• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kompetensi penyuluh dalam pembangunan pertanian di Provinsi Jawa Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kompetensi penyuluh dalam pembangunan pertanian di Provinsi Jawa Barat"

Copied!
246
0
0

Teks penuh

(1)

KOMPETENSI PENYULUH DALAM

PEMBANGUNAN PERTANIAN

DI PROVINSI JAWA BARAT

Bambang Gatut Nuryanto

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul Kompetensi Penyuluh dalam Pembangunan Pertanian di Provinsi Jawa Barat adalah karya saya sendiri dengan arahan Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada Perguruan Tinggi mana pun. Bahan rujukan yang berasal atau dikutip dari karya yang telah diterbitkan ataupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Februari 2008

Bambang Gatut Nuryanto

(3)

ABSTRACT

BAMBANG GATUT NURYANTO. The Competencies of the Agricultural Extention Agents in Agriculture Development in West Java Province. Under direction of SUMARDJO, PANG S. ASNGARI, DJOKO SUSANTO.

The objectives of this research were (1) to explore the competencies level of the agriculture extention agents in agricultural development, (2) to analyze the determinant factors which influence the competencies of the agricultural extention agents, (3) to analyze the determinant factors which influence the perfomance of the agricultural extention agents, (4) to formulate the competencies of developing strategies for the agricultural extention agents in agricultural development in West Java Province. The population were the agricultural extention agents in West Java Province. The respondents were the agricultural extention agents graduated from universities in four regencies in West Java Province consist of Subang, Sumedang, Bogor, and Garut. They were selected by sensus and the amount of them are 264. Colletion of the data was done by distributed the structure quesioner with respondents. Data analysis was done by descriptive, correlation, regresion and path analysis. The results of the research showed that (1) the competencies level of the agricultural extention agents were low, (2) the determinant factors for the competencies of the agricultural extention agents were trainning, self development and motivation of the agricultural extention agents, (3) the determinant factors for the perfomance of the agricultural extention agents in agricultural development were the competencies, cosmopolitant and the environmental characteristics level of the agricultural extention agents, and (5) the competencies development strategy of the agricultural extention agents in agricultural development could be carried out by increasing the training effectivities, self development and motivation of the agricultural extention agents.

(4)

RINGKASAN

BAMBANG GATUT NURYANTO. Kompetensi Penyuluh dalam Pembangunan Pertanian di Provinsi Jawa Barat. Di bawah bimbingan SUMARDJO, PANG S. ASNGARI, DJOKO SUSANTO.

(5)

terhadap rendahnya kompetensi penyuluh adalah rendahnya efektivitas pelatihan penyuluh, rendahnya tingkat pengembangan diri penyuluh dan rendahnya motivasi penyuluh, (3) faktor-faktor determinan yang berpengaruh sangat nyata terhadap rendahnya kinerja penyuluh adalah rendahnya tingkat kompetensi penyuluh, rendahnya tingkat kekosmopolitan penyuluh dan rendahnya dukungan karakteristik lingkungan penyuluh, dan (4) Strategi pengembangan kompetensi Penyuluh Sarjana secara akademik dinilai layak dilakukan melalui: (a) peningkatan efektivitas pelatihan penyuluhan melalui perencanaan yang sesuai dengan kebutuhan kompetensi penyuluh dan pelaksanaan pelatihan yang didukung oleh widyaswara yang profesional dan komitmen penyelenggara terhadap kelancaran pelatihan; (b) pengembangan diri penyuluh melalui peningkatan kemandirian belajar seperti pengayaan sumber-sumber belajar dan peningkatan interaksi penyuluh dengan sumber-sumber belajar serta pengembangan karir penyuluh dengan memberikan kesempatan-kesempatan belajar terkait dengan tugas-tugas di masa mendatang dan; (c) menumbuhkan dan membangun motivasi penyuluh dengan memberikan dorongan pada diri penyuluh untuk bekerja lebih berprestasi, memperjelas karir, sistem penghargaan sesuai dengan prestasi dan peningkatan imbalan sesuai dengan beban pekerjaan penyuluh.

(6)

©Hak cipta milik IPB, tahun 2008 Hak cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak mengindahkan kepentingan yang wajar IPB

(7)

KOMPETENSI PENYULUH DALAM

PEMBANGUNAN PERTANIAN

DI PROVINSI JAWA BARAT

Bambang Gatut Nuryanto

DISERTASI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

(8)

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2008

Judul Disertasi : Kompetensi Penyuluh dalam Pembangunan Pertanian di Provinsi Jawa Barat

Nama : Bambang Gatut Nuryanto NIM : P.061040041

Disetujui Komisi Pembimbing

Prof.Dr.Ir. Sumardjo, M.S. Ketua

(9)

Diketahui

Ketua Departemen Komunikasi Dekan Sekolah Pascasarjana IPB dan Pengembangan Masyarakat

Dr. Ir. Lala M. Kolopaking, M.S. Prof. Dr. Ir. Khairil, A. Notodiputro, M.S.

Tanggal Ujian : 22 Januari 2008 Tanggal Lulus:

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2007 ini ialah kompetensi, dengan judul ”Kompetensi Penyuluh dalam Pembangunan Pertanian di Provinsi Jawa Barat.”

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Sumardjo, M.S, selaku ketua komisi pembimbing, Prof. Dr. Pang S. Asngari, dan Prof.(Ris).Dr. Ign. Djoko Susanto, SKM selaku anggota komisi pembimbing.. Di samping itu, ucapan terima kasih dan penghargaan penulis sampaikan kepada:

1. Rektor IPB beserta jajarannya yang telah memberikan kesempatan dan pelayanan selama penulis mengikuti perkuliahan.

(10)

3. Ketua Departemen Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat IPB beserta jajarannya yang telah memberikan pelayanan selama penulis mengikuti perkuliahaan.

4. Ketua Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan, Dr.Ir. Siti Amanah, M.Sc atas segala arahan dan bimbingannya.

5. Prof. Dr. H.R Margono Slamet selaku penguji luar komisi pada sidang tertutup yang telah banyak memberi saran perbaikannya.

6. Dr. Basita G Sugihem, M.A selaku penguji luar dari IPB pada sidang terbuka atas segala saran perbaikannya.

7. Dr.Ir. Momon Rosmono, M.S selaku penguji luar dari Pusat Pengembangan Pendidikan Pertanian, Badan Pengembangan SDM Pertanian, Departemen Pertanian pada sidang terbuka atas segala saran perbaikannya.

8. Dr. Ato Suprato, Kepala Badan Pengembangan Sumberdaya Manusia Pertanian Departemen Pertanian, yang telah memberikan kesempatan tugas belajar dan beasiswa pendidikan pascasarjana.

9. Dr.Ir.Drs.H. Nasir N, M.S. selaku Kepala Pusat Pelatihan Manajemen dan Kepemimpinan Pertanian Ciawi Bogor atas batuan moril dan materil selama mengikuti perkulihaan

10.Ketua Yayasan Damandiri yang telah memberikan bantuan penelitian.

11.Kepala Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor beserta staf, Kepala Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor beserta staf, Kepala Kantor Penyuluhan dan Pelatihan Kabupaten Subang beserta staf, Kepala Kantor Pengembangan Sumberdaya Manusia Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Garut beserta staf, Kepala Kantor Penyuluhan Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Sumedang beserta staf, Kepala Kantor Penyuluhan Pertanian Kabupaten Sukabumi beserta staf yang telah memberikan izin dan membantu selama pengumpulan data.

12.Para Dosen pada Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan sekolah Pascasarjana IPB atas segala bimbingannya.

(11)

14.Istri dan anak-anak tercinta serta seluruh keluarga, atas segala doa dan partisipasinya.

15.Semua pihak yang tidak disebutkan namanya, atas segala bantuan dan doa restunya selama penulis mengikuti perkulihaan di IPB.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Pebuari 2008

Bambang Gatut Nuryanto

RIWAYAT HIDUP

(12)

Pembangunan dan pada Perguruan Tinggi yang sama dimulai pada tahun 2004. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Badan Pengembangan Sumberdaya Pertanian Departemen Pertanian Republik Indonesia.

Penulis bekerja sebagai Penyuluh/Fasilitator di Pusat Pelatihan Manajemen dan Kepemimpinan Pertanian, Badan Pengembangan Sumberdaya Manusia Pertanian Departemen Pertanian dan di tempatkan di Ciawi Bogor. Bidang spesialisasi yang menjadi tanggung jawabnya ialah penyuluhan pertanian.

(13)

Penguji Luar Komisi

Penguji Ujian Tertutup : Prof. Dr. H.R. Margono Slamet Penguji Ujian Terbuka : 1. Dr.Ir. Momon Rusmono, M.S 2. Dr. Basita Ginting S, M.A

Judul Penelitian : Kompetensi Penyuluh Ahli dalam Pembangunan Pertanian di Provinsi Jawa Barat

Nama : Bambang Gatut Nuryanto

NIP : P.061040041

(14)

Ketua : Prof. Dr. Ir. Sumardjo M.S Anggota : 1. Prof.Dr. Pang S Asngari

2. Prof..(Riset). Dr. Ign. Djoko Susanto SKM

Penguji Luar Komisi

Penguji Ujian Tertutup : Prof. Dr. H.R. Margono Slamet

(Staf Pengajar Pascasarjana Program Studi Ilmu Penyuluhan

Pembangunan Institut Pertanian Bogor)

Penguji Ujian Terbuka : 1. Dr.Ir. Momom Rusmono, M.S (Kepala Pusat Pengembangan Pendidikan Pertanian Departemen Pertanian)

2. Dr. Basita Ginting Sn M.A (Staf Pengajar Pascasarjana

Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan Institut

Pertanian Bogor)

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR TABEL………..……… xiv

(15)

PENDAHULUAN……….…

Kebijakan Pemerintah dalam Pembangunan Pertanian…………... 10

Konsep Kompetensi………...………..……… 12

Pengertian Kompetensi………...……….. 12

Jenis-jenis Kompetensi... 15

Keefektifan Komunikasi... 18

Pemanfaatan Media Internet ...19

(16)

Pelatihan………....…...

