• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN 4.1. Topografi

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Geomorfologi DAS

5.1.1. Orde Sungai dan Rasio Percabangan Langkah awal analisis jaringan hidrologi Sub DAS Cicatih adalah penentuan orde sungai berdasarkan klasifikasi Horton yang dimodifikasi oleh Strahler. Jaringan Hidrologi Sub DAS Cicatih mempunyai lima Sub-sub DAS yang meliputi Sub-sub DAS Cicatih Hulu, Cipalasari, Ciheulang, Cileuleuy dan Cikembar dapat dilihat pada Gambar 20, dimana Sub DAS Cicatih mempunyai orde sungai sampai pada orde ke enam dengan 166 buah anak sungai pada orde-1 yang memberikan kontribusi aliran air sampai pada outlet DAS, 41 buah sungai orde-2, 14 buah sungai orde-3, 4 buah sungai orde-4, 2 buah sungai orde-5 dan 1 buah sungai orde-6.

Sistem orde sungai tergantung pada jumlah orde yang secara langsung proporsional untuk mengukur kontribusi sungai dan dimensi sungai karena jumlah orde dapat menentukan peubah dimensi fraktal berupa rasio percabangan yang merupakan rasio jumlah segmen orde N? terhadap jumlah segmen orde yang lebih tinggi N? +1. Jumlah orde dan nilai RB tiap orde pada Sub DAS Cicatih dapat dilihat pada tabel di bawah ini (Tabel 8):

Tabel 8. Jumlah orde dan nilai RB Sub DAS Cicatih

Dari tabel di atas, terlihat bahwa nilai rasio percabangan Sub DAS Cicatih pada setiap orde sungai dengan kisaran 2- 4.2 sesuai dengan referensi dari Chow (1964) nilai RB pada kondisi normal adalah 2-5 untuk sungai yang struktur geologi tidak merubah pola drainase. Nilai rasio percabangan tidak sama dari satu orde ke orde berikutnya karena perubahan variasi dalam geometri sungai.

Perhitungan nilai rataan RB untuk jaringan sungai dapat dibuat slope dari regresi antara logaritmik jumlah orde (sumbu y) dan orde (sumbu x) yang mempunyai hubungan linier. Pada Gambar 21 ini menunjukkan hubungan regresi linier antara logaritmik jumlah orde dan orde.

Gambar 21. Hubungan antara logaritmik jumlah orde dengan orde di Sub DAS Cicatih

Dari grafik regresi semi logaritmik tiap orde sungai diperoleh nilai RB Sub DAS Cicatih adalah 2,8. RB merupakan dimensi properti atau bentuk yang dipengaruhi oleh sistem drainase yang materialnya homogen untuk persamaan geometrik. Menurut Chow (1964), semakin kecil nilai RB suatu DAS maka bentuk hidrograf yang akan dihasilkan semakin landai dan jika nilai RB semakin besar, maka bentuk hidrograf yang dihasilkan akan ekstrim dimana penurunan dan kenaikan aliran sungai akan berlangsung cepat. Berdasarkan nilai RB yang diperoleh, bentuk hidrograf yang akan dihasilkan tidak jauh berbeda hidrograf pada DAS C pada Gambar 6.

5.1.2. Panjang Sungai dan Rasio Panjang Perhitungan panjang tiap segmen orde sungai dilakukan dengan otomatisasi GIS Strahler, panjang segmen sub DAS Cicatih secara lengkap dapat dilihat pada lampiran 1-3. Unt uk nilai RL tiap orde dapat dilihat pada Tabel 9 dibawah ini:

Tabel 9. Panjang rata-rata (m2) dan nilai RL Sub DAS Cicatih

Dari nilai rataan panjang tiap orde sungai dapat menentukan peubah dimensi fraktal yakni rasio panjang sungai yang nilai rat aannya diperoleh dari persamaan regresi semi logaritmik (Gambar 22).

