• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keadaan Geografis dan Administratif

Secara geografis, letak wilayah Provinsi Jawa Tengah berada pada 5040’ - 8030’ Lintang Selatan dan 108030’ - 111030’ Bujur Timur (termasuk Pulau Karimunjawa). Jarak terjauh dari Barat ke Timur adalah 263 Km dan dari Utara ke Selatan 226 Km (tidak termasuk pulau Karimunjawa). Luas wilayah Provinsi Jawa Tengah adalah 3.254.412 Ha atau 25,04% dari luas Pulau Jawa.

Letak wilayah Provinsi Jawa Tengah secara administratif berbatasan dengan Samudera Hindia dan Daerah Istimewa Yogyakarta di sebelah Selatan; Provinsi Jawa Barat di sebelah Barat; Provinsi Jawa Timur di sebelah Timur, dan Laut

24

Jawa di sebelah Utara. Provi 573 kecamatan yang meliput Tengah sebesar 3,25 juta he luas Indonesia). Peta admi pada Gambar 6.

Gambar 6 Peta Adm (Pemprov J

Topografi dan Jenis Tanah

Kondisi topografi wi pegunungan dan dataran tingg di bagian tengah; dataran r dan pantai yaitu pantai U memiliki ketinggian yang b yang membujur di bagian seluruh wilayah yang umum besar wilayah Provinsi Jaw sekitar 53%. Jenis tanah y alluvial, planosol, litosol, podsolik, dan didominasi je di seluruh wilayah. Jeni kesuburannya cukup tinggi.

Penggunaan Lahan

Penggunaan lahan di P sawah seluas 992 Ha (30,47% Jika dibandingkan dengan penurunan luas lahan sawah Ha (0,013%), dan sebalikn lahan kering yang dipakai

ovinsi Jawa Tengah terdiri dari 29 kabupaten da iputi 7.809 Desa dan 769 Kelurahan. Luas Wil hektar atau sekitar 25,04% dari luas pulau Jaw ministratif wilayah Provinsi Jawa Tengah da

Administratif Wilayah Provinsi Jawa ov Jateng 2013)

nah

wilayah Jawa Tengah beraneka ragam, meliput tinggi yang membujur sejajar dengan panjang pul n rendah yang hampir tersebar di seluruh Jaw

Utara dan Selatan. Wilayah Provinsi Jaw g beraneka ragam, yaitu pegunungan dan data an tengah dan dataran rendah yang tersebar

umnya adalah wilayah pantai. Secara propors Jawa Tengah berada pada ketinggian 0-99 m h yang ada di wilayah Jawa Tengah meliputi

l, regosol, andosol, grumosol, mediteran, la jenis tanah latosol, aluvial, dan gromosol, yan nis tanah ini merupakan jenis tanah yan nggi.

di Provinsi Jawa Tengah pada Tahun 2010 meli ,47%) dan bukan lahan sawah seluas 2,26 Ha

n Tahun 2009, maka kondisi ini menunjukka ah yang beralih menjadi bukan lahan sawah se knya luas bukan lahan sawah naik 0,006%. S kai untuk tegal/kebun sebesar 31.83% dari tot

n dan 6 kota, ilayah Jawa Jawa (1,70% dapat dilihat a Tengah liputi daerah g pulau Jawa wa Tengah; awa Tengah dataran tinggi r di hampir rsi sebagian 99 mdpl yaitu puti organosol, latosol, dan ang tersebar ang tingkat eliputi lahan a (69,53%). ukkan adanya h sebesar 128 . Sedangkan total bukan

25 lahan sawah. Persentase itu merupakan yang terbesar dibanding persentase penggunaan bukan lahan sawah lain.

