• Tidak ada hasil yang ditemukan

Trammel net merupakan alat tangkap yang digolongkan kedalam bottom gillnet (Prasetyo et al. 2015 dan Von Brandt 2005). Pengoperasiannya dilakukan dengan cara menyapu permukaan dasar perairan. Organisme yang menjadi tujuan utama penangkapannya adalah jenis-jenis organisme demersal, seperti udang, rajungan, pari, gulamah dan lidah yang memiliki nilai ekonomis.

Nelayan mengoperasikan trammel net dengan 2 cara, yaitu secara pasif dan aktif (Ayodhyoa 1981). Pengoperasian secara pasif dilakukan dengan menghanyutkan trammel net selama beberapa saat mengikuti arus. Metode pengoperasian kedua yaitu secara aktif. Trammel net ditarik membentuk setengah lingkaran melawan arus. Prinsip kedua cara pengoperasian tersebut adalah trammel net menyapu permukaan dasar perairan. Nelayan lebih menyukai pengoperasian secara aktif. Penyebabnya adalah wilayah sapuan trammel net di permukaan dasar perairan lebih luas, sehingga peluang tertangkapnya organisme dasar perairan lebih tinggi dibandingkan dengan cara pasif.

Proses pengoperasian trammel net secara aktif dimulai dengan menebar jaring searah arus. Lembar jaring pertama yang diturunkan dihubungkan dengan jangkar, sedangkan jaring terakhir dihubungkan ke perahu mengunakan tali selambar. Trammel net dibiarkan beberapa saat sebelum dilakukan penarikan. Tampilan trammel net pada posisi ini berdiri tegak lurus terhadap permukaan dasar perairan. Trammel net ditarik melawan arus membentuk ukuran sudut tertentu, sehingga kelengkungan terbentuk. Menurut Puspito (2009c), kelengkungan pada alat tangkap disebabkan oleh adanya aliran air yang mengenai badan jaring akibat penarikan. Gambar 5 menjelaskan bentuk trammel net setelah ditarik pada sudut tertentu.

Posisi trammel net dikelompokkan atas 3 posisi, yaitu membentuk sudut 90°, 45-90° dan 0-45°. Pada sudut 90°, posisi jaring tegak lurus terhadap permukaan dasar perairan dan jaring belum terpengaruh oleh penarikan. Posisi jaring antara sudut 45-90° membentuk sedikit kemiringan. Jaring pada sudut antara 0-45° membentuk kemiringan yang sangat besar. Kelengkungan pada jaring, baik secara horizontal maupun vertikal, lebih disebabkan oleh adanya gaya eksternal yang mengenai trammel net. Gaya-gaya tersebut berupa gaya hidrodinamis, gaya tarik dan gaya gesek. Gaya hidrodinamis disebabkan oleh aliran air yang melewati jaring atau gerakan jaring yang melewati air. Gaya tarik disebabkan oleh beban yang ditimbulkan oleh organisme yang terperangkap. Adapun gaya gesek diakibatkan oleh gesekan antara bagian lower line dengan permukaan dasar perairan.

(a)

(b) (c)

Gambar 5 Tampilan atas (a), sisi (b) dan posisi lurus (c) trammel net selama proses penarikan berlangsung

Posisi trammel net dikelompokkan atas 3 posisi, yaitu membentuk sudut 90°, 45-90° dan 0-45°. Performa jaring pada sudut 90° tegak lurus terhadap permukaan dasar perairan dan jaring belum terpengaruh oleh penarikan. Posisi jaring antara sudut 45-90° membentuk sedikit kemiringan. Jaring pada sudut antara 0-45° membentuk kemiringan yang sangat besar. Kelengkungan pada jaring, baik secara horizontal maupun vertikal, lebih disebabkan oleh adanya gaya eksternal yang mengenai trammel net. Gaya-gaya tersebut berupa gaya hidrodinamika, gaya tarik dan gaya gesek. Gaya hidrodinamika disebabkan oleh aliran air yang melewati jaring atau gerakan jaring yang melewati air. Gaya tarik disebabkan oleh beban yang ditimbulkan oleh organisme yang terperangkap. Gesekan antara bagian lower line dengan permukaan dasar perairan menyebabkan adanya gaya gesek.

