• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penelitian ini dilakukan pada ekosistem mangrove yang terdapat di Desa Blongko, Kecamatan Sinonsayang, Kabupaten Minahasa Selatan, Provinsi Sulawesi Utara (Gambar 2). Letak posisi geografis Desa Blongko adalah 124o20’45”-124o21’15” BT dan 01o07’35”-01o09’00” LU. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli – September tahun 2007.

Ekosistem mangrove dan masyarakat yang ada di Desa Blongko adalah objek penelitian ini. Pemilihan objek penelitian dilakukan sesuai dengan kebutuhan data dan metode yang digunakan untuk menganalisisnya.

Pengamatan ekosistem mangrove di Desa Blongko menggunakan tiga stasiun (Tabel 1). Setiap stasiun terdiri atas tiga garis berpetak sepanjang garis pantai di Desa Blongko. Masing-masing jalur terdiri atas beberapa petak disesuai dengankan dengan kondisi kawasan mangrove yang ada.

Tabel 1. Posisi Geografis Masing-masing Stasiun Stasiun Posisi Geografis

I N 1º7’58,1” E 124º21’13,9” II N 1º8’13,8” E 124º21’19,3” III N 1º8’22,9” E 124º21’11,7” Sumber : Data primer 2007

Penelitian ini dilaksanakan dalam tiga tahap. Tahap awal yang ditempuh adalah survey pendahuluan. Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan adalah pengumpulan data sekunder lokasi penelitian dari studi pustaka mengenai Desa Blongko dari beberapa pustaka yang ada. Tahap ini dilakukan untuk mendapatkan informasi dari Desa Blongko, berupa profil desa dan data kawasan mangrove yang ada. Kegiatan tahap awal ini dilakukan mulai dari bulan Februari – Juni 2007. Tahap selanjutnya adalah pengambilan data primer di lokasi penelitian. Data primer yang dikumpulkan adalah data vegetasi mangrove beserta kondisi biofisik dan kondisi sosial ekonomi masyarakat. Kegiatan ini dilakukan pada bulan Juli – September 2007. Tahap yang terakhir adalah tahap pengolahan data dan penulisan hasil penelitian. Tahap ini dilakukan mulai dari bulan September – Desember 2007.

Gambar 2 Peta Lokasi Penelitian DPL Desa Blongko Stasiun Pengamatan 3 2 1

Sumber : Hasil Olahan dan Proyek Pesisir, 1999

Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data vegetasi mangrove, data hasil tangkapan, data fauna pada ekosistem mangrove, data morfologi pantai, data fisik ekosistem mangrove, dan data keadaan sosial ekonomi. Data primer diambil langsung pada saat penelitian melalui sampling, observasi, kuisioner, dan wawancara terbuka/langsung dan secara mendalam di lokasi penelitian. Data sekunder didapatkan dari beberapa instansi terkait seperti Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Sam Ratulangi, Departemen Kehutanan, Departemen Kelautan dan Perikanan, BAPPEDA, Birdlife, pemerintah daerah baik tingkat desa sampai tingkat provinsi, dan sumber-sumber lain yang mempunyai data berkaitan dengan kebutuhan penelitian ini.

Keadaan Sosial dan Ekonomi

Data sosial ekonomi dikumpulkan secara langsung dengan cara wawancara yang berpedoman pada kuisioner. Sedangkan data jumlah penduduk, mata pencaharian, dan tingkat pendidikan diperoleh dari kantor desa dan kantor kecamatan setempat.

Responden dipilih sebagai unit penelitian dengan metode penarikan contoh acak secara sengaja. Responden yang dipilih adalah masyarakat yang sering berasosiasi dengan mangrove yang tinggal di pesisir Desa Blongko. Responden yang diwawancarai berjumlah 100 orang yang terdiri atas aparat desa dan kecamatan, pengelola DPL, dan masyarakat desa yang sering beraktivitas pada ekosistem mangrove. Responden yang dipilih adalah responden berusia dewasa atau yang berusia 17 tahun keatas. Hal ini dilakukan karena pada usia dewasa seseorang dapat berpikir lebih jauh dalam memberikan jawaban ataupun mengambil tindakan dan keputusan terhadap suatu permasalahan.