Tabel 4 Jenis Penggunaan Lahan di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2013

Jenis Penggunaan Lahan Luas lahan (Ha) %

Lahan sawah 991.524 30,47

Lahan bukan sawah: 2.262.888 69,53

1. Lahan Kering - Bangunan/Pekarangan 537.288 16,51 - Ladang/Huma 11.664 0,36 - Tegalan/kebun 723.056 22,22 - Padang rumput 1.745 0,05 - Sementara tdk diusahakan 1.429 0,04 - Hutan Rakyat 103.004 3,17 - Hutan Negara 567.449 17,44 - Perkebunan Negara/swasta 71.337 2,19 - Lain-lain 196.275 6,03 2. Lahan Lainnya -Rawa-rawa 9.021 0,28 -Tambak 37.574 1,15 -Kolam/tebat/empang 3.046 0,09 Total 3.254.412 100,00

Sumber: BPS Jateng (2014), diolah

Berdasarkan dokumen Rencana Tata Ruang wilayah (RTRW) Provinsi Jawa Tengah Tahun 2009–2029, maka pengembangan wilayah Jawa Tengah memperhatikan pola ruang yang meliputi kawasan budidaya dan kawasan lindung (Pemprov Jateng 2013). Kawasan budidaya di Jawa Tengah terdiri atas kawasan peruntukan hutan produksi, hutan rakyat, pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan, pertambangan, industri, pariwisata, permukiman, serta pesisir dan pulau-pulau kecil seluas 2.693.008 Ha. Pengembangan kawasan peruntukan pertanian meliputi kawasan pertanian lahan basah seluas ± 990.652 Ha dan kawasan pertanian lahan kering seluas ± 955.587 Ha yang diarahkan di semua kabupaten/kota se-Jawa Tengah. Lahan pertanian basah dan kering tersebut dikelola untuk mendukung program perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) yang di Provinsi Jawa Tengah direncanakan seluas 1.022.570 Ha. Pengembangan kawasan peruntukan peternakan meliputi kawasan peternakan besar dan kecil yang diarahkan di semua kabupaten/kota se-Jawa Tengah dan kawasan peternakan unggas, yang diarahkan di semua kabupaten/kota se-Jawa Tengah.

Penduduk dan Tenaga Kerja

Berdasarkan angka sementara proyeksi Sensus Penduduk (SP) Tahun 2010, jumlah penduduk Jawa Tengah pada tahun 2013 tercatat sebesar 33,26 juta jiwa sekitar 13,92% dari jumlah penduduk Indonesia (BPS Jateng 2014). Hal ini menempatkan Jawa Tengah sebagai provinsi ketiga di Indonesia dengan jumlah penduduk terbanyak setelah Jawa Barat dan Jawa Timur. Penduduk Jawa Tengah belum menyebar secara merata di seluruh wilayah Jawa Tengah. Hal ini terlihat

26

juga dari kepadatan penduduk di wilayah pengembangan sapi potong yang terlihat seperti pada Tabel 5.

Tabel 5 Kepadatan Penduduk Wilayah Pengembangan Sapi Potong di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2013

Kabupaten Luas Daerah (km²) Jumlah Penduduk

(Jiwa) Kepadatan (Jiwa/km2) Banjarnegara 1.070 889.921 832 Banyumas 1.328 1.605.579 1.209 Blora 1.794 844.444 471 Boyolali 1.015 951.817 938 Brebes 1.658 1.764.648 1.064 Grobogan 1.976 1.336.304 676 Jepara 1.004 1.153.213 1.149 Karanganyar 772 840.171 1.088 Kebumen 1.283 1.176.722 917 Klaten 656 1.148.994 1.752 Magelang 1.086 1.221.681 1.125 Pati 1.491 1.218.016 817 Purbalingga 778 879.880 1.131 Rembang 1.014 608.903 600 Semarang 947 974.092 1.029 Sragen 946 871.989 922 Sukoharjo 467 849.506 1.819 Tegal 880 1.415.009 1.608 Temanggung 870 731.911 841 Wonogiri 1.822 942.377 517 Wonosobo 985 769.318 781

Total Jawa Tengah 32.545 33.264.339 1.022

Sumber: BPS Jateng (2014), diolah

Penduduk Jawa Tengah banyak menumpuk di daerah kota dibandingkan kabupaten, secara rata-rata kepadatan penduduk Jawa Tengah tahun 2013 tercatat sebesar 1.022 jiwa/km2. Kondisi kepadatan penduduk di wilayah pengembangan sapi potong (Tabel 5), dengan kondisi kepadatan penduduk tertinggi di Kabupaten Sukoharjo sebesar 1.819 jiwa/km2 dan terendah di Kabupaten Blora sebesar 471 jiwa/km2.

