• Tidak ada hasil yang ditemukan

Desa Blongko terdapat di Kecamatan Sinonsanyang yang masuk dalam daerah administratif Kabupaten Minahasa Selatan Provinsi Sulawesi Utara. Desa ini berhadapan langsung dengan Laut Sulawesi dan banyak dipengaruhi oleh karakteristik laut. Desa Blongko berbatasan di sebelah utara dengan Desa Sapa, di sebelah selatan dengan Desa Boyong Pante, sebelah barat Laut Sulawesi dan sebelah timur Desa Paku Ure I dan Desa Paku Ure II (Profil Desa, 1997). Kawasan Desa Blongko ditandai dengan pegunungan dan pepohonan menghijau terbentang di sepanjang desa. Jalan Trans Sulawesi membelah desa, memisahkan permukiman penduduk, sebagian mengarah ke pantai dan sebagian mengarah ke perbukitan. Desa ini memiliki topografi, kontur, dan iklim yang bervariasi.

Desa Blongko adalah desa hasil pemekaran dari Desa Boyong Pante. Sebelum tahun 1991 blongko masih didalam lingkup administrasi Desa Boyong Pante. Selama masih menjadi satu administrasi dengan Desa Boyong Pante, Blongko berstatus sebagai jaga jao (jaga jauh) sejak tahun 1942 dan pada waktu itu masih satu jaga. Pada tahun 1973 diadakan pemekaran menjadi dua jaga dan kemudian pada tahun 1974 dimekarkan lagi menjadi tiga. Pemekaran ini didasarkan pada pertambahan jumlah penduduk.

Pada tahun 2000 Desa Blongko mengalami pemekaran dan bergabung dengan Kecamatan Sinonsayang, yang sebelumnya masuk dalam wilayah Kecamatan Tenga Kabupaten Minahasa. Setelah adanya otonomi daerah pada tahun 2004, Kecamatan Sinonsayang masuk dalam wilayah Kabupaten Minahasa Selatan sampai dengan saat ini.

Geografi

Jenis pantai yang terdapat di Desa Blongko adalah jenis pantai berpasir yang merupakan kombinasi dari akumulasi material yang terbawa oleh aksi gelombang. Selain itu masukan material pasir dan lumpur juga banyak terdeposisi di pantai yang berasal dari sungai (run off ) yang ada di desa ini.

Desa Blongko mempunyai tiga sungai yang bermuara ke Teluk Blongko, yaitu Kuala Batu Tulu, Kuala Air Kecil, dan Kuala Air Panas. Sungai ini

digunakan masyarakat untuk kegiatan pertanian apabila datang musim pancaroba tiba. Kondisi sungai dari tahun ke tahun mengalami penyempitan dan pendangkalan diakibatkan tingkat erosi yang tinggi dan sedimentasi. Pembukaan lahan perkebunan di perbukitan yang tidak memperhatikan lingkungan, merupakan masalah yang sampai saat ini belum dapat tertanggulangi. Sedimen yang berasal dari ketiga sungai ini memberikan dampak negatif terhadap ekosistem pesisir diantaranya terumbu karang, padang lamun, dan mangrove yang ada di pantai.

Geomorfologi Pantai

Bentuk lereng pantai Desa Blongko termasuk dalam kriteria datar dan landai (1,03%-5,02%). Corak lahan daerah perlindungan pantai ini mereprensentasikan bentuk lahan konstruksional dengan luas 76.200 m2 berupa lahan gisik belakang bakau (2,61%), lahan hutan bakau (29,87%), lahan lamun (41,84%), dan terumbu karang (25,68%).

Hamparan lahan pantai tergolong datar pada lahan terumbu dan lahan bakau. Komposisi sedimen yang dominan mempunyai kriteria pasir halus dan pasir sedang. Pada lahan gisik yang lerengnya tergolong miring komposisi sedimen tergolong pada kriteria pasir halus.

