• Tidak ada hasil yang ditemukan

SMPN 5 Bogor terletak di jalan Dadali no.10.A, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor dan berakreditasi A. Tenaga pengajar berjumlah 42 orang, yang terdiri dari 6 orang yang berpenyuluhan S2, 30 orang berpenyuluhan S1, berpenyuluhan D3 sebanyak 5 orang dan 1 orang berpenyuluhan D1. Jumlah seluruh murid sebanyak 1129 siswa, yang terdiri atas 513 siswa laki-laki dan 616 siswa perempuan. Jumlah murid kelas VII sebanyak 364 siswa, yang terdiri atas 166 siswa laki-laki dan 198 siswa perempuan tersebar di dalam 9 kelas, yakni kelas VII.A sampai dengan VII.I.

Fasilitas ruangan terdiri atas 27 ruang kelas, perpustakaan, laboratorium komputer dan UKS. Fasilitas sanitasi dan kesehatan terdiri atas 20 toilet dan 7 buah wastafel, sumber air yang digunakan berasal dari sumur bor dan PAM. Selain itu terdapat fasilitas kantin sekolah yang menjual berbagai macam makanan dan minuman. Makanan dan minuman yang dijual di sana, antara lain: bakso, mie ayam, batagor, siomay, gorengan, roti bakar dan nasi kuning, di tiap kios penjual sudah terdapat tulisan kandungan zat gizi yang terdapat di dalam makanan yang dijual. Kegiatan ekstrakurikuler dilakukan tiap hari Sabtu setelah jam pelajaran usai (di atas pukul 11.00), antara lain olahraga (basket, futsal dan voli), science club dan mata pelajaran dan kesenian. Mata pelajaran Penjaskes (Penyuluhan jasmani dan kesehatan) diberikan kepada tiap kelas tiap minggunya selama 2x40 menit.

Karakteristik Contoh Umur

Siswa SMP yang menjadi contoh dalam penelitian ini adalah siswa yang sudah termasuk dalam kategori remaja, yaitu berkisar antara 12-14 tahun. Menurut Riyadi (2001), masa remaja adalah periode yang penting pada pertumbuhan dan kematangan manusia. Remaja merupakan fase transisi sebelum anak menjadi dewasa. Berikut sebaran contoh berdasarkan umur dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Sebaran contoh berdasarkan umur

Umur n %

12 tahun 21 61.8

13 tahun 13 38.2

Jumlah 34 100

Menurut Wulansari (2009), masa remaja berlangsung mulai usia 12-21 tahun. Karakteristik pertumbuhan remaja adalah periode aturasi yang cepat pada fisik, emosi, sosial dan seksual. Remaja perempuan mengalami percepatan pertumbuhan lebih dahulu dibandingkan anak laki-laki (Arisman 2010).

13 Jenis kelamin

Contoh yang berpartisipasi dalam penelitian ini sebanyak 34 orang. Sebaran contoh menurut jebis kelamin dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin

Jenis kelamin n %

Laki-laki 21 61.8

Perempuan 13 38.2

Jumlah 34 100

Berdasarkan Tabel 6, sebagian contoh berjenis kelamin laki-laki (61.8%) dan perempuan sebanyak 13 orang (38.2%). Penelitian yang dilakukan oleh Proper et al.. (2006) menyatakan bahwa laki-laki secara signifikan lebih berkemungkinan untuk menjadi overweight atau obesitas daripada wanita, karena laki-laki cenderung untuk menghabiskan lebih banyak waktu untuk santai saat akhir minggu atau waktu senggang. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa responden dengan status gizi gemuk dan obesitas paling banyak ditemukan pada anak laki laki.Hal ini sejalan dengan Laporan Nasional Riskesdas 2007 yang menunjukkan bahwa prevalensi nasional gizi lebih pada penduduk umur 6-14 tahun berdasarkan jenis kelamin yaitu laki-laki 9.5%, dan perempuan 6.4%. Riskesdas 2010 juga menunjukkan hasil yang sama dimana masalah kegemukan pada anak usia 6 -12 tahun untuk jenis kelamin laki-laki sebesar 10.7% dan perempuan 7.7%. Disamping itu berdasarkan pada penelitian Ariefiyanto (2004) didapatkan hasil dari 68 anak yang obesitas, terdapat 40 anak (29.4%) laki-laki, dan 28 anak (20.5%) perempuan. Penelitian Sartika (2011) mengenai faktor risiko obesitas pada anak usia 5 – 15 tahun didapatkan bahwa anak laki-laki memiliki risiko mengalami obesitas sebesar 1.4 kali dibandingkan anak perempuan. Hal itu dimungkingkan karena anak perempuan lebih sering membatasi makan karena alasan penampilan.