Gambar 22. Hubungan antara logaritmik panjang sungai dengan orde di Sub DAS Cicatih

y = -0,4451x + 2,5383 R2 = 0,9823 0 0,5 1 1,5 2 2,5 0 1 2 3 4 5 6 7 Orde (?)

Log jumlah orde (log ?)

y = 0.3292x R2 = 0.4643 y = 0.0441x R2 = 0.6623 0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00 3.50 0 1 2 3 4 5 6 7 Orde (?)

Log panjang sungai rata

2

(Log L?)

Berdasarkan Gambar 22. nilai RL Sub DAS Cicatih adalah 2,1 yang berarti RL dalam kondisi normal menurut referensi Chow (1964), dimana nilai RL pada kondisi normal adalah 1,5 – 3,5. Dilihat dari gambar terdapat nilai pencilan pada orde 6, bila data tersebut dihilangkan maka nilai RL menjadi 1.1 sehingga jauh dari referensi. Jadi dapat disimpulkan bahwa nilai pencilan tidak dapat dihilangkan karena dapat menyebabkan nilai RL jauh dari referensi baku yang digunakan.

Berdasarkan Persamaan Rodriguez-Iturbe dan Valdes (1979) nilai RL akan mempengaruhi debit puncak dan waktu

untuk mencapainya. Bila nil ai RL semakin tinggi maka debit puncak yang akan di hasil semakin besar dan sebaliknya. Sedangkan untuk waktu mencapai debit puncak akan semakin lama jika nilai RL semakin kecil dan sebaliknya.

5.1.3. Luas Sungai dan Rasio Luas

Penentuan luas tiap orde sungai dilakukan dengan software DIGEM sehingga diperoleh luas total DAS Cicatih sampai pada orde ke enam 52979 ha, sedangkan luas tiap orde sungai dapat dilihat pada Tabel 10 di bawah ini:

Tabel 10. Luas Sungai tiap orde di Sub DAS Cicatih

Orde (?) A

?

(m

2

) N

?

A

ω

(m

2

) A

? -1

(m

2

) R

A

1 295373294 166 1779357

2 124135378 41 3027692 1779357 1,7

3 59119552 14 4222825 3027692 1,4

4 20321281 4 5080320 4222825 1,2

5 5360000 2 2680000 5080320 0,5

6 20986829 1 20986829 2680000 7,8

Gambar 23. Hubungan antara logaritmik luas sungai rata-rata dengan orde di Sub DAS Cicatih Dari Gambar 23 di atas diperoleh nilai regresi logaritmik tiap orde sungai sehingga nilai RA atau rasio luas Sub DAS Cicatih adalah 1,42. Dari gambar tersebut juga diketahui bahwa pada orde 5 terdapat nilai yang menyimpang (pencilan), bila nilai tersebut dihilangkan maka RA untuk Sub DAS Cicatih adalah 1.6. Kedua nilai ini sangat kecil dari referensi Chow (1964) yang berkisar 3-6 dalam kondisi normal. Salah satu faktor yang menyebabkan nilai ratio luas sangat kecil adanya kesalahan dalam menganalisis luas tiap orde sungai karena sangat sulitnya dalam menentukan nilai tersebut. Berdasarkan persamaan

Valdes-Iturbe dan Valdes (1979) nilai RA akan mempengaruhi waktu mencapai debit puncak. Bila nilai RA kecil maka waktu diperlukan mencapai debit puncak juga akan panjang dan sebaliknya.

