• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Isolasi DNA Genom dari Daun

Tanaman Karet

Isolasi DNA adalah langkah pertama manipulasi DNA secara in vitro. Isolasi DNA genom dari daun tanaman karet dilakukan

berdasarkan metode Castillo (1994). DNA diisolasi dari tiga belas klon karet yang berbeda, yaitu IRR104, IRR105, IRR107, IRR109, IRR110, IRR111, IRR112, IRR118, IRR119, IRR131, IRR132, IRR134, dan IRR136. DNA hasil isolasi dianalisis secara kuantitatif untuk mengetahui konsentrasi dan kemurnian DNA.

Penentuan konsentrasi DNA didasarkan prinsip bahwa nilai serapan sebesar 1.000 dari hasil pembacaan dengan spektrofotometer DNA setara dengan 50 µg/mL (Brown 2003; Walker & Wilson 2000). Berdasarkan Tabel 1, konsentrasi DNA berkisar antara 2495 dan 2920 µg/mL. Kemurnian DNA dilihat dari nilai A260/A230 dan A260/A280. Nilai A260/A230

merupakan indikator kontaminasi DNA oleh polifenol dan polisakarida, sedangkan nilai A260/A280 merupakan parameter kontaminasi DNA oleh protein. Nilai perbandingan yang menunjukkan tidak adanya pengotor berada pada kisaran 1.8-2.0 (Asif et al. 2000). Nilai A260/A230 DNA yang telah diisolasi berkisar antara 1.261 dan 1.778, sedangkan nilai A260/A280 yaitu 1.327-1.628. Nilai tersebut menunjukkan bahwa DNA hasil isolasi masih memiliki pengotor polifenol, polisakarida, dan protein. DNA dapat digunakan untuk analisis lebih lanjut, karena DNA yang dipakai sebagai cetakan PCR tidak memerlukan kemurnian yang tinggi (Yuwono 2006). DNA dipekatkan dengan larutan etanol.

Uji kualitas DNA dilakukan melalui elektroforesis gel agarosa 0.8%. Berdasarkan Gambar 3, pita DNA menunjukkan intensitas yang cukup tinggi, sehingga DNA dapat digunakan untuk tahapan selanjutnya. Tabel 1 Kuantitas dan kemurnian DNA hasil

isolasi Sampel A260 [DNA] µg/mL A260/280 A260/230 IRR104 0.558 2 790 1.450 1.506 IRR105 0.556 2 780 1.456 1.486 IRR107 0.569 2 845 1.438 1.418 IRR109 0.579 2 895 1.399 1.390 IRR110 0.550 2 750 1.484 1.489 IRR111 0.577 2 885 1.406 1.426 IRR112 0.596 2 980 1.327 1.261 IRR118 0.584 2 920 1.363 1.356 IRR119 0.535 2 675 1.448 1.500 IRR131 0.550 2 750 1.475 1.561 IRR132 0.510 2 550 1.551 1.691 IRR134 0.499 2 495 1.628 1.778 IRR136 0.561 2 805 1.444 1.475

Bufer pencuci (W10) yang mengandung etanol ditambahkan sebanyak 500 µL ke dalam kolom kemudian diinkubasi pada suhu ruang selama 1 menit dan disentrifugasi dengan kecepatan 12,000 rpm selama 1 menit. Cairan di dalam tabung dibuang. Ke dalam tabung ditambahkan bufer pencuci (W9) yang mengandung etanol kemudian disentrifugasi dengan kondisi yang sama. Setelah itu, kolom kembali disentrifugasi dengan keadaan kosong. Sebanyak 30 µL bufer elusi ditambahkan ke dalam kolom kemudian diinkubasi pada suhu ruang selama 2 menit. Setelah diinkubasi, tabung disentrifugasi dengan kecepatan 12,000 rpm selama 2 menit. Larutan tersebut kemudian diverifikasi dengan elektroforesis gel agarosa 1%.

