• Tidak ada hasil yang ditemukan

Morfologi dan Taksonomi Escherichia coli ............................ 9-10

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori

2.1.1. Makanan jajanan dan Pencemarannya .............................................. 4-6

2.1.3.1. Morfologi dan Taksonomi Escherichia coli ............................ 9-10

Bakteri ini termasuk flora normal tubuh yang berbentuk batang pendek (kokobasil) berukuran 0,4-0,7 μm x 1,4 μm. Bersifat Gram negatif. E. coli memiliki 150 tipe antigen O, 50 tipe antigen H dan 90 tipe antigen K. Beberapa antigen O dapat dibawa oleh organisme, sehingga beberapa diantaranya sama dengan yang dimiliki Shigella. Terkadang penyakit spesifik berkaitan dengan antigen O ini, seperti yang ditemukan pada penyakit diare dan infeksi saluran kemih. Antigen K pada Escherichia coli adalah polisakarida dan berfungsi untuk melekat pada sel epitel sebelum menginvasi saluran cerna atau saluran kemih. Selain itu juga memiliki antigen CFAs I dan II yang berfungsi untuk melekat pada sel epitel usus binatang. Bakteri ini termasuk bakteri anaerob fakultatif sehingga dapat hidup dalam kondisi aerob maupun anaerob. Oksigen digunakan untuk akseptor elektron terminal sehingga dapat tumbuh baik secara oksidatif dan dapat menggunakan reaksi fermentasi untuk memperoleh energi secara anaerob. Bakteri jenis fakultatif anaerob merupakan bakteri patogen yang sering dijumpai.20,21,22

Taksonomi Escherichia coli yaitu sebagai berikut. 20 Kingdom : Prokaryotae Divisi : Gracilicutes Kelas : Scotobacteria Ordo : Eubacteriales Famili : Enterobacteriaceae Genus : Escherichia

Gambar 2.1 Morfologi Escherichia coli Sumber :Engelkirk PG, Burton GRW, 2007

Gambar 2.2 Hasil Pewarnaan Gram Escherichia coli Sumber: Jawetz E dkk., 2005

2.1.3.2. Pertumbuhan Escherichia coli

Dapat hidup dalam suhu 10-40˚C dengan suhu optimum 37˚C, pH optimum 7,0 – 7,5, hidup ditempat lembab, mati dengan pasteurisasi.6

E. coli meragi glukosa menjadi asam disertai dengan pembentukan gas, meragi laktosa, menghasilkan nitrit hasil reduksi dari nitrat, membentuk indol atau tidak. Pada tes sitrat hasilnya (-).20,21

Bakteri Escherichia coli dapat tumbuh berlebihan dalam tubuh manusia bila manusia mengkonsumsi makanan yang telah tercemar bakteri ini, seperti daging mentah, daging yang tidak sempurna dalam proses pengolahan, susu, ataupun feses yang tercemar dalam pangan atau air.20

Bakteri ini dapat tumbuh baik pada hampir seluruh media yang biasa dipakai untuk isolasi bakteri enterik. Koloni E. coli dalam medium tampak bulat berukuran kecil hingga sedang, basah, halus, permukaan licin, pinggiran rata dan berwarna keabu-abuan atau kilap logam.20

Gambar 2.4 Escherichia coli dalam Media Endo Agar

Sumber:Kayser FH, 2005

2.1.3.3. Patogenesis Penyakit oleh Escherichia coli

Bakteri E. coli termasuk bakteri koliform dan hidup dalam usus manusia sehingga dapat digunakan sebagai indikator sanitasi. Dengan adanya bakteri ini pada makanan atau air, maka dapat dikatakan bahwa dalam tahap pengolahannya berkontak dengan feses dari usus manusia ataupun hewan sehingga menyebabkan kelainan atau mengganggu kesehatan manusia. Dan karena bakteri ini merupakan flora normal usus, maka sebenarnya tidak patogen dalam saluran pencernaan dan adanya kemungkinan memiliki peran dalam fungsi dan nutrisi normal pada tubuh, namun keberadaannya diluar saluran pencernaan, ditempat yang jarang terdapat flora normal, atau melebihi batas normal menyebabkannya menjadi patogen.20,21,23,24

