• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Daya Saing Dan Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Ekspor Kopi Indonesia Ke Negara Tujuan Ekspor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Daya Saing Dan Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Ekspor Kopi Indonesia Ke Negara Tujuan Ekspor"

Copied!
50
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR-FAKTOR

YANG MEMENGARUHI EKSPOR KOPI INDONESIA

KE NEGARA TUJUAN EKSPOR

MELISA ANANDA SAMOSIR

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Daya Saing dan Faktor-Faktor yang Memengaruhi Ekspor Kopi Indonesia ke Negara Tujuan Ekspor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

MELISA ANANDA SAMOSIR. Analisis Daya Saing dan Faktor-Faktor yang Memengaruhi Ekspor Kopi Indonesia ke Negara Tujuan Ekspor. Dibimbing oleh TANTI NOVIANTI.

Kopi merupakan salah satu komoditi ekspor Indonesia yang memberikan peluang bagi Indonesia untuk meningkatkan devisa dan pangsa pasar ekspornya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendekripsikan gambaran umum dan regulasi kopi, menganalisis posisi daya saing kopi Indonesia menggunakan metode Revealed Comparative Advantage (RCA) dan Export Product Dynamics (EPD) serta menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi ekspor kopi Indonesia di delapan negara tujuan ekspor, yaitu Amerika, Jepang, Jerman, Malaysia, Italia, Rusia, Inggris dan India dengan menggunakan data panel statis. Hasil analisis RCA menunjukkan bahwa kopi Indonesia memiliki keunggulan komparatif di delapan negara tujuan ekspor (nilai RCA>1). Analisis EPD kopi Indonesia di pasar Amerika, Malaysia, Italia, Rusia, Inggris dan India berada pada posisi “Rising Star”, Jepang berada di posisi “Retreat” dan Jerman berada pada posisi “Lost Opportunity”. Hasil analisis data panel statis menunjukkan populasi negara tujuan, nilai tukar riil negara tujuan dan harga ekspor signifikan memengaruhi nilai ekspor kopi, sedangkan GDP per kapita negara tujuan tidak berpengaruh signifikan.

Kata kunci: Daya saing, RCA, EPD, Data Panel Statis

ABSTRACT

MELISA ANANDA SAMOSIR. Analysis of Competitiveness and the Factors are Influence Export of Indonesia Coffee to Export Target Countries. Supervised by TANTI NOVIANTI.

Coffee is one of export commodity Indonesia that gives opportunities for income and export market for Indonesia. The aim of this research was to describe the general description and regulation of coffee, analyze the competitiveness of Indonesia local coffee with Revealed Comparative Advantage (RCA) and Export Product Dynamics (EPD) and to determine the factors which affect the export to eight countries: America, Japan, Germany, Malaysia, Italy, Russia, United Kingdom and India. RCA method showed that Indonesia coffee has comparative strength to eight countries (RCA > 1). EPD method showed the competitive strength of Indonesia coffee, “Rising Star” in America, Malaysia, Italy, Russia, United Kingdom dan India, “Retreat” in Japan market, “Lost Opportunity” in Germany market. Based on estimation of Static Data Panel, export value was significantly affected by population of target countries, exchange rate of target countries and export price of coffee, but GDP per capita of target countries was not significantly affected.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Departemen Ilmu Ekonomi

ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR-FAKTOR

YANG MEMENGARUHI EKSPOR KOPI INDONESIA

KE NEGARA TUJUAN EKSPOR

MELISA ANANDA SAMOSIR

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)
(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia-Nya sehingga tugas akhir ini dapat diselesaikan. Penelitian dilaksanakan sejak bulan November 2014 dengan judul penelitian “Analisis Daya Saing dan Faktor-Faktor yang Memengaruhi Ekspor Kopi Indonesia ke Negara Tujuan Ekspor”, dengan konsentrasi bidang perdagangan dan industri.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Tanti Novianti, SP, MSi selaku dosen pembimbing, yang telah banyak memberikan saran dan masukan yang berharga bagi penulis dalam penyelesaian skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr Alla Asmara, SPt, MSi selaku dosen penguji utama dan Ibu Heni Hasanah, SE, MSi selaku perwakilan Komdik atas kritik dan saran berharga yang telah diberikan. Ungkapan terima kasih juga tak lupa penulis sampaikan kepada Ayah tercinta, Efendi Samosir, Ibu terkasih, Anita Dohar Siregar, adik-adik tersayang Winda, Victorya, Grace dan Samuel serta seluruh keluarga besar atas segala doa, kasih sayang, dan dukungan penuh yang telah diberikan bagi penulis selama ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada segenap dosen dan staf/karyawan Departemen Ilmu Ekonomi FEM IPB atas segala ilmu, bimbingan serta pelayanan akademis yang telah diberikan. Penulis tak lupa berterimakasih kepada rekan-rekan Departemen Ilmu Ekonomi Angkatan 48, segenap staf dan pengurus HIPOTESA periode 2013-2014, teman-teman kosan Wisma Jenius serta segenap sahabat-sahabat Komisi Pelayanan Anak (KPA) PMK IPB untuk kebersamaanya. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada teman-teman satu bimbingan skripsi penulis, Ina F, Iswahyuni, Raras dan Doni Jaelani yang saling mendukung satu sama lain selama masa penyusunan skripsi. Tak lupa penulis juga berterimakasih kepada sahabat-sahabat penulis yakni Isti, Nurul dan Evillya yang telah memberikan tawa, canda dan dukungan serta telah menjadi sahabat terbaik penulis selama masa kuliah.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Maret 2015

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1 

Latar Belakang 1 

Perumusan Masalah 4 

Tujuan Penelitian 6 

Manfaat Penelitian 6 

Ruang Lingkup Penelitian 6 

TINJAUAN PUSTAKA 6 

Kerangka Penelitian 11 

Hipotesis 12 

METODE 13 

Jenis dan Sumber Data 13 

Metode Analisis 13 

Revealed Comparative Advantage (RCA) 13  Export Product Dynamic (EPD) 14 

Data Panel Statis 15 

HASIL DAN PEMBAHASAN 20 

Gambaran Umum dan Regulasi Komoditi Kopi 20 

Analisis Daya Saing Kopi Indonesia di Negara Tujuan 23  Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Ekspor Kopi Indonesia 26 

SIMPULAN DAN SARAN 29 

Simpulan 29 

Saran 29 

DAFTAR PUSTAKA 30 

LAMPIRAN 33

(10)

DAFTAR TABEL

1 Produk Domestik Bruto (PDB) Pertanian Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Tahun 2008-2012 (milyar rupiah) 1 

2 Jenis dan Sumber Data 13

3 Perkembangan Luas Areal dan Produksi Kopi Menurut Status

Pengusahaan Tahun 2000-2008 21

4 Indeks nilai RCA Indonesia di Negara Tujuan Tahun 2008-2013 23 5 Rata-rata Indeks RCA Kopi Negara Eksportir di Negara Tujuan 24 6 Hasil Estimasi Ekspor Kopi Indonesia ke Negara Tujuan Ekspor 26

DAFTAR GAMBAR

1 Perkembangan Volume Ekspor Kopi Negara Eksportir Tahun

2008-2013 (ton) 2 

2 Perkembangan Nilai Ekspor Kopi Negara Eksportir Tahun 2008-2013

(ribu US$) 3 

3 Share Volume Ekspor Kopi Indonesia ke Negara Tujuan Ekspor tahun

2013 (%) 3 

4 Kontribusi Nilai Ekspor Kopi yang Tidak Disangrai dan Tidak dihilangkan Kafeinnya terhadap Komoditi Kopi Keseluruhan (%) 4  5 Nilai Ekspor Kopi Tidak Disangrai dan Tidak Dihilangkan Kafeinnya

(% terhadap total ekspor) di Negara Eksportir Tahun 2008-2013 5  6 Keseimbangan dalam Perdagangan Internasional 7 

7 Skema Kerangka Pemikiran 12 

8 Daya Tarik Pasar dan Kekuatan Bisnis pada Matriks EPD 14  9 Share Nilai Ekspor Kopi Indonesia terhadap Total Ekspor Kopi

Indonesia ke Negara Tujuan Ekspor (%) Tahun 2008-2013 22 10 Perkembangan Indeks Nilai RCA Negara Eksportir ke Dunia Tahun

2008-2013 24 11 Perkembangan EPD Indonesia ke Negara Tujuan Tahun 2008-2013 25

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil Analisis Daya Saing Kopi Menggunakan Metode RCA Tahun

2008-2013 33

2 Hasil Analisis Daya Saing Kopi Menggunakan Metode EPD Tahun

2008-2013 35 3 Hasil Estimasi Model Fixed Effect Method (FEM) Data Panel 37

4 Hasil Uji Hausman 37

5 Hasil Uji Chow 37

6 Korelasi Antar Variabel 38

7 Hasil Uji Normalitas 38

8 Hasil Uji Heteroskedastisitas 38

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Perdagangan internasional merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang dilakukan antar negara dengan tujuan meningkatkan pertumbuhan perekonomian negaranya. Terjadinya perdagangan internasional dikarenakan keterbatasan yang dimiliki setiap negara mulai dari keterbatasan dalam mengelola sumber daya alam hingga keterbatasan sumber daya manusia dan teknologi. Adanya keterbatasan tersebut mengharuskan setiap negara untuk melakukan perdagangan internasional sehingga setiap negara saling melengkapi dalam memenuhi kebutuhannya.