Uang saku

Uang saku merupakan uang jajan yang diberikan oleh orang tua contoh per harinya. Uang tersebut digunakan untuk membeli makanan padat, jajanan dan ongkos transport. Terkadang contoh pun membeli mainan ataupun fotocopy dari uang saku per hari tersebut. Berikut sebaran contoh menurut uang saku disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7 Sebaran contoh berdasarkan uang saku per hari Kategori uang saku (Rp/hari) n %

Kecil (<15000) 8 23.5

Sedang (15000 – 25000) 24 70.6

Besar (25000 - <50000) 2 5.9

Sangat besar (>= 50000) 0 0.0

Jumlah 34 100

Sebagian besar contoh memiliki uang saku kategori sedang (15 000-25 000) yakni sebanyak 24 orang (70.6%) dan hanya 5.9% yang memiliki uang saku kategori besar (25 000- <50 000). Terdapat 8 orang yang memiliki uang saku kecil (<15 000) dan tidak ada yang memiliki uang saku sangat besar (<= 50 000).

14

Kegiatan ekstrakurikuler

Kegiatan ekstrakurikuler adalah kegiatan yang dilakukan siswa sekolah di luar jam belajar kurikulum standar. Kegiatan ekstrakurikuler ditujukan agar siswa dapat mengembangkan kepribadian, bakat dan kemampuannya di berbagai bidang di luar bidang akademik. Berikut sebaran contoh menurut kegiatan ekstrakurikuler disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan kegiatan ekstrakurikuler Kegiatan ekstrakurikuler n %

Tidak mengikuti ekskul 5 14.7

Olahraga (basket&futsal) 12 35.3

Science club & mata pelajaran 12 35.3

Kesenian 5 14.7

Jumlah 34 100

Berdasarkan Tabel 8, sebagian banyak contoh mengikuti kegiatan ekstrakurikuler olahraga (basket & futsal) dan Science club & mata pelajaran yakni sebanyak 12 orang (35.3%). Sisanya 5 orang mengikuti kesenian dan 5 orang tidak mengikuti kegiatan ekstrakurikuler. Kegiatan ekstrakurikuler sebaiknya merupakan aktifitas fisik yang dapat menunjang penurunan berat badan anak yang obesitas.

Karakteristik Keluarga

Karakteristik keluarga yang dikaji dalam penelitian ini meliputi tingkat penyuluhan dan pekerjaan orang tua.

Tingkat pendidikanan orang tua

Tingkat pendidikan orang tua adalah jenjang pendidikan formal tertinggi yang telah diselesaikan oleh orang tua contoh. Tingkat pendidikan ayah dan ibu berkisar antara tamat SMP sampai tamat Perguruan Tinggi. Sebaran orang tua berdasarkan pendidikan secara rinci disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendidikan orang tua

