• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil dan Pembahasan

4.1 Hasil dan Pembahasan

4.1.1. Hasil Kultur Bakteri dengan Metode TPC (Total Plate Count)

Berdasarkan hasil penanaman sampel pada media agar Nutrient Agar (NA), tampak koloni bakteri seperti tampak pada gambar berikut.

Gambar 4.1 Pertumbuhan Bakteri pada Media NA dengan konsentrasi 10-1 dan 10-2

Pada gambar diatas, tampak koloni bakteri berbentuk bulat. Koloni yang terbentuk merupakan hasil dari pertumbuhan bakteri. Media NA merupakan media nonspesifik, sehingga memungkinkan adanya pertumbuhan berbagai jenis bakteri. Oleh karena itu pada media NA dapat dihitung jumlah koloni bakteri untuk menentukan banyaknya bakteri yang tumbuh, namun tidak dapat ditentukan jenis bakterinya karena seluruh koloni bakteri yang tumbuh serupa, dengan bentuk bulat berwarna putih.

Setiap koloni dalam lempeng agar dihitung, sehingga diperoleh hasil pertumbuhan bakteri pada tabel 4.1.

Tabel 4.1 Jumlah Koloni pada Setiap Sampel Konsentrasi Sampel 10 -4 10-5 10-6 10-7 Kontrol (-) 1 TBUD 223,5 106,5 TSUD 0 2 TBUD 281 189 70 0 3 245,5 131,5 77 TSUD 0 4 TBUD 259 261,5 195 0

5 48 TSUD TSUD TSUD 0

6 TBUD TBUD 255 31 0

Keterangan:

TBUD = Tidak Bisa Untuk Dihitung TSUD = Terlalu Sedikit Untuk Dihitung

Berdasarkan data pada tabel 4.1, dapat disimpulkan bahwa jumlah koloni semakin sedikit dengan pengenceran yang semakin tinggi, kemudian dilakukan penghitungan menggunakan rumus dan didapatkan hasil jumlah bakteri pada setiap sampel soto ayam, yang hasilnya tercantum dibawah ini.

Tabel 4.2 Hasil Penghitungan TPC pada Setiap Sampel Sampel Rata-Rata Jumlah Bakteri

(CFU/gram)

Keterangan

1 1,1 x 107 Melebihi ambang batas

2 1,9 x 107 Melebihi ambang batas

3 7,7 x 106 Melebihi ambang batas

4 2,6 x 106 Melebihi ambang batas

5 4,8 x 104 Melebihi ambang batas

6 3,1 x 107 Melebihi ambang batas

Keterangan: CFU = Colony Form Unit

Nilai ambang batas = 104 CFU/ gram

Pada tabel 4.2 dapat disimpulkan bahwa pada sampel 6 memiliki hasil rata-rata jumlah bakteri tertinggi dibandingkan dengan sampel lain, yaitu 3,1x107CFU/gram. Sedangkan hasil terendah terdapat pada sampel 5

sebesar 4,8x104 CFU/gram. Hasil rata-rata jumlah pada seluruh sampel makanan melebihi ambang batas normal, dengan batas maksimum jumlah bakteri pada makanan 104 CFU/ gram, yang ditetapkan berdasarkan keputusan Dirjen POM No 03726/B/SK/VII/89. Dengan adanya pertumbuhan bakteri yang melebihi ambang batas pada seluruh sampel, maka dapat dibuktikan bahwa soto ayam mendukung pertumbuhan bakteri sehingga terjadi pencemaran oleh bakteri.12,16,26

Penelitian lain yang menggunakan sampel daging ayam yang dijual di pasar tradisional untuk menghitung jumlah koloni bakteri, dilakukan oleh Tri Yahya Budiarso dkk (2009). Pada penelitian ini sampel yang diinokulasi pada media Rappaport Vasilliadis Soya (RSV) Broth diinkubasi, kemudian dilakukan isolasi pada media Salmonella Shigella Agar (SSA) dan Chromocult Coliform Agar (CCA). Sampel daging ayam berjumlah 15 dengan pengambilan masing-masing sebanyak 3 kali, dan diperoleh hasil dari 45 sampel tersebut jumlah bakterinya adalah 1,5 x 107

