• Tidak ada hasil yang ditemukan

Inkopsyah BMT didirikan pada tanggal 7 Juli 1998 dan mendapatkan pengesahan dari Menteri Koperasi dan UKM sebagai koperasi sekunder tingkat nasional. Lembaga yang digagas oleh Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (PINBUK) ini pertama kali beranggotakan 24 BMT dari 9 provinsi di Indonesia dan beroperasi dengan modal awal sebesar Rp 12 juta yang berasal dari setoran simpanan pokok enam BMT (anggota pendiri).

Menjelang dilaksanakannya Rapat Anggota Tahunan (RAT) yang pertama kali pada tahun 2001, Inkopsyah berhasil mendapatkan keanggotaan baru

13

sebanyak 112 BMT dan dengan demikian terjadi peningkatan modal (simpanan pokok) yang cukup signifikan yaitu menjadi sebesar Rp 320 juta. Pada tahun 2002 Inkopsyah berhasil mendapatkan tambahan modal sebesar Rp 2 miliar dari dan pembiayaan modal kerja sebesar Rp 5 miliar PT. PNM (Persero), hingga pada tahun 2011 Inkopsyah telah membukukan aset sejumlah lebih dari Rp 100 miliar dan anggota yang tergabung berjumlah 334 BMT yang tersebar di 24 provinsi.

Sumber: Laporan Keuangan Inkopsyah diolah

Gambar 4 Perkembangan kondisi keuangan Inkopsyah 2009-2013 Berdasarkan Gambar 4, terlihat bahwa pembiayaan, aset, dan beban operasional dari Desember 2009 sampai dengan Desember 2013 mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Jumlah pembiayaan yang diberikan pada periode Desember 2009 sebesar Rp 38 577 miliar menjadi Rp 190 063 miliar pada periode Desember 2013. Begitu pula dengan aset dari Rp 43 339 miliar menjadi Rp 229 179 miliar, dan beban operasional yang juga meningkat dari Rp 36 463 miliar menjadi Rp 205 613 miliar.

Berikut adalah BMT yang tergabung dalam Inkopsyah yang telah mengeluarkan laporan keungan tahun 2013 dan masih aktif dalam pengiriman laporan keuangan kepada Inkopsyah pada bulan Juli 2014:

0 50 100 150 200 250

Des 2009 Des 2010 Des 2011 Des 2012 Des 2013

Pembiayaan Aset

14

Tabel 2 BMT yang tergabung dalam Inkopsyah

No Kode Nama BMT No Kode Nama BMT

1 BMT01 L-Risma 16 BMT16 Melati

2 BMT02 Sanama 17 BMT17 Mitra Usaha Mulia

3 BMT03 Al Ishlah 18 BMT18 Istiqomah

4 BMT04 Al Hidayah 19 BMT19 Kube Sejahtera 001 5 BMT05 Koperasi Kartini 20 BMT20 Amanah Bangunrejo

6 BMT06 Mitra Amanah 21 BMT21 Ar Rahmah

7 BMT07 Baskara Muhammadiyah 22 BMT22 Surya Abadi

8 BMT08 Al-Amanah 23 BMT23 Smemi

9 BMT09 Al Falah 24 BMT24 Hudatama

10 BMT10 As Salam 25 BMT25 Sinergi Karya Makassar

11 BMT11 Artha Amanah 26 BMT26 Mustama

12 BMT12 Bina Umat Mulia 27 BMT27 Amanah Ray 13 BMT13 Shohibul Ummat 28 BMT28 Babun Najah

14 BMT14 Al Hikmah 29 BMT29 Barokah

15 BMT15 Al Amin 30 BMT30 Ar Rahmah

Sumber: Inkopsyah 2014

Tabel 2 menunjukkan nama BMT dan kode BMT agar dapat mempermudah dalam pengolahan data. Adanya kode untuk setiap BMT dapat memperkecil kesalahan dalam analisis dan pembahasan dari hasil olahan DEAP V.2.1.