Pemahaman teori klasik menyatakan bahwa terdapat keterkaitan antara perdagangan internasional dengan pertumbuhan sehingga mendorong kegiatan ekonomi suatu negara. Peran perdagangan internasional terhadap perekonomian terbuka yang dikemukakan oleh Keynes, dapat dilihat dari suatu persamaan, yakni Y=C+I+G+(X-M). Y merupakan besarnya output yang dihasilkan perekonomian, C menunjukkan besarnya konsumsi masyarakat, I menunjukkan besarnya investasi, G menunjukkan besarnya pengeluaran pemerintah, X menunjukkan besarnya ekspor dan M menunjukkan besarnya impor. Selisih X dan M disebut sebagai Net Export (NX). Kontribusi perdagangan internasional dapat dijelaskan oleh seberapa besar NX yang diperoleh dalam kegiatannya. Semakin besar nilai NX suatu negara maka akan berkorelasi langsung terhadap peningkatan output perekonomian dan pertumbuhan ekonomi (Febrianty 2014).

Indonesia merupakan salah satu negara yang mengandalkan kegiatan perdagangan internasional untuk meningkatkan pertumbuhan ekonominya. Dalam kegiatan perdagangan internasional, banyak subsektor pertanian yang terlibat di dalamnya, salah satunya subsektor perkebunan. Subsektor perkebunan memiliki peranan penting terhadap peningkatan pendapatan Indonesia. Hal ini dikarenakan sebagian besar komoditi subsektor perkebunan berorientasi ekspor yang mampu memberikan kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia.

Tabel 1 Produk Domestik Bruto (PDB) Pertanian Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Tahun 2008-2012 (milyar rupiah)

Lapangan Usaha 2008 2009 2010 2011 2012

Pertanian 284 619 295 883 304 777 315 036 327 549 Tanaman Bahan

Makanan 142 000 149 057 151 500 154 153 158 694 Perkebunan 44 783 45 558 47 150 49 260 51 763 Peternakan 35 425 36 648 38 214 40 040 41 971 Kehutanan 16 543 16 843 17 249 17 395 17 423 Perikanan 45 866 47 775 50 661 54 186 57 697 PDB Total 2 082 456 2 178 850 2 314 458 2 464 676 2 618 139 PDB Tanpa Migas 1 939 625 2 036 685 2 171 113 2 322 763 2 480 955

(12)

2

Berdasarkan data pada Tabel 1, dapat dianalisis bahwa PDB subsektor perkebunan mengalami peningkatan setiap tahunnya, yaitu dari 44 783 milyar rupiah pada tahun 2008 meningkat menjadi 51 763 milyar rupiah pada tahun 2012. Jika dilihat berdasarkan kontribusi subsektor perkebunan terhadap PDB total pada tahun 2008 subsektor perkebunan memberikan kontribusi sebesar 2.15 persen dan mengalami penurunan menjadi 1.97 persen pada tahun 2012. Hal yang sama juga terjadi pada kontribusi subsektor perkebunan terhadap PDB tanpa migas yakni pada tahun 2008 kontribusi subsektor perkebunan terhadap non migas sebesar 2.30 persen dan mengalami penurunan menjadi 2.08 persen pada tahun 2012. Penurunan kontribusi subsektor perkebunan tersebut mengindikasikan bahwa subsektor perkebunan perlu diperhatikan agar menjadi subsektor yang unggul dan kekuatan bagi perekonomian nasional.

Kopi merupakan salah satu komoditi unggulan dari subsektor perkebunan yang kinerja ekspornya dipengaruhi daya saing dan perubahan pangsa pasar yang terjadi di pasar domestik maupun pasar internasional. Sebagai komoditi ekspor, kopi menjadikan Indonesia sebagai salah satu pengekspor kopi terbesar keempat di dunia setelah Brazil, Vietnam dan Kolombia dengan rata-rata produksi sebesar 671 576.3 ton dan rata-rata volume ekspor sebesar 457 058.5 ton dengan rentang waktu enam tahun pada periode 2008 hingga 2013 (Ditjenbun 2013).

Berdasarkan informasi pada Gambar 1, terlihat bahwa volume ekspor kopi Indonesia mengalami fluktuatif yang cenderung menurun yaitu dari tahun 2009 hingga tahun 2011. Terjadinya penurunan tersebut disebabkan produksi kopi Indonesia yang mengalami penurunan dari tahun 2009 hingga tahun 2011 sebesar 35.95%. Namun sejak tahun 2012, volume ekspor kopi Indonesia meningkat kembali dikarenakan produksi kopi mengalami peningkatan.

Indonesia memiliki potensi untuk mengekspor komoditi kopi di pasar internasional. Hal ini dikarenakan sebesar 70 persen dari total produksi kopi Indonesia ditujukan untuk kebutuhan ekspor sedangkan sisanya 30 persen untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri (AEKI 2012).

Sumber : UNComtrade 2014

Gambar 1 Perkembangan Volume Ekspor Kopi Negara Eksportir Tahun 2008-2013 (ton)

2008 2009 2010 2011 2012 2013

(13)

3

Berdasarkan informasi pada Gambar 2, dapat dianalisis bahwa nilai ekspor kopi dari negara eksportir cenderung mengalami peningkatan. Nilai ekspor kopi yang dihasilkan Indonesia mengalami rata-rata peningkatan sebesar 0.97 persen per tahun dari tahun 2008 hingga tahun 2013. Peningkatan rata-rata nilai ekspor tersebut diharapkan mampu memberikan kontribusi terhadap penerimaan negara.

Negara Amerika, Uni Eropa, dan Asia merupakan negara-negara yang sangat potensial untuk ekspor kopi Indonesia. Hal ini dikarenakan hampir 90 persen pasar ekspor kopi Indonesia berada di tiga kawasan tersebut (AEKI 2013).

Berdasarkan Gambar 3 terlihat bahwa total ekspor kopi Indonesia ke dunia mencapai 532 139.6 ton. Share volume ekspor kopi Indonesia ke negara tujuan ekspor kopi pada tahun 2013 yaitu Amerika 12%, Jerman 11%, Jepang 8%, Malaysia 8%, Italia 7%, Rusia 5%, Inggris 4% dan India 4%. Tingginya share yang dihasilkan volume ekspor kopi Indonesia ke delapan negara tujuan

Sumber : UNComtrade 2014

Gambar 2 Perkembangan Nilai Ekspor Kopi Negara Eksportir Tahun 2008- 2013 (ribu US$)

2008 2009 2010 2011 2012 2013

N

(14)

4

menggambarkan bahwa Indonesia memiliki peluang untuk mengekspor ke tiga kawasan tersebut.

Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan kajian terkait daya saing kopi dan faktor-faktor yang memengaruhi ekspor kopi Indonesia ke negara tujuan ekspor perlu dilakukan.

Perumusan Masalah

Kopi merupakan salah satu komoditi unggulan dari subsektor perkebunan yang diekspor Indonesia. Menurut data AEKI (2013), sebesar 70% kopi yang diekspor Indonesia masih berupa biji kopi (green beans) sedangkan sisanya 30% dalam bentuk olahan. Jenis kopi dengan kode Harmonized System (HS) 090111, kopi yang tidak disangrai dan tidak dihilangkan kafeinnya merupakan jenis kopi yang banyak diekspor Indonesia di pasar internasional.

Berdasarkan informasi pada Gambar 4, terlihat bahwa kopi yang tidak disangrai dan tidak dihilangkan kafeinnya memberikan kontribusi yang paling besar dibandingkan dengan kopi jenis lainnya yaitu sebesar 99% dari total ekspor komoditi kopi kemudian diikuti kontribusi kopi yang disangrai dan tidak dihilangkan kafeinnya sebesar 1%.

Liberalisasi perdagangan yang berkembang saat ini merupakan peluang bagi Indonesia dalam perdagangan kopi. Namun di sisi lain, perkembangan liberalisasi perdagangan tersebut memberikan tantangan bagi Indonesia dikarenakan kopi Indonesia harus mampu bersaing dengan negara eksportir kopi lainnya. Adanya persaingan untuk masuk dan bertahan di pasar internasional mendorong Indonesia untuk memperkuat daya saing kopinya agar mampu bertahan dan bersaing dengan negara eksportir kopi lainnya di pasar Internasional.

Sumber : UNComtrade 2014 (diolah)

Gambar 4 Kontribusi Nilai Ekspor Kopi yang Tidak Disangrai dan Tidak Dihilangkan Kafeinnya terhadap Komoditi Kopi Keseluruhan (%)

0 20

40 60 80

100

Coffee, not roasted, not decaffeinated Coffee, not roasted, decaffeinated

Coffee, roasted, not decaffeinated Coffee, roasted, decaffeinated Coffee, others

(15)

5

Berdasarkan data pada Gambar 5, dapat dianalisis bahwa nilai ekspor kopi yang tidak disangrai dan tidak dihilangkan kafeinnya dari negara eksportir kopi memiliki tren share nilai ekspor yang meningkat terhadap total ekspor setiap tahunnya. Secara khusus, nilai ekspor tertinggi masih didominasi negara Brazil kemudian diikuti negara Vietnam, Kolombia dan Indonesia. Hal ini membuktikan bahwa kopi tidak disangrai dan tidak dihilangkan kafeinnya mampu memberikan kontribusi terhadap nilai ekspor negara eksportir selama rentang waktu tahun 2008 hingga 2013.

Adanya pesaing kopi Indonesia seperti Brazil, Kolombia dan Vietnam akan memengaruhi posisi daya saing kopi Indonesia di pasar internasional. Berdasarkan data Ditjen PPHP (2014), tingkat daya saing kopi negara eksportir pada tahun 2012 yaitu Indonesia (3.74%), Brazil (17.18%), Vietnam (10.40%) dan Kolombia (5.85%). Dari data tersebut terlihat bahwa daya saing kopi Indonesia masih tergolong rendah dibandingkan tingkat daya saing pengekspor kopi lainnya. Oleh sebab itu, Indonesia harus menyusun strategi agar dapat bertahan dan bersaing dengan negara eksportir kopi lainnya.