– 7,7 x 107 CFU/ml pada media SSA dan 4,2 x 107– 2,62 x 108 CFU/ml pada media CCA. Angka tersebut melebihi batas normal, yang menunjukkan adanya pencemaran bakteri terhadap sampel daging ayam.32 Pada penelitian yang saya lakukan, sampel pertama kali diisolasi pada media Nutrien Agar (NA) dan dilakukan penghitungan jumlah bakteri, sehingga hasil penghitungan tersebut merupakan jumlah berbagai jenis bakteri (belum spesifik jenis bakteri tertentu).

Penelitian juga dilakukan oleh Nita Citrasari (2010) dengan metode TPC menggunakan sampel soto ayam, dan makanan lain seperti omlet, pecel, ayam goreng, nasi goreng, siomay, sup kambing serta sate kambing. Pada soto ayam diperoleh 281x101 - 105x102 CFU/ml, angka ini menunjukkan bahwa jumlah bakteri dalam soto ayam masih dibawah batas. Diantara seluruh makanan tersebut, hanya pecel yang dianggap tidak layak konsumsi karena melebihi batas maksimal.34 Hasil tersebut berlawananan dengan hasil penelitian yang saya lakukan, hal ini disebabkan kemungkinan sampel soto ayam yang diuji oleh Nita Citrasari

(2010) mengalami proses pengolahan yang baik sehingga tidak mengalami pencemaran oleh bakteri. Dapat dibuktikan dengan hasil penghitungan bakteri pada berbagai jenis sampel dibawah ambang batas, kecuali pecel.

4.1.2. Isolasi Bakteri dari Sampel Soto Ayam dalam Media Spesifik

Supaya dapat mengetahui bakteri yang terdapat pada sampel makanan, maka dilakukan isolasi bakteri pada media spesifik yaitu media Endo Agar dan Salmonella Shigella Agar (SSA).

Setelah diinkubasi selama 24 jam, terbentuk koloni pada kedua media tersebut seperti pada gambar 4.2.

Gambar 4.2 Hasil Kultur Bakteri dari Sampel Soto Ayam yang diisolasi pada media Endo Agar dan SSA Pada media Endo Agar, Escherichia coli dapat memfermentasi laktosa dan menyerap fukhsin kristal yang menyebakan terbentuknya koloni bulat dengan warna merah kilap logam. Sedangkan pada media SSA, Salmonella sp. adalah koloni bulat, kecil, koloni tidak berwarna dengan warna hitam ditengah. Bakteri Salmonella sp. tidak dapat memfermentasi laktosa maka koloni tidak berwarna atau transparan. Namun bakteri ini mampu memecah asam amino yang mengandung sulfur, sehingga terbentuklah endapan garam FeS yang menyebabkan adanya warna hitam dibagian tengah koloni. Keberadaan bakteri

Escherichia coli terdapat pada 5 sampel soto ayam dari 6 sampel yang digunakan (83,33%), sedangkan bakteri Salmonella sp. terdapat pada 4 sampel (66,67%). Bakteri Escherichia coli dan Salmonella sp. merupakan

SSA Endo Agar

bakteri penyebab infeksi pada pangan yang mendukung pertumbuhan bakteri.13

Penelitian juga dilakukan oleh Siswatiana (2012) dengan uji TPC dan isolasi bakteri dari sampel daging ayam dalam media agar darah dan MacConkey Agar untuk pemeriksaan Escherichia coli dan media SSA untuk Salmonella sp. Hasil yang diperoleh yaitu Escherichia coli

mencemari 26 sampel dari 35 sampel (74,3%) dan Salmonella sp.

mencemari 12 sampel (4,2%).29

4.1.3. Pewarnaan Gram

Bakteri yang telah tumbuh pada media Endo Agar dan SSA adalah bakteri Escherichia coli dan Shigella sp., maka dilakukan pewarnaan Gram. Hasil pewarnaan Gram ini sebagai berikut.