Penduduk usia kerja didefinisikan sebagai penduduk yang berumur 15 tahun ke atas, dan dibedakan sebagai Angkatan Kerja dan bukan Angkatan Kerja. Pertumbuhan penduduk tiap tahun akan berpengaruh terhadap pertumbuhan angkatan kerja. Berdasarkan hasil Sakernas (BPS Jateng 2014), angkatan kerja di Jawa Tengah tahun 2013 mencapai 16.986.776 orang dengan rincian 15.964.048 orang bekerja dan 1.022.728 orang pencari kerja. Perkembangan rasio kesempatan kerja terhadap penduduk usia 15 tahun keatas periode Tahun 2010 – 2012 terus mengalami peningkatan yang mengindikasikan semakin banyaknya penduduk yang dapat terserap dalam lapangan pekerjaan, namun pada tahun 2013 mengalami penurunan. Perkembangan rasio kesempatan kerja terhadap penduduk usia 15 tahun keatas periode Tahun 2010 – 2013 di Jawa Tengah secara rinci dapat dilihat pada Tabel 6.

27 Tabel 6 Rasio Kesempatan Kerja terhadap Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas di

Provinsi Jawa Tengah Tahun 2010–2013

Tahun Jumlah Penduduk Jumlah Penduduk Jumlah Penduduk Rasio

Angkatan Kerja (orang) yang Bekerja (orang) Usia Kerja (orang) Kesempatan Kerja (%) 2010 16.856.330 15.809.447 23.874.585 66,22 2011 16.918.797 15.916.135 23.905.331 66,58 2012 17.095.031 16.132.890 23.933.408 67,41 2013 16.986.776 15.964.048 24.020.083 66,46

Sumber: BPS Jateng (2014), diolah

Angkatan kerja di Jawa Tengah tahun 2013 turun sebesar 0,63% dibanding tahun sebelumnya. Tingkat partisipasi angkatan kerja penduduk Jawa Tengah tercatat sebesar 70,72%, sedangkan angka pengangguran terbuka di Jawa Tengah sebesar 6,02%. Sektor pertanian menyerap sekitar 30,86% pekerja dan merupakan sektor terbanyak menyerap pekerja. Hal ini dikarenakan sektor tersebut tidak memerlukan pendidikan khusus. Sektor berikutnya yaitu sektor perdagangan dan sektor industri, masing-masing menyerap tenaga kerja sebesar 22,46% dan 19,07%.

Pendidikan

Pendidikan merupakan salah satu sarana dalam meningkatkan sumber daya manusia. Sejalan dengan capaian angka rata-rata lama sekolah, angka pendidikan yang ditamatkan merupakan indikator untuk mengukur kualitas sumber daya manusia (SDM) pada suatu wilayah. Selama kurun waktu 2010 – 2013 jumlah penduduk yang berpendidikan/lulusan Sekolah Dasar (SD) di Provinsi Jawa Tengah masih relatif tinggi, walaupun kecenderungannya menurun. Perkembangan angka pendidikan yang ditamatkan berdasarkan penduduk usia kerja (15 – 64 tahun) di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2010-2013 dapat dilihat dalam Tabel 7.

Tabel 7 Perkembangan Angka Pendidikan yang Ditamatkan Berdasarkan Penduduk Usia Kerja (15–64 Tahun) di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2010-2013

Tahun Jumlah Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan Jumlah

Penduduk AK SD SLTP SLTA

2010 16.856.330 9.173.558 2.993.593 3.642.296 15.809.447

2011 16.918.797 9.135.874 3.048.208 3.732.053 15.916.135

2012 17.095.031 9.013.849 3.061.738 4.057.303 16.132.890

2013 16.986.776 8.574.472 3.182.203 4.207.373 15.964.048

Sumber: BPS Jateng (2014), diolah

Struktur Perekonomian Wilayah

Selama kurun waktu 2010-2013 kontribusi sektor yang terbesar terhadap pembentukan PDRB di Provinsi Jawa Tengah adalah sektor industri pengolahan, meskipun mengalami trend yang fluktuatif (Tabel 8). Sektor industri pengolahan

