendapat bahwa tugas-tugas tersebut tidak berbeda dengan tugas dan tanggungjawab laboran. Sistem karir yang berlaku baginya, adalah karir dalam pangkat dan dibatasi berdasar ijazah pendidikan yang dimiliki. Karena terbatasnya pengembangan karir, maka banyak instruktur, laboran, atau teknisi yang melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi, namun tidak sesuai dengan bidang tugas yang diembannya, sehingga kurang bermanfaat bagi pengembangan laboratorium. Dampaknya, banyak yang beralih/pindah ke jabatan lain (pindah ke jabatan fungsional tertentu lainnya, dosen, atau jabatan struktural pada unit pelaksana administrasi). Hal ini sesuai dengan pendapat Noe et al. (2010) yang menyatakan bahwa praktik manajemen SDM saat ini telah mengalami perubahan yang berarti dan redefinisi, sayangnya di dalam banyak organisasi fungsi manajemen SDM tidak memberikan nilai, tetapi justru terperosok ke dalam pengelolaan tugas-tugas administrasi yang sepele.
Tenaga laboran di IPB berasal dari berbagai macam latar belakang pendidikan, jenis kelamin, usia, adat istiadat dan kepribadian. Hal ini menyebabkan setiap individu memiliki kemampuan, pengalaman, pengetahuan dan keterampilan yang berbeda antara satu dengan yang lain. Oleh karena itu, IPB dituntut untuk memiliki strategi yang tepat agar dapat mengelola dan mengembangkan kemampuan, pengalaman, pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki tenaga laboran dengan diterapkannya jabatan fungsional, yang nantinya diharapkan dapat meningkatkan kinerja dan kompetensinya. Dalam hal ini dibutuhkan suatu evaluasi yang kemudian dikenal dengan penilaian kinerja. Evaluasi kinerja merupakan kegiatan manajemen SDM IPB untuk mengamati pertumbuhan pegawai berdasarkan konteks lingkungan organisasi dan budaya kerja. Secara teoritis, budaya organisasi tidak lepas dari strategi organisasi, termasuk visi dan misi organisasi itu sendiri dan merupakan salah satu faktor penting dalam implementasi strategi (Moeljono dan Sudjatmiko 2007).
Kegiatan evaluasi kinerja SDM ini tentunya memberikan peluang bagi IPB untuk melihat kekuatan, kelemahan, serta mengidentifikasi bidang-bidang yang memerlukan perbaikan. Dalam melakukan evaluasi kinerja pegawai, manajemen SDM IPB telah memiliki tolak ukur penilaian kinerja yang disesuaikan dengan prosedur-prosedur atau standar evaluasi kinerja yang telah ditetapkan (Pedoman Pengelolaan SDM IPB 2011). Sistem penilaian kinerja tersebut tentunya disesuaikan dengan kondisi IPB saat ini dan diharapkan dapat mengikuti perkembangan sistem penilaian kinerja terkini. Menurut Renstra SDM IPB (2012), IPB saat ini menerapkan sistem manajemen kinerja (SIMAKER). Simaker yang diimplementasikan IPB adalah penghitungan kinerja berdasarkan prinsip FTE (full time equivalent) yang diadopsi dari Kementerian Pendidikan.
Kebijakan pemerintah dalam menerapkan jabatan fungsional tersebut tentunya sejalan dengan visi dan misi IPB yang tertuang dalam rencana strategis IPB 2008-2013. Dimana Visi IPB adalah “Menjadi perguruan tinggi berbasis riset kelas dunia dengan kompetensi utama pertanian tropika dan biosains serta berkarakter kewirausahaan”. Dari keterangan dan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa peningkatan kinerja PLP merupakan salah satu manivestasi visi dan misi IPB yang harus terwujud. Hasil identifikasi dan diskusi dengan beberapa pakar dan pengambil kebijakan di IPB yang telah dilakukan untuk mengembangkan matriks SWOT adalah sebagai berikut:
19 A.Identifikasi Kekuatan
1. Jumlah PLP dan laboratorium yang dimiliki banyak, yaitu 190 orang PLP dan 127 jenis laboratorium.
2. Adanya payung hukum dan peraturan pemerintah untuk menerapkan jabatan fungsional pada teknisi, laboran, analis dan instruktur.