Bakteri ini dapat menyebabkan infeksi diluar usus seperti sistitis, kolesistitis, apendisitis, peritonitis, pielonefritis, infeksi pada luka pasca operasi, meningitis dan sepsis. Infeksi oleh bakteri ini sering juga pada saluran kemih dengan tanda dan gejala yang tidak khas infeksi Escherichia coli. Selain itu juga dapat menginfeksi saluran pencernaan dengan klasifikasi bakteri Escherichia coli berdasarkan sifat virulensinya, dan dapat menyebabkan penyakit diare dengan mekanisme yang berbeda. Beberapa golongan tersebut yaitu:20,21,22,25

1) Escherichia coli enteropatogenik (EPEC) menyebabkan diare cair yang sering terjadi pada bayi di negara berkembang dan dapat sembuh sendiri

tapi dapat pula menjadi kronik, lamanya diare ini dapat dipersingkat dengan pemberian antibiotik. EPEC menempel pada sel epitel usus halus dengan menggunakan adhesin yang dikenal dengan intimin, kemudian mengeluarkan toksin dan menyebabkan mikrovili hilang dan filamen aktin terbentuk.

2) Escherichia coli enterotoksigenik (ETEC) menyebabkan diare pada orang yang bepergian sehingga dikenal dengan traveller’s diarrhea. ETEC mengeluarkan enterotoksin LT (heat-labile enterotoxin, inaktivasi pada

suhu 60˚C dalam 30 menit) atau enterotoksin ST (heat-stable enterotoxin, tahan suhu >100˚C). Bakteri dengan LT menempel pada brush border sel epitel usus halus yang mengaktivasi enzim adenilsiklase kemudian siklik adenosin monofosfat (cAMP) konsentrasinya meningkat, maka permeabilitas sel epitel usus meningkat sehingga absorpsi natrium terhambat dan terjadi hipersekresi air dan klorida, akhirnya menyebabkan diare cair masif. Sedangkan ST mengaktivasi siklik guanilil siklase (cGMP) pada sel epitel sehingga terjadi penurunan motilitas usus halus dan gangguan absorpsi klorida yang menyebabkan sekresi cairan.

3) Escherichia coli enteroinvasive (EIEC) yang menyebabkan diare seperti disentri (shigellosis). EIEC menginvasi sel epitel mukosa usus yang menyebabkan ulkus, lesi inflamasi.

4) Escherichia coli enterohemoragik (EHEC) penyebab diare ringan, colitis hemoragik, sindroma hemotilik uremik hingga nyeri abdomen berat. EHEC menghasilkan verotoksin yang sifatnya hampir sama dengan toksin Shiga pada Shigella dysentriae, meskipun secara antigenik dan genetik berbeda.

5) Escherichia coli enteroaggregative (EAggEC/ EAEC) merupakan penyebab diare akut dan kronik yang lebih dari >14 hari. EAEC memproduksi hemolisin dan ST enterotoksin seperti yang dikeluarkan oleh ETEC.

Gambar 2.3 Patogenesis Escherichia coli Sumber: Richard V dkk., 2010

2.1.4. Bakteri Salmonella sp.

2.1.4.1. Morfologi dan Taksonomi Salmonella sp.

Salmonella berbentuk batang, bersifat Gram negatif, bersifat anaerob fakultatif, tidak berspora, motil dan berukuran 1-3,5 μm x 0,5-0,8

μm. 20

Gambar 2.5 Morfologi Salmonella sp. Sumber :Kayser FH, 2005

Antigen utama pada Salmonella yaitu antigen O (somatik) yang digolongkan menjadi beberapa serogrup A, B, C1, C2, D dan E, antigen H

(flagel) dan antigen K/ Vi (kapsul). S. typhi dan S. choleraesuis masing-masing memiliki satu serotip, sedangkan S. enteriditis memiliki 140 serotip.20

Bakteri ini memiliki taksonomi sebagai berikut. 20 Kingdom : Bacteria

Divisi : Proteobacteria

Kelas : Gamma proteobacteria

Ordo : Enterobacteriales

Famili : Enterobacteriaceae

Genus : Salmonella

Spesies : S. Typhi, S. Paratyphi A, S.Thyphimurium, S. Choleraesuis, S.Enteriditis