Gambar 4.3 Hasil Pewarnaan Gram dari Kultur Bakteri

Berdasarkan hasil pemeriksaan mikroskop dengan pembesaran 100x, didapatkan bakteri berbentuk kokobasil (batang pendek) bersifat Gram negatif maka diduga bakteri tersebut adalah Escherichia coli. Sedangkan bakteri hasil isolasi dari media SSA, dilakukan pemeriksaan mikroskop berbentuk batang panjang dan bersifat Gram negatif, maka diduga bahwa bakteri tersebut adalah Salmonella sp.

4.1.4 Uji Resistensi Antibiotik terhadap Bakteri Escherichia coli dan

Salmonella sp.

Hasil uji resistensi antibiotik pada bakteri Escherichia coli dan

Salmonella sp. terhadap tiga jenis antibiotik adalah sebagai berikut.

Gambar 4.4 Efek Antibiotik terhadap Pertumbuhan Bakteri

Salmonella sp.

Berdasarkan gambar diatas, tampak terbentuknya zona jernih disekeliling disk antibiotik. Zona jernih tersebut merupakan zona yang tidak ditumbuhi oleh bakteri karena dihambat oleh antibiotik, dikenal dengan istilah zona hambat.

Setiap antibiotik memiliki nilai kepekaan masing-masing. Oleh karena itu, setelah diketahui ukuran zona hambat pada setiap antibiotik, nilai yang diperoleh disesuaikan dengan grafik interpretasi ukuran diameter zona hambat dari National Committee for Clinical Laboratory Standards, tertulis nilai intermediet pada antibiotik siprofloksasin yaitu 16-20 mm, gentamisin 13-14 mm dan amoksisilin 11-14 mm. Untuk nilai resistensi dibawah nilai intermediet, dan nilai sensitif diatas nilai intermediet.

Nilai zona hambat yang terbentuk disekeliling disk antibiotik siprofloksasin, gentamisin dan amoksisilin pada bakteri Escherichia coli, sebagai berikut:

Tabel 4.3 Hasil Uji Resistensi bakteri Escherichia coli terhadap antibiotik CIP, CN dan AML

Sampel Diameter zona hambat

antibiotik (mm) CIP CN AML 1 37 (S) 17 (S) 0 (R) 2 39 (S) 23 (S) 0 (R) 3 36,5 (S) 21,5 (S) 0 (R) 4 38 (S) 16 (S) 0 (R) 5 - - - 6 36 (S) 20 (S) 0 (R) Persentase 100% (S) 100% (S) 100% (R)

Keterangan: CIP = Siprofloksasin S = Sensitif CN = Gentamisin R = Resisten AML = Amoksisilin

Setelah diukur kemudian disesuaikan dengan tabel nilai normal, dapat diambil kesimpulan bahwa bakteri Escherichia coli masih sensitif terhadap antibiotik siprofloksasin (100%), terhadap antibiotik gentamisin termasuk kategori sensitif (100%), sedangkan pada amoksisilin sudah mengalami resisten yang ditunjukkan dengan tidak adanya zona hambat yang terbentuk (100%). Pada sampel 5 tidak dilakukan pengujian karena tidak diperoleh koloni Escherichia coli dalam media spesifik Endo Agar yang berasal dari sampel 5.

Berdasarkan hasil pengukuran yang tertera dalam tabel 4.3, rata-rata zona hambat Escherichia coli terhadap antibiotik siprofloksasin 37,3 mm; antibiotik gentamisin 19,5 mmdan antibiotik amoksisilin 0 mm. Dapat pula disimpulkan bahwa zona hambat paling luas antibiotik

siprofloksasin yaitu 39 mm pada sampel dua, antibiotik gentamisin 23 mm pada sampel dua dan antibiotik amoksisilin tidak terbentuk zona hambat. Hal ini dapat dilihat dalam grafik 4.1 sebagai berikut:

Grafik 4.1 Grafik Hasil Uji Resistensi pada Bakteri Escherichia coli

Terjadinya resistensi terhadap antibiotik amoksisilin diduga akibat penggunaan antibiotik yang meluas dan sering tanpa indikasi pemberian antibiotik. Hal ini dapat terjadi karena amoksisilin pemakaiannya secara oral, sudah dikenal oleh masyarakat serta harganya murah. Organisme

Escherichia coli menghasilkan β-laktamase (penisilinase), yang sering menyebabkan terjadinya resistensi terhadap amoksisilin.8,33

Penelitian uji resistensi antibiotik juga dilakukan oleh Refdanita dkk. (2004), mereka melakukan pengujian terhadap bakteri Gram negatif

Pseudomonas sp., Klebsiella sp. dan Escherichia coli dan menggunakan beberapa jenis antibiotik golongan sefalosporin, penisilin, dan dari golongan lain yaitu golongan fenikol (kloramfenikol), golongan tetrasiklin (tetrasiklin), golongan kombinasi (kotrimoksazol), golongan kuinolon (siprofloksasin), golongan aminoglikosida (gentamisin) dan golongan lain (fosmisin). Hasil yang diperoleh dari bakteri Escherichia coli terhadap amoksisilin yaitu 86,2%, terhadap siprofloksasin 40% dan terhadap gentamisin 40% mengalami resistensi. Hal yang sama ditemukan pada

37 39 36.5 38 36 17 23 21.5 16 20 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 S1 S2 S3 S4 S5 S6 ZO N A H A M B A T (m m ) SAMPEL CIP (Siprofloksasin) CN (Gentamisin) AML (Amoksisilin)

penelitian ini yaitu Escherichia coli lebih banyak mengalami resisten terhadap amoksisilin, sedangkan terhadap siprofloksasin dan gentamisin lebih banyak yang masih sensitif meskipun perbandingan dengan yang sudah resisten hanya sedikit.31 Terjadinya resistensi pada siprofloksasin dan gentamisin menurut Refdanita dkk. (2004) kemungkinan dikarenakan penggunaan antibiotik secara luas atau pemberian dosis dan durasi pemakaian yang tidak tepat.

Hasil pada bakteri Salmonella sp. adalah sebagai berikut:

Tabel 4.4 Hasil Uji Resistensi bakteri Salmonella sp. terhadap antibiotik CIP, CN dan AML

Sampel Diameter zona hambat

antibiotik (mm) CIP CN AML 1 - - - 2 37 (S) 22 (S) 0 (R) 3 36,5 (S) 20 (S) 0 (R) 4 35 (S) 20 (S) 0 (R) 5 35,5 (S) 11 (I) 0 (R) 6 - - - Persentase 100% (S) 75% (S) 25% (I) 100% (R)

Keterangan: CIP = Siprofloksasin S = Sensitif CN = Gentamisin R = Resisten AML = Amoksisilin I = Intermediet

Berdasarkan tabel diatas, diketahui bahwa bakteri Salmonella sp.

masih sensitif terhadap pemberian antibiotik siprofloksasin pada seluruh sampel uji yaitu sampel 2, 3, 4 dan 5 (100%); telah resisten terhadap pemberian amoksisilin karena tidak terbentuk zona hambat (100%). Pada pemberian gentamisin, tiga dari empat sampel uji (sampel 2, 3, dan 4) melebihi 14 mm sehingga termasuk sensitif (75%). Sedangkan pada sampel 5 bernilai <12 mm, hal ini termasuk kedalam intermediet (25%). Untuk sampel 1 dan 6 tidak dilakukan pengujian karena tidak ditemukan koloni Salmonella sp. pada media Salmonella Shigella Agar dari sampel 1

dan 6. Rata-rata zona hambat yang terbentuk pada Salmonella sp.terhadap antibiotik siprofloksasin 36 mm; antibiotik gentamisin 20,7 mm; dan antibiotik amoksisilin 0 mm.

Hasil uji resistensi antibiotik pada tabel diatas, dijelaskan pula dalam grafik sebagai berikut:

Grafik 4.2 Grafik Hasil Uji Resistensi pada Bakteri Salmonella sp.