28

memberikan sumbangan tertinggi terhadap perekonomian wilayah di Jawa Tengah. Pada tahun 2013, sektor industri pengolahan mencapai 32,56%, sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 20,73%, sektor pertanian 18,30% dan sektor jasa-jasa sebesar 10,67%, sedangkan sektor lainnya kurang dari 10%. Distribusi persentase PDRB atas dasar harga berlaku di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2010 – 2013 dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8 Distribusi Persentase PDRB Atas Dasar Harga Berlaku di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2010 – 2013

Lapangan Usaha/Sektor 2010 2011 2012 2013

Pertanian, peternakan, perkebunan, kehutanan

dan perikanan 19,49 19,06 18,74 18,30

Pertambangan dan Galian 0,97 0,95 0,94 0,96

Industri Pengolahan 32,86 33,25 32,83 32,56

Listrik, Gas & Air Besrih 1,04 1,02 1,02 1,06

Bangunan 6,1 5,99 5,99 5,96

Perdagangan, Hotel & Restoran 19,56 19,74 20,29 20,73

Pengangkutan dan Komunikasi 5,91 5,85 5,92 6,03

Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan 3,58 3,55 3,59 3,73

Jasa-jasa 10,48 10,59 10,67 10,67

PDRB 100 100 100 100

Sumber: BPS Jateng (2014), diolah

Besarnya peranan sektor pertanian bukan hanya terlihat pada kontribusinya terhadap PDRB, tetapi juga dari segi penyediaan lapangan pekerjaan. Dimana berdasarkan Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS) BPS Jateng Tahun 2013 diperoleh bahwa jumlah penduduk usia 15 tahun ke atas yang bekerja (angkatan kerja) di Provinsi Jawa Tengah, menunjukkan bahwa sektor pertanian masih menjadi penyumbang terbesar penyerapan tenaga kerja dibandingkan dengan sektor lainnya seperti yang terlihat pada Tabel 9.

Tabel 9 Distribusi Persentase Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas Bekerja Menurut Lapangan Usaha di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2010-2013

Lapangan Usaha/Sektor 2010 2011 2012 2013

Pertanian, peternakan, perkebunan, kehutanan dan

perikanan 35,53 33,78 31,39 30,86

Pertambangan dan galian, listrik, gas dan air bersih 0,86 0,68 0,73 0,55

Industri 17,81 19,14 20,44 19,07 Kontruksi 6,62 6,89 7,48 5,95 Perdagangan 21,43 21,38 21,37 22,46 Transportasi 4,20 3,54 3,40 3,78 Keuangan 1,14 1,66 1,75 1,97 Jasa 12,41 12,92 13,44 15,36 PDRB 100 100 100 100

29

Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu indikator keberhasilan pembangunan suatu daerah dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkesinambungan merupakan salah satu sarana untuk mencapai kehidupan yang layak bagi penduduk suatu wilayah. Pertumbuhan ekonomi dapat tercermin dari kenaikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan dari tahun sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah tahun 2013 yang ditunjukkan oleh laju pertumbuhan PDRB atas dasar harga konstan 2000, lebih rendah dari tahun sebelumnya, yaitu 5,81%, sedangkan pada tahun 2012 sebesar 6,34%. Selama kurun waktu 4 (empat) tahun terakhir, dari tahun 2009–2013, pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Tengah, cenderung meningkat dengan stabil meskipun laju peningkatannya bergerak secara perlahan, namun pada tahun 2013 cenderung mengalami penurunan. Rendahnya peningkatan investasi menjadi salah satu penyebab rendahnya pertumbuhan ekonomi tahun 2013 dibanding tahun 2012. Peningkatan pertumbuhan ekonomi di Jawa Tengah dari tahun 2009–2012, ditopang oleh sektor industri pengolahan serta perdagangan, hotel dan restoran yang merupakan sumber pertumbuhan PDRB Jawa Tengah terbesar setiap tahunnya. Pertumbuhan PDRB Jawa Tengah selama Tahun 2009-2013 dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7 Laju Pertumbuhan PDRB Provinsi Jawa Tengah Tahun 2010-2013 (BPS Jateng 2014)