Sekuensing dan Analisis Hasil Sekuensing Gen P5CS

DNA plamid yang sudah dimurnikan ditentukan urutan basanya melalui metode sekuensing dengan primer M13 forward dan M13 reverse. Pengurutan basa (sekuensing) gen terklon dilakukan di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Cibinong, Bogor. Hasil sekuen gen terklon selanjutnya dianalisis lebih lanjut dengan program bioinformatika.

Sebelum dilakukan analisis terhadap hasil sekuen gen P5CS, perlu dilakukan penghilangan sekuen vektor. Setelah sekuen vektor dihilangkan, dicari sekuen primer forward dan reverse. Hasil sekuen selanjutnya dianalisis dengan program Bioedit untuk menentukan reverse complement sekuen gen yang dihasilkan dari primer M13 reverse. Setelah diperoleh reverse complement, ditentukan daerah yang overlap antara sekuen M13 forward dan reverse complement M13 reverse.

Urutan basa hasil sekuensing dianalisis dengan program BLASTX (www.ncbi.

nlm.nih.gov). Program BLASTX mentranslasi

sekuen nukleotida menjadi protein, kemudian membandingkannya dengan protein yang terdapat pada pangkalan data (database). Homologi yang tinggi ditunjukkan dengan nilai skor bits yang semakin besar (>150) dan E value yang kecil (<10-4).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Isolasi DNA Genom dari Daun

Tanaman Karet

Isolasi DNA adalah langkah pertama manipulasi DNA secara in vitro. Isolasi DNA genom dari daun tanaman karet dilakukan

berdasarkan metode Castillo (1994). DNA diisolasi dari tiga belas klon karet yang berbeda, yaitu IRR104, IRR105, IRR107, IRR109, IRR110, IRR111, IRR112, IRR118, IRR119, IRR131, IRR132, IRR134, dan IRR136. DNA hasil isolasi dianalisis secara kuantitatif untuk mengetahui konsentrasi dan kemurnian DNA.

Penentuan konsentrasi DNA didasarkan prinsip bahwa nilai serapan sebesar 1.000 dari hasil pembacaan dengan spektrofotometer DNA setara dengan 50 µg/mL (Brown 2003; Walker & Wilson 2000). Berdasarkan Tabel 1, konsentrasi DNA berkisar antara 2495 dan 2920 µg/mL. Kemurnian DNA dilihat dari nilai A260/A230 dan A260/A280. Nilai A260/A230

merupakan indikator kontaminasi DNA oleh polifenol dan polisakarida, sedangkan nilai A260/A280 merupakan parameter kontaminasi DNA oleh protein. Nilai perbandingan yang menunjukkan tidak adanya pengotor berada pada kisaran 1.8-2.0 (Asif et al. 2000). Nilai A260/A230 DNA yang telah diisolasi berkisar antara 1.261 dan 1.778, sedangkan nilai A260/A280 yaitu 1.327-1.628. Nilai tersebut menunjukkan bahwa DNA hasil isolasi masih memiliki pengotor polifenol, polisakarida, dan protein. DNA dapat digunakan untuk analisis lebih lanjut, karena DNA yang dipakai sebagai cetakan PCR tidak memerlukan kemurnian yang tinggi (Yuwono 2006). DNA dipekatkan dengan larutan etanol.