2.1.4.2. Pertumbuhan Salmonella sp.

Salmonella dapat menyebar melalui hewan peliharaan ataupun manusia, salah satu penyebarannya melalui feses orang-orang yang terinfeksi sehingga mencemari makanan atau sumber air. Penularan paling utama terjadi dengan menelan pangan yang terdapat bakteri. Bakteri ini banyak mencemari makanan seperti telur dan daging ayam, serta dapat terus bereproduksi bila pemasakan tidak sempurna. Sumber infeksi yang paling sering untuk Salmonella adalah air yang terkontaminasi feses, susu dan produk olahannya yang terkontaminasi feses atau pasteurisasi tidak sempurna, kerang yang mengandung air yang terkontaminasi, telur unggas yang terinfeksi atau terkontaminasi, daging atau olahannya dari hewan ternak yang terinfeksi atau terkontaminasi saat pengolahan dan hewan peliharaan. Bakteri ini dapat hidup diluar tubuh makhluk hidup selama berminggu-minggu, dapat bertahan hidup di air selama 4 minggu, tumbuh pada pH 7,2 dengan suasana aerob dan anaerob fakultatif dan tumbuh baik pada suhu hangat yaitu dengan suhu optimum 35-37˚C dan akan berhenti

pertumbuhannya pada suhu <6,7˚C atau >46,6˚C. Oleh karena itu, bakteri ini sering terdapat pada makanan yang tidak dipanaskan secara benar seperti telur, susu atau daging ayam.20,23

Bakteri ini dapat tumbuh pada media agar Salmonella Shigella Agar, Mac-Conkey Agar dengan bentuk koloni bulat, kecil dan tidak berwarna atau transparan, dengan warna hitam ditengah.20

Gambar 2.6 Salmonella sp. dalam media Xylose-Lisine-Deoxycholate (XLD)

Sumber : Forbes BA, Sham DF, dkk., 2007

2.1.4.3. Patogenesis Penyakit oleh Salmonella sp.

Sebagian besar Salmonella bersifat patogen pada hewan yang menjadi reservoir untuk menginfeksi manusia. Penyakit utama yang disebabkan oleh bakteri ini yaitu:

1) Demam tifoid (demam enterik)

Penyakit ini paling sering disebabkan oleh Salmonella Typhi yang masuk ke aliran darah melalui limfatik, kemudian ke berbagai organ termasuk usus. Gejala yang timbul yaitu demam, malaise, sakit kepala, konstipasi, bradikardia dan mialgia setelah masa inkubasi 10-14 hari. Setelah itu demam meningkat dan terkadang muncul bintik-bintik merah pada kulit. Dalam kondisi parah dapat terjadi pembesaran limpa dan hati. 20

2) Bakteremia dengan lesi fokal

Bakteri S. Choleraesuis umumnya menjadi penyebab penyakit ini. Bakteri menginvasi ke aliran darah yang memungkinkan adanya lesi fokal di paru, tulang, meninges; meskipun sebelumnya menginfeksi mulut, namun tidak ada manifestasi dalam usus. 20

3) Enterokolitis

Infeksi pada Salmonella paling sering menyebabkan enterokolitis, dengan gejala sakit kepala, mual, muntah dan diare hebat disertai demam ringan 2-3 hari. Lesi inflamasi terjadi dalam usus halus dan usus besar.20

Beberapa strain Salmonella dapat melakukan penetrasi pada epitel usus, kemudian Salmonella mengaktifkan enzim adenil siklase dan siklik AMP sehingga terjadi transport elektrolit dan perubahan pada cairan di ileum yang menyebabkan sekresi cairan usus dan diare.20

Salmonella menempel ke sel epitel dalam usus halus, kemudian melakukan endositosis. Bakteri ini memperbanyak diri dengan bantuan makanan dan merusak sel tubuh, hal ini menyebabkan demam, kram dan diare. Bila lebih parah, dapat menyebabkan bakteremia dengan berpindahnya bakteri pada pembuluh darah.24

Gambar 2.7 Patogenesis Salmonella sp.