Posisi jaring pada sudut 90° memanjang searah arus. Ini berimbas pada semakin rendahnya peluang ikan tertangkap. Penyebabnya, arah renang ikan cenderung melawan arus. Menurut Laevastu dan Hayes (1982), pergerakan ikan biasanya melawan arus pada siang hari dan mengikuti arah arus pada malam hari. Kemiringan jaring dengan sudut antara 45-90° dalam posisi menghadang arus.

11

Jaring juga telah melakukan penyapuan terhadap permukaan dasar perairan. Peluang organisme demersal maupun non demersal tertangkap oleh jaring sangat tinggi. Sementara itu, posisi jaring menjadi sangat miring pada sudut 0-45°.Ketinggian jaring menjadi berkurang dan daerah sapuannya menjadi lebih sempit. Dengan demikian, peluang organisme tertangkap lebih kecil dibandingkan dengan sudut 45-90°.

Tiga konstruksi jaring yang diujicoba memiliki performa yang berbeda pada setiap sudut kemiringan. Gambar 6 menunjukkan penampang samping setiap konstruksi trammel net. Tampilan hanya dibatasi pada sudut 90°, 45-90° dan 0-45° untuk menyederhanakan analisis. Jaring kontrol memiliki kemampuan yang rendah untuk menangkap organisme pada posisi kemiringan 90°. Jaring pada posisi tersebut memiliki perbedaan ketegangan dan kekenduran. Bagian atas trammel net memiliki ketegangan tinggi, sedangkan kekenduran hanya terdapat pada posisi bawah. Fungsi jaring bagian atas menjadi seperti penghadang. Organisme non demersal yang bergerak ke arah jaring akan memiliki 2 kemungkinan, yaitu tersangkut pada mata jaring dan berenang ke arah kiri atau kanan jaring. Posisi jaring pada sudut antara 45-90° dan 0-45° memiliki peluang menangkap organisme non demersal lebih besar dari 90°, karena organisme non demersal juga dapat tergiring ke arah bawah jaring, yaitu bagian trammel net yang memiliki kekenduran tinggi.

Trammel net perlakuan dengan 2 kekenduran (TP2) dan 3 kekenduran (TP3) memiliki kemampuan yang tinggi menangkap organisme non demersal jika posisinya berdiri tegak (90°). Organisme non demersal yang berenang ke arah jaring akan terperangkap pada jaring bagian atas yang kendur. Jaring dengan kemiringan antara 45-90° dan 0-45° memiliki kemampuan menangkap, baik organisme demersal maupun non demersal. Organisme non demersal yang berenang ke arah jaring akan langsung terperangkap atau tergiring ke arah bawah dan tertangkap pada jaring bagian bawah. Organisme demersal seperti udang dapat tertangkap pada jaring bagian bawah ataupun atas. Ini disebabkan oleh tingkah laku udang yang terkadang melompat karena adanya gangguan. Menurut Suharyanto (2003), lompatan udang dapat mencapai ketinggian 12 cm.

(Trammel net kontrol)

(Trammel net perlakuan 2)

(Trammel net perlakuan 3)

13

Komposisi Hasil Tangkapan

Hasil tangkapan trammel net terdiri atas dua jenis organisme, yaitu organisme demersal dan non demersal. Jumlah organisme demersal yang tertangkap sebanyak 1.119 individu atau 77,66% dari seluruh jumlah tangkapan, sedangkan beratnya 45,12 kg (91,74%). Sementara organisme non demersal 345 individu (22,34%) dengan berat 4,06 kg (8,26%). Organisme demersal lebih banyak tertangkap oleh trammel net dibandingkan dengan non demersal. Ini dapat dipahami karena organisme demersal memiliki habitat di dasar perairan. Seluruh organisme tersebut hanya dapat ditangkap dengan alat tangkap yang dioperasikan di dasar perairan. Trammel net, menurut Puspito (2009c), dioperasikan di dasar perairan untuk menangkap jenis-jenis organisme demersal, seperti ikan-ikan yang hidup pada habitat yang sama dengan udang.