Menurut Sutikno (1993), proses geomorfik yang bekerja pada mintakat pantai, secara garis besar dapat dibedakan menjadi : proses destruksional dan proses konsruksional. Proses destruksional yang berwujud dalam pelapukan dan erosi, menghasilkan bentuklahan destruksional berupa pantai tebing dan pantai berpelataran datar. Proses konstruksional berlangsung dengan adanya gerakan dan deposisi sedimen, baik oleh tenaga alam maupun oleh aktivitas organik, menghasilkan bentuk lahan konstruksional, antara lain berupa gisik, delta, hutan mangrove, padang lamun dan terumbu karang.

Distribusi granulometri sedimen yang teranalisis dengan variabel rataan empirik yang dominan tergolong pada pasir sedang dan kasar. Keberadaan lahan pantai yang tercakup sebagai DPL ini, secara luas ditentukan oleh serangkaian proses konstruksional yang diperani oleh biota pantai (karang, lamun, dan bakau). Sebagai media sekaligus fluida pengangkut, faktor hidro-oseanografi adalah agen geomorfogenesis yang berkontribusi tidak saja dalam mendukung

keberlangsungan hidup biota, tapi juga dalam menyediakan energi gerak untuk mengangkut, mendeposisikan sedimen, dan memicu perkembangan lahan pantai ini (Pelle, 2002).

Dipandang dari segi litologi formasi jenis batuan yang mendominasi adalah aluvium. Hal ini termuat dalam penyelidikan Pusat Penelitian Geologi Kelautan (PPGK, 1996) yang menyatakan bahwa secara geologi formasinya merupakan aluvium dan endapan danau dengan dengan relief rendah, sedang, dan tinggi. Sedangkan proses yang mendominasi pantai ini adalah poses marin atau aktivitas laut dan masuk dalam kategori pantai tipe III (PPGK, 1996).

Abrasi yang terjadi pada daerah ini sampai pada saat ini masih terjadi. Dalam kurun waktu lima tahun terakhir ini sudah sekitar 10 m pergeseran garis pantai ke arah darat. Menurut Pelle (2002), panjang lereng yang berada di dekat pemukiman adalah 229,64 m. Panjang lereng ini diukur pada saat pasang tertinggi dan surut terendah saat bulan baru. Hal yang sama dilakukan pada tahun 2007 dan mendapatkan adanya perbedaan sekitar 10 m ke arah darat dari tahun 2002 yaitu sebesar 240 m. Abrasi ini lebih diakibatkan oleh fenomena alam serta menurunnya jumlah vegetasi pantai. Selain abrasi, sedimentasi pada muara sungai di Desa Blongko beberapa tahun terakhir terus meningkat seiring banyaknya pembukaan lahan untuk kegiatan perkebunan. Melalui wawancara dengan penduduk, peningkatan abrasi pantai dari tahun ke tahun seiring meningkatnya penurunan jumlah tumbuhan pantai, khususnya mangrove. Pada stasiun satu yang dahulu terdapat mangrove yang banyak, sekarang mengalami penurunan jumlah. Hal ini mengakibatkan perumahan yang ada di belakang ekosistem mangrove terancam abrasi dan intrusi air laut (Foto 14, Lampiran 2).

Tipe pasang surut (pasut) di Desa Blongko adalah tipe pasut semi diurnal yang dalam 24 jam terjadi dua kali pasang dan dua kali surut. Arus yang mendominasi pada perairan Desa Blongko adalah arus susur pantai. Arus ini dipengaruhi oleh pasut dan angin sebagai faktor pembangkit arus. Menurut Wyrtki (1961) pola angin mengalir dari arah barat dan barat daya pada bulan Agustus dan September, angin yang adalah salah satu tenaga pembangkit gelombang dan arus mengakibatkan arus permukaan lepas pantai, sebaliknya pada bulan Januari sampai Apil angin berhembus dari arah utara.