Data yang diperoleh dari wawancara adalah :

1. Karakteristik individu masyarakat berupa identitas responden (umur, pendapatan, lama tinggal, pekerjaan, dan tingkat pendidikan). Tingkat pendidikan formal yang dimaksud adalah SD, SMP, SMA atau lainnya.

2. Pekerjaan, yaitu jenis pekerjaan yang terutama dilakukan sehari-hari untuk pemenuhan kebutuhan hidup, sedangkan pendapatan, yaitu jumlah penghasilan per bulan yang diperoleh dari berbagai sumber mata pencaharian.

3. Tingkat pemahaman masyarakat terhadap sumberdaya ekosistem mangrove yaitu mengenai pendapat atau pandangan responden tentang pemanfaatan ekosistem mangrove dan partisipasi dalam mengelola ekosistem mangrove. 4. Pemanfaatan yang biasanya dilakukan pada ekosistem mangrove baik itu

berupa potensi biologi seperti pemanfaatan satwa dan fauna di ekosistem mangrove ataupun potensi fisik ekosistem mangrove.

5. Manfaat yang dirasakan sebelum dan sesudah adanya DPL dan apakah ada perubahan saat daerah ini masih dikelola Proyek Pesisir dengan kondisi saat ini setelah proyek berakhir sehingga DPL dikelola sendiri oleh masyarakat Desa Blongko.

6. Peranan pemerintah dalam pelestarian ekosistem mangrove melalui intensitas frekuensi kegiatan, berupa penyuluhan, pembangunan infrastruktur, penanaman mangrove, dan pengawasan.

7. Partisipasi masyarakat dalam upaya untuk pelestarian sumberdaya pesisir khususnya ekosistem mangrove merupakan bagian dari program pemerintah. Bentuk partisipasi masyarakat ini adalah keikutsertaan masyarakat dalam mengikuti kegiatan mulai dari tahap sosialisasi, perencanaan, dan pelatihan, tahap pelaksanaan, sampai pada tahap evaluasi dan pengawasan, serta tingkat partisipasi masyarakat atas inisiatif sendiri dalam upaya pelestarian ekosistem mangrove.

Hasil Tangkapan Masyarakat

Data ini diperoleh dari data hasil pengamatan masyarakat Desa Blongko yang merupakan salah satu program yang dicanangkan pada waktu pembuatan DPL. Data ini mendeskripsikan tentang kondisi perikanan yang ada pada Desa Blongko pada tahun 1998 dan tahun 2007. Data ini diperoleh dari pengelola DPL yang mencatat tentang hasil tangkapan masyarakat pada awal pembentukan DPL. Data hasil tangkapan pada tahun 2007, bersumber dari penangkapan pada saat bulan mati.

Fauna Pada Ekosistem Mangrove

Data ini diperoleh dari beberapa tulisan di perpustakaan FPIK Universitas Sam Ratulangi Manado. Data fauna yang berasosiasi dengan ekosistem mangrove yang didapat dari hasil pengamatan langsung dicatat sebagai data tambahan pada data yang sudah ada sebelumnya. Data ini diperlukan untuk mengetahui fauna dan satwa apa saja yang menempati kawasan ekosistem mangrove sebagai habitatnya. Geomorfologi Pantai dan dan Data Fisik Ekosistem Mangrove

Data morfologi pantai secara umum dapat dilihat pada Pelle (2002), sedangkan data suhu, salinitas, dan pH air diukur langsung dilapangan dengan menggunakan alat pengukur kualitas air (Horiba U-10). Pengukuran terhadap garis pantai akibat abrasi dilakukan langsung pada beberapa titik pengamatan. Data ini menggambarkan kondisi morfologi pantai Desa Blongko serta kondisi fisik dan kimia perairan yang ada pada ekosistem mangrove.