5.1.4. Dimensi Fraktal

Berdasarkan hukum Horton (1945) dalam Liu (1992) menyatakan bahwa sebaran jaringan sungai secar a statistika berupa rasio percabangan sungai, rasio panjang rata- rata sungai dan rasio luas merupakan parameter yang sangat berguna untuk mengetahui struktur fraktal jaringan sungai. Dimensi fraktal merupakan rasio logaritmik dari rasio percabangan terhadap rasio panjang sungai sehingga diperoleh nilai dimensi fraktal DAS Cicatih 1,4. Berdasarkan Tabel 11. nilai dimensi fraktal jaringan hidrologi relatif sama untuk DAS yang besar dan kecil walaupun terdapat perbedaan stuktur geometrik percabangan dan panjang segmen tiap sungai berbeda-beda. Berdasarkan hal tersebut maka jaringan sungai mempunyai dimensi yang sama yaitu dimensi fraktal. Nilai dimensi fraktal sekitar 1-2 dimana arti dari nilai tersebut adalah dimensi garis lurus sedangkan angka dibelakang koma berhubungan dengan bentuk percabangan. Bila nilai dibelakang koma semakin besar maka bentuk percabangan akan semakin

y = 0.1509x + 6.1075 R2 = 0.5759 y = 0.2036x + 6.0255 R2 = 0.9586 6.0 6.2 6.4 6.6 6.8 7.0 7.2 7.4 0 1 2 3 4 5 6 7 Orde (?)

Log Luas rata-rata

rumit dan sebaliknya. Dimensi fraktal mempunyai arti suatu dimensi bentuk yang tidak teratur dengan skala yang identik dari bentuk aslinya.

Tabel 1 1. Nilai RB, RL dan dimensi Fraktal pada berbagai DAS di Perancis dan Indonesia

5.2. Parameter Model H2U

Parameter model diidentifikasi berdasarkan analisis peta Sub DAS Cicatih skala 1:100.000, yang didapatkan dari studi topografi menggunakan data DEM. Informasi yang didapatkan dari analisis peta meliputi panjang alur hidraulik maksimum

dan rata-rata untuk jaringan sungai dan lereng, serta orde sungai maksimum menurut kriteria Strahler (195 2). Sedangkan kecepatan aliran pada jaringan sungai dan lereng ditetapkan berdasarkan studi literatur dan optimisasi. Hasil pengukuran parameter-parameter model disajikan pada Tabel 11.

Gambar 24. Peta Sub DAS Cicatih dan stasiun pengamatan aliran sungai Tabel 1 2. Parameter model H2U di Sub DAS Cicatih

Berdasarkan nilai parameter model H2U yang ditampilkan pada Tabel 11, dapat diperoleh kurva fungsi kerapatan probabilitas (pdf) waktu tempuh butir hujan pada lereng dan jaringan sungai di Sub DAS Cicatih yang dihitung berdasarkan aplikasi model H2U. Kurva pdf lereng (?v(t)) di tampilkan pada Gambar 25 dan kurva pdf jaringan sungai (?RH(t)) disajikan pada Gambar 26.

Gambar 25. Kurva pdf lereng sungai di Sub DAS Cicatih

Gambar 26. Kurva pdf jaringan di Sub DA S Cicatih

Setelah memperoleh nilai dan grafik pdf lereng serta jaringan sungai, dilakukan konvolusi antara nilai pdf lereng dan jaringan sungai, sehingga diperoleh pdf DAS secara keseluruhan dimana nilai pdf ini yang akan digunakan dalam simulasi debit.

Hasil konvolusi ditampilkan pada Lampiran 9 sedangkan Bentuk kurva pdf DAS dapat dilihat pada Gambar 27.

Gambar 27. Kurva pdfDAS waktu tempuh butir hujan di Sub DAS Cicatih Gambar 27. menunjukkan bahwa titik puncak kurva pdf waktu tempuh butir hujan terjadi saat waktu mencapai 10800 detik atau 3 jam. Besaran ini merupakan waktu yang dibutuhkan butir hujan yang jatuh di titik terjauh permukaan DAS untuk mencapai outlet DAS, atau dengan pengertian lain waktu yang dibutuhkan Sub DAS Cicatih untuk merespon input hujan dan mengkonversinya menjadi debit aliran sungai.

