• Tidak ada hasil yang ditemukan

C. Model Walter Hilborn (1967)

3 HASIL DAN PEMBAHASAN Hubungan Panjang Berat

4 �� 4 �1 + ���� �1 ���� Upaya penangkapan (E) 2� 2� �1 ���� TR p x C p x C TC c x E c x E Rente sumberdaya (π) � ���4� − � �2�� �� 4 �1 + ���� �1 ����� − �( 2� �1 ���� Sumber: Hiariey (2010)

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

Hubungan Panjang Berat

Analisis hubungan panjang dan bobot dengan menggunakan data panjang dan bobot ikan sebanyak 760 ekor terdiri dari 223 ekor ikan betina dan 277 ekor ikan jantan.

Gambar 5. Grafik hubungan panjang dan bobot ikan selar kuning

Berdasarkan hubungan panjang bobot ikan selar kuning (Gambar 5) diperoleh nilai b sebesar 2,5345, sehingga persamaan hubungan panjang dan bobot ikan selar kuning:

W = 0,0188 L2,5345 W = 0,0188 L2,534 R² = 0,839 0 10 20 30 40 50 60 70 0 50 100 150 200 B er at i ka n s el ar kuni ng

Koefisien determinasi yang diperoleh sebesar 83,9% dan pada selang kepercayaan 95% nilai b ikan selar kuning di Perairan Selat Sunda berkisar antara 1,3905 – 3,6785. Berdasarkan uji t pada selang kepercayaan 95% diperoleh pola pertumbuhan ikan selar kuning adalah allometrik negatif yakni laju pertumbuhan panjang lebih cepat dengan laju pertumbuhan berat. Hasil analisis hubungan panjang bobot ikan selar kuning yang menunjukan laju pertumbuhan allometrik negatif juga diperoleh dari penelitian Kasim dan Hamsa (1994) dengan hubungan panjang berat log W = -3,5058 + 2,3732 log L, Damayanti (2010) di Teluk Jakartaa dengan hubungan panjang berat W = 0,00002 L2,858, Sharfina (2011) di perairan Rembang dengan persamaan W = 0,0000403 L2,7436 serta pada penelitian Febrianti et al. (2013) di Laut Natuna dengan persamaan W = 0,1180 L2,19 sedangkan pada penelitian Reuben et al. (1992) di perairan India dengan hubungan W = 0,000017119 L2,8932 diperoleh pola pertumbuhan isometrik. Menurut Bagenal in Febrianti et al. (2013), faktor-faktor yang menyebabkan perbedaan nilai b selain perbedaan spesies adalah perbedaan jumlah dan variasi ukuran ikan yang diamati, faktor lingkungan, berbedanya stok ikan dalam spesies yang sama, tahap perkembangan ikan, jenis kelamin, tingkat kematangan gonad, bahkan perbedaan waktu dalam hari karena perubahan isi perut. Secara umum, nilai b tergantung pada kondisi fisiologi dan lingkungan seperti suhu, pH, salinitas, letak geografis dan teknik sampling (Jennings et al. 1998 in Mulfizar et al. 2012). Selain itu perbedaan umur, kematangan gonad, jenis kelamin, letak geografis, dan kondisi lingkungan (aktifitas penangkapan); kepenuhan lambung, dan penyakit dapat mempengaruhi keragaman nilai b (Le Cren 1951; Neff dan Cargnelli 2004; Ecoutin et al. 2005 in Rahardjo dan Simanjuntak 2008).

Faktor Kondisi

Faktor kondisi menunjukkan keadaan baik dari ikan dilihat dari segi kapasitas fisik untuk survival dan reproduksi. Faktor kondisi dapat naik dan turun karena merupakan indikasi dari musim pemijahan bagi ikan, khususnya ikan-ikan betina (Effendie 2002).