Berdasarkan penjelasan yang telah diuraikan di atas maka permasalahan dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana gambaran umum dan regulasi kopi saat ini?

2. Bagaimana posisi daya saing kopi Indonesia di negara tujuan ekspor utama? 3. Faktor-faktor apa sajakah yang memengaruhi ekspor kopi Indonesia di

delapan negara tujuan?

Sumber : UNComtrade 2014 (diolah)

Gambar 5 Nilai Ekspor Kopi Tidak Disangrai dan Tidak Dihilangkan Kafeinnya (% terhadap total ekspor) di Negara Eksportir Tahun 2008-2013

2008 2009 2010 2011 2012 2013

(16)

6

Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah dijelaskan maka tujuan penelitian ini adalah:

1. Mendeskripsikan gambaran umum dan regulasi kopi saat ini.

2. Menganalisis posisi daya saing kopi Indonesia di negara tujuan ekspor utama.

3. Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi ekspor kopi Indonesia di delapan negara tujuan.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna baik bagi penulis maupun pihak-pihak yang berkepentingan. Manfaat yang diharapkan antara lain:

1. Bagi penulis, penelitian ini diharapkan mampu memberikan dan menambah pengetahuan bagi penulis mengenai perkembangan perdagangan ekspor kopi Indonesia di pasar internasional dan negara tujuan.

2. Bagi pemerintah atau instasi terkait penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi mengenai strategi kebijakan untuk meningkatkan daya saing kopi Indonesia.

3. Bagi pembaca diharapkan dapat menjadi sumber informasi dan masukan dalam penelitian-penelitian selanjutnya.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini menganalisis posisi daya saing serta faktor-faktor yang memengaruhi ekspor komoditi kopi dengan kode HS 090111 (jenis kopi Robusta OIB atau Arabika WIB yang tidak digongseng dan tidak dihilangkan kafeinnya) ke delapan negara tujuan ekspor yaitu Amerika, Jepang, Jerman, Malaysia, Italia, Rusia, Inggris dan India. Periode waktu yang digunakan dalam penelitian ini dari tahun 2008 hingga tahun 2013.

TINJAUAN PUSTAKA

Konsep Perdagangan Internasional

Perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan antara individu dengan individu, individu dengan pemerintah suatu negara atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain atas dasar kesepakatan bersama. Perdagangan internasional yang tercermin dari kegiatan ekspor dan impor suatu negara menjadi salah satu komponen dalam pembentukan PDB (Oktaviani dan Novianti 2009).

(17)

masing-7 masing negara memiliki permintaan dan penawaran yang berbeda, DA dan SA

untuk negara A sedangkan DB dan SB untuk negara B.

Keterangan:

PA Harga domestik di negara A (pengekspor) tanpa perdagangan internasional

QA Jumlah produk domestik yang diperdagangkan di negara A (pengekspor)

tanpa perdagangan internasional.

X Jumlah komoditas yang di ekspor oleh negara A

PB Harga domestik di negara B (pengimpor) tanpa perdagangan internasional

QB Jumlah produk domestik yang diperdagangkan di negara B (pengimpor)

tanpa perdagangan internasional.

M Jumlah komoditas yang diimpor oleh negara B

P* Harga barang yang terjadi di pasar internasional setelah melakukan kegiatan ekspor impor

Q* Jumlah barang yang diproduksi atau jumlah barang yang tersedia di pasar internasional setelah kedua negara sepakat untuk melakukan kegiatan ekspor impor

Gambar 6 menunjukkan terjadinya perdagangan kopi. Harga kopi di negara A sebesar PA, harga kopi di negara B sebesar PB dan harga kopi di pasar

Internasional P*. Dalam hal ini terdapat perbedaan antara permintaan, penawaran dan harga di dua negara tersebut. Harga di negara A lebih murah dibandingkan harga di negara B. Jika harga PB diterapkan di negara A maka akan terjadi

kelebihan penawaran di negara A, begitu juga di negara B, jika diterapkan harga PA di negara B maka akan terjadi kelebihan permintaan. Pertemuan antara

kelebihan permintaan dan kelebihan penawaran membentuk keseimbangan antara harga dan jumlah yang diekpor sama dengan jumlah yang diimpor akan terjadi di P* dan Q*.

Ekspor

Ekspor adalah berbagai barang dan jasa yang diproduksi di dalam negeri dan dijual ke luar negeri. Ekspor dapat diartikan suatu total penjualan barang yang

Negara A Pasar Internasional Negara B (Eksportir) (Importir)

Sumber : Salvatore 1997

(18)

8

dapat dihasilkan oleh suatu negara, kemudian diperdagangkan ke negara lain dengan tujuan meningkatkan penerimaan negara.

Daya Saing

Daya saing merupakan kemampuan suatu komoditi untuk memasuki dan bertahan dalam pasar luar negeri yang diukur dari keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitifnya. Suatu negara akan berusaha untuk meningkatkan daya saing produk, barang dan jasa agar dapat masuk dan mempertahankan produk, barang dan jasa negara tersebut di pasar internasional (Tambunan 2003).

Teori Keunggulan Komparatif

Teori keunggulan komparatif David Ricardo menyatakan bahwa meskipun suatu negara tidak memiliki keunggulan absolut dalam memproduksi dua jenis komoditi bila dibandingkan dengan negara lain, namun masih terdapat dasar untuk melakukan perdagangan yang menguntungkan asalkan terciptanya spesialisasi produksi atas komoditi tertentu yang merupakan keunggulan komparatif negara tersebut. Dengan demikian, kegiatan ekspor atas produk yang diproduksi relatif lebih efisien dapat tetap ditingkatkan dan impor barang dimana negara tersebut berproduksi relatif kurang/tidak efisien tetap dapat dilakukan untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri sehingga manfaat perdagangan dapat ditingkatkan.

Teori Keunggulan Kompetitif

Keunggulan kompetitif adalah keunggulan yang dimiliki suatu negara agar mampu bersaing di pasar internasional. Menurut konsep keunggulan kompetitif yang dikembangkan oleh Porter (1998), suatu bangsa atau negara yang memiliki competitive advantage of nation dapat bersaing di pasar internasional jika memiliki empat faktor utama yaitu kondisi faktor (factor condition), kondisi permintaan (demand condition), industri terkait dan industri pendukung yang kompetitif (related and supporting industry) serta kondisi struktur, persaingan dan strategi industri (firm strategy, structure and rivalry).

Selain keempat faktor utama di atas, terdapat dua faktor yang memengaruhi interaksi antara ke empat faktor tersebut yaitu faktor kesempatan (chance event) dan faktor pemerintah (government). Faktor-faktor ini membentuk sistem dalam peningkatan keunggulan daya saing yang disebut porter’s diamond.

Definisi variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian

Pada penerapan konsep data panel, variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu :

Populasi

(19)

9 Gross Domestic Product (GDP) per kapita negara tujuan

Gross Domestic Product (GDP) per kapita merupakan pendapatan rata-rata penduduk di suatu negara pada waktu tertentu yang dapat digunakan sebagai salah satu indikator dalam mengukur tingkat konsumsi atau kemampuan daya beli suatu negara atas barang dan jasa tertentu. Gross Domestic Product (GDP) per kapita diperoleh dari pendapatan nasional pada tahun tertentu dibagi dengan jumlah penduduk suatu negara pada tahun tertentu tersebut (Wardhana 2011).

Kenaikan pendapatan akan menyebabkan jumlah komoditas yang diminta lebih banyak pada setiap harga tertentu. Pada penelitian ini, pendapatan yang digunakan adalah GDP per kapita negara tujuan per tahun. Ketika GDP per kapita negara tujuan ekspor meningkat maka uang yang siap dibelanjakan masyarakat pun meningkat. Jika kopi barang normal, peningkatan pendapatan menyebabkan masyarakat dapat meningkatkan konsumsinya.

Nilai tukar riil

Nilai tukar riil (real exchange rate) merupakan harga suatu mata uang dalam satuan mata uang asing atau jumlah mata uang suatu negara asing yang harus dibayarkan untuk mendapatkan satu unit uang domestik (Lipsey 1995). Nilai tukar terbagi menjadi dua, yaitu nilai tukar riil dan nilai tukar nominal. Menurut Mankiw (2006), nilai tukar nominal (nominal exchange rate)merupakan harga relatif dari mata uang dua negara, sedangkan nilai tukar riil (real exchange rate)adalah harga relatif dari barang-barang antara dua negara. Secara matematis, nilai tukar riil dapat dijelaskan sebagai berikut :

Nilai tukar riil               

Jika nilai tukar riil tinggi, barang-barang luar negeri relatif lebih murah dan barang-barang domestik relatif lebih mahal. Sebaliknya jika nilai tukar riil rendah, barang-barang luar negeri relatif lebih mahal dan barang-barang domestik relatif lebih murah.

Harga Ekspor Kopi

Harga didefinisikan sebagai suatu nilai yang diberikan dalam menukarkan barang atau jasa. Ketika harga suatu barang tinggi maka produsen punya insentif untuk meningkatkan produksinya dan ketika harga suatu barang rendah maka konsumen memiliki insentif untuk mengkonsumsi lebih banyak (Stiglitz 1993). Hubungan antara harga ekspor terhadap nilai ekspor dijelaskan sebagai berikut :

Harga ekspor               $

Nilai Ekspor

(20)

10

nilai impor dan negatif ketika nilai impor lebih besar daripada nilai ekspor (Mankiw 2006).

Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu yang dikaji oleh Rajagukguk MM (2009) menganalisis daya saing rumput laut Indonesia di pasar internasional. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi data panel. Adapun faktor-faktor yang diduga memengaruhi daya saing diantaranya volume ekspor rumput laut Indonesia di negara tujuan ekspor, harga ekspor rumput laut Indonesia, nilai tukar, GDP serta produksi nasional rumput laut Indonesia. Peneliti menganalisis menggunakan regresi data panel dengan metode fixed effect. Pada model yang dihasilkan variabel yang berpengaruh nyata diantaranya volume ekspor ke negara tujuan, nilai tukar dan GDP per kapita negara tujuan. Sedangkan harga ekspor dan produksi rumput laut Indonesia tidak berpengaruh nyata secara statistik.

Penelitian yang dilakukan oleh Raharti (2013) mengenai Analisis Daya Saing dan Faktor-Faktor yang Memengaruhi Aliran Ekspor Pala menggunakan metode analisis RCA, EPD dan metode data panel. Variabel yang signifikan pada taraf nyata lima persen adalah variabel harga riil dan jarak ekonomi. Sedangkan variabel PDB per kapita negara tujuan dan nilai tukar riil negara tujuan terhadap rupiah tidak berpengaruh pada taraf nyata lima persen. Variabel-variabel harga riil pala dunia dan jarak ekonomi sesuai dengan hipotesis yang diinginkan dimana variabel harga riil berpengaruh positif dan jarak ekonomi berpengaruh negatif terhadap volume ekspor pala Indonesia, sedangkan variabel lainnya seperti PDB per kapita riil negara tujuan dan nilai tukar mata uang asing terhadap rupiah tidak sesuai dengan hipotesis yang diinginkan.

Suprehatin (2006) melakukan penelitian daya saing ekspor nenas segar Indonesia. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, nenas merupakan salah satu komoditas andalan ekspor Indonesia. Penelitian yang dilakukan bertujuan mengetahui daya saing ekspor nenas segar Indonesia berdasarkan pangsa pasar dan faktor-faktor yang memengaruhinya. Data sekunder yang digunakan terdiri dari data time series dan data cross section serta dianalisis dengan metode regresi data panel. Penelitian yang dilakukan menunjukkan tren pangsa pasar nenas segar Indonesia cenderung menurun. Berdasarkan estimasi dengan regresi data panel, daya saing ekspor nenas segar Indonesia berpengaruh signifikan terhadap volume ekspor nenas segar Indonesia, GDP per kapita negara pengimpor, dan produksi nenas segar dalam negeri. Sedangkan nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara pengimpor, harga ekspor nenas Indonesia, volume ekspor nenas olahan Indonesia tidak berpengaruh signifikan.

(21)

11 Indonesia kalah dibandingkan daya saing kopi biji dari negara-negara lain, seperti Kolombia, Honduras, Peru, Brazil dan Vietnam.

Penelitian Purnamasari, Hanani, Chi Huang (2014) mengenai daya saing ekspor kopi Indonesia di pasar dunia dianalisis menggunakan metode RCA, Comparative Export Performance (CEP) dan Market Share Index (MSI) pada periode 1990 hingga 2011. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Indonesia belum memiliki keunggulan komparatif dibandingkan negara pengekspor kopi lainnya seperti Brazil, Vietnam dan Kolombia. Hal ini disebabkan oleh sebagian besar kopi yang diekspor Indonesia berupa bahan mentah yang belum di proses dan penanganan pasca panen yang cenderung kurang tepat serta masih menggunakan alat tradisional.

Penelitian Karlinda (2012) terkait daya saing dan faktor-faktor yang memengaruhi permintaan ekspor mutiara Indonesia dianalisis dengan metode RCA, EPD dan gravity model tahun 1999-2011. Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa mutiara Indonesia memiliki keunggulan komparatif atau daya saing yang kuat dan mengalami permintaan ekspor ke negara Australia dan Jepang. Hasil estimasi gravity model menunjukkan bahwa GDP per kapita negara importir, nilai tukar dan nilai ekspor tahun sebelumnya berpengaruh positif dan signifikan, populasi berpengaruh negatif dan signifikan, sedangkan jarak ekonomi tidak signifikan.

Perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya yaitu kode HS yang digunakan pada penelitian ini sampai enam digit yaitu HS 090111. Untuk menganalisis daya saing komoditi kopi, penelitian ini tidak hanya menggunakan metode Revealed Comparatif Advantage (RCA) seperti yang telah dilakukan penelitian-penelitian sebelumnya akan tetapi penelitian ini juga menggunakan metode Export Product Dynamic (EPD) dengan periode penelitian terbaru yakni tahun 2008 hingga 2013. Selain itu, pembeda penelitian ini dibandingkan penelitian-penelitian sebelumnya terletak pada objek penelitian yang merupakan negara yang menjadi tujuan ekspor kopi Indonesia yakni Amerika, Jepang, Jerman, Malaysia, Italia, Rusia, Inggris dan India.

Metode analisis kuantitatif pada penelitian ini menggunakan metode data panel statis untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi ekspor kopi Indonesia ke negara tujuan ekspor. Hal ini merupakan pembeda antara penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yang menggunakan analisis OLS untuk menganalisis ekspor kopi.

Kerangka Penelitian

Subsektor perkebunan merupakan salah satu subsektor dari sektor pertanian yang berpotensi untuk dikembangkan. Hal ini dikarenakan subsektor perkebunan mampu memberikan kontribusi sebesar 1.97 persen terhadap PDB total Indonesia (BPS 2012). Salah satu komoditi unggulan ekspor subsektor perkebunan adalah kopi. Diantara beragamnya jenis kopi yang diekspor negara Indonesia, kopi dengan kode HS 090111 (kopi yang tidak disangrai dan tidak dihilangkan kafeinnya) memiliki kontribusi yang paling besar yakni sebesar 99 % terhadap kopi Indonesia secara keseluruhan.

(22)

12

Malaysia, Italia, Rusia, Inggris dan India. Delapan negara ini dipilih karena nilai ekspor dan volume ekspor kopi Indonesia ke negara tujuan tersebut termasuk tinggi.

Hipotesis

Berdasarkan studi literatur, faktor-faktor yang diduga berpengaruh terhadap nilai ekspor kopi Indonesia adalah : populasi negara tujuan, GDP per kapita negara tujuan, nilai tukar riil negara tujuan dan harga ekspor kopi. Hipotesis terhadap variabel-variabel tersebut akan dijelaskan sebagai berikut :

1. Populasi negara tujuan diduga memiliki pengaruh positif terhadap nilai ekspor kopi Indonesia. Jika populasi meningkat maka nilai ekspor kopi akan meningkat. Juga berlaku untuk kondisi sebaliknya.

2. GDP per kapita riil negara tujuan diduga memiliki pengaruh positif terhadap nilai ekspor kopi Indonesia. Jika GDP per kapita negara tujuan mengalami peningkatan maka akan meningkatkan nilai ekspor Indonesia.

3. Nilai tukar riil negara tujuan diduga memiliki pengaruh positif terhadap nilai ekspor kopi Indonesia. Apabila nilai tukar riil negara importir

Gambar 7 Skema kerangka pemikiran

  Subsektor perkebunan merupakan subsektor yang berpotensi untuk 

dikembangkan  

Kopi merupakan salah satu komoditi unggulan ekspor dari subsektor  perkebunan

Daya saing  Faktor‐faktor yang memengaruhi 

ekspor kopi 

1. Populasi negara tujuan 2. GDP per kapita riil negara

tujuan ekspor

3. Nilai tukar riil negara tujuan ekspor

4. Harga ekspor kopi

Rekomendasi peningkatan 

daya saing dan ekspor kopi 

 

1. Revealed Comparative

Advantage (RCA)

2. Export Product Dynamics

(23)

13 terapresiasi (nilai tukar riil tinggi) akan menyebabkan nilai ekspor kopi Indonesia meningkat.

4. Harga ekspor kopi diduga memiliki pengaruh positif terhadap nilai ekspor kopi Indonesia. Jika harga ekspor meningkat maka nilai ekspor kopi yang diterima Indonesia akan meningkat. Juga berlaku untuk kondisi sebaliknya.

METODE

Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dalam bentuk time series tahunan dari tahun 2008-2013 dan data cross section delapan negara, yaitu Amerika, Jepang, Jerman, Malaysia, Italia, Rusia, Inggris dan India. Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 2.

Metode Analisis

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dan metode kuantitatif. Metode kualitatif dilakukan dengan penjabaran data perkembangan kopi Indonesia dengan analisis deskriptif, sedangkan analisis kuantitatif dilakukan dengan pemodelan ekonometrik data panel statis dan perhitungan indeks Revealed Comparative Advantage (RCA) dan Export Product Dynamic (EPD). Perhitungan kuantitatif RCA dan EPD dilakukan dengan bantuan program aplikasi Micrososft Excel 2007 sedangkan pemodelan data panel statis dilakukan dengan bantuan program aplikasi Microsoft Excel 2007 dan E-Views 6.0.

Revealed Comparative Advantage (RCA)

Indeks RCA adalah indikator yang dapat menggambarkan keunggulan komparatif atau tingkat daya saing industri dan perdagangan suatu negara di pasar global. Indeks RCA menunjukkan keunggulan komparatif atau daya saing ekspor dari suatu negara pada suatu komoditas terhadap dunia. Kinerja ekspor produk dari suatu negara diukur dengan menghitung pangsa nilai ekspor suatu produk terhadap total ekspor suatu negara dibandingkan dengan pangsa nilai produk tersebut dalam perdagangan dunia (Kemendag 2014). Secara matematis, Indeks RCA dapat dirumuskan sebagai berikut:

Tabel 2 Jenis dan Sumber Data

Jenis Data Sumber Data

Populasi negara tujuan

GDP per kapita riil negara tujuan Nilai tukar negara tujuan terhadap dollar Harga ekspor kopi

World Bank World Bank

(24)

14

Keterangan:

Xij = nilai ekspor komoditas i dari negara j Xj = nilai total ekspor dari negara j

Xiw = nilai ekspor komoditi i dari pasar w Xw = nilai ekspor total dunia

Jika nilai indeks RCA suatu negara untuk komoditas tertentu adalah lebih besar dari satu maka negara bersangkutan memiliki keunggulan komparatif di atas rata-rata dunia untuk komoditas tersebut. Sebaliknya, bila lebih kecil dari satu, berarti keunggulan komparatif untuk komoditis tersebut tergolong rendah, di bawah rata-rata dunia.