Penggunaan Lahan

Sebagai salah satu desa yang sebagian masyarakatnya menggantungkan hidup pada kegiatan pertanian, Desa Blongko memiliki lahan daratan seperti layaknya desa lainnya yang digunakan untuk berbagai keperluan seperti perkebunan kelapa, baik perkebunan milik rakyat ataupun perkebunan milik negara, hortikultura, dan padi ladang. Adapun pembagian luasan menurut penggunaan lahan seperti yang terlihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Penggunaan Lahan Daratan di Desa Blongko

Lahan Luas (ha) Permukiman umum 35,00 Bangunan Perkantoran 0,03 Sekolah 0,05 Tempat ibadah 1,00 Kuburan 2,00 Kebun Kelapa (Masyarakat) 175,00

Kebun Kelapa (Negara) 277,00

Cengkeh 20,00 Hutan Lindung 237,00

Hutan Produksi 205,50

Mangrove 15,00 Rekreasi/olahraga 0,80 Lain-lain : Tanah Kritis 51,00

Total 1 019,38

Sumber : Kantor Desa Blongko, 2007

Perkebunan kelapa milik rakyat terhampar dari pinggiran pesisir sampai ke arah timur pada batas dengan ladang terletak pada ketinggian sekitar 150 m di atas permukaan laut (APL). Hal ini memperlihatkan dengan jelas bahwa permukiman penduduk ada di bawah perkebunan kelapa. Ke arah timur setelah areal perkebunan wilayah desa ini masih ditumbuhi hutan belukar yang belum dikelola sebagai hutan milik desa atau hutan produksi desa. Hutan belukar berada pada ketinggian sekitar 150 – 200 m APL (Profil Desa, 1997).

Luasan hutan di Desa Blongko sekitar 457,50 ha dan luas perkebunan daerah ini adalah 472 ha, akan tetapi masih ada 51 ha tanah kritis. Tanah kritis ini

justru berada di beberapa perbukitan di sekitar desa, sehingga dari areal inilah erosi sering terjadi yang mengakibatkan sedimentasi ke arah muara sungai.

Organisasi dan Tatanan Kelembagaan

Lembaga sosial adalah pola aktivitas yang terbentuk guna memenuhi berbagai kebutuhan hidup manusia. Organisasi/lembaga sosial yang ada di Desa Blongko terdiri atas lembaga pemerintah, lembaga agama, dan organisasi sosial.

Lembaga pemerintah adalah lembaga-lembaga yang berhubungan dengan pemeliharaan ketertiban dan perlindungan kelompok terhadap masyarakat luar. Pemerintah tertinggi di Desa Blongko adalah Kepala Desa, yang dibantu oleh perangkat desa dan kepala–kepala jaga. Selain itu ada juga Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD) yang mempunyai tujuan untuk menggerakkan pembangunan di desa.

Selain lembaga-lembaga yang disebutkan tadi, ada pula Badan Perwakilan Desa (BPD) sebagai pelaksana rencana pengelolaan di tingkat desa di bawah koordinasi dan pengawasan dari kepala desa. BPD wajib memberikan pertanggungjawaban kegiatan yang dikelola oleh badan dan kelompok pengelola. Pertanggungjawaban ini dilakukan dalam musyawarah pembangunan desa (MUSBANG) bersama BPD.

BPD merupakan badan yang terdiri atas tokoh-tokoh masyarakat yang dipilih oleh rakyat untuk mewakili rakyat dalam perencanaan kegiatan pembangunan di desa. BPD bersama pemerintah desa melaksanakan kegiatan perencanaan dan membuat aturan-aturan desa. Selama BPD belum terbentuk di desa maka LKMD dapat berperan dalam menjalankan peran dan tanggungjawab BPD.

Badan Pengelola adalah badan pelaksana rencana pengelolaan desa yang terdiri dari tokoh-tokoh masyarakat yang dipilih dan dipercaya oleh masyarakat melalui suatu musyawarah umum. Musyawarah pemilihan pengurus dan anggota Badan Pengelola dilaksanakan oleh pemerintah desa dan BPD dengan jangka waktu kepengurusan tertentu (5 tahun) atau sesuai dengan dengan kebutuhan masyarakat. Badan Pengelola bertanggung jawab kepada pemerintah desa (kades) dan BPD. Peran dan tugas Badan Pengelola adalah bertanggung jawab dalam