Tabel 3. Faktor kondisi ikan selar kuning betina selama penelitian

TKG Jumlah Hubungan

Panjang Berat Kisaran Faktor Kondisi

Rata-rata Faktor Kondisi Simpangan Baku I 51 W=0,0130 L 2,7023 0,0000091-0,0000166 0,0000128 0,0000013 II 71 W=0,0083 L 2,9231 0,0000077-0,0000160 0,0000118 0,0000014 III 60 W=0,0048 L 3,1773 0,0000072-0,0000149 0,0000110 0,0000011 IV 41 W=0,0225 L 2,4736 0,0000092-0,0000178 0,0000135 0,0000012 223 0,0000072-0,0000178

Tabel 4. Faktor kondisi ikan selar kuning jantan selama penelitian

TKG Jumlah Hubungan

Panjang Berat Kisaran Faktor Kondisi

Rata-rata Faktor Kondisi Simpangan Baku I 162 W=0,0209 L 2,4788 0,0000069-0,0000165 0,0000117 0,0000018 II 70 W=0,0182 L 2,5589 0,0000083-0,0000143 0,0000113 0,0000017 III 32 W=0,0078 L 2,9596 0,0000085-0,0000129 0,0000107 0,0000013 IV 13 W=0,0037 L 3,3051 0,0000098-0,0000169 0,0000133 0,0000011 277 0,0000069-0,0000169

Nilai faktor kondisi total yang diperoleh tiap waktu sampling berkisar 0,3702-2,1991 yang menunjukkan bahwa kondisi ikan baik. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Effendie (1997) yaitu harga K yang berkisar antara 1 – 3 mempunyai keadaan yang baik. Tabel 3 dan 4 memperlihatkan hubungan faktor kondisi rata-rata dengan tingkat kematangan gonad. Ikan jantan mempunyai faktor kondisi relatif rata-rata lebih kecil daripada ikan betina pada tiap TKG yang sama yang menunjukkan bahwa kondisi ikan jantan lebih baik dibandingkan betina. Faktor kondisi menurun seiring dengan meningkatnya kematangan gonad sampai pada TKG III, kemudian faktor kondisi meningkat pada TKG IV.

Fenomena menurunnya faktor kondisi ikan pada saat tingkat kematangan gonad meningkat juga ditemukan pada beberapa spesies lain seperti Siganus rivulatus (Yeldan dan Avsar 2000), Synodontis schall dan Synodontis nigrita

(Laleye 2006), Ompok hypophthalmus (Simanjuntak 2007), Johnius belangerii

(Rahardjo dan Simanjuntak 2008). Penurunan nilai faktor kondisi ini disebabkan bagian terbesar dari makanan yang dikonsumsi digunakan untuk perkembangan sel-sel reproduksi. Proses pembentukan sel reproduksi mencapai puncaknya pada TKG V atau dengan kata lain ukuran gonad yang terbesar sudah dicapai sehingga meningkatkan bobot tubuh secara keseluruhan (Rahardjo dan Simanjuntak 2008).

Berdasarkan perhitungan faktor kondisi yang dilakukan oleh Sharfina (2011) di perairan Rembang diperoleh faktor kondisi sebesar 1,0176. Penelitian Widyastuti et al. (2010) di perairan Kendal berkisar 0,98 – 1,38. Faktor kondisi di Laut Natuna oleh Febrianti et al. (2013) berkisar 0,961-1,045. Beberapa faktor yang diduga menjadi penyebab terjadinya fluktuasi dan variasi nilai faktor kondisi ikan adalah perbedaan ukuran ikan (Enchina dan Lorencio 1997); selama musim pemijahan ikan tidak melakukan aktifitas makan, tetapi menggunakan cadangan lemak dalam tubuhnya untuk suplai energi (Tzikas et al. 2007); dan tekanan parasit (Neff dan Cargnelli 2004).

Sebaran Frekuensi Panjang

Jumlah ikan selar kuning sampel yang diperoleh dari bulan Juni sampai Oktober 2013 sebanyak 760 ekor. Panjang total dari contoh ikan yang tertangkap antara 75mm – 174mm.