Sumber: Richard V dkk., 2010

2.1.5. Faktor Pertumbuhan Mikroorganisme

Faktor pertumbuhan mikroorganisme dapat berupa fisika yaitu suhu, pH dan tekanan osmotik serta kimiawi berupa nutrien.7

a. Suhu

Berdasarkan suhu, mikroorganisme terbagi menjadi 3 kelompok yaitu psikrofil (suhu rendah), mesofil (suhu sedang) dan termofil (suhu tinggi). Masing-masing kelompok tersebut memiliki interval suhu yaitu suhu minimum, suhu optimum dan suhu maksimum. Hal tersebut dijelaskan dalam tabel berikut.7

Tabel 2.1 Penggolongan mikroorganisme berdasarkan suhu

Sifat mikroorganisme Suhu minimum Suhu optimum Suhu maksimum

Termofil 40-45˚C 55-75˚C 60-85˚C

Mesofil 10-15˚C 30-45˚C 35-47˚C

Psikrofil

- Fakultatif 5˚C 25-30˚C 30-35˚C

- Mutlak 5˚C 15-18˚C -22˚C

Sumber: Harti AS, 2015

Sebagian besar mikroorganisme bersifat mesofilik, sehingga banyak

mikroba bebas memiliki suhu optimal 30˚C.20 b. pH

Dilihat dari pH pertumbuhan, mikroorganisme terbagi menjadi asidofil (pH 2,0 – 5,0), neutrofil atau mesofil (pH 5,5 – 8,0) dan alkalofil (pH 8,4 –

10,0). Pada umumnya bakteri masuk ke dalam golongan mesofil, sedangkan jamur tergolong asidofil.7,25

c. Tekanan osmotik

Tekanan osmotik akan mempengaruhi terhadap pertukaran air dari atau ke dalam sel. Konsentrasi larutan terbagi menjadi hipotonis, isotonis dan hipertonis. Organisme yang tumbuh pada media hipertonis bersifat osmofil, bila kadar garam tinggi maka disebut dengan halofil.7,25

d. Nutrien

Nutrien adalah bahan organik yang dibutuhkan untuk pertumbuhan. Organisme yang membutuhkan sumber nutrien berbentuk padat disebut holozoik, sedangkan holofitik membutuhkan sumber nutrien cair. Nutrien

untuk mikroorganisme yaitu sumber C (karbon), N (nitrogen), O (oksigen), S (sulfur), P (fosfat), mineral serta faktor pertumbuhan berupa vitamin.7

2.1.6. Kultur Mikroorganisme

Dalam menganalisis mikroorganisme secara kualitatif ataupun kuantitatif, harus dilakukan kultur mikroorganisme yang terdapat dalam sampel ke dalam media secara in vitro atau teknik laboratorium. Melakukan kultur mikroorganisme bertujuan agar diperoleh isolat atau inokulum dari biakan campuran pada sampel, dapat mengetahui sifat-sifat mikroorganisme, memperbanyak mikroorganisme, menghitung jumlah mikroorganisme, serta membantu diagnostik dengan melakukan uji sensitivitas.13

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi hasil kultur mikroorganisme yaitu jenis media kultur yang digunakan, sifat morfologis atau fisiologis dari mikroorganisme dan teknik laboratorium yang dilakukan.7

Alat dan bahan yang digunakan yaitu jarum inokulasi dengan ujung jarum bulat (jarum ose) dan ujung jarum runcing (jarum ent), berbagai jenis media kultur seperti media agar tegak (agar deep media); media agar miring (agar slant media); media lempeng agar (agar plate media) dan media cair (broth media), tempat untuk menginkubasi media kultur disebut inkubator, laminary flow sebagai ruang inokulasi.7

Melakukan kultur mikroorganisme, terdapat beberapa metode yang dapat dilakukan yaitu metode cawan gores (streak plate method) dengan cara menggoreskan suspensi sampel pada permukaan media lempeng agar menggunakan jarum inokulasi, metode cawan tuang (pour plate method) dengan mencampur media agar yang dicairkan dengan suspensi sampel kemudian dituang pada cawan petri steril dan tunggu hingga padat, metode perataan (spread plate method) biasanya untuk uji sensitivitas mikroorganisme terhadap agen kimiawi dan memiliki prinsip yaitu suspensi sampel atau biakan diratakan menggunakan kapas lidi steril atau spatel driglaski pada permukaan lempeng agar, metode titik (spot method)

dengan memakai jarum ose dilakukan inokulasi biakan pada permukaan media lempeng agar atau agar miring secara titik, metode tusukan (deep method) biasanya digunakan untuk uji motilitas media semisolid; dalam metode ini biakan ditusukkan menggunakan jarum ent pada media agar tegak, serta metode pencelupan menggunakan jarum inokulasi dicelupkan biakan pada media cair. 7

