• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil dan Pembahasan

4.1.1 Deskripsi Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw

Dalam Meningkatkan Keterampilan Proses dan Hasil Belajar

Model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw yang dipadukan dengan kegiatan eksperimen pada materi listrik dinamis dirancang untuk meningkatkan penguasaan keterampilan proses sains dan hasil belajar siswa. Penelitian pelaksanaan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw pada materi listrik dinamis dilaksanakan dalam tiga siklus. Siklus I membahas materi hukum Ohm, siklus II membahas materi hambatan kawat penghantar, sedangkan siklus III membahas materi rangkaian hambatan seri dan paralel.

Pelaksanaan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw pada materi listrik dinamis berpedoman pada RPP dan LKS yang penyusunannya telah disesuaikan dengan silabus SMA dan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw. Selain itu, pelaksanaan pembelajaran juga ditunjang oleh lembar observasi keterampilan proses sains, lembar observasi ranah psikomotorik, dan soal evaluasi akhir siklus yang berbentuk soal pilihan ganda dan soal uraian.

Adapun sintaks pembelajaran dengan penerapan model kooperatif tipe jigsaw dalam penelitian ini yaitu:

ƒ Guru memberikan motivasi kepada siswa dengan melakukan tanya jawab tentang permasalahan dalam kehidupan sehari-hari yang berkaitan dengan materi yang akan diajarkan. Hal ini bertujuan untuk merangsang rasa ingin tahu siswa.

ƒ Guru melakukan apersepsi dengan mengajukan pertanyaan tentang materi sebelumnya yang masih memiliki keterkaitan dengan materi yang akan diajarkan.

ƒ Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok yang terdiri dari 5 atau 6 anggota. Kelompok ini selanjutnya disebut sebagai kelompok asal.

ƒ Setiap kelompok asal mendapatkan 2 atau 3 macam cara percobaan, kemudian setiap siswa dalam kelompok asal memilih satu macam cara percobaan tersebut.

ƒ Setiap siswa yang memilih cara percobaan yang sama, membentuk kelompok baru yang selanjutnya disebut sebagai kelompok ahli. Setiap kelompok ahli terdiri dari 5 atau 6 siswa.

ƒ Guru membagikan LKS kepada setiap kelompok ahli.

ƒ Guru membimbing dan mengamati siswa melakukan eksperimen dalam kelompok ahli.

ƒ Siswa dalam kelompok ahli diberi waktu untuk berdiskusi tentang hasil eksperimen sesuai petunjuk dalam LKS.

ƒ Guru membimbing siswa kembali ke kelompok asal masing-masing.

ƒ Setiap anggota kelompok asal mempresentasikan hasil diskusi yang telah dilakukannya dalam kelompok ahli.

ƒ Guru membimbing siswa berdiskusi dalam kelompok asal.

ƒ Siswa mempresentasikan hasil diskusi kelompok asalnya di depan kelas.

ƒ Guru membimbing siswa menyimpulkan hasil eksperimen melalui diskusi kelas.

ƒ Setelah kesimpulan eksperimen diperoleh, guru mengevaluasi siswa secara individual melalui tes evaluasi akhir siklus.

Keterampilan proses sains dilatihkan kepada siswa melalui setiap kegiatan dalam proses pembelajaran. Siswa berlatih keterampilan proses sains aspek mengamati pada saat siswa melakukan kegiatan pengecekan kelengkapan alat percobaan, merangkai alat sesuai tema percobaan, mengamati variabel yang diteliti, dan menuliskan data hasil pengamatan. Siswa berlatih keterampilan proses sains aspek mengukur pada saat siswa menggunakan alat ukur yang sesuai untuk mengukur variabel dalam percobaan, membaca skala pada alat ukur tersebut, serta menuliskan satuan yang tepat. Keterampilan proses sains aspek mengolah data dilatihkan kepada siswa pada saat siswa membuat tabulasi data, mengolah data yang diperoleh dengan tepat, serta memvisualisasikan data hasil percobaan ke dalam bentuk grafik. Keterampilan proses sains aspek menyimpulkan dilatihkan kepada siswa pada saat siswa membuat simpulan berdasarkan analisis data yang telah dilakukan, sedangkan aspek mengomunikasikan dilatihkan kepada siswa pada saat siswa membuat laporan percobaan dan mempresentasikan hasil percobaan di depan kelas.