Gambar 6. Grafik frekuensi panjang ikan selar kuning total sampling 1 – 7 Jumlah ikan selar kuning total pada pengambilan contoh pertama tanggal 18 juni 2013 sampai pengambilan contoh ke tujuh tanggal 13 Oktober 2013 masing-masing sebanyak 89, 54, 52, 55, 78, 226 dan 120 ekor yang terdiri dari jantan dan betina. Gambar 6 menunjukan bahwa pada pengambilan contoh pertama dan kedua mengalami penurunan ukuran modus sebesar 1,26 mm, begitu pula pada pengambilan contoh kedua dan ketiga terjadi penurunan sebesar 40,15 mm serta pengambilan contoh kelima dan keenam sebesar 3,24 mm. Pada pengambilan contoh ketiga sampai kelima terjadi peningkatan modus sebesar 51 mm dan juga pada pengambilan contoh keenam sampai ketujuh mengalami peningkatan modus sebesar 3,19 mm yang mengindikasikan adanya laju pertumbuhan karena pada pengambilan contoh tersebut terjadi pergeseran modus dari ikan-ikan yang berada dalam satu kohort.

18 Juni 2013 n = 111 ekor 7 Juli 2013 n = 56 ekor 28 Juli 2013 n = 83 ekor 16 Agustus 2013 n = 86 ekor 5 September 2013 n = 78 ekor 28 September 2013 n = 226 ekor 13 Oktober 2013 n = 120 ekor

(A) (B)

Gambar 7. Grafik sebaran panjang ikan selar kuning betina (A) dan jantan (B) Ikan selar kuning jantan yang diperoleh dari pengambilan contoh terdiri dari 44, 24, 50, 36, 24, 74, dan 25 ekor. Sedangkan ikan selar kuning betina terdiri dari 45, 30, 2, 19, 29, 62 dan 36 ekor. Berdasar metode Normsep dalam Fisat II, maka didapat kurva normal yang menggambarkan jumlah kohort dari sebaran frekuensi panjang yang ada. Gambar 7 menunjukan pergeseran modus kelompok umur yang sama pada ikan selar kuning betina dan jantan terjadi pada sampling ketiga sampai sampling kelima. Pada sampling ketiga sampai kelima ikan selar kuning mengalami pertumbuhan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sajina et al. (2011) bahwa pergeseran kurva ke kanan menunjukkan adanya pertumbuhan sedangkan pergeseran ke kiri menunjukkan adanya rekruitmen.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Hiatt dan Starsburg (1960) di Marshall Island Hawai dengan ukuran antara 85mm – 245mm. Penelitian Reuben et al.

(1992) menemukan ikan dengan ukuran 88-101mm Namun Sudrajat dan Nugraha

in Sumadhiharga dan Hukom (1991) menemukan ikan di perairan Paparan Sunda berukuran 45–170mm. Damayanti (2010) memperoleh panjang maksimum ikan selar kuning yang tertangkap di Teluk Jakarta sebesar 270mm. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Sharfina (2011) di perairan Rembang kisaran ukuran 110 – 180mm. Putri (2013) menemukan ikan dengan kisaran panjang 86 – 180mm yang didaratkan di PPP Karangantu Banten. Yuda et al. (2012) menemukan ikan selar kuning dengan sebaran frekuensi panjang total terbanyak tersebar pada kelas ukuran 130–160mm sebanyak 82,64%. Pada penelitian yang dilakukan oleh Febrianti et al. (2013) diperoleh panjang minimum dan maksimum ikan selar adalah 145mm dan 310mm. Perbedaan ukuran ikan selar kuning yang diperoleh dari beberapa perairan tersebut diduga karena struktur data panjang sangat bervariasi tergantung letaknya baik secara geografis, habitat maupun tingkah laku (Boer 1996). Selain itu, perbedaan ukuran panjang ini dapat disebabkan oleh beberapa kemungkinan seperti perbedaan lokasi pengambilan contoh ikan. Spesies yang sama tetapi hidup di lokasi yang berbeda akan mengalami pertumbuhan yang berbeda karena pertumbuhan dipengaruhi oleh faktor luar yaitu suhu dan makanan (Effendie 2002).

Pertumbuhan

Berdasarkan analisis NORMSEP, pergeseran modus frekuensi panjang seperti disajikan pada Gambar 8 dan 9.

