• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum dan Regulasi Komoditi Kopi

Perkembangan Kopi Indonesia

Kopi merupakan komoditi yang paling banyak diperdagangkan di dunia setelah minyak bumi dan gas, dan menjadi salah satu komoditas unggulan Indonesia di pasar internasional. Sebagai eksportir kopi terbesar keempat di dunia, Indonesia memiliki rata-rata volume ekspor kopi sebesar 457 ribu ton per tahun yang terdiri dari kopi robusta (85%) dan arabika (15%). Hal ini sejalan dengan penelitian (Chandra et al 2013) dan (Kustiarti 2007) yang menunjukkan ekspor kopi dan produksi kopi di Indonesia dan Vietnam masih didominasi oleh jenis kopi Robusta. Sedangkan negara di Amerika Latin seperti Brazil dan Kolombia lebih banyak memproduksi kopi Arabika. Ditinjau dari segi harga, kopi Robusta memiliki harga yang lebih murah dibandingkan dengan kopi jenis Arabika (Kustiarti 2007).

Sebagai salah satu pengekspor kopi terbesar keempat di pasar internasional, Indonesia memiliki sentra penghasil kopi yang tersebar di beberapa daerah yakni untuk kopi jenis Robusta terdapat di daerah Lampung, Bengkulu dan Sulawesi

21

Tabel 3 Perkembangan Luas Areal dan Produksi Kopi Menurut Status Pengusahaan Tahun 2000-2008

Tahun

Perkebunan Rakyat Perkebunan Negara Perkebunan Swasta Luas (ha) Produksi

(ton)

Luas (ha) Produksi (ton)

Luas (ha) Produksi (ton) 2008 1 236.842 669 942 22 442 17 332 35 826 10 742 2009 1 217.506 653 918 22 794 14 387 25 935 14 385 2010 1 162.810 657 909 22 681 14 065 24 873 14 947 2011 1 245.176 604 840 22 873 14 164 24 916 14 987 2012 1 258.029 718 903 22 908 14 188 24 958 15 018 2013 1 278.706 697 253 24 942 14 906 27 352 15 841 Sumber: Ditjenbun 2013

Selatan. Sedangkan kopi jenis arabika dihasilkan di daerah Aceh, Sumatera Utara, Toraja dan Jawa Timur. Beragamnya varietas kopi di Indonesia (robusta dan arabika) dikarenakan karakteristik kondisi geografis penanaman kopi. Perbedaan ini memberikan kekhasan dan cita rasa yang berbeda antara kopi dari daerah yang satu dengan daerah yang lain.

Perkebunan kopi di Indonesia dikelola dalam tiga bentuk pengusahaan yakni Perkebunan Rakyat, Perkebunan Negara dan Perkebunan Swasta. Dari seluruh luas areal dan produksi perkebunan kopi Indonesia, 96 persennya dimiliki oleh Perkebunan Rakyat, sedangkan sisanya dimiliki oleh Perkebunan Besar Negara dan Perkebunan Besar Swasta masing-masing sebesar 2 persen.

Produksi kopi Indonesia lebih banyak disumbang oleh perkebunan rakyat. Hal ini disebabkan karena saat ini areal perkebunan kopi di dalam negeri sebagian besar adalah perkebunan rakyat (PR) dengan rata-rata luas areal kopi sebesar 1,2 juta hektar atau 96 persen dari total areal tanam, perkebunan besar swasta (PBS) sebesar 27 310 hektar (2%) dan rata-rata luas areal perkebunan besar negara (PBN) sebesar 23 106 hektar (2%). Hal ini menunjukkan bahwa peranan petani dalam pengembangan perkopian nasional sangat dominan sehingga pemerintah perlu memberikan perhatian khusus kepada petani nasional untuk meningkatkan kualitas dan produktivitas kopi.