0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 J um la h P e ndu duk ( J iw a ) 1987 1989 1991 1993 1995 1997 1999 2001 2003 2005 2007 Tahun

pelaksanaan dan mengkoordinasikan dengan instansi-instansi terkait dan masyarakat dalam musyawarah pembangunan desa dan rapat koordinasi lainnya. Keadaan Penduduk

Desa Blongko dalam perkembangannya mengalami beberapa kali perubahan dalam sistem pemerintahan, akibat adanya pemekaran dan otonomi daerah. Sampai pada tahun 2007 jumlah penduduk Desa Blongko mencapai 1.711 jiwa, dengan rincian jumlah penduduk pria 885 jiwa (51,7%) dan wanita 826 jiwa (48,3%). Jumlah penduduk terbanyak ada pada kisaran usia 19-25 tahun sebanyak 297 jiwa (17,36%). Hal ini menunjukkan bahwa Desa Blongko memiliki masyarakat yang berusia berproduktif yang baik. Sedangkan persentasi terendah berada pada kisaran usia lebih dari 76 tahun yaitu sebanyak 9 jiwa (0,53%).

Tabel 4. Jumlah Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin (jiwa) Jumlah Total Kelompok

Pria Wanita Jiwa %

<1 tahun 5 18 23 1,34 1-4 tahun 49 43 92 5,38 5-6 tahun 67 65 132 7,71 7-12 tahun 115 101 216 12,62 13-15 tahun 68 52 120 7,01 16-18 tahun 73 58 131 7,66 19-25 tahun 145 152 297 17,36 26-35 tahun 139 129 268 15,66 36-45 tahun 115 120 235 13,73 46-50 tahun 42 36 78 4,56 51-60 tahun 42 31 73 4,27 61-75 tahun 20 17 37 2,16 >76 tahun 5 4 9 0,53 Jumlah 885 826 1 711 100,00

Sumber : Kantor Desa Blongko, 2007

Sebagian besar penduduk Desa Blongko merupakan penduduk pendatang, yang umumnya berasal dari Sangihe dan Talaud (69%), Minahasa (19%), dan Bolaang Mongondow (2%). Kebanyakan orang memilih untuk datang dan tinggal di Desa Blongko memiliki alasan untuk bertani karena di desa ini lahan perkebunan masih luas dan subur. Perkembangan jumlah penduduk dari tahun ke tahun di Desa Blongko bervariasi. Dari histogram pada gambar 4 terlihat bahwa pada tahun 1999, 2001, 2003, 2004, dan 2006 data jumlah penduduk desa ini tidak dibuat. Adanya fluktuasi jumlah penduduk diakibatkan oleh imigrasi dan emigrasi serta angka kelahiran dan kematian. Selain hal tersebut adanya pendatang dari daerah lain membuat desa ini banyak mengalami perubahan pada jumlah penduduknya. Petani musiman dari daerah lain juga memengaruhi keadaan penduduk di desa ini. Setiap musim panen besar tiba biasanya masyarakat luar daerah memilih desa ini sebagai tempat mencari nafkah. Selain itu keadaan penduduk juga mengalami perubahan diakibatkan oleh kurangnya lapangan pekerjaan tetap di desa ini. Sebagian orang memilih bekerja sebagai buruh harian di daerah lain sampai ke Papua, Kalimantan, dan Makassar.

Keadaan Ekonomi Masyarakat

Mata pencaharian masyarakat di Desa Blongko berkembang seiring dengan perkembangan desa dan pertambahan jumlah penduduk. Kondisi sekarang mengindikasikan bahwa jumlah masyarakat yang bekerja sebagai petani memiliki jumlah terbanyak yaitu 586 jiwa (65,40%), hal ini dikarenakan tersedianya lahan di Desa Blongko yang membuka kesempatan kerja bagi mereka. Berbeda halnya dengan pegawai swasta yang ada di desa ini yang hanya berjumlah 12 jiwa (1,34%). Tabel 5 memperlihatkan keadaan jumlah penduduk berdasarkan mata pencaharian masyarakat.

