• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Gambaran umum lokasi penelitian meliputi empat kabupaten yaitu Kabupaten Subang, Kabupaten Sumedang, Kabupaten Garut dan Kabupaten Bogor. Deskripsi gambaran umum masing-masing kabupaten disajikan secara ringkas sebagai berikut.

Kabupaten Subang

Secara geografis Kabupaten Subang terletak dibagian utara Provinsi Jawa Barat, yaitu antara 107o31’ – 107o 54’ bagian timur, dan 6o 11’ – 6o 49’ lintang selatan. Batas wilayah sebagai berikut; sebelah selatan berbatasan dengan Kabuapten Bandung, sebelah utara berbatasan dengan laut Jawa, sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Purwakarta dan Karawang, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Indramanyu dan Sumedang.

Dari segi administrasi pemerintahan, Kabupaten Subang meliputi 22 kecamatan dan 252 desa. Jarak dari ibukota provinsi 60 km dan ke ibukota negara 125 km. Dari segi pelayanan penyuluhan dan pelatihan pertanian dibagi ke dalam 22 Unit Penyuluhan dan Pelatihan Pertanian (UPPP) sesuai dengan jumlah kecamatan dan 175 Wilayah Binaan Khusus (Wilbinsus) dengan didukung kelompok tani hamparan sebanyak 1744 buah dan kelompoktani domisili sebanyak 749 buah, dengan jumlah keseluruhan sebanyak 2493 kelompok.

Berdasarkan data Subang dalam angka tahun 2006, Kabupaten Subang berpenduduk 1.379.534 jiwa, yang terdiri dari penduduk laki-laki 698.077 jiwa dan penduduk perempuan 681.407 jiwa. Tingkat pendidikan lebih kurang 60 % berpendidikan SD dan sisanya 40% berpendidikan SLTP sampai dengan Peguruan Tinggi.

Luas lahan pertanian tercatat seluas 205.176.95 ha, yang digunakan untuk lahan sawah seluas 84.701 ha dan lahan darat seluas 115.322 ha. Dari luas lahan sawah tersebut, hampir semuanya dapat ditanami sepanjang tahun, kecuali lahan tadah hujan dua kali panen tergantung dari iklim atau curah hujan. Lahan darat diperuntukan bagi tanaman perkebunan, peternakan dan perikanan.

Usahatani yang dilakukan baik oleh petani maupun Perusahaan Pertanian (BUMN/S) di Kabupaten Subang meliputi subsektor tanaman pangan, perikanan, peternakan dan perkebunan. Produk utama pertanian adalah padi sawah, ikan, buah-buahan, sayuran dan ternak, dengan pusat pertumbuhan yang ada terutama Jakarta, Bekasi, Cirebon, Tangerang dan Serang.

Dari segi kebijakan pemerintah, secara pokok kebijakan program pembangunan pertanian di Kabupaten Subang adalah meningkatkan ketahanan pangan masyarakat, meningkatkan pendapatan petani melalui peningkatan produksi pertanian dan mendorong terbukanya kesempatan berusaha dan lapangan kerja. Sebaran ini tercermin dalam visi dan misi Kabupaten Subang untuk mewujudkan pertanian tangguh yang berwawasan agribisnis dan agrobisnis, agrowisata yang ramah lingkungan dengan penerapan teknologi lokal spesifik. Usaha-usaha yang dilakukan dalam sektor pertanian diarahkan pada program intensifikasi, ekstensifikasi dan rehabilitasi pertanian dengan komoditas unggulan masing-masing subsektor yang dibiayai ole dana APBN dan APBD.

Kabupaten Sumedang

Kabupaten Sumedang merupakan daerah yang berbukit-bukit dengan ketinggian tempat 25 – 1500 meter dpl, terletak diantara garis meridian 7o50’ bujur barat, 68o 45’ bujur timur, 1o23’ lintang selatan dan 1o43’ lintang utara, dengan batas-batas wilayah sebagai berikut: sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Indramanyu dan Subang, sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Bandung, sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Garut dan sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Majalengka.

