• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil

Pertumbuhan dan kelangsungan hidup

Pengaruh pemberian rGH pada pakan buatan dengan menggunakan berbagai bahan penyalut serta metode pelleting memberikan hasil yang berbeda. Efek signifikan (P<0,05) terhadap peningkatan bobot tubuh ikan nila adalah perlakuan dengan menggunakan kuning telur. Pada akhir pemeliharaan rataan bobot tubuh paling tinggi (P<0,05) yang dihasilkan pada perlakuan tersebut dengan dosis pemberian pakan mengandung rElGH 3 mg/kg pakan adalah 1723,1±173,0 g (Tabel 2). Rataan bobot tubuh ikan nila dengan perlakuan penyalutan berbeda dan metode pelleting berturut-turut sebesar (HP55: 1588,9± 49,1 g), (PMC: 1538,4 ± 155,0 g) dan (pelleting: 1543,4 ± 107,0 g). Rataan bobot tubuh paling rendah ditemukan pada ikan nila yang diberikan pakan tanpa perlakuan rGH (kontrol).

13

Gambar 3 Pertumbuhan ikan nila (Oreochromis niloticus) yang diberi perlakuan pakan mengandung rElGH yang disalut menggunakan berbagai bahan serta metode pelleting dengan dosis yang sama, dan frekuensi pemberian 3 kali dengan interval waktu 3 hari.

Pada Tabel 2 terlihat bahwa laju pertumbuhan spesifik (LPS) yang diperoleh dari semua perlakuan yang menggunakan metode penyalutan memberikan perbedaan yang signifikan secara statistik (P<0,05) dibandingkan dengan kontrol. Perlakuan rElGH yang disalut menggunakan kuning telur memiliki nilai tertinggi sebesar (46,85%), dan kemudian berturut-turut perlakuan yang disalut dengan HP55 (32,50%), PMC (27,99%), dan pelleting (26,64%). Sementara itu LPS perlakuan yang menggunakan metode pelleting tidak berbeda nyata dengan kontrol (P>0,05). Selanjutnya untuk kelangsungan hidup (KH) pada semua perlakuan baik perlakuan yang menggunakan metode penyalutan maupun dengan menggunakan metode pelleting menunjukkan perbedaan yang signifikan dengan kontrol (P<0,05). Sementara itu TKP pada semua perlakuan secara statistik tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan dengan kontrol (P>0,05). Tabel 2 Biomassa panen, laju pertumbuhan spesifik (LPS), kelangsungan hidup

(KH), ikan nila yang diberi perlakuan hormon pertumbuhan rekombinan ikan kerapu kertang (rElGH) yang dipelihara selama 2 bulan

Perlakuan KH (%) Biomassa (g) LPS Kontrol 93,07 ± 0,71b 1262,2 ± 96,4b 1,43 ± 0,08b HP55 97,33 ± 0,53a 1588,9 ± 49,1ab 1,77 ± 0,04a PMC 96,27 ± 0,71a 1538,4 ± 155,0ab 1,77 ± 0,13a Kuning Telur 97,07 ± 0,27a 1723,1± 173,0a 1,92 ± 0,08a Pelleting 96,80 ± 0,46a 1543,4 ± 107,0ab 1,69 ± 0,15ab

Keterangan: nilai yang ditampilkan dalam bentuk rerata ± simpangan eror dari 3 ulangan. Huruf superskrip yang berbeda pada baris yang sama adalah berbeda nyata secara statistik (P<0,05).

0.00 500.00 1000.00 1500.00 2000.00 2500.00 3000.00 0 2 4 6 8 Bi oma ssa T ot a l (g ) Minggu Ke Kontrol HP55 PMC Kuning Telur Pelleting

14

Biomassa ikan perlakuan yang disalut menggunakan kuning telur menunjukkan perbedaan yang signifikan (P<0,05) dengan kontrol, tetapi biomassa ikan perlakuan yang disalut menggunakan kuning telur tidak berbeda dengan perlakuan penyalutan lainnya (P>0,05). Kelangsungan hidup (KH) ikan nila yang diberi perlakuan rElGH dengan penyalut berbeda dan pelleting lebih tinggi (P<0,05) daripada kontrol (Tabel 2).