(17)

METODE PENELITIAN………...………

(18)

Sebaran Bidang Spesialisasi Penyuluh……… 125

Pelatihan Penyuluh yang Diselenggarakan Lembaga Diklat ... 126

Kecenderungan Kebutuhan Pelatihan bagi Penyuluh... 127

Sebaran Karakteristik Pribadi Penyuluh... 128

Sebaran Pendapat Penyuluh tentang Karakteristik Lingkungan... 131

Pendapat Penyuluh tentang Efektivitas Pelatihan... 133

Pendapat Penyuluh tentang Pengembangan Diri ... 135

Jenis-jenis Kompetensi yang Diperlukan Penyuluh... 136

Tingkat Kompetensi Penyuluh ... 138

Kompetensi Penyuluh Berkomunikasi secara Efektif... 140

Kompetensi Penyuluh Memanfaatkan Media Internet... 142

Kompetensi Penyuluh Membangun Jejaring Kerja... 143

Kompetensi Penyuluh Mengakses Informasi... 145

Kompetensi Penyuluh dalam Penguasaan Inovasi... 147

Kompetensi Penyuluh Bekerjasama dalam Tim... 149

Kompetensi Penyuluh Menganalisis Masalah... 150

Kompetensi Penyuluh Berpikir Secara Sistem... 152

Kompetensi Penyuluh Memahami Potensi Wilayah... 154

Kompetensi Penyuluh Memahami Kebutuhan Petani... 155

Tingkat Kinerja Penyuluh... 157 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kompetensi Penyuluh...….……… 160

Faktor – faktor yang Mempengaruhi Kinerja Penyuluh... 164

Model Pengembangan Kompetensi Penyuluh... 167

Model Pengembangan Kinerja Penyuluh... 173

(19)

an Pertanian………...……….…………..….. 178

Implikasi Hasil Penelitian terhadap Undang-Undang No.16 Tahun 2006... 182

Keterkaitan antara Kompetensi dengan Pelatihan Penyuluh... 182

Pengembangan Diri sebagai Alternatif Peningkat- an Kompetensi Penyuluh... 188

Menumbuhkan Motivasi Penyuluh... 190

Menuju Penyuluh Profesional... 191

KESIMPULAN DAN SARAN………. ..……. 196

Kesimpulan………..…… 196

Saran………...………...….. 197

DAFTAR PUSTAKA………..………... 199

(20)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Ciri-ciri Kompetensi Penyuluh yang Memberdayakan Petani………... 32

2. Ciri-ciri Pelatihan Penyuluh Penyuluh yang Efektif………..…………..36

3. Ciri-ciri Pengembangan Diri Penyuluh Menuju Kemandirian Belajar………… 40

4. Ciri-ciri Kinerja Penyuluh yang Bermutu dan yang Cenderung - Kurang

Berhasil………71 5. Sebaran Responden di Empat Kabupaten

Penelitian………...81 6. Indikator dan Parameter Karateristik Pribadi

Penyuluh………...86

7. Indikator dan Parameter Karateristik Lingkungan Penyuluh………... 88

8. Indikator dan Parameter Efektifitas Pelatihan Pernyuluh……….90

9. Indikator dan Parameter Pengembangan Diri Penyuluh………... 92

10.Indikator dan Parameter Keefektifan Komunikasi Penyuluh………...94

11.Indikator dan Parameter Pemanfaatan Media Internet………...95

12.Indikator dan Parameter Membangum Jejaring Kerja………...96

13.Indikator dan Parameter Akses

Informasi……….97 14.Indikator dan Parameter Penguasaan

Inovasi………98

15.Indikator dan Parameter Tingkat Kerjasama………... 99

16.Indikator dan Parameter Analisis

Masalah………...100 17.Indikator dan Parameter Berpikir

(21)

18.Indikator dan Parameter Pemahaman Potensi Wilayah………...102

19.Indikator dan Parameter Peahaman Kebutuhan Petani………... 103

20.Indikator dan Parameter Kinerja Penyuluh………... 105

21.Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas

Instrumen………...110

22.Sebaran Jumlah Penyuluh di Empat Kabupaten Lokasi Penelitian………...121

23.Perbandingan antara Jumlah Penyuluh dengan Jumlah- Desa Di Empat Kabupaten Lokasi

Penelitian...121

24.Jumlah Penyuluh menurut Pendidikan Formal dan non Formal …….……... 123

25.Sebaran Jenis Kelamin Penyuluh………... 124

26.Sebaran Jabatan Fungsional Penyuluh………. 124

27.Sebaran Bidang Spesialisasi Penyuluh……… 125

28.Jenis Pelatihan Penyuluhan yang Diselenggarakan- Lembaga/ Balai Pelatihan Tahun 2006……… 126

29.Kecenderungan Kebutuhan Pelatihan Bagi Penyuluh………. 127

30.Sebaran Persentase Karakteristik Pribadi Penyuluh……… 129

31.Sebaran Pendapat dan Rataan Skor Penyuluh Tentang - Karakteristik Lingkungan Penyuluh... 132

32.Sebaran Pendapat dan Rataan Skor Penyuluh Tentang Efektifitas Pelatihan... 133

33.Pendapat Responden Tentang Pengembangan Diri………... 136

34.Rataan Tingkat Kompetensi Penyuluh dalam Pembangunan Pertanian.…... 139

35.Sebaran dan Rataan Skor Kemampuan Penyuluh Berkomunikasi - Secara Efektif Ditinjau dari Aspek Pengetahuan, Sikap, dan Keterampilan... 140

36.Sebaran dan Rataan Skor Kemampuan Penyuluh dalam Pemanfaatan Media Internet Ditinjau dari Aspek Pengetahuan, Sikap, dan Keterampilan ... 142

37.Sebaran dan Rataan Skor Kemampuan Penyuluh dalam Membangun- Jejaring Kerja Ditinjau dari Aspek Pengetahuan, Sikap, dan

(22)

38.Sebaran dan Rataan Skor Kemampuan Penyuluh Mengakses Informasi- Ditinjau dari Aspek Pengetahuan, Sikap, dan Keterampilan... 145

39.Sebaran dan Rataan Skor Kemampuan Penyuluh dalam Penguasaan- Inovasi Ditinjau dari Aspek Pengetahuan, Sikap, dan Keterampilan... 147

40.Sebaran dan Rataan Skor Kemampuan Penyuluh Bekerjasama - dalam Tim Ditinjau dari Aspek Pengetahuan, Sikap, dan

Keterampilan...149

41.Sebaran dan Rataan Skor Kemampuan Penyuluh Menganalisis Masalah- Ditinjau dari Aspek Pengetahuan, Sikap, dan Keterampilan... 151

42.Sebaran dan Rataan Skor Kemampuan Penyuluh Berpikir sistem - Secara Efektif Ditinjau dari Aspek Pengetahuan, Sikap, dan Keterampilan... 152 Petani Ditinjau dari Aspek Pengetahuan, Sikap, dan Keterampilan... 156

45.Sebaran dan Rataan Skor Kinerja Penyuluh... 157

46.Nilai Koefisien Korelasi (r) Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kompetensi

Penyuluh...161 47.Nilai Koefisien Regresi Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap

Kompetensi Penyuluh...

tidak Bebas (Kompetensi Penyuluh) ... 168

51.Pengaruh Langsung dan Tidak Langsung Faktor – faktor yang

mempengaruhi Kompetensi Penyuluh... 173

52.Nilai Koefisien Lintas Peubah Bebas dengan Peubah tidak Bebas (Kinerja Penyuluh) ... 174

53.Pengaruh Langsung dan Tidak Langsung Faktor – faktor yang

(23)

54.Standar Kompetensi Penyuluh Sarjana dalam Pembangunan Pertanian...184

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1. Konsep Kompetensi Model Ice Berg

………

15 2. Bagan Sederhana Pendekatan Sistem

...

28 3. Konsep Kerangka Berpikir Kompetensi dan Kinerja Penyuluh dalam

Pembangunan

Pertanian...

78 4. Hubungan antar Peubah Penelitian Kompetensi dan Kinerja

Penyuluh dalam Pembangunan

Pertanian...

79

5. Hubungan antara Karakteristik Pribadi dan Karakteristik Lingkungan Penyuluh, Efektifitas Pelatihan dan Pengembangan Diri Penyuluh dengan Kompetensi Penyuluh

...

114

6. Hubungan antara Karakteristik Pribadi dan Karakteristik Lingkungan Penyuluh, Efektifitas Pelatihan, Pengembangan Diri Penyuluh, dan Kompetensi Penyuluh dengan Kinerja

Penyuluh...

115

7. Model Pengembangan Kompetensi Penyuluh...

168 8. Model Pengembangan Kinerja

Penyuluh...

(24)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

(25)

Untuk menajamkan kebijakan program pembangunan pertanian berupa revitalisasi pertanian tersebut, Departemen Pertanian telah mengoperasionalkan tiga program sebagai berikut; (1) program peningkatan ketahanan pangan, (2) program peningkatan pengembangan agribisnis, dan (3) program peningkatan kesejahteraan petani. Dalam pelaksanaannya program pembangunan pertanian tersebut, dihadapkan pada dua tantangan besar yaitu (1) perubahan lingkungan strategis (perdagagan bebas/globalisasi dan perubahan penyelenggaraan pemerintahan/otonomi daerah), dan (2) tuntutan kebutuhan masyarakat yang semakin meningkat.

Di bidang pertanian implikasi dari perdagangan bebas (globalisasi) adalah penghapusan berbagai kemudahan yang selama ini telah menjadi implementasi dalam pembangunan pertanian seperti proteksi dan subsidi. Selain itu juga menuntut produk-produk pertanian Indonesia bisa bersaing dengan produk luar negeri dan mempunyai nilai jual yang tinggi. Keadaan tersebut, merupakan tantangan dan sekaligus peluang bagi sektor pertanian khususnya bagi para pelaku pembangunan pertanian di Indonesia.