Dari segi administrasi pemerintahan, Kabupaten Sumedang meliputi 26 kecamatan, 262 desa dan 7 kelurahan. Dari segi pelayanan penyuluhan pertanian Kabupaten Sumedang dibagi kedalam 9 Unit Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) yang didukung oleh 1814 Kelompoktani, 307 Kelompok/regu Pengendali Hama, 376 Kelompok Petani Pemakai Air (P3A), 12 Kelompok Penangkar Benih dan 9 Kelompok Usaha Pelayanan Jasa Alsintan (UPJA).

Jumlah penduduk Kabupaten Sumedang (Survei Sosial Ekonomi Daerah, 2006) sebanyak 1.091.647 orang terdiri dari 545.740 orang penduduk laki-laki

dan 545.934 orang penduduk perempuan, dengan rata-rata penduduk per km sebanyak 1073 orang. Mata pencaharian sebagian besar penduduk pada sektor pertanian dengan berbagai usahatani di bidang tanaman pangan, hortikultura, peternakan dan perikanan.

Luas lahan di Kabupaten Sumedang sebesar 152.220 ha dengan berbagai jenis penggunaan. Untuk lahan sawah seluas 33.508 ha dan sisanya lahan darat. Dari luas lahan sawah tersebut, 22.986 ha ditanami padi sawah dua kali dalam setahun dan 10.522 ha ditanamai padi sawah satu kali dalam setahun. Lahan darat diperuntukkan pekarangan, tegalan, perkebunan, kolam, hutan rakyat dan negara serta penggunaan lainnya. Produksi utama pertanian adalah padi sawah, palawija seperti ubikayu, jagung, kacang tanah dan hijau, hortikultura seperti cabe, kacang merah, tomat dan mentimun, ternak seperti sapi potong, sapi perah, domba dan ayam buras, serta ikan.

Kabupaten Garut

Kabupaten Garut secara geografis terletak antara 6°56’ - 7°45’ lintang selatan dan 107°25’ - 108°7’ bujur timur, dengan batas wilayah sebagai berikut; sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Bandung dan Sumedang, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Tasikmalaya, sebelah selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia, dan sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Bandung dan Cianjur.

Dari segi administrasi pemerintahan, Kabupaten Garut terdiri dari 42 kecamatan dengan 424 desa atau kelurahan. Dari segi pelayanan penyuluhan Kabupaten Garut didukung oleh kelembagaan penyuluhan yang terdiri dari Kantor Pengembangan SDM Pertanian dan Ketahanan Pangan berada di tingkat kabupaten yang melayani semua kegiatan penyuluhan. 42 Balai Penyuluhan Pertanian (BPP), 6 Pusat Pelatihan Pertanian dan Pedesaan Swadaya (P4S), 147 Pos Pelayanan Penyuluhan (Posyanluh), 1314 kelompok Tani Hamparan dan Domisili, 146 Kelompok Wanita Tani, 79 Kelompok Tarunatani, 240 Kelompok P3A Mitra Cai, 587 Kelompok Petani Kecil (KPK), 95 Gabungan Kelompok Tani, 14 Asosiasi Tani, 31 Kelompok Lumbung Pangan Masyarakat, 79

Kelompok Pelestarian Alam, 43 Kelompok KTNA kabupaten dan kecamatan, 34 Koperasi Tani Nelayan.

Berdasarkan data BPS 2005, jumlah penduduk Kabupaten Garut tercatat sebanyak 2.239.091 jiwa dengan tingkat kepadatan penduduk 730 orang/km2. Tingkat pendidikan masih didominasi tingginya jumlah lulusan SD/MT sebanyak 44%, tidak sekolah/belum lulus SD 27%, lulusan SLTP 17%, lulusan SLTA 11% dan Perguruan Tinggi 2%. Mata pencaharian penduduk sebagian besar adalah usaha di bidang pertanian, industri dan jasa.

Luas lahan di Kabupaten Garut adalah 306.519 ha dengan berbagai jenis penggunaan. Untuk lahan sawah seluas 49.477 ha, lahan darat seluas 252.097 ha, perairan darat seluas 2038 ha dan penggunaan lahan lainnya seluas 2.907 ha. Porduksi komoditas penting di Kabupaten Garut adalah (1) pangan nabati meliputi padi, jagung, umbi-umbian, kacang-kacangan, sayuran dan buah-buahan, (2) pangan hewani meliputi daging sapi, kerbau, kambing, ayam, telur dan susu. Produksi pertanian tersebut untuk pemenuhan pasar lokal dan untuk pemenuhan ibu kota Propinsi Jawa Barat.