Export Product Dynamic (EPD)

Metode Export Product Dynamics (EPD) digunakan untuk mengidentifikasi apakah produk suatu negara mempunyai performa yang dinamis (pertumbuhannya cepat) atau tidak. Dengan pendekatan ini kinerja dari produk-produk ekspor negara di dunia dapat dibandingkan. Jika pertumbuhan suatu produk diatas rata-rata secara kontinu selama periode yang panjang maka produk tersebut mungkin dapat menjadi sumber pendapatan ekspor yang besar bagi negara tersebut.

Matriks EPD terdiri dari daya tarik pasar dan informasi kekuatan bisnis. Daya tarik pasar dihitung berdasarkan pertumbuhan dari permintaan sebuah produk untuk tujuan pasar tertentu, di mana informasi kekuatan bisnis diukur berdasarkan pertumbuhan dari perolehan pasar (market share) sebuah negara pada tujuan pasar tertentu. Kombinasi dari daya tarik pasar dan kekuatan bisnis ini menghasilkan karakter posisi dari produk yang ingin dianalisis ke dalam empat kategori. Keempat kategori itu adalah “Rising Star”, “Falling Star”, “Lost Opportunity” dan “Retreat”.

Keterangan:

X = Pangsa pasar ekspor negara i di pasar tujuan tertentu Y = Pangsa pasar produk j di pasar tujuan tertentu

Rising Star merupakan posisi pasar ideal, negara akan memperoleh pertumbuhan pangsa pasar pada produk yang tumbuh cepat (fast-growing

Gambar 8 Daya Tarik Pasar dan Kekuatan Bisnis pada Matriks EPD Lost

Opportunity Rising Star

(25)

15 products). Lost Opportunity dihubungkan dengan penurunan pangsa pasar pada produk-produk yang kompetitif. Kondisi ini tidak diinginkan karena hal ini menyebabkan suatu negara kehilangan kesempatan pangsa ekspor. Falling Star terjadi ketika ada peningkatan pada pangsa pasar ekspornya, tetapi tidak pada pangsa pasar produk. Sementara itu, Retreat mengartikan bahwa produk tidak diinginkan lagi di pasar. Hal yang seharusnya dilakukan oleh produk yang berada pada posisi Retreat adalah menggerakkan produk-produk yang stagnan menuju produk-produk yang dinamis.

Secara matematis, yang dimaksud dengan pangsa ekspor suatu negara (negara i) dan pangsa pasar produk (produk n) dalam sebuah perdagangan dunia adalah sebagai berikut:

Sumbu X:

Pertumbuhan kekuatan bisnis atau disebut pangsa pasar ekspor i.

Sumbu Y:

Pertumbuhan pangsa pasar produk n .

Dimana:

Xij = Nilai ekspor produk i Indonesia ke negara tertentu Xiw = Nilai ekspor produk i Dunia ke negara tertentu Xj = Nilai ekspor total Indonesia ke negara tertentu Xw = Nilai ekspor total dari Dunia ke negara tertentu T = Jumlah tahun

t = tahun ke-t Data Panel Statis

Analisis faktor-faktor yang memengaruhi nilai ekspor kopi dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode analisis ekonometrik data panel statis. Metode data panel memiliki beberapa keunggulan, yaitu dapat mengontrol heterogenitas individu, menyajikan data yang lebih informatif, variatif, memiliki kolinearitas antar variabel yang rendah dan memiliki derajat kebebasan yang tinggi sehingga lebih efisien, baik digunakan untuk mempelajari dinamika penyesuaian (dynamics of change), lebih mampu mengidentifikasi dan mengukur efek yang tidak dapat diukur oleh data time series murni atau cross section murni, dapat merumuskan dan menguji model yang lebih kompleks dan analisis pada level mikro dapat meminimisasi atau menghilangkan bias yang terjadi akibat agregasi data ke level makro (Baltagi 2005).

(26)

16

Selain itu, dalam melakukan pengolahan data panel terdapat kriteria pembobotan yang berbeda-beda yaitu No Weighting (semua observasi diberi bobot sama), Cross Section Weight (GLS dengan menggunakan estimasi varian residual cross section, digunakan jika ada asumsi terdapat cross section heteroskedasticity), dan Seemingly Uncorrelated Regression/SUR (GLS dengan menggunakan covariance matrix cross section). Metode ini mengoreksi baik heteroskedastisitas maupun autokorelasi antar unit cross section. Tujuan dilakukannya pembobotan ini adalah untuk mengurangi heterogenitas antar unit cross section.

Pemilihan Model Panel Data

Metode data panel merupakan model ekonometrika yang menggabungkan data time series dan data cross section. Dalam analisis data panel, terdapat tiga pendekatan yang terdiri dari pendekatan kuadrat terkecil (pooled least square), model efek tetap (fixed effects model) dan model efek acak (random effects model). Pada pendekatan Fixed Effects Model (FEM) dan Random Effects Model (REM) yang dibedakan berdasarkan ada atau tidaknya korelasi antara komponen error dengan peubah bebas regresor.

Pooled Least Square (PLS)

Pendekatan ini menggunakan gabungan dari seluruh data (pooled), sehingga terdapat N x T observasi, di mana N menunjukkan jumlah unit cross section dan T menunjukkan jumlah time series yang digunakan (Firdaus 2011). Model yang digunakan yaitu :

yit = αi + Xitβ + uit

Dengan menggabungkan semua data cross section dan time series dapat meningkatkan derajat kebebasan sehingga dapat memberikan hasil estimasi yang lebih efisien. Akan tetapi, pendekatan ini memiliki kelemahan yaitu dugaan parameter β akan bias. Parameter yang bias ini disebabkan karena PLS tidak dapat membedakan observasi yang berbeda pada periode yang sama, atau tidak dapat membedakan observasi yang sama pada periode yang berbeda.

Pendekatan Model Efek Tetap (Fixed Effect)

Metode fixed effect digunakan ketika antara efek individu dan variabel penjelas memiliki korelasi dengan variabel Xit atau memiliki pola yang sifatnya tidak acak. Metode ini mempertimbangkan bahwa peubah-peubah yang dihilangkan dapat mengakibatkan perubahan dalam intersep-intersep cross section dan time series. Untuk memungkinkan adanya perubahan intersep ini, dapat ditambahkan variabel dummy (D) ke dalam model yang selanjutnya akan diduga dengan model OLS (Ordinary Least Square). Model yang digunakan adalah:

Yit = ƩaiDi + ßXit +ɛit

(27)

17 Pendekatan Model Efek Acak (Random Effect)

Dalam metode random effect atau error component model, parameter yang berbeda antar individu maupun antar waktu dimasukkan ke dalam error. Asumsi yang digunakan dalam model ini adalah error secara individual tidak saling berkorelasi, begitu pula dengan error kombinasinya. Persamaan umum dalam model random effect yaitu :

Yit = ai + ßXit + ɛit

ɛit = uit + Vit + Wit

Dimana : uit ~ N (0, u²) = komponen cross section error Vit ~ N (0, v²) = komponen time series error Wit ~ N (0, w²) = komponen combinations error

Untuk menentukan model pendekatan yang terbaik dalam data panel statis, perlu dilakukan uji ekonometrika tertentu yakni dengan menggunakan Uji Chow, Uji Hausman dan Uji LM (Breusch – Pagan).

Uji Chow

Uji Chow digunakan untuk memilih model yang lebih baik di antara model Pooled Least Square atau Fixed Effect. Hipotesis dari pengujian ini adalah sebagai berikut:

H0: Model pooled least square

H1: Model fixed effect

Dasar penolakan terhadap Ho adalah dengan menggunakan F statistik seperti berikut:

FN‐1,NT‐N‐K     

Keterangan:

ESS1 = Residual Sum Squarehasil pendugaan model Pooled Least Square

ESS2 = Residual Sum Squarehasil pendugaan modelFixed Effect

N = Jumlah data cross section

T = Jumlah data time series

Statisitik uji Chow mengikuti distribusi F-statistik dengan derajat bebas (N-1, NT-N-K) jika nilai Chow statistik (Stat) hasil pengujian lebih besar dari F-tabel maka cukup untuk menolak hipotesa nol sehingga model yang digunakan adalah model fixed effect dan begitu juga sebaliknya.

Uji Hausman

Hausman test adalah pengujian statistik sebagai dasar pertimbangan dalam memilih untuk menggunakan model fixed effect atau random effect. Hipotesis dari pengujian ini adalah sebagai berikut:

H0 : Model Random Effect

H1 : Model Fixed Effect

Sebagai dasar penolakan H0 maka digunakan statsistik Hausman dan

(28)

18

H =(β-b) ( M0-M1)-1(β-b) ~ χ2(K)

Dimana β adalah vektor untuk statistik variabel random effect, b adalah vektor statistik variabel fixed effect, M0 adalah matriks kovarian untuk dugaan

fixed effect model dan M1 adalah matriks kovarian untuk dugaan random effect

model. Jika nilai H hasil pengujian lebih besar dari χ 2

tabel, maka cukup bukti untuk melakukan penolakan terhadap H0 sehingga model yang digunakan adalah

model fixed effect, dan begitu juga sebaliknya. Uji Lagrange Multiplier (LM)

Uji LM merupakan pengujian statistik yang bertujuan memilih model random effect atau pooled least square. Hipotesis dari uji ini yaitu:

H0 : Model pooled least square

H1 : Model random effect

Jika LM statistik yang didapatkan lebih besar dari nilai kritis Chi-Square maka H0 ditolak, artinya Random Effect digunakan.