Penyuluhan Ayah Ibu

n % n %

Tamat SMP 1 2.9 0 0

Tamat SMA 12 35.3 12 35.3

Tamat PT 21 61.8 22 64.7

Jumlah 34 100 34 100

Tabel 9 menunjukkan bahwa lebih dari setengahnya, pendidikan orang tua contoh baik Ayah maupun Ibu yakni tamat Perguruan Tinggi, yaitu sebesar 61.8% dan 64.7%. Selain itu dapat dilihat bahwa tingkat pendidikan ayah terendah adalah tamat SMP (2.9%) dan tingkat pendidikan ibu terendah adalah tamat SMA (35.3%). Secara umum tingkat penyuluhan orang tua contoh tergolong tinggi, dan diasumsikan bahwa sebagian besar contoh memiliki pekerjaan dengan pendapatan yang tinggi pula. Pada umumnya pendidikan seseorang mempengaruhi sikap dan perilakunya dalam kehidupan sehari-hari. Orang yang berpendidikan tinggi cenderung memilih makanan yang murah tetapi kandungan gizinya tinggi

15 (Suhardjo 1996). Jika pendidikan orang tua semakin tinggi maka diharapkan pemilihan makanan dalam keluarga akan lebih baik sehingga kebiasaan makan anak akan terbentuk dengan lebih baik sejak kecil.

Pendidikan akan mempengaruhi tingkat pengetahuan individu. Pengetahuan tentang gizi dan kesehatan akan berpengaruh terhadap pola konsumsi pangan. Pengetahuan tentang gizi dan kesehatan yang semakin baik dapat mempengaruhi jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi (Suhardjo 1989). Orang tua yang berpendidikan tinggi cenderung lebih mengetahui dan peduli terhadap makanan yang dikonsumsi sehari-hari (Maulanaputri 2011).

Pekerjaan orang tua

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ayah dan ibu contoh mempunyai pekerjaan yang beragam, sebagaimana terlihat pada Tabel 10.

Tabel 10 Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan orang tua

Pekerjaan Ayah Ibu

n % n % Tidak bekerja 0 0 24 70.6 PNS 8 23.5 7 20.6 ABRI/POLRI 6 17.6 0 0 Pegawai Swasta 12 35.3 2 5.9 Wiraswasta 8 23.5 1 2.9 Petani/Buruh 0 0 0 0 Lainnya 0 0 0 0 Jumlah 34 100 34 100

Berdasarkan Tabel 10 dapat dilihat bahwa sebagian besar ayah contoh mempunyai pekerjaan sebagai pegawai swasta (35.3%), sedangkan pekerjaan ibu, sebagian besar tidak bekerja (70.6%). Pekerjaan orang tua dapat memperlihatkan bagaimana tingkat ekonomi contoh pada penelitian ini. Keadaan ekonomi akan mempengaruhi daya beli seseorang dalam pemenuhan kebutuhan pangan (Sanjur 1982). Pekerjaan merupakan salah satu faktor yang merupakan masukan (input) bagi terbentuknya suatu gaya hidup keluarga. Keluarga dan masyarakat yang berpenghasilan rendah menggunakan penghasilannya, mempergunakan sebagian besar dari keuangannyauntuk membeli makanan dan bahan makanan. Semakin tinggi penghasilan itu, semakin menurun bagian penghasilan yang dipakai untuk membeli makanan (Suhardjo 1989).

Bagi ibu-ibu yang bekerja menunjukkan adanya kecenderungan makanan yang lebih baik (Suhardjo 2003). Di dalam keluarga seringkali ditemukan kedua orang tua memiliki pekerjaan sehingga dapat meningkatkan tingkat pendapatan keluarga. Jenis pekerjaan yang dimiliki seseorang merupakan faktor yang paling menentukan kualitas dan kuantitas makanan, karena jenis pekerjaan memiliki hubungan dengan pendapatan yang diterima (Suhardjo 1989).

Pengetahuan Gizi

Contoh diberikan 24 pertanyaan yang terdiri atas empat aspek penyuluhan mengenai pengenalan zat gizi, pangan beragam, bergizi dan berimbang, jajanan sehat, berat badan ideal dan aktifitas fisik. Pertanyaan diberikan pada saat sebelum

16

dan sesudah intervensi. Berikut sebaran contoh berdasarkan rata-rata jawaban benar per aspek penyuluhan.