Kabupaten Bogor

Kabupaten Bogor secara geografis terletak antara 6º10’ - 6º47’ Lintang Selatan dan 106º21’ - 107º13’ Bujur Timur, dengan batas wilayah; sebelah utara DKI Jakarta, Kabupaten Tanggerang, Bekasi dan Depok; sebelah timur Kabupaten Cianjur dan Karawang; sebelah barat Kabupaten Lebak; sebelah selatan Kabupaten Sukabumi dan sebelah tengah dengan kota Bogor.

Dari segi pemerintahan Kabupaten Bogor terdiri dari 40 kecamatan, 425 desa dan 15 kelurahan. Dari segi pelayanan penyuluhan terdiri dari 12 Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Penyuluhan, 8 UPTD Pos Kewan dan Penyuluhan Peternakan, 2125 Kelompoktani, 435 Kelompok Petani Kecil, 7 Pusat Pelatihan Pertanian dan Pedesaan Swadaya, 207 Gabungan Kelompok Tani, 61 Koperasi Tani, 35 KTNA, 3 Ikamaja, 861 Kelompok Wanita Tani, 662 Kelompok Taruna Tani, 30 Unit Pemakai Jasa Alat Pertanian (UPJA), serta 1097 kelembagaan yang bergerak di bidang pertanian dan kehutanan.

Berdasarkan data Kabupaten Bogor dalam angka 2005, jumlah penduduk Kabupaten Bogor sebanyak 3.960.828 jiwa terdiri dari laki-laki 2.060.593 jiwa dan perempuan 1.900.235 jiwa dengan jumlah kepala keluarga 845.300 KK. Tingkat pendidikan sebagian besar masih didominasi lulusan SD dan tidak bersekolah lagi serta sisanya lulusan SLTP, SLTA dan Peguruan Tinggi Mata pencaharian penduduk bervariasi mulai dari sektor pertanian, idustri, perrdagangan, komunikasi, jasa, kontruksi, keuangan, pertambangan, gas, listrik dan air minum.

Luas lahan Kabupaten Bogor adalah 317.102 ha dengan rincian untuk pertanian 149.503 ha, kehutanan 126.723 ha, perkebunan 31.100 ha, dan penggunaan lainnya 24.939 ha. Komoditas pertanian yang dihasilkan meliputi padi , jagung, umbi-umbian, kacang-kacangan, sayuran, buah-buahan, pala, cengkeh, kopi dan tanaman obat-obatan, serta peternakan seperti daging sapi, kambing, ayam dan telur. Pemasaran komoditas tersebut selain untuk konsumsi lokal terutama untuk dipasarkan ke wilayah Jakarta.

Gambaran Umum Penyuluh di Empat Kabupaten Lokasi Penelitian

Gambaran umum penyuluh di empat kabupaten lokasi penelitian dilihat dari aspek sebaran jumlah penyuluh, ketidakseimbangan antara jumlah penyuluh dengan jumlah desa, pendidikan formal dan non formal penyuluh, jenis kelamin, jabatan fungsional dan bidang spesialisasi penyuluh disajikan pada Tabel 22-26.

Sebaran Jumlah Penyuluh

Sebaran jumlah penyuluh di empat kabupaten lokasi penelitian disajikan pada Tabel 22.

Dari Tabel 22 terlihat bahwa jumlah penyuluh di empat kabupaten lokasi penelitian sebanyak 793 orang, dengan rincian 744 penyuluh berada di tingkat lapangan dan sebanyak 49 penyuluh berada di tingkat kabupaten. Kabupaten Garut dan Bogor memiliki jumlah penyuluh yang lebih banyak yaitu 221 dan 200 dibandingkan dengan Kabupaten Subang dan Sumedang masing masing 187 dan

Tabel 22. Sebaran Jumlah Penyuluh di Empat Kabupaten Penelitian

185 penyuluh. Kondisi ini dimungkinkan karena Kabupaten Garut dan Bogor memiliki wilayah yang lebih luas dan jumlah desa yang lebih banyak.