Uji kualitas DNA dilakukan melalui elektroforesis gel agarosa 0.8%. Berdasarkan Gambar 3, pita DNA menunjukkan intensitas yang cukup tinggi, sehingga DNA dapat digunakan untuk tahapan selanjutnya. Tabel 1 Kuantitas dan kemurnian DNA hasil

isolasi Sampel A260 [DNA] µg/mL A260/280 A260/230 IRR104 0.558 2 790 1.450 1.506 IRR105 0.556 2 780 1.456 1.486 IRR107 0.569 2 845 1.438 1.418 IRR109 0.579 2 895 1.399 1.390 IRR110 0.550 2 750 1.484 1.489 IRR111 0.577 2 885 1.406 1.426 IRR112 0.596 2 980 1.327 1.261 IRR118 0.584 2 920 1.363 1.356 IRR119 0.535 2 675 1.448 1.500 IRR131 0.550 2 750 1.475 1.561 IRR132 0.510 2 550 1.551 1.691 IRR134 0.499 2 495 1.628 1.778 IRR136 0.561 2 805 1.444 1.475

Gambar 3 Elektroforegram DNA hasil isolasi (Castillo 1994); (a) IRR104, (b) IRR105, (c) IRR107, (d) IRR109, (e) IRR110, (f) IRR111, (g) IRR112, (h) IRR118, (i) IRR119, (j) IRR131, (k) IRR132, (l) IRR134, dan (m) IRR136. Amplikon Gen P5CS Tanaman Karet Gen P5CS tanaman karet diisolasi dengan dua pasang primer, yaitu P5CS CS forward-P5CS CS reverse dan P5CS start-P5CS stop. Primer yang digunakan harus memenuhi beberapa syarat, di antaranya tidak komplemen satu sama lain sehingga memungkinkan terjadinya hibridisasi dan primer dimer, yang akan mengurangi produk PCR. Pasangan primer yang didesain seharusnya mempunyai suhu annealing (melting temperature) berdekatan dan mengandung basa G-C sekitar 50% (Maier et al. 2009).

Primer gen P5CS yang digunakan dalam penelitian ini dirancang berdasarkan sekuen gen P5CS tanaman Vigna aconitifolia. Primer diharapkan dapat mengamplifikasi gen P5CS tanaman karet pada daerah terkonservasi dan daerah sekuen penuh gen (full-length gene). Pasangan primer P5CS CS forward-P5CSCS reverse dirancang untuk mengamplifikasi gen P5CS pada daerah terkonservasi (500-1750 pb), sedangkan P5CS start-P5CS stop disusun untuk mengamplifikasi sekuen penuh gen P5CS (1-2250 pb) (Minarsih et al.2001). Primer P5CS yang digunakan untuk mengisolasi gen P5CS dapat dilihat pada Tabel 2.

Primer perlu dioptimasi sebelum digunakan untuk mengamplifikasi gen P5CS. Parameter yang perlu dicoba adalah suhu annealing. Optimasi dilakukan dengan PCR gradien dengan suhu annealing sebesar 35, 40, 45, 50, 55, dan 60ºC. DNA yang dipakai sebagai cetakan PCR tidak memerlukan kemurnian yang tinggi (Yuwono 2006). Hal ini juga didukung oleh visualisasi hasil pemurnian DNA ketiga belas klon karet (Gambar 3), yang menunjukkan intensitas tinggi sehingga dapat digunakan sebagai cetakan. DNA yang dipilih sebagai cetakan yaitu klon IRR105. Produk PCR kemudian dielektroforesis gel agarosa 1 % (Gambar 4).

Hasil visualisasi elektroforesis DNA memperlihatkan bahwa PCR dengan primer P5CS CS forward dan P5CS CS reverse pada keenam suhu annealing menghasilkan tiga pita DNA, yaitu 300, 750, dan 1500 pb. Primer tersebut disusun untuk mengamplifikasi daerah terkonservasi (500-1750 pb), sehingga ukuran DNA yang dihasilkan yaitu 1250 pb. Berdasarkan elektroforegram (Gambar 4), amplikon tidak menghasilkan DNA dengan ukuran yang diinginkan. Hal ini menunjukkan primer P5CS CS forward-P5CS CS reverse yang dirancang berdasarkan sekuen gen P5CS Vigna aconitifolia tidak dapat mengamplifikasi gen P5CS pada tanaman karet.