2.1.7. Penghitungan Pertumbuhan Bakteri

Perhitungan bakteri dapat dilakukan dengan cara langsung yaitu secara mikroskopis dengan memakai Petroff-Hausser cell counter sebagai bilik hitung, maupun tidak langsung yang dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti hitung cawan (plate count) , filtrasi atau penyaringan, metode MPN (Most Probable Number), pengukuran kekeruhan, pengukuran aktivitas metabolisme, pengukuran berat kering sel serta pengukuran konsumsi nutrien. Perhitungan pertumbuhan bakteri ini dilakukan setelah pembiakan bakteri.7,14

Perhitungan koloni bakteri metode cawan (plate count) dilakukan dengan perhitungan Standar Plate Count (SPC). Koloni yang berukuran besar, kecil atau menjalar dianggap sebagai satu koloni. Perhitungan koloni dapat dilakukan menggunakan colony counter atau dengan memberi titik pada cawan petri sambil dihitung secara manual. Hasil penghitungan ini dimasukkan kedalam beberapa kelompok yang dijelaskan dalam tabel berikut.7

Tabel 2.2 Penggolongan hasil penghitungan TPC

Jumlah koloni/ cawan petri (Colony Form Unit)

Keterangan

30-300 CFU Dapat dihitung, ideal untuk dimasukkan

kedalam rumus

>300 CFU TBUD (Tidak Bisa Untuk Dihitung)

<30 CFU TSUD (Terlalu Sedikit Untuk Dihitung)

Tidak membentuk koloni dan >1/4 cawan petri

Spreader

Dalam SPC telah ditetapkan beberapa hal mengenai cara pelaporan hasil perhitungan koloni yaitu sebagai berikut.26

1. Pelaporan hanya terdiri dari dua angka, yaitu angka satuan dan

desimal. Lakukan pembulatan ke atas pada angka ≥ 5.

2. Bila pada semua pengenceran didapatkan ≤ 30 koloni per

cawan petri, maka jumlah koloni yang dihitung yaitu pada pengenceran terendah. Jumlah sebenarnya tetap ditulis.

3. Bila pada semua pengenceran didapatkan ≥ 300 koloni per

cawan petri, maka yang dihitung adalah jumlah koloni dari pengenceran tertinggi. Jumlah sebenarnya tetap ditulis.

4. Bila jumlah koloni dari dua tingkat pengenceran hasilnya diantara 30-300, dan perbandingan antara hasil tertinggi dan

terendah adalah ≤ 2, maka hitung rata-ratanya untuk pelaporan. 5. Bila jumlah koloni dari dua tingkat pengenceran hasilnya

diantara 30-300, dan perbandingan antara hasil tertinggi dan

terendah adalah ≥ 2, maka ambil nilai terkecil untuk pelaporan.

6. Bila dilakukan duplo pada setiap pengenceran, maka data yang diambil harus hasil dari kedua cawan petri tersebut. Sehingga lakukan perhitungan rata-ratanya terlebih dahulu. Pilih hasil dari duplo yang memiliki jumlah koloni antara 30-300.

Seluruh hasil penghitungan dari setiap pengenceran yang berbeda dimasukkan kedalam rumus berikut ini.

Jumlah bakteri =

= … CFU/gram

2.1.8. Antibiotik

Antibiotik merupakan senyawa kimia, yang dapat menghambat atau membunuh mikroorganisme. Senyawa kimia digolongkan ke dalam antibiotik bila senyawa tersebut hasil dari metabolisme, dengan kadar

rendah mampu membunuh mikroorganisme, memiliki struktur kimia seperti alami ketika dibuat sintetis dan bersifat antagonis terhadap mikroorganisme.8,9

Pemberian antibiotik haruslah tepat sehingga dapat mengobati penyakit. Hal tersebut dilakukan dengan memberikan macam serta dosis antibiotik secara tepat, menentukan diagnosis etiologi khusus sesuai gejala klinis, serta dilakukan uji laboratorium in vitro atau in vivo.8