Konversi pakan, retensi protein, retensi lemak, dan komposisi tubuh

Perlakuan rGH meningkatkan konversi pakan, retensi protein dan retensi lemak, hal ini tercermin pada hasil analisis statistik (Tabel 3), di mana semua perlakuan yang menggunakan metode penyalutan dan metode pelleting memberikan efek yang signifikan (P<0,05). Perlakuan rGH yang disalut menggunakan kuning telur memiliki nilai tertinggi (21,53±0,46). Sementara itu nilai retensi lemak menunjukkan hasil yang berbeda pula, pada perlakuan rGH yang disalut menggunakan PMC menurun dan berbeda nyata (P<0,05) dengan perlakuan yang lain (Tabel 3). Terlihat juga bahwa nilai retensi lemak metode penyalutan satu dengan yang lainnya tidak berbeda dengan kontrol (P>0,05). Tabel 3 Tingkat konversi pakan (TKP), retensi protein dan retensi lemak, ikan nila

yang diberi perlakuan hormon pertumbuhan rekombinan ikan kerapu kertang (rElGH) yang dipelihara selama 2 bulan

Parameter uji

Perlakuan

Kontrol HP55 PMC Kuning Telur Pelleting

TKP 3,01 ± 0,19a 2,70 ± 0,07a 2,86 ± 0,29a 2,46 ± 0,11a 2,59 ± 0,14a Retensi Protein (%) 18,62±1,06a 19,71±2,38a 20,39±2,20a 21,53±0,46a 21,66±2,86a Retensi Lemak (%) 25,79±1,78 a 26,55±1,84a 11,52±2,7b 22,58±1,34a 24,78±0,74a

Keterangan: TKP (tingkat konversi pakan). Nilai yang ditampilkan dalam bentuk rerata ± simpangan eror dari 3 ulangan. Huruf superskrip yang berbeda pada baris yang sama adalah berbeda nyata secara statistik (P<0,05).

Komposisi kimiawi dari ikan sebelum dan sesudah perlakuan dapat dilihat pada Tabel 4. Kandungan protein semua ikan perlakuan rElGH lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol dan ikan awal (sebelum perlakuan). Sebaliknya, kandungan lemak ikan kontrol lebih tinggi dibandingkan ikan perlakuan serta ikan sebelum perlakuan kecuali pada perlakuan menggunakan metode pelleting yang relatif sama. Perubahan komposisi tubuh akibat pemberian rEIGH pada organisme tergantung pada jenis ikan, ukuran ikan, kandungan nutrisi pakan yang diberikan dan kondisi lingkungan yang mempengaruhi proses metabolisme ikan.

15 Tabel 4 Proksimat (% bobot basah) tubuh benih ikan nila pada awal dan akhir

percobaan

Kode sampel Kadar

Abu Protein Lemak

Karbohidrat Serat Kasar BETN Ikan awal 20,88 51,68 13,31 0,00 14,13 Kontrol 19,99 56,74 17,65 0,54 5,09 HP55 19,92 58,06 15,66 0,60 5,75 PMC 21,31 61,48 11,21 0,49 5,51 Kuning telur 20,81 58,13 14,33 0,47 6,26 Pelleting 19,78 57,86 17,03 0,51 4,82 Keterangan: Ikan awal; Ikan sebelum diberi pakan perlakuan, ikan perlakuan; ikan yang diberi pakan perlakuan dosis 3 mg/kg pakan (Pakan+rElGH+bahan penyalutan serta metode pelleting).

Kadar glukosa darah

Kadar glukosa darah pada ikan nila yang dipelihara selama 2 bulan dapat dilihat pada Tabel 5. Kadar glukosa ikan nila yang diberi perlakuan rGH yang disalut dengan menggunakan bahan berbeda (kuning telur ayam, HP55 dan PMC) serta metode pelleting adalah sama dengan kontrol (P>0,05).