Amplikon yang dihasilkan dari teknik PCR dengan primer P5CS start dan P5CS stop menunjukkan terbentuknya tiga pita DNA, yaitu 650, 1000, dan 2250 pb (Gambar 4). Intensitas pita DNA paling tinggi berukuran sekitar 2250 pb. DNA berukuran 2250 pb yang diperoleh merupakan amplikon yang diduga sebagai gen P5CS tanaman karet. Pasangan primer P5CS start dan P5CS stop didesain untuk menghasilkan sekuen penuh gen P5CS (1-2250 pb), sehingga menghasilkan DNA sebesar 2250 pb.

Pada tahapan optimasi suhu annealing, diharapkan terbentuknya satu pita spesifik pada gel agarosa, namun berdasarkan hasil uji kualitatif diperoleh pita lebih dari satu. Spesifisitas amplifikasi dipengaruhi oleh beberapa faktor. Suhu annealing yang rendah menyebabkan primer menempel kurang spesifik pada DNA cetakan (Yuwono 2006). Selain itu, perancangan primer berdasarkan sekuen gen dari tanaman yang berbeda juga dapat menyebabkan primer tidak spesifik mengamplifikasi gen yang diinginkan.

Gambar 4 Elektroforegram hasil PCR untuk optimasi suhu annealing; (1) primer P5CS CS forward-P5CS CS reverse, (2) primer P5CS start-stop, (a) 35ºC, (b) 40ºC, (c) 45ºC, (d) 50ºC, (e) 55ºC, (f) 60ºC, (M)marker. a b c d e f g h i j k l m 1500 pb 750 pb 300 pb 2250 pb 1000 pb 650 pb 1 2

a b c a b c M d e f d e f 2 1

Tabel 2 Primer untuk isolasi gen P5CS

Primer Sekuen Tm (ºC) % GC Jumlah basa

P5CS CS forward 5’-TACTGAGACTGTGAAGTCGC-3’ 60 50.0 20

P5CS CS reverse 5’-ATGGCATTGCAGGCTGCCG-3’ 62 63.2 19

P5CS start 5’-CGGGGGTTCATGAAGGACG-3’ 62 63.2 19

P5CS stop 5’-GAATCGTTAAACATTGTGGACC-3’ 62 40.9 22

Suhu annealing optimum dipilih berdasarkan kualitas DNA hasil optimasi. Pita DNA hasil amplifikasi dengan suhu 40ºC pada proses optimasi suhu annealing (Gambar 4) menunjukkan intensitas paling tinggi dibandingkan dengan suhu 35, 45, 50, 55, dan 60ºC. Amplikon non-target yang dihasilkan dari amplifikasi pada suhu 40ºC mempunyai konsentrasi yang rendah, ditunjukkan oleh tipisnya pita DNA pada elektroforegram. Berdasarkan hasil pengamatan, suhu annealing optimum yang dipilih yaitu 40ºC. Suhu annealing optimum yang dipilih lebih rendah dibandingkan dengan Tm teoretis primer P5CS start-P5CS stop, yaitu 62ºC. Berdasarkan Rybicki (2001), penentuan suhu annealing dapat diperkirakan berdasarkan nilai Tm, yaitu 5ºC di bawah nilai Tm teoretis, namun menurut Darmawan (2004), nilai Tm yang tepat biasanya diperoleh secara empiris.

Primer P5CS CS forward-P5CS CS reverse tidak menghasilkan gen P5CS yang diinginkan, sehingga pasangan primer tersebut tidak digunakan untuk tahapan selanjutnya. Primer P5CS start dan P5CS stop menghasilkan pita DNA yang diduga sebagai gen P5CS, sehingga primer digunakan untuk amplifikasi gen. Elektroforegram hasil amplifikasi gen P5CS dengan primer P5CS start dan P5CS stop pada suhu optimum (40ºC) dapat dilihat pada Gambar 5. Ukuran pita DNA yang dihasilkan yaitu 650, 1000, dan 2250 pb.