Lahirnya otonomi daerah memunculkan perubahan-perubahan dalam penyelenggaraan pemerintahan. Slamet (2003) mengemukakan bahwa dulu urusan pemerintahan, kelembagaan/dinas-dinas, peraturan-peraturan dan kebijaksanaan yang berlaku berada dalam keseragaman, sekarang yang terjadi adalah keragaman. Sekarang pemerintah daerah memiliki lebih kewenangan untuk mengatur dan membangun daerahnya masing-masing. Perubahan-perubahan yang terjadi tersebut, akan memunculkan berbagai permasalahan dalam pembangunan pertanian termasuk dalam penyelenggaraan penyuluhan.

(26)

Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan. Undang-undang tersebut diharapkan bisa dijadikan payung hukum dalam penyelenggaraan penyuluhan.

Pada sisi lain, pelaksanaan pembangunan pertanian juga dihadapkan pada tuntutan kebutuhan masyarakat yang semakin meningkat. Permintaan dan konsumsi masyarakat terhadap komoditas-komoditas tertentu seperti hortikultura, produk peternakan, perikanan dan perkebunan semakin meningkat baik secara kuantintas maupun kualitas. Selain itu, perkembangan kondisi petani dan keluarganya saat ini ditandai dengan semakin meningkat wawasan, pengetahuan, ketrampilan dan sikap kritis terhadap pembangunan pertanian. Sebagai akibat dari perubahan lingkungan strategis, para petani dan pelaku usaha pertanian lain menjadi lebih dinamis dan memerlukan pelayanan penyuluhan pertanian yang lebih bermutu sesuai dengan tuntutan perubahan yang ada.

Semua kondisi di atas, menuntut adanya peningkatan kompetensi penyuluh pertanian untuk dapat merespon perubahan lingkungan strategis yang ada. Sayangnya, kondisi di lapangan menggambarkan bahwa tingkat kompetensi penyuluh pertanian dalam melaksanakan tugas penyelenggraan penyuluhan pertanian masih belum sesuai dengan yang diharapkan petani. Hasil penelitian Puspadi (2002:114) mengungkapkan bahwa tingkat kompetensi penyuluh pertanian di tiga provinsi yaitu Provinsi Lampung, Jawa Timur dan Nusa Tenggara Barat berada pada kategori tingkat rendah. Hal senada, diungkapkan Suryaman (2001:60) melalui hasil penelitiannya di Provinsi Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Jawa Timur dan Jawa Barat yang menunjukkan tingkat kompetensi dan kinerja penyuluh pertanian masih rendah.

(27)

peningkatan kemandirian belajar dan pengembangan karir penyuluh, (3) meningkatkan dukungan terhadap penyelenggaraan penyuluhan seperti dukungan kebijakan pemda terhadap pendanaan penyuluhan, dukungan peran kelembagaan, dukungan teknologi dan sarana penyuluhan, pola kepemimpinan yang berpihak pada petani, dan (4) memotivasi pribadi penyuluh untuk selalu meningkatkan prestasi kerja dan mengikuti perubahan lingkungan strategis yang ada.

Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang kedudukannya berdekatan dengan ibu kota negara. Provinsi tersebut, sebagai penyangga dan memiliki kedudukan yang strategis dalam konteks pembangunan pertanian secara nasional, sehingga keberadaannya perlu didukung oleh sumber daya manusia khususnya penyuluh yang kompeten dan profesional dalam menjalankan tugasnya.

Secara umum gambaran kompetensi Penyuluh Pertanian pada saat ini (termasuk di Provinsi Jawa Barat) adalah sebagai berikut : (1) penyebaran dan kompetensi tenaga penyuluh pertanian masih bias kepada sub sektor pangan, khususnya padi, (2) banyak alih tugas penyuluh pertanian ke jabatan lain yang tidak sesuai dengan kompetensi penyuluh pertanian, (3) rekrutmen dan pembinaan karir penyuluh pertanian belum sepenuhnya berpedoman pada SK.

Menkowasbang. PAN. No.19/1999, dan (4) peningkatan kompetensi dan profesionalisme penyuluh pertanian, terutama melalui pendidikan dan pelatihan sudah jarang dilakukan, hal ini menyebabkan rendahnya kemampuan dan kinerja penyuluh dalam menjalankan tugasnya (DPR, 2005:15)

(28)

Masalah Penelitian

Sejalan dengan perubahan lingkungan strategis yang ditunjukkan dengan berlakunya perdagangan bebas antar negara (era globalisasi) dan perubahan penyelenggaraan pemerintahan (otonomi daerah), tuntutan kebutuhan masyarakat dan petani juga semakin meningkat. Kondisi petani pada masa kini menunjukkan adanya peningkatan wawasan, pengetahuan, kemampuan dan sikap kritis terhadap pembangunan pertanian. Hal ini ditunjukkan oleh tuntutan mereka terhadap pelayanan penyuluhan yang lebih bermutu sesuai dengan kebutuhannya. Selain itu, sebagian petani sudah bisa menyelenggarakan kegiatan penyuluhan dan pelatihan sendiri untuk keperluan pembangunan pertanian.

Untuk menghadapi perubahan lingkungan strategis, salah satunya diperlukan adanya penyuluh pertanian yang berkompeten. Sayangnya, kondisi kompetensi penyuluh pertanian yang ada sekarang, masih belum sesuai dengan yang diharapkan petani atau pada tingkat rendah. Hasil penelitian Puspadi (2002:114) di tiga provinsi yaitu Provinsi Lampung, Jawa Timur dan Nusa Tenggara Barat menunjukkan bahwa tingkat kompetensi penyuluh pertanian berada pada kategori rendah.

Lebih jauh, dikemukakan bahwa rendahnya tingkat kompetensi penyuluh pertanian disebabkan antara lain; rendahnya motivasi penyuluh untuk meningkatkan kompetensinya, sistem pembinaan penyuluh kurang sejalan dengan perkembangan petani, kualitas teknologi dan informasi kurang dimiliki penyuluh, dan kepribadian penyuluh yang belum sesuai dengan posisinya sebagai pejabat fungsional untuk mengembangkan kompetensinya secara mandiri. Kondisi ini semua ditunjukkan oleh materi penyuluhan yang cenderung disesuaikan dengan program pemerintah dan kurang sesuai dengan kebutuhan petani.

(29)

penyuluh, (2) tingkat pengembangan diri penyuluh, (3) karakteristik pribadi penyuluh, dan (4) karakteristik lingkungan penyuluh. Selain faktor-faktor yang berpengaruh, juga perlu dirumuskan jenis kompetensi yang diperlukan oleh penyuluh pertanian dalam pembangunan pertanian. Baik kompetensi maupun fator-faktor yang berpengaruh terhadap kompetensi, pada akhirnya akan berpengaruh terhadap kinerja seorang penyuluh dan pelayanan yang diberikan kepada petani. Untuk itu, faktor-faktor yang berpengaruh tersebut perlu dianalisis keterkaitannya dan pengaruhnya terhadap kompetensi dan kinerja penyuluh. Selanjutnya berdasarkan analisis tersebut, perlu dimunculkan model untuk merumuskan strategi pengembangan kompetensi dalam pembangunan pertanian.

Berdasarkan dari uraian tersebut, maka dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut :

(1) Bagaimana gambaran tingkat kompetensi Penyuluh Sarjana dalam pembangunan pertanian di Provinsi Jawa Barat ?

(2) Faktor-faktor determinan apa saja yang berpengaruh penting terhadap kompetensi Penyuluh Sarjana dalam pembangunan pertanian di Provinsi Jawa Barat ?

(3) Faktor-faktor determinan apa saja yang berpengaruh penting terhadap kinerja Penyuluh Sarjana dalam pembangunan pertanian di Provinsi Jawa Barat ? (4) Bagaimana model pengembangan kompetensi Penyuluh Sarjana dalam

pembangunan pertanian di Provinsi Jawa Barat ?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah penelitian yang telah dikemukan, dapat dirumuskan tujuan penelitian sebagai berikut :

(1) Mendeskripsikan tingkat kompetensi Penyuluh Sarjana dalam pembangunan pertanian di Provinsi Jawa Barat.

(2) Menganalisis faktor-faktor determinan yang berpengaruh terhadap kompetensi Penyuluh Sarjana dalam pembangunan pertanian di Provinsi Jawa Barat. (3) Menganalisis faktor-faktor determinan yang berpengaruh terhadap kinerja

(30)

(4) Merumuskan model pengembangan kompetensi Penyuluh Sarjana dalam pembangunan pertanian di Provinsi Jawa Barat.

Kegunaan Penelitian

Ada dua kegunaan dalam penelitian ini yaitu kegunaan secara teoritis dan kegunaan secara praktis.

(1)Kegunaan teoritis, sebagai sumbangan khasanah keilmuan di bidang penyuluhan pembangunan yang berkaitan dengan pengembangan kompetensi penyuluh dalam pembangunan pertanian dan mendorong peneliti lain untuk melakukan penelitian serupa atau lanjutan di bidang pertanian dan non pertanian.

(2)Kegunaan praktis, sebagai sumbangan pemikiran bagi penentu kebijakan baik di tingkat pusat maupun tingkat daerah dalam merencanakan pengembangan sumber daya manusia, khususnya yang berkaitan dengan peningkatan kompetensi penyuluh dalam pembangunan pertanian melalui efektivitas pelatihan dan pengembangan diri penyuluh.

Definisi Istilah

(1) Penyuluh Pertanian adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang pada satuan organisasi lingkup pertanian untuk melakukan kegiatan penyuluhan pertanian.

(2) Penyuluh Sarjana adalah Penyuluh Pertanian Pegawai Negeri (PNS) berpendidikan minimal sarjana S1 atau diploma IV (D4) yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang pada satuan organisasi lingkup pertanian untuk melakukan kegiatan penyuluhan pertanian.

(31)

(4) Pelatihan adalah kegiatan yang dimaksudkan untuk memperbaiki dan mengembangkan pengetahuan, sikap, ketrampilan dan perilaku seseorang sesuai dengan tujuan organisasi atau upaya untuk memperbaiki perfomansi seseorang yang menjadi tanggung jawabnya.