Gambar 8. Pergeseran modus frekuensi panjang ikan selar kuning betina

Tabel 5. Sebaran kelompok ukuran ikan selar kuning betina

Pengambilan contoh Kelompok ukuran Nilai tengah SD Indeks separasi

18 Juni 2013 1 147,89 6,610 3,180 7 Juli 2013 1 141,29 5,900 n.a. 2 154,11 4,660 2,430 28 Juli 2013 1 97,00 2,500 n.a. 16 Agustus 2013 1 131,47 23,380 n.a. 2 134,12 5,250 0,190 3 144,35 2,600 2,610 5 September 2013 1 132,00 2,500 n.a. 2 148,69 5,660 4,090 3 163,07 2,580 3,490 28 September 2013 1 124,55 5,394 0,000 2 148,44 8,682 3,395 13 Oktober 2013 1 120,41 5,900 n.a. 2 130,11 6,430 1,570 3 152,00 2,500 4,900

Tabel 6. Sebaran kelompok ukuran ikan selar kuning jantan

Pengambilan contoh Kelompok ukuran Nilai tengah SD Indeks separasi

18 Juni 2013 1 122,86 2,500 n.a. 2 144,50 8,050 4,100 7 Juli 2013 1 140,17 2,700 n.a. 2 147,09 2,500 2,660 3 155,16 2,500 3,230 28 Juli 2013 1 81,34 2,500 n.a. 2 88,86 3,110 2,680 3 102,57 5,090 3,340 16 Agustus 2013 1 100,05 2,710 n.a. 2 111,34 4,730 3,030 3 126,01 2,500 4,060 4 142,29 4,610 4,580 5 September 2013 1 141,29 6,460 n.a. 2 157,36 3,810 3,130 28 September 2013 1 127,48 8,180 n.a. 2 151,54 4,000 3,950 3 170,71 4,200 4,680 13 Oktober 2013 1 124,45 9,134 0,000 2 140,53 2,500 2,770

Berdasarkan Gambar 8 dan 9 terlihat bahwa telah terjadi pergeseran frekuensi modus yang menandakan suatu pertumbuhan pada ikan selar kuning. Pada ikan betina dan jantan masing-masing mengalami pertumbuhan dalam tiga siklus. Pertumbuhan tersebut terjadi pada bulan juni sampai agustus 2013. Selanjutnya dilakukan analisis untuk menduga parameter pertumbuhan ikan selar kuning (Tabel 5 dan 6). Parameter pertumbuhan (L dan K) diketahui dengan menggunakan metode Ford-Walford. Metode Ford Walford dapat digunakan karena data diambil pada interval waktu yang tetap yaitu 20 hari sekali selama lima bulan. Hasil analisis parameter pertumbuhan ikan selar kuning yaitu

koefisien pertumbuhan (K), panjang asimtotik (L) dan umur teoritis ikan (t0) (Tabel 7).

Tabel 7. Parameter pertumbuhan ikan selar kuning di perairan Selat Sunda

Parameter Betina Jantan

L (mm) 180,6 185,85

K (tahun) 0,41 0,68

T0 (tahun) -0,24473 -0,000026

Berdasarkan hasil analisis parameter pertumbuhan (L dan K) dengan menggunakan metode ELEFAN 1 dalam program FISAT II serta perhitungan secara langsung terhadap nilai t0, maka dapat diketahui persamaan Von Bertalanffy untuk ikan selar kuning betina:

= 180,6(1− �−0,41(�+0,24473 )... (53)

persamaan Von Bertalanffy untuk ikan selar kuning jantan:

�� = 185,85(1− �−0,68(�+0,000026 )... (54) Berdasarkan persamaan (53) dan (54) menunjukkan koefisien pertumbuhan ikan selar kuning jantan lebih besar dibandingkan ikan selar kuning betina. Hal ini dapat disebabkan ikan selar kuning jantan memiliki laju pertumbuhan yang lebih cepat dibanding ikan selar kuning betina dalam mendekati nilai L. Ikan jantan biasanya mempunyai nilai K yang lebih besar daripada ikan betina. Kurva di bawah ini menunjukan pertumbuhan ikan selar kuning betina dan jantan (Gambar 10).