Gambar 7 menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Tengah mengalami peningkatan pada tahun 2009 dari 5,14% menjadi 6,34% pada tahun 2012, namun pada tahun 2013 mengalami penurunan menjadi 5,815. Perkembangan perekonomian daerah juga dapat dilihat berdasarkan keragaman lapangan usaha dengan melihat distribusi PDRB (Tabel 8), agar tergambar struktur perekonomian daerah, dan sumbangan masing-masing sektor terhadap pembangunan. Secara sektoral, terlihat pada Tabel 10 bahwa hampir semua sektor mengalami pertumbuhan yang positif setiap tahunnya, kecuali sub sektor kehutanan yang laju pertumbuhannya negatif. Pertumbuhan riil sektoral tahun 2013 mengalami fluktuasi dari tahun sebelumnya. Pertumbuhan tertinggi dicapai oleh sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan sebesar 10,56%, namun peranannya terhadap PDRB hanya sekitar 3,73%. Sektor pertanian mengalami pertumbuhan yang paling rendah pada tahun 2013, yaitu sebesar 2,18%. Sektor

5,14 5,84 6,03 6,34 5,81 4,50 5,00 5,50 6,00 6,50 2009 2010 2011 2012 2013 L aj u P er tum buha n (% ) Tahun

30

industri pengolahan masih memberikan sumbangan tertinggi terhadap ekonomi Provinsi Jawa Tengah yaitu sebesar 32,56%, dengan laju pertumbuhan sebesar 5,91%. Sektor perdagangan, hotel dan restoran yang juga merupakan sektor dominan memberikan sumbangan bagi perekonomian Provinsi Jawa Tengah sebesar 20,73% dengan pertumbuhan riil sebesar 7,47%. Sektor pertanian mengalami pertumbuhan sebesar 2,18%, masih mempunyai peranan yang cukup besar terhadap pertumbuhan ekonomi, karena mampu memberi andil sebesar 18,30%. Laju pertumbuhan PDRB atas dasar harga konstan 2000 menurut lapangan usaha di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2010-2013 dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10 Laju Pertumbuhan PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2010-2013

Lapangan Usaha/Sektor

Laju Pertumbuhan (%)

2010 2011 2012 2013

Pertanian 2,51 1,27 3,71 2,18

1. Tanaman Bahan Makanan 2,82 -0,12 3,54 1,38

2. Tanaman Perkebunan -3,21 4,09 4,13 4,34

3. Peternakan 5,82 5,16 4.11 5,56

4. Kehutanan 8,9 3,51 -1,09 0,25

5. Perikanan -1,22 4,17 5,69 0,86

Pertambangan dan Penggalian 7,09 4,91 7,38 6,33

Industri Pengolahan 6,86 6,6 5,46 5,91

Listrik, Gas & Air Besrih 8,41 5,97 6,38 8,39

Kontruksi/bangunan 6,93 6,71 6,98 6,96

Perdagangan, Hotel & Restoran 6,06 7,75 8,25 7,47

Angkutan dan Komunikasi 6,66 8,56 7,90 6,55

Keuangan, Real Estate & Jasa

Perusahaan 5,02 6,62 9,36 10,56

Jasa-jasa 7,37 7,54 7,32 4,93

PDRB 5,84 6,03 6,34 5,81

Sumber: BPS Jateng (2014)

Tabel 10 menunjukkan bahwa laju pertumbuhan sektor pertanian terlihat mengalami fluktuasi, sejak tahun 2011 mengalami penurunan yaitu hanya sebesar 1,27% dan mengalami peningkatan kembali pada tahun 2012 hingga tahun 2013. Adanya penurunan laju pertumbuhan ini disebabkan pada masing-masing sub sektor yang termasuk di dalam sektor pertanian diantaranya yaitu tanaman bahan makanan, perikanan dan kehutanan mengalami penurunan. Hal tersebut menjadi tantangan tersendiri bagi perekonomian daerah, dikarenakan laju pertumbuhan sektor pertanian termasuk peternakan di dalamnya lebih kecil dari pertumbuhan rata-rata, sementara sektor pertanian merupakan andalan untuk tetap mendukung swasembada pangan dan penyerapan tenaga kerja di Provinsi Jawa Tengah. Peran sektor pertanian, termasuk didalamnya sub sektor peternakan sangat berpengaruh terhadap ketersediaan bahan makanan di Jawa Tengah yang tetap harus dijaga untuk memenuhi kedaulatan pangan, sehingga dapat memenuhi kebutuhan pangan di wilayahnya. Hal ini jika diperhatikan dan diusahakan oleh pemerintah dan masyarakat Jawa Tengah akan memberikan peluang usaha bagi masyarakat, dan