Vegetasi Mangrove

Pengambilan data struktur komunitas vegetasi mangrove dilakukan pada tiga stasiun yang berbeda pada ekosistem mangrove yang ada di Desa Blongko. Setiap stasiun terdiri atas tiga garis transek yang diharapkan dapat mewakili semua struktur komunitas mangrove yang ada di lokasi penelitian. Penetapan arah garis transek dilakukan sesudah melakukan survei komunitas mangrove terlebih dahulu.

Pada stasiun satu digunakan tiga lajur dengan sembilan petak. Masing-masing lajur terdiri atas tiga petak contoh. Pada stasiun dua yang kawasan mangrovenya lebih luas dibandingkan stasiun satu, jumlah petak contoh yang digunakan mencapai 15 petak yang tersebar pada tiga lajur. Pada stasiun tiga yang kondisi kawasan mangrovenya terlebar diantara ketiga stasiun, maka jumlah petak contoh di stasiun ini sebanyak 18 petak yang tersebar pada tiga lajur. Penetapan jumlah petak disesuaikan dengan dengan kondisi kawasan mangrove masing-masing stasiun. Jumlah petak contoh keseluruhan adalah 42 petak, tersebar pada 9 lajur, dan tiga stasiun.

Pengambilan data mangrove dilakukan dengan menggunakan metode garis berpetak. Transek tersebut ditarik tegak lurus garis pantai pada setiap stasiun. Pada setiap transek, data diambil dengan menggunakan petak berukuran 10 x 10 m2

untuk kelompok pohon berdiameter >10 cm yang ditempatkan di sepanjang garis transek. Kelompok kedua yaitu kelompok pancang adalah kelompok pohon dengan diameter 2-10 cm diambil pada petak berukuran 5 x 5 m2 yang ditempatkan pada petak kelompok pohon, dan kelompok yang ketiga adalah kelompok semai berdiameter <2 cm diambil pada petak berukuran 2 x 2 m2 yang ditempatkan pada kelompok pancang (Gambar 3). Selanjutnya vegetasi mangrove pada setiap petak diidentifikasi dan diukur diameternya.

Alat dan bahan penting yang digunakan dalam pengambilan data ini adalah GPS, meteran, dan tali. GPS digunakan untuk menentukan posisi geografis masing-masing stasiun pengamatan, sedangkan meteran dan tali digunakan untuk membuat garis berpetak pada masing-masing stasiun. Data ini kemudian di tulis dalam tabel pengamatan yang kemudian akan dideskripsikan serta dianalisis.

A: Petak pengukuran untuk semai dan tumbuhan bawah (2 x 2m2) B: Petak pengukuran untuk pancang (5 x 5m2)

C: Petak pengukuran untuk pohon (10 x 10m2) Gambar 3 Skema Penempatan Petak Contoh

Analisis Data Data Sosial Ekonomi

Dalam mengalisis data sosial ekonomi hal pertama yang dilakukan adalah mengolah data hasil wawancara terhadap responden. Pada tahap ini yang menjadi perhatian adalah pemeriksaan kelengkapan dalam kuisioner dan jawaban para responden, untuk menghindari kesalahan data ataupun kekurangan terhadap informasi yang dibutuhkan. Selanjutnya jawaban-jawaban disesuaikan dengan keterkaitan pertanyaan yang diajukan dalam kuisioner. Hal ini untuk menghindari jawaban yang tidak relevan terhadap suatu pertanyaan. Selanjutnya data ini dimasukkan dalam tabel dan dideskripsikan.

A B C 10m B A C Arah rintis

Data Hasil Tangkapan Masyarakat

Data sekunder yang diperoleh dari masyarakat dan pengelola DPL tentang hasil tangkapan masyarakat dianalisis secara deskriptif dan ditabulasi untuk mempermudah gambaran tentang hasil tangkapan masyarakat Desa Blongko. Data Geomorfologi dan Fisik-Kimia Ekosistem Mangrove

Data geomorfologi pantai, berupa data sekunder hasil dari beberapa pustaka yang dianalisis dan kemudian dibandingkan dengan data pada waktu penelitian. Salah satu data yang dianalisis adalah data lebar gisik untuk melihat dampak abrasi terhadap kondisi bentuk lahan pantai Desa Blongko. Sedangkan data fisik dan kimia perairan ekosistem mangrove dianalisis secara deskriptif dengan menggunakan tabulasi untuk mempermudah interpretasi terhadap kondisi fisik perairan ekosistem mangrove.