Tabel 5. Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian Jumlah Mata Pencaharian Jiwa % Petani 586 65,40 Nelayan 173 19,31 Pegawai Negeri/TNI 34 3,79 Peternak 29 3,24 Tukang 43 4,80 Pedagang 19 2,12 Pegawai Swasta 12 1,34 Jumlah 896 100,00

Melihat akan besarnya potensi sumberdaya alam dan jumlah petani yang ada maka sudah sewajarnya apabila peningkatan pemberdayaan di sektor pertanian menjadi hal penting untuk diperhatikan dan dikembangkan demi meningkatkan taraf hidup masyarakat, serta mengembangkan kegiatan pertanian berwawasan lingkungan dan berkelanjutan.

Permukiman Penduduk

Keadaan rumah penduduk Desa Blongko terdiri atas empat kategori, yaitu : golongan prasejahtera I, prasejahtera II, prasejahtera III dan sejahtera. Golongan prasejahtera I yaitu rumah dengan keadaan lantai masih tanah, dinding terbuat dari bambu dan atapnya dari daun rumbia, dan biasanya fondasinya terbuat dari bambu. Golongan prasejahtera II keadaan lantainya terbuat dari bambu atau dari batang janur yang dibelah, atapnya dari bahan seng, dan fondasinya dari bahan kayu. Golongan prasejahtera III yaitu keadaan lantai terbuat dari beton, sedangkan dinding terbuat dari beton yang menggunakan batu kali/batu pecah. Rumah sejahtera yaitu dengan keadaan lantai beton, dinding terbuat dari batu-bata, atapnya menggunakan seng dan fondasinya dari beton yang menggunakan batu dari kali. Biasanya rumah golongan prasejahtera I dan II belum memiliki sarana mandi cuci kakus (MCK). Dengan adanya bantuan Proyek Pesisir setiap dua rumah yang belum memiliki fasilitas ini dibangun dengan biaya proyek.

Tabel 6. Keadaan Rumah Penduduk Desa Blongko

Jumlah Golongan Rumah Unit % Prasejahtera I 123 30,07 Prasejahtera II 134 32,76 Prasejahtera III 109 26,65 Sejahtera 43 10,51 Jumlah 409 100,00

Sumber : Data Primer, 2007

Dari Tabel 6 diatas dapat dilihat bahwa golongan rumah prasejahtera II memiliki jumlah terbanyak (32,76%), sedangkan yang paling sedikit adalah rumah dengan golongan sejahtera (10,51%). Penyebab dari rendahnya rumah sejahtera yang ada di Desa Blongko adalah kemiskinan yang diakibatkan oleh rendahnya tingkat pendapatan masyarakat. Masyarakat Desa Blongko belum bisa

mengelola dengan baik sumberdaya yang mereka miliki untuk meningkatkan kesejahteraan.

Meningkatnya kebutuhan tempat tinggal berdampak langsung bagi ekosistem yang ada di pantai. Sebagian masyarakat masih menggunakan kayu yang berasal dari hutan mangrove sebagai tiang rumah dan perabot rumah tangga. Masyarakat lebih memilih mengambil kayu pada daerah di luar DPL karena merasa bahwa itu tidak perlu dilindungi. Selain itu penggunaaan batu karang sebagai fondasi dan pembuatan septic tank masih sering dijumpai di desa ini. Dalih yang mereka berikan adalah bahwa semua sumberdaya itu diambil di luar DPL. Sempitnya pemahaman tentang DPL membuat masyarakat menyalahgunakan potensi sumberdaya alam yang ada di luar DPL. Pentingnya sosialisasi tentang menjaga kelestarian sumberya alam yang dimiliki desa dirasakan masih perlu dilakukan untuk meluruskan persepsi masyarakat yang salah akan DPL.

Tingkat Pendidikan

Keadaan pendidikan masyarakat Desa Blongko disajikan pada Tabel 7. Rendahnya tingkat pendidikan di Desa Blongko dikarenakan kurangnya kesadaran dari masyarakat akan pentingnya pendidikan bagi bekal hidup dan kurangnya perhatian pemerintah dalam hal penyediaan sarana dan prasarana pendidikan. Selain itu masalah ekonomi membuat sebagian masyarakat memilih untuk tidak melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi. Adapun pemikiran sempit yang ada di desa ini bahwa setiap anak perempuan tidak perlu melanjutkan studi karena nantinya hanya akan menjadi ibu rumah tangga.