Dalam grafik tersebut, zona hambat paling luas terhadap siprofloksasin yaitu pada sampel dua dengan hasil 37 mm,terhadap gentamisin 23 mm pada sampel dua dan pada amoksisilin tidak terbentuk zona hambat di seluruh sampel.

Resistensi yang terjadi pada amoksisilin dapat dikarenakan tidak adanya PBP (Penicillin Binding Protein), terjadi perubahan pada PBP atau PBP tidak terjangkau karena sawar pada membran luar bakteri. Selain itu dapat pula akibat enzim autolitik tidak teraktivasi sehingga bakteri tidak mengalami lisis.8

Resistensi terhadap gentamisin dapat dikarenakan penggunaan antibiotik yang tidak tepat. Golongan aminoglikosida efektif untuk bakteri Gram negatif yang aerob dan pemberian pada bakteri anaerob atau

37 36.5 35 35.5 22 20 20 11 0 5 10 15 20 25 30 35 40 S1 S2 S3 S4 S5 S6 ZO N A H A M B A T (m m ) SAMPEL CIP (Siprofloksasin) CN (Gentamisin) AML (Amoksisilin)

fakultatif anaerob dapat menimbulkan terjadinya resistensi. Walaupun berdasarkan teori bakteri ini dapat diberikan pada infeksi akibat

Escherichia coli, tetapi sebaiknya hanya pada kondisi infeksi berat agar tidak mempermudah terjadinya resistensi.9

Penelitian yang dilakukan oleh Yanti Mulyana (2007) terhadap bakteri Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi memberikan hasil berbeda pada antibiotik amoksisilin. Dari 317 sampel, 315 sampel (99,36%) masih sensitif terhadap amoksisilin dan 304 sampel (95,89%) sensitif terhadap siprofloksasin.32 Kemungkinan penggunaan amoksisilin di daerah tempat penelitian masih rasional, sehingga bakteri jenis

Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi masih sensitif terhadap antibiotik tersebut. Selain itu penelitian dilakukan pada tahun 2007, sangat memungkinkan dalam jangka waktu 8 tahun ini terjadi peningkatan resistensi berbagai jenis bakteri terhadap antibiotik, terutama amoksisilin yang penggunaannya sudah sangat luas.

Penelitian lain dilakukan oleh Juwita S. dkk. (2013) pada bakteri

Salmonella typhi terhadap antibiotik kloramfenikol, amoksisilin dan kotrimoksazol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Salmonella typhi

resisten terhadap amoksisilin sebesar 85%. Pola resistensi antibiotik bergantung pada sifat bakteri, penggunaan antibiotik, tatalaksana penyakit, kecepatan resistensi bakteri terhadap antibiotik. Pola sensitivitas

Salmonella sp. pada daerah dan waktu tertentu dapat berbeda. Hal tersebut menyebabkan adanya perbedaan dari hasil berbagai uji resistensi antibiotik terhadap Salmonella sp.33

4.2 Keterbatasan Penelitian

Dalam melakukan penelitian, peneliti menemukan beberapa keterbatasan antara lain:

 Tidak dilakukan pengukuran suhu sampel makanan saat dibeli  Tidak dilakukan penilaian terhadap higienitas penjual, lingkungan

serta dalam proses pengolahan, pengangkutan, penyimpanan dan penyajian makanan

 Tidak dilakukan pengujian biokimia untuk identifikasi bakteri  Tidak diketahui secara pasti makanan tersebut menyebabkan diare,

52

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Kesimpulan dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut:  Pada seluruh sampel soto ayam terdapat cemaran bakteri.

 Jumlah koloni bakteri pada 6 sampel yang diuji melebihi ambang batas normal yang ditetapkan Dirjen BPOM.

 Keberadaan bakteri Escherichia coli terdapat dalam 5 sampel ayam (jumlah sampel = 6), sedangkan bakteri Salmonella sp. ditemukan dalam 4 dari 6 sampel uji.