(A) (B)

Gambar 10. Kurva pertumbuhan ikan selar kuning betina (A) dan jantan (B) di Perairan Selat Sunda

Berdasarkan kurva pertumbuhan, pada ikan selar kuning jantan akan mendekati nilai L pada saat mencapai umur 5 bulan dan ikan selar kuning betina akan mencapai nilai L pada saat mencapai umur 10 bulan. Peningkatan ukuran panjang umumnya tetap berlangsung walaupun ikan mungkin dalam keadaan kekurangan makanan. Sedangkan koefisien pertumbuhan ikan betina lebih besar daripada ikan jantan. Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan ikan selar kuning

betina lebih cepat daripada ikan jantan, dan dapat mengindikasikan bahwa perairan Selat Sunda merupakan habitat yang cocok bagi ikan selar kuning betina untuk mencari makan, memijah serta membesarkan anak-anaknya dimana energi yang diperoleh digunakan untuk pertumbuhan.

Beberapa penelitian sebelumnya telah dilakukan di beberapa perairan yang berbeda. Berdasarkan penelitian pertumbuhan ikan selar kuning yang dilakukan oleh Damayanti tahun 2010 di Teluk Jakarta diperoleh nilai K sebesar 0,31 per bulan dan L 283 mm, sedangkan di Perairan Laut Natuna yang dilakukan oleh Febrianti tahun 2013 memperoleh nilai K sebesar 2,2 per bulan dan L 330 mm. Penelitian lain mengenai parameter pertumbuhan ikan selar kuning di Perairan Laut Jawa oleh Dwiponggo et al. (1986) memperoleh nilai K sebesar 1,2 per bulan dengan L 220 mm. Begitupun juga yang dikemukakan oleh Sudrajat (1999), ikan selar kuning yang tertangkap di Perairan Pulau Bintan Riau, mempunyai koefisien pertumbuhan 1,2 per bulan dengan nilai L 180 mm serta penelitian yang dilakukan oleh Kasim dan Hamsa (1994) di Perairan Tuticorin India yang memperoleh koefisien pertumbuhan ikan selar kuning sebesar 1,4283 per bulan dengan L sebesar 213 mm. Penelitian yang dilakukan oleh Boer et al.

(1998) memperoleh hasil koefisien pertumbuhan ikan selar (K) sebesar 0,68 per tahun dan L sebesar 269 mm. Koefisien pertumbuhan ikan di perairan India yang dilakukan oleh Reuben et al. (1992) menghasilkan L 202 mm dan K sebesar 0,8 per tahun. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, koefisien pertumbuhan ikan selar kuning di Perairan Selat Sunda memiliki nilai yang lebih kecil yakni sebesar 0,42 per bulan dibandingkan koefisien pertumbuhan di Perairan Laut Jawa, Perairan Laut Natuna, Perairan Pulau Bintan Riau, Bengkulu, Perairan India dan Perairan Tuticorin India yang menunjukkan bahwa pada lokasi tersebut pertumbuhan ikan selar kuning lebih cepat mendekati L. Berbeda dengan koefisien pertumbuhan ikan selar kuning di Teluk Jakarta yang lebih kecil dibandingkan dengan Perairan Selat Sunda yakni sebesar 0,31 per bulan. Hal tersebut menunjukkan pertumbuhan ikan selar kuning di Teluk Jakarta akan lebih lambat mencapai nilai L dibandingkan laju pertumbuhan ikan selar kuning di Perairan Selat Sunda. Sesuai dengan pernyataan Sparre dan Venema (1999) bahwa ikan-ikan yang berumur panjang mempunyai nilai K cukup kecil sehingga membutuhkan waktu relatif lama untuk mencapai panjang maksimumnya. Semakin cepat laju pertumbuhannya, maka akan semakin cepat pula ikan tersebut mencapai panjang asimtotiknya (L).