Jenis organisme demersal hasil tangkapan trammel net terdiri atas krustasea dan ikan. Adapun jenis organisme non demersal terdiri atas 1 jenis, bilis. Enam jenis krustasea yang tertangkap berjumlah 801 individu (23,07 kg). Rinciannya adalah udang putih (Penaeus merguensis) sebanyak 479 individu dengan berat 14,10 kg, udang ronggeng (Harpiosquilla raphidea) 234 individu (7, 01 kg), udang windu (Penaeus monodon) 6 individu (218 g), udang kipas (Thenus orientalis) 3 individu (133 g), kepiting (Scylla sp.) 29 individu (643 g) dan rajungan (Portunus sp.) 50 individu (1,07 kg). Jumlah hasil tangkapan krustasea yang mencapai 46,97% disebabkan oleh operasi penangkapannya dilakukan pada bulan Januari yang merupakan musim penangkapan krustasea. Mashar dan Wardiatno 2011, La Dini et al. 2013 dan Jayanto et al. 2013 menegaskan bahwa musim penangkapan krustasea berlangsung pada musim barat yang dimulai dari akhir Desember hingga Februari.

Krustasea umumnya hidup di lingkungan dengan substrat lumpur, lumpur berpasir dan pasir berlumpur (Murachman et al. 2010, Buwono et al. 2015, Wibowo et al. 2007, Wulandari et al. 2014 dan Mulya et al. 2011). Kedalamannya bervariasi karena tergantung pada fase hidupnya (Mulya et al. 2011). Khusus udang putih, habitatnya berada pada kedalaman 5-45 m (Purnomo et al. 1997 dan Wibowo et al. 2007) sehingga banyak tertangkap oleh trammel net. Jumlah tangkapan udang ronggeng berdasarkan individu dan berat lebih sedikit dibandingkan dengan udang putih. Hal ini sangat berhubungan dengan tingkah lakunya. Udang ronggeng memiliki kebiasaan menggali dan bersembunyi di dalam lubang substrat lumpur untuk berburu mangsa atau berlindung (Mashar dan Wardiatmo 2011) sehingga agak sulit tertangkap oleh trammel net. Jenis udang windu dan kipas tertangkap dalam jumlah yang sedikit. Masing-masing hanya sebanyak 6 dan 3 individu. Menurut Murachman et al. 2010, habitat udang windu berada di perairan pantai dekat muara sungai atau tambak pada kedalaman 0-3 m dan udang kipas biasanya berada pada kedalaman lebih dari 5 m. Pengoperasian trammel net yang dilakukan pada kedalaman 4-7 m tidak sesuai dengan habitat kedua jenis udang tersebut.

Jumlah hasil tangkapan rajungan relatif sedikit. Ini dikarenakan waktu penelitian lapang bertepatan dengan musim penangkapan rajungan yang terjadi antara Januari-Februari pada kedalaman laut dalam (Yusfiandayani dan Sobari 2011). Keberadaan rajungan pada saat itu di perairan dalam hingga mencapai kedalaman 65 m untuk memijah (Nugraheni et al. 2015). Kondisi ini tidak sesuai

dengan kedalaman pengoperasian trammel net pada saat penelitian, yaitu 4-7 m. Adapun jumlah kepiting tangkapan yang sangat sedikit lebih disebabkan oleh daerah penangkapannya yang tidak sesuai. Menurut Soim 1996, habitat kepiting adalah substrat lumpur dan perairan yang berada dekat dengan mangrove.

Jenis ikan demersal yang tertangkap terdiri atas 10 jenis (398 individu) dengan berat 22 kg. Masing-masing adalah gulamah (Johnius sp.) 234 individu (10,39 kg), pepetek (Leiognathus sp.) 39 individu (443 g), lidah (Cynoglossus lingua) 25 individu (799 g), buntal (Tetraodon sp.) 20 individu (1,59 kg), pari (Dasyatis sp.) 15 individu (923 g), baji-baji (Grammpolites scaber) 16 individu (2,27 kg), manyung (Arius thalassinus) 19 individu (5,20 kg), sebelah (Psetodes erumei) 7 individu (172 g), sotong (Sepia sp.) 7 individu (76 g), kerong-kerong (Terapon theraps) 16 individu (127 g). Komposisi hasil tangkapan trammel net dituliskan pada Tabel 3, sedangkan gambar beberapa jenis hasil tangkapan disajikan pada Lampiran 2.