Regulasi Produk Kopi di Pasar Uni Eropa

Negara Uni Eropa merupakan negara yang menerapkan standar yang tinggi terhadap produk impor yang masuk ke negara tersebut. Regulasi produk ke Uni Eropa terdiri dari regulasi pemerintah (regulasi resmi) dan regulasi tidak resmi berupa regulasi sektor swasta dan NGOs. Regulasi ini menjadi hambatan bagi eksportir untuk memasuki pasar dikarenakan produsen dihadapkan pada tantangan atau barrier. Adapun ketentuan resmi yang diberlakukan Uni Eropa terhadap produk ekspor kopi yakni:

1. Contaminants (kontaminasi) : Pengawasan terhadap kontaminasi dalam produk pangan.

2. Pesticide residue (residu pestisida) : Pengawasan terhadap residu pestisida pada produk tumbuhan dan hewan yang dikonsumsi manusia.

3. Health Control (kontrol kesehatan) : Kontrol kesehatan untuk bahan makanan yang berasal bukan dari hewan.

22

5. Traceability (pelacakan) : Pelacakan (rekam jejak), sesuai aturan dan pertanggungjawaban dalam produksi produk pangan.

6. Organic (organik) : Sukarela - produk yang diproduksi secara organik.

Selain penerapan regulasi resmi, negara Uni Eropa juga menerapkan persyaratan tambahan selain aturan hukum (non-legal requirements). Non-legal requirements berupa sertifikasi yang disertakan bersamaan dengan produk untuk menunjukkan kualitas yang telah dipenuhi produk kopi tertentu, yang diukur berdasarkan sertifikat yang dimiliki. Sertifikasi tersebut memiliki tujuan supaya produsen/eksportir kopi memiliki kepedulian terhadap lingkungan, keberpihakan pada petani, dan turut menjaga kelestarian satwa. Sertifikasi yang diberikan yakni ISO 22000, BRC, IFS, ISO 9001, Rainforest Alliance, UTZ Certified Organic dan Fair Trade.

Regulasi Ekspor Kopi di Indonesia

Regulasi produksi dan ekspor kopi di Indonesia mengacu pada peraturan Kementerian Perdagangan (Kemendag). Ketentuan tentang ekspor kopi diatur beberapa kali dalam Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia, yaitu Permendag Nomor 26/M-DAG/PER/12/2005 diganti dengan Permendag Nomor 27/M-DAG/PER/7/2008 dan diubah lagi menjadi Permendag Nomor, 41/M-DAG/PER/9/2009 dan terakhir mengalami perubahan menjadi Permendag Nomor 10/M-DAG/PER/5/2011 tentang Ketentuan Umum Tata Niaga Ekspor. Kopi yang diatur tata niaga ekspornya adalah kopi yang termasuk dalam Buku Tarif Kepabeanan Indonesia dengan kode HS 09.01 dan 21.01.

Selain mengatur tata niaga ekspor, pemerintah juga menerapkan sistem standarisasi nasional untuk meningkatkan daya saing komoditi ekspor Indonesia. Sistem Standar Nasional Indonesia (SNI) merupakan dasar dan pedoman bagi eksportir dengan tujuan mewujudkan jaminan mutu yang dapat meningkatkan efisiensi nasional.

Perkembangan Nilai Ekspor Kopi Indonesia di Negara Tujuan Ekspor

Sumber : UNComtrade 2014 (diolah)

Gambar 9 Share Nilai Ekspor Kopi Indonesia terhadap Total Ekspor Kopi Indonesia ke Negara Tujuan Ekspor Kopi (%) Tahun 2008-2013 0 5 10 15 20 25 30 2008 2009 2010 2011 2012 2013 N ila i ek sp o r (% ) Tahun Amerika Jepang Jerman Malaysia Italia Rusia Inggris India

23 Berdasarkan Gambar 9, terlihat bahwa share nilai ekspor kopi Indonesia di pasar Amerika paling tinggi diantara negara-negara tujuan ekspor kopi Indonesia lainnya. Tingginya nilai ekspor komoditi kopi Indonesia ke negara Amerika dikarenakan terjadinya peningkatan volume ekspor kopi Indonesia ke negara tersebut. Jepang juga salah satu negara tujuan kopi terbesar Indonesia setelah Amerika. Share nilai ekspor kopi Indonesia ke Jepang mengalami penurunan dari tahun 2011 hingga 2013. Penurunan ini disebabkan adanya pemberlakuan kebijakan ambang batas pestisida isocarab dan carbaryl yang diberlakukan pemerintah Jepang terhadap produk pertanian yang masuk ke negara tersebut, khususnya kopi sehingga memengaruhi volume dan nilai ekspor kopi Indonesia ke negara tersebut (Zuhri 2012).