Gambar 5 Elektroforegram hasil PCR suhu annealing 40ºC.

Hasil Ekstraksi dan Purifikasi Gen P5CS

Pasangan primer P5CS start-P5CS stop dirancang untuk mengamplifikasi daerah penuh gen (1-2250 pb). Berdasarkan pengamatan visualisasi hasil amplifikasi pada Gambar 5, dihasilkan pita berukuran sekitar 2250 dengan intensitas yang sangat tinggi. DNA tersebut diduga sebagai gen P5CS yang diinginkan. Amplikon berukuran 2250 pb diekstraksi dan dipurifikasi menggunakan Extraction and Purification Kit (Invitrogen). Gel diletakkan di atas transluminator ultraviolet (UV) T2201 untuk melihat pita yang akan dipotong. Pita DNA yang terlihat setelah penyinaran sinar UV dipotong dengan pisau potong (scalpel) kemudian diekstraksi dan dimurnikan. Ekstrasi dan pemurnian bertujuan untuk memurnikan DNA dari berbagai pengotor yang tidak diinginkan seperti protein dan RNA. Visualisasi hasil ekstraksi dan purifikasi dapat diamati pada Gambar 6 berikut. Keberhasilan proses ekstraksi dan purifikasi DNA dapat dilihat dari terbentuknya pita tunggal.

Gambar 6 Konfirmasi ekstraksi dan purifikasi gen P5CS.

Koloni Rekombinan Hasil Kloning Teknologi DNA rekombinan merupakan teknik untuk mentransfer DNA dari satu organisme ke organisme yang lain. Tahapan kloning dibagi menjadi tiga, yaitu ligasi, transformasi, dan seleksi transforman. Gen P5CS yang sudah dimurnikan diklon ke vektor pGEM-T easy. Kloning gen dengan 2250 pb

1000 pb 650 pb

memanfaatkan pGEM-T easy sebagai vektor mempunyai keuntungan, yaitu tidak memerlukan proses restriksi. Hal ini disebabkan oleh adanya basa timin (T) overhang pada ujung 3’ vektor, sehingga

produk PCR yang menggunakan Taq polimerase, yang mempunyai kemampuan menambahkan satu basa adenin (A) pada

ujung 3’ produk PCR, akan mudah bergabung

dengan vektor. Hasil ligasi yang sudah diinkubasi selama semalam kemudian ditransformasi ke dalam sel bakteri Escherichia coli XL-1 Blue. Seleksi transforman dilakukan dengan cara menumbuhkan sel E.coli di dalam media seleksi yang mengandung ampisilin, IPTG (isopropiltiogalaktosida), dan X-Gal (5-bromo-4- kloro-3- indolil-β -D-galaktopirano-sida).

Koloni berwarna putih dan biru yang tumbuh merupakan sel yang mengandung plasmid pGEM-T easy (Gambar 7). Plasmid pGEM-T easy mengandung sekuen gen LacZ.

Gen ini mengkode bagian peptida alfa dari β

-galaktosidase. β-galaktosidase merupakan satu di antara rangkaian enzim untuk memecah laktosa menjadi glukosa dan galaktosa. Pengujian enzim beta galaktosidase dilakukan dengan penggunaan analog laktosa, yaitu X-Gal. X-Gal diuraikan oleh enzim membentuk produk berwarna biru (Brown 1991). Adanya gen P5CS yang terinsersi ke dalam vektor menyebabkan sel tidak dapat memproduksi

enzim β-galaktosidase, sehingga koloni berwarna putih.

Gambar 7 Koloni biru putih hasil kloning gen P5CS.