Jumlah tangkapan jenis ikan (398 individu) lebih sedikit dibandingkan jenis krustasea (801 individu). Penyebabnya adalah musim penangkapan krustasea biasanya terjadi antara bulan Desember hingga Maret. Krustasea pada bulan tersebut mengalami jumlah yang meningkat. Ini sesuai dengan waktu penelitian lapang yang dilakukan pada bulan Januari-Februari yang sesuai dengan musim penangkapan krustasea. Selain itu, krustasea yang terdiri atas berbagai jenis udang, kepiting dan lobster termasuk hewan bentik yang mendiami permukaan dasar perairan. Pergerakannya relatif rendah dengan jarak ruaya yang tidak jauh (Badrudin et al. 2011), sehingga peluang krustasea tertangkap oleh trammel net yang dioperasikan secara aktif sangat tinggi.

Jenis ikan demersal yang tertangkap beranekaragam terdiri atas 10 jenis (398 individu). Mahiswara (2004) menyatakan bahwa sumberdaya ikan demersal di wilayah intertidal memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi. Semua jenis ikan demersal yang tertangkap memiliki habitat di perairan dekat pantai atau dekat muara sungai dengan substrat lumpur dan lumpur berpasir (Sumartini 2003).

Gulamah adalah jenis ikan tangkapan dominan yang jumlahnya mencapai 234 individu (10,39 kg). Jumlah ini sangat banyak dibandingkan dengan jumlah tangkapan ikan lainnya. Waktu operasi penangkapan yang dilangsungkan pada bulan Januari merupakan puncak musim penangkapan gulamah (Saputra et al. 2008). Jenis lainnya adalah pepetek yang tertangkap mencapai 39 individu (443 g). Jumlah tangkapan pepetek jauh lebih sedikit dibandingkan dengan gulamah. Ernawati (2007), Genisa 1999, Utami (2009) dan Wiyono (2009) menyatakan bahwa pepetek merupakan salah satu jenis ikan yang mendominasi habitat dasar perairan pada kedalaman 0-30 m, namun keberadaannya tidak berlangsung sepanjang tahun. Musim puncaknya terjadi pada bulan Maret dan April (Budiman et al. 2004). Pengoperasian trammel net yang dilakukan pada bulan Januari di kedalaman 4-6 m tidak memungkinkan pepetek dapat tertangkap dalam jumlah yang banyak.

15

Tabel 3 Komposisi hasil tangkapan trammel net

No. Nama lokal Nama Latin Jumlah

(individu)

Berat (g) 1. Demersal

Krustasea

- Udang putih Penaeus merguensis 479 14.093 - Udang ronggeng Harpiosquilla raphidea 234 6.988

- Udang windu Penaeus monodon 6 218

- Udang kipas Thenus orientalis 3 120

- Rajungan Portunus sp. 50 1.068 - Kepiting Scylla sp. 29 643 801 23.130 Ikan - Gulamah Johnius sp. 234 10.276 - Pepetek Leiognathus sp. 39 443

- Lidah Cynoglossus lingua 25 799

- Buntal Tetraodon sp. 20 1.595

- Manyung Arius thalassinus 19 5.201

- Kerong-kerong Terapon theraps 16 127

- Baji-baji Grammpolites scaber 16 2.267

- Pari Dasyatis sp. 15 923

- Sebelah Psetodes erumei 7 172

- Sotong Sepia sp. 7 190

398 21.993

2. Non demersal

- Bilis Thryssa hamiltonii 345 4.061

Total 1.544 49.184 Sumber : Olahan data penelitian

Sebanyak 8 jenis ikan demersal lainnya terjaring dalam jumlah yang sedikit, kurang dari 30 individu. Rincian jenisnya adalah lidah, buntal, pari, baji-baji, manyung, sebelah, sotong dan kerong-kerong. Menurut Sumartini 2003, Sulistiono et al. 2001 dan Buwono et al. 2015, seluruh jenis ikan tersebut merupakan perenang lambat dan umumnya bersifat soliter. Akibatnya, jenis-jenis ikan tersebut selalu tertangkap dalam jumlah yang sedikit. Faktor lain yang mendukung sulitnya mendapatkan jenis-jenis ikan tersebut dalam jumlah banyak adalah musim yang tidak sesuai dengan waktu penangkapan. Sumberdaya lidah di perairan tersedia sepanjang tahun, puncaknya terjadi pada bulan Desember (Sulistiono et al. 2007). Musim pemijahan ikan buntal terjadi pada bulan Maret– Mei (Sulistiono et al. 2001). Manyung merupakan jenis ikan catfish yang melimpah pada bulan kemarau (Dewanti et al. 2012) atau berlangsung pada bulan Maret-Juni (Febrianti et al. 2013).