Analisis Daya Saing Kopi Indonesia di Negara Tujuan

Teori keunggulan komparatif (theory of comparative advantage) David Ricardo menyatakan perdagangan internasional terjadi bila ada perbedaan keunggulan komparatif antar negara. Keunggulan komparatif akan tercapai jika suatu negara mampu memproduksi barang dan jasa lebih banyak dengan biaya yang lebih murah daripada negara lainnya, sehingga efisiensi dalam produksi dapat tercapai dan keuntungan perdagangan yang di dapat lebih maksimal.

Suatu bangsa dapat meningkatkan standar kehidupan dan pendapatannya jika negara tersebut melakukan spesialisasi produksi barang atau jasa yang memiliki produktivitas dan efisiensi tinggi, kemudian melakukan kegiatan ekspor atas komoditi yang unggul secara komparatif itu bagi negara tersebut. Sebaliknya negara yang tidak memiliki keunggulan komparatif untuk suatu komoditas disarankan untuk lebih mengoptimalkan ekspor dalam komoditas lain yang memiliki keunggulan komparatif lebih tinggi (Oktaviani dan Novianti 2009).

RCA (Revealed Comparative Advantage) merupakan metode yang paling sering digunakan untuk mengukur daya saing kinerja ekspor suatu negara atas komoditi tertentu. RCA juga mampu menggambarkan keunggulan komparatif suatu negara terhadap negara lain, atas perdagangan suatu jenis komoditi. Perhitungan RCA dilakukan pada rentang tahun 2008 hingga 2013 di delapan negara tujuan ekspor kopi yakni Amerika, Jepang, Jerman, Malaysia, Italia, Rusia, Inggris dan India. Jika nilai RCA lebih dari satu berarti kopi Indonesia mempunyai keunggulan komparatif atau berdaya saing kuat. Sebaliknya jika nilai RCA lebih kecil dari satu berarti kopi Indonesia berdaya saing lemah.

Tabel 4 Indeks nilai RCA Indonesia di Negara Tujuan Tahun 2008-2013

Tahun Indeks Nilai RCA

Amerika Jepang Jerman Malaysia Italia Rusia Inggris India

2008 8.35 2.34 32.92 9.78 15.86 78.23 37.87 14.8 2009 7.35 2.3 18.64 7.47 14.22 91.58 30.06 7.66 2010 6.13 1.93 12.41 7.96 7.65 36.43 29.94 8.04 2011 5.62 1.87 5.78 6.89 5.86 28.56 25.27 6.27 2012 9.67 2.17 11.55 8.43 8.58 54.11 29.98 8.14 2013 8.3 2.23 25.01 11.99 17.28 105.71 55.3 14.6 Sumber : UNComtrade 2014 (diolah)

24

Berdasarkan hasil perhitungan indeks RCA, selama periode 2008 sampai 2013 kopi Indonesia memiliki keunggulan komparatif/berdaya saing kuat di delapan negara tujuan ekspor. Nilai indeks RCA kopi Indonesia yang tertinggi berada di pasar Rusia, sedangkan yang terendah berada di pasar Jepang. Meskipun Indonesia memiliki daya saing di Jepang namun nilai RCA yang dihasilkan tergolong rendah dibandingkan negara tujuan lainnya dikarenakan nilai ekspor Indonesia ke negara tersebut rendah sehingga nilai RCA yang dihasilkan kecil.

Berdasarkan Tabel 5, negara eksportir kopi cenderung memiliki rata-rata indeks RCA lebih dari 1 di negara tujuan selama rentang waktu enam tahun penelitian yaitu dari tahun 2008 hingga 2013. Negara eksportir kopi memiliki keunggulan komparatif di negara tujuan yang berbeda-beda. Brazil memiliki keunggulan komparatif terbesar di negara Jerman, Vietnam memiliki keunggulan di negara India, Kolombia memiliki keunggulan di negara Jepang dan Indonesia memiliki keunggulan komparatif di negara Rusia.