Hasil PCR Koloni

Koloni berwarna putih kemudian diduplikasi dan dilakukan PCR koloni untuk menentukan koloni terbaik di antara koloni positif. Koloni terbaik merupakan koloni yang berhasil tersisipi oleh vektor rekombinan, yaitu vektor yang mengandung gen P5CS hasil amplifikasi. Hasil PCR koloni kemudian

dikonfirmasi dengan elektroforesis gel agarosa 1%. Berdasarkan elektroforegram yang diperoleh (Gambar 8), dihasilkan 5 koloni positif, yaitu koloni 3, 4, 7, 8, dan 10.

Koloni yang berhasil diamplifikasi dengan primer M13 forward dan M13 reverse merupakan koloni yang mengandung vektor rekombinan. Koloni positif yang mengandung gen P5CS dapat ditentukan dengan cara mengamati ukuran pita DNA yang terbentuk dari hasil elektroforesis PCR koloni. Gen P5CS mempunyai ukuran 2250 pb. Amplifikasi dengan primer M13 forward-M13 reverse menyebabkan penambahan ukuran sebesar 200 pb akibat teramplifikasinya sebagian sekuen DNA vektor pGEM-T easy, yaitu sebesar 100 pb pada masing-masing ujungnya. Berdasarkan alasan tersebut, koloni yang berhasil disisipi oleh gen P5CS tanaman karet mempunyai ukuran 2450 pb.

Koloni berukuran 2450 dihasilkan oleh koloni 3 dan 4. Koloni 7 dan 8 menunjukkan ukuran yang berbeda, yaitu 2000 pb, sedangkan koloni 10 mempunyai ukuran 1800 pb. Koloni positif yang menghasilkan pita DNA berukuran 2000 dan 1800 pb menunjukkan bahwa koloni berhasil disisipi oleh gen, namun bukan gen P5CS tanaman karet.

Gambar 8 Elektroforegram PCR koloni.

DNA Plasmid Rekombinan

Koloni 3 dan 4 yang merupakan koloni pembawa gen P5CS tanaman karet kemudian dikultur ke dalam media LB cair yang mengandung antibiotik ampisilin 100 ppm dan diinkubasi selama semalam pada suhu 37ºC. Kultur bakteri yang berubah menjadi keruh menunjukkan adanya pertumbuhan bakteri. Kultur bakteri kemudian diisolasi DNA plasmidnya. Isolasi DNA plasmid dilakukan dengan mengunakan kit dari Invitrogen. DNA plasmid yang diperoleh dikonfirmasi dengan elektroforesis gel agarosa 1% (Gambar 9).

M 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

2450 pb 2000 pb

Plasmid yang digunakan yaitu pGEM-T easy dengan ukuran 3015 pb, sedangkan gen P5CS yang disisipkan ke dalam plasmid mempunyai ukuran sekitar 2250 pb, sehingga plasmid rekombinan mempunyai ukuran sekitar 5250 pb. Berdasarkan pengamatan pada gel agarosa, ukuran DNA plasmid yang diisolasi yaitu sekitar 5250 pb. Hal ini menunjukkan bahwa isolasi DNA plasmid berhasil dilakukan.

Gambar 9 Elektroforegram isolasi DNA plasmid.

Hasil Urutan Basa Gen Hasil Kloning DNA plasmid hasil isolasi ditentukan urutan basanya dengan menggunakan primer universal M13 forward dan M13 reverse. Pengurutan basa DNA dilakukan terhadap gen P5CS yang diamplifikasi dengan pasangan primer P5CS start-P5CS stop. Sekuen gen yang diamplifikasi dengan primer M13 forward dapat dilihat pada Gambar 10, sedangkan M13 reverse menghasilkan sekuen gen seperti Gambar 11.