Uji Statistik Variabel Input dan Output

Sebelum dilakukan perhitungan tingkat efisiensi, terlebih dahulu ditentukan variabel input dan output data 30 BMT yang menjadi objek kajian. Variabel output yang digunakan terdiri dari pembiayaan, pendapatan operasional dan aset, sedangkan input yang digunakan terdiri dari simpanan dan beban operasional. Ringkasan statistik variabel input dan output dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Ringkasan statistik keuangan BMT tahun 2013 yang tergabung dalam Inkopsyah (dalam Rp juta)

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

Pembiayaan 30 279.417 38 523.052 11 615.706 10 785.535 Pendapatan Operasional 30 79 10 725.741 2 823.180 2 890.408 Simpanan 30 463.028 38 507.059 9 675.121 10 040.037 Beban Operasional 30 61 9 987.625 2 279.270 2 520.121 Valid N (listwise) 30

Sumber : Perhitungan dengan SPSS 16.0

Tabel 3 menggambarkan data yang digunakan dalam penelitian ini. Jumlah BMT yang digunakan, nilai minimum dan maksimum setiap variable serta nilai rata-rata dan standar deviasinya.

15

Efisiensi BMT yang Tergabung dalam Inkopsyah pada Tahun 2013 Hasil perhitungan efisiensi pada tiga puluh BMT yang tergabung dalam Inkopsyah pada tahun 2013 dengan metode Data Envelopment Analysis (DEA) menggunakan software DEAP Version 2.1 ditunjukkan dalam Tabel 4.

Tabel 4 Nilai Efisiensi BMT yang tergabung dalam Inkopsyah pada tahun 2013 No Kode BMT Input– VRS (%) Input– CRS (%)

1 BMT01 100 100 2 BMT02 100 92 3 BMT03 59 34 4 BMT04 100 100 5 BMT05 100 91 6 BMT06 100 100 7 BMT07 100 70 8 BMT08 86 61 9 BMT09 95 50 10 BMT10 86 46 11 BMT11 50 50 12 BMT12 49 46 13 BMT13 71 46 14 BMT14 56 48 15 BMT15 54 44 16 BMT16 77 54 17 BMT17 48 43 18 BMT18 64 50 19 BMT19 43 41 20 BMT20 76 56 21 BMT21 43 35 22 BMT22 91 14 23 BMT23 100 100 24 BMT24 100 70 25 BMT25 58 36 26 BMT26 67 55 27 BMT27 100 46 28 BMT28 93 77 29 BMT29 100 97 30 BMT30 58 57

Sumber : Data Mutakhir BMT tahun 2013 Inkopsyah diolah dengan DEAP V.2.1

Berdasarkan Tabel 4 dapat dilihat bahwa hasil olahan data dengan DEA menggunakan pendekatan VRS dan CRS berbeda. Nilai efisiensi 100% dengan pendekatan CRS hanya ada 4 BMT sedangkan dengan pendekatan VRS ada 10 BMT, sehingga pendekatan yang digunakan dalam penilitian ini adalah pendekatan VRS.

16

Merujuk kepada (Hidayat 2014) dan untuk dapat menentukan atau memastikan tingkat efisiensi BMT yang tergabung ke dalam Inkopsyah dibuat ukuran atau kriteria efisiensi, yaitu efisiensi tinggi, efisiensi sedang, efisiensi rendah dan tidak efisien. Nilai (skor) juga disesuaikan menjadi efisiensi tinggi, efisiensi sedang, efisiensi rendah dan tidak efisien. Ukuran tersebut dapat dilihat pada Tabel 5 berikut:

Tabel 5 Kriteria dan nilai efisiensi

Kriteria efisiensi Nilai (skor)

Tinggi 81-100

Sedang 60-80

Rendah 40-59

Tidak efisien <40

Sumber: Hidayat 2014

Berdasarkan kriteria dan nilai efisiensi pada Tabel 5 untuk pengelompokan hasil dari pengolahan data. Pengelompokan dilakukan dengan membagi nilai efisiensi kedalam tiga range nilai efisiensi dalam Tabel 6 sebagai berikut:

Tabel 6 Kriteria pengelompokan nilai efisiensi

Kriteria efisiensi Nilai (skor)

Tinggi 83-100

Rendah 58-82

Tidak efisien 0-57

Tingkat efisiensi tinggi berkisar dari 83-100, rendah 58-82 dan tidak efisien dengan nilai kurang dari 57. Nilai tersebut didapatkan dari hasil perhitungan kuartil bawah (Q1) sebesar 56.8 yang dibulatkan menjadi 57. Hasil dari perhitungan kuartil tengah (Q2=Median) sebesar 81.6 kemudian dibulatkan menjadi 82. Berdasarkan Tabel 6 diperoleh pengelompokan hasil pengolahan sebagai berikut:

Tabel 7 Pengelompokan BMT dengan kriteria efisiensi Kriteria efisiensi Kode BMT (VRS) Jumlah BMT Kode BMT (CRS) Jumlah BMT Tinggi 01, 02, 04, 05, 06, 07, 08, 09, 10, 22, 23, 24, 27, 28, dan 29 15 01, 02, 04, 05, 06, 23, dan 29 7 Rendah 03, 13, 16, 18, 20, 25, 26, dan 30 8 07, 08, 24, dan 28 4 Tidak Efisien 11, 12, 14, 15, 17, 19, dan 21 7 03, 09, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 25, 26, 27, dan 30 19

17

Pada pendekatan DEA, BMT dengan tingkat efisiensi paling tinggi dapat berjumlah lebih dari satu dengan nilai efisiensi 100%. Tabel 7 juga menunjukkan bahwa jumlah BMT yang efisien berbeda menurut kedua pendekatan efisiensi. Untuk pendekatan efisiensi CRS dapat dilihat bahwa BMT dengan tingkat efisiensi tinggi hanya tujuh BMT yaitu L-Risma, Sanama, Al Hidayah, Koperasi Kartini, Mitra Amanah, Smemi, dan Barokah. Jumlah tersebut lebih sedikit dibandingkan dengan menggunakan efisiensi VRS yang menunjukkan lima belas BMT dengan tingkat efisiensi tinggi, diantaranya L-Risma, Sanama, Al Hidayah, Koperasi Kartini, Mitra Amanah, Baskara Muhammadiyah, Al-Amanah, Al Falah, As Salam, Surya Abadi, Smemi, Hudatama, Amanah Ray, Babun Najah, dan Barokah.

Kriteria efisiensi rendah dengan menggunakan pendekatan CRS hanya ada empat BMT yaitu Baskara Muhammadiyah, Al-Amanah, Hudatama, dan Babun Najah, sedangkan dengan pendekatan VRS terdapat delapan BMT, diantaranya Al Ishlah, Shohibul Ummat, Melati, Istiqomah, Amanah Bangunrejo, Sinergi Karya Makassar, Mustama, dan Ar Rahmah. BMT dengan kriteria tidak efisien dengan menggunakan pendekatan CRS ada 19 yaitu Al Ishlah, Al Falah, As Salam, Artha Amanah, Bina Umat Mulia, Shohibul Ummat, Al Hikmah, Al Amin, Melati, Mitra Usaha Mulia, Istiqomah, Kube Sejahtera 001, Amanah Bangunrejo, Ar Rahmah, Surya Abadi, Sinergi Karya Makassar, Mustama, Amanah Ray, dan Ar Rahmah, sedangkan dengan pendekatan VRS ada tujuh yakni Artha Amanah, Bina Umat Mulia, Al Hikmah, Al Amin, Mitra Usaha Mulia, Kube Sejahtera 001, dan Ar Rahmah. Jumlah BMT yang memiliki nilai efisiensi tertinggi yaitu 100% berdasarkan pendekatan CRS hanya terdapat empat BMT saja dari total tiga puluh BMT yang dikaji (sebesar 13.3%) yaitu BMT01, BMT04, BMT06, dan BMT23, dan BMT dengan nilai terendah adalah BMT22 dengan nilai efisiensi sebesar 14%. Jumlah BMT yang memiliki nilai efisiensi tertinggi dengan nilai efisiensi sebesar 100% berdasarkan pendekatan VRS ada sepuluh BMT dari total tiga puluh BMT yang dikaji (sebesar 33.3%) yaitu BMT01, BMT02, BMT04, BMT05, BMT06, BMT07, BMT23, BMT24, BMT27 dan BMT29, dan BMT dengan nilai terendah adalah BMT19 dan BMT21 dengan nilai efisiensi sebesar 43%. Perbedaan jumlah BMT dan nilai efisiensi dengan menggunakan asumsi CRS dan VRS dikarenakan model CRS cocok digunakan ketika semua BMT bekerja pada kapasitas optimal (skala ekonomis). Namun, pada kenyataannya banyak kondisi yang menyebabkan suatu produksi tidak bekerja optimal. Oleh karena itu, model VRS lebih tepat digunakan dalam kondisi ini.