31 secara tidak langsung akan membuka peluang kerja dan mengurangi pengangguran yang pada akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Deskripsi Pengembangan Sapi Potong di Provinsi Jawa Tengah

Pengembangan komoditi unggulan merupakan suatu strategi yang diharapkan menjadi pendorong utama bagi pertumbuhan ekonomi di Provinsi Jawa Tengah, sehingga peran dari komoditi unggulan tersebut diharapkan mampu memberikan kontribusi pendapatan bagi peningkatan perekonomian wilayah. Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Tengah bekerjasama dengan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga pada tahun 2007-2009 telah melakukan penelitian identifikasi dan pemetaan komoditi unggulan di 35 kabupaten/kota yang merupakan langkah awal pengembangan komoditi unggulan (DRD Jateng 2010). Berdasarkan hasil penelitian tersebut, telah ditetapkan komoditi unggulan per sektor, dan sapi potong merupakan komoditas unggulan sub sektor peternakan di Jawa Tengah. Sebelumnya pada tahun 2008, pemerintah provinsi Jawa Tengah bekerjasama dengan Kantor Bank Indonesia (KBI) Semarang telah melaksanakan Program Fasilitasi Percepatan Pemberdayaan Ekonomi Daerah (TFPPED) dengan mengembangkan komoditas sapi potong sebagai entry point percepatan pemberdayaan ekonomi daerah di Jawa Tengah (KBI semarang 2008).

Jawa Tengah merupakan salah satu wilayah yang memiliki jumlah populasi terbesar kedua di Indonesia, sehingga provinsi ini telah mampu memberikan sumbangan untuk kebutuhan daging sapi ke provinsi lain. Kontribusi Jawa Tengah juga sangat penting sebagai pemasok sapi untuk kebutuhan daging di DKI Jakarta dan Jawa Barat. Oleh karena itu, adanya permintaan yang tinggi akan daging sapi dalam pasar nasional dan yang cukup tinggi di Provinsi Jawa Tengah merupakan kesempatan dan peluang untuk peternak memenuhi kekurangan pasokan daging sapi tersebut.

Berbagai program pembangunan peternakan sapi potong di Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Jawa Tengah memiliki beberapa sasaran yang telah ditetapkan antara lain: ketahanan pangan, pengembangan agribisnis dan peningkatan kesejahteraan petani. Selain itu, Jawa Tengah juga merupakan salah satu provinsi yang menjadi target, yang diharapkan dapat berkontribusi untuk tercapainya Program Pencapaian Swasembada Daging Sapi (P2SDS) Tahun 2014 di Indonesia. Program PSDS 2014 ini diharapkan mampu memberikan nilai tambah dan keuntungan yaitu: 1). meningkatnya pendapatan dan kesejahteraan peternak; 2). penyerapan tambahan tenaga kerja baru, penghematan devisa negara; 3). optimalisasi pemanfaatan potensi ternak sapi lokal; 4). semakin meningkatnya penyediaan daging sapi yang Aman, Sehat, Utuh dan Halal (ASUH) bagi masyarakat sehingga ketentraman lebih terjamin. Selanjutnya, untuk mencapai P2SDS Tahun 2014 terdapat 5 kegiatan pokok yaitu: penyediaan bakalan/daging sapi lokal, peningkatan produktifitas dan reproduktifitas sapi lokal, pencegahan pemotongan sapi betina produktif, penyediaan bibit sapi, dan pengaturan stok sapi dalam negeri.

