• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil Penelitian tahap 1 Pertambahan biomassa perifiton

Pengukuran biomassa perifiton dilakukan seminggu sekali. Biomassa perifiton mengalami kenaikan di setiap bak (Gambar 5). Biomassa perifiton mulai terlihat pertumbuhannya pada hari ke-7, dengan biomassa pada bak 1 sebesar 9.5 g/m2, bak ke-2 sebesar 14.25 g/m2, dan bak ke-3 sebesar 8.75 g/m2. Biomassa perifiton semakin meningkat dengan waktu meningkatnya waktu pemeliharaan, sehingga pada hari terahir penelitian (hari ke-30), biomassa perifiton bak 1 sebesar 37.25 g/m2, bak ke-2 sebesar 37.25 g/m2, dan bak ke-3 sebesar 28.75 g/m2.

Gambar 5 Grafik pertambahan biomassa perifiton Kelimpahan perifiton

Chlorophyceae pada penelitan mendominasi kelimpahan perifiton yang terdapat pada substrat daun kelapa. Semakin bertambahnya waktu penelitian kelimpahan perifiton semakin meningkat. Kelimpahan jenis penyusun perifiton disajikan pada Gambar 6.

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 H0 H7 H14 H21 H30 B io m asa Per ifi to n ( g ram /m 2) Waktu samplling

Gambar 6 Kelimpahan jenis penyusun perifiton pada substrat daun kelapa Komposisi proksimat perifiton, konsentrasi klorofil a, total nitrogen dan fosfor

Pengukuran analisis proksimat (kadar air, kadar abu, protein, lemak, serat kasar, BETN, total N dan total P) dan konsentrasi klorofil a pada perifiton, disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8 Hasil proksimat dan konsentrasi klorofil a pada perifiton

Kadar air Kadar abu Protein Lemak Serat kasar BETN Total N Total P Klorofil a 85.97 35.10 41.72 86.90 12.29 7.16 5.04 0.66 30.08

Asimilasi Nitrogen dan Fosfor

Nitrogen dan fosfor merupakan unsur makro yang dibutuhkan oleh fitoplankton, berperan penting dalam produksi primer pada ekosistem akuatik (Boyd 1982). Produktivitas asimilasi nitrogen dan fosfor setiap bak ulangan menunjukkan tingkat penyerapan nitrogen dan fosfor oleh perifiton di dalam substrat daun kelapa. Asimilasi nitrogen rata-rata sebesar 5.51%. Penyerapan nitrogen diimbangi dengan penyerapan fosfor, yang dinyatkan oleh hasil asimilasi fosfor pada bak 1 sebesar 12.67%, (Tabel 9).

Tabel 9 Asimilasi nitrogen dan fosfor dalam perifiton

Nitrogen (%) Fosfor (%) BAK 5.51 12.67 0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 H0 H7 H14 H21 H30 in d iv id u /Lit e r

Kualitas air penelitian tahap 1

Hasil pengamatan terhadap parameter kualitas air meliputi suhu, pH, oksigen terlarut, Total N, total fosfat, amonia, nitrit, nitrat, kesadahan, alkalinitas, TSS, dan TDS selama penelitian tercantum pada Tabel 10.

Tabel 10 Hasil pengukuran kualitas air media pemeliharaan setiap ulangan pada penelitian tahap 1

Parameter Satuan Bak 1 Bak 2 Bak 3

Suhu °C 25 - 30 25 - 30 25 - 30 pH 6.9 - 8.2 6.9 - 8.2 6.9 - 8.2 DO mg/L 5.4 - 8.9 5.4-8.9 5.4-8.9 Total N mg/L 0.00 - 3.84 0.00 - 4.41 0.00 - 4.14 Total Fosfat mg/L 0.01 - 4.47 0.01 - 6.36 0.02 - 4.65 Amonia mg/L 0.05 - 0.02 0.01 - 0.08 0.00 - 0.08 Nitrat mg/L 0.48 - 1.98 0.48 - 2.25 0.47 - 2.44 Nitrit mg/L 0.43 - 1.27 0.12 - 1.35 0.13 - 1.21 Kesadahan mg/L 156.53 - 243.44 201 - 418.02 120.12 - 210.77 Alkalinitas mg/L 201 -217.08 181.71 - 229.15 143.11 - 233.16 Kecerahan cm 9.75 - 47.50 9.75 - 47.50 9.75 - 47.50 TSS mg/L 30 - 56.00 8 - 81.7 10 - 89 TDS mg/L 206 - 284 200 - 320 188 - 316

Hasil Penelitian tahap 2 Kinerja produksi ikan nila merah

Hasil pengamatan kinerja produksi ikan nila merah pada perlakuan luasan substrat daun kelapa disajikan dalam Tabel 11.