Keunggulan komparatif bersifat dinamis, dimana jika suatu negara tidak mampu mempertahankan dan bersaing dengan negara-negara lain maka tingkat keunggulan komparatifnya dapat menurun. Faktor-faktor yang dapat mengubah kondisi keunggulan komparatif suatu negara adalah kondisi ekonomi dunia, lingkungan domestik dan teknologi (Zulaiha dalam Dewi 2013).

Tabel 5 Rata-rata Indeks RCA Kopi Negara Eksportir di Negara Tujuan Negara Tujuan Rata-rata Indeks RCA

Brazil Vietnam Kolombia Indonesia

Amerika 21.52 8.46 22.19 7.57 Jepang 28.02 5.66 292.54 2.14 Jerman 53.37 37.91 99.12 17.72 Malaysia 12.41 26.62 62.61 8.75 Italia 48.07 52.04 34.55 11.57 Rusia 24.01 65.53 74.01 65.8 Inggris 31.81 47.37 143.72 34.7 India 0.37 129.44 - 9.92

Sumber: UNComtrade 2014 (diolah)

Sumber : UNComtrade 2014 (diolah)

Gambar 10 Perkembangan Indeks Nilai RCA Negara Eksportir ke Dunia Tahun 2008-2013 0 10 20 30 40 50 60 2008 2009 2010 2011 2012 2013 In d e k s n ila i R C A Tahun Brazil Indo Kolombia Vietnam

25 Berdasarkan informasi pada Gambar 10 dapat diketahui bahwa negara eksportir kopi seperti Brazil, Vietnam dan Kolombia memiliki indeks nilai RCA yang tinggi dan cenderung meningkat di pasar internasional. Kolombia merupakan negara yang memiliki indeks nilai RCA terbesar di pasar internasional dibandingkan indeks nilai RCA Brazil, Vietnam dan Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa Kolombia memiliki keunggulan komparatif yang tinggi di pasar internasional yang mampu bersaing dengan pengekspor kopi terbesar yakni Brazil.

Export Product Dynamic (EPD) digunakan untuk mengidentifikasi dinamika produk pada ekspor. Ekspor yang diteliti pada penelitian ini yaitu komoditi kopi. Keunggulan kompetitif komoditi kopi di delapan negara tujuan ekspor yakni Amerika, Jepang, Jerman, Malaysia, Italia, Rusia, Inggris dan India berdasarkan hasil estimasi EPD ditunjukkan pada Gambar 11. Masing-masing kuadran pada gambar menunjukkan posisi yang berbeda-beda. Kuadran I menempati posisi Rising Star, kuadran II menempati posisi Lost Opportunity, kuadran III menempati posisi Retreat dan kuadran IV menempati posisi Falling Star. Jika produk memiliki pertumbuhan diatas rata-rata secara kontinu selama periode yang panjang maka produk tersebut dapat menjadi sumber pendapatan ekspor yang penting bagi negara tersebut.

Hasil analisis EPD menunjukkan bahwa komoditi kopi Indonesia di pasar negara tujuan seperti, Amerika, Malaysia, Italia, Rusia, Inggris dan India berada di posisi “Rising Star”. Hal ini mengindikasikan bahwa komoditi kopi berada pada pasar yang ideal, yaitu meningkatnya pertumbuhan pangsa ekspor pada keenam negara tersebut diikuti dengan peningkatan pangsa pasar komoditi kopi Indonesia. Posisi ini perlu dipertahankan agar komoditi kopi Indonesia dapat dijadikan sebagai sumber pendapatan ekspor bagi Indonesia.