Target Input dan Output BMT yang Tergabung dalam Inkopsyah Salah satu kelebihan metode DEA ini adalah dapat memberikan arah strategis bagi para manajer untuk dapat meningkatkan efisiensi suatu Unit Kegiatan Ekonomi (UKE) dalam hal ini adalah BMT yang tergabung dalam Inkopsyah malalui pengenalan terhadap penggunaan input yang terlalu banyak digunakan serta output yang produksinya kurang optimal. Manajemen Inkopsyah tidak hanya mengetahui BMT mana saja yang tidak efisien dan dapat mengetahui seberapa besar tingkat input dan output yang harus disesuaikan agar BMT dapat meningkatkan nilai efisiensinya.

18

Tabel 8 Target Input dan Output BMT yang Tergabung dalam Inkopsyah BMT Pembiayaan Pendapatan Operasional Simpanan Beban Operasional achieved to gain achieved to gain achieved to gain achieved to gain 03 58.9 69.8 27.9 258.6 118 -15.3 100 0 08 86 16.3 86 16.3 100 0 105.5 -5.2 09 69.8 43.2 95.4 4.8 100 0 108.3 -7.6 10 86.2 16 38.4 160.1 100 0 100 0 11 41.4 141.7 50.4 98.6 100 0 100 0 12 49.2 103.2 42.8 133.7 149.1 -32.9 100 0 13 70.7 41.5 62.4 60.3 100 0 100 0 14 55.3 80.8 55.8 79.2 100 0 100 0 15 53.5 86.8 42 138 100 0 100 0 16 77 29.9 73.6 35.8 100 0 100 0 17 44.1 126.7 48.3 106.9 100 0 100 0 18 64 56.3 64 56.3 100 0 102.3 -2.3 19 34.8 187.2 42.9 132.9 100 0 100 0 20 75.9 31.8 71.7 39.4 100 0 100 0 21 19.8 404.5 42.5 135.1 100 0 100 0 22 91.1 9.8 2.8 3 469.1 100 0 190.5 -47.5 25 5.8 1 631.6 57.8 73.1 100 0 100 0 26 66.7 50 45.6 119.3 100 0 100 0 28 92.8 7.8 92.8 7.8 100 0 155 -35.5 30 33.2 201.2 58.1 72.2 100 0 100 0