Ketidakseimbangan antara Jumlah Penyuluh dengan Jumlah Desa

Ketidakseimbangan antara jumlah penyuluh dengan jumlah desa disajikan pada Tabel 23.

Tabel 23. Perbandingan antara Jumlah Penyuluh dengan Jumlah Desa Di Empat Kabupaten Lokasi Penelitian

Kabupaten

Subang Sumedang Garut Bogor

Uraian Jml (org) % Jml (org) % Jml (org) % Jml (org) % Jml (org) % Jumlah desa (buah) 253 100 269 100 424 100 425 100 1371 100 Jumlah penyuluh tingkat lapangan 167 89 177 93 213 96 191 95 744 94 Kebutuhan penyuluh (orang) 86 34 96 36 211 50 234 55 627 46 Perbandingan jumlah penyuluh dengan desa 1:1.52 1:1.56 1:1.99 1:2.33 1:2.13

Dari Tabel 23 terlihat bahwa jumlah desa di empat kabupaten lokasi penelitian sebanyak 1371 desa, dan jumlah penyuluh di tingkat lapangan sebanyak 743 orang. Jika diasumsikan setiap penyuluh menangani satu desa, maka bisa

Kabupaten

Subang Sumedang Garut Bogor

Uraian Jml (org) % Jml (org) % Jml (org) % Jml (org) % Jml (org) % Penyuluh tingkat kabupaten 20 11 12 7 8 4 9 5 49 6 Penyuluh tingkat lapangan 154 82 143 77 191 87 176 87 664 84 Penyuluh bantu 13 7 30 16 22 9 15 8 80 10 Jumlah 187 100 185 100 221 100 200 100 793 100

diprediksikan di empat kabupaten lokasi penelitian masih membutuhkan 627 penyuluh (46 persen) atau dengan perbandingan 1 penyuluh : 2 desa.

Untuk Kabupaten Bogor dan Garut terjadi ketidakseimbangan antara jumlah penyuluh dengan jumlah desa yang cukup besar, masing-masing kabupaten masih membutuhkan 225 dan 203 penyuluh dibandingkan dengan Kabupaten Subang dan Sumedang yang masing-masing membutuhkan 96 dan 86 penyuluh. Kondisi ini dimungkinkan, karena Kabupaten Bogor dan Garut memiliki wilayah yang lebih luas dan jumlah desa yang lebih banyak yaitu masing-masing 425 dan 424 desa dibanding dengan Kabupaten Subang dan Sumedang masing-masing dengan jumlah 264 dan 225 desa.

Hasil wawancara dengan salah seorang penyuluh di Kabupaten Garut mengatakan bahwa wilayah kerja seorang penyuluh terlalu luas sehingga kadang tidak semua petani bisa terlayani oleh penyuluh. Lebih jauh dikemukakan bahwa untuk tahun ini sudah ada penambahan atau rekrutmen penyuluh bantu, tetapi jumlahnya masih jauh dengan kebutuhan yang ada, untuk Kabupaten Sumedang, Garut, Bogor dan Subang masing-masing adalah 30, 22, 15 dan 13 penyuluh bantu.

Sebaran Pendidikan Formal dan Non Formal Penyuluh

Pendidikan formal dan non formal penyuluh di empat kabupaten lokasi penelitian disajikan pada Tabel 24.

Dari Tabel 24 terlihat bahwa sebanyak 253 penyuluh (96 persen) berpendidikan S1 atau D4 dan sisanya 11 penyuluh (4 persen) berpendidikan S2. Hal ini dimungkinkan karena responden dalam penelitian ini adalah penyuluh pertanian pegawai negeri sipil yang berpendidikan minimal S1 atau setara D4. Jika ditelusuri lebih jauh, terlihat bahwa penyuluh yang sejak masuk menjadi penyuluh berasal dari pendidikan S1 murni berjumlah sekitar 25 penyuluh, sisanya sebanyak 239 penyuluh berasal dari pendidikan S1 yang diperoleh melalui berbagai cara seperti pendidikan di STTP, sekolah jarak jauh, dan kuliah di perguruan tinggi swasta yang disesuaikan dengan waktu penyuluh.