Melalui pendidikan, masyarakat dapat diajak berpikir maju dan meningkatkan kualitas hidup serta meningkatkan status sosial. Dengan pendidikan yang baik perubuhan dapat dirasakan pada semua aspek kehidupan. Pada hakekatnya pendidikan merupakan usaha untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan didalam maupun diluar sekolah. Pentingnya penyuluhan dan peningkatan ekonomi dalam menunjang pendidikan di desa ini masih perlu dilakukan dan dijadikan prioritas bagi pengembangan sumberdaya manusia. Selain itu melalui pendidikan diharapkan siswa dapat lebih mengerti tentang arti pentingnya melestarikan sumberdaya alam.

Tabel 7. Tingkat Pendidikan Masyarakat di Desa Blongko Jumlah Tingkat Pendidikan Jiwa % Tidak tamat SD 526 55,54 Tamat SD 218 23,02 Tamat SMP 112 11,83 Tamat SMA 86 9,08 Perguruan Tinggi 5 0,53 Jumlah 947 100,00

Sumber : Kantor Desa Blongko. 2007

Infrastruktur dan Fasilitas Pelayanan Kepada Masyarakat

Sarana Transportasi

Desa Blongko terletak pada daerah yang dilalui jalan trans Sulawesi. Desa ini berada sekitar 32 Km dari ibu kota Kabupaten Minahasa Selatan, Amurang. Keadaan jalan di Desa Blongko sudah baik, akan tetapi sarana jalan yang ada pada bagian dalam desa sampai saat ini belum dibuat, bahkan dapat dikatakan dalam keadaan yang memprihatinkan. Sarana transportasi yang biasa digunakan masyarakat adalah mobil angkutan kota, bus dan sepeda motor (ojek). Selain itu sarana alternatif lain yang digunakan adalah perahu dan gerobak sapi sebagai alat transportasi antar desa dan ke daerah perkebunan.

Sarana Pendidikan

Desa Blongko memiliki tiga sarana dan prasarana pendidikan, yaitu TK Gereja Masehi Injili di Minahasa (GMIM), SD Inpres Blongko, dan SMP Negeri 3 Sinonsanyang. SD Inpres mempunyai jumlah guru 6 orang, pegawai 1 orang dan jumlah murid 324 orang. Bagi kepala sekolah disediakan satu unit rumah dinas dan bagi guru-guru disediakan tiga unit rumah dinas. Untuk melanjutkan sekolah ke jenjang SMA biasanya masyarakat harus ke desa tetangga yang memiliki SMA yaitu Desa Ongkauw. Untuk sementara ini bangunan kantor desa digunakan oleh siswa SMP untuk kegiatan belajar mengajar sambil menunggu pembangunan gedung sekolah selesai.

Sarana Peribadatan

Masyarakat Desa Blongko mayoritas beragama Kristen Protestan (Tabel 8). Hal ini dikarenakan penduduk Blongko kebanyakan berasal dari kepulauan Sangihe dan Talaud yang mayoritas penduduknya beragama Kristen. Beberapa aliran dari agama kristen berkembang di Desa Blongko seperti Gereja Masehi

Injili di Minahasa (GMIM), Gereja Pentakosta di Indonesia (GPDI), Gereja Pantekosta, Gereja Segala Bangsa (GESBA), dan Geraja Katolik. Selain itu terdapat pula mesjid yang ada di sisi kanan jalan trans Sulawesi di Desa Blongko. Masing-masing kelompok agama ini memiliki satu tempat ibadah. Beragamnya agama dan kepercayaan di Desa Blongko tidak pernah menimbulkan perpecahan di antara masyarakat. Rasa kekeluargaan dan tenggang rasa antar masing-masing penganut kepercayaan membuat suasana di Desa Blongko semakin lebih baik dari tahun ke tahun.