Kopi Indonesia yang diekspor ke negara Jerman berada pada posisi “Lost Opportunity”. Pada posisi ini terjadi penurunan pangsa pasar ekspor kopi Indonesia pada pasar yang dinamis, artinya Indonesia kehilangan kesempatan dalam mengoptimalkan pasar yang dinamis untuk mendapatkan keuntungan. Penurunan pangsa pasar ekspor kopi Indonesia disebabkan rendahnya rata-rata

Sumber : UNComtrade 2014 (diolah)

Gambar 11 Perkembangan EPD Indonesia ke Negara Tujuan Tahun 2008-2013 -0.002 -0.001 0 0.001 0.002 0.003 0.004 -0.01 0 0.01 0.02 0.03 0.04 0.05 0.06 (Growth y) (Growth x)

Amerika Jepang Jerman Malaysia Italia Rusia Inggris India

26

volume ekspor Indonesia jika dibandingkan dengan nilai rata-rata volume ekspor yang dimiliki Brazil, Vietnam dan Kolombia. Menurut Porter (1998) keunggulan kompetitif suatu negara bergantung pada kemampuan perusahaan dalam negeri untuk berkompetisi menghasilkan produk yang dapat bersaing di pasar. Posisi Lost Opportunity yang dialami kopi Indonesia di negara Jerman dapat diatasi dengan adanya peran pemerintah sebagai katalisator yang mendorong perusahaan kopi untuk meningkatkan kinerja ekspor sehingga mampu mencapai tingkat kompetitif yang lebih tinggi. Sedangkan di Jepang, komoditi kopi Indonesia berada pada posisi “Retreat”. Kondisi ini menggambarkan bahwa adanya kemunduran pangsa pasar ekspor dan pangsa produk kopi Indonesia sehingga pertumbuhan pasar dan produk komoditi kopi Indonesia tidak dinamis lagi.

Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Ekspor Kopi Indonesia Penelitian ini menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi nilai ekspor kopi Indonesia (NX). Variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini yakni populasi negara tujuan (POP), GDP per kapita negara tujuan (GDP), nilai tukar riil negara pengimpor (ER) dan harga ekspor (PX). Penelitian ini menggunakan delapan negara tujuan sebagai objek penelitian (n=8) dalam rentang tahun 2008 hingga 2013 (t=6), sehingga total data dalam penelitian ini mencapai 48 data (nxt=48). Derajat bebas (db) penelitian ini mencapai db=43 dan memenuhi syarat db>25, sehingga dapat disimpulkan bahwa data panel pada penelitian yang digunakan sangat relevan dan baik untuk dimodelkan lebih lanjut.

Pemilihan kesesuaian model dilakukan dengan melakukan uji Chow dan uji Hausman. Hasil uji Hausman (Lampiran 4) menunjukkan nilai probabilitas dari Hausman sebesar 0.0045 (lebih kecil dari taraf nyata lima persen) sedangkan hasil uji Chow (Lampiran 5) menunjukkan bahwa nilai probabilitas dari uji Chow sebesar 0.0000 (lebih kecil dari taraf nyata lima persen) maka tolak H0. Artinya, model Fixed Effect adalah model yang digunakan.

Tabel 6 Hasil Estimasi Ekspor Kopi Indonesia ke Negara Tujuan Ekspor

Variable Coefficient Prob

LNPOP 9.189672 0.0000

LNGDP 0.286759 0.6306

LNER 1.011256 0.0043

LNPX 0.585195 0.0000

C -158.0507 0.0000

Fixed Effect(Cross) United State Amerika -9.101558 Jepang 3.474671 Jerman 2.651178 Malaysia 13.38059 Italia 4.973220 Rusia -0.160650 United Kingdom 3.590547 India -18.80800 Weighted Statistics

R-squared 0.972399 Sum squared resid 2.261638 Prob(F-statistic) 0.000000 Durbin-Watson stat 2.219883

Unweighted Statistics

R-squared 0.925597 Mean dependent var 10.98757 Sum squared resid 2.465891 Durbin-Watson stat 1.994549

27 Setelah model tersebut dipilih, selanjutnya dilakukan pengujian asumsi untuk mendapatkan model yang terbebas dari masalah multikolinearitas, autokorelasi dan heteroskedastisitas. Masalah multikolinearitas terdeteksi apabila korelasi antar variabel independen melebihi nilai R-squared pada model yaitu 0.972399. Hasil estimasi menunjukkan tidak ada korelasi antar variabel yang melebihi nilai R-squared sehingga model terbebas dari masalah multikolinearitas (Lampiran 6).