Analisis hasil sekuen gen P5CS dengan primer P5CS start-P5CS stop menunjukkan primer menempel secara tepat pada kedua hasil sekuen. Urutan primer P5CS start yaitu CGGGGGTTCATGAAGGACG (Gambar 10), sedangkan urutan primer P5CS stop yaitu GAATCGTTAAACATTGTGGACC

(Gambar 11). Berdasarkan analisis hasil sekuen dengan primer M13 forward dan reverse complement M13 reverse, dapat dinyatakan bahwa tidak ada daerah yang overlap. Hal ini berarti terdapat gaps antara awal dan akhir hasil sekuensing. Adanya gaps ini dapat disebabkan oleh alat sekuensing yang digunakan adalah seri yang mampu membaca nukleotida dengan ukuran 450-600 pb, sehingga untuk membaca seluruh hasil sekuen perlu dirancang primer antara.

Hasil sekuen dianalisis lebih lanjut dengan menggunakan program BLASTX. Urutan basa yang digunakan sebagai query yaitu basa ketujuh puluh sampai kelima ratus, berdasarkan kualitas elektroferogram

(Lampiran 6). Hasil BLASTX dari urutan basa gen P5CS disajikan pada Tabel 3. Berdasarkan hasil tersebut diketahui bahwa urutan basa yang diperoleh bukan gen P5CS. Hal itu terlihat dari homologi yang tinggi (68%) terhadap protein yang bersesuaian dengan protein hipotetik dari Vitis vinifera. Selain itu, sekuen gen yang dihasilkan mempunyai homologi yang cukup tinggi dengan reverse transcriptase Asparagus officinalis. Basyuni et al. (2010) mengemukakan bahwa kedua protein ini merupakan jenis protein yang terekspresi pada tanaman yang mengalami cekaman kekeringan. Berdasarkan analisis tersebut, meskipun hasil amplifikasi menghasilkan gen bukan P5CS, namun ini juga merupakan salah satu gen penanda kekeringan.

*hanya ditampilkan sebagian, secara lebih lengkap dapat dilihat pada Lampiran 7

Gambar 10 Urutan basa DNA yang disekuen dengan primer M13 forward.

*hanya ditampilkan sebagian, secara lebih lengkap dapat dilihat pada Lampiran 7

Gambar 10 Urutan basa DNA yang disekuen dengan primer M13 reverse. Tabel 3 Hasil analisis BLASTX gen P5CS

primer P5CS start-P5CS stop

Protein yang bersesuaian Score (bits) E value

Gag/pol polyprotein… 364 5e-99 RNA-directed DNA

polymerase… 357 1e-96

Hypothetical protein

[Vitis…. 355 4e-96 *hanya ditampilkan sebagian, secara lebih lengkap dapat dilihat pada Lampiran 8

5250 pb CGGGGGTTCATGAAGGACGGGAG AGTCAGGGTGTGCATTGACTACCG GGATCTTAATAAAGTTAGCTTGAA AGATGATTTCCCTCTCCCCCACATT GATGTGCTAGTTGACAATGCTGCG GGATTGGGTAGGTGTTCGTGTATT GATGGGGCATCAGGGTATAATCAG ATCCCAATGGACGAGGAAGACAA GGATAAAACTGCTTTCATCACCCA GAATCGTTAAACATTGTGGACCAA AAATACCCACGTCGCATGATTTGC TTAGCCATCATATGCCCATTGGCA CGGGTTGCGCAATTCCCCTCATGA GTCTCAAAAAGGATTTTCTTTGCCT CCTTAGCATCTACACATCTCAATA ATTCACCGTTGGAGCTCCTCTTGTA TAGGGTTTCTCCACTGGGAAAGTA CCCCAATGCTAATTTCCGAATCAT

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Isolasi gen P5CS tanaman karet dengan primer P5CS CS forward-P5CS CS reverse belum berhasil dilakukan, sedangkan isolasi gen dengan primer P5CS start-P5CS stop menghasilkan amplikon berukuran 2250 pb. Konfirmasi hasil kloning gen P5CS melalui teknik PCR dengan primer M13 forward-M13 reverse menghasilkan DNA berukuran 2450 pb. Isolasi DNA plasmid menghasilkan DNA berukuran 5450 pb. Analisis hasil sekuensing dengan BLASTX menunjukkan bahwa amplikon yang telah diisolasi dan dikloning bukan gen P5CS, namun masih mempunyai homologi yang tinggi (68%) dengan gen penanda kekeringan.