5.3. Pemisahaan Aliran Permukaan dengan Aliran Dasar

Berdasarkan Hidrograf pengamatan, dapat dipisahkan antara aliran permukaan dan aliran dasar dengan menggunakan metode garis lurus (straight line method). Dalam pemisahan dengan menggunakan metode garis lurus perlu ditentukan nilai Q0, to, Qt,, tt dan nilai k (Tabel 12.). Untuk nilai to dianggap sama dengan 1 jam. Nilai-nilai tersebut akan menentukan nilai aliran dasar dengan membuat persamaan garis lurus (y = a+bx). Grafik pemisahan hidrograf tiap episode hujan terdapat pada Lampiran 9.

0.00 0.05 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30 0.35 0.40 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Waktu (jam) ? v (t) 0.00 0.05 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30 0.35 0 1 2 3 4 5 Waktu (jam) ? RH (t)

pdf Sub DAS Cicatih (?DAS) VRH = 2,05m/s; Vv=0,04 m/s; ?t = 1 jam 0.00 0.02 0.04 0.06 0.08 0.10 0.12 0.14 0.16 0.18 0.20 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 0 11 12 1 3 1 4

Waktu (t) dalam jam

?

DAS

(t)

5.4. Koefisien Aliran Permukaan (Kr) Berdasarkan hasil pemisahan aliran permukaan dan aliran dasar dapat diketahui nilai koefisien aliran permukaan. Nilai Kr dengan metode tersebut disajikan dalam Tabel 14. Menurut Arsyad (2000) faktor yang mempengaruhi koefisien limpasan adalah laju infiltrasi tanah, penutupan lahan dan karakteristik curah hujan. Pada penent uan Kr dengan pemisahan hidrograf faktor laju infiltrasi dan penutupan lahan dianggap konstan sehingga faktor karektristik hujan menjadi penentu.

Tabel 14. Koefisien aliran permukaan dari 8 episode hujan terpilih

Dari tabel 13 diatas terlihat bahwa nilai koefisien limpasan untuk 8 episode

hujan sekitar 0.16-0.25 artinya sebagian kecil (sekitar 16-25%) hujan yang turun di kawasan DAS akan menjadi aliran permukaan sehingga air hujan yang terinfiltrasi ke dalam tanah lebih besar. 5.5. Pengujian Model H2U dan Nilai Uji F

Pemilihan episode hujan untuk simulasi berdasarkan dari hujan tunggal yang menghasilkan hidrograf aliran dengan puncak tunggal dan tinggi hujan harian yang lebih dari 20 mm. Dari Kriteria tersebut menghasilkan 8 episode hujan. Tinggi curah hujan harian diperoleh dengan merata-ratakan hujan harian yang terekam di Sub DAS Cicatih, sehingga hujan yang digunakan adalah hujan wilayah. Untuk memperoleh hujan jam-jaman, dilakukan dengan mengalikan curah hujan harian dengan nilai normalized (selang antara 0-1) jam -jaman pada Stasiun Citeko. Grafik unt uk pola hujan pada tiap episode hujan terdapat pada Lampiran 8.

Setelah diperoleh hujan dengan interval jam dapat dilakukan simulasi untuk memperoleh grafik hidrograf. Grafik analisis hidrograf simulasi dari kedelapan episode hujan terpilih disajikan pada Gambar 28 dibawah ini.

Sub DAS Cicatih, Episode Hujan 4 Januari 2001 dengan CH = 50 mm 0.0 50.0 100.0 150.0 200.0 250.0 19:00 20:00 21:00 22:00 23:00 0:00 1:00 2:00 3:00 4:00 5:00 6:00 7:00 8:00 9:00 10:00 11:00 12:00 13:00 14:00 1/4/2001 1/5/2001 Waktu (Jam) Debit (m 3/s) 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 Curah hujan (mm)