Panjang asimtotik ikan selar kuning yang diperoleh di Perairan Selat Sunda memiliki nilai yang lebih kecil dibandingkan ikan selar kuning yang diperoleh di Perairan Laut Jawa, Teluk Jakarta, Bengkulu, Perairan Laut Natuna, Perairan Tuticorin India yakni sebesar 185,85 mm. Akan tetapi, jika dibandingkan dengan ikan selar kuning yang diperoleh di Perairan Pulau Bintan Riau, panjang asimtotik ikan selar kuning di Perairan Selat Sunda memiliki nilai yang lebih besar. Perbedaan nilai yang diperoleh disebabkan faktor internal yatu faktor genetik, parasit dan penyakit sedangkan faktor eksternal yaitu kualitas perairan dan ketersediaan makanan (Effendie 1997). Menurut Moyle dan Cech (2004) in

Damayanti (2010) laju pertumbuhan yang cepat dapat mengindikasikan kelimpahan makanan dan kondisi lingkungan yang sesuai. Pertumbuhan panjang ikan selar kuning yang cepat terjadi pada umur muda dan semakin lambat seiring dengan bertambahnya umur sampai mencapai panjang asimtotik, dimana ikan

tidak akan bertambah panjang lagi. Pertumbuhan cepat bagi ikan yang berumur muda terjadi karena energi yang didapatkan dari makanan sebagian besar digunakan untuk pertumbuhan. Pada ikan tua energi yang didapatkan dari makanan tidak lagi digunakan untuk pertumbuhannya, tetapi hanya digunakan untuk mempertahankan dirinya dan mengganti sel-sel yang rusak (Jalil et al.

2001).

Terjadinya perbedaan kecepatan pertumbuhan tersebut dipengaruhi oleh ketersediaan makanan di lingkungan hidup ikan, karena kecepatan pertumbuhan terseut akan berbeda pada tahun yang berbeda juga, terutama pada ikan yang masih muda ketika kecepatan tersebut relatif lebih cepat dibandingkan dengan ikan yang sudah besar. Cepatnya pertumbuhan dan pendeknya umur ikan mengindikasikan laju kematian yang cukup tinggi. Hal tersebut dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam pengelolaan sumberdaya ikan.

Ukuran Pertama Kali Matang Gonad

Hasil penelitian mengenai ukuran pertama kali matang gonad ikan selar kuning di Perairan Selat Sunda dengan menggunakan metode Spearman-Karber untuk ikan selar kuning betina berkisar 131,3933–134,6406 mm dan ikan selar kuning jantan berkisar 156,1046–159,7549 mm yang menunjukkan ikan selar kuning betina lebih cepat matang gonad dibandingkan dengan ikan selar kuning jantan. Selama penelitian ikan betina lebih banyak ditemukan telah mencapai ukuran pertama kali matang gonad dibandingkan ikan jantan (Tabel 8).

Tabel 8. Jumlah ikan selar kuning yang telah mencapai ukuran pertama kali matang gonad selama penelitian

Waktu sampling Betina Jantan Kisaran panjang Jumlah pencapaian ukuran matang gonad

Kisaran panjang

Jumlah pencapaian ukuran matang gonad

18/06/2013 130-161 44 122-160 2 07/07/2013 128-161 28 134-154 0 28/07/2013 93-95 0 76-112 0 16/08/2013 102-164 13 94-147 0 05/09/2013 129-165 28 127-159 3 28/09/2013 109-172 39 106-174 4 13/10/2013 110-150 9 107-140 0

Adanya perbedaan kecepatan tumbuh serta adanya perbedaan kondisi perairan menyebabkan ikan-ikan muda yang berasal dari telur yang menetas pada waktu yang bersamaan akan mencapai tingkat kematangan gonad pada ukuran yang berlainan. Dengan demikian, dapat diduga bahwa ikan selar kuning betina di Perairan Selat Sunda lebih cepat mengalami matang gonad dibandingkan ikan selar kuning jantan untuk mempertahankan kelestariannya dalam suatu populasi. Perbedaan ukuran pertama kali matang gonad pada setiap jenis ikan disebabkan oleh adanya perbedaan jumlah contoh yang diambil, panjang maksimum dan minimum serta frekuensi ikan yang matang gonad (Sivakami et al. 2001).