Tabel 5 Kadar glukosa darah, ikan nila yang diberi perlakuan hormon pertumbuhan rekombinan ikan kerapu kertang (rElGH) yang dipelihara selama 2 bulan

Parameter uji

Perlakuan

Kontrol HP55 PMC Kuning Telur Pelleting

Glukosa

darah 17,63 ± 2,04

ab

20,81 ± 1,64a 18,21±1.23ab 17,34 ±2,45ab 11,85 ± 2,05b

Keterangan: nilai yang ditampilkan dalam bentuk rerata ± simpangan eror dari 3 ulangan. Huruf superskrip yang sama pada baris yang sama adalah tidak berbeda nyata secara statistik (P>0,05).

Kadar glikogen otot dan hati

Kadar glikogen otot dan hati ikan nila yang dipelihara dengan pemberian rGH pada pakan dengan menggunakan bahan penyalut serta metode yang berbeda, yang kemudian dilakukan uji kadar glikogen otot dan hati disajikan pada Tabel 6. Kadar glikogen hati ikan nila yang mengkonsumsi pakan rGH yang disalut menggunakan kuning telur lebih tinggi (P<0,05) dibandingkan dengan kontrol dan perlakuan lain, sementara kadar glikogen otot ikan nila yang mengkonsumsi pakan rGH yang disalut menggunakan PMC menghasilkan kadar glikogen otot lebih tinggi (P<0,05) dibandingkan dengan perlakuan yang menggunakan metode HP55 dan pelleting. Selanjutnya, kadar glikogen otot ikan nila yang mengkonsumsi pakan rGH yang disalut dengan PMC, kuning telur dan kontrol adalah sama (P>0,05).

16

Tabel 6 Kadar glikogen hati dan otot, ikan nila yang diberi perlakuan hormon pertumbuhan rekombinan ikan kerapu kertang (rElGH) yang dipelihara selama 2 bulan

Parameter uji

Perlakuan

Kontrol HP55 PMC Kuning Telur Pelleting

Glikogen Hati 0,734± 0,692 b 0,551± 0,196b 0,459±0,102b 3,566± 0,992a 0,470± 0,064b Glikogen Otot 1,570±0,631 ab 1,121± 0,255b 2,629±0,353a 1,755±0,169ab 0,806± 0,270b

Keterangan: nilai yang ditampilkan dalam bentuk rerata ± simpangan eror dari 3 ulangan. Huruf superskrip yang berbeda pada baris yang sama adalah berbeda nyata secara statistik (P<0,05).

Pembahasan

Pertumbuhan dan kelangsungan hidup (KH)

Kecepatan tumbuh ikan dipengaruhi oleh empat faktor utama yaitu, lingkungan, nutrisi, faktor endogen (fisiologis), dan faktor genetik. Faktor-faktor ini bekerja secara simultan dan saling berinteraksi dalam mengontrol kecepatan tumbuh (Sumpter, 1992). Faktor yang cukup besar pengaruhnya terhadap pertumbuhan adalah faktor fisiologis (regulasi hormon), hal ini terutama terkait dengan hormon pertumbuhan (GH). Hormon ini dapat meningkatkan enzim ornithine decarboxylase (ODC), yang berfungsi sebagai katalisator pada biosintesis polyamine yang penting untuk pembentukan makromolekul seperti DNA, RNA, dan protein (Sumpter, 1992). Peningkatan pertumbuhan ikan nila melalui pemberian rGH pada pakan juga sudah pernah dilaporkan sebelumnya oleh (Hardiantho et al. 2011; Handoyo 2012; Safir 2012). Pada penelitian ini, pemberian rGH melalui pakan dengan metode penyalutan secara signifikan dapat meningkatkan laju pertumbuhan sebesar 46,85% dibandingkan dengan kontrol. Selain itu, pemberian rElGH juga meningkatkan biomassa total dibandingkan dengan kontrol (Tabel 2).