Sumber : Data Mutakhir BMT tahun 2013 Inkopsyah, diolah

Tabel 8 menunjukkan jumlah yang telah dicapai oleh BMT inefisien, dan harus meningkatkan atau menurunkan jumlah dari setiap variabel. Misal BMT 08, peningkatan efisiensi BMT Al-Amanah (BMT08) dapat dilakukan dengan cara menetapkan target pembiayaan sebesar Rp 26 348 304 104.856 yang saat ini sebesar Rp 22 654 357 980 dengan cara meningkatkan pembiayaan sebesar 16.3%. Target pendapatan operasional sebesar Rp 6 516 648 573.514 yang saat ini sebesar Rp 5 603 035 741 dengan cara meningkatkan pembiayaan sebesar 16.3%, target simpanan sebesar Rp 15417070854 yang telah sesuai dengan kondisi saat ini. Target beban operasional sebesar Rp 5 141 418 280.454 yang saat ini sebesar Rp 5 426 250 212 dengan cara mengurangi beban operasional sebesar 5.2%.

Referensi BMT yang Efisien untuk BMT yang Inefisien

Salah satu kelebihan dari menggunakan metode DEA yaitu metode ini mampu menunjukkan referensi BMT yang efisien untuk dapat dijadikan acuan bagi BMT yang inefisien agar dapat meningkatkan tingkat efisiensinya. Metode DEA juga dapat memberikan bobot yang dapat memaksimumkan nilai efisiensinya. Dari hasil olahan data dengan metode DEA pada Tabel 38, terdapat sepuluh BMT yang sudah efisien 100% diantaranya BMT01, BMT02, BMT04, BMT05, BMT06, BMT07, BMT23, BMT24, BMT27 dan BMT29 sehingga tidak perlu mengacu kepada BMT yang lain. BMT yang sudah efisien 100% ini dapat menjadi acuan bagi BMT yang inefisien. Dua puluh BMT yang inefisien perlu

19

melakukan evaluasi kinerjanya. Evaluasi dapat dilakukan dengan mengacu kepada BMT yang sudah efisien sesuai dengan bobot dan benchmark yang sudah ditentukan. Berikut Tabel 9 yang menunjukkan referensi BMT yang efisien untuk BMT yang inefisien beserta bobotnya.

Tabel 9 Bobot Benchmark VRS InputOriented Model BMT yang tergabung dalam Inkopsyah tahun 2013

Kode BMT

Input

Oriented Bobot Benchmark VRS Input Oriented Model

VRS-Eff (%) Bobot Kode BMT Bobot Kode BMT Bobot Kode BMT BMT03 59 0.283 BMT01 0.717 BMT06 BMT08 86 0.175 BMT04 0.523 BMT07 0.302 BMT24 BMT09 95 1 BMT07 BMT10 86 0.146 BMT01 0.415 BMT04 0.439 BMT06 BMT11 50 0.291 BMT04 0.445 BMT23 0.264 BMT29 BMT12 49 0.024 BMT01 0.976 BMT06 BMT13 71 0.380 BMT01 0.037 BMT04 0.583 BMT07 BMT14 56 0.006 BMT01 0.733 BMT04 0.261 BMT07 BMT15 54 0.376 BMT01 0.338 BMT04 0.285 BMT06 BMT16 77 0.046 BMT01 0.232 BMT04 0.722 BMT07 BMT17 48 0.027 BMT01 0.804 BMT04 0.170 BMT07 BMT18 64 0.276 BMT04 0.561 BMT06 0.163 BMT07 BMT19 43 0.255 BMT04 0.561 BMT06 0.184 BMT23 BMT20 76 0.163 BMT04 0.731 BMT06 0.106 BMT07 BMT21 43 0.021 BMT01 0.067 BMT04 0.913 BMT06 BMT22 91 0.236 BMT07 0.764 BMT27 BMT25 58 0.004 BMT01 0.037 BMT04 0.960 BMT06 BMT26 67 0.025 BMT01 0.013 BMT04 0.962 BMT06 BMT28 93 0.513 BMT02 0.266 BMT04 0.222 BMT23 BMT30 58 0.124 BMT01 0.554 BMT04 0.322 BMT06

Sumber : Data Mutakhir BMT tahun 2013 Inkopsyah, diolah

Pada Tabel 9 dapat dilihat acuan BMT inefisien dengan bobot yang sudah ditentukan. Misalkan BMT13 yaitu BMT Shohibul Ummat dapat mengacu kepada BMT01 dengan bobot sebesar 0.389, BMT04 dengan bobot 0.037 dan BMT07 dengan bobot 0.583. Dari hasil penjumlahan tersebut BMT13 dapat mencapai tingkat efisiensi sebesar 100%.