Uji autokorelasi dilakukan dengan melihat nilai statistik Durbin-Watson pada hasil estimasi model. Berdasarkan hasil uji statistik Durbin-Watson (DW) diperoleh nilai DW hitung pada weights statistics sebesar 2.219883. Nilai tersebut masih berkisar antara 1,55-2,46 sehingga dapat disimpulkan bahwa model yang diestimasi terbebas dari masalah autokorelasi. Sedangkan untuk masalah heterokedastisitas, diuji dengan memberikan perlakuan cross section weights sehingga pelanggaran heteroskedastisitas dapat diabaikan (Lampiran 8).

Nilai R-squared pada model penelitian ini yaitu 0.972399 maka dapat dikatakan bahwa 97.23 persen keragaman pada variabel dependen yaitu nilai ekspor kopi Indonesia di negara tujuan dapat dijelaskan oleh variabel independen yang terdapat di dalam model penelitian, sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel lain diluar model. Uji statistik dalam penelitian ini dilakukan melalui uji F yang bertujuan untuk melihat pengaruh variabel independen secara keseluruhan terhadap variabel dependennya. Berdasarkan tabel terlihat bahwa probabilitas ( f-statistic) atau sering disebut p-value adalah sebesar 0.000000 yang lebih kecil dari taraf nyata lima persen. Nilai ini menandakan bahwa paling tidak terdapat satu variabel independen yang berpengaruh signifikan terhadap nilai ekspor kopi Indonesia.

Pada data panel, normal atau tidaknya error terms dapat dilihat dari nilai probabilitas histogram-normality test. Jika nilai probabilitasnya > α, maka error terms menyebar normal. Berdasarkan hasil uji normalitas, diketahui bahwa nilai probabilitasnya Jarque-Bera sebesar 0.850406. Dari pengujian model didapatkan bahwa nilai Jarque-Bera lebih besar dari pada α (0.850406 > 0.05). Dengan demikian, model nilai ekspor kopi Indonesia ini sudah memiliki error terms yang menyebar normal (Lampiran 7).

Uji t-statistik akan diuji setelah uji F dilakukan, dari hasil estimasi yang ditunjukkan ada dua variabel independen yang berpengaruh signifikan terhadap variabel dependennya pada taraf nyata lima persen. Variabel-variabel tersebut adalah populasi negara tujuan, nilai tukar negara tujuan dan harga ekspor kopi. Sedangkan variabel lainnya yakni GDP per kapita negara tujuan tidak signifikan memengaruhi nilai ekspor kopi pada taraf nyata lima persen. Hasil estimasi model data panel menggunakan fixed effect dengan serangkaian uji maka diperoleh nilai terbaik sebagai berikut:

LnNXit = - 158.0507 + 9.189672LnPOPit+0.286759LnGDPit + 1.011256LnERit

+ 0.585195LnPXit + εit

Interpretasi Model Faktor-Faktor yang Memengaruhi Ekspor Komoditi Kopi Indonesia Periode 2008-2013

Berdasarkan uji-t pada komoditi kopi, terdapat satu dari empat variabel yang tidak signifikan yaitu GDP per kapita riil negara importir kopi Indonesia pada

28

taraf nyata lima persen. Sedangkan variabel populasi negara tujuan, nilai tukar riil negara pengimpor dan harga ekspor Indonesia berpengaruh signifikan pada taraf nyata lima persen terhadap nilai ekspor kopi Indonesia.

1. Populasi Negara Tujuan Ekspor

Pertambahan populasi negara importir akan memberikan pengaruh yang positif terhadap nilai ekspor kopi Indonesia. Dalam hipotesis, telah dikemukakan bahwa populasi negara Amerika, Jepang, Jerman, Malaysia, Italia, Rusia, Inggris dan India memiliki hubungan positif, artinya semakin besar jumlah populasi delapan negara importir tersebut akan menyebabkan nilai ekspor kopi Indonesia semakin meningkat.