3. Komitmen IPB yang tinggi dalam meningkatkan kinerja PLP dengan berbagai program yang ada.
B.Identifikasi Kelemahan
1. Sarana dan prasarana belum memadai dalam laboratorium, sehingga masih sedikit PLP dan laboratorium yang memiliki sertifikat ISO/IEC 17025. 2. Kurangnya pendidikan, pelatihan dan seminar-seminar yang diikuti oleh
PLP. Sehingga kompetensi yang dimiliki tidak sesuai dengan laboratorium atau pekerjaan yang digeluti.
3. Kurangnya respon para PLP terhadap tujuh budaya organisasi IPB yaitu: keunggulan akademik, spiritualisme, gigih, senang bekerjasama, empati, tanggungjawab, dan komitmen.
C.Identifikasi Peluang
1. Banyaknya jumlah mahasiswa dan dosen yang menggunakan laboratorium baik untuk praktikum ataupun penelitian.
2. Banyaknya proyek-proyek dan kerjasama laboratorium dengan perusahaan-perusahaan atau pihak luar IPB.
3. Banyaknya pesanan pengujian sampel dari instansi atau pihak luar IPB. D.Identifikasi Ancaman
1. Peraturan pemerintah yang sewaktu-waktu dapat berubah. Karena beda pemimpin, maka kebijakan yang diambil akan berubah pula.
2. Persaingan global yang semakin ketat antar universitas yang ada di regional ataupun internasional.
Dari hasil identifikasi ini kemudian dibuat matriks agar dapat dikembangkan strategi umum peningkatan kinerja PLP di IPB. Strategi-strategi yang dikembangkan dapat dilihat pada (Tabel 3). Dari matriks pada Tabel 3 tersebut, secara umum dapat dirumuskan beberapa alternatif strategi peningkatan kinerja PLP di IPB yaitu:
1. Meningkatkan Kesejahteraan (S1, 2, 3 - O1, 2, 3)
Dilihat dari beberapa kekuatan dan peluang yang dimiliki, bahwa dengan adanya payung hukum dari pemerintah dan kuatnya komitmen IPB untuk meningkatkan kinerja PLP, serta banyaknya stakeholders yang berkaitan dengan pelayanan laboratorium, maka strategi meningkatkan kesejahteraan PLP sangat diperlukan untuk meningkatkan kinerjanya. Karena banyaknya pekerjaan atau proyek dari luar otomatis pendapatan akan semakin bertambah sehingga kesejahteraan semakin meningkat. Selain itu dengan banyaknya dan terstrukturnya pekerjaan, maka angka kredit untuk kenaikan pangkat akan mudah tercapai sehingga karir PLP lancar sesuai dengan tujuan dibentuknya jabatan fungsional ini. Diharapkan dengan meningkatnya kesejahteraan, para PLP di IPB termotivasi untuk bekerja semakin giat, sehingga berdampak positif pada kinerja laboratorium secara keseluruhan.
20
Tabel 3 Analisis SWOT pranata laboratorium pendidikan di IPB
Internal
Eksternal
Kekuatan (Strength)
1. Jumlah PLP dan
laboratorium yang dimiliki banyak.
2. Adanya payung hukum dan
peraturan pemerintah untuk menerapkan jabatan fungsional PLP.
3. Komitmen IPB yang tinggi dalam meningkatkan kinerja PLP.
Kelemahan (Weakness)
1. Sarana dan prasarana belum memadai di dalam
laboratorium.
2. Kurangnya pendidikan, pelatihan dan seminar-seminar yang diikuti oleh PLP.
3. Kurangnya respon para PLP
terhadap tujuh budaya organisasi IPB.
Peluang (Opportunities)
1. Banyaknya jumlah
mahasiswa dan dosen yang menggunakan laboratorium.
2. Banyaknya proyek-proyek
dan kerjasama laboratorium.
3. Banyaknya pesanan pengujian sampel. Strategi S – O 1. Meningkatkan kesejahteraan. Strategi W – O
1. Menyediakan sarana dan prasarana yang sesuai.
2. Mengembangkan budaya
organisasi.