Tabel 24. Jumlah Penyuluh Menurut Pendidikan Formal dan Non Formal di Empat Kabupaten lokasi Penelitian (n=264)*

Kabupaten Subang (n=81) Sumedang (n=36) Garut (n=83) Bogor (n=64) No Uraian Jml % Jml % Jml % Jml % Jml % 1 Pendidikan formal a. D4 /S1 80 99 35 97 80 96 58 91 253 96 b. S2 1 1 1 3 3 4 6 9 11 4 2 Pendidikan non formal a. Belum mengikuti penjenjangan 81 100 36 100 83 100 64 100 264 100 b. Belum mengikuti diklat alih fungsi 79 98 27 75 77 93 56 88 239 91 3 Rataan mengikuti pelatihan dalam 3 tahun terakhir (kali) 2 2 1 2 2

Keterangan: * Penyuluh Sarjana

Dari sisi pendidikan non formal sebanyak 264 orang belum mengikuti pelatihan penjenjangan, sebanyak 239 orang belum mengikuti diklat alih fungsi dan rataan mengikuti pelatihan dalam tiga tahun terakhir berkisar 1-2 kali. Dari jumlah 264 responden yang belum mengikuti diklat penjenjangan ini disebabkan pola diklat penjenjangan bagi penyuluh belum berjalan sebagaimana mestinya. Dari jumlah 239 responden yang belum mengikuti diklat alih fungsi ini disebabkan banyaknya penyuluh yang telah mengikuti pendidikan ke jenjang S1 atau D4 dan belum berjalannya diklat alih fungsi bagi penyuluh. Rendahnya responden mengikuti pelatihan dalam tiga tahun terakhir ini disebabkan jumlah pelatihan yang diseselenggarakan oleh lembaga/balai pelatihan belum sesuai dengan jumlah penyuluh yang ada.

Sebaran Jenis Kelamin Penyuluh

Sebaran jenis kelamin penyuluh di empat kabupaten lokasi penelitian disajikan pada Tabel 25.

Tabel 25. Sebaran Jenis Kelamin Penyuluh di Empat Kabupaten Lokasi Penelitian (n=264)* Kabupaten Subang (n=81) Sumedang (n=36) Garut (n=83) Bogor (n=64) Jumlah Jenis Kelamin Jml % Jml % Jml % Jml % Jml % Laki – laki 72 89 29 81 62 75 56 88 219 83 Perempuan 9 11 7 19 21 25 8 13 45 17 Total 81 100 36 100 83 100 64 100 264 100 Keterangan: * Penyuluh Sarjana

Dari Tabel 25 terlihat bahwa penyuluh laki-laki lebih banyak dari pada perempuan yaitu, sebanyak 219 orang (83 persen) dan perempuan 45 orang (17 persen) atau 5:1. Kondisi ini dimungkinkan karena pekerjaan sebagai penyuluh lebih banyak di lapangan, sehingga minat perempuan untuk menjadi penyuluh cenderung sedikit di banding laki-laki.

Sebaran Jabatan Fungsional Penyuluh

Sebaran jabatan fungsional penyuluh di empat kabupaten lokasi penelitian disajikan pada Tabel 26.

Tabel 26. Sebaran Jabatan Fungsional Penyuluh di Empat Kabupaten Lokasi Penelitian (n=264)* Kabupaten Subang (n=81) Sumedang (n=36) Garut (n=83) Bogor (n=64) Jumlah Jafung Jml % Jml % Jml % Jml % Jml % Penyuluh Penyelia 23 28 1 1 13 16 14 23 51 19 Penyuluh Pertama 17 21 8 22 17 20 10 16 52 20 Penyuluh Muda 30 37 18 50 31 37 32 48 111 42 Penyuluh Madya 11 14 9 25 22 27 8 13 50 19 Jumlah 81 100 36 100 83 100 64 100 264 100

Keterangan: * Penyuluh Sarjana

Dari Tabel 26 terlihat bahwa jabatan fungsional penyuluh di empat kabupaten lokasi penelitian yang paling banyak adalah jabatan fungsional penyuluh pertanian muda sebanyak 111 orang, diikuti jabatan fungsional penyuluh pertanian pertama, penyelia dan madya masing-masing 53 dan 50 orang.