Tabel 11 Kinerja produksi ikan nila merah dengan perlakuan luas substrat daun kelapa Parameter A (0) B (0.72 m2) Luasan substrat C (1.44 m2) D (2.16 m2) Biomassa awal (kg) 3.36±0.00a 3.36±0.00a 3.36±0.00a 3.36±0.00a Biomassa akhir (kg) 11.67±0.28a 11.98±0.08a 13.76±0.02b 14.58±0.08c Laju pertumbuhan harian

(%/hari) 2.11±0,04a 2.12±0.01a 2.35±0.00b 2.45±0.01c Kelangsungan hidup (%) 98.11±0.51a 99.33±1.25a 100±0.00b 100±0.00b Rasio konversi pakan 1.75±0,12a 1.72±0.11a 1.51±0.05b 1.31±0.09c Retensi Protein 41.07±4.35a 44.15±3.50a 48.52±1.82ab 54.94±1.99b Produktivitas bersih

(kg/m2/tahun) 5.54±0.18a 5.75±0.05a 6.93±0.01b 7.49±0.05c Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf supersript yang sama menunjukan nilai yang tidak berbeda nyata (P>0.05)

Tabel 11 menunjukkan bahwa parameter biomassa akhir, laju pertumbuhan harian, kelangsungan hidup, rasio konversi pakan, retensi protein dan produktivitas bersih ikan berbeda nyata (P<0.05). Pada akhir penelitian biomassa ikan perlakuan A (0) sebesar 11.67 kg, perlakuan B (0.72 m2) sebesar 11.98 kg, perlakuan C (1.44 m2) sebesar 13.76 kg, dan perlakuan D (2.16 m2) sebesar 14.58 kg. Hasil biomassa ikan selama penelitian menunjukkan bahwa perlakuan D (2.16 m2) memiliki biomassa yang paling besar dibandingkan dengan perlakuan yang lain (A, B, dan C). Semakin besarnya biomassa sampai akhir pemeliharaan pada perlakuan tersebut sebanding dengan laju pertumbuhan, rasio konversi pakan dan produktivitas bersih ikan yang dihasilkan. Pada Gambar 7 terlihat bahwa kurva pertumbuhan biomassa masih mengalami kenaikan sampai akhir penelitian.

Gambar 7 Kurva pertumbuhan biomassa ikan nila merah pada setiap perlakuan Komposisi penyusun perifiton

Komposisi penyusun perifiton dalam usus ikan didominasi oleh kelas

Chlorophyceae pada setiap perlakuan (Gambar 8). 0 2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000 16000 H0 H10 H20 H30 H40 H50 H60 B io m asa Ikan ( g ) Hari A B C D

Gambar 8 Komposisi penyusun perifiton dalam usus ikan nila merah Retensi N

Tabel 12 menunjukkan bahwa parameter retensi nitrogen pada ikan nila secara statistik berbeda nyata (P<0.05).

Tabel 12 Retensi nitrogen ikan nila merah

Perlakuan Retensi Nitrogen % A (0) 30.82±3.59a

B (0.72 m2) 33.86±2.91a C (1.44 m2) 38.80±1.81b D (2.16 m2) 44.55±1.69c

Kualitas air perlakuan penelitian tahap 2

Hasil pengamatan terhadap parameter kualitas air yang meliputi suhu, pH, oksigen terlarut, total N, total fosfat, amonia, nitrit, nitrat, kesadahan, alkalinitas, TSS, dan TDS selama penelitian tercantum pada Tabel 13.

Tabel 13 Kualitas air pemeliharaan ikan nila merah pada penelitian tahap 2

No Parameter Satuan A (0) B (0.72 m2) C (1.44 m2) D (2.16 m2) 1 Suhu pagi °C 24.4 – 27.73 24.60 27.73 24.67 – 27.90 24.73 – 27.90 suhu siang 25.13 31.07 25.23 – 31.07 25.07 – 31.07 25.03 – 31.07 2 pH pagi 6.3 – 8 6.3 – 8 6.3 – 8 6.3 – 8 pH siang 6.9 – 8.7 6.9 – 8.4 6.9 – 8.5 6.9 – 8.6