Pengujian Asumsi Model

Dalam analisis regresi, terdapat tiga asumsi yang harus diuji yaitu heteroskedastisitas, multikolineritas, dan autokorelasi. Selain itu terdapat juga uji normalitas untuk mengetahui apakah error term menyebar normal atau tidak. Perlu dijabarkan secara khusus mengenai kriteria pemenuhan asumsi BLUE (Best Linear Unbiased Estimator) untuk menghasilkan model regresi yang baik.

Heteroskedastisitas

Salah satu asumsi dari model regresi linear adalah ragam sisaan (uᵢ) homogen atau Var (uᵢ) = E (uᵢ²) = σ². Masalah ini sering terjadi jika ada penggunaan data cross section dalam estimasi model, namun dapat terjadi juga dalam data time series. Salah satu cara mengatasi masalah ini adalah dengan menggunakan metode Generalized Least Square (GLS). Metode ini merupakan metode kuadrat terkecil yang terboboti, dimana model ditransformasi dengan memberikan bobot pada data asli (Juanda 2009).

Autokorelasi

Salah satu asumsi penting dari metode OLS adalah tidak adanya hubungan antara variabel gangguan satu dengan variabel gangguan yang lain. Dengan pengertian lain, antar gangguan menyebar bebas. Tidak adanya serial korelasi antara variabel gangguan ini dapat dinyatakan sebagai berikut:

Tidak ada korelasi bila E ( uᵢ, uj) = 0 ; i ≠ j Jika Ada autokorelasi bila E ( uᵢ, uj ) ≠ 0 ; i ≠ j

Autokorelasi sering terjadi pada data time-series. Autokorelasi dapat berbentuk positif dan negatif. Apabila data yang kita analisis mengandung autokorelasi, maka akan mengakibatkan dugaan parameter koefisien regresi menjadi :

(29)

19 Multikolinearitas

Salah satu asumsi yang digunakan dalam metode OLS adalah tidak ada hubungan linier antara variabel bebas. Jika terdapat hubungan antara variabel bebas dalam satu regresi maka terjadi masalah multikolinearitas. Indikasi adanya multikolinieritas dapat dilihat jika dalam model yang dihasilkan terbukti signifikan secara keseluruhan (uji-F) dan memiliki nilai R-squared yang tinggi namun banyak variabel yang tidak signifikan (uji-t). Salah satu cara mengatasi masalah ini adalah dengan menggabungkan data cross section dengan data time series (Juanda 2009).

Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk memeriksa apakah error term menyebar normal atau tidak. Hipotesis yang digunakan adalah:

H0 : error term menyebar normal

H1 : error term tidak menyebar normal

Uji normalitas diaplikasikan dengan melakukan tes Jarque Bera, jika nilai probabilitas yang diperoleh lebih besar dari taraf nyata yang digunakan, maka terima H0 yang berarti error term dalam model sudah menyebar normal.

Model Penelitian

Penelitian ini menggunakan satu model umum. Model ini digunakan untuk melihat hubungan nilai ekspor kopi dengan variabel independennya yakni populasi negara tujuan, GDP per kapita negara tujuan, nilai tukar riil negara tujuan dan harga ekspor. Perumusan model analisis dalam penelitian ini mengacu pada model penelitian yang digunakan Irwanto (2012). Dugaan model tersebut yaitu:

NXit = α + β1POPit + β2LnGDPit + β3LnERit + β4LnPXit + it

NX : Nilai ekspor kopi Indonesia (US$) POP : Populasi negara tujuan (jiwa)

GDP : GDP per kapita riil negara tujuan ekspor i tahun ke-t (US$) ER : Nilai tukar riil negara importir (mata uang negara tujuan/US$) PX : Harga ekspor kopi Indonesia ke negara i tahun ke-t (US$/kg)

it : Random error

α : Konstanta i : individu ke-i t : periode ke-t

Masalah heteroskedastisitas dapat dikurangi dengan melakukan transformasi menjadi logaritma natural (ln). Transformasi yang dilakukan dapat memapatkan skala untuk pengukuran variabel, mengurangi perbedaan nilai dari sepuluh kali lipat menjadi dua kali lipat (Gujarati 2006). Dugaan persamaan nilai ekspor kopi Indonesia yang telah ditransformasi dapat dirumuskan sebagai berikut:

(30)

20

Keterangan:

Ln_NX : Nilai ekspor kopi Indonesia (persen) Ln_POP : Populasi negara tujuan (persen)

Ln_GDP : GDP per kapita riil negara tujuan ekspor i tahun ke-t (persen) Ln_ER : Nilai tukar riil negara importir (persen)

Ln_PX : Harga ekspor kopi indonesia ke negara i tahun ke-t (persen)

it : Random error

α : Konstanta i : individu ke-i t : periode ke-i Definisi Operasional Variabel

1. Nilai ekspor kopi Indonesia di negara tujuan menjadi variabel tak bebas dalam model yang merupakan total ekspor komoditi kopi yang diekspor ke negara tujuan setiap tahunnya dan dinyatakan dalam satuan US$.

2. Populasi negara tujuan adalah total penduduk yang tinggal dan menjadi warga negara di negara tujuan ekspor dan dinyatakan dalam Jiwa.

3. GDP per kapita negara tujuan ekspor kopi Indonesia adalah pendapatan domestik bruto per kapita negara pengimpor kopi Indonesia selama periode 2008 hingga 2013, dinyatakan dalam US$.

4. Nilai tukar adalah laju nilai tukar valuta asing yang biasa digunakan dalam pembayaran transaksi internasional. Nilai tukar yang dimaksud dalam model ini adalah nilai tukar riil negara pengimpor terhadap US$.

5. Harga ekspor kopi merupakan hasil bagi antara total nilai ekspor dengan volume ekspor kopi Indonesia ke negara tujuan ekspor dan dinyatakan dalam satuan US$ per kilogram.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum dan Regulasi Komoditi Kopi

Perkembangan Kopi Indonesia

Kopi merupakan komoditi yang paling banyak diperdagangkan di dunia setelah minyak bumi dan gas, dan menjadi salah satu komoditas unggulan Indonesia di pasar internasional. Sebagai eksportir kopi terbesar keempat di dunia, Indonesia memiliki rata-rata volume ekspor kopi sebesar 457 ribu ton per tahun yang terdiri dari kopi robusta (85%) dan arabika (15%). Hal ini sejalan dengan penelitian (Chandra et al 2013) dan (Kustiarti 2007) yang menunjukkan ekspor kopi dan produksi kopi di Indonesia dan Vietnam masih didominasi oleh jenis kopi Robusta. Sedangkan negara di Amerika Latin seperti Brazil dan Kolombia lebih banyak memproduksi kopi Arabika. Ditinjau dari segi harga, kopi Robusta memiliki harga yang lebih murah dibandingkan dengan kopi jenis Arabika (Kustiarti 2007).

(31)

21

Tabel 3 Perkembangan Luas Areal dan Produksi Kopi Menurut Status Pengusahaan Tahun 2000-2008

Tahun

Perkebunan Rakyat Perkebunan Negara Perkebunan Swasta Luas (ha) Produksi

Selatan. Sedangkan kopi jenis arabika dihasilkan di daerah Aceh, Sumatera Utara, Toraja dan Jawa Timur. Beragamnya varietas kopi di Indonesia (robusta dan arabika) dikarenakan karakteristik kondisi geografis penanaman kopi. Perbedaan ini memberikan kekhasan dan cita rasa yang berbeda antara kopi dari daerah yang satu dengan daerah yang lain.

Perkebunan kopi di Indonesia dikelola dalam tiga bentuk pengusahaan yakni Perkebunan Rakyat, Perkebunan Negara dan Perkebunan Swasta. Dari seluruh luas areal dan produksi perkebunan kopi Indonesia, 96 persennya dimiliki oleh Perkebunan Rakyat, sedangkan sisanya dimiliki oleh Perkebunan Besar Negara dan Perkebunan Besar Swasta masing-masing sebesar 2 persen.

Produksi kopi Indonesia lebih banyak disumbang oleh perkebunan rakyat. Hal ini disebabkan karena saat ini areal perkebunan kopi di dalam negeri sebagian besar adalah perkebunan rakyat (PR) dengan rata-rata luas areal kopi sebesar 1,2 juta hektar atau 96 persen dari total areal tanam, perkebunan besar swasta (PBS) sebesar 27 310 hektar (2%) dan rata-rata luas areal perkebunan besar negara (PBN) sebesar 23 106 hektar (2%). Hal ini menunjukkan bahwa peranan petani dalam pengembangan perkopian nasional sangat dominan sehingga pemerintah perlu memberikan perhatian khusus kepada petani nasional untuk meningkatkan kualitas dan produktivitas kopi.

Regulasi Produk Kopi di Pasar Uni Eropa

Negara Uni Eropa merupakan negara yang menerapkan standar yang tinggi terhadap produk impor yang masuk ke negara tersebut. Regulasi produk ke Uni Eropa terdiri dari regulasi pemerintah (regulasi resmi) dan regulasi tidak resmi berupa regulasi sektor swasta dan NGOs. Regulasi ini menjadi hambatan bagi eksportir untuk memasuki pasar dikarenakan produsen dihadapkan pada tantangan atau barrier. Adapun ketentuan resmi yang diberlakukan Uni Eropa terhadap produk ekspor kopi yakni:

1. Contaminants (kontaminasi) : Pengawasan terhadap kontaminasi dalam produk pangan.

2. Pesticide residue (residu pestisida) : Pengawasan terhadap residu pestisida pada produk tumbuhan dan hewan yang dikonsumsi manusia.