Dari empat kabupaten yang ada, Kabupaten Garut memiliki jumlah jabatan fungsional penyuluh madya lebih besar yaitu 22 orang dibanding dengan Kabupaten Subang, Sumedang dan Bogor masing-masing 11, 9 dan 8 orang. Kondisi ini, jika dikaitkan dengan jenis kebutuhan pelatihan penjenjangan penyuluh, maka sebagian besar penyuluh masih membutuhkan pelatihan penjenjangan khususnya penjenjangan tingkat madya.

Sebaran Bidang Spesialisasi Penyuluh

Sebaran bidang spesialisasi penyuluh di empat kabupaten lokasi penelitian disajikan pada Tabel 27.

Tabel 27. Sebaran Bidang Spesialisasi Penyuluh di Empat Kabupaten Lokasi Penelitian (n=264)*

Kabupaten Subang (n=81) Sumedang (n=36) Garut (n=83) Bogor (n=64) Jumlah Bidang Spesialisasi Jml % Jml % Jml % Jml % Jml % Tanaman pangan 71 88 27 73 67 80 36 56 201 75 Peternakan 5 6 2 6 3 4 6 9 16 6 Perikanan 4 5 1 3 3 4 8 13 16 6 Perkebunan 1 1 2 6 7 8 7 11 17 6 Hortikultura 0 0 0 0 0 0 2 3 2 2 Agribisnis 0 0 0 0 0 0 1 2 1 1 Sosial ekonomi 0 0 4 11 3 4 4 6 11 4 Jumlah 81 100 36 100 83 100 64 100 264 100

Keterangan: * Penyuluh Sarjana

Dari Tabel 27 terlihat bahwa bidang spesialisasi tanaman pangan berjumlah 201 orang lebih banyak dibanding bidang spesialisasi perkebunan, peternakan, perikanan, sosial ekonomi, hortikultura dan agribisnis masing-masing berjumlah 17, 16, 16, 11, 2 dan 1 orang. Kondisi ini dimungkinkan karena di empat kabupaten lokasi penelitian komoditas padi dan palawija masih menjadi komoditas pangan prioritas, sehingga jumlah penyuluh bidang spesialisasi tanaman pangan lebih banyak dari pada bidang spesialisasi lainnya.

Pelatihan Penyuluhan yang Diselenggarakan Lembaga Diklat

Pelatihan penyuluhan yang diselenggarakan oleh lembaga diklat lingkup pertanian di Jawa Barat disajikan pada Tabel 28.

Tabel 28. Jenis Pelatihan Penyuluhan yang Diselenggarakan Lembaga Diklat Tahun 2006

Jenis Perlatihan Jumlah Peserta (orang) Lama (hari) Penyelenggara Sumber Dana

(1) Diklat dasar penyuluh ahli (2) Diklat multi media bagi

penyuluh

(3) Agribisnis hortikultura (4) Pengembangan kelembagaan (5) Pasca panen hortikultura (6) Pengendalian penyakit ternak

40 30 30 30 30 30 14 12 7 7 7 7 PMPSDMP Ciawi sda BBDAH Kayu Ambon sda sda BBDAPKH Cinagara APBN sda sda sda sda sda Keterangan: PMPSDMP : Pusat Manajemen Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian BBDAH : Balai Besar Diklat Agribisnis dan Hortikultura

BBDAPKH : Balai Besar Diklai Agribisnis Peternakan dan Kesehatan Hewan

Dari Tabel 28 terlihat bahwa terdapat enam jenis pelatihan penyuluhan yang diselenggarakan oleh lembaga/balai pelatihan pada tahun 2006. Jumlah penyuluh yang dilatih selama setahun terakhir sebanyak 190 penyuluh, sedangkan jumlah penyuluh yang ada di empat kabupaten lokasi penelitian sebanyak 793 orang. Dari segi jumlah terlihat bahwa pelatihan yang diselenggarakan oleh lembaga/balai pelatihan kurang sebangding dengan jumlah penyuluh yang ada atau dalam setahun terakhir rata-rata penyuluh hanya mengikuti satu kali pelatihan atau bahkan tidak pernah sama sekali.

Dari jumlah hari yang disediakan untuk pelatihan rata-rata 7 hari atau 48 jam efektif berlatih (1 hari = 8 jam berlatih). Untuk jenis-jenis pelatihan tertentu seperti pengembangan kelembagaan dan pasca panen jumlah jam sebanding dengan materi, tetapi untuk jenis-jenis pelatihan seperti perencanaan parsitipatif, dasar penyuluhan dan manajemen agribisnis jumlah jam yang disediakan dirasakan kurang sebanding dengan bobot materi yang diberikan.