0,000 0,002 0,004 0,006 0,008 0,010 0,012 H0 H10 H20 H30 H40 H50 H60 A m o n ia ( m g /L) Waktu samplling A B C D No Parameter Satuan A (0) B (0.72 m2) C (1.44 m2) D (2.16 m2) 3 DO mg/L 3.7 – 10.8 3.5 – 11 3.8 – 11 4 – 11.2 4 Total N mg/L 0.7 – 3.96 0.7 – 4.6 0.7 - 4,0 0.3 – 3.23 5 Total Fosfat mg/L 0.01 – 0.16 006 – 0.19 0.02 – 0.19 0.03 – 0.19 7 Amonia mg/L 0.00 – 0.08 0.00 – 0.08 0.00 – 0.02 0.00 – 0.01 TAN 0.12 - 0.33 0.10 – 0.45 0.11-0.43 0.19 – 0.32 8 Nitrat mg/L 008 – 0.55 0.04 – 0.39 0.04 – 0.32 0.05 – 0.36 9 Nitrit mg/L 0.04 – 2.38 0.00 – 2.62 0.00 – 2.62 0.00 – 2.04 10 Alkalinitas mg/L 129.46 158.03 113.93 – 190.31 112.63- 182.54 95.80 – 161.83 11 Kecerahan 10.62 60.33 10.33 – 47.00 9.75 – 47.50 8.50 – 46 12 TSS mg/L 16 – 369 16 – 440.79 16 – 353.86 16 – 350.67 13 TDS mg/L 42 – 983.87 42 – 130.60 42 – 997.60 42 – 971.20 Hasil pengukuran kualitas air pada setiap perlakuan tidak menunjukkan perbedaan, namun untuk parameter amonia, TAN, nitrat dan nitrit memiliki kecenderungan lebih baik pada perlakuan D (2.16 m2). Nilai amonia memberikan nilai yang optimal untuk pertumbuhan ikan nila merah pada media budidaya.

Gambar 9 Fluktuasi amonia selama penelitian

Hasil pengukuran amonia selama penelitian menunjukkan amonia befluktuasi setiap waktu sampling (Gambar 9). Pada akhir penelitian menunjukkan nilai amonia berkurang, yang terlihat pada perlakuan A (0), sebesar 0.01 mg/L, perlakuan B (0.72 m2) sebesar 0.012 mg/L, perlakuan C (1.44 m2) sebesar 0.02 mg/L, dan perlakuan D (2.16m2) sebesar 0.01 mg/L.

Gambar 10 Fluktuasi TAN selama penelitian

Gambar 10 menunjukkan hasil pengukuran TAN pada semua perlakuan berfluktuasi dari awal sampai akhir pemeliharaan. Kecenderungan menurun secara jelas terjadi pada akhir pemeliharaan dengan rata-rata nilai TAN pada akhir perlakuan A (0), sebesar 0.12 mg/l, perlakuan B (0.72 m2) sebesar 0.12 mg/L, perlakuan C (1.44 m2) sebesar 0.11 mg/L, dan perlakuan D (2.16 m2) sebesar 0.09 mg/L. Pada akhir pemeliharaan perlakuan D (2.16 m2) rata-rata nilai TAN sebesar 0.09 mg/L, nilai tersebut merupakan nilai paling rendah dibandingkan dengan perlakuan yang lainnya.

Gambar 11 Fluktuasi nitrit selama penelitian

Hasil nilai pengukuran yang berfluktuasi terjadi juga pada nilai nitrit setiap perlakuan (Gambar 11). Nilai rata-rata nitrit pada akhir perlakuan A (0) sebesar 1.37 mg/L, perlakuan B (0.72 m2) sebesar 0.62 mg/L, perlakuan perlakuan C (1.44 m2) sebesar 0.67 mg/L, dan perlakuan D (2.16m2) sebesar 0.43 mg/L.

0,00 0,05 0,10 0,15 0,20 0,25 0,30 0,35 0,40 0,45 0,50 H0 H10 H20 H30 H40 H50 H60 TA N ( m g /L) Waktu samplling A B C D 0,00 0,50 1,00 1,50 2,00 2,50 3,00 H0 H10 H20 H30 H40 H50 H60 NO 2 -N (m g /L) Waktu samplling A B C D

Gambar 12 Fluktuasi TSS selama penelitian

Nilai TSS selama pengukuran menunjukan cenderungan berfluktuasi dari awal sampai akhir pemeliharaan (Gambar 12). Pada hari ke-50 sampai hari ke-60 penurunan cenderung konstan, hal tersebut terlihat dari hasil rata-rata nilai TSS pada akhir perlakuan A (0) sebesar 141 mg/L, perlakuan B (0.72 m2) sebesar 135 mg/l, perlakuan C (1.44 m2) sebesar 131 mg/L, dan perlakuan D (2.16 m2) sebesar 127 mg/L.