Berdasarkan data sekunder yang telah diperoleh langsung dari Inkopsyah mengenai keberadaan dan posisi BMT dan nilai efisiensi DEAP V.2.1 dapat disimpulkan bahwa rata-rata BMT yang berada di kota lebih efisien dibandingkan dengan BMT yang berada di kabupaten. Enam dari delapan atau sebesar 75% BMT yang letaknya berada dikota sudah efisien 100% secara relatif. Ada dua dari delapan atau sebesar 25% BMT yang letaknya dikota tetapi tidak efisien 100% secara relatif, diantaranya BMT Sinergi Karya Makassar dan BMT Ar Rahmah yang hanya memiliki nilai efisiensi sebesar 58%. BMT Sinergi Karya Makassar belum bisa mencapai nilai efisiensi 100% secara relatif dikarenakan kalah bersaing dengan bank-bank yang juga menawarkan kredit kepada masyarakat. Pola pemikiran kebanyakan masyarakat belum mengerti dan memahami konsep

20

BMT dengan benar, dan tidak tertarik dengan istilah bagi hasil, seperti apa yang dikatakan Arif (2012). BMT masih belum mampu dalam memberikan pelayanan yang memadai dalam jumlah dana dan waktu, sehingga masyarakat lebih memilih rentenir yang dapat memberikan pelayanan yang cepat dengan dana yang memadai meski harus membayar bunga yang cukup tinggi. Sedangkan untuk BMT Ar Rahmah yang berada di kota Depok juga belum bisa mencapai tingkat efisiensi 100% secara relatif, menurut peta sebaran UMKM di Jawa Barat, kota Depok memiliki sebaran UMKM yang sangat rendah yaitu sebanyak 43 UMKM dari total 5 306 UMKM yang tersebar di Jawa Barat, biaya operasional yang dikeluarkan terlalu besar hanya untuk mengontrol atau mengawasi jumlah pembiayaan yang diberikan sehingga belum bisa bekerja secara efisien. Kedua BMT tersebut menurut hasil data bermasalah pada sisi output, yaitu pembiayaan dan pendapatan operasional. BMT seharusnya bekerjasama dengan bank-bank syariah untuk memperoleh modal agar dapat memberikan pembiayaan UMK.

BMT yang letaknya di kabupaten dan sudah efisien 100% secara relatif hanya ada empat BMT dari 22 BMT atau sebesar 18.18%. Empat BMT tersebut diantaranya BMT L-Risma, BMT Sanama, BMT Koperasi Kartini, dan BMT Barokah. BMT L-Risma dengan nilai efisiensi relatif sebesar 100% dapat disebabkan oleh wilayah kerjanya yang sudah mencakup skala nasional dan sudah memiliki 14 kantor cabang. Besarnya skala usaha menyebabkan BMT L-Risma harus mengedepankan dan memerhatikan aspek efisiensi. Untuk BMT Sanama dan BMT Barokah yang berada di kabupaten Bandung dan BMT Koperasi Kartini yang berada di kabupaten Sukabumi juga memiliki nilai efisiensi relatif sebesar 100%. Berdasarkan peta sebaran UMKM di Jawa Barat, kabupaten Bandung memiliki jumlah UMKM terbanyak yaitu sebanyak 413 UMKM dan kabupaten Sukabumi juga termasuk ke dalam daerah yang memiliki jumlah UMKM yang tinggi yaitu sebanyak 399 UMKM. Besarnya jumlah pembiayaan yang diberikan akan meningkatkan pendapatan operasional dan dapat menekan biaya operasional.

Dokumen terkait