Tabel 11 Sebaran contoh berdasarkan rata-rata jawaban benar per aspek penyuluhan

Aspek penyuluhan Pretest

(n)

Posttest

(n)

Delta

A.Pengenalan zat gizi 22.1 25.4 3.2

B.Pangan beragam, bergizi dan berimbang 29 31 2

C.Jajanan sehat 19.2 23.7 4.4

D.Berat badan ideal dan aktivitas fisik 26.2 27.5 1.3 Selisih (delta) tertinggi yaitu aspek jajanan sehat, hal ini berarti rata-rata contoh paling banyak yang terjadi peningkatan pemahaman materi setelah diberikan intervensi penyuluhan. Penekanan penjelasan materi dan motivasi peneliti terhadap contoh dapat membuat contoh mengerti dan memahami materi yang diberikan, sehingga ketika diberikan pertannyaan posttest, hasilnya terjadi peningkatan. Selisih (delta) terendah yaitu aspek berat badan ideal dan aktivitas fisik, banyak terjadi penurunan jumlah contoh yang menjawab benar ketika

posttest. Contoh banyak yang salah memahami mengenai pilihan jawaban yang diberikan dan selama ini contoh terpapar media lain yang dapat mempengaruhi pengetahuan mengenai berat badan ideal dan aktivitas fisik.

Jenis pertanyaan yang tidak dapat dijawab dengan benar oleh sebagian besar contoh pada saat pretest adalah pertanyaan mengenai zat gizi yang mempunyai kandungan energi yang paling besar, hanya sebanyak 2.9% yang menjawab benar. Sebagian besar contoh dalam pemahamannya bahwa zat gizi yang paling besar kandungan energinya adalah karbohidrat, padahal adalah lemak yang menyumbang kandungan energi yang paling banyak yakni 9kkal. Lemak merupakan sumber energi paling padat, yang menghasilkan 9kkalori untuk tiap gram, yaitu 2½ kali besar energi yang dihasilkan oleh karbohidrat dan protein dalam jumlah yang sama (Almatsier 2009). Pertanyaan lain yang tidak dapat dijawab dengan benar oleh sebagian contoh yaitu zat gizi yang harus diperoleh dari makanan, hanya 17.6% yang menjawab benar, dan pertanyaan berikutnya yang tidak dapat dijawab oleh sebagian contoh yaitu susu yang baik dikonsumsi agar tidak menggemukkan, hanya 8.8% yang menjawab benar. Pertanyaan mengenai rasa nyaman dengan berat badan sekarang, usaha yang dilakukan untuk mendapatkan berat badan ideal dan manfaat kegiatan fisik dan olahraga menunjukkan terjadi penurunan jumlah contoh yang menjawab benar. Media dan lingkungan ikut mempegaruhi terhadap pemahaman contoh.

Keempat aspek penyuluhan tersebut diuraikan ke dalam 24 pertanyaan yang diberikan untuk menilai tingkat pengetahuan meengenai gizi. Berikut adalah sebaran contoh berdasarkan jawaban benar pada saat pretest dan posttest.