Beberapa jenis organisme dasar memiliki habitat pada kedalaman yang tidak sesuai dengan pengoperasian trammel net. Ini mengakibatkan jumlah individunya yang tertangkap sangat sedikit. Sotong biasanya ditemukan pada kedalaman 10-20 m (Rochman et al. 2013).

Jenis organisme non demersal yang tertangkap hanya 1 jenis, yaitu bilis. Jumlahnya mencapai 370 individu (4,45 kg). Bilis termasuk ikan pelagis kecil yang berada pada pertengahan kolom perairan. Jenis ini biasanya memiliki pola migrasi harian ke wilayah perairan pantai (Kharobiansyah et al. 2014). Ikan bilis termasuk omnivora yang lebih condong karnivora. Bilis merupakan pemakan zooplankton, berupa copepoda (Hikmawati et al. 2014). Selain itu, penyebab mengapa jenis ikan ini tertangkap oleh trammel net karena penangkapannya dilakukan sesuai dengan habitat dan musim penangkapan organisme tersebut. Habitat bilis berada di wilayah pesisir laut dan musimnya berlangsung pada musim barat dan timur, namun cukup sulit diperoleh pada musim peralihan (Nasution et al. 2015).

Jumlah Hasil Tangkapan Berdasarkan Perbaikan Posisi Kekenduran Kekenduran jaring sangat mempengaruhi hasil tangkapan trammel net. Jaring yang memiliki kekenduran tinggi akan memudahkan organisme air terpuntal. Kekenduran yang merata akan mempengaruhi peluang tertangkapnya organisme pada setiap bagian jaring.

Hasil uji coba penangkapan dengan trammel net menunjukkan bahwa ketiga jaring, yaitu trammel net TK, TP2 dan TP3, mendapatkan jumlah tangkapan yang berbeda. Trammel net TP2 menghasilkan jumlah tangkapan tertinggi sebanyak 686 individu atau 44,36% dari jumlah total hasil tangkapan, sedangkan trammel net TP3 581 individu (37,69%) dan trammel net kontrol (TK) dengan jumlah 277 individu (17,94%). Hal ini sangat berhubungan dengan konstruksi dan dinamika jaring ketika dilakukan penarikan (Matuda 1963).

Panjang dan tinggi jaring bagian dalam dan luar ketiga trammel net adalah sama. Penggunaan 1 kekenduran bagian dalam pada jaring kontrol mengakibatkan kekenduran pada bagian dasar trammel net sangat tinggi. Adapun kekenduran trammel net TP2 lebih rendah dari TK dan kekenduran TP3 jauh lebih rendah dari TP2 dan TK. Selanjutnya, proses pengoperasian trammel net yang dioperasikan dengan cara ditarik membuat posisi trammel net membentuk suatu kelengkungan. Penarikan dengan sudut yang besar mengakibatkan sudut kemiringan trammel net menjadi sangat kecil. Akibatnya adalah posisi trammel net bagian atas menjadi horizontal dan kekenduran berkurang karena adanya tekanan arus dan tarikan oleh kantong yang terbentuk pada kekenduran atas. Dua kekenduran TP3 dan TP2 memiliki kemampuan menangkap ikan yang lebih tinggi dibandingkan dengan TK. Namun demikian, peluang ikan tertangkap pada TP 2 lebih tinggi dibandingkan dengan TP3, karena kekenduran TP2 lebih besar dari TP3. Gambar 7 menampilkan jumlah hasil tangkapan setiap konstruksi trammel net.