Antibakteri dapat bersifat bakteriostatik (menghambat pertumbuhan bakteri) ataupun bakterisida (membunuh bakteri), dengan mekanisme kerja antara lain menghambat sintesis dinding sel dengan menginhibisi sintesis atau aktivasi enzim, merubah permeabilitas membran sel, menginhibisi sintesis protein dan mengganggu kerja ribosom, memfiksasi sub unit ribosom sehingga terbentuk polipeptida abnormal serta mengganggu sintesis asam nukleat (DNA/RNA).8,9

Bakteri memiliki lapisan luar berupa dinding sel yang berfungsi mempertahankan bentuk dan ukuran mikroorganisme. Dinding sel mengandung peptidoglikan yang terdiri dari polisakarida dan polipeptida. Rigiditas akhir dinding sel dibentuk oleh ikatan silang rantai peptida pendek yang menempel dengan gula amino pada polisakarida. Pada mulanya obat akan berikatan dengan reseptor sel yang dikenal dengan protein pengikat penisilin (Penicillin Binding Protein, PBP) yang sebagian diantaranya merupakan enzim transpeptidasi serta memiliki afinitas berbeda tergantung reseptornya sehingga efeknya akan berbeda pula, misalnya pemanjangan sel yang abnormal, defek di tepi dinding sel yang berakibat lisisnya sel. Setelah terjadi pengikatan obat dengan reseptor, maka reaksi transpeptidase dan sintesis peptidoglikan terhambat. Kemudian terjadi perpindahan atau inaktivasi inhibitor enzim autolitik pada dinding sel maka enzim litik akan aktif dan terjadi lisis sel dalam kondisi isotonik atau mikroba menjadi protoplas/ sferoplas (bentuk yang dilapisi oleh membran sitoplasma yang rapuh) saat hipertonik. Antibiotik yang menginhibisi sintesis dinding sel adalah penisilin, sefalosporin dan vankomisin. Resistensi dapat terjadi terhadap penisilin bila

mikroorganisme membentuk enzim β-laktamase perusak penisilin yang diperantarai plasmid atau kromosom. Beta-laktamase ini membuka cincin

β-laktam pada obat sehingga aktivitas antimikroba hilang. Pada spesies basil Gram negatif seperti Klebsiella pneumoniae dan Escherichia coli ditemukan satu grup β-laktamase. Penyebab lain terjadinya resistensi yaitu karena tidak adanya reseptor penisilin (PBP) akibat mutasi kromosom dan adanya kegagalan obat dalam mengaktivasi enzim autolitik dinding sel.8,9,20

Dalam setiap sel, sitoplasma diikat oleh membran sitoplasma yang mengontrol komposisi internal sel melalui transpor aktif dengan barier permeabilitas selektif. Sel akan rusak atau mati bila fungsi membran sitoplasma terganggu yang menyebabkan ion dan makromolekul keluar sel. Contoh antibiotik yang bekerja melalui cara inhibisi fungsi membran sel yaitu amfoterisin B, kolistin, imidazol dan triazol.8,9

Antibiotik yang bekerja menginhibisi sintesis protein bekerja dengan cara pengikatan ke reseptor spesifik pada ribosom subunit tertentu, yang berfungsi untuk membaca pesan mRNA. Contoh obat yang bekerja seperti ini adalah eritromisin, linkomisin, tetrasiklin, aminoglikosida dan kloramfenikol. Resistensi terhadap aminoglikosida dapat terjadi karena pada subunit 30S ribosom terjadi pengurangan reseptor protein spesifik, mikroorganisme memproduksi enzim adenilasi, fosforilasi atau asetilasi untuk menghancurkan obat, obat tidak dapat sampai ke ribosom karena transpor aktif obat ke dalam sel berkurang akibat adanya defek permeabilitas.8,20

Obat antibiotik dapat menginhibisi sintesis asam nukleat sehingga bakteri terhambat pertumbuhannya. Biasanya penghambatan sintesis DNA ini terjadi akibat penghambatan pada DNA girase. Contoh obatnya adalah kuinolon, pirimetamin, sulfonamide, rifampisin dan trimetoprim.8,20

Aktivitas antibiotik ini ada yang berspektrum luas (broad spectrum) sehingga dapat menghambat atau membunuh beberapa jenis atau kelompok bakteri dan berspektrum sempit (narrow spectrum) yang

hanya dapat menghambat atau membunuh satu jenis atau satu kelompok bakteri saja.8