Penelitian mengenai peran GH dalam mempengaruhi pertumbuhan sudah banyak dilakukan. Hal ini kemudian memunculkan kontroversi bahwa peran GH dalam pertumbuhan diketahui adanya mekanisme secara langsung dan tidak langsung yang berimplikasi terhadap pertumbuhan ikan. Dengan menggunakan western blot, Habibi et al. (2003) melaporkan keberadaan hGH pada jaringan lambung serta dalam serum setelah 30 menit dari intubasi pada ikan rainbow trout tidak ada jejak dari hGH yang bisa terdeteksi setelah setelah 90 menit pemberian, ini menunjukkan penyerapan hGH yang cepat pada ikan rainbow trout. Selain itu tidak ada imunoreaksi hGH yang terdeteksi pada jaringan lain termasuk usus tengah, otot, dan hati setelah diuji. Dengan demikian, diduga rGH diserap di lambung karena lambung merupakan sentral atau pusat pencernaan.

Pada penelitian ini adanya proses dinamisasi yang menarik yaitu ketika pada akhir penelitian kendati ikan perlakuan tidak lagi diberikan pakan yang menggandung rGH, akan tetapi ikan perlakuan masih memperlihatkan pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol. Hal ini juga menunjukkan bahwa pemberian rGH harus dilakukan dalam proses penyalutan

17 dan metode yang tepat untuk mendapatkan efek pertumbuhan yang optimum. Merujuk pada hasil analisis statistik bahwa pemberian rGH melalui pakan pada penelitian ini memperlihatkan taraf signifikan (P<0,05) untuk kelangsungan hidup pada perlakuan penyalutan dibandingkan dengan kontrol (Tabel 2). Secara rerata, KH perlakuan rElGH yang disalut menggunakan HP55 (97,33%), kuning telur (97,07%), PMC (96,27%), dan pelleting (96,80%) dari hasil terlihat semua perlakuan lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol (93,07%).

Peningkatan kelangsungan hidup pada ikan yang diberi perlakuan rGH membuktikan bahwa rGH mampu meningkatkan kekebalan tubuh/imunitas pada ikan dari stres akibat kondisi lingkungan yang tidak sesuai. Rerata KH yang relatif lebih tinggi pada ikan yang diberi perlakuan rGH juga telah dilaporkan oleh peneliti sebelumnya, seperti Hardianto et al. (2011) melaporkan terjadi peningkatkan KH pada benih ikan nila, Handoyo (2012) melaporkan terjadi peningkatan KH pada benih ikan sidat (Anguilla sp.), dan Safir (2012) melaporkan terjadi peningkatan KH pada ikan gurame yang diberi pakan mengandung rElGH. Dengan demikian, metode penyalutan dengan menggunakan berbagai bahan serta metode pelleting tidak berpengaruh negatif terhadap kelangsungan hidup ikan. Kelangsungan hidup yang tinggi pada ikan perlakuan rElGH ini merupakan hal yang baik bagi dunia akuakultur, karena hal tersebut akan berdampak pada peningkatan produktivitas. Pada penelitian ini biomassa tertinggi diperoleh pada perlakuan rElGH yang disalut dengan kuning telur ayam.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa GH secara langsung mampu meningkatkan sel-sel yang berkompeten dalam sistem kekebalan tubuh/imunitas seperti limfosit, natural killer cell (NK cell), dan makrophages (Kelley 1989; Gala 1991). Meningkatkan resistensi terhadap infeksi bakteri Vibrio anguillarum melalui peningkatan aktivitas fagositosis (Sakai et al. 1997). GH juga mampu meningkatkan produksi superoxide anion dalam leukosit dan mitogenesis leukosit (Sakai et al. 1996). Pada ikan gilthead sea bream (Sparus aurata) dan silver sea bream (Sparus sarba) GH mampu menstimulasi lymphopoiesis dan fagositosis (Harris & Bird 2000). Pada ikan gilthead sea bream (Sparus aurata) juga terdeteksi adanya reseptor GH pada limfosit dan monosit yang menunjukkan bahwa GH secara langsung berhubungan dengan sistem imunitas (Calduch-Giner et al. 1995).