Ancaman (Threats)
1. Peraturan pemerintah yang sewaktu-waktu dapat berubah.
2. Persaingan global yang semakin ketat. Strategi S – T 1. Memperbaiki gaya kepemimpinan. Strategi W – T 1. Mengembangkan kapabilitas diri.
2. Mengembangkan Kapabilitas Diri (W1, 2, 3 - T1, 2)
Strategi ini merupakan strategi yang harus diterapkan oleh IPB apabila ingin tujuannya terwujud. Salah satu cara untuk mengembangkan kapabilitas PLP adalah dengan memberikan kesempatan untuk menempuh pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi, memberikan pelatihan-pelatihan yang terkait dengan laboratorium, mengikutsertakan PLP dalam seminar-seminar yang terkait dengan laboratorium baik di regional maupun internasional, serta menempatkan PLP dalam laboratorium yang sesuai dengan keahliannya. Dengan demikian apabila kapabilitas diri yang dimiliki oleh PLP baik, maka IPB akan dapat dan mampu bersaing di tingkat nasional maupun internasional. 3. Menyediakan Sarana dan Prasarana yang Sesuai (W1, 3 - O1, 2, 3)
Untuk memberikan pelayanan laboratorium yang berorientasi kepada kepuasan pelanggan, maka strategi menyediakan sarana dan prasarana yang sesuai merupakan strategi yang harus di implementasikan oleh IPB pada laboratorium-laboratorium yang dimilikinya. Karena dengan sarana dan prasarana yang memadai maka para PLP akan merasa nyaman dalam bekerja di laboratorium. Selain itu untuk mendapatkan sertifikasi ISO/IEC 17025, laboratorium tersebut harus melengkapi fasilitas atau sarana prasarana pendukung yang terdapat didalam laboratorium tersebut.
4. Mengembangkan Budaya Organisasi (W1, 2, 3 - O1, 2, 3)
Untuk meminimalisir kelemahan yang ada dan merebut peluang yang besar, IPB harus lebih mengembangkan lagi 7 budaya organisasi yang telah
21 dimiliki yaitu: keunggulan akademik, spiritualisme, gigih, senang bekerjasama, empati, tanggungjawab, dan komitmen. Dengan mengembangkan budaya organisasi ini diharapkan para pegawai IPB khususnya PLP lebih bersemangat lagi dalam bekerja sesuai dengan 7 nilai-nilai budaya organisasi tersebut. 5. Memperbaiki Gaya Kepemimpinan (S1, 2, 3 - T1, 2)
Memperbaiki gaya kepemimpinan merupakan salah satu alternatif strategi yang dapat meminimalisir ancaman yang ada pada PLP dengan menggunakan kekuatan yang dimiliki. Dengan gaya kepemimpinan yang baik diharapkan para PLP dapat merasa nyaman dan bersemangat dalam bekerja. Karena para PLP akan optimal melayani konsumen, apabila mereka juga dilayani optimal dan baik oleh atasannya.
Proses Perumusan Struktur Hirarki Strategi Peningkatan Kinerja PLP di Institut Pertanian Bogor
Dalam proses penyusunan hirarki, terlebih dahulu dilakukan pengamatan dan diskusi atau wawancara tidak terstruktur mengenai gambaran kinerja PLP di IPB. Wawancara dilakukan terhadap 4 orang yang mengetahui informasi yang dibutuhkan peneliti, terdiri dari Kepala Laboratorium Terpadu, Ketua Paguyuban PLP, serta dua orang PLP senior di IPB. Dari hasil wawancara tersebut dapat diketahui tentang permasalahan ataupun kendala-kendala yang dihadapi terkait kinerja PLP tersebut. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari wawancara tidak terstruktur tersebut kemudian peneliti menyusun struktur AHP, yang kemudian didiskusikan kembali dengan ke 5 orang pakar yang dipilih dalam pengisian kuesioner. Struktur hirarki secara lengkap tersaji pada (Gambar 3).