Tabel 8. Jumlah Penduduk Menurut Golongan Agama

Jumlah Penduduk Golongan Agama Jiwa % GMIM 1112 64,99 GPDI 127 7,42 Gereja Pentakosta 112 6,55 GESBA 87 5,08 Katolik 153 8,94 Islam 120 7,01 Jumlah 1711 100,00

Sumber : Data Primer, 2007

Sarana Informasi dan Pemerintahan

Desa Blongko menyediakan pusat informasi tentang kondisi desa dan DPL. Pusat informasi ini berada berdekatan dengan kantor desa. Minimnya dana dan perhatian pihak pengelola membuat pusat informasi tidak terawat. Biaya operasional dan perawatan yang mahal membuat beberapa bagian dari bangunan ini menjadi rusak. Bangunan ini dibuat oleh masyarakat dengan bantuan dana dari kegiatan proyek pesisir. Kantor Desa Blongko yang ada saat ini melayani keperluan masyarakat seperti pembuatan Kartu Tanda Penduduk, Kartu Keluarga dan surat-surat penting lainnya. Kondisi bangunannya cukup baik dengan peralatan pelayan yang cukup memadai.

Sarana Air Bersih

Salah satu faktor yang penting dalam kehidupan manusia adalah air. Tingginya permintaan akan sumberdaya air membuat air menjadi komoditas yang sangat vital bagi kelangsungan hidup semua organisme di muka bumi ini.

Keadaan air di Desa Blongko sampai saat ini sudah cukup baik. Hal ini diindikasikan dengan adanya pipa saluran air bersih yang berasal dari mata air

pegunungan yang terdistribusi kepada seluruh konsumen, baik secara langsung maupun tidak langsung. Dikatakan secara langsung karena masyarakat dapat menikmati langsung air bersih dirumah masing-masing dengan bantuan selang air, sedangkan secara tidak langsung bagi sebagian masyarakat hanya memperoleh air di tempat-tempat umum.

Di desa ini terdapat tiga sumber mata air yang dimanfaatkan oleh masyarakat, akan tetapi sejak tahun 1999 ketiga mata air ini menurun kondisinya baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Penurunan kualitas mata air dikarenakan adanya pembukaan lahan di perbukitan sehingga air yang dulunya bening sekarang sudah menjadi keruh. Dan dari segi kuantitas debit air yang dihasilkan sudah semakin menurun dan apabila musim kemarau tiba, maka air ini akan menjadi kering. Penurunan kualitas air sumur mulai juga dirasakan oleh masyarakat. Kadar garam air sumur milik masyarakat dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Meningkatnya kadar garam ini diakibatkan oleh intrusi air laut yang masuk melalui akuifer tanah akibat dari abrasi pantai. Berkurangnya mangrove di desa ini memberikan dampak yang berarti bagi kondisi pantai dan ketersedian air tawar bagi masyarakat desa.

Sarana Pelayanan Kesehatan

Sarana pelayanan kesehatan yang ada di Desa Blongko berjumlah dua unit. Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) terletak di tengah Desa Blongko, sedangkan Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) terletak di ibukota kecamatan Sinonsayang tepatnya di Desa Ongkaw. Posyandu yang ada di desa ini memiliki kondisi fisik yang kurang baik. Minimnya dana operasional dan tenaga medis membuat pelayanan di Posyandu hanya untuk keperluan program keluarga berencana dan imunisasi balita. Tenaga medis yang tersedia di Posyandu hanyalah bidan dan seorang mantri, sedangkan tenaga dokter masih belum tersedia. Puskesmas di Desa Ongkaw menyediakan dokter untuk pelayanan umum baik anak dan orang dewasa. Minimnya pengetahuan tentang arti pentingnya kesehatan di Desa Blongko dapat diindikasikan oleh sedikitnya sarana MCK. Masyarakat Desa Blongko sampai saat ini masih manggunakan obat tradisional dari beberapa tumbuhan mangrove, padahal fungsi mangrove sebagai bahan obat-obatan belum

Dokumen terkait