Metode eksperimen sebagai bentuk modifikasi model pembelajaran kooperatif jigsaw memberikan kesempatan kepada siswa untuk terlibat secara

langsung dalam proses pembelajaran. Yulianto & Rusmiyati (2009) menyatakan bahwa pembelajaran yang memberikan kesempatan pada siswa untuk terlibat secara langsung dalam proses pembelajaran akan memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan pembelajaran yang tidak memberikan kesempatan tersebut kepada siswa. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Sudibyo (2003: 1) yang menyatakan bahwa belajar sains seharusnya memfokuskan pada pemberian pengalaman secara langsung dengan memanfaatkan dan menerapkan konsep, prinsip, serta fakta sains temuan saintis. Dengan demikian setelah proses pembelajaran selesai, siswa tidak hanya mendapatkan suatu pengetahuan, konsep, maupun prinsip, namun siswa juga belajar tentang cara memperoleh informasi sains melalui tahap-tahap tertentu. Tahap-tahap tersebut tertuang dalam bentuk keterampilan proses sains. Hasil penelitian Widayanto (2009) menyebutkan bahwa faktor penting dalam peningkatan keterampilan proses sains adalah keterlibatan siswa dalam kegiatan praktikum. Semakin tinggi keterlibatan siswa dalam kegiatan praktikum, maka semakin tinggi pula pencapaian pemahaman dan keterampilan proses sains siswa.

Kegiatan eksperimen dan diskusi kelompok dalam model kooperatif tipe jigsaw yang menjadi inti pembelajaran dalam penelitian ini merupakan contoh bentuk keterlibatan langsung siswa. Keterlibatan siswa secara langsung selama proses pembelajaran berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Saat siswa terlibat secara fisik dan mental dalam proses pembelajaran, maka pengetahuan maupun konsep yang diperoleh siswa akan mudah diingat. Menurut Dimyati & Mudjiono (2009: 52), dengan keterlibatan langsung ini secara logis akan menyebabkan siswa

memperoleh pengalaman, sedangkan menurut Hamalik (2003: 29), pengalaman merupakan sumber pengetahuan dan keterampilan. Edgar Dale menambahkan, belajar yang paling baik adalah belajar melalui pengalaman langsung (Dimyati & Mudjiono, 2009: 45). Setelah siswa melakukan eksperimen, maka siswa akan memperoleh sejumlah informasi terkait materi listrik dinamis. Dalam model kooperatif jigsaw, kesempatan siswa untuk mengolah informasi dapat diperoleh saat siswa melakukan diskusi. Semakin banyak siswa melakukan kegiatan diskusi, maka siswa akan semakin banyak berkesempatan untuk mengolah informasi. Lie menyatakan bahwa siswa yang terlibat dalam pembelajaran model kooperatif tipe jigsaw ini memperoleh prestasi yang lebih baik, mempunyai sikap yang lebih baik dan lebih positif terhadap pembelajaran, di samping saling menghargai perbedaan dan pendapat orang lain (Rusman, 2010: 218). Hal tersebut sejalan dengan hasil penelitian Mengduo & Xiaoling (2010) yang menyatakan bahwa jigsaw membuat siswa menjadi bertanggung jawab atas tugas dan prestasinya dan tanggung jawab tersebut ditemukan dalam kelompoknya.

4.1.2 Penguasaan Keterampilan Proses Sains

Penilaian keterampilan proses sains siswa meliputi aspek mengamati, mengukur, mengolah data, menyimpulkan, dan mengomunikasikan. Data hasil observasi penguasaan keterampilan proses digunakan untuk mengetahui persentase peningkatan penguasaan keterampilan proses siswa selama mengikuti proses pembelajaran pada siklus I, II dan III. Adapun hasil observasi keterampilan

proses sains siswa disajikan pada Tabel 4.1 sedangkan perhitungan selengkapnya terdapat pada Lampiran 33, 34 dan 35.

Tabel 4.1 Penguasaan Keterampilan Proses Sains Siswa

Interval Kriteria Siklus I Siklus II Siklus III FrekuensiPersentase Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase 85% ≤ N ≤ 100% 70% ≤ N < 85% 55% ≤ N < 70% 40% ≤ N < 55% 25% ≤ N < 40% Sangat baik Baik Cukup Kurang Sangat kurang - 4 29 - - - 12,1 % 87,9 % - - 4 20 9 - - 12,1 % 60,6 % 27,3 % - - 10 23 - - - 30,3 % 69,7 % - - - Jumlah 33 100% 33 100% 33 100% Nilai tertinggi 75,00 89,58 97,92 Nilai terendah 55,77 66,67 72,92 Rata-rata 62,76 75,88 81,63

Gain score 0,35 (sedang) 0,24(rendah)