Kecerahan semakin menurun sampai akhir pemeliharaan ikan nila di semua perlakuan. Rata-rata kecerahan pada akhir perlakuan A (0) sebesar 10.67 cm, perlakuan B (0.72 m2) sebesar 10.33 m, perlakuan C (1.44 m2) sebesar 9.75 cm, dan perlakuan D (2.16 m2) sebesar 8.50 cm (Gambar 13).

Gambar 13 Fluktuasi kecerahan selama penelitian 0 100 200 300 400 500 600 H0 H10 H20 H30 H40 H50 H60 TS S (m g /L) Waktu samplling A B C D 0 10 20 30 40 50 60 70 H0 H3 H6 H9 H12 H15 H18 H21 H24 H27 H30 H33 H36 H39 H42 H45 H48 H51 H54 H57 H60 Ke ce rah an ( cm ) Waktu samplling A B C D

Pembahasan

Produktivitas perifiton pada substrat daun kelapa

Biomassa perifiton adalah banyaknya zat hidup persatuan luas atau per satuan volume pada suatu daerah pada satuan waktu tertentu (Pratiwi 2007). Peningkatan biomassa perifiton pada bak 1 sebesar 0.9 g/m2 per hari sampai hari ke-30. Pada bak 2 peningkatan produktivitas biomassa perifiton sebesar 0.8 g/m2 per hari, sedangkan pada bak 3 produktivitas biomassa perifiton sebesar 0.7 g/m2. Peningkatan produktivitas perifiton biasanya dalam kisaran 1 sampai 3 g/m2 per hari (Azim et al. 2005).

Proses pembentukan perifiton pada perairan sangat dipengaruhi oleh cahaya matahari, bahan organik dan proses nitrifikasi dari perairan. Bak penelitian terletak di outdoor sehingga cahaya matahari cukup dalam perairan. Pencahayaan matahari pada bak pemeliharaan terlihat dari hasil pengukuran kecerahan selama penelitian berkisar 9.75 cm sampai 47.50 cm. Pemupukan di awal persiapan berfungsi untuk menyediakan unsur hara dalam bak pemeliharaan. Selanjutnya, perifiton akan memanfaatkan sisa metabolisme ikan dan sisa pakan di dalam perairan, baik langsung maupun tidak langsung, serta mengubahnya menjadi biomassa perifiton.

Rata-rata nilai total N sebesar 2.64 mg/L dan P sebesar 5.16 mg/L pada media air dalam bak pemeliharan. Kandungan N dan P pada awal penelitian yang kaya akan unsur hara memungkinkan terbentuknya perifiton. Kandungan protein perifiton dalam bentuk kering sangat tinggi, sebesar 41.72 (Tabel 8) menjadikan perifiton salah satu sumber pakan alami yang sangat baik bagi ikan. Hasil pengukuran total P sebesar 0.66%. Fosfor total menggambarkan jumlah total fosfor, baik berupa partikulat maupun terlarut, anorganik maupun organik (Boyd 1982). Diperairan, bentuk fosfor berubah secara terus – menerus, akibat proses dekomposisi dan sintesis antara bentuk organik dan anorganik yang dilakukan oleh mikroba. Fosfor juga merupakan unsur esensial bagi tumbuhan tingkat tinggi dan algae, sehingga unsur ini menjadi faktor pembatas bagi tumbuhan dan algae akuatik serta mempengaruhi tingkat produktivitas perairan (Boyd 1982). Adanya substrat daun kelapa yang ditambahkan kedalam bak pemeliharaan dapat menyediakan tempat berbagai proses perombakan dan pemanfaatan nutrien seperti nitrifikasi dan asimilasi berbagai organisme pembentuk perifiton.

Komposisi mikroorganisme didominasi oleh Chlorophyceae sebanyak 761.76 ind/L, Cyanophyceae sebanyak 309.6 ind/L, dan Bacillriophyceae

sebanyak 136.8 ind/L. Kelimpahan perifiton meningkat mulai hari ke-7 dan mengalami kenaikan sampai akhir penelitian yaitu hari ke-30 dimana jumlah

Chlorophyceae sebanyak 1617.12 ind/L, Cyanophyceae sebanyak 568.8 ind/L,

Bacillriophyceae sebanyak 190.08 ind/L, Euglenophyceae sebanyak 24.48 ind/L, dan rotifer sebanyak 28.8 ind/L. Komposisi perifiton didominasi oleh

Chlorophyceae karena pada kelas ini sangat tahan terhadap perubahan musiman dan intensitas cahaya matahari. Dominasi oleh Chlorophyceae pada penelitian ini terlihat dari hasil pengukuran klorofil a yang besar (Tabel 8). Hasil yang sama dihasilkan oleh Asaduzzaman et al. 2009 dengan dominasi perifiton yang tumbuh yaitu Chlorophyceae sebesar 15.51 x 103 sel/m2, kemudian di ikuti oleh