Dari aspek meteri yang dilatihkan terlihat ada ketidaksesuaian dengan kompetensi penyuluh seperti pelatihan dasar dan multi media. Kedua pelatihan ini kurang sejalan dengan peningkatan kompetensi penyuluh karena mereka yang

dilatih sudah berpengalaman cukup lama sehingga kurang sesuai lagi kalau mengikuti pelatihan dasar dan pelatihan multi media yang diberikan kurang sesuai dengan tuntutan perubahan yang ada seperti penggunaaan dan pemanfaatan internet terkait dengan tugas-tugas penyuluh.

Lembaga/balai pelatihan yang ada, tidak hanya menyelenggarakan pelatihan untuk penyuluh tetapi juga pelatihan untuk petugas dan petani. Jumlah pelatihan untuk penyuluh jumlahnya kurang memadai dengan jumlah penyuluh yang ada. Hal ini dimungkinkan karena jenis pelatihan yang diselenggarakan bukan spesifik untuk penyuluh tetapi lebih berorientasi pada program-program pusat dan sesuai dengan spesifik lembaga/balai pelatihan yang ada.

Kecenderungan Kebutuhan Pelatihan bagi Penyuluh

Kecenderungan kebutuhan pelatihan penyuluh di empat kabupaten lokasi penelitian disajikan pada Tabel 29.

Tabel 29. Kecenderungan Kebutuhan Pelatihan Bagi Penyuluh di Empat Kabupaten Lokasi Penelitian (n=264)

Jenis Pelatihan Kecenderungan Kebutuhan Pelatihan

Pelatihan penjenjangan

(1) Penjenjangan tingkat madya (2) Penjenjangan tingkat muda Pelatihan manajemen (1) Manajemen agribisnis (off farm)

(2) Manajemen multimedia seperti penggunaan dan pemanfaatan internet terkait dengan tugas, penyusunan materi dalam bentuk seperti folder, brosur dan poster melalui media komputer. (3) Manajemen penyuluhan seperti PRA, problem

solving dan evaluasi dampak penyuluhan. (4) Kepemipinan, pengembangan kelompok (5) Kewirausahaan

Pelatihan teknis (1) Teknis tanaman pangan seperti PHT dan pasca panen

(2) Teknis perkebunan seperti pasca panen dan PHT (3) Teknis peternakan seperti pakan ternak, PHT dan

pasca panen

(4) Teknis perikanan seperti pembenihan, pasca panen dan PHT

(5) Teknis penulisan karya ilmiah bidang penyuluhan (6) Teknis fungsional seperti pelatihan alih fungsi dari

jabatan fungsional penyuluh trampil ke penyuluh ahli

Dari Tabel 29 terlihat bahwa untuk pelatihan penjenjangan sebagian besar penyuluh di empat kabupaten lokasi penelitian masih membutuhkan pelatihan penjenjangan tingkat madya dan muda. Hal ini dimungkinkan karena sebagian besar jabatan fungsional penyuluh adalah penyuluh pertanian muda (111 orang) yang akan naik ke jenjang penyuluh ahli madya dan sekitar 50 orang penyuluh pertanian madya juga belum mengikuti pelatihan penjejangan tingkat madya.

Dari jenis pelatihan manajemen, pelatihan yang dibutuhkan penyuluh meliputi manajemen agribisnis (off farm), manajemen multi media seperti penggunaan dan pemanfaaatan internet terkait dengan tugas penyuluh, pembuatan bahan publikasi dalam bentuk multi media dengan komputer, manajemen penyuluhan dan kewirausahaan. Kondisi ini dimungkinkan karena adanya tuntutan kebutuhan masyarakat yang terus berkembang sehingga penyuluh perlu pelatihan yang sesuai dengan tuntutan kebutuhan masyarakat.

Dari aspek pelatihan teknis, untuk bidang tanaman pangan penyuluh masih membutuhkan pelatihan seperti PHT dan pasca panen. Untuk bidang perkebunan seperti pasca panen dan PHT. Untuk peternakan seperti pakan ternak, PHT dan pasca panen. Untuk bidang perikanan seperti pembenihan, pasca panen dan PHT.