Hasil uji kenormalan terhadap hasil tangkapan trammel net menunjukkan bahwa data hasil tangkapan menyebar normal. Pengujian dilanjutkan dengan uji homogenitas. Hasil yang didapatkan adalah nilai sig. 0,64 lebih besar dari 0,05. Ini berarti data bersifat homogen dan pengujian dapat dilanjutkan dengan uji statistik parametrik ANOVA RAL. Selanjutnya, hasil perhitungan analisis statistik ANOVA rancangan acak lengkap dinghasilkan Fhitung = 18,63 atau lebih besar dari

Ftabel = 3,09 pada a = 0,05. Ini berarti Ho ditolak. Dengan demikian, jumlah hasil

17

uji beda nyata terkecil (BNT) yang menyimpulkan bahwa ketiga jaring memiliki hasil tangkapan rata-rata yang berbeda. Hasil tangkapan paling rendah adalah trammel net TK dengan hasil tangkapan rata-rata 7,91. Trammel net TP 2 mendapatkan nilai rata-rata tertinggi sebesar 19,60 dan trammel net TP 3 memiliki rata-rata 16,60. Analisis statistik jumlah hasil tangkapan berdasarkan jenis jaring disajikan pada Lampiran 5.

Gambar 7 Jumlah tangkapan berdasarkan konstruksi trammel net

Sebaran Kelompok Organisme Hasil Tangkapan

Perbaikan posisi kekenduran trammel net dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan jumlah hasil tangkapan. Caranya adalah dengan menambah kekenduran di beberapa bagian badan jaring, sehingga jaring bagian atas memiliki kemampuan yang sama dengan bagian dasar untuk menangkap organisme air.

Jenis hasil tangkapan trammel net kontrol, perlakuan 2 dan 3 dikelompokkan atas udang, kepiting, ikan demersal dan ikan non demersal. Kelompok udang terdiri atas udang putih, udang ronggeng, udang mantis dan udang kipas, dari kelompok kepiting terdiri atas kepiting dan rajungan. Kelompok ikan demersal terdiri atas gulamah, pepetek, lidah, buntal, pari, baji-baji, manyung, sebelah, sotong, kerong dan kelompok ikan non demersal hanya 1 jenis (bilis). Gambar 8 menjelaskan sebaran kelompok organisme berdasarkan konstruksi trammel net. Datanya dituliskan pada Lampiran 4.

Jumlah total hasil tangkapan kelompok udang sebanyak 722 individu (21,41 kg) atau 46,76% dari total hasil tangkapan. Ketiga jenis trammel net menghasilkan jumlah dan berat udang yang berbeda. Trammel net perlakuan 2 (TP2) menghasilkan jumlah tangkapan terbanyak, yaitu 334 individu (10,62 kg). Adapun trammel net perlakuan 3 (TP3) 262 individu (7,52 kg) dan kontrol 126 individu (3,27 kg). 277 686 581 0 100 200 300 400 500 600 700 800

Kontrol Perlakuan 2 Perlakuan 3

Jum lah (i ndi v idu)

Gambar 8 Jumlah tangkapan trammel net kontrol, perlakuan 2 dan 3 berdasarkan kelompok organisme 103 11 57 45 18 12 17 5 5 4 0 50 100 150 200 250 300

Udang Kepiting Ikan demersal Ikan non demersal

Ju m lah ( in d iv id u ) Bagian bawah Bagian tengah Bagian atas 258 41 138 71 76 38 64 0 50 100 150 200 250 300

Udang Kepiting Ikan demersal Ikan non demersal

Ju m al (in d iv id u ) Bagian bawah Bagian atas 195 27 107 77 61 29 56 6 12 11 0 50 100 150 200 250 300

Udang Kepiting Ikan demersal Ikan non demersal

Ju m lah ( in d iv id u ) Bagian bawah Bagian tengah Bagian atas

Trammel net kontrol

Trammel net perlakuan 3 Trammel net perlakuan 2

19

Udang tertangkap pada bagian dasar trammel net kontrol (TK) sebanyak 104 individu, sedangkan pada bagian atas sebanyak 22 individu. Jaring bagian atas trammel net TK yang menegang memiliki kemampuan rendah menangkap udang. Ini berbeda dengan trammel net TP2 dan TP3. Seluruh bagian memiliki kemampuan yang merata dalam menangkap udang. Namun demikian, jumlah tangkapan trammel net TP2 ternyata lebih banyak dibandingkan dengan TP3.

Trammel net TP2 menangkap 334 individu. Sebanyak 258 individu diantaranya tertangkap pada bagian dasar jaring, sedangkan sisanya 76 individu pada bagian atasnya. Tangkapan udang pada trammel net TP3 menyebar di semua kekenduran. Kekenduran bagian dasar menangkap 147 individu, tengah (89 individu) dan bawah (26 individu). Kemampuan trammel net TP2 dalam menangkap udang yang lebih banyak dibandingkan dengan TP3 sangat berkaitan dengan kelengkungan trammel net pada saat dioperasikan dan pembagian kekenduran badan jaring (Losanes et al. 1990).