(5) Pengembangan diri adalah kesempatan-kesempatan belajar yang yang diberikan oleh organisasi kepada seseorang/karyawan, melalui pembinaan karir dan peningkatan kemandirian belajar guna membantu dalam kelancaran pelaksanaan tugas yang berorientasi pada masa depan.

6) Kemandirian belajar adalah upaya sadar dan aktif seseorang untuk meningkatkan sendiri kualitas perilakunya sesuai dengan kemampuan atau kekuatan yang dimilikinya.

(7) Pengembangan karir adalah gambaran mengenai jalur-jalur karir di masa datang organisasi dan menandakan kepentingan jangka panjang dari organisasi terhadap para pegawainya.

(8) Karakteristik pribadi adalah bagian dari individu dan melekat pada diri seseorang yang mendasari tingkah laku seseorang dalam situasi kerja maupun situasi lainnya.

(32)

TINJAUAN PUSTAKA

Pembangunan Pertanian dan Tantangannya

Dewasa ini bangsa Indonesia tengah menghadapi sejumlah cobaan dan tantangan berat berupa krisis ekonomi dan monoter serta globalisasi yang diakselerasikan oleh perdagangan bebas dan ketidakseimbangan transformasi struktural. Perdagangan bebas merupakan kenyataan yang sulit untuk dihindarkan, karena sudah meliputi kecenderungan internasional, sehingga mengharuskan bangsa Indonesia untuk mempersiapkan diri menghadapi lingkungan baru tersebut (Solahuddin, 1999:1).

Sejalan dengan krisis ekonomi yang telah berlangsung, dalam beberapa tahun terakhir bangsa Indonesia juga dihadapkan pada berbagai tekanan secara beruntun seperti adanya bencana gempa bumi di beberapa daerah, terjadinya kekeringan dan kebakaran hutan yang luas, terjadinya banjir di sejumlah daerah sehingga mengakibatkan pemerintah melakukan impor beras. Kondisi semua ini, tidak hanya menimbulkan ketidakstabilan sosial dan politik tetapi juga mengakibatkan rendahnya ketersediaan kebutuhan bahan pangan rakyat.

(33)

Implikasi dari perdagangan bebas adalah menuntut produk-produk dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dari masing-masing negara untuk saling berkompetisi dalam merebut dan menguasai pangsa pasar baik lokal maupun global. Di bidang pertanian implikasinya adalah produk-produk pertanian Indonesia harus bisa bersaing dengan prooduk-produk luar negeri dan mempunyai nilai jual yang tinggi. Kondisi ini merupakan tantangan dalam menghadapi pembangunan pertanian masa depan.

Sejalan dengan era globalisasi, pemerintah telah memberlakukan Undang-Undang No. 22 tahun 1999 yang diperbaharuhi dengan Undang-Undang-undang No32 tahun 2004 tentang Otonomi Daerah. Dengan diberlakukannya undang-undang tersebut, mengakibatkan terjadi perubahan-perubahan dalam penyelenggaraan pemerintahan, termasuk dalam hal ini penyelenggaraan penyuluhan pertanian yang telah mengalami perubahan paradigma.

Penyelenggaraan penyuluhan pertanian yang dulunya menjadi kewenangan pemerintah pusat menjadi kewenangan pemerintah kabupaten/kota, pendekatan penyuluhan pertanian yang dahulu bersifat top down menjadi pendekatan bottom up, pendekatan penyuluhan yang bersifat intruksi menjadi pendekatan penyuluhan yang bersifat partisipatif dan pembangunan pertanian yang berorientasi produksi berubah menjadi pembangunan pertanian yang berorientasi agribisnis. Adanya perubahan-perubahan tersebut, menuntut adanya kesiapan sumberdaya manusia yang berkualitas, khususnya para petani dan penyuluh pertanian sebagai pelaku utama pembangunan pertanian..

(34)

Sejalan dengan era globalisasi dan otonomi daerah, perkembangan dan tuntutan petani juga semakin meningkat. Kondisi petani pada masa kini menunjukkan adanya peningkatan wawasan, pengetahuan, kemampuan dan sikap kritis terhadap pembangunan. Sebagian petani telah dapat menyelenggarakan penyuluhan pertanian sendiri yang ditandai dengan munculnya pusat pelatihan yang dimiliki oleh petani yang menyebar di seluruh Indonesia.

Pada sisi lain, sebagian kondisi petani juga masih banyak yang memprihatinkan. Data BPS (2003) menunjukkan bahwa dari aspek sosial ekonomi, tingkat pendidikan sebagian besar petani Indonesia sangat rendah yaitu 45% tamat SD, tidak tamat SD dan 12% tidak sekolah. Mereka berusia tua, di mana 76,2% berumur antara 50-4 tahun, dan 21,46% berusia di atas 56 tahun. Selain itu, mereka berlahan sempit (di jawa kurang dari 0,25 hektar/KK), bermodal kecil dan memiliki produktivitas yang rendah dengan tingkat pendapatan rata-rata hanya mencapai Rp.2,33 juta/kapita/tahun.

Melihat uraian dari pembangunan pertanian dan tantangannya seperti telah dijelaskan terdahulu, maka pembangunan pertanian, dalam hal ini penyuluhan pertanian perlu untuk mengatisipasinya dan harus bertindak untuk menghadapi perubahan yang ada. Konsekwensi logis dari tantangan tersebut, salah satunya adalah perlunya sistem penyuluhan yang jelas dan kredibel serta didukung oleh sumberdaya manusia yang berkualitas, khususnya penyuluh pertanian yang berkompeten dan profesional dalam mengimplementasikan program-program pembangunan pertanian.

Kebijakan Pemerintah dalam Pembangunan Pertanian

(35)

pembangunan antara lain ditunjukkan oleh kedudukannya sebagai sumber: (1) ketahanan pangan, (2) penyedia lapangan kerja, (3) peningkatan pendapatan, daya beli masyarakat dan pengentasan kemiskinan, dan (4) peningkatan pasar dalam negeri.

Berkaitan dengan peranan sektor pertanian tersebut, Kabinet Bersatu pimpinan Presiden Susilo Bambang Yudoyono telah menetapkan program pembangunan dengan strategi tiga jalur (triple track strategy) yang berazas pro- growth, pro-employment dan pro-poor. Operasional konsep strategi tiga jalur tersebut dirancang melalui: (1) peningkatan pertumbuhan ekonomi di atas 6,5% pertahun melalui percepatan insvestasi dan ekspor; (2) pembenahan sektor rill untuk mampu menyerap tambahan angkatan kerja dan menciptakan lapangan kerja baru; dan (3) revitalisasi sektor pertanian dan pedesaan untuk berkontribusi pada pengentasan kemiskinan.

Krisnamurthi (2005:11), mengemukakan bahwa revitalisasi sebagai kesadaran untuk menempatkan kembali arti penting secara proporsional dan konstektual. Rivitalisasi juga berarti untuk menyegarkan kembali ‘vitalitas pertanian’, memberdayakan kemampuannya, dan meningkatkan kinerjanya. Pendapat lain, Apriyanto (Sastraatmaja, 2005) mengemukakan bahwa revitalisasi pertanian adalah pilihan maupun skenario pembangunan pertanian yang cukup tepat dan akan ditempuh melalui tiga program pokok yaitu (1) program peningkatan ketahanan pangan, (2) program pengembangan agrobisnis, dan (3) program peningkatan kesejahteraan petani.

(36)

bernilai tinggi, sehingga berperan dalam peningkatan kesejaterahan petani dan pengembangan ekonomi nasional maupun regional, dan (3) program peningkatan kesejahteraan petani, operasional peningkatan kesejahteraan petani ditujukan dalam rangka fasilitasi pemberdayaan petani terhadap sumberdaya produktif dan perlindungan terhadap petani serta usahanya. Pelaksanaannya ditempuh melalui pemberdayaan penyuluhan, pendampingan, penjaminan usaha, perlindungan harga gabah, kebijakan proteksi dan promosi lainnya.

Konsekwensi logis dari kebijakan program pembangunan ini, perlu didukung oleh adanya sistem penyuluhan pertanian yang jelas dan sumberdaya manusia yang berkualitas, khususnya penyuluh pertanian yang kompeten dan profesional dalam mengimplementasikan program revitalisasi pertanian.

Konsep Kompetensi Pengertian Kompetensi

Konsep kompetensi diawali pada tahun 1973 oleh Mc.Clelland yang menulis tentang praktek-praktek rekrutmen untuk jabatan-jabatan civil service. Dalam tulisannya dikemukakan bahwa adanya ketidakcocokan penggunaan tes-tes psikologi dan intelegensi terstandaridisasi seperti tes-tes IQ dan Minnesota multiphasic personality Innventory, untuk jabatan-jabaatn tertentu. Berdasarkan ketidakcocokan tersebut, Mc.Clelland menyarankan penggunaan pengukuran kompetensi untuk menggantikan tes-tes standar semacam itu. Dikatakannya bahwa “Jika anda akan menguji seberapa baik seorang polisi atau memprediksikan akan seberapa baik seorang calon polisi, selidiki apa saja yang dilakukan seorang polisi, ikuti dia, buat daftar apa saja aktivitasnya, dan ambil sampel dari daftar itu sebagai bahan ujian untuk para kandidat.” Rekomendasi serupa berlaku untuk penggunaan tes-tes standar psikologi di lingkungan organisasi dan perusahaan yang ketika itu dirancang untuk memprediksi kinerja akademis di lingkup pekerjaan, manajemen dan organisasi industri (Prihadi, 2004:81-82).

(37)

dari 41 jenis pekerjaan (job) dari 12 organisasi untuk menentukan kompetensi-kompetensi yang dibutuhkan manejer Dengan menggunakan metode assessment

kompetensi job, dihasilkan sebuah daftar yang terdiri dari 21 tipe karakteristik yang dikelompokkan ke dalam enam cluster : (1) goal and action, (2) leadership, (3) human resource management, (4) directing subordinates, (5) focus on other,

dan (6) specialized knowledge.