Konversi pakan, retensi protein dan lemak

Ikan perlakuan yang diberi pakan mengandung rElGH dengan menggunakan bahan penyalut berbeda memperlihatkan nilai tingkat konversi pakan cenderung menurun serta nilai retensi proein yang miningkat dibandingkan dengan kontrol (P>0,05) (Tabel 3). Hal ini menunjukkan bahwa pakan rGH diberikan yang disalut menggunakan berbagai bahan penyalut efektif melindungi rGH, sehingga rGH yang diberikan tidak rusak dan dapat dimanfaatkan oleh ikan nila untuk bekerja didalam sistem biologis ikan. Peran rGH dalam proses pencernaan telah ditunjukkan juga pada ikan transgenik, tetapi mekanisme belum diketahui dengan baik (Devlin et al. 2004). Pada penelitian sebelumnya, peningkatan konversi pakan terkait dengan peningkatan nafsu makan (apetite), akibat pemberian rGH. Stimulasi tersebut dipengaruhi oleh hormon ghrelin yang

18

meningkat akibat stimulasi hormon pertumbuhan (Volkaff et al. 2005; Debnanth 2010).

Kadar protein dan energi setiap perlakuan pada pakan yang digunakan adalah sama. Tingkat retensi protein juga sama antar perlakuan dan kontrol. Kadar energi pakan perlakuan dan kontrol relatif sama. Pakan kontrol memiliki energi 2543.06 kkal DE/kg pakan, sedangkan pakan yang disalut atau pakan perlakuan berturut-turut: HP55 2458.00, PMC 2601.19, kuning telur 2523.19, dan pelleting 2687.00 kkal DE/kg pakan (Tabel 1). Dengan demikian perbedaan konversi pakan secara signifikan dan kecenderungan peningkatan retensi protein berperan besar dalam meningkatkan pertumbuhan ikan yang diberi rElGH dibandingkan dengan kontrol. Pengaruh pertumbuhan pada ikan yang diberikan rGH dapat diduga karena rGH mampu bekerja sebagaimana fungsinya yaitu berperan penting pada metabolisme protein, lipid, dan karbohidrat (Bowen 2006). hal yang serupa juga disampaikan oleh Guyton (1994) bahwa GH berperan dalam meningkatkan protein tubuh, menggunakan lemak dari tempat penyimpanannya dan menghemat karbohidrat. Naiknya kecepatan pertumbuhan itu mungkin terutama disebabkan oleh naiknya kecepatan sintesis protein. Selanjutnya Guyton (1994) menyatakan bahwa penyebab utama kenaikan penyimpanan protein yang disebabkan hormon pertumbuhan tidak diketahui, namun ada serangkaian efek yang berbeda telah diketahui, yang semuanya dapat menjadi penyebab naiknya jumlah protein. Efeknya adalah bertambahnya pangangkutan asam amino melewati membran sel, bertambahnya sintesis protein oleh ribosom, peningkatan transkripsi DNA untuk membentuk RNA, dan penurunan katabolisme protein dan asam amino.

Hal yang serupa juga telah dilaporkan oleh peneliti sebelumnya bahwa pemberian rGH dari luar juga dapat mempengaruhi lipolisis dan glukoneogenesis (O'Connor et al. 1993). GH juga berpengaruh dalam sintesa protein dan omset lipid (Oommen & Johnson, 1998; Fauconneau et al. 1996). Akibatnya, ikan yang diberi perlakuan GH dari luar (eksogen) memiliki kemampuan lebih besar untuk mencerna makanan, menyerap nutrisi, dan mengkonversi lebih besar proporsi makanan untuk membentuk komposisi tubuh ikan, sehingga dapat berpengaruh terhadap peningkatan efisiensi pemberian pakan. Selain itu (Pell et al. 1990; Johnsson et al. 1987) juga melaporkan bahwa pemberian rGH dapat meningkatkan sintesis protein dan menurunkan sintesis lemak pada mamalia dan menstimulasi anabolisme dalam meningkatkan penggantian dan sintesis protein pada ikan, yang terjadi pada hati dan otot dengan menstimulasi efisiensi dari translasi ribosom melalui peningkatan konsentrasi mRNA dan ribosom (Foster et al. 1991; Herbert et al. 2001).