Kekenduran trammel net TP2 terdapat pada bagian dasar dan atas jaring. Adapun kekenduran trammel net TP3 terbagi pada 3 ketinggian, yaitu dasar 50 cm, tengah 50 cm dan atas 50 cm. Posisi ketinggian kekenduran atas setiap jaring akan menurun ketika trammel net dioperasikan. Kemampuan udang yang dapat melompat hingga 12 cm kemungkinan besar hanya dapat menjangkau posisi tengah jaring. Ini mengkibatkan udang lebih banyak menangkap ditangkap oleh trammel net TP2. Udang yang melompat ke arah TP3 hanya menjangkau bagian antara kekenduran 2 dan 3. Sebagian udang akan terperangkap oleh kekenduran 2 dan 3, sedangkan sebagian lainnya terlepas.

Kepiting yang tertangkap sebesar 79 individu atau 5,12% dari total hasil tangkapan. Seluruh kepiting tertangkap pada bagian bawah trammel net. Menurut Soim (1996), kepiting termasuk hewan bentik yang aktif pada malam hari (nokturnal) dan membenamkan diri di lumpur pada siang hari. Cara pengoperasian trammel net yang menyapu permukaan dasar perairan mengakibatkan kepiting akan terpuntal pada bagian dasar jaring.

Ikan demersal yang tertangkap oleh trammel net terdiri atas 10 jenis atau 398 individu (25,78%). Jumlah total ikan hasil tangkapan tertinggi diperoleh trammel net TP2 176 individu, lalu disusul trammel net TP3 148 individu dan trammel net kontrol 74 individu. Ikan tertangkap pada posisi yang menyebar mulai dari kekenduran di bagian bawah hingga atas jaring. Trammel net kontrol hanya memiliki 1 kekenduran, sehingga seluruh ikan tertangkap pada bagian tersebut. Ini berbeda dengan trammel net TP2 dan TP 3 yang memiliki 2 dan 3 kekenduran. Bagian dasar trammel net TP3 menangkap 112 individu, kekenduran tengah 24 individu dan atas 12 individu. Sebaran ikan yang tertangkap oleh TP2 adalah 128 individu pada bagian dasar dan 48 individu (bagian atas). Penyebabnya sangat berkaitan dengan tampilan jaring di dalam air ketika dioperasikan. Tampilan samping jaring akan membentuk suatu kelengkungan. Ikan demersal yang memiliki arah renang vertikal, seperti gulamah, pepetek, kuniran dan kerong, akan menabrak jaring bagian atas. Selanjutnya ikan bergerak mengikuti kelengkungan jaring ke arah bawah dan terperangkap pada kekenduran yang dilaluinya. Tingkah laku yang berbeda didapati pada jenis-jenis ikan demersal lainnya, yaitu lidah, sebelah, manyung, cucut dan pari, yang menghabiskan hidupnya di dasar perairan. Seluruh ikan demersal tersebut

memiliki kecepatan renang yang sangat rendah sehingga mudah tertangkap oleh bagian bawah trammel net yang dioperasikan menyisir permukaan dasar perairan.

Jenis ikan non demersal yang tertangkap hanya bilis sejumlah 345 individu. TP3 dan TP2 menangkap bilis dalam jumlah yang tidak terlalu berbeda, yaitu 144 dan 135 individu, sedangkan TK 66 individu. Artinya penambahan kekenduran akan sangat mempengaruhi jumlah tangkapan, tetapi perbedaan jumlah kekenduran pada TP2 dan TP3 tidak berpengaruh secara signifikan terhadap jumlah organisme non demersal yang tertangkap.

Kemampuan setiap bagian trammel net dalam menangkap bilis berbeda-beda. Bagian atas jaring memerangkap 23 individu, bagian tengah 137 individu dan 185 individu pada bagian bawah. Selisih jumlah organisme non demersal yang tertangkap pada bagian tengah dan bawah tidak berbeda jauh hanya 48 individu. Adapun bilis yang tertangkap pada bagian atas jumlahnya 8 kali lebih

Dokumen terkait