Vegetasi Mangrove

Identifikasi vegetasi mangrove menggunakan buku Kitamura, et al 1997 dan Noor, et al 2006. Analisis vegetasi mangrove mempunyai tujuan untuk mendapatkan Indeks Nilai Penting (INP) yang merupakan penjumlahan dari frekuensi relatif, kerapatan relatif, dan dominansi relatif. Nilai penting suatu jenis berkisar antara 0 sampai 300. Nilai penting ini memberikan gambaran mengenai pengaruh atau peranan suatu jenis tumbuhan mangrove dalam komunitas mangrove, untuk ketiga komponen INP tersebut dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

.

...(1) .

Di = kerapatan spesies ke i

ni = jumlah total individu spesies ke i

A = luas area total pengambilan contoh

...(2) (RDi) = Kerapatan relatif spesies ke i

(ni) = Jumlah individu Spesies ke i

A

n

D

i i

=

100 1 × == n i i i i n n RD

…………...………... (3) Fi = Frekuensi spesies ke i

Pi = Jumlah petak contoh dimana ditemukan spesies ke i

...…...(4)

RFi = Frekuensi relatif spesies ke i

Fi = Frekuensi spesies ke i

. ...(5)

BA = π DBH2 : 4 (dalam Cm2) π = konstanta (3,14) DBH = diameter pohon dari jenis ke i

A = luas area total pengambilan contoh (luas total petak/plot/kuadrat) DBH = CBH/ π (dalam Cm), DBH adalah lingkaran pohon setinggi dada

...(6) RCi = Penutupan relatif spesies dan luas total area

Ci = Luas area penutupan spesies ke i

Jumlah nilai kerapatan relatif spesies (RDi), frekuensi relatif spesies (RFi) dan penutupan relatif spesies (RCi) menunjukkan Nilai Penting Spesies (IVi) : ………...(7)

= = n i i i i

p

p

F

1 100 1 × =

= n i i i i

F

F

RF

RC

RF

RD

IV

i= i+ i+ i 100 1 × == n i i i i C C RC A BA n i i

C

= = 1

=

=

S i

Pi

D

1 2

)

(

Maks H H E ' ' = • Indeks Keanekaragaman ...( 8)

H’ = Indeks keanekaragaman Shannon-Wiener N = Jumlah total individu dalam komunitas (∑ ni) ni = Jumlah individu spesies atau jenis ke-i

Pi = Proporsi individu spesies ke-i (ni/N)

i = 1,2,3, ……, s s = Jumlah genera • Keseragaman ...………...(9) E = Indeks keseragaman H’= Indeks keanekaragaman S = Jumlah genera

Dari perbandingan ini didapat suatu nilai yang besarnya antara 0 dan 1, yang bermakna: (1) Semakin kecil nilai indeks keseragaman (E) akan semakin kecil pula keseragaman suatu populasi, artinya penyebaran jumlah individu setiap spesies mendominasi populasi tersebut, dan (2) Semakin besar nilai indeks keseragaman (E) maka populasi menunjukkan keseragaman, sehingga dapat dikatakan bahwa jumlah individu setiap spesies dapat dikatakan sama atau tidak jauh berbeda(Odum, 1971).

Dominasi

Untuk menghitung dominasi jenis mangrove digunakan Indeks Simpson dalam Krebs (1989) yang dihitung dengan persamaan berikut :

…...…(10) D = Indeks Dominasi

Pi = ni/N

ni = Jumlah individu spesies ke-i N = Jumlah total individu semua spesies

i = 1,2,3, ……., s s = Jumlah genera

=

=

s i

Pi

Pi

H

1

ln

'

Nilai D berkisar antara 0 – 1 (Odum, 1971). Jika nilai D mendekati 0, berarti hampir tidak ada individu yang mendominasi, dan jika nilai D mendekati 1, berarti ada salah satu genus atau spesies yang mendominasi.