Keseluruhan proses penelitian, hasilnya didokumentasikan oleh Boyatzis yang ketika itu menjadi presiden dan CEO McBer Company, menjadi sebuah buku karya Boyatzis dengan judul, The Competent Manajer (1982). Dari sinilah kemudian memicu popularitas istilah kompetensi hingga sekarang. Hingga kini banyak definisi mengenai kompetensi, hal ini sebagian besar disebabkan para ahli, penggagas dan organisasi-organisasi pengguna kompetensi cenderung lebih menyukai definisi mereka sendiri dari pada yang pernah digunakan sebelumnya. Berikut beberapa definisi kompetensi menurut para pakar:

(1)Spencer dan Spencer (1993):

Kompetensi merupakan segala bentuk tentang motif, sikap, ketrampilan, pengetahuan, perilaku atau karakteristik pribadi lain yang penting, untuk melaksanakan pekerjaan atau membedakan antara kinerja rata-rata dengan kinerja superior.

(2)Boyatzis (1984):

Kemampuan (ability) dan keterampilan (skill) yang dimiliki seseorang untuk melakukan pekerjaan/tugas guna mencapai tujuan. Kemampuan

menggambarkan sifat (bawaan atau dipelajari) yang memungkinkan

seseorang untuk melakukan sesuatu yang bersifat mental dan fisik. Sedangkan keterampilan berkaitan dengan pelaksanaan tugas untuk mencapai tujuan. (3)Yamin (2004):

Kompetensi merupakan kemampuan dasar yang dapat dilakukan oleh seseorang pada tahap kognitif, afektif, psikomotorik. Kemampuan dasar ini akan dijadikan landasan melakukan proses pembelajaran dan penilaian seseorang.

(4)Samana (1994):

Seseorang dikatakan kompeten apabila seseorang menguasai kecakapan kerja atau keahlian selaras dengan tuntutan bidang kerja yang bersangkutan. Kecakapan kerja tersebut diwujudkan dalam perbuatan yang bermakna, bernilai sosial dan memenuhi standar tertentu yang diakui oleh kelompok profesinya dan warga masyarakat yang dilayani.

(38)

Kompetensi merupakan kemampuan dan kewenangan yang dimiliki oleh seseorang untuk melakukan suatu pekerjaan, yang didasari oleh pengetahuan, ketrampilan dan sikap sesuai dengan unjuk kerja yang ditetapkan.

Dari beberapa definisi yang dikemukakan oleh para pakar, terdapat polarisasi dua sudut pandang yang didasari asumsi yang berbeda yaitu : (1) pandangan pertama meletakkan perilaku sebagai fokus pemahaman terhadap kompetensi, dengan bertumpu pada asumsi bahwa hanya perilaku yang dapat diamati dalam latihan-latihan simulasi sebagai metode utama yang seharusnya menjandi saasaran pengukuran dalam evaluasi, dan (2) pandangan kedua meletakkan karakteristik mendasar individu sebagai titik berat dalam konsep mereka mengenai kompetensi. Di sini aspek perilaku manusia dianggap sebagai pucak permukaan sebuah gunung es. Aspek terpenting dalam kompetensi justru aspek-aspek mendasar pada diri manusia yang menjadi penentu perilaku seperti motivasi, traits, self-concept dan nilai-nilai pribadi.

Selain itu, penggunaan istilah kompetensi memiliki dua makna yaitu : (1) digunakan untuk merujuk pada pekerjaaan atau peranan yang mampu dilakukan oleh seseorang dengan kompeten (job specification), dan (2) digunakan untuk merujuk pada dimensi-dimensi perilaku yang terletak di balik kinerja yang kompeten (person specification).

Kompetensi merupakan karakteristik mendasar pada orang dan mengidentifikasikan cara-cara berpikir atau berperilaku, melakukan generalisasi di berbagai situasi, dan menetap selama waktu yang cukup lama. Spencer dan Spencer (1993:9-10) mengemukakan ada lima tipe kompetensi yaitu :

(1)Knowledge, kompetensi yang berkaitan dengan ilmu yang dimiliki individu dalam bidang pekerjaan tertetu. Misalnya, pengetahuan seorang dokter bedah mengenai saraf dan otot dalam tubuh manusia.

(2)Skill, kompetensi yang berkaitan dengan unjuk kenerja fisik atau mental. Misalnya, kemampuan fisik seorang dokter gigi untuk menambal gigi tanpa merusak sarafnya.

(39)

(4)Traits, kompetensi yang berkaitan dengan karakteristik fisik dan respon yang konsisten atas situasi tertentu. Misalnya, orang-orang yang bermotivasi

achievement konsisten menetapkan tujuan yang menantang untuk dirinya sendiri, memikul tanggung jawab pribadi untuk pencapaiannya, dan menggunakan feedback agar bisa bekerja dengan lebih baik

(5)Motives, kompetensi yang berkaitan dengan pemikiran yang konstan dan mendorong individu bertindak atau berperilaku. Misalnya, orang yang bermotivasi achievement konsisten menetapkan tujuan yang menantang untuk dirinya sendiri, memikul tanggungjawab pribadi untuk pencapaiannya.

Tipe kompetensi memiliki implikasi praktis bagi perencanaan SDM. Kompetensi pengetahuan dan ketrampilan cenderung berupa karakteristik orang yang terlihat dan relatif di permukaan. Kompetensi self-concept, trait dan motive

lebih tersembunyi dan pusat bagi kepribadian. Pengembangan tipe kompetensi kelompok Hay-MacBer dapat dilihat pada Gambar 1.

KONWLEDGE Lebih Mudah diobservasi

SKILL Lebih mudah dikembangkan

SELF-CONCEPT : attitude Lebih sulit diobservasi Values,Self image Lebih sulit dikembangkan TRAITS

MOTIVES

Gambar 1. Konsep kompetensi model Ice Berg. Sumber : Spencer dan Spencer (Prihadi, 2004)

Kompetensi-kompetensi pengetahuan dan ketrampilan relatif mudah dikembangkan. Salah satu cara pengembangannya adalah melalui pelatihan yang bisa menjamin kemampuan-kemampuan karyawan dalam aspek ini. Kompetensi

(40)

adalah mengadakan seleksi untuk karakteristik ini Spencer dan Spencer (Prihadi, 2004:95).

Jenis-jenis Kompetensi

Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Koordinator Bidang Pengawasan Pembangunan dan Pendayagunaan Aparatur Negara No. 19/KEP/MK.Waspan/5/ 1999, tugas pokok penyuluh petanian adalah menyiapkan, melaksanakan, mengembangkan, mengevaluasi, dan melaporkan kegiatan penyuluhan pertanian. Berdasarkan tugas pokok tersebut, paling tidak ada enam aspek kompetensi yang harus dimiliki oleh penyuluh pertanian yaitu: (1) persiapan penyuluhan pertanian yang meliputi identifikasi potensi wilayah agroekosistem, penyusunan programa penyuluhan pertanian dan penyusunan rencana kerja penyuluh pertanian, (2) pelaksanaan penyuluhan pertanian yang meliputi penyusunan materi penyuluhan pertanian, penerapan metode penyuluhan pertanian dan pengembangan keswadayaan masyarakat, (3) evaluasi dan pelaporan penyuluhan pertanian, (4) pengembangan penyuluhan pertanian yang meliputi penyusunan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis penyuluhan pertanian, perumusan kajian arah kebijaksanaan pengembangan penyuluhan pertanian dan pengembangan metode dan sistem kerja penyuluhan pertanian, (5) pengembangan profesi penyuluhan pertanian yang meliputi penyusunan karya tulis ilmiah dan ilmiah bidang penyuluhan pertanian, penerjemahan atau penyaduran buku penyuluhan pertanian dan bimbingan penyuluh pertanian, dan (6) penunjang penyuluhan pertanian yang meliputi seminar dan lokakarya penyuluhan pertanian.

(41)

prinsip-prinsip pemberdayaan masyarakat, (15) perencanaan dan evaluasi penyuluhan, (16) teknologi informasi, (17) perancangan pesan multimedia, (18) penyusunan karya tulis ilmiah, (19) identifikasi kebutuhan, pengembangan motivasi dan kepemimpinan, dan (20) konsep-konsep pembangunan agropolitan.

Dalam kaitannya dengan penyelenggaraan penyuluhan pertanian, Sumardjo (2006:4) mengemukakan bahwa ada delapan kompetensi yang diperlukan oleh penyuluh sarjana untuk dapat mendukung pelaksanaan pekerjaannya yaitu : (1) kemampuan berkomunikasi secara konvergen dan efektif, (2) kemampuan bersinergi kerjasama dalam tim, (3) kemampuan akses informasi dan penguasaan inovasi, (4) sikap kritis terhadap kebutuhan atau keterampilan analisis masalah, (5) keinovatifan atau penguasaan teknologi informasi dan disain komunikasi multi media, (6) berwawasan luas dan membangun jejaring kerja, (7) pemahaman potensi wilayah dan kebutuhan petani, dan (8) keterampilan berpikir logis (berpikir sistem).

Pendapat lain, Kurniawan dan Jahi (2005) mengemukakan ada delapan kompetensi yang perlu dimiliki penyuluh di tingkat lapangan yaitu; (1) pengembangan program penyuluhan, (2) pengembangan partisipasi petani, (3) pendidikan petani, (4) penghargaan petani, (5) informasi petani, (6) sosial ekonomi petani, (7) komoditas pertanian , dan (8) komunikasi.

Pada sudut pandang yang berbeda, sesuai dengan perkembangan atribusi dan perilaku usahatani para petani, Puspadi (2002:116-117) mengemukakan ada tujuh belas kompetensi yang perlu dikuasai penyuluh pertanian yaitu : 1) sistem sosial setempat, (2) perilaku petani, (3) analisis sistem, (4) analisis data, (5) merancang pendekatan penyuluhan, (6) perencanaan usaha pertanian, (7) manajemen teknologi, (8) ekonomi rumah tangga, (9) mengembangkan teknologi lokal spesifik, (10) memahami cara petani belajar, (11) pengembangan kelompok dan organisasi, (12) perilaku usaha, (13) peta kognitif petani, (14) teknologi produksi, (15) teknologi pasca panen, (16) usahatani sebagai bisnis, dan (17) proses pembangunan pertanian.