Hujan Debit Pengukuran Debit Simulasi

F = 0,77

Sub DAS Cicatih, Episode Hujan 8 Januari 2001 dengan CH = 24 mm 0.0 20.0 40.0 60.0 80.0 100.0 120.0 16:00 17:00 18:00 19:00 20:00 21:00 22:00 23:00 0:00 1:00 2:00 3:00 4:00 5:00 6:00 7:00 8:00 9:00 8/1/2001 9/1/2001 Waktu (Jam) Debit (m 3/s) 0.0 5.0 10.0 15.0 20.0 25.0 30.0 35.0 40.0 Curah hujan (mm)

Hujan Debit Pengukuran Debit Simulasi

F = 0,97

Sub DAS Cicatih, Episode Hujan 27 Januari 2001 dengan CH = 20 mm 0.0 10.0 20.0 30.0 40.0 50.0 60.0 70.0 80.0 90.0 100.0 16:00 17:00 18:00 19:00 20:00 21:00 22:00 23:00 0:00 1:00 2:00 3:00 4:00 5:00 6:00 7:00 8:00 Debit (m 3/s) 0 5 10 15 20 25 30 35 40 Curah hujan (mm) F = 0,97

Sub DAS Cicatih, Episode Hujan 30 Januari 2001 dengan CH = 26 mm 0.0 20.0 40.0 60.0 80.0 100.0 120.0 14:00 15:00 16:00 17:00 18:00 19:00 20:00 21:00 22:00 23:00 0:00 1:00 2:00 3:00 4:00 5:00 6:00 7:00 8:00 Debit (m 3/s) 0 5 10 15 20 25 30 35 40 Curah hujan (mm) F = 0.90

Gambar 28. Grafik p erbandingan debit pengukuran dengan debit simulasi Tabel 15. dibawah ini menyajikan

perbandingan antara waktu yang diperlukan untuk mencapai debit puncak dan nilai debit puncak pada debit simulasi dan pengukuran. Tabel 15. Hasil perbandingan komponen

hidrograf Qp dan tp tiap episode hujan

Untuk mengevaluasi kualitas hasil simulasi, dilakukan uji perbandingan antara debit pengukuran dengan debit simulasi menggunakan koefisien kemiripan F (Nash dan Sutcliffe, 1970). Hasil uji tersebut diperlihatkan pada Tabel 16.

Tabel 16. Hasil pengujian model H2U tiap episode hujan

Berdasarkan bentuk grafik hidrograf aliran permukaan dan uji kemiripan di atas, pada episode hujan pada tanggal 8 Januari 2001 dan tanggal 27 Januari 2002, grafik hidrograf aliran permukaan dan simulasi berhimpit dan hasil uji mendekati angka 1 yaitu 0.97. Selain itu waktu mencapai puncak debit dan nilai debit puncak tidak berbeda jauh hal ini dapat dilihat pada tabel di atas. Berdasarkan catatan hujan pada stasiun Cicurug, Sinagar dan Parakan Salak hujan terjadi cukup tinggi pada stasiun tersebut yang letaknya ada di hulu dan tengah Sub DAS Cicatih. Sedangkan untuk daerah hilirtinggi hujan relatif kecil seperti di stasiun Cicatih, Sekarwangi. Hasil uji kemiripan pada episode 3 Februari 2002 menghasilkan nilai yang paling kecil diantara episode hujan lainya tetapi untuk nilai debit puncak mendekati nilai pengukuran. Berdasarkan catatan hujan yang terjadi bahwa pada tanggal tersebut, tinggi hujan terjadi di sekitar hilir pada stasiun Cicatih lebih besar

Sub DAS Cicatih, Episode Hujan 10 Januari 2002 dengan CH = 25 mm 0.0 10.0 20.0 30.0 40.0 50.0 60.0 70.0 80.0 90.0 100.0 16:00 17:00 18:00 19:00 20:00 21:00 22:00 23:00 0:00 1:00 2:00 3:00 4:00 5:00 6:00 7:00 8:00 9:00 10/1/2002 11/1/2002 Waktu (Jam) Debit (m 3/s) 0 5 10 15 20 25 30 35 40 Curah hujan (mm)