3. Health Control (kontrol kesehatan) : Kontrol kesehatan untuk bahan makanan yang berasal bukan dari hewan.

(32)

22

5. Traceability (pelacakan) : Pelacakan (rekam jejak), sesuai aturan dan pertanggungjawaban dalam produksi produk pangan.

6. Organic (organik) : Sukarela - produk yang diproduksi secara organik.

Selain penerapan regulasi resmi, negara Uni Eropa juga menerapkan persyaratan tambahan selain aturan hukum (non-legal requirements). Non-legal requirements berupa sertifikasi yang disertakan bersamaan dengan produk untuk menunjukkan kualitas yang telah dipenuhi produk kopi tertentu, yang diukur berdasarkan sertifikat yang dimiliki. Sertifikasi tersebut memiliki tujuan supaya produsen/eksportir kopi memiliki kepedulian terhadap lingkungan, keberpihakan pada petani, dan turut menjaga kelestarian satwa. Sertifikasi yang diberikan yakni ISO 22000, BRC, IFS, ISO 9001, Rainforest Alliance, UTZ Certified Organic dan Fair Trade.

Regulasi Ekspor Kopi di Indonesia

Regulasi produksi dan ekspor kopi di Indonesia mengacu pada peraturan Kementerian Perdagangan (Kemendag). Ketentuan tentang ekspor kopi diatur beberapa kali dalam Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia, yaitu Permendag Nomor 26/M-DAG/PER/12/2005 diganti dengan Permendag Nomor 27/M-DAG/PER/7/2008 dan diubah lagi menjadi Permendag Nomor, 41/M-DAG/PER/9/2009 dan terakhir mengalami perubahan menjadi Permendag Nomor 10/M-DAG/PER/5/2011 tentang Ketentuan Umum Tata Niaga Ekspor. Kopi yang diatur tata niaga ekspornya adalah kopi yang termasuk dalam Buku Tarif Kepabeanan Indonesia dengan kode HS 09.01 dan 21.01.

Selain mengatur tata niaga ekspor, pemerintah juga menerapkan sistem standarisasi nasional untuk meningkatkan daya saing komoditi ekspor Indonesia. Sistem Standar Nasional Indonesia (SNI) merupakan dasar dan pedoman bagi eksportir dengan tujuan mewujudkan jaminan mutu yang dapat meningkatkan efisiensi nasional.

Perkembangan Nilai Ekspor Kopi Indonesia di Negara Tujuan Ekspor

Sumber : UNComtrade 2014 (diolah)

Gambar 9 Share Nilai Ekspor Kopi Indonesia terhadap Total Ekspor Kopi Indonesia ke Negara Tujuan Ekspor Kopi (%) Tahun 2008-2013 0

2008 2009 2010 2011 2012 2013

(33)

23 Berdasarkan Gambar 9, terlihat bahwa share nilai ekspor kopi Indonesia di pasar Amerika paling tinggi diantara negara-negara tujuan ekspor kopi Indonesia lainnya. Tingginya nilai ekspor komoditi kopi Indonesia ke negara Amerika dikarenakan terjadinya peningkatan volume ekspor kopi Indonesia ke negara tersebut. Jepang juga salah satu negara tujuan kopi terbesar Indonesia setelah Amerika. Share nilai ekspor kopi Indonesia ke Jepang mengalami penurunan dari tahun 2011 hingga 2013. Penurunan ini disebabkan adanya pemberlakuan kebijakan ambang batas pestisida isocarab dan carbaryl yang diberlakukan pemerintah Jepang terhadap produk pertanian yang masuk ke negara tersebut, khususnya kopi sehingga memengaruhi volume dan nilai ekspor kopi Indonesia ke negara tersebut (Zuhri 2012).

Analisis Daya Saing Kopi Indonesia di Negara Tujuan

Teori keunggulan komparatif (theory of comparative advantage) David Ricardo menyatakan perdagangan internasional terjadi bila ada perbedaan keunggulan komparatif antar negara. Keunggulan komparatif akan tercapai jika suatu negara mampu memproduksi barang dan jasa lebih banyak dengan biaya yang lebih murah daripada negara lainnya, sehingga efisiensi dalam produksi dapat tercapai dan keuntungan perdagangan yang di dapat lebih maksimal.

Suatu bangsa dapat meningkatkan standar kehidupan dan pendapatannya jika negara tersebut melakukan spesialisasi produksi barang atau jasa yang memiliki produktivitas dan efisiensi tinggi, kemudian melakukan kegiatan ekspor atas komoditi yang unggul secara komparatif itu bagi negara tersebut. Sebaliknya negara yang tidak memiliki keunggulan komparatif untuk suatu komoditas disarankan untuk lebih mengoptimalkan ekspor dalam komoditas lain yang memiliki keunggulan komparatif lebih tinggi (Oktaviani dan Novianti 2009).

RCA (Revealed Comparative Advantage) merupakan metode yang paling sering digunakan untuk mengukur daya saing kinerja ekspor suatu negara atas komoditi tertentu. RCA juga mampu menggambarkan keunggulan komparatif suatu negara terhadap negara lain, atas perdagangan suatu jenis komoditi. Perhitungan RCA dilakukan pada rentang tahun 2008 hingga 2013 di delapan negara tujuan ekspor kopi yakni Amerika, Jepang, Jerman, Malaysia, Italia, Rusia, Inggris dan India. Jika nilai RCA lebih dari satu berarti kopi Indonesia mempunyai keunggulan komparatif atau berdaya saing kuat. Sebaliknya jika nilai RCA lebih kecil dari satu berarti kopi Indonesia berdaya saing lemah.

Tabel 4 Indeks nilai RCA Indonesia di Negara Tujuan Tahun 2008-2013

Tahun Indeks Nilai RCA

Amerika Jepang Jerman Malaysia Italia Rusia Inggris India

2008 8.35 2.34 32.92 9.78 15.86 78.23 37.87 14.8

2009 7.35 2.3 18.64 7.47 14.22 91.58 30.06 7.66

2010 6.13 1.93 12.41 7.96 7.65 36.43 29.94 8.04

2011 5.62 1.87 5.78 6.89 5.86 28.56 25.27 6.27

2012 9.67 2.17 11.55 8.43 8.58 54.11 29.98 8.14

2013 8.3 2.23 25.01 11.99 17.28 105.71 55.3 14.6

(34)

24

Berdasarkan hasil perhitungan indeks RCA, selama periode 2008 sampai 2013 kopi Indonesia memiliki keunggulan komparatif/berdaya saing kuat di delapan negara tujuan ekspor. Nilai indeks RCA kopi Indonesia yang tertinggi berada di pasar Rusia, sedangkan yang terendah berada di pasar Jepang. Meskipun Indonesia memiliki daya saing di Jepang namun nilai RCA yang dihasilkan tergolong rendah dibandingkan negara tujuan lainnya dikarenakan nilai ekspor Indonesia ke negara tersebut rendah sehingga nilai RCA yang dihasilkan kecil.

Berdasarkan Tabel 5, negara eksportir kopi cenderung memiliki rata-rata indeks RCA lebih dari 1 di negara tujuan selama rentang waktu enam tahun penelitian yaitu dari tahun 2008 hingga 2013. Negara eksportir kopi memiliki keunggulan komparatif di negara tujuan yang berbeda-beda. Brazil memiliki keunggulan komparatif terbesar di negara Jerman, Vietnam memiliki keunggulan di negara India, Kolombia memiliki keunggulan di negara Jepang dan Indonesia memiliki keunggulan komparatif di negara Rusia.

Keunggulan komparatif bersifat dinamis, dimana jika suatu negara tidak mampu mempertahankan dan bersaing dengan negara-negara lain maka tingkat keunggulan komparatifnya dapat menurun. Faktor-faktor yang dapat mengubah kondisi keunggulan komparatif suatu negara adalah kondisi ekonomi dunia, lingkungan domestik dan teknologi (Zulaiha dalam Dewi 2013).

Tabel 5 Rata-rata Indeks RCA Kopi Negara Eksportir di Negara Tujuan Negara Tujuan Rata-rata Indeks RCA

Brazil Vietnam Kolombia Indonesia

Amerika 21.52 8.46 22.19 7.57

Jepang 28.02 5.66 292.54 2.14

Jerman 53.37 37.91 99.12 17.72

Malaysia 12.41 26.62 62.61 8.75

Italia 48.07 52.04 34.55 11.57

Rusia 24.01 65.53 74.01 65.8

Inggris 31.81 47.37 143.72 34.7

India 0.37 129.44 - 9.92

Sumber: UNComtrade 2014 (diolah)

Sumber : UNComtrade 2014 (diolah)

Gambar 10 Perkembangan Indeks Nilai RCA Negara Eksportir ke Dunia Tahun 2008-2013

2008 2009 2010 2011 2012 2013

(35)

25 Berdasarkan informasi pada Gambar 10 dapat diketahui bahwa negara eksportir kopi seperti Brazil, Vietnam dan Kolombia memiliki indeks nilai RCA yang tinggi dan cenderung meningkat di pasar internasional. Kolombia merupakan negara yang memiliki indeks nilai RCA terbesar di pasar internasional dibandingkan indeks nilai RCA Brazil, Vietnam dan Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa Kolombia memiliki keunggulan komparatif yang tinggi di pasar internasional yang mampu bersaing dengan pengekspor kopi terbesar yakni Brazil.

Export Product Dynamic (EPD) digunakan untuk mengidentifikasi dinamika produk pada ekspor. Ekspor yang diteliti pada penelitian ini yaitu komoditi kopi. Keunggulan kompetitif komoditi kopi di delapan negara tujuan ekspor yakni Amerika, Jepang, Jerman, Malaysia, Italia, Rusia, Inggris dan India berdasarkan hasil estimasi EPD ditunjukkan pada Gambar 11. Masing-masing kuadran pada gambar menunjukkan posisi yang berbeda-beda. Kuadran I menempati posisi Rising Star, kuadran II menempati posisi Lost Opportunity, kuadran III menempati posisi Retreat dan kuadran IV menempati posisi Falling Star. Jika produk memiliki pertumbuhan diatas rata-rata secara kontinu selama periode yang panjang maka produk tersebut dapat menjadi sumber pendapatan ekspor yang penting bagi negara tersebut.