(42)

langsung mamupun tidak langsung dengan masyarakat sasarannya; (2) kemauan dan kemapuan penyuluh untuk menjadi perantara/mediator antara sumber-sumber inovasi dengan pemerintah, lembaga penyuluhan dan masyarakat sasarannya; dan (3) kemauan dan kemampuan penyuluh untuk menyesuaikan kegiatan-kegiatan yang dilakukan dengan kebutuhan yang dapat dirasakan oleh pemerintah atau lembaga penyuluhan dan masyarakat sasarannya.

Berdasarkan tugas-tugas penyuluh, tuntutan kompetensi sesuai dengan kebutuhan masyarakat, hasil-hasil penelitian terdahulu dan teori-teori terkait dengan kompetensi yang telah dijelaskan terdahulu, maka dapat dirumuskan kompetensi penyuluh dalam pembangunan pertanian yaitu (1) keefektivan komunikasi, (2) pemanfaatan media internet, (3) membangun jejaring kerja, (4) mengakses informasi, (5) pemahaman inovasi, (6) bekerjasama dalam tim, (7) analisis masalah, (8) berpikir secara sistem/logis, (9) pemahaman potensi wilayah, dan (10) pemahaman kebutuhan petani. Selanjutnya, kesepuluh kompetensi tersebut dijadikan peubah/indikator dalam penelitian ini untuk menentukan tingkat kompetensi penyuluh dalam pembangunan. Kesepuluh dimensi kompetensi tersebut dijelaskan pada uraian berikut;

Keefektifan Komunikasi

Berlo (Levis,1996) mengemukakan bahwa komunikasi sebagai proses interaksi antara komunikator (sumber) dan komunikan (penerima), yakni komunikator memberikan pesan kepada komunikan dalam batas waktu dan ruang tertentu dengan menggunakan media dan metode tertentu. Efektivitas keberhasilan komunikasi ditentukan oleh unsur-unsur yang berperan dalam komunikasi yaitu (1) komunikator (sumber informasi) dan komunikan (penerima informasi), (2) isi pesan atau inovasi, dan (3) saluran/media komunikasi.

(43)

sendiri, sikap terhadap materi dan sikap terhadap sasaran atau yang diajak berkomunikasi; (c) pengetahuan tentang karakteristik sasaran, media, metode komunikasi dan sistem sosial budaya setempat; (2) isi pesan, disampaikan dengan menggunakan kode yang jelas seperti penggunaan bahasa harus jelas, tegas, lengkap dan mudah dimengerti; disajikan secara utuh, dan ada pengaturan atau

treatmen; dan (3) saluran atau media, beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain; saluran yang sesuai dengan sasaran, saluran yang ekonomis, media mudah dibawa oleh sumber dan saluran yang sesuai dengan inovasi yang akan disampaikan.

Mengacu pada konsep komunikasi di atas maka yang dimaksud dengan komunikasi secara efektif adalah proses penyampaian pesan dari seseorang kepada orang lain dengan menggunakan media atau saluran sehingga terjadi persamaan makna; artinya, pesan yang disampaikan sumber bisa dan sama dengan pesan yang diterima penerima dan terjadi timbal balik. Keefektifan komunikasi dapat dilihat dari aspek perilaku seseorang yang meliputi aspek kognitif, afektif dan psikomotorik, atas materi komunikasi (content area) dan atas teknik atau motede komunikasi (process area) terkait dengan penyampaian pesan penyuluhan kepada sasaran.

Dalam kaitannya dengan materi komunikasi atau penyuluhan, Slamet (2001) mengemukakan konsep pelayanan jasa informasi, artinya petani memerlukan informasi baru yang relevan dengan usahataninya. Untuk itu, penyuluh harus mampu menyiapkan, menyediakan dan menyajikan informasi yang dibutuhkan dalam bentuk dan bahasa yang mudah dimengerti petani. Hal senada, dikemukakan oleh Sumardjo (1999) bahwa selain pemahaman materi yang sesuai dengan kebutuhan petani (content area) penyuluh perlu memiliki kemampuan berkomunikasi secara interaktif/dialogis dengan petani. Sehubungan dengan itu, penyuluh perlu menguasai cara-cara berkomunikasi yang efektif dan metode-metode penyampaian pesan penyuluhan yang tepat kepada petani (process area).

(44)

Pemanfaatan Media Internet

Berkaitan dengan dunia pendidikan, (Sadiman, 1986) mengemukakan bahwa media merupakaan segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dan dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan kemauaan siswa/peserta didik sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar pada diri siswa/peserta didik. Lionberger dan Gwin (1982) mengemukakan bahwa untuk mencapai komunikasi yang efektif media (saluran) harus dipertimbangkan dengan baik. Berlo (Levis, 1996) mengemukakan bahwa saluran komunikasi akan menentukan efektivitas komunikasi, karena itu dalam memilih saluran komunikasi perlu dipertimbangkan dulu siapa khalayaknya (Schramm dan Donald, 1973) dan bagaimana karakteristiknya (Rogers, 1983).

Berdasarkan pada konsep media tersebut, media internet merupakan salah satu media yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan. Jaringan internet merupakan media yang paling cepat terinovasi ke segala penjuru dan paling adaptif dengan kebutuhan masyarakat dapat dihubungkan ke dalam jaringan-jaringan internet. Jaringan internet menghubungkan komputer-komputer pribadi yang paling sederhana hingga komputer super canggih. Layanan yang diberikan internet saat ini sangat beragam, dan terus diinovasi sesuai dengan kebutuhan masyarakat seperti; e-mail, file transfer protocol (FTP) dan world wide web (www), e-commerce dane-fax. Dengan demikian, media internet dapat digunakan untuk mendapatkan dan bertukar informasi.

(45)

sumber-sumber kondisi setempat, dan (5) keterbatasan yang ada (tenaga, fasilitas dan dana).

Berdasarkan pada konsep media yang telah dijelaskan tersebut, maka yang dimaksud dengan pemanfaantan media internet adalah upaya seseorang untuk mendapatkan atau mengakses informasi melalui media internet untuk tujuan tertentu. Tujuan tersebut bisa terkait dengan pengembangan komunikasi atau pengembangan penyuluhan. Kemampuan penggunaan multimedia oleh seseorang (penyuluh pertanian) akan sangat membantu kelancaran dalam melaksanakan tugas pekerjaan. Dalam kaitannya dengan penyelenggaraan penyuluhan, Sumardjo (2007) mengemukakan bahwa penyuluh sudah memiliki kemampuan penggunaan media konvensional seperti kemampuan menggunakan dan memmanfaatkan poster, folder dan peta singkap, tetapi penggunaan multi media (internet) terkait dengan tugas-tugas penyuluh dirasakan masih kurang.

Membangun Jejaring Kerja

Wayne (Arsyad, 2002:11) mengemukakan bahwa jejaring kerja merupakan proses aktif membangun dan mengelola hubungan-huungan yang produktif. Dalam aplikasi organisasi, jejaring kerja dirumuskan sebagai proses atau kegiatan untuk memelihara (nurture) dan mengintergrasikan (integrate)

empat hal terpilih yaitu (1) kemampuan (capability), (2) bakat (talents), (3) hubungan (relationship), dan (4) mitra kerja (partners) untuk peningkatan kinerja organisasi. Lebih jauh, dikemukakan tahapan yang dapat ditempuh dalam membangun jejaring kerja adalah (1) mengadakan seleksi (selecting), (2) mengadakan penggalian (cultivating), dan (3) mengadakan mitra kerja

(partnering).

(46)

membantu mengembangkan berbagai ragam maupun warna organisasi sehingga dapat mewujudkan peningkatan kemampuan di setiap jenjang organisasi secara menyeluruh.

Konsep membangun jejaring kerja bisa dianalogikan dengan kemitraan. Hafsah (2003:43) mengemukakan bahwa kemitraan adalah suatu strategi bisnis yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan bersama dengan prinsip saling membutuhkan dan saling membesarkan. Keberhasilan kemitraan sangat ditentukan oleh adanya kepatuhan di antara yang bermitra dalam menjalankan etika bisnis. Mariotti (1996) mengemukakan bahwa ada enam dasar etika berbisnis yaitu (1) karakter; intergritas dan kejujuran; (2) kepercayaan; (3) komunikasi yang terbuka; (4) adil; (5) keinginan pribadi dari pihak yang bermitra; dan (6) keseimbangan antara insentif dan risiko. Lebih jauh, dikemukakan kemitraan merupakan proses yang dimulai dengan mengenal calon mitra, mengetahui posisi keunggulan dan kelemahan usahanya, memulai membangun strategi, melaksanakan dan terus memonitoring dan mengevaluasi sampai target sasaran tercapai. Mengacu pada konsep membangun jejaring kerja diatas maka yang dimaksud dengan membangun jejaring kerja adalah upaya membina hubungan kerja dengan pihak-pihak lain yang terkait dalam rangka pencapaian tujuan bisnis.

Dalam kaitannya dengan program agribisnis Slamet (2001) mengemukakan bahwa dalam pembangunan pertanian berorientasi agribisnis, penyuluh pertanian perlu untuk merekontruksi dirinya kearah agribisnis. Kerja sama dengan koordinasi dengan badan-badan yang menangani produk-produk pengolahan dan pemasaran hasil serta pihak-pihak penyedia modal perlu dilakukan penyuluh untuk kepentingan bisnis petani. Dengan demikian, agar penyuluh bisa membantu bisnis petani dan melaksanakan program agribisnis dengan baik maka kemampuan penyuluh dalam membangun jejaring kerja atau menjalin kemitraan usaha perlu ditingkatkan.