Selain pelatihan teknis sesuai dengan bidang spesialisasinya, penyuluh juga memerlukan pelatihan teknis penulisan karya ilmiah bidang penyuluhan. Kondisi ini dimungkinkan karena disesuaikan dengan jabatan fungsional penyuluh (jabatan fungsional muda dan madya) dan tugas-tugas pokok yang harus dikerjakan. Pelatihan teknis fungsional seperti pelatihan alih fungsi dari jabatan fungsional Penyuluh Terampil ke Penyuluh Ahli juga masih dibutuhkan oleh penyuluh. Kondisi ini mengindikasikan bahwa banyak penyuluh yang sebelumnya penyuluh trampil karena adanya peningkatan pendidikan formal (S1) mereka menjadi Penyuluh Ahli, sedangkan persyaratan untuk menjadi Penyuluh Ahli dengan mengikuti pelatihan alih fungsi belum semua terpenuhi.

Sebaran Karakteristik Pribadi Penyuluh

Sebaran persentase dan rataan skor karakterisik pribadi penyuluh di empat kabupaten lokasi penelitian disajikan pada Tabel 30.

Tabel 30. Sebaran Persentase dan Rataan Skor Karakteristik Pribadi Penyuluh di Empat Kabupaten Lokasi Penelitian (n=264)

Kabutpaten Subang (n=81) Sumedang (n=36) Garut (n=83) Bogor (n=64) Karakteristik Pribadi Penyuluh Kategori % RS % RS % RS % RS Rata- an (%) Rata- an Skor ≤ 42 tahun 12 26 13 6 13 43-47 tahun 21 30 26 22 24 48-52 tahun 30 49 30 48 26 49 28 49 33 49 (X 1.1) Umur ≥ 53 tahun 29 14 28 20 24 ≤ 10 tahun 14 8 5 3 8 11-17 tahun 27 31 34 22 28 18-24 tahun 44 44 24 30 24 56 43 (X 1.2) Pengalaman Kerja 25 tahun 15 25 17 31 19 26 21 25 Sangat rendah 59 61 22 76 19 38 60 Rendah 27 27 33 12 26 41 23 27 Sedang 7 3 8 19 10 (X 1.3) Pendidikan non formal Tinggi 6 3 4 17 8 Sangat rendah 49 86 17 78 18 50 35 22 Rendah 38 27 8 17 40 26 20 Sedang 13 3 5 8 34 (X 1.4) Kekosmopolita n Tinggi 0 3 0 2 10 Sangat rendah 14 22 22 58 22 Rendah 69 43 56 43 61 43 31 29 51 40 Sedang 15 22 14 9 26 (X 1.5a) Motivasi Intrinsik Tinggi 2 0 2 2 2 Sangat rendah 2 6 2 6 4 Rendah 53 49 61 44 64 48 52 47 48 47 Sedang 43 33 30 39 46 (X 1.5b) Motivasi Ekstrinsik Tinggi 1 0 4 3 2

Keterangan : RS = Rataan Skor

0 – 25 = Sangat rendah, 26 – 50 = Rendah, 51 – 75 = Sedang, 76 – 100 = Tinggi

Dari Tabel 30 terlihat bahwa 57 persen umur responden di empat kabupaten lokasi penelitian diatas 48 tahun dengan rataan umur 49 tahun. Hal ini bermakna bahwa umur responden di empat kabupaten lokasi penelitian terkait dengan tugas sebagai penyuluh relatif cukup tua. Jika dikaitkan dengan usia pensiun penyuluh yaitu 60 tahun, maka bisa diperkirakan mulai sekarang hingga 10 tahun ke depan jumlah responden akan berkurang sebanyak 57 persen. Kondisi ini perlu menjadi pertimbangan bagi pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk merekrut penyuluh baru sesuai dengan kebutuhan masing-masing kabupaten.

Pengalaman kerja penyuluh berbanding lurus dengan umur penyuluh, artinya semakin tua umur penyuluh pengalaman kerja semakin lama. Rata-rata 64 persen penyuluh memiliki pengalaman kerja di atas 18 tahun dengan rataan 25

Dokumen terkait