Klorofil a adalah salah satu pigmen fotosintesa yang paling penting bagi tumbuhan termasuk diatom perifitik (Pratiwi 2007). Kandungan klorofil a dari perifiton sebesar 30.08%. Hasil pengukuran dari kandungan klorofil a cenderung kearah bakteri/organisme bersifat autotrofik. Pada kelompok tumbuhan tertentu terdapat pigmen asesori (pelengkap) yang menyerap cahaya pada panjang gelombang yang sedikit berbeda dengan klorofil. Kandungan klorofil dapat digunakan untuk menyatakan laju fotosintesis pada suatu spesies alga; ekspresi aktivitas relatif fotosintesis terhadap jumlah klorofil a direkomendasikan untuk membandingkan berbagai spesies algae (Dawes 1981)

Pertumbuhan perifiton ditunjang dengan kualitas air dalam media perlakuan yang sesuai. Setiap jenis mikroalga membutuhkan suhu dan cahaya tertentu untuk pertumbuhan maksimumnya. Pada penelitian suhu berkisar 25°C sampai 30 °C. Fogg (1975) dalam Pratiwi 2007 menyatakan bahwa suhu yang baik untuk kultur berkisar 25°C - 30°C dan kisaran nitrat yang baik untuk pertumbuhan perifiton antara 0.01 mg/L - 5 mg/L (Parson and Takeshi 1997). Pada penelitian ini rata-rata nilai nitrat pada bak 1 sebesar 0.43 mg/L – 1.27 mg/L, bak 2 antara 0.12 mg/L

– 1.35 mg/L, dan bak 3 antara 0.13 mg/L – 1.21 mg/L. Nilai nitrat pada penelitian masih dalam batas untuk pertumbuhan perifiton.

Tingkat asimilasi nitrogen dan fosfor

Asimilasi adalah proses pemakaian makanan hasil hidrolisis untuk membentuk (sintesis) protoplasma baru. Rata-rata hasil pengukuran asimilasi nitrogen oleh perifiton sebesar 5.51%. Nilai asimilasi nitrogen oleh bakteri heterotroft pada pemeliharaan ikan lele dengan menggunakan teknologi bioflok sebesar 15.22% (Rohmana 2010). Avnimelech (1999) menyatakan konversi efisiensi nitrogen bakteri heterotrof sebesar 40%. Jika dibandingkan dengan penelitian bioflok penggunaan perifiton masih kecil, namun nilai tersebut menunjukan bahwa perifiton mampu menyerap nitrogen dari perairan hasil buangan metababolisme ikan. Berdasarkan Brune et al. (2003) nitrogen pakan yang dikonsumsi oleh ikan akan didistribusikan menjadi nitrogen untuk pertumbuhan, nitrogen yang dieksresikan dalam bentuk amonia dan nitrogen limbah (feses, pakan yang tidak termakan), dan secara keseluruhan akan membentuk massa nitrogen (Rohmana 2009). Hasil pengukuran rata-rata asimilasi fosfor oleh perifiton sebesar 12.67%.

Kinerja produksi ikan nila merah

Berdasarkan data produktivitas dan kinerja ikan nila pada Tabel 11 terdapat perbedaan yang nyata (P<0.05) untuk setiap perlakuan biomassa akhir, laju pertumbuhan harian, kelangsungan hidup, rasio konversi pakan, retensi protein dan produktivitas bersih. Rata-rata biomassa ikan nila pada awal penelitian sama untuk setiap perlakuan yaitu sebesar 33.56 kg. Seiring dengan waktu pemeliharaan, kurva pertumbuhan ikan nila merah masih terus meningkat sampai akhir penelitian. Ikan membutuhkan pakan yang cukup, lengkap dan seimbang nutriennya seperti protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral untuk pertumbuhan, reproduksi, serta mempertahankan fungsi fisiologis yang normal (Lovell 1989). Peningkatan biomassa merupakan akibat pemberian pakan yang diubah menjadi biomassa ikan. Pemanfaatan pakan dapat diidentikasikan dari biomassa total dan jumlah pakan yang diberikan pada ikan yang dipelihara. Secara

umum, pemberian pakan akan menghasilkan pertambahan bobot rata-rata pertumbuhan (Putra et al. 2011).