 Bakteri Escherichia coli dan Salmonella sp. masih sensitif terhadap antibiotik siprofloksasin dan resisten terhadap amoksisilin sebesar 100%. Bakteri Escherichia coli sensitif terhadap gentamisin sebesar 100%, sedangkan Salmonella sp. sebesar 75%.

5.2 Saran

Sesuai dengan keterbatasan penelitian, peneliti memberikan saran sebagai berikut:

 Penelitian lebih lanjut dengan melakukan pengukuran terhadap suhu sampel makanan, sehingga dapat diketahui secara pasti suhu yang optimal untuk pertumbuhan bakteri

 Penelitian lebih lanjut disertai dengan penilaian terhadap higienitas penjual, lingkungan serta dalam proses pengolahan, pengangkutan, penyimpanan dan penyajian makanan sehingga dapat diketahui faktor penyebab terbanyak kontaminasi bakteri pada makanan

53

 Penelitian lebih lanjut dengan melakukan uji biokimia selain pewarnaan Gram, agar jenis bakteri yang mengkontaminasi makanan dapat teridentifikasi lebih pasti

 Penelitian lebih lanjut dengan menghitung jumlah mahasiswa yang mengalami diare dalam jangka waktu tertentu

 Penelitian lebih lanjut dengan melakukan wawancara pada penjual untuk mengetahui sumber makanan uji

54

1. Menteri Kesehatan RI. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 942/MENKES/SK/VII/2003 tentang Pedoman Persyaratan Hygiene Sanitasi Makanan Jajanan. Jakarta: Menteri Kesehatan RI. 2006.

2. Badan Pengawas Obat dan Makanan. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK.00.06.1.52.4011 tentang Penetapan Batas Maksimum Cemaran Mikroba dan Kimia Dalam Makanan. Jakarta: Badan POM RI. 2009.

3. Zelenakova L, Ziarovska J, Kozelova D, Mura L, Lopasovsky L, Bobkova A, Zajac P, Capla J, Tinakova K. Campylobacteriosis: Importance Of Strengthening Surveillance And Reported Foodborne Disease Control Within European Union. Journal of Microbiology, Biotechnology and Food Sciences [Internet]. 2012 Februari [cited 2015 Februari 24];(1): 855-867

4. Badan Pengawasan Obat dan Makanan. Kasus Keracunan Makanan di Indonesia. 2011.

5. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI Tahun 2013. RISKESDAS. 2013.

6. Suharyono. Diare Akut Klinik Laboratorik. Jakarta: PT Rineka Cipta. 2008.

7. Harti AS, Dra., M.Si. MIKROBIOLOGI KESEHATAN: Peran Mikrobiologi dalam Bidang Kesehatan. Edisi 1. Yogyakarta: Andi. 2015. Halaman 184-105

8. Neal MJ. Medical Pharmacology at a Glance. Fifth Edition. Blackwell Publishing Ltd. 2006. Halaman 85-80

9. Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Jakarta: Badan Penerbit FKUI. 2012. Halaman 722-585

10.Menteri Kesehatan RI. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 2406/MENKES/PER/XII/2011 tentang Pedoman Umum Penggunaan Antibiotik. Jakarta: Menteri Kesehatan RI. 2011.

11.Badan Pengawas Obat dan Makanan Sentra Informasi Keracunan (SIKer) Nasional. Laporan Kasus Keracunan tahun 2014. SIKer Nasional [Internet]. 2014 [cited 2015 Februari 7]. Available from: http://ik.pom.go.id/v2014/

12.Siagian A. Mikroba Patogen pada Makanan dan Sumber Pencemarannya. USU Institutional Repository [Internet]. 2002 Juni [cited 2015 Maret 2] 13.Badan Pengawas Obat dan Makanan. Pengujian Mikrobiologi Pangan.

InfoPOM Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Vol.9, No.2. 2008 Maret. [cited 2015 April 7].

14.Hartono, Andry. Penyakit Bawaan makanan: Fokus Pendidikan Kesehatan. Jakarta: EGC. 2006. Halaman 58-1

15.Betty, C, Hoobs. Food Poisoning and Food Hygiene.7th edition. London: Hodder Arnold. 2007.