Berdasarkan Tabel 4.1 dapat diketahui bahwa pada siklus I rata-rata penguasaan keterampilan proses sains belum memenuhi indikator keberhasilan penelitian yang ditentukan. Hal ini disebabkan model pembelajaran yang diterapkan merupakan hal yang baru bagi siswa. Berdasarkan hasil observasi, pada siklus I prinsip keterlibatan siswa secara langsung selama proses pembelajaran belum berjalan secara optimal. Siswa belum memahami langkah-langkah pembelajaran yang diterapkan, terutama pada tahap pelaksanaan percobaan, penyusunan laporan, serta tahap presentasi, sehingga siswa belum dapat menguasai keterampilan proses sains secara optimal. Hal ini disebabkan tidak semua siswa benar-benar mencermati langkah-langkah kegiatan eksperimen

yang dilakukan. Selain itu, pada siklus I sebagian siswa tidak disiplin selama proses pembelajaran, misalnya membuat gaduh di kelas dengan mengganggu temannya. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, pada siklus II dan III LKS dibagikan kepada setiap siswa. Selain itu, guru juga lebih mengintensifkan proses pemberian bimbingan, terutama pada kegiatan eksperimen.

Sebelum diterapkan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw yang dimodifikasi dengan metode eksperimen ini, siswa baru pernah melakukan kegiatan eksperimen sebanyak satu kali. Hal ini berpengaruh terhadap penguasaan keterampilan proses sains. Menurut Widayanto (2009), keterampilan proses sains dapat dilatihkan melalui kegiatan laboratorium, misalnya eksperimen. Ketika siswa hanya melakukan kegiatan eksperimen sebanyak satu kali, maka keterampilan proses yang dikuasai siswa belum dapat maksimal. Keterampilan proses merupakan contoh bentuk keterampilan motorik. Agar dapat dikuasai secara maksimal, maka harus dilatihkan secara berulang-ulang. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Usman (2008: 44) yang menyatakan bahwa keterampilan proses memerlukan latihan atau penggunaan secara terus-menerus agar dapat dikuasai oleh siswa. Hal ini pulalah yang menyebabkan pada siklus II dan III penguasaan keterampilan proses sains mengalami peningkatan dan memenuhi indikator keberhasilan, walaupun kriteria peningkatannya rendah. Pada siklus II dan III, siswa sudah lebih sering berlatih keterampilan proses melalui kegiatan eksperimen yang dilakukan, jadi siswa sudah memiliki pengalaman untuk berlatih keterampilan proses. Hal ini sesuai dengan pendapat Hamalik (2003: 29) yang

menyatakan bahwa pengalaman merupakan sumber pengetahuan dan keterampilan.

Peningkatan penguasaan keterampilan proses sains siswa ditunjukkan dengan meningkatnya nilai rata-rata penguasaan keterampilan proses sains pada setiap siklus. Peningkatan yang diperoleh dari siklus I ke siklus II termasuk dalam kriteria sedang, sedangkan siklus II ke siklus III termasuk dalam kriteria rendah. Hal ini disebabkan dalam melatihkan keterampilan proses sains kepada siswa membutuhkan waktu cukup lama, tidak hanya dalam waktu tiga siklus penelitian. Menurut Usman (2008: 44), perkembangan penguasaan keterampilan proses sains berlangsung sedikit demi sedikit dan memerlukan waktu lama. Walaupun termasuk dalam kriteria rendah, peningkatan tersebut dapat menunjukkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw yang dimodifikasi dengan metode eksperimen telah membantu meningkatkan penguasaan keterampilan proses.

Hasil penelitian menyimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw yang dimodifikasi dengan metode eksperimen dapat meningkatkan penguasaan keterampilan proses sains siswa. Eksperimen merupakan salah satu bentuk kegiatan laboratorium. Menurut Wiyanto (2008: 30), eksperimen merupakan suatu proses memecahkan masalah melalui kegiatan manipulasi variabel dan pengamatan atau pengukuran. Kegiatan manipulasi variabel, pengamatan, maupun pengukuran merupakan beberapa contoh aspek-aspek keterampilan proses. Jadi, ketika seorang siswa melakukan eksperimen maka siswa tersebut juga tengah berlatih keterampilan proses. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Widayanto (2009) yang menyatakan bahwa keterampilan proses

sains dapat dilatihkan melalui kegiatan laboratorium. Menurut Sudibyo (2003: 2), dengan melatihkan keterampilan proses sains kepada siswa dan banyak memberikan pengalaman langsung selama proses pembelajaran, maka pembelajaran akan menjadi lebih bermakna bagi siswa.