Pada prinsipnya proses penyusunan hirarki dalam AHP terdiri dari tiga tahapan utama, yaitu: (1) mengidentifikasi tujuan keseluruhan pembuatan hirarki (goal/fokus), (2) menentukan kriteria-kriteria yang diperlukan atau yang sesuai dengan goal/fokus keseluruhan tersebut, dan (3) mengidentifikasi alternatif-alternatif yang akan dievaluasi di bawah sub kriteria. Struktur hirarki strategi peningkatan kinerja PLP di IPB disusun ke dalam lima level hirarki dan penyusunan tersebut berdasarkan hal-hal yang saling terkait dan sangat penting dalam rangka mencapai tujuan atau fokus. Tingkatan hirarki tersebut meliputi: 1. Level pertama ditetapkan sebagai Goal/Fokus yang ingin dituju, yaitu:
Meningkatkan Kinerja Pranata Laboratorium Pendidikan IPB.
2. Level kedua adalah Aktor yang terlibat dalam pengambilan keputusan dalam upaya meningkatkan kinerja PLP IPB yang terdiri dari enam aktor yaitu: Dikti, Rektor, Direktur SDM, Dekan, Ketua Departemen, dan Kepala Laboratorium. 3. Level ketiga adalah Tujuan yang ingin dicapai dalam peningkatan kinerja PLP
di IPB yang terdiri dari empat tujuan, yaitu: Meningkatkan Profesionalisme PLP, Meningkatkan Kegiatan atau Produktivitas Laboratorium, Meningkatkan Mutu dan Kualitas Pelayanan Laboratorium, dan Meningkatkan Citra IPB. 4. Level keempat adalah Faktor yang terdiri dari enam hal-hal yang penting bagi
peningkatan kinerja PLP IPB, yaitu: Faktor Potensi dan Kompetensi, Motivasi, Kompensasi, Sarana dan Prasarana, Budaya Organisasi dan Kepemimpinan. 5. Level kelima ditetapkan sebagai Alternatif Strategi yang dapat digunakan
dalam mencapai goal/fokus yang terdiri dari lima alternatif strategi, yaitu: Mengembangkan Kapabilitas Diri, Meningkatkan Kesejahteraan,
22
Mengembangkan Budaya Organisasi, Memperbaiki Gaya Kepemimpinan dan Menyediakan Sarana dan Prasarana yang Sesuai.
Analisis Hasil Pengolahan Vertikal
Strategi meningkatkan kinerja PLP di IPB adalah proses penentuan rencana para pengambil kebijakan baik pada tingkat Departemen, Fakultas maupun Rektorat yang berfokus pada tujuan jangka panjang pencapaian kinerja yang sejalan dengan visi dan misi IPB, melalui aktifitas PLP dalam menjalankan Tridharma Perguruan Tinggi, disertai penyusunan suatu cara atau upaya bagaimana agar tujuan tersebut dapat tercapai. Kinerja dalam menjalankan fungsinya tidak berdiri sendiri, tapi berhubungan dengan kepuasan kerja dan tingkat imbalan, dipengaruhi oleh keterampilan, kemampuan dan sifat-sifat individu.
Analisis hasil pengolahan data secara vertikal bertujuan untuk melihat pengaruh setiap elemen pada tingkat hirarki tertentu terhadap sasaran utama atau fokus. Pengolahan vertikal akan menunjukkan prioritas alternatif strategi peningkatan kinerja PLP yang dapat dipilih berdasarkan bobot terbesar dari masing-masing elemen hirarki. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa untuk mencapai kinerja terbaik PLP di IPB dibutuhkan prioritas strategi dengan hubungan-hubungan sinergis antara setiap elemen pada hirarki yang ada. Hubungan antar elemen pada proses hirarki analitik tersebut seperti tersaji pada Gambar 7.