Kandungan lemak yang kurang pada tubuh ikan perlakuan diduga berkaitan dengan aktivitas enzim lipase, sesuai yang dikemukakan oleh Irmawati et al. (2012) bahwa aktivitas enzim lipase ikan gurame yang diberi rGH lebih tinggi dibandingkan dengan ikan kontrol. Perubahan utilisasi dari karbohidrat menjadi lemak oleh GH menjadi energi dilakukan dengan merangsang pemecahan trigliserida dan proses oksidasi lemak dari jaringan. Oleh karena itu GH mencegah penimbunan lemak di jaringan sehingga turut mempengaruhi komposisi lemak tubuh dan pertumbuhannya pada otot (Gardner dan Shoback 2007; Møller dan Jørgensen 2009). Hormon pertumbuhan mempunyai efek yang spesifik dan menyebabkan pelepasan asam lemak dari jaringan lemak, sehingga dapat menaikkan konsentrasi asam lemak dalam cairan tubuh. Selain itu di dalam

19 jaringan, hormon pertumbuhan meningkatkan perubahan asam lemak menjadi asetil-KoA dan kemudian digunakan untuk energi. Guyton (1994) melaporkan bahwa pengaruh pemberian hormon pertumbuhan pada tikus, maka tikus perlakuan lebih disukai memakai lemak sebagai energi daripada karbohidrat dan protein.

Ditambahkan oleh O’Connor et al. (1993) bahwa rGH dapat menstimulasi lipolisis pada beberapa jenis spesies ikan seperti ikan rainbow trout. Kandungan protein yang lebih rendah pada kontrol diduga meningkatnya proses anabolisme dalam tubuh untuk memperbaiki sel-sel yang rusak untuk kelangsungan hidup. Hal tersebut terlihat dari kelangsungan hidup dan pertumbuhan yang lebih rendah pada ikan kontrol. Hal tersebut juga menunjukkan bahwa efek langsung yang dihasilkan oleh hormon pertumbuhan rekombinan (rGH) adalah berfungsi pada organ sasarannya atau berkaitan langsung dengan reseptor di sel target, dan berpengaruh terhadap hampir seluruh dari jaringan tubuh (Guyton 1994).

Glukosa darah

Hormon pertumbuhan memiliki 3 pengaruh utama terhadap metabolisme glukosa di dalam sel yaitu mengurangi pemakaian glukosa untuk mendapatkan energi, meningkatkan pengendapan glikogen di dalam sel, dan mengurangi penyerapan glukosa oleh sel (Guyton 1994). sedangkan (Ganong 2002) menyatakan bahwa pemberian hormon pertumbuhan menurunkan responsivitas terhadap insulin. Kemampuan ikan dalam memanfaatkan karbohidrat dalam pakan sangat bergantung pada kompleksitas karbohidrat, sifat fisik, dan kadar karbohidrat dalam pakan. Kemampuan ini dapat dilihat dari sistem pencernaan dan sistem metaboliknya. Kemampuan sistem metabolik menggambarkan kemampuan ikan dalam memanfaatkan karbohidrat terabsorbsi (terutama dalam bentuk glukosa), hal ini diduga kuat kaitannya dengan rGH yang diberikan pada ikan. Untuk masuk ke dalam sel, glukosa perlu dibantu oleh insulin. Efek tidak langsungnya GH yaitu melalui perantara insulin like growth factor-1 (IGF-1), yang merupakan suatu hormon yang disekresi oleh hati dan jaringan lain yang berespon terhadap pemacuan pertumbuhan, sehingga keberhasilan GH sebenarnya tergantung pada aksi IGF-1 di sel target (Bowen 2006).