4.1.3 Hasil Belajar Ranah Kognitif

Hasil belajar ranah kognitif siswa diukur melalui tes tertulis di setiap akhir siklus yang berbentuk soal pilihan ganda dan soal uraian. Setelah dilakukan analisis hasil tes, diperoleh data mengenai nilai tertinggi, nilai terendah, nilai rata-rata dan ketuntasan klasikal pada siklus I, II, dan III yang disajikan pada Tabel 4.2. Perhitungan selengkapnya terdapat pada Lampiran 36, 37 dan 38.

Tabel 4.2 Hasil Belajar Ranah Kognitif Siswa

Aspek Penilaian Data Awal Siklus I Siklus II Siklus III

Nilai Tertinggi 84,00 93,33 96,67 100

Nilai Terendah 44,00 43,33 56,67 60

Nilai Rata-rata 58,94 66,97 76,97 82,12

Ketuntasan Klasikal 18,18 % 54,55 % 78,79 % 90,91 % Gain score - 0,30 (sedang) 0,22 (rendah)

Dari Tabel 4.2 tampak bahwa ketuntasan klasikal yang diperoleh pada siklus I belum memenuhi indikator keberhasilan. Berdasarkan hasil observasi diketahui bahwa pada siklus I masih banyak dijumpai siswa yang secara berulang-ulang meminta bantuan guru karena mereka merasa ragu dengan pekerjaannya dalam kegiatan eksperimen. Hal tersebut mengurangi keterlibatan siswa dalam kegiatan eksperimen serta mengurangi alokasi waktu yang tersedia. Berkurangnya

alokasi waktu ini menyebabkan alokasi waktu untuk kegiatan diskusi juga berkurang, sehingga diskusi kelompok tidak berjalan secara optimal. Hal ini menyebabkan siswa tidak optimal dalam melakukan pertukaran informasi dan pengetahuan tentang materi listrik dinamis dalam diskusi kelompok. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, pada siklus II dan III guru memberikan bimbingan kepada siswa secara intensif sehingga seluruh kegiatan dalam proses pembelajaran dapat berjalan sesuai dengan waktu yang telah dialokasikan. Agar guru dapat memberikan evaluasi terhadap kegiatan eksperimen yang dilakukan siswa, maka pada tahap presentasi siklus III guru meminta siswa melakukan demonstrasi singkat kegiatan eksperimen yang telah mereka lakukan.

Kegiatan diskusi kelompok memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengolah berbagai informasi yang diperoleh setelah siswa melakukan kegiatan eksperimen. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Dimyati & Mudjiono (2009: 166) yang menyatakan bahwa salah satu tujuan pengajaran pada kelompok kecil adalah memberi kesempatan kepada setiap siswa untuk mengembangkan kemampuan memecahkan masalah secara rasional.

Pada siklus II dan III hasil belajar kognitif siswa telah memenuhi indikator keberhasilan. Hal ini disebabkan pada siklus II dan III siswa sudah mulai memahami konsep model pembelajaran yang diterapkan. Waktu yang tersedia untuk diskusi kelompok semakin dapat dimanfaatkan oleh siswa, sehingga pertukaran informasi antar siswa juga semakin membaik. Hal ini terlihat pada saat siswa mempresentasikan hasil diskusi kelompok dengan jelas dan benar. Pelaksanaan kegiatan eksperimen pada siklus II dan III juga lebih berjalan sesuai

rencana. Siswa sudah lebih menguasai keterampilan-ketrampilan dalam pelaksanaan eksperimen jika dibandingkan dengan siklus I. Hal-hal tersebut memperkuat penguasaan konsep dan pengetahuan tentang listrik dinamis pada siklus II dan siklus III, sehingga hasil belajar siswa semakin meningkat. Hal ini sejalan dengan pendapat Sudibyo (2003: 6) yang menyatakan bahwa interaksi dengan objek-objek nyata dan diskusi yang baik akan mampu mendorong perkembangan kognitif dan kemampuan berpikir operasional formal.

Peningkatan hasil belajar kognitif yang diperoleh dari siklus I ke II memiliki kriteria sedang, sedangkan dari siklus II ke III memiliki kriteria rendah. Hal tersebut disebabkan tingkat kesukaran materi pada tiap siklus berbeda-beda. Materi pada siklus I dan II cenderung lebih sederhana jika dibandingkan dengan materi pada siklus III. Pada siklus III banyak dijumpai gambar-gambar rangkaian listrik dan beberapa perhitungan matematis. Kemampuan siswa dalam menginterpretasikan gambar rangkaian masih terlalu rendah, sehingga siswa masih kesulitan dalam memecahkan persoalan fisika tentang rangkaian listrik. Selain itu, dalam memecahkan soal fisika seringkali diperlukan perhitungan-perhitungan matematis sebagai konsekuensi penggunaan rumus-rumus fisika. Menurut Mundilarto (2002: 10) hal ini bagi sebagian besar siswa akan menimbulkan kesulitan tersendiri.