Pada penelitian lain mengenai ikan selar di perairan Laut Utara Rembang yang dilakukan oleh Krissunari (1994) diperoleh ukuran pertama kali matang

gonad ikan selar betina sebesar 161 mm dengan kisaran 153 – 169 mm dan untuk ikan selar kuning jantan sebesar 191 mm dengan kisaran 183 – 200 mm. Selain itu, Widodo dan Suarso (1993) melakukan penelitian di perairan Laut Jawa dengan sampel berasal dari perairan lepas pantai Laut Jawa memperoleh ukuran pertama kali matang gonad untuk ikan betina sepanjang 180 mm dan ikan jantan 200 mm. Penelitian Krissunari (1994) serta Widodo dan Suarso (1993) menunjukan ikan betina mulai matang gonad pada ukuran yang lebih kecil dibandingkan dengan ikan jantan. Ikan selar kuning yang terdapat di perairan Selat Sunda tahun 2013 memiliki ukuran yang lebih kecil dibandingkan yang tertangkap di perarian utara Rembang tahun 1992 dan perairan lepas pantai Laut Jawa tahun 1993. Perbedaan ukuran juga dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, kelimpahan dan ketersediaan makanan, suhu, cahaya pada tiap perairan yang berbeda-beda (Nikolsky 1963).

Nisbah Kelamin

Jenis kelamin betina dan jantan ditentukan secara morfologi dengan mengamati bentuk dan warna gonad ikan tersebut. Proporsi kelamin ikan selar kuning betina dan jantan selama pengamatan (Tabel 9).

Tabel 9. Proporsi kelamin ikan selar kuning betina dan jantan

Sampling ∑ ikan (ekor) Rasio Betina (%) Jantan (%) X hitung X tabel Uji Chi-square 18 Juni 2013 89 1: 0,978 1: 0,8 1 : 25 1 : 1,895 1 : 0,828 1 : 1,194 1 : 0,694 1 :1,242 0,506 0,494 8,793 3,182 Tidak Seimbang 7 Juli 2013 54 0,556 0,444 1,005 4,303 Seimbang

28 Juli 2013 52 0,038 0,962 22,167 12,706 Tidak Seimbang

16 Agustus 2013 55 0,345 0,655 7,886 3,182 Tidak Seimbang

5 September 2013 53 0,547 0,453 5,085 3,182 Tidak Seimbang

28 September 2013 136 0,456 0,544 14,139 3,182 Tidak Seimbang

13 Oktober 2013 61 0,590 0,410 5,879 4,303 Tidak Seimbang

Keseluruhan 500 0,446 0,554 40,446 3,182 Tidak Seimbang

Hasil pengamatan rasio kelamin ikan selar kuning yaitu (gambar 11 dan 12):

Gambar 12. Rasio total ikan selar kuning selama penelitian

Rasio ikan contoh pada PPP Labuan Banten selama bulan Juni sampai Oktober 2013 (500 ekor) yang terdiri dari 223 ekor ikan selar kuning betina (45%) dan 277 ekor ikan selar kuning jantan (55%) (gambar 11). Berdasarkan Gambar 11 dan Tabel 10 diketahui rasio ikan selar kuning betina dan jantan pada setiap sampling berbeda-beda. Pada pengambilan ikan contoh pertama, kedua, kelima dan ketujuh proporsi jenis kelamin betina lebih mendominasi daripada jantan. Sedangkan pada pengambilan ikan contoh ketiga, keempat dan keenam proporsi jenis kelamin jantan lebih mendominasi daripada betina. Melalui uji chi-square

diperoleh hasil bahwa proporsi betina dan jantan pada pengambilan ikan contoh tersebut tidak seimbang atau tidak pada perbandingan 1:1 karena Xhitung > Xtabel. Kecuali pada pengambilan contoh kedua diperoleh hasil uji chi-square seimbang antara proporsi betina dan jantan sebesar 1:1 karena Xhitung < Xtabel.