16.Betty dan Yendri. Cemaran mikroba terhadap telur dan daging ayam. Dinas Peternakan Provinsi Sumatera Barat, Padang. 2007.

17.Departemen Kesehatan RI. Kumpulan Modul Kursus Hygiene Sanitasi Makanan dan Minuman. Subdit Sanitasi Makanan dan Bahan Pangan, Dit jen PPM & PL. 2006.

18.NSW Government Health Indonesian. Foodborne disease. Multicultural Health Communication [Internet]. [cited 2015 Februari 24]. Available from:

http://www.mhcs.health.nsw.gov.au/publicationsandresources/pdf/publicat ion-pdfs/diseases-and-conditions/7120/doh-7120-ind.pdf

19.World Health Organization. Food Safety. Geneva. 1993.

20.Jawetz E, Melnick J and Adelberg E. Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta: Salemba Medika. 2005. Halaman 264-63

21.Staf Pengajar FKUI. Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran. Edisi revisi. Jakarta: Binarupa Aksara. 1994.

22.Kayser, FH. Medical Microbiology. New York: Thieme Stuttgart. 2005. Halaman. 295-187

23.Ferdiaz, Srikandi. Analisis Mikrobiologi Pangan. Jakarta: Raja Grafindo Perkasa. 1993.

24.Richard V, dkk. Medical Microbiology, MIMS. Elsevier. 2010.

25.Engelkirk PG, Burton GRW. Burton’s Microbiology for the heatlh

sciences. 8th edition. Philadephia: Lippincott Williams & Wilkins. 2004. Halaman 317-126

26.Badan Standarisasi Nasional RI. Standar Nasional Indonesia (SNI) No. 08.3-7388-2009 tentang Batas Maksimum Cemaran Mikroba Dalam Pangan. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta. 2009.

27.Setiawan L. Prosedur laboratorium dasar untuk bakteriologi klinis. Jakarta: EGC. 2011. Halaman. 115-92

28.Budiarso TY, Belo MJ. Deteksi Cemaran Salmonella sp. Pada Daging Ayam Yang Dijual Di Pasar Tradisional Di Wilayah Kota Yogyakarta. Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA [Internet]. 2009 [cited 2015 April 25]

29.Taha SR. Cemaran Mikroba Pada Pangan Asal Hewan Di Pasar Tradisional Kota Gorontalo. Laporan Penelitian [Internet]. 2012 [cited 2015 Maret 2]

30.Citrasari, Nita. Analisis Angka Lempeng Total (ALT) Bakteri pada Makanan Olahan di Kantin Pusat Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya. [Internet]. 2010 Juli [cited 2015 April 8]

31.Refdanita, dkk. Pola Kepekaan Kuman Terhadap Antibiotika Di Ruang Rawat Intensif Rumah Sakit Fatmawati Jakarta Tahun 2001-2002. Makara, Kesehatan, Volume 8, No.2 [Internet]. 2004 Desember [cited 2015 Mei 7] 32.Mulyana Y. Sensitivitas Salmonella sp. Penyebab Demam Tifoid

Terhadap Beberapa Antibiotik di Rumah Sakit Immanuel Bandung. Bagian Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Unpad [Internet]. 2007 [cited 2015 April 8]

33.Juwita S, dkk. Pola Sensitivitas In Vitro Salmonella typhi Terhadap Antibiotik Kloramfenikol, Amoksisilin, dan Kotrimoksazol. Berkala Kedokteran, Vol.9 ,No.1 [Internet]. 2013 April [cited 2015 April 9]

57

Tabel 1 Jumlah koloni pada setiap konsentrasi dengan duplo dan pada kontrol negatif Konsentrasi Sampel 10-4 10-5 10-6 10-7 kontrol (-) 1 TBUD 217 111 TSUD 0 TBUD 230 102 TSUD - 2 TBUD 285 186 86 0 TBUD 277 192 54 - 3 254 136 81 TSUD 0 237 127 73 TSUD - 4 TBUD 253 269 186 0 TBUD 265 254 204 -