17 Tabel 12 Sebaran contoh berdasarkan jawaban benar

No Pertanyaan Pretest Posttest

n % n %

A. Pengenalan zat gizi

1 Zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh 33 97.1 32 94.1

2 Kegunaan makanan bagi tubuh 18 52.9 27 79.4

3 Zat gizi yang mempunyai kandungan energi yang paling besar

1 2.9 15 44.1 4 Makanan yang banyak mengandung

karbohidrat

33 97.1 32 94.1 5 Protein hewani yang memiliki kandungan

lemak tertinggi

29 85.3 28 82.4

6 Istilah kegemukan 34 100 32 94.1

7 Zat gizi yang harus diperoleh dari makanan 6 17.6 13 38.2 8 Penyakit yang dapat timbul akibat

kegemukan

23 67.6 24 70.6 B. Pangan beragam, bergizi dan berimbang

9 Pengertian menu seimbang 24 70.6 30 88.2

10 Contoh menu seimbang 30 88.2 32 94.1

11 Minum yang sebaiknya untuk diminum 33 97.1 31 91.2 C. Jajanan sehat

12 Pengertian fast food 24 70.6 28 82,4

13 Akibat mengkonsumsi fast food setiap hari 23 67.6 26 76.5 14 Cara pengolahan bahan pangan yang paling

baik

31 91.2 31 91.2 15 Makanan yang bukan merupakan sumber

serat

18 52.9 23 67.6 16 Contoh makanan jajanan yang dapat

menggemukkan

16 47.1 21 61.8 17 Susu yang baik dikonsumsi agar tidak

menggemukkan

3 8.8 10 29.4 18 Jenis bahan pangan yang tidak memiliki

kandungan lemak

20 58.8 27 79.4 D. Berat badan ideal dan Aktivitas fisik

19 Rasa nyaman dengan berat badan sekarang 19 55.9 16 47.0 20 Pengetahuan tentang berat badan ideal 11 324 32 94.1 21 Usaha yang dilakukan untuk mendapatkan

berat badan ideal

25 70.6 21 61.8

22 Aktifitas fisik yang sehat 22 67.6 29 85.3

23 Manfaat kegiatan fisik & olahraga 33 73.5 31 91.2 24 Faktor yang mempengaruhi keberhasilan

penurunan berat badan pada penderita obesitas

26 64.7 27 79.4

Hasil penelitian Contento JR dalam Shariff (2008) telah menunjukkan bahwa periode pelaksanaan 5 sampai 13 minggu sudah cukup untuk meningkatkan pengetahuan kesehatan dan gizi anak-anak tetapi belum dapat

18

berpengaruh terhadap kebiasaan sehari-hari. Penelitian lain dengan jangka waktu yang lebih untuk oelaksanaan intervensi gizi secara konsisten melaporkan hasil perilaku yang lebih baik (Shariff et al. 2008).

Hasil penjumlahan skor dari semua pertanyaan kemudian dipresentasekan terhadap nilai maksimal keseluruhan jawaban dan dikategorikan menurut Khomsan (2000). Hasil dari masing-masing waktu perlakuan akan membuktikan ada atau tidaknya perbedaan pengetahuan antar waktu perlakuan. Berikut adalah sebaran contoh berdasarkan kategori pengetahuan gizi saat pretest dan posttest.

Tabel 13 Sebaran contoh berdasarkan kategori pengetahuan gizi pretest dan

posttest

Tingkat pengetahuan gizi

Pre test Post test

Uji beda n % n % Kurang 3 8.8 2 5.9 0.002 Sedang 22 64.7 9 26.5 Baik 9 26.5 23 67.6 Total 34 100 34 100 Rata-rata + SD 74.3 + 12.9 83.8 + 14,9

Kategori Sedang Baik

Hasil skor pada prettest dan posttest menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan gizi contoh berada pada level sedang dengan rata-rata sebesar 74.3 + 12.9 dan 83.8 + 14.9. Terdapat kenaikan skor pengetahuan lebih besar yang dibuktikan dengan selisih skor pengetahuan sebesar 95 poin. Jika dilihat berdasarkan selisih nilai saat pretest dan posttest menggunakan uji beda Paired Sample t-test terlihat adanya perbedaan yang signifikan (p=0.002; p<0.05). Hal ini menunjukkan bahwa pemberian intervensi berupa penyuluhan dengan menggunakan slide dapat meningkatkan pengetahuan contoh mengenai gizi dan kesehatan. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Nababan (2012) yang menunjukkan bahwa dengan dilakukannya intervensi menggunakan komik, dapat menaikkan pengetahuan contoh anak SD sebesar 12,3 poin. Sesuai pula dengan hasil penelitian Ikada (2010) yang dilakukan terhadap siswa SD, menunjukkan peningkatan skor pengetahuan sebelum dan sesudah intervensi sebesar 26,4 poin. Penelitian yang dilakukan Sabbag dan Surucuoglu (2012) di Turki menunjukkan adanya peningkatan nilai pengetahaun setelah dilakukan penyuluhan gizi selama satu bulan. Kesuksesan intervensi gizi juga harus mencakup materi dan strategi pengajaran yang sesuai dengan tahapan perkembangan anak-anak dan perubahan dalam lingkungan (Shariff et al. 2008).