Gambar 7 Bobot prioritas masing-masing elemen strategi peningkatan kinerja PLP di IPB
Strategi Faktor Tujuan Aktor
Fokus Meningkatkan Kinerja Pranata Laboratorium Pendidikan IPB
Dikti (0.102) Kepala Laboratorium (0.440) Ketua Departemen (0.212) Direktur SDM (0.082) Rektor (0.057) Dekan (0.107) Meningkatkan Citra IPB (0.072) Meningkatkan Mutu/Kualitas Pelayanan Laboratorium (0.238) Meningkatkan Kegiatan atau
Produktivitas Laboratorium (0.260) Meningkatkan Profesionalisme PLP (0.431) Kepemimpinan (0.179) Budaya Organisasi (0.078) Sarana dan Prasarana (0.056) Kompensasi (0.199) Motivasi (0.291) Potensi dan Kompetensi (0.196) Pengembangan Kapabilitas Diri (0.181) Meningkatkan Kesejahteraan (0.329) Mengembangkan Budaya Organisasi (0.166) Memperbaiki Gaya Kepemimpinan (0.242) Menyediakan Sarana dan Prasarana yang
23 Elemen Aktor dengan Fokus Meningkatkan Kinerja PLP di IPB
Aktor adalah orang-orang yang terlibat dan berperan dalam pengambilan keputusan untuk meningkatkan kinerja PLP di IPB. Aktor-aktor tersebut antara lain: Dikti, Rektor, Direktur SDM, Dekan, Ketua Departemen dan Kepala Laboratorium. Peran aktor-aktor tersebut dalam fungsi manajemen dan kepemimpinan sangat penting dan berpengaruh bagi peningkatan kinerja PLP. Menurut Anderson et al. (1994), kepemimpinan merupakan kemampuan dari manajemen puncak untuk membangun, mempraktekkan, dan memimpin suatu visi jangka panjang bagi organisasi, dipicu oleh perubahan lingkungan, sebagai oposisi bagi suatu peran pengendalian manajemen internal.
Berdasarkan hasil pengolahan data secara vertikal menunjukkan prioritas bahwa aktor yang paling terlibat dan berpengaruh dalam meningkatkan kinerja PLP adalah Kepala Laboratorium dengan bobot sebesar 0.440 (Gambar 8). Selanjutnya prioritas aktor kedua, ketiga dan seterusnya ditempati oleh Ketua Departemen (0.212), Dekan (0.107), Dikti (0.102), Direktur SDM (0.082), dan Rektor (0.057). Pada Gambar 8 juga terlihat nilai inkonsistensi sebesar 0.03 yang berarti judgment para pakar konsisten dalam mengisi kuesioner, atau tidak terjadi penyimpangan dalam membandingkan unsur/elemen Aktor dengan elemen Tujuan/Fokus.
Gambar 8 Prioritas aktor yang berpengaruh dalam meningkatkan kinerja PLP Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 1999 tentang Pendidikan Tinggi, laboratorium di perguruan tinggi dipimpin oleh seorang kepala laboratorium yang memiliki keahlian dan telah memenuhi persyaratan, sesuai dengan cabang ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni tertentu. Sebagai kepala laboratorium yang ditetapkan berdasar SK Pimpinan Perguruan Tinggi, ia bertanggungjawab dalam pengelolaan laboratoriumnya, termasuk pembinaan dan pengembangan tenaga yang bekerja di laboratorium. Tenaga yang bekerja di laboratorium perguruan tinggi, pada umumnya terdiri dari: (1) dosen, (2) instruktur, (3) laboran, (4) teknisi dan (5) analis. Pada umumnya, tenaga instruktur, laboran, analis dan teknisi, mempunyai tugas di laboratorium perguruan tinggi sebagai mitra kerja bagi dosen dan mahasiswa dalam pelaksanaan proses pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat.
Sebagai atasan langsung yang hampir setiap hari berinteraksi dengan PLP, peran kepala laboratorium dalam meningkatkan kinerja PLP menjadi sangat penting dan menentukan terhadap tercapainya efisiensi dan efektivitas pengelolaan laboratorium. Banyak dilakukan penelitian yang menghubungkan antara kinerja karyawan dengan gaya kepemimpinan. Hal ini disebabkan karena
24
keberadaan kinerja tidak terlepas dari peranan seorang pemimpin di dalamnya. Wayne et al. (1997) menyatakan bahwa kinerja karyawan yang tinggi (baik) merupakan gabungan antara kinerja individu, tim kerja dan gaya kepemimpinan. Beberapa riset menunjukkan hasil yang menyatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja adalah kepemimpinan (Stashevsky dan Koslowsky 2006). Kepemimpinan memiliki peranan penting, karena pemimpin merupakan fungsi manajemen yang dapat mempengaruhi karyawan dalam bekerja sehingga dapat mencapai tujuan organisasi (Rad dan Yarmohammadian 2006). Hasil penelitian Ramly (2013) menemukan bahwa praktek kepemimpinan di IPB dapat menerapkan model kepemimpinan transformasional dengan gaya kepemimpinan inspirational motivation dan intellectual stimulation.