Hasil analisis EPD menunjukkan bahwa komoditi kopi Indonesia di pasar negara tujuan seperti, Amerika, Malaysia, Italia, Rusia, Inggris dan India berada di posisi “Rising Star”. Hal ini mengindikasikan bahwa komoditi kopi berada pada pasar yang ideal, yaitu meningkatnya pertumbuhan pangsa ekspor pada keenam negara tersebut diikuti dengan peningkatan pangsa pasar komoditi kopi Indonesia. Posisi ini perlu dipertahankan agar komoditi kopi Indonesia dapat dijadikan sebagai sumber pendapatan ekspor bagi Indonesia.

Kopi Indonesia yang diekspor ke negara Jerman berada pada posisi “Lost Opportunity”. Pada posisi ini terjadi penurunan pangsa pasar ekspor kopi Indonesia pada pasar yang dinamis, artinya Indonesia kehilangan kesempatan dalam mengoptimalkan pasar yang dinamis untuk mendapatkan keuntungan. Penurunan pangsa pasar ekspor kopi Indonesia disebabkan rendahnya rata-rata

Sumber : UNComtrade 2014 (diolah)

(36)

26

volume ekspor Indonesia jika dibandingkan dengan nilai rata-rata volume ekspor yang dimiliki Brazil, Vietnam dan Kolombia. Menurut Porter (1998) keunggulan kompetitif suatu negara bergantung pada kemampuan perusahaan dalam negeri untuk berkompetisi menghasilkan produk yang dapat bersaing di pasar. Posisi Lost Opportunity yang dialami kopi Indonesia di negara Jerman dapat diatasi dengan adanya peran pemerintah sebagai katalisator yang mendorong perusahaan kopi untuk meningkatkan kinerja ekspor sehingga mampu mencapai tingkat kompetitif yang lebih tinggi. Sedangkan di Jepang, komoditi kopi Indonesia berada pada posisi “Retreat”. Kondisi ini menggambarkan bahwa adanya kemunduran pangsa pasar ekspor dan pangsa produk kopi Indonesia sehingga pertumbuhan pasar dan produk komoditi kopi Indonesia tidak dinamis lagi.

Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Ekspor Kopi Indonesia

Penelitian ini menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi nilai ekspor kopi Indonesia (NX). Variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini yakni populasi negara tujuan (POP), GDP per kapita negara tujuan (GDP), nilai tukar riil negara pengimpor (ER) dan harga ekspor (PX). Penelitian ini menggunakan delapan negara tujuan sebagai objek penelitian (n=8) dalam rentang tahun 2008 hingga 2013 (t=6), sehingga total data dalam penelitian ini mencapai 48 data (nxt=48). Derajat bebas (db) penelitian ini mencapai db=43 dan memenuhi syarat db>25, sehingga dapat disimpulkan bahwa data panel pada penelitian yang digunakan sangat relevan dan baik untuk dimodelkan lebih lanjut.

Pemilihan kesesuaian model dilakukan dengan melakukan uji Chow dan uji Hausman. Hasil uji Hausman (Lampiran 4) menunjukkan nilai probabilitas dari Hausman sebesar 0.0045 (lebih kecil dari taraf nyata lima persen) sedangkan hasil uji Chow (Lampiran 5) menunjukkan bahwa nilai probabilitas dari uji Chow sebesar 0.0000 (lebih kecil dari taraf nyata lima persen) maka tolak H0. Artinya,

model Fixed Effect adalah model yang digunakan.

Tabel 6 Hasil Estimasi Ekspor Kopi Indonesia ke Negara Tujuan Ekspor

Variable Coefficient Prob

Fixed Effect(Cross) United State Amerika -9.101558 Jepang 3.474671

R-squared 0.972399 Sum squared resid 2.261638 Prob(F-statistic) 0.000000 Durbin-Watson stat 2.219883

Unweighted Statistics

R-squared 0.925597 Mean dependent var 10.98757 Sum squared resid 2.465891 Durbin-Watson stat 1.994549

(37)

27 Setelah model tersebut dipilih, selanjutnya dilakukan pengujian asumsi untuk mendapatkan model yang terbebas dari masalah multikolinearitas, autokorelasi dan heteroskedastisitas. Masalah multikolinearitas terdeteksi apabila korelasi antar variabel independen melebihi nilai R-squared pada model yaitu 0.972399. Hasil estimasi menunjukkan tidak ada korelasi antar variabel yang melebihi nilai R-squared sehingga model terbebas dari masalah multikolinearitas (Lampiran 6).

Uji autokorelasi dilakukan dengan melihat nilai statistik Durbin-Watson pada hasil estimasi model. Berdasarkan hasil uji statistik Durbin-Watson (DW) diperoleh nilai DW hitung pada weights statistics sebesar 2.219883. Nilai tersebut masih berkisar antara 1,55-2,46 sehingga dapat disimpulkan bahwa model yang diestimasi terbebas dari masalah autokorelasi. Sedangkan untuk masalah heterokedastisitas, diuji dengan memberikan perlakuan cross section weights sehingga pelanggaran heteroskedastisitas dapat diabaikan (Lampiran 8).

Nilai R-squared pada model penelitian ini yaitu 0.972399 maka dapat dikatakan bahwa 97.23 persen keragaman pada variabel dependen yaitu nilai ekspor kopi Indonesia di negara tujuan dapat dijelaskan oleh variabel independen yang terdapat di dalam model penelitian, sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel lain diluar model. Uji statistik dalam penelitian ini dilakukan melalui uji F yang bertujuan untuk melihat pengaruh variabel independen secara keseluruhan terhadap variabel dependennya. Berdasarkan tabel terlihat bahwa probabilitas ( f-statistic) atau sering disebut p-value adalah sebesar 0.000000 yang lebih kecil dari taraf nyata lima persen. Nilai ini menandakan bahwa paling tidak terdapat satu variabel independen yang berpengaruh signifikan terhadap nilai ekspor kopi Indonesia.

Pada data panel, normal atau tidaknya error terms dapat dilihat dari nilai probabilitas histogram-normality test. Jika nilai probabilitasnya > α, maka error terms menyebar normal. Berdasarkan hasil uji normalitas, diketahui bahwa nilai probabilitasnya Jarque-Bera sebesar 0.850406. Dari pengujian model didapatkan bahwa nilai Jarque-Bera lebih besar dari pada α (0.850406 > 0.05). Dengan demikian, model nilai ekspor kopi Indonesia ini sudah memiliki error terms yang menyebar normal (Lampiran 7).

Uji t-statistik akan diuji setelah uji F dilakukan, dari hasil estimasi yang ditunjukkan ada dua variabel independen yang berpengaruh signifikan terhadap variabel dependennya pada taraf nyata lima persen. Variabel-variabel tersebut adalah populasi negara tujuan, nilai tukar negara tujuan dan harga ekspor kopi. Sedangkan variabel lainnya yakni GDP per kapita negara tujuan tidak signifikan memengaruhi nilai ekspor kopi pada taraf nyata lima persen. Hasil estimasi model data panel menggunakan fixed effect dengan serangkaian uji maka diperoleh nilai terbaik sebagai berikut:

LnNXit = - 158.0507 + 9.189672LnPOPit+0.286759LnGDPit + 1.011256LnERit

+ 0.585195LnPXit + εit

Interpretasi Model Faktor-Faktor yang Memengaruhi Ekspor Komoditi Kopi Indonesia Periode 2008-2013

Gambar

Tabel 1 Produk Domestik Bruto (PDB) Pertanian Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Tahun 2008-2012 (milyar rupiah)
Gambar 2 Perkembangan Nilai Ekspor Kopi Negara Eksportir Tahun 2008-
Gambar 5 Nilai Ekspor Kopi Tidak Disangrai dan Tidak Dihilangkan
Gambar 6 Keseimbangan dalam Perdagangan Internasional
+7

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Sembiring (2005) menyatakan bahwa perusahaan yang lebih besar mungkin akan memiliki pemegang saham yang memperhatikan program sosial yang dibuat perusahaan

Dari hasil Uji analisis dan Uji Hipotesis dapat disimpulkan bahwa tidak adanya perbedaan kinerja keuangan pemerintah daerah, yang meliputi rasio kemandirian, rasio pertumbuhan

Hal ini berkaitan dengan waktu pesemaian sangat singkat (5-7 hari) dan media pesemaian bukan lahan sawah; (2) efisien dalam kebutuhan benih, sebab penanaman hanya 1

10 Lanugranto Adi Nugroho, 2008, Skripsi Hukum, Konsum en dan Jasa Transportasi (Studi Terhadap Perlindungan Hukum pada Konsumen Fasilitas Publik Transportasi Darat dan

stress fisik maupun stress mental yang disebabkan oleh lawan, kawan bermain, penonton, pengaruh lingkungan dan lain sebagainya. Berdasarkan apa yang telah dibahas

Dalam penelitian ini, data yang digunakan adalah data primer yang diperoleh dari menyebarkan kuisioner kepada konsumen yang telah melihat tayangan iklan Yamaha Jupiter MX

Tujaan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara disiplin kerja dengan prestasi kerja karyawan, untuk mengetahui tingkat disiplin kerja, untuk mengetahui

Bibit tanaman C3 yang menerima intensitas cahaya tinggi dan kelebih- an nitrogen akan mengalami ganggu- an pertumbuhan dan perkembangan, akan tetapi perkembangan dan