Matthews et al. (2003) mengemukakan bahwa peningkatan kadar glukosa darah yang berlangsung cepat dapat memicu bioaktivitas insulin pada tingkat tertinggi, sehingga pemasukan glukosa darah ke dalam sel berlangsung dengan cepat dan kadar glukosa dalam darah segera menurun. Ketersediaan glukosa dalam sel, digunakan untuk memenuhi kebutuhan fisiologis tubuh dan kebutuhan energi, setelah terpenuhi pemasukan glukosa yang tinggi akan merangsang terjadinya proses glikogenesis dan lipogenesis (Stryer, 2000). Rendahnya kadar glukosa darah pada pakan ikan yang megandung rGH menunjukkan turnover rate glukosa lebih cepat.

Pada ikan yang mengkonsumsi pakan tanpa pemberian rGH, metabolisme karbohidrat berlangsung dengan lambat sehingga menambah pool glukosa darah. Shimeno et al. (1993) juga melaporkan adanya adaptasi metabolik ikan nila terhadap karbohidrat pakan. Hal ini menegaskan bahwa penambahan rEIGH pada pakan ikan akan memperlambat proses glikolisis dan lipogenesis serta menekan degradasi asam amino dan glukoneogenesis pada hati. Pada ikan karnivora, proses

20

glukoneogenesis merupakan proses utama untuk memenuhi kebutuhan glukosa tubuh dan proses ini tetap aktif pada glukosa tinggi (Fu & Xie 2004).

Glikogen hati dan otot

Kadar glikogen hati tertinggi diperoleh pada perlakuan penyalutan dengan kuning telur. Glikogen berfungsi sebagai cadangan energi, dan hal ini diduga terkait kuat dengan tingginya laju pertumbuhan pada ikan nila yang diberi perlakuan rGH yang menggunakan bahan penyalut kuning telur. Menurut Turner dan Bagnara (1976) bahwa hal ini terjadi akibat dari pemberian GH pada pakan sehingga hewan mampu untuk meningkatkan mobilitas glikogen didalam tubuhnya. Glikogen merupakan salah satu bentuk simpanan energi di dalam tubuh yang dapat dihasilkan melalui konsumsi karbohidrat yang terdapat didalam pakan dan merupakan salah satu sumber energi utama yang digunakan oleh tubuh pada saat terjadinya fitnes. Glikogen merupakan bentuk simpanan karbohidrat di dalam hati dan otot. Hal ini menegaskan bahwa penambahan rEIGH pada pakan ikan akan memperlambat proses glikolisis dan lipogenesis serta menekan degradasi asam amino dan glukoneogenesis pada hati. Pada ikan karnivora, proses glukoneogenesis merupakan proses utama untuk memenuhi kebutuhan glukosa tubuh dan proses ini tetap aktif pada glukosa tinggi (Fu & Xie 2004).

Glikogen yang terdapat di dalam otot hanya dapat digunakan untuk keperluan energi di dalam otot tersebut dan tidak dapat dikembalikan ke dalam aliran darah dalam bentuk glukosa apabila terdapat bagian tubuh lain yang membutuhkannya, hal ini mengindikasi bahwa kontribusi glikogen terhadap pengeluaran energi total sangat kecil, hanya terlibat langsung pada aktivitas otot sehingga mobilisasi glikogen hanya berhubungan dengan peningkatan otot (Navarro & Gutieerrez 1995). Berbeda dengan glikogen hati dapat dikeluarkan apabila terdapat bagian tubuh lain yang membutuhkan. Glikogen yang terdapat di dalam hati dapat dikonversi melalui proses glycogenolysis menjadi glukosa dan kemudian dapat dibawa oleh aliran darah menuju bagian tubuh yang membutuhkan seperti otak, sistem saraf, jantung, otot dan organ tubuh lainnya.

Dokumen terkait