Hujan Debit Pengukuran Debit Simulasi

F = 0,87

Sub DAS Cicatih, Episode Hujan 22 Januari 2002 dengan CH = 35 mm 0.0 20.0 40.0 60.0 80.0 100.0 120.0 140.0 160.0 180.0 17:00 18:00 19:00 20:00 21:00 22:00 23:00 0:00 1:00 2:00 3:00 4:00 5:00 6:00 7:00 8:00 9:00 10:00 11:00 12:00 22-1-2002 23-1-2002 Waktu (Jam) Debit (m 3/s) 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 Curah hujan (mm)

Hujan Debit Pengukuran Debit Simulasi

F = 0,85

Sub DAS Cicatih, Episode Hujan 3 Februari 2002 dengan CH = 25 mm 0.0 20.0 40.0 60.0 80.0 100.0 120.0 16:00 17:00 18:00 19:00 20:00 21:00 22:00 23:00 0:00 1:00 2:00 3:00 4:00 5:00 6:00 7:00 8:00 3/2/2002 4/2/2002 Waktu (Jam) Debit (m 3/s) 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 Curah hujan (mm)

Hujan Debit Pengukuran Debit Simulasi

F = 0,71 Sub DAS Cicatih, Episode Hujan 19 Januari 2002

dengan CH = 42 mm 0,0 50,0 100,0 150,0 200,0 250,0 16:00 17:00 18:00 19:00 20:00 21:00 22:00 23:00 0:00 1:00 2:00 3:00 4:00 5:00 6:00 7:00 8:00 9:00 10:00 11:00 12:00 19/1/2002 20/1/2002 Waktu (Jam) Debit (m 3/s) 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 Curah hujan (mm)

Hujan Debit Pengukuran Debit Simulasi

dibandingkan dengan staiun stasiun yang dihulu.

Untuk episode hujan pada tanggal 30 Januari 2001, 10 Januari 2002, 22 Januari 2002 dan 3 Februari 2002 terdapat kesenjangan selama 1 jam untuk waktu mencapai debit puncak antara hasil simulasi dan pengukuran. Hal ini dapat disebabkan oleh pola hujan di Citeko yang tidak sesuai dengan pola hujan di Sub DAS Cicatih pada episode hujan tersebut dan hujan yang turun tidak merata di seluruh Sub DAS Cicatih.

Untuk episode hujan pada tanggal 19 Januari 2002, 22 Januari 2002 terdapat perbedaan debit puncak yang cukup jauh yaitu sekitar 20-60 m3/s, dimana debit hasil simulasi jauh lebih tinggi dibandingkan dengan debit pengukuran. Hal ini dapat disebabkan oleh kesalahan dalam pemisahan aliran permukaan dan aliran dasar.

IV. KESIMPULAN

Dari analisis geomorfologi di Sub DAS cicatih diperoleh nilai rasio percabangan (RB) di Sub DAS Cicatih adalah 2,79, nilai rasio panjang sungai (RL) adalah 2,13 dan nilai rasio luas (RA) ialah 1,42. Nilai RA yang sangat kecil disebabkan adanya perbedaan strukur geologi DAS. Sedangkan besar dimensi fraktal Sub DAS Cicatih adalah 1,4.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa model debit yang dikembangkan berdasarkan menurut model H2U memberikan hasil simulasi cukup memuaskan walaupun terdapat perbedaan nilai debit puncak. Dari Simulasi debit yang dilakukan terhadap 8 episode hujan terpilih selama tahun 2000 dan 2001 menunjukkan hasil simulasi dengan nilai koefisien kemiripan antara 71 % sampai 97%, sehingga aplikasi model H2U memungkinkan untuk dapat menentukan hidrograf aliran permukaan untuk DAS yang tidak tersedia alat pengukur duga muka air.

Dokumen terkait