5 47 TSUD TSUD TSUD 0

49 TSUD TSUD TSUD -

6 TBUD TBUD 240 34 0

TBUD TBUD 270 28 -

Keterangan:

TBUD = Tidak Bisa Untuk Dihitung TSUD = Terlalu Sedikit Untuk Dihitung

Tabel 2 Hasil penghitungan jumlah koloni bakteri pada setiap sampel Konsentrasi Sampel 10-4 10-5 10-6 10-7 Rata-rata Jumlah Bakteri (CFU/gram) Keterangan

1 TBUD 223,5 106,5 TSUD 1,1 x 107 Melebihi

ambang batas 2 TBUD 281 189 70 1,9 x 107 Melebihi ambang batas 3 245,5 131,5 77 TSUD 7,7 x 106 Melebihi ambang batas 4 TBUD 259 261,5 195 2,6 x 106 Melebihi ambang batas

5 48 TSUD TSUD TSUD 4,8 x 104 Melebihi

ambang batas

6 TBUD TBUD 255 31 3,1 x 107 Melebihi

ambang batas

Penghitungan Rata-Rata Jumlah Bakteri Sampel 1 Jumlah bakteri = = 106,5 x 105 = 1,1 x 107 Sampel 2 Jumlah bakteri = = 189 x 105 = 1,9 x 107 Sampel 3 Jumlah bakteri = = 77 x 105 = 7,7 x 106 Sampel 4 Jumlah bakteri = = 259 x 104 = 2,6 x 106 Sampel 5 Jumlah bakteri = = 48 x 103 = 4,8 x 104 Sampel 6 Jumlah bakteri = = 31 x 106 = 3,1 x 107

Tabel 3 Hasil Uji Resistensi Antibiotik

Sampel Bakteri Diameter zona hambat

Antibiotik (mm) CIP CN AML 1 E.coli 37(S) 17(S) 0(R) 2 E.coli Salmonella sp. 39(S) 37(S) 23(S) 22(S) 0(R) 0(R) 3 E.coli Salmonella sp. 36.5(S) 36.5(S) 21.5(S) 20(S) 0(R) 0(R) 4 E.coli Salmonella sp. 38(S) 35(S) 16(S) 20(S) 0(R) 0(R) 5 Salmonella sp. 35.5(S) 11(I) 0(R) 6 E.coli 36 (S) 20 (S) 0 (R)

Keterangan: CIP = Siprofloksasin S = Sensitif CN = Gentamisin R = Resisten AML = Amoksisilin I = Intermediet

LAMPIRAN 2

Alat dan Bahan

Timbangan digital Vortex Hotplate

Kulkas Kulkas media Laminar air flow

LAMPIRAN 3

Langkah Kerja Penelitian

Pembuatan media agar SSA Pembuatan media cair NB Penanaman sampel pada media agar Sterilisasi media dan alat Pewarnaan Gram Pengambilan koloni bakteri Pemberian cakram antibiotik Penghitungan zona jernih Pengamatan di mikroskop

LAMPIRAN 4

Hasil Penelitian

Pertumbuhan Bakteri pada Media NA

10-4 (1) 10-4 (2) 10-5 (2) 10-5 (1) 10-6 (1) 10-7 (1) 10-7 (2) 10-7 (2) Kontrol

LAMPIRAN 5

LAMPIRAN 6

Riwayat Penulis

RIWAYAT HIDUP

Nama : Putri Auliya Hilfa Lubis

Usia : 21 tahun

Tempat, Tanggal Lahir : Bandung, 26 Juli 1994

Alamat : Jl. Tawakal XI no.21, Tomang, Jakarta Barat

No. Hp : 081912309120

Email : putrilubis267@yahoo.com Riwayat Pendidikan :

1. SD Negeri Paminggir IV Garut 2000-2006

2. SMP Negeri 1 Garut 2006-2009

3. SMA Negeri 78 Jakarta 2009-2010

4. SMA Negeri 1 Garut 2011-2012

Dokumen terkait