Berkaitan dengan hal itu, maka pemerintah Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2013 telah melakukan terobosan dengan menyusun konsep pengembangan

32

kawasan komoditas strategis sapi potong, dan menetapkan 21 kabupaten sebagai wilayah pengembangan yang mengacu pada Permentan Nomor 50 Tahun 2012. Pendekatan kawasan dimaksudkan untuk mengkonsentrasikan pengembangan sentra produksi pada wilayah-wilayah tertentu, penggunaan teknologi tepat guna dan penerapan landasan baru yaitu efisiensi, produktivitas dan suistainability. Pengembangan komoditas sapi potong berdasarkan perwilayahan tersebut merupakan salah satu upaya untuk meningkatan peran sapi potong dalam perekonomian wilayah antara lain melalui peningkatan populasi dan produksi ternak. Peta wilayah pengembangan peternakan sapi potong di Provinsi Jawa Tengah dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8 Peta Wilayah Pengembangan Sapi Potong di Provinsi Jawa Tengah Berdasarkan pendekatan konsep pengembangan kawasan komoditas strategis sapi potong tersebut di atas, maka pada kabupaten yang berpenduduk padat, pengembangan ternak dilakukan secara intensif, terintegrasi antara pengembangan ternak dengan tanaman pangan/hortikultura dan penanganan pasca panen, sedangkan di kabupaten yang berpenduduk jarang pengembangan ternak ditekankan pada padang penggembalaan atau secara ekstensif. Adapun wilayah pengembangan sapi potong dengan pendekatan integrasi antara ternak dan tanaman pangan yaitu Kabupaten Boyolali, Klaten, Sragen, Sukoharjo, Wonogiri, Karanganyar, Brebes, Tegal, Kabupaten Jepara, Rembang, Grobogan, Pati dan Blora. Selanjutnya, untuk wilayah pengembangan sapi potong dengan pendekatan pengembangan ternak secara intensif yaitu Kabupaten Semarang, Magelang, Temanggung, Wonosobo, Kebumen, Purbalingga, Banjarnegara dan Banyumas. Kebijakan tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan efisiensi sistem produksi dan distribusi ternak, serta untuk mempermudah pembinaan, bimbingan, dan pengawasan dalam pengembangan usaha peternakan sapi potong yang baik.

33 Populasi sapi potong pada wilayah pengembangan sapi potong di Provinsi Jawa Tengah pada Tahun 2013 dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11 Populasi Sapi Potong pada Wilayah Pengembangan Sapi Potong di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2013

Kabupaten Populasi Sapi Potong (Ekor) Populasi Sapi Potong (ST)

Banjarnegara 32.222 23.167 Banyumas 14.845 10.673 Blora 197.868 142.267 Boyolali 87.858 63.169 Brebes 28.031 20.154 Grobogan 137.360 98.761 Jepara 38.893 27.964 Karanganyar 60.023 43.156 Kebumen 62.564 44.983 Klaten 78.488 56.432 Magelang 61.574 44.271 Pati 83.864 60.298 Purbalingga 12.904 9.277 Rembang 117.179 84.251 Semarang 51.901 37.316 Sragen 82.773 59.513 Sukoharjo 26.281 18.898 Tegal 9.003 6.473 Temanggung 27.191 19.550 Wonogiri 154.753 111.267 Wonosobo 21.970 15.796

Total Jawa Tengah 1.500.077 1.078.555

Sumber: Dinas PKH Jateng (2014)

Sejalan dengan perkembangan yang ada, pemeritah juga berencana akan merancang agar sapi potong sebagai komoditas unggulan di sub sektor peternakan dapat benar-benar menjadi entry point dalam percepatan pemberdayaan ekonomi daerah. Berkaitan dengan hal tersebut, maka kebijakan pembangunan peternakan sapi potong di Provinsi Jawa Tengah diarahkan pada pembangunan sistem dan usaha agribisnis. Sub sistem on-farm diarahkan pada upaya peningkatan produksi dan produktivitas ternak untuk meningkatkan keseimbangan supply dan demand, dan sub sistem hulu (up-stream), on-farm, hilir (down-stream). Namun demikian, rencana ini belum tertuang dalam masterplan pengembangan peternakan sapi potong termasuk zonasi pusat-pusat produksi sapi potong seperti wilayah pembibitan, pembesaran dan penggemukan. Kondisi eksisting yang ada dilapang masih menunjukkan bahwa pusat-pusat produksi masih mengacu pada Permentan Nomor 50 Tahun 2012.