Akses informasi

(47)

begitu ? Pasalnya, kehadiran internet membuat siapa saja, termasuk petani, dapat mengakses informasi dari berbagai sumber. Informasi tersebut bisa berupa informasi pasar, teknologi, informasi iklim dan lain-lain. Pemanfaatan E-mail (elektronic mail) memungkinkan petani untuk bertukar informasi dengan sumber informasi dari berbagai tempat, bahkan berinteraksi dengan para pakar dari seluruh dunia. Konsekuensi logis dari perubahan tersebut, menuntut penyuluh untuk bisa berinteraksi dengan lingkungan dan sumber-sumber belajar yang lebih luas, dan memiliki kemampuan akses informasi melalui internet.

Akses secara harfiah bisa diartikan jalan masuk. Akses merupakan upaya untuk mendapatkan informasi dari media atau sumber informasi. Slamet (2001:6) mengemukakan bahwa, informasi merupakan bahan mentah untuk dijadikan pengetahuan, dimana pengetahuan tersebut diperlukan untuk meningkatkan kualitas hidup. Lead (1996:18) mengemukakan bahwa informasi adalah data yang telah diproses atau data yang memiliki arti. Wiryanto (2004:29) mengemukakan bahwa informasi yang berkualitas ditentukan oleh kecermatan, ketepatan waktu dan relevansinya saat diperlukan. Pada sudut pandang petani, Van den Ban dan Hawkins (1999:43-45) mengemukakan bahwa untuk kepentingan usaha tani, petani mendapatkan pengetahuan dan informasi dari berbagai sumber baik dari lembaga penelitian maupun sumber informasi yang lain. Dengan demikian bisa dikatakan bahwa akses informasi merupakan upaya atau aktivitas untuk mendapatkan dan memanfaatkan informasi dari sumber informasi (internet) untuk tujuan tertentu.

Dalam kaitannya dengan penyuluhan, Slamet (2003) mengemukakan bahwa untuk menjalankan profesinya, petani memerlukan informasi tentang usahataninya seperti teknologi budidaya, sarana produksi dan permintaan pasar. Dengan adanya informasi yang relevan dengan usaha taninya, akan membantu petani dalam mengubah keputusannya usahatani yang lebih menguntungkan. Kondisi ini, menuntut penyuluh untuk mampu menyiapkan dan menyediakan informasi yang dibutuhkan petani.

Penguasaan Inovasi

(48)

jika dikaitkan dengan perilaku manusia, suatu ide dianggap baru oleh seseorang maka ide itu adalah inovasi. Pada sudut pandang yang berbeda, Drucker (1994:21) mengemukkan bahwa inovasi adalah suatu alat untuk memanfaatkan perubahan sebagai peluang bagi bisnis/jasa yang berbeda.

Rogers dan Shoemaker (1971:21-22) mengemukakan bahwa ada lima sifat-sifat inovasi yang dapat mempengaruhi tingkat adopsi inovasi; (1) inovasi akan dapat diadopsi jika memberikan keuntungan yang lebih dibanding dengan teknologi yang sudah ada sebelumnya (relative advantage), (2) inovasi akan lebih cepat diadopsi jika mempunyai kecocokan dengan nilai-nilai yang sudah ada sebelumnya (compatibility), (3) inovasi akan cepat diadopsi jika tidak rumit untuk dilaksanakan (complexity), (4)inovasi akan cepat diadopsi jika inovasi tersebut mudah untuk dicoba pada situasi dan kondisi yang ada ( triability), dan (5) inovasi akan mudah dan cepat diterima jika dengan cepat dapat dilihat hasilnya (observability). Butz (Dixon,1982:49-50) kemudian menambahkan satu unsur lagi yaitu (6) “input complementer” yaitu tersedianya sarana pelengkap untuk menerapkan inovasi tersebut.

Salah satu permasalahan yang dihadapi dalam penyediaan dan pemanfaatan sumber daya penyuluhan pertanian adalah sulitnya mendapatkan informasi dan teknologi yang sesuai dengan kebutuhan spesifik lokalita karena terbatasnya kemampuan penyuluh pertanian untuk mengakses sumber-sumber informasi dan teknologi. Kondisi ini menyebabkan kurang berkembangnya pengetahuan, kemampuan dan wawasan penyuluh penyuluh pertanian untuk menyediakan materi penyuluhan yang dibutuhkan petani.

(49)

(research based extension). Untuk itu peran dan fungsi BPTP dalam mengembangkan teknologi spesifik lokasi perlu ditingkatkan, dan perlu adanya keterkaitan antara peneliti, penyuluh dan petani (research extension lingkage)

Kerjasama Tim

Karnadi (2004:71) mengemukakan bahwa kerja sama merupakan kemampuan untuk menjalin hubungan dengan orang lain yang menjadi bagian dari suatu kelompok dalam melaksanakan suatu tugas. Montana (2005:14) mengemukakan bahwa dalam bekerja sama harus bisa menerima perbedaan-perbedaan yang ada pada setiap orang. Dalam hal ini, seseorang harus bisa memperlakukan orang yang berbeda dengan kita respek atau menghormatinya dan memiliki hubungan pertemanan dengan orang yang berbeda.

Tjiptono dan Diana (1998:165-166) mengemukakan bahwa kerja sama (tim) merupakan salah satu unsur fundamental dalam TQM. Tim merupakan kelompok orang yang memiliki tujuan bersama. Faktor-faktor yang mendasari perlunya dibentuk tim-tim dalam suatu perusahaan adalah (1) saling ketergantungan, (2) perluasan tugas, (3) penjajaran (4) bahasa yang umum, (5) kepercayaan/respek, (6) kepemimpinan, (7) keterampilan pemecahan masalah, (8) keterampilan menangani konflik, (9) penilaian / tindakan, dan (10) perayaan.

(50)

Analisis Masalah

Setiap orang atau organisasi pasti menghadapi masalah. Menurut Tjiptono dan Diana (1998:187), masalah adalah setiap situasi di mana apa yang terjadi tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Semakin besar perbedaan tersebut, semakin besar pula masalahnya. Masalah yang ada perlu dicari pemecahaannya dengan menggunakan pendekatan analisis masalah (berpikir analitis).

Menurut Karnadi (2004:76), berpikir analitis atau analisis masalah adalah kemampuan untuk memahami situasi atau masalah dengan menguraikan masalah tersebut menjadi bagian-bagian yang lebih rinci, dan mengidentifikasi penyebab dari situasi atau masalah tersebut serta memprediksikan akibatnya. Soemartopo (1999:25) mengemukakan bahwa analisis masalah merupakan suatu pendekatan sistematis untuk menemukan penyebab dari suatu masalah.

Ada beberapa pendekatan dalam analisis masalah. Soemartopo (1999:25) mengemukakan ada enam langkah dalam analisis masalah yaitu; (1) merumuskan masalah, (2) membuat spesifikasi penyimpangan, (3) mencari perbedaan dan perubahan, (4) membuat daftar kemungkinan penyebab, (5) menguji kemungkinan penyebab, dan (6) verifikasi penyebab yang sebenarnya.. Menurut Daming (Tjiptono dan Diana, 1998:188), ada empat langkah dalam pemecahan masalah (Siklus Daming) yaitu (1) mengembangkan rencana untuk perbaikan (plan), (2) melaksanakan rencana yang dibuat (do), (3) memeriksa hasil yang dicapai (study), dan (4) melakukan penyesuaian bila diperlukan (act).

(51)

Model-model pemecahan masalah yang ada dapat menghasilkan keputusan yang baik asalkan keputusannya berdasarkan fakta. Bila informasinya terdistorsi opini pribadi, maka keputusannya tidak mungkin baik. Daming (Tjiptono dan Diana, 1998:1192-199) mengajukan cara pemecahan masalah melalui Statistical Process Control (SPC) yang dilandasi dengan tujuh alat statistik yaitu (1) diagram sebab dan akibat, (2) Check sheet, (3) diagram,Pareto, (4) run chart dan control chart, (5) histogram, (6) stratifikasi, dan (7) scatter diagram. Alat-alat ini berguna dalam mengumpulkan informasi yang obyektif untuk dijadikan dasar pengambilan keputusan. Berkaitan dengan penjelasan di atas, maka yang dimaksud dengan analisis masalah adalah upaya mengidentifikasi dan memecahkan masalah dengan menggunakan pendekatan atau metode pemecahan masalah untuk maksud mencapai tujuan tertentu.

Dalam kaitannya dengan permasalahan petani, Slamet (2003) mengemukakan bahwa penyuluhan pertanian di tingkat lapangan perlu diberi otonomi untuk menentukan sendiri bersama kelompok tani program-program yang akan dilaksanakan. Untuk itu, penyuluh harus benar-benar mampu mengidentifikasi permasalahan atau kepentingan petani dan menuangkannya dalam program-program penyuluhan melalui kerjasama sejati dengan petani. Konsekwensi dari kondisi ini, perlu adanya peningkatan kemampuan penyuluh dalam menganalisis permasalahan penyuluhan dan permasalahan yang dihadapi petani.

Berpikir Sistem/logis

(52)

Menurut Gordon (Suryadi dan Ramdhani, 2002:7), sistem sebagai suatu agregrasi atau kumpulan obyek-obyek yang terangkai dalam interaksi dan kesalingketergantungan yang teratur. Robert dan Michael (1991) mengemukakan bahwa sistem sebagai suatu kumpulan dari elemen-elemen yang saling berinteraksi membentuk kesatuan, dalam interaksi yang kuat maupun lemah dengan pembatas sistem yang jelas. Murdick et,al. (1995) mengemukakan bahwa sistem sebagai sekumpulan elemen-elemen yang berada dalam keadaan yang saling berhubungan untuk suatu tujuan yang sama.