Penentuan Strategi Pelestarian Ekosistem Mangrove

Dalam menentukan strategi pelestarian ekosistem mangrove dibutuhkan informasi untuk mengintepretasikan suatu permasalahan. Informasi tentang faktor penyebab kerusakan ekosistem mangrove, kendala pelaksanaan pelestarian ekosistem mangrove, implementasi program pelestarian ekosistem mangrove dan pengawasan terhadap program atau upaya pelestarian. Setelah mengetahui akan hal-hal diatas maka langkah selanjutnya adalah membuat alternatif strategi pelestarian ekosistem mangrove secara terpadu untuk pembangunan berkelanjutan di Desa Blongko. Konsep yang digunakan adalah pelestarian ekosistem mangrove berbasiskan masyarakat, dimana masyarakat yang merencanakan, mengendalikan, melaksanakan, dan mengawasi kegiatan pelestarian ini.

Indikator pembangunan berkelanjutan dapat dilihat dari dimensi ekonomi, sosial, ekologi dan pengaturan (governance). Indikator pada dimensi ekonomi yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendapatan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Indikator dimensi sosial adalah tingkat pendidikan, tingkat kesehatan, peningkatan jumlah penduduk, dan pemahaman akan ekosistem mangrove, indikator dimensi ekologi adalah vegetasi mangrove, hasil tangkapan dan kelimpahan spesies target, kerusakan lingkungan pesisir, dampak pemanfaatan, dan kualitas perairan serta indikator yang terakhir yaitu pada dimensi governance dimana hal yang dinilai adalah ketaatan terhadap peraturan serta partisipasi masyarakat.

Penilaian terhadap indikator pembangunan berkelanjutan ekosistem mangrove dilakukan dengan melihat data yang telah diperoleh sebelumnya dan dianalisis menggunakan nilai sederhana yang ditabulasi untuk mempermudah interpretasi terhadap dimensi yang dinilai (Tabel 2.). Jumlah bobot pada masing-masing dimensi adalah 10. Bobot yang diberikan terhadap beberapa indikator berbeda, hal ini disesuaikan dengan prioritas suatu permasalahan dalam dimensi tersebut. Indikator yang memiliki prioritas yang lebih penting mendapatkan nilai yang tinggi dibandingkan yang lain. Nilai pada masing-masing indikator berupa

nilai mutu (A, B, atau C). Hasil perkalian antara bobot dari indikator dan nilai yang diberikan terhadap indikator merupakan skor dari masing-masing indikator. Jumlah dari skor pada masing-masing dimensi menjadi acuan dalam menentukan prioritas alternatif strategi pelestarian ekosistem mangrove. Peringkat alternatif strategi ditentukan dengan melihat jumlah skor dari masing-masing dimensi. Dimensi yang memiliki nilai terkecil mendapatkan prioritas utama diikuti dengan dimensi yang lain.

Tabel 2. Model Tabel Indikator Pembangunan Berkelanjutan Sumberdaya Ekosistem Mangrove

Dimensi Indikator Bobot Nilai Skor

Ekonomi Pendapatan masyarakat Produksi perikanan Investasi di sektor perikanan

5 3 2 Ekologi Vegetasi mangrove

Kerusakan lingkungan pesisir Kualitas perairan

Hasil tangkapan dan kelimpahan spesies target. Dampak pemanfaatan 3 3 2 1 1

Sosial Pemahaman akan

ekosistem mangrove Tingkat pendidikan formal Pemahaman akan kesehatan dan lingkungan

Peningkatan jumlah penduduk

4 3 2 1 Pengaturan (Governance) Partisipasi masyarakat Ketaatan terhadap peraturan DPL 6 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dokumen terkait