Konsumsi Pangan dan Tingkat Kecukupan

Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang diperlukan tubuh setiap hari dalam jumlah tertentu sebagai sumber energi dan zat-zat gizi. Kekurangan dan kelebihan dalam jangka waktu yang lama akan berakibat buruk terhadap kesehatan. Kebutuhan akan energi dan zat gizi bergantung pada berbagai faktor seperti umur, jenis kelamin, berat badan, iklim, dan aktivitas fisik (Almatsier 2009). Konsumsi pangan seseorang dipengaruhi oleh pengetahuan dan sikap terhadap makanan yang tergantung pada lingkungan baik masyarakat

19 maupun keluarga. Konsumsi pangan keluarga dapat dilihat dari aspek kuantitas dan kualitasnya. Aspek kuantitas berkaitan dengan jumlah zat gizi yang dianjurkan, sedangkan aspek kualitas berkaitan dengan keragaman dan jenis konsumsi pangan dan nilai mutu gizinya (Suhardjo 1989). Menurut Sediaoetama (2006) konsumsi makanan adalah faktor yang berpengaruh langsung terhadap keadaan gizi seseorang. Pengukuran konsumsi pangan dilakukan untuk mengetahui status gizi masyarakat secara langsung, sedangkan untuk mengetahui tingkat kecukupan gizi seseorang atau sekelompok orang dapat dilakukan melalui penilaian konsumsi pangan. Menurut Hardinsyah dan Briawan (1994), penilaian konsumsi pangan adalah perbandingan antara kandungan gizi makanan yang dikonsumsi seseorang atau sekelompok orang dengan angka kecukupan.

Data konsumsi pangan contoh diperoleh dengan metode food record

selama 7 hari sebelum intervensi penyuluhan gizi dan 7 hari setelah dilakukan intervensi penyuluhan gizi. Bahan pangan yang paling sering dikonsumsi oleh contoh, yaitu sumber karbohidrat berupa nasi, olahan tepung terigu (roti, mie, gorengan, bakso, siomay, batagor, bolu), lauk hewani berupa daging ayam, ikan dan telur, lauk nabati berupa tahu dan tempe. Jenis sayuran yang paling sering dikonsumsi yaitu wortel, buncis, kangkung, labu dan jagung, sedangkan jenis buah-buahan yang paling sering dikonsumsi yaitu apel, semangka, mangga dan melon.

Sejumlah zat gizi minimal yang harus dipenuhi dari konsumsi makanan disebut dengan kebutuhan gizi (Hardinsyah & Martianto 1992). Berbeda dengan kebutuhan gizi, kecukupan gizi adalah jumlah masing-masing zat gizi yang sebaiknya harus dipenuhi dari makanan untuk hidup sehat pada hampir semua orang sehat (Nasution dan Riyadi 1995). Kecukupan energi dan zat gizi seseorang dapat dihitung dengan cara membagi konsumsi energi dan protein individu dengan angka kecukupan energi dan protein individu kemudian dikalikan 100%. Sedangkan untuk menghitung kontribusi lemak dapat dihitung dengan konsumsi lemak individu dikalikan 9 lalu dibagi dengan kecukupan energi individu kemudian dikalikan 100%. Untuk menghitung kontribusi karbohidrat dapat dihitung dengan konsumsi lemak individu dikalikan 4 lalu dibagi dengan kecukupan energi individu kemudian dikalikan 100%. Kadar serat diperoleh dengan menggunakan software Nutrisurvey.