Saran

Karakterisasi gen perlu dilakukan untuk mengetahui bahwa fragmen DNA yang disisipkan ke dalam vektor kloning merupakan gen yang diinginkan. Primer yang digunakan untuk mengamplifikasi gen P5CS tanaman karet perlu dirancang ulang. Optimasi kondisi PCR juga perlu dilakukan untuk mendapatkan gen P5CS tanaman karet. Isolasi gen P5CS dari tanaman karet yang sudah mengalami perlakuan stres kekeringan perlu dilakukan.

DAFTAR PUSTAKA

Asif MH, Dhawan P, Nath P. 2000. A simple procedure for the isolation of high quality RNA from ripening banana fruit. Plant Mol Biol 18: 105-115.

Azizah A. 2009. Perbandingan pola pita amplifikasi DNA daun, bunga, dan buah kelapa sawit normal dan abnormal [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Basyuni M, Kinjo Y, Baba S, Shinzato N, Iwasaki H, Siregar EBM, Oku H. 2010. Isolation of salt stress tolerance genes from roots of mangrove plant, Rhizospora stylosa Griff., using PCR-based suppression subtractive hybridization. Plant Mol Biol Rep.

Bates LS. 1973. Rapid determination of free proline for water stress studies. Plant and Soil 39: 205-207.

Bohnert HJ, DE Nelson, RG Yensen. 1995.

Adaptation to environmental stress. Plant Cell 7: 1099-1111.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2010. Produktivitas karet alam Indonesia. [terhubung berkala]. www.bps.go.id [23 Des 2010].

Bray EA. 1993. Molecular responses to water deficit. Plant Physiol 103: 1035-1040. Brown TA. 1991. Pengantar Kloning Gen.

Muhammad SA, penerjemah. Yogyakarta: Yayasan Essentia Medika. Terjemahan dari: Gene Cloning an Introduction. Brown TA. 2003. Pengantar Kloning Gen.

Muhammad SA, penerjemah. Yogyakarta: Yayasan Essentia Medika. Terjemahan dari: Gene Cloning an Introduction. Campbell MK, Farrel SO. 2009. Biochemistry

6th Ed. USA: Thomson Brooks/ Cole. Darmawan N. 2004. Isolasi, kloning, dan

sekuensing gen putative enzim PQQ glukosa dehidrogenase dari Agrobacterium tumefaciens [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Delauney AJ, Verma DPS. 1993. Prolina

biosynthesis and osmoregulation in plants. The plant journal 4: 215-223.

Ginting S. 1985. Hubungan antara ciri tanaman muda dengan kemampuan produksi beberapa klon karet [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Hamim, Sopandie D, Jusuf M. 1996. Beberapa karakteristik morfologi dan fisiologi kedelai toleran dan peka terhadap cekaman kekeringan. Hayati 3(1): 30-34. Hidayat A, A. Mulyani. 2002. Lahan kering

untuk pertanian dalam teknologi pengelolaan lahan kering menuju pertanian produktif dan ramah lingkungan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Badan Litbang Pertanian. Hong Z, Lakkineni K, Zhang Z, Verma DPS. 2000. Removal of feedback inhibition of pyrroline-5-carboxylate synthetase results in increased proline accumulation and protection of plants from osmotic stress. Plant physiol 122: 1129–1136.

Hu C, Delauney AJ, Verma DPS. 1992. A bifunctional enzyme (Δ1

-pyrroline-5-carboxylate synthetase) catalyzes the first two steps in proline biosynthesis in plants. Proc. Natl. Acad. Sci. 89: 9354-9358.

Dokumen terkait