Berdasarkan hasil analisis regresi data panel, diperoleh nilai koefisien populasi negara pengimpor sebesar 9.189672. Hal ini sesuai dengan hipotesis penelitan dan berpengaruh nyata terhadap nilai ekspor kopi Indonesia. Artinya jika populasi negara importir meningkat sebesar satu persen, maka nilai ekspor kopi Indonesia akan meningkat sebesar 9.189672 persen (caterisparibus).

2. GDP per kapita riil negara importir

GDP per kapita mempresentasikan ukuran daya beli masyarakat terhadap barang dan jasa suatu negara. Dari hasil estimasi diketahui bahwa variabel GDP per kapita riil negara importir kopi tidak signifikan pada taraf nyata lima persen. Tanda koefisien pada variabel tersebut bernilai positif dan sesuai dengan hipotesis yaitu 0.286759.

3. Nilai tukar negara pengimpor

Dalam hipotesis, telah dikemukakan bahwa jika nilai tukar riil tinggi akan menyebabkan permintaan terhadap kopi Indonesia meningkat. Dalam hal ini nilai tukar dollar digunakan, karena sebagian besar negara menggunakan dan menerima dollar AS sebagai alat pembayaran pada transaksi perdagangan internasional dan relatif stabil.

Nilai tukar riil berpengaruh signifikan dan positif terhadap permintaan ekspor kopi Indonesia dengan koefisien sebesar 1.011256. Artinya jika nilai tukar terapresiasi sebesar satu persen, maka permintaan impor terhadap komoditi kopi Indonesia meningkat sebesar 1.011256 persen (cateris paribus). Tanda positif pada variabel nilai tukar dollar terhadap negara tujuan sesuai dengan parameter dugaan yang diharapkan. Jika nilai tukar riil di negara Amerika, Jepang, Jerman, Malaysia, Italia, Rusia, Inggris dan India tinggi, barang-barang di negara tersebut relatif lebih mahal sedangkan barang-barang luar negeri (Indonesia) relatif lebih murah sehingga penduduk negara pengimpor berkeinginan membeli lebih banyak barang hasil produksi Indonesia. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Irwanto (2012) dan Karlinda (2012) yang menjelaskan bahwa antara nilai tukar riil negara pengimpor dan nilai ekspor kopi Indonesia terdapat hubungan yang positif.

4. Harga ekspor

Harga ekspor kopi berpengaruh positif terhadap nilai ekspor kopi dengan koefisien sebesar 0.585195. Artinya, setiap peningkatan harga ekspor sebesar satu persen akan meningkatkan nilai ekspor kopi Indonesia sebesar 0.585195 persen, ceteris paribus. Pengaruh variabel harga ekspor kopi Indonesia signifikan pada

29 taraf nyata lima persen, hasil ini sesuai dengan hipotesis bahwa harga ekspor kopi berhubungan positif terhadap nilai ekspor kopi Indonesia, semakin tinggi harga ekspor kopi Indonesia maka akan meningkatkan nilai ekspor kopi Indonesia. Hasil estimasi ini sesuai dengan penelitian Raharjo (2013).

Hasil estimasi pada Tabel 6 menunjukkan bahwa jika tanpa pengaruh dari variabel-variabel independen (populasi negara pengimpor, GDP per kapita negara pengimpor kopi, nilai tukar negara pengimpor dan dan harga ekspor kopi) maka nilai ekspor kopi Indonesia hanya dipengaruhi oleh nilai keragaman individu atau individual heterogeneity. Besar nilai ekspor kopi Indonesia di India adalah sebesar (-158.0507-18.80800) atau sebesar -176.8587, kemudian diikuti Amerika sebesar (-158.0507-9.101558) atau -167.152258, Rusia sebesar (-158.0507-0.160650) atau sebesar -158.21135, Jerman sebesar (-158.0507+2.651178) atau -155.399522, Jepang sebesar (-158.0507+3.474671) atau sebesar -154.576029, Inggris sebesar (-158.0507+3.590547) atau -154.460153, Italia sebesar (-158.0507+4.973220) atau sebesar -153.07748 dan Malaysia sebesar (-158.0507+13.38059) atau sebesar -144.67011.

Dokumen terkait