Dewasa ini sering terjadi resistensi terhadap antibiotik. Resistensi terhadap obat menyebabkan ketidakefektifan antimikroorganisme dalam menghambat atau membunuh mikroorganisme. Beberapa cara terjadinya resistensi bakteri yaitu dihasilkannya enzim yang merusak obat (misalnya beta laktamase dari Staphylococcus yang mengaktivasi sebagian besar penisilin dan sefalosporin; bakteri Gram negatif yang menghasilkan enzim asetilasi, fosforilasi atau adenililasi yang menghancurkan obat aminoglikosida), pencegahan penetrasi obat pada mikroorganisme akibat membran sel bakteri impermeable atau efluks meningkat (contohnya tetrasiklin menumpuk pada bakteri yang rentan), terjadinya perubahan tempat ikatan akibat perubahan ribosom mikroorganisme (terjadi pada antibiotik penisilin dan sefalosporin akibat berkurangnya PBP; pada aminoglikosida dan eritromisin), perkembangan jalur metabolisme lain (contohnya sulfonamid dan trimetoprim karena obat tersebut menghasilkan enzim yang hanya memiliki sedikit atau tidak memiliki afinitas terhadap obat) serta faktor resistensi pada bagian DNA.8,20

Resistensi obat dapat terjadi secara nongenetik ataupun genetik. Pada nongenetik, terjadinya resistensi disebabkan oleh tidak terjadinya replikasi aktif pada bakteri (sebagian besar antibiotik membutuhkan replikasi bakteri agar dapat bekerja), mikroorganisme kehilangan struktur target spesifik pada beberapa generasi (misalnya kehilangan dinding sel sehingga yang mulanya rentan penisilin dapat menjadi resisten), mikroorganisme dapat tetap menginfeksi di bagian yang antibiotiknya tidak aktif atau tidak ada (aminoglikosida tidak dapat masuk kedalam sel, sehingga gentamisin tidak mampu melawan Salmonella yang berada di intrasel). Sedangkan resistensi obat akibat adanya perubahan genetik diantaranya mutasi spontan kromosom yang mengontrol rentannya mikroorganisme terhadap antibiotik, bakteri mengandung plasmid yaitu unsur genetik ekstrakromosom; gen plasmid mengontrol pembentukan enzim penghancur antibiotik (misalnya plasmid membawa gen untuk

pembentukan β-laktamase sehingga resisten penisilin; plasmid mengode enzim asetilasi, adenililase atau fosforilase pada resisten aminoglikosida); resistensi mikroorganisme terhadap antibiotik yang memiliki cara kerja yang sama atau yang berkaitan erat secara kimia (misalnya pada aminoglikosida yang berbeda).8,20

Terjadinya resistensi obat dapat dibatasi dengan cara mempertahankan obat dalam jaringan dengan dosis tinggi sehingga populasi asli terhambat, pemberian sekaligus dua obat yang tidak menyebabkan resistensi silang atau membatasi penggunaan antibiotik terutama di rumah sakit untuk mencegah terjadinya pajanan mikroorganisme terhadap obat-obatan.20

Resistensi antibiotik pada bakteri enterik Gram negatif sebagian besar akibat penyebaran resistensi plasmid pada berbagai genus yang berbeda. Banyak organisme enterik yang resistensi obat, misalnya pada

Salmonella sp. yang berada dalam hewan ternak atau flora feses pekerja peternakan, banyak mengalami resistensi akibat dimasukkannya obat-obatan pada makanan hewan ternak. Dalam bakteri Gram negatif flora normal usus banyak yang memiliki plasmid pembawa gen resisten obat. Pada penggunaan antibiotik berlebih terutama di rumah sakit, dapat menyebabkan organism flora usus yang rentan obat tersupresi dan terjadinya peningkatan pertumbuhan bakteri yang resisten obat.20

Penggunaan antibiotik perlu disertai dengan mempertimbangkan kemungkinan adanya sensitisasi pada populasi manusia (misalnya hipersensitivitas, ruam, demam, dsb.) , pertumbuhan berlebih flora normal dalam tubuh, tanda infeksi serius tersamarkan, toksisitas obat, dan resistensi obat pada mikroorganisme.20

Pengujian antibiotik terdiri dari dua macam metode yaitu secara in vivo dan in vitro. Pengujian secara in vivo bertujuan agar diketahui efek pemakaian antibiotik pada hewan yang diuji atau jaringan hidup.

Dokumen terkait