Berikut disajikan pada Tabel 14, rata-rata asupan energi dan zat gizi serta tingkat kecukupan dan kontribusi terhadap energi total.

20

Tabel 14 Rata-rata asupan energi dan zat gizi serta tingkat kecukupan dan kontribusi terhadap energi total

Energi dan Zat Gizi Pretest Posttest p-value

Energi 0.000 - Asupan (kkal) 2338 2171 - TKE (%) 112.9 104.9 Protein 0.000 - Asupan (g) 56 52 - TKP (%) 105.8 99.2 Lemak 0.010 - Asupan (g) 68 64 - % kontribusi* 29.8 28.3 Karbohidrat 0.002 - Asupan (g) 938 859 - % kontribusi* 181.4 165.6 Serat - Asupan (g) 5.32 5.18 0.249 *

Terhadap Angka Kecukupan Energi

Berdasarkan Tabel 14 dapat dilihat bahwa rata-rata asupan energi contoh ketika pretest sebesar 2338 kkal/kap/hari, sedangkan asupan energi posttest

sebesar 2171 kkal/kap/hari. Hasil t-test menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan antara asupan energi pre-test dan post-test (p<0.05). Rata-rata asupan protein contoh pretest sebesar 56 gram dan posttest 52 gram. Hasil t-test

menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan antara asupan protein pretest dan posttest (p<0.05). Rata-rata asupan lemak contoh pretest sebesar 68 gram atau 29,8% terhadap angka kecukupan energi dan posttest sebesar 64 gram atau 28,3% terhadap angka kecukupan energi. Hasil t-test menunjukkan ada perbedaan yang signifikan antara rata-rata asupan lemak pretest dan posttest (p<0.05). Kontribusi lemak terhadap energi total dihitung berdasarkan asupan lemak aktual anak yang dibandingkan dengan angka kecukupan energi menurut umur dan jenis kelamin. Menurut WHO (2010) kontribusi energi dari lemak yang baik yaitu sebesar 30% untuk usia 4-18 tahun. Rata-rata asupan karbohidrat contoh pretest sebesar 938 gram atau 181.4% dan rata-rata posttest sebesar 859 gram atau 165,6%. Hasil t-test menunjukkan ada perbedaan yang signifikan antara rata-rata asupan lemak

pretest dan posttest (p<0.05). Rata-rata asupan serat contoh ketika pretest sebesar 5.32 gram dan ketika posttest sebesar 5.18 gram, hal ini menunjukkan asupan serat contoh masih sangat kurang, menurut Lembaga Kanker Amerika dalam Almatsier (2009) menganjurkan makan 20-30 gram serat sehari. Pangan yang banyak menyumbang serat bagi contoh yaitu makanan pokok. Buah-buahan, sayuran dan kacang-kacangan belum dikonsumsi dalam jumlah yang cukup oleh contoh. Hasil t-test menunjukkan tidak terdapat perbedaan asupan serat, baik sebelum maupun setelah intervensi. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Utami (2009) yang dilakukan di SD Islam Annajah di Jakarta Selatan yang menunjukkan bahwa ada hubungan signifikan antara kebiasaan konsumsi serat dengan kejadian obesitas pada siswa. Sesuai pula dengan hasil penelitian Thasim (2013) yang dilakukan di SDN Sudirman 1 Makassar yang menunjukkan tidak terdapat perbedaan asupan serat sebelum dan sesudah edukasi. Menurut Yuliarti (2008)

21 seseorang dengan pola makan mengandung serat jarang ditemukan mengalami kegemukan. Anak yang obesitas membutuhkan lebih makanan yang mengandung serat seperti sayur dan buah. Serat berfungsi mengontrol berat badan karena serat tidak menyumbangkan energi. Serat juga memberikan efek kenyang yang lebih lama sehingga tidak cepat timbul rasa lapar.