Pada sudut pandang yang berbeda, berkaitan dengan pengembangan intruksional, menurut Gagne (Suparman, 1997:8-10), sistem intruksional merupakan set peristiwa yang mempengaruhi mahasiswa sehingga terjadi proses belajar mengajar. Lebih jauh, dikemukakan bahwa untuk mengembangkan sistem intruksional yang sesuai dengan mata pelajaran, program pendidikan dan mahasiswa tertentu telah berkembang suatu teknologi yang disebut pengembangan intruksional. Pendekatan sistem pengembangan intruksional meliputi mengidentifikasi subsistem yang menjadi bagian dari sistem, mengidentifikasi fungsi dan kaitan setiap subsistem yang satu dengan yang lain, mengembangkan setiap sub sistem, mensintesis semua sub sistem yang ada di dalamnya menjadi satu kesatuan, dan kemudian mengevaluasi fungsinya sebagai suatu sistem keseluruhan. (Gambar 2)

Gambar 2 . Bagan sederhana pendekatan sistem

Penyuluhan pertanian merupakan suatu sistem pendidikan non formal dengan tujuan untuk mengubah perilaku klien sesuai dengan yang direncanakan yakni upaya memberdayakan klien agar lebih berdaya secara mandiri. Penyuluhan terdiri dari subsistem atau bagaian-bagian seperti subsistem/bagian pengembangan SDM (penyuluh dan sasaran penyuluhan), bagian perencanaan

Mengidentifikasi Mengembangkan Mengevaluasi

(53)

program, bagian kelembagaan, bagian sarana prasarana dan administrasi dan keuangan. Agar tujuan penyuluhan pertanian bisa tercapai, maka bagian-bagian tersebut harus saling berinteraksi dan bekerjasama dalam mencapai tujuan penyuluhan

Berdasarkan pada konsep sistem yang telah dijelaskan di atas, maka yang dimaksud dengan berfikir sistem/logis dalam penyuluhan adalah upaya untuk mensistesis dan mengembangkan komponen-komponen penyuluhan seperti kelembagaan, metode, sarana, SDM penyuluhan dan program penyuluhan menjadi satu kesatuan fungsi untuk mencapai penyuluhan.

Pemahaman Potensi Wilayah

Dalam pelaksanaan penyuluhan pertanian, seorang penyuluh perlu mengenal sasarannya dan beragam kekuatan yang mempengaruhi proses perubahan, yang menyangkut lingkungan fisik, sosial dan lainnya atau potensi wilayah. Departemen pertanian ( 2001:22) mengemukakan bahwa potensi wilayah merupakan semua sumberdaya yang tersedia, yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah yang ada dalam upaya untuk mencapai tujuan. Potensi wilayah bisa berupa fisik seperti lahan dan sumber air, dan berupa non fisik seperti minat dan pengetahuan petani.

Mardikanto (1996:221-222) mengemukakan bahwa dalam pelaksanaan penyuluhan, seorang penyuluh mutlak harus mengenal potensi wilayah kerja. Karena dengan mengenal dan memahami potensi wilayah akan dapat membantu penyuluh dalam memahami; (1) keadaan masyarakat yang akan menjadi sasaran penyuluhan, (2) keadaan lingkungan fisik dan sosial masyarakat sasaran, (3) masalah-masalah yang pernah, sedang, dan akan dihadapi oleh masyarakat sasaran di masa datang, (4) kendala-kendala yang akan dihadapi dalam melaksanakan penyuluhan, dan (5) faktor-faktor pendukung dan pelancar kegiatan penyuluhan yang akan dilaksanakannya.

(54)

dll), berupa data primer dan sekunder, dan menterjemahkannya untuk merumuskan alternatif pola pengembangan usahatani, berupa rancangan pemanfaatan sumberdaya, alternatif jenis komoditas prioritas serta sistem usahatani yang sesuai di wilayah tersebut.

Dalam kaitannya dengan pemahaman potensi wilayah, Slamet (2003) mengemukakan bahwa penyuluh perlu lebih memusatkan kepada kebutuhan pertanian dan petani setempat, ekosistem daerah kerja, ciri-ciri lahan dan iklim di daerah setempat harus dikuasai serta informasi-informasi yang disediakan harus sesuai dengan wilayah setempat. Dengan demikian bisa dikatakan bahwa pemahaman potensi wilayah adalah upaya untuk menggali, mengidentifikasi sumberdaya yang tersedia, untuk merumuskan keadaan dan mengatasi masalah yang ada terkait dengan kebutuhan petani.

Pemahaman Kebutuhan Petani

Kebutuhan merupakan kesenjangan antara fakta, situasi yang ada dengan apa yang seharusnya terjadi atau situasi yang diinginkan. Menurut Maslow; Doyal dan Gough (Ibrahim, 2001:44), kebutuhan menjadi suatu yang melatarbelakangi tindakan manusia dan interaksi manusia. Kebutuhan dapat menimbukan dorongan (drivers) bagi seorang atau sekelompok orang untuk melakukan sesuatu. Kebutuhan bisa mengarahkan tujuan dan strategi baik secara implisit dan eksplisit. Newton (Ibrahim, 2001:144), seseorang akan lebih termotivasi bila orang tersebut sedang berusaha mencari atau memenuhi kebutuhan yang sedang dicari daripada kebutuhan yang sudah mereka penuhi.

Maslow (1970) mengemukakan bahwa ada lima kebutuhan dasar manusia yaitu (1) kebutuhan fisiologis (the phycological needs), (2) kebutuhan rasa aman

(55)

Dalam kaitannya dengan kebutuhan petani, Slamet (2003) menekankan bahwa kebutuhan atau kepentingan petani harus selalu menjadi titik pusat perhatian penyuluhan pertanian. Kebutuhan petani sederhana yaitu mendapatkan imbalan yang wajar dan adil dari jerih payah dan pengorbanan lainnya dalam berusahatani, dan mendapatkan kesempatan untuk memberdayakan dirinya sehingga mampu mensejajarkan dirinya dengan unsur masyarakat lainnya. Sehubungan dengan itu, penyuluh harus lebih mendekatkan diri dengan petani. Penyuluh harus benar-benar mampu mengidentifikasi dan menetapkan kebutuhan petani serta menuangkan dalam program-program penyuluhan dipecahkan melalui kerjasama sejati dengan petani.

(56)

Tabel 1. Ciri-ciri Kompetensi Penyuluh yang Memberdayakan Petani

Dimensi

(1) Penyuluh mampu menyiapkan, menyediakan dan menyajikan informasi sesuai dengan kebutuhan petani dalam bentuk dan bahasa yang mudah dimengerti petani. (2) Penyuluh mampu menerapkan

berbagai metode penyuluhan sesuai dengan karakteristik petani

(3) Penyuluh mampu

berkomunikasi secara dialogis atau interaktif dengan petani

(1) Materi penyuluhan yang disampaikan penyuluh kurang sesuai dengan kebutuhan dan kurang bisa dipahami petani

(1) Sikap positif terhadap perkembangan teknologi informasi

(2) Mampu mendisain multi media untuk pengembangan

(1) Kurang tertarik terhadap perkembangan teknologi informasi

(2) Kemampuan dalam mendisain komunikasi multi media terbatas (3) Jarang bahkan tidak pernah

menggunakan dan memanfaatkan multi media (internet) ) terkait dengan tugas-tugas penyuluh Membangun

Jejaring Kerja

(1) Memiliki jiwa kewirausahaan dan berorientasi ke depan (2) Kemampuan agribisnis,

membaca peluang dan permintaan pasar relatif baik (3) Mampu menjalin hubungan

kerja dengan pihak lain untuk kepentingan bisnis petani

(1) Kurang berminat terhadap pengembangan usaha atau bisnis

(2) Kemampuan terbatas pada produksi dan kurang memperhatikan permintaan pasar

(3) Kemitraan usaha untuk kepentingan bisnis dengan pihak lain kurang berjalan Akses Informasi (1) Tanggap terhadap

perkembangan informasi yang ada terkait dengan penyuluhan (2) Mampu mengakses dan

memanfaatkan informasi dari berbagai sumber informasi terkait dengan kebutuhan petani

(1) Kurang tanggap terhadap perkembangan informasi terkait dengan penyuluhan (2) Pemanfatan informasi oleh penyuluh cenderung pada program-program

pemenrintah.

Penguasaan Inovasi

(1) Penyuluh mampu melakukan ujicoba dan pengujian teknologi spesifik lokasi dan bekerjasama dengan sumber-sumber IPTEK

(2) Penyuluh mampu menyediakan dan memanfaatkan teknologi

(1) Penyuluh jarang melakukan ujicoba dan pengujian

Gambar

Tabel 1. Ciri-ciri Kompetensi Penyuluh yang
Tabel 1 (lanjutan)
Tabel 2 Ciri-ciri Pelatihan Penyuluh yang Efektif
Tabel 2. (Lanjutan)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Adanya proses transfer ilmu, pengetahuan, dan pengalaman yang baik antara sesama penyuluh kehutanan, rendahnya frekuensi pelatihan, dan tingkat pendidikan tinggi yang

Faktor-faktor yang berpengaruh positif signifikan terhadap tingkat kinerja penyuluh yaitu: Faktor individu berupa pengalaman penyuluh, faktor psikologi terdiri dari

FRINNA SHINTA 500644607 Magister Manajemen MM PENGARUH PELATIHAN, INTERAK.SI SOSIAL, DAN MOTIVASI KERJA TERHADAP KINERJA PENYULUH MELALUI KOMPETENSI Studi pada Kantor

(1) Tingkat kompetensi penyuluh dalam pembangunan pertanian secara nyata dipengaruhi oleh tingkat pengembangan diri penyuluh, efektivitas pelatihan penyuluh, kesesuaian

Kesimpulan penelitian adalah sebagai berikut: (1) faktor-faktor individu penyuluh yang berpengaruh terhadap kinerja mereka adalah kompetensi, motivasi dan

Tabel 1 menunjukkan hasil penelitian sebagai berikut (1) motivasi berprestasi sebagian besar penyuluh rendah, (2) persepsi penyuluh pada kesempatan pengembangan

Adanya proses transfer ilmu, pengetahuan, dan pengalaman yang baik antara sesama penyuluh kehutanan, rendahnya frekuensi pelatihan, dan tingkat pendidikan tinggi yang

Kompetensi Penyuluh dalam Kemam- puan Administrasi No Kompetensi Penyuluh dalam Administrasi Skor Kategori 1 Merumuskan tujuan nyata program penyuluhan 4.00 Kompeten 2 3