Tingginya biomassa ikan berbanding lurus dengan pertumbuhan ikan. Protein adalah salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan. Protein yang berkualitas baik akan meningkatkan pertambahan bobot badan untuk setiap unit protein yang dikonsumsi dibandingkan protein yang berkualitas rendah. Ikan nila merah mampu memanfaatkan pakan tambahan, dalam hal ini perifiton. Ikan nila bersifat mackrofit feeder macrofagus, yaitu ikan yang memakan fitoplankton, zooplankton, detritus dan organisme bentos. Menurut Surawidjaya (2006), umumnya mikroflora dapat dimanfaatkan oleh organisme ber-trophic level rendah seperti detrivora, herbivora dan omnivora. Pemanfaatan pakan tambahan berupa perifiton dalam substrat daun kelapa lebih efisien pada perlakuan D (2.16 m2). Hal tersebut terlihat dari komposisi perifiton yang terdapat pada usus ikan nila (Gambar 8). Pengukuran komposisi perifiton pada usus ikan pada awal, tengah dan akhir penelitian menunjukkan bahwa ikan memanfaatkan pakan alami berupa perifiton.

Penambahan substrat yang semakin luas pada media pemeliharaan ikan nila meningkatkan pertumbuhan dan komposisi perifiton dalam substrat tersebut, sehingga dapat dimanfatkan oleh ikan nila merah dalam pertumbuhan. Komposisi perifiton mempunyai protein sangat tinggi dalam bentuk kering (Tabel 8) memungkinkan pertambahan biomassa ikan lebih besar pada perlakuan D (2.16 m2) melalui pemanfaatan perifiton tersebut. Penambahan biomassa ikan nila yang semakin besar dengan penambahan substrat daun kelapa menjadikan substrat daun kelapa tersebut cocok untuk media pelekatan dan pertumbuhan perifiton. Daun kelapa merupakan substrat yang cocok dalam penumbuhan biomassa perifiton (Tabel 5). Hasil penelitian daun kelapa sebagai substrat sesuai dengan yang dilakukan oleh Kashavanath et al. 2012, yang menunjukkan media daun kelapa secara signifikan paling baik dalam produktivitas perifiton dibandingkan dengan substrat lainnya seperti daun tebu, daun kelapa sawit, dan bambu.

Menurut Brett (1971) jumlah pakan yang mampu dikonsumsi ikan setiap harinya berhubungan erat dengan kapasitas dan pengosongan perut, laju pertumbuhan harian pada penelitian semakin meningkat dengan penambahan substrat daun kelapa. Adanya perbedaan laju pertumbuhan (P<0.05) menunjukan bahwa ikan nila yang dipelihara pada media substrat daun kelapa perlakuan D (2.16 m2) lebih baik memanfaatkan sumber energi pakannya. Nilai laju pertumbuhan harian pada penelitian perlakuan A (0) sebesar 2.11%, perlakuan B (0.72 m2) sebesar 2.12%, perlakuan C (1.44 m2) sebesar 2.35%, perlakuan D (2.16 m2) sebesar 2.45%. Penelitian Asaduzzaman et al. 2009 untuk ikan nila dengan substrat bambu laju pertumbuhan harian sebesar 1.97%, sedangkan pada penelitian Putra et al. 2011 laju pertumbuhan harian ikan nila merah dengan media resirkulasi perlakuan kontrol sebesar 2.59%. Pada penelitian perlakuan D (2.16 m2) laju pertumbuhan harian ikan nila dikatakan hampir sama dengan laju pemeliharaan ikan nila dengan media resirkulasi. Kecepatan pertumbuhan ikan nila merah pada penelitian disebabkan oleh adanya faktor yang mendukung diantaranya kondisi lingkungan dan pemupukan sehingga perairan menjadi kaya akan unsur hara yang berfungsi menumbuhkan dan bersedia berkembangbiaknya pakan alami seperti fitoplankton dan zooplankton. Semakin banyaknya penambahan substrat daun kelapa pada perlakuan penelitian menjadikan tempat

proses pembentukan dan komposisi perifiton paling banyak (Gambar 8) pada perlakuan D (2.16 m2).

Kelangsungan hidup ikan berbeda nyata antar perlakuan (P<0.05). Kelangsungan hidup ikan nila merah tertinggi terjadi pada perlakuan C (1.44 m2) dan perlakuan D (2.16 m2) sebesar 100%. sedangkan penelitian Putra et al. 2011 nilai kelangsungan hidup ikan nila merah tertinggi dengan perlakuan selada sebesar 88 %. Nilai kelangsungan hidup pada penelitian yang dilakukan masih tinggi pada kisaran kelangsungan hidup 90% setiap perlakuan. Hal tersebut menunjukkan, bahwa media kualitas air pada pemeliharaan ikan nila merah masih dalam batas toleransi (Tabel 13).