Tabel 15 Sebaran contoh berdasarkan asupan energi dan protein sebelum dan sesudah dilakukan penyuluhan gizi

Tingkat kecukupan Pretest Posttest

n % n % Energi Defisit berat 0 0 0 0 Defisit sedang 0 0 1 2.9 Defisit ringan 2 5.9 4 11.8 Normal 23 67.6 26 73.5 Lebih 9 26.6 4 11.8 Total 34 100 34 100 Protein Defisit berat 1 2.9 2 5.9 Defisit sedang 4 11.8 2 5.9 Defisit ringan 3 8.8 9 26.5 Normal 18 52.9 16 47.1 Lebih 8 23.5 5 14.7 Total 34 100 34 100

Sebelum dilakukan intervensi penyuluhan gizi terdapat 9 orang (26.6%) yang tingkat kecukupan energinya termasuk kategori lebih dan setelah dilakukan intervensi gizi terdapat penurunan contoh yang termasuk kategori lebih yakni menjadi 4 orang (11.8%). Penurunan tingkat kecukupan energi diduga karena berkurangnya asupan gula pasir dan berkurangnya frekuensi minum susu contoh, ketika pretest dalam satu hari contoh dapat mengonsumsi susu sebanyak 2-3 gelas, setelah penyuluhan menjadi 1-2 gelas dalam satu hari. Hal ini sejalan dengan penelitian Widhayati (2009) terdapat perbedaan tingkat kecukupan energi yang bermakna antara sebelum dan sesudah pemdidikan gizi pada penyuluhan kelompok, sedangkan penyuluhan individu tidak ada penurunan. Begitu pula dengan tingkat kecukupan protein, sebelum dilakukan intervensi gizi yang termasuk kategori lebih sebesar 23.5% dan setelah dilakukan intervensi gizi menjadi 14.7%. Masih banyaknya contoh yang mengalami defisit untuk asupan protein diduga disebabkan oleh adanya pola pikir yang salah tentang daging atau lauk hewani sebagai sumber protein. Contoh banyak yang mengurangi konsumsi telur, hati ayam dan sosis. Remaja pada umumnya mengira sumber lauk hewani dapat menyebabkan peningkatan berat badan sehingga konsumsi pangan sumber protein cenderung dikurangi, padahal protein merupakan zat gizi yang berfungsi untuk pertumbuhan. Selain itu protein juga berfungsi sebagai zat untuk pembentuk antibodi tubuh. Kemampuan tubuh untuk memerangi infeksi bergantung pada kemampuan untuk memproduksi antibodi terhadap organisme

22

yang menyebabkan infeksi tertentu atau terhadap bahan-bahan asing yang memasuki tubuh (Almatsier 2009).

Tabel 16 Sebaran contoh berdasarkan asupan lemak, karbohidrat dan serat sebelum dan sesudah dilakukan penyuluhan gizi

Kontribusi Pretest Posttest

n % n % Lemak Kurang 14 41.2 15 44.1 Baik 13 38.2 14 41.2 Lebih 7 20.6 5 14.7 Total 34 100 34 100 Karbohidrat Kurang 0 0 0 0 Baik 0 0 0 0 Lebih 34 100 34 100 Total 34 100 34 100 Serat Cukup 0 0 0 0 Kurang 34 100 34 100 Total 34 100 34 100

Berdasarkan Tabel 16, dapat terlihat bahwa dari 34 contoh, sebelum penyuluhan gizi yang termasuk kategori kontribusi lemak kurang, baik dan lebih sebesar 41.2%, 38.2% dan 20.6%. Sedangkan setelah dilakukan penyuluhan gizi menjadi 44.1%, 41.2% dan 14.7%. terdapat penurunan kontribusi lemak kategori

Dokumen terkait