Prinsip keterlibatan siswa secara langsung dalam model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw yang dimodifikasi dengan metode eksperimen terbukti dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Lie yang menyatakan bahwa siswa yang terlibat dalam pembelajaran kooperatif tipe

jigsaw akan memperoleh prestasi belajar yang lebih baik (Rusman, 2010: 218). Killic (2008) mendukung pernyataan tersebut melalui penelitiannya yang menyimpulkan bahwa hasil belajar siswa mengalami peningkatan yang signifikan ketika diterapkan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw daripada ketika diterapkan model pembelajaran konvensional.

4.1.4 Hasil Belajar Ranah Psikomotorik

Hasil belajar ranah psikomotorik siswa diketahui melalui pengamatan selama proses pembelajaran. Penilaian hasil belajar psikomotorik siswa meliputi: menyiapkan alat percobaan, merangkai alat percobaan, membaca hasil pengukuran, dan menyimpulkan. Nilai hasil belajar psikomotorik siswa disajikan pada tabel 4.3. Perhitungan selengkapnya terdapat pada Lampiran 39, 40 dan 41.

Tabel 4.3 Hasil Belajar Ranah Psikomotorik Siswa

Aspek Penilaian Siklus I Siklus II Siklus III Rata-rata Menyiapkan alat percobaan (%) 91,67 91,67 96,21 93,18 Merangkai alat percobaan (%) 50,00 84,09 87,88 73,99 Membaca hasil pengukuran (%) 48,48 58,33 79,55 62,12

Menyimpulkan (%) 58,33 62,88 78,79 66,67

Nilai rata-rata 62,12 74,24 85,61 -

Ketuntasan klasikal 15,15 % 66,67 % 100 % - Gain score 0,32 (sedang) 0,44 (sedang) -

Berdasarkan Tabel 4.3 dapat diketahui bahwa pada siklus I dan siklus II hasil belajar psikomotorik siswa belum memenuhi indikator keberhasilan, sedangkan pada siklus III telah memenuhi indikator keberhasilan. Berdasarkan

analisis hasil observasi pada siklus I dan II, keterampilan proses sains belum dikuasai secara maksimal oleh siswa, sedangkan pada siklus III keterampilan proses sains telah dikuasai dengan baik oleh siswa. Hal ini disebabkan prinsip keterlibatan siswa secara langsung selama proses pembelajaran siklus I dan siklus II belum terlaksana secara optimal seperti pada siklus III. Pada dasarnya, sebagian besar aspek keterampilan proses sains merupakan bentuk hasil belajar psikomotorik siswa. Keterampilan proses merupakan suatu bentuk keterampilan motorik, seperti halnya hasil belajar ranah psikomotorik. Menurut Davies, tujuan ranah psikomotorik berhubungan dengan keterampilan motorik, manipulasi benda atau kegiatan yang memerlukan koordinasi saraf dan koordinasi badan (Dimyati & Mudjiono, 2009: 207). Menurut Elizabeth Simpson, kategori untuk ranah psikomotorik meliputi persepsi, kesiapan, gerakan terbimbing, gerakan terbiasa, gerakan kompleks, penyesuaian, dan kreativitas (Anni, 2007: 10). Sedangkan menurut Kibler, taksonomi ranah psikomotorik meliputi gerakan tubuh yang mencolok, ketepatan gerakan yang dikoordinasikan, perangkat komunikasi non verbal, dan kemampuan berbicara (Dimyati & Mudjiono, 2009: 208). Kategori-kategori tersebut juga ditemukan dalam aspek keterampilan proses. Sebagai contoh, pada hasil belajar psikomotorik terdapat aspek menyiapkan alat percobaan dan merangkai alat percobaan sebagai bentuk keterampilan proses aspek mengamati, membaca hasil pengukuran sebagai bentuk aspek mengukur, serta menyimpulkan sebagai bentuk aspek menyimpulkan. Berdasarkan hal-hal tersebut dapat disimpulkan bahwa penguasaan keterampilan proses sains dan hasil belajar psikomotorik siswa merupakan dua hal yang saling berhubungan.

Dokumen terkait