Pada Tabel 12 rasio konversi pakan tertinggi pada penelitian perlakuan A (0) sebesar 1.75 dan terendah pada perlakuan D (2.16 m2) sebesar 1.31. Rasio konversi pakan setiap perlakuan berbeda (P<0.05). Konversi pakan merupakan gambaran jumlah pakan yang dibutuhkan untuk menaikan bobot ikan atau jumlah pakan yang diubah menjadi daging. Konversi pakan merupakan hal yang terpenting dalam produksi akuakultur terkait dengan penggunaan pakan buatan. Rata-rata nilai konversi pakan pada penelitian Wirabakti, 2006 pada ikan nila dikolam sebesar 1.44. Hasil nilai konversi pakan ikan nila merah pada penelitian Putra et al. 2011 rata-rata sebesar 1.79

Besar nilai konversi pakan ikan nila merah pada perlakuan D sebesar 1.31 lebih baik dibandingkan dengan perlakuan A (1.75), B (1.72) dan C (1.51). Nilai konversi pakan pemeliharaan ikan nila dikolam tanah (1.44). Rendahnya nilai konversi pakan pada penelitian perlakuan D (2.16 m2) berhubungan dengan pemanfaatan energi. Pertumbuhan biomassa ikan nila merah paling tinggi terdapat pada perlakuan D (2.16 m2) (Gambar 7). Hal lain yang berhubungan dengan konversi pakan pada penelitian ikan nila merah memanfaatkan pakan tambahan berupa perifiton dari substrat daun kelapa, hal tersebut terlihat dari komposisi perifiton dalam usus ikan nila merah tersebut (Gambar 8).

Retensi protein merupakan gambaran dari banyaknya protein yang diberikan, diserap dan dimanfaatkan oleh tubuh untuk membangun ataupun memperbaiki sel-sel tubuh yang rusak, serta dimanfaatkan tubuh ikan bagi metabolisme sehari-hari (Buwono 2000). Hasil retensi protein perlakuan menunjukkan kemampuan ikan dalam menyerap protein dari pakan. Retensi protein pada penelitian berbeda setiap perlakuan (P<0.05). Nilai retensi protein pada penelitian lebih besar dibandingkan dengan retensi ikan nila 23 % (Avnimelech, 1999). Tidak semua protein yang masuk ke dalam tubuh dapat diretensi, tetapi tergantung pada faktor genetik dan faktor umur. Nilai retensi protein menunjukkan indeks deposisi protein sebagai jaringan tubuh (dimanfaaatkan bagi pertumbuhan). Hasil penelitian Ogino and Saito (1970)

dalam Buwono (2000), menunjukkan bahwa pemberian pakan dengan kadar protein sebesar 21% pada ikan mas dapat memberikan nilai retensi protein optimal 34 %. Hal ini menunjukkan bahwa dari setiap 21 g protein ransum yang dikonsumsi yang dapat dimanfaatkan oleh tubuh ikan bagi pertumbuhan adalah sebesar (0.34 x 21 g) atau 7.14 g. Hasil analisis retensi protein pada perlakuan D (2.16 m2) mampu meretensi protein dengan lebih baik. Besarnya nilai retensi protein pada perlakuan diakibatkan ikan nila merah memanfaatkan perifiton (Gambar 8).

Retensi nitrogen adalah jumlah konsumsi nitrogen dikurangi dengan ekskresi nitrogen dan nitrogen endogenous. Menurut Wedemeyer (1996) pakan yang dikonsumsi oleh hewan akan dimetabolisme dan diekresikan. Pada ikan produk akhir metabolisme adalah air, karbondioksida, dan amonia bersama sejumlah kecil urea, dan asam uric, sedangkan produk limbah nitrogen utama yang dieksresikan adalah ammonia. Retensi nitrogen perlakuan D (2.16 m2) pada ikan nila merah sebesar 44.55 % menunjukkan perlakuan tersebut lebih efisien menyerap nitrogen dalam tubuh ikan dibandingkan perlakuan perlakuan A (0), perlakuan B (0.72 m2), dan perlakuan C (1.44 m2) (Tabel 12). Pemanfaatan retensi nitrogen menunjukkan ikan nila merah pada perlakuan D (2.16 m2) lebih efisien memanfaatkan nutrien pakan. Nilai retensi protein sebanding dengan nilai retensi protein pada ikan nila yang mampu menghasilkan konversi pakan lebih rendah. Pada beberapa spesies akuakultur (udang laut dan nila), biomassa bakteri ini diproduksi dalam sistem nol-pertukaran yang intensif dapat menjadi sumber penting protein pakan, mengurangi biaya produksi dan dengan demikian meningkatkan ekonomi secara keseluruhan (McIntosh 1999; Moss 2002 in

Ebeling 2006).