Sifat dari kepemimpinan transformasional akan berhubungan secara positif terhadap beberapa hasil organisasi, seperti kinerjanya (Pillai dan Williams 2004). Kepemimpinan transformasional sering dikaitkan dengan hasil (outcome) seperti efektifitas kepemimpinan, sifat inovatif, dan peningkatan kualitas dari suatu organisasi (Ozaralli 2003). Prioritas kepemimpinan transformasional pada perilaku inspirational motivation dan intellectual stimulation yang mempengaruhi peningkatan kinerja PLP di IPB dapat dijelaskan berdasarkan penelitian Andira dan Subroto (2012), bahwa perilaku inspirational motivation memiliki pengaruh positif terhadap kinerja keandalan seseorang yaitu kemampuan karyawan lini depan untuk memberikan pelayanan yang akurat, tepat dan cepat. Sedangkan perilaku kepemimpinan intellectual stimulation mempunyai pengaruh yang nyata terhadap kualitas kinerja karyawan lini depan pada perusahaan jasa.
Untuk itu IPB harus memperkuat kapabilitas dan kapasitas kepala laboratorium dalam pengelolaan laboratorium dan menerapkan gaya kepemimpinan transformasional serta menerapkan manajemen kinerja dengan siklus terpadu yang dikemukakan oleh Ma’arif (2012), agar fungsinya menjadi optimal sejalan dengan penerapan jabatan fungsional PLP. Selain itu IPB juga harus mensosialisasikan jabatan fungsional PLP ini kepada para aktor khususnya kepala laboratorium dan pemangku kepentingan (stakeholders) yang berhubungan dengan PLP, karena masih barunya jabatan fungsional ini dan masih banyak para aktor dan PLP itu sendiri yang belum memahami deskripsi pekerjaannya. Karena selama ini sering terjadi miskomunikasi antara kepala laboratorium dan PLP yang membuat suasana laboratorium kurang kondusif, sehingga berakibat pada penurunan produktifitas kinerja dan demotivasi bagi PLP. Selain Kepala Laboratorium, aktor lain yang terlibat dalam peningkatan kinerja PLP adalah Ketua Departemen, Dekan, Dikti, Direktur SDM, dan Rektor. Meskipun para aktor tersebut tidak merupakan prioritas utama, namun secara sinergis diperlukan kerjasama yang baik dari semua aktor tersebut dalam rangka peningkatan kinerja PLP di IPB dan mewujudkan produktifitas laboratorium yang efektif, efisien dan mandiri.
Dari hasil analisis di atas dapat diartikan bahwa peran kepemimpinan, kapabilitas dan karakteristik pemimpin dalam membawa keberhasilan suatu laboratorium sangatlah menentukan. Hal ini sesuai dengan pendapat Ramsden (2006), bahwa karakteristik pemimpin diharapkan mempunyai visi, imajinasi, integritas akademik, inspirasi, jaringan kerja, percaya diri dan kolaborasi. Selain aspek di atas, untuk tercapainya peningkatan kinerja PLP di IPB diperlukan gaya kepemimpinan yang tepat dan dapat disesuaikan dengan situasi dan kondisi
25 laboratorium yang ada. Disisi lain seorang kepala laboratorium harus mempunyai pandangan kedepan dan mampu menciptakan kerjasama kemitraan, saling mendukung dan berbagi (sharing).
Elemen Tujuan dengan Fokus Meningkatkan Kinerja PLP di IPB Adapun tujuan dari meningkatkan kinerja PLP ini meliputi:
1. Meningkatkan profesionalisme PLP. Tujuan ini merupakan tujuan yang harus dicapai dalam penerapan jabatan fungsional PLP. Karena dengan profesionalisme, pengelolaan laboratorium akan menjadi lebih efektif dan efisien, sehingga cita-cita IPB menjadi universitas berbasis penelitian menuju World Class University dapat tercapai.
2. Meningkatkan kegiatan atau produktivitas laboratorium. Dalam PERMENPAN (2010) dijelaskan bahwa kegiatan laboratorium terdiri dari: (a) merencanakan adalah serangkaian kegiatan perancangan kegiatan laboratorium, (b)