Proporsi kelamin secara keseluruhan ikan selar kuning betina lebih kecil dibandingkan ikan jantan dengan perbandingan 1:1,242 (Gambar 12). Setelah dilakukan uji chi-square diperoleh hasil proporsi ikan selar kuning betina dan jantan di perairan Selat Sunda dalam keadaan tidak seimbang, kecuali pada pengambilan contoh kedua tanggal 7 Juli 2013 dimana proporsi dalam keadaan yang seimbang. Namun secara keseluruhan berada dalam keadaan tidak seimbang. Keadaan tidak seimbangnya rasio kelamin ini dapat diduga karena ikan selar kuning jantan dan betina yang tidak berada dalam satu area pemijahan, sehingga peluang tertangkapnya berbeda.melihat rasio kelamin pada pengambilan sampel bulan Juni-Juli terlihat perbandingan mendekati 1:1 yang diduga musim pemijahan terjadi pada selang waktu ini atau sebelumnya. Keseimbangan rasio kelamin dapat berubah menjelang pemijahan. Pada waktu melakukan ruaya pemijahan, populasi ikan didominasi oleh ikan jantan, kemudian menjelang pemijahan populasi ikan jantan dan betina berada dalam kondisi seimbang, lalu didominasi ikan betina. Secara keseluruhan dapat disebutkan bahwa populasi ikan selar kuning bukan dalam musim pemijahan. Pada penelitian yang dilakukan oleh Sumadiharga dan Hukom tahun 1991 di perairan Maluku diperoleh hasil ikan betina lebih tinggi hanya pada bulan Februari sedangkan pada bulan lainnya didominasi oleh ikan jantan. Perbandingan betina dan jantan adalah 57,3% : 42,7%. Menurut Thanh (2011) umumnya perbedaan jumlah ikan betina dan jantan yang tertangkap oleh nelayan berkaitan dengan pola tingkah laku ruaya ikan, baik untuk memijah maupun mencari makan. Hal ini diduga karena terkait dengan proses alamiah dari strategi reproduksi ikan, yaitu jumlah ikan jantan lebih banyak dibutuhkan untuk memenuhi kuantitas sperma dalam menunjang keberhasilan reproduksi, meskipun belum diketahui secara pasti komposisi jantan dan betina dalam pemijahan. Hal itu berhubungan dengan fertilisasi eksternal ikan yang memiliki faktor penghambat fertilisasi yang sangat besar, seperti faktor

45 %

55 %

lingkungan dan predator, maka kuantitas sperma yang dibutuhkan untuk membuahi sel telur harus berada dalam jumlah besar.

Tingkat Kematangan Gonad

Tingkat kematangan gonad ikan menunjukkan perkembangan gonad ikan selar kuning betina dan jantan selama penelitian di perairan Selat Sunda (Gambar 13).

(A) (B)

Gambar 13. Tingkat kematangan gonad ikan selar kuning betina (A) dan jantan (B) pada tiap waktu pengambilan sampel

Sebagian besar ikan yang diperoleh selama penelitian dalam keadaan belum matang gonad karena berada pada TKG I dan II (Gambar 13). Ikan yang telah matang gonad yakni berada pada TKG IV untuk ikan selar kuning betina banyak ditemukan pada bulan Juni dan Juli 2013, sedangkan ikan selar kuning jantan matang gonad ditemukan pada bulan Juli 2013.

(A)

(B)

Gambar 14. Tingkat kematangan gonad ikan selar kuning betina (A) dan jantan (B) tiap selang kelas

0% 20% 40% 60% 80% 100% 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 FR ( %) Selang kelas (mm) 0% 20% 40% 60% 80% 100% 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 FR ( %) Selang kelas (mm)

Berdasarkan Gambar 14 menunjukan bahwa TKG IV pada ikan betina dominan terdapat pada selang kelas 122 – 172 mm, sedangkan pada ikan jantan TKG IV dominan terdapat pada selang kelas 127 – 157 mm. Ikan betina memiliki ukuran panjang yang lebih besar saat mengalami matang gonad karena makanan dan energi yang masuk dalam tubuh diutamakan untuk perkembangan gonadnya. Secara keseluruhan, ikan selar kuning betina yang diperoleh selama penelitian memiliki TKG I sebanyak 23% (51 ekor), TKG II sebanyak 29% (65 ekor), TKG III sebanyak 27% (60 ekor), TKG IV sebanyak 18% (41 ekor) dan TKG V sebanyak 3% (6 ekor). Sedangkan untuk ikan selar kuning jantan secara

Dokumen terkait