Hasil produksi akuakultur dilihat dari capaian berupa ikan ukuran konsumsi atau benih dengan berbagai ukuran pada akhir pemeliharaan. Berdasarkan Tabel 8 terdapat perbedaan yang nyata (P<0.05) produktivitas ikan nila merah pada setiap perlakuan. Produksi ikan nila dengan pemberian substrat bambu pada penelitian

Asaduzzaman et al. 2009 sebesar 1103 kg/ha/120 hari atau 3.31 kg/m2/tahun dengan tebar awal sebesar 23.8 g dan hasil panen bobot 229.1 g. Hasil penelitian yang dilakukan lebih besar dibandingkan dengan penelitian Asaduzzaman et al. 2009.

Kualitas air

Hasil pengamatan suhu air pada semua perlakuan relatif tidak berbeda (Tabel 13) dan berada dalam batas yang layak bagi pertumbuhan ikan nila merah. Hasil pengamatan suhu harian di semua perlakuan sama, yaitu pada pagi hari berkisar 24°C sampai 27°C, dan pada siang hari suhu berkisar 25 sampai 31°C. Menurut Wedemeyer (1996) suhu yang ekstrim dan bervariasi mempengaruhi kesehatan ikan pada budidaya intensif. Kisaran suhu yang paling baik bagi pertumbuhan ikan nila merah yaitu 25°C – 32 °C.

Hasil pengukuran pH air pada setiap perlakuan berada dalam kisaran untuk pertumbuhan ikan nila. Kisaran pH air untuk pertumbuhan ikan nila merah yaitu 6.5 – 8.5. Kisaran pH air pada pagi hari semua perlakuan berkisar 6.3 sampai 8, sedangkan pada siang hari pH air perlakuan A (0) berkisar dari 6.9 – 8.7, perlakuan B (0.72 m2) berkisar 6.9 – 8.4, perlakuan C (1.44 m2) berkisar 6.9 – 8.6 perlakuan D (2.16 m2) sebesar 6.9 – 8.6. Perbedaan pH antara pagi dan siang hari, disebabkan pada siang hari terjadi proses fotosintesa sehingga pH air pada siang hari lebih tinggi dari pada pH air pada pagi hari. Nilai pH yang ditunjukan dalam penelitian memiliki trend bahwa semakin luas substrat dalam media perlakuan semakin besar pula pH pada siang hari, hal ini menandakan karena kandungan klorofil semakin besar, ditunjukan dengan komposisi penyusun plankton yang semakin besar pula untuk substrat yang semakin luas daun kelapanya.

Kandungan oksigen terlarut sangat penting terutama dalam budidaya intensif, karena kandungan oksigen yang terlalu rendah dapat mempengaruhi kesehatan ikan meliputi anoreksia, stress respiratori, hypoksia jaringan, hilang kesadaran dan berakhir pada kematian (Wedemeyer 1996). Batas oksigen terlarut untuk pertumbuhan ikan nila yaitu sebesar > 3 mg/L. Semua perlakuan diberikan aerasi 6 titik pada setiap bak pemeliharaan ikan nila merah untuk mensuplai oksigen terlarut. Hasil pengukuran oksigen terlarut pada setiap perlakuan tidak berbeda (P<0.05). Pada perlakuan A (0) oksigen terlarut berkisar 3.7 sampai 10.8 mg/L, perlakuan B (0.72 m2) berkisar 3.5 sampai 11 mg/L, perlakuan C (1.44 m2) berkisar 3.8 sampai 11 mg/L, dan perlakuan D (2.16 m2) berkisar 4 sampai 11.2 mg/L. Hasil pengukuran oksigen terlarut terlihat adanya trend kecenderungan bahwa nilai oksigen terlarut pada perlakuan dengan substrat daun kelapa lebih tinggi daripada perlakuan lain, kecenderungan tersebut karena selain penambahan aerasi pada media penambahan luasan substrat diduga terjadi proses fotosintesa dari perifiton dan plankton yang berlimpah.

Konsentrasi nitrogen anorganik terlarut (TAN, Nitrit, dan Nitrat) pada setiap perlakuan selama periode penelitian disajikan pada Gambar 10 dan Gambar 11. Nampak bahwa konsentrasi TAN, nitrit, dan nitrat berfluktuasi selama periode penelitian, akan tetapi konsentrasi TAN, dan nitrit terlihat adanya trend penurunan

Dokumen terkait