Peranan Sapi Potong terhadap Perekonomian Provinsi Jawa Tengah

Peranan sapi potong terhadap perekonomian di Provinsi Jawa Tengah dalam penelitian ini dilihat dari peranannya untuk memenuhi kebutuhan daging sapi baik

34

di tingkat provinsi maupun ditingkat nasional, serta sumbangan PDRB dan tenaga kerja. Produksi daging sapi di Provinsi Jawa Tengah pada periode 2009-2013 terus mengalami peningkatan (Gambar 9). Produksi sapi potong merupakan hasil dari usaha budidaya ternak sapi potong berupa daging. Produksi daging sapi adalah karkas hasil pemotongan ternak sapi potong dan ditambah dengan bagian yang dapat dimakan (edible offal) selama waktu tertentu dan wilayah tertentu (Ditjen PKH, 2013). Perkembangan produksi daging sapi di Provinsi Jawa Tengah tahun 2009 – 2013 dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9 Perkembangan Produksi Daging Sapi di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2009 – 2013 (Dinas PKH Jateng 2014)

Kebutuhan daging sapi tahun 2013 di Provinsi Jawa Tengah berdasarkan pemotongan dan pengeluaran ke luar provinsi adalah sebesar 490.202 ekor atau setara dengan 95.942 ton (1 ekor sapi = 195,72 kg daging berdasarkan survei karkas 2012), sedangkan ketersediaan daging berdasarkan potensial stock sebanyak 575.266 ekor (112.591 ton), sehingga terdapat surplus penyediaan sapi potong sebanyak 85.064 ekor atau 16.648 ton daging sapi (Dinas PKH Jateng 2013). Produksi daging sapi di Provinsi Jawa Tengah untuk beberapa periode mengalami surplus, sehingga Jawa Tengah telah mampu menjadi pemasok untuk kebutuhan daging sapi bagi wilayah lain, terutama wilayah DKI Jakarta dan Jawa Barat (MB-IPB 2012). Kontribusi produksi daging sapi Provinsi Jawa Tengah terhadap nasional pada tahun 2013 sebesar 11,21% (Ditjen PKH 2013), sehingga untuk jangka panjang kedepan peranan wilayah ini sebagai pemasok ternak sapi potong untuk kebutuhan wilayah lain perlu tetap dipertahankan dan terus ditingkatkan.

Peranan PDRB sapi potong terhadap perekonomian Jawa Tengah dapat dilihat dari kontribusi sapi potong pada Tabel 12. Sumbangan sapi potong terhadap sub sektor peternakan dan sektor pertanian dari tahun 2010-2013 atas dasar harga berlaku terus meningkat. Hal ini karena perkembangan PDRB sapi potong di Provinsi Jawa Tengah atas dasar harga konstan tahun 2000 dan atas dasar harga berlaku selama kurun waktu 2010-2013 terus mengalami peningkatan. Peningkatan angka PDRB ini disebabkan adanya kenaikan produksi daging sapi tahun 2010-2013 (Gambar 9) yang diduga karena adanya beberapa program baik dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah untuk Program Pencapaian Swasembada Daging Sapi (P2SDS) Tahun 2014. Program pemerintah tersebut diantaranya: program untuk penguatan kelembagaan pada kelompok-kelompok

48.340 51.001 60.332 60.893 61.141 40.000 45.000 50.000 55.000 60.000 65.000 2009 2010 2011 2012 2013 P ro d u k si D ag in g S ap i (T o n ) Tahun

35 petani peternak seperti Sarjana Membangun Desa (SMD), Lembaga Mandiri yang Mengakar di Masyarakat (LM3); program subsidi kredit seperti KUPS (Kredit Usaha Pembibitan Sapi) dan KPPE (Kredit Ketahanan Pangan dan Energi); serta adanya impor sapi bibit dan lain-lain.

Tabel 12 Kontribusi Sapi Potong terhadap Perekonomian di Provinsi Jawa Tengah

Dokumen terkait