• Tidak ada hasil yang ditemukan

Diperoleh tiga isolat bakteri endofit yang berpotensi untuk menekan mortalitas nematoda secara in vitro. Hal ini dapat dilihat pada Table 3.

Tabel 3. Hasil penapisan bakteri endofit yang berpotensi mengendalikan nematoda Meloidogyne spp.pada uji in vitro.

No. Jenis Bakteri Mikroskopis

1. Bacillus spp.1

2 Pseudomonas spp.

3. Bacillus sp.2

Keterangan: (1). Sel bakteri dan (2).Endospora bakteri

1 2

1

2 1

Secara in vitro diperoleh tiga isolat bakteri berpotensi mengendalikan Meloidogyne spp. Isolat bakteri diuji fisiologi, morfologi untuk dapat menentukan genus bakteri (Tabel 4.). Dari urutan pengujian diperoleh: (1). Bacillus spp.1. Bentuk selnya batang, diameter koloni berkisar 0,5-2 µm. Koloni muncul di atas permukaan media NA. Warna koloni putih. Termasuk ke dalam gram positif. Motil, katalase positif, dapat tumbuh pada media yang diberi 5 % NaCL, sitrat negatif, glukosa positif. Suhu optimum untuk pertumbuhannya 60-80 0C. dapat tumbuh pada kondisi aerobik dan anaerobik. Hal ini sesui dengan pernyataan Braun (1999) yang menyatakan Bacillus spp. selnya berbentuk basil, ada yang tebal dan tipis. Biasanya bentuk rantai atau terpisah. Sebagian motil dan ada pula yang non motil. Semua membentuk endospora yang berbentuk bulat dan oval. Merupakan jenis kelompok bakteri termofilik yang dapat tumbuh pada kisaran suhu 45 – 55 °C dan mempunyai pertumbuhan suhu optimum pada suhu 60 – 80 °C. Bakteri ini termasuk bakteri gram positif, katalase positif yang umum ditemukan di tanah. Bacillus spp. mempunyai kemampuan untuk membentuk endospora yang protektif yang memberi kemampuan bakteri tersebut mentolerir keadaan yang ekstrim. Bakteri ini diklasifikasikan sebagai obligat anaerob. Sporanya dapat tahan terhadap panas tinggi yang sering digunakan pada makanan dan bertanggung jawab terhadap kerusakan pada roti.

Table 4. Karakteristik bakteri endofit

No Jenis bakteri Bentuk koloni

Tepi koloni Elevasi koloni Warna koloni Bentuk dan penataan sel Pewarnaan gram

1. Bacillus sp.1 bundar Bergelombang rata Putih Batang + 2. Pseudomonas s.. bundar Bergelombang rata Putih Batang - 3. Bacillus sp.2 bundar Bergelombang rata Putih Batang +

(2). Pseudomonas spp.Bentuk selnya berupa batang lurus. Koloni bakteri berwarna putih, permukaan koloni mengkilat rata dengan tepi bergelombang. Termasuk ke dalam bakteri gram negatif, motil dan katalase positif. Hal ini sesui dengan Braun (1999) yang menyatakan Pseudomonas spp. berbentuk batang

dengan ukuran sekitar 0,6 x 2 μm. Bakteri ini terlihat sebagai bakteri tunggal atau berpasangan bacill dan terkadang membentuk rantai yang pendek. Termasuk bakteri gram negatif, bersifat aerob, katalase positif, oksidase positif, tidak mampu memfermentasi tetapi dapat mengoksidasi glukosa/karbohidrat lain. Bakteri ini tidak berspora, tidak mempunyai selubung (sheat) dan mempunyai flagel monotrika (flagel tunggal pada kutub) sehingga selalu bergerak.

(3) Bacillus spp. 2 Bentuk selnya batang, diameter koloni berkisar 0,5-2 µm. koloni muncul di atas permukaan media NA. Warna koloni putih. Termasuk ke dalam gram positif. Secara fisiologis bakteri Bacillus spp.2 memiliki panjang sel lebih pendek dengan batang lurus di banding Bacillus spp.1 memiliki batang lebih panjang dan melengkung. Hal ini sesui dengan Frobisher (1997) yang menyatakan genus Bacillus merupakan species anaerob sampai aerob fakultatif . Memperoleh enzim klatalase yang memecah hidrogen peroksida menjadi air dan oksigen. Termasuk garam positif dan menghasilkan endospora pada suhu 80 0C. menunjukan warna violet pada perwanaan gram dan penataan sel bacill berkelompok atau tunggal serta bentuk sel panjang melengkung maupun pendek. Pengaruh bakteri endofit terhadap laju pertambahan tinggi tanaman tembakau

Bakteri endofit yang diaplikasikan pada perakaran tembakau semuanya signifikan dapat meningkatkan laju pertambahan tinggi tanaman tembakau pada 7 mst. Bakteri Pseudomonas spp. terbukti nyata meningkatkan laju pertambahan

tinggi tanaman tembakau sebesar 1,270 cm di banding kontrol (Tabel 5). Pseudomonas merupakan bakteri yang berpotensi sebagai PGPR (Plant Growth Promoting Rizobacteria) yang berfungsi dan bertanggung jawab dalam kelarutan hara fosfat, nitrogen, mineral lain dan senyawa fitohormon maupun senyawa ekstra seluler yang dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman. Bacon & Hinton (2007) menyatakan bakteri endofit dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman dengan menyediakan nutrisi bagi tanaman seperti nitrogen, fosfat, dan mineral lain serta menghasilakan hormon pertumbuhan seperti etilen, auxin dan sitokinin. Tabel 5. Pengaruh pemberian bakteri endofit terhadap laju pertambahan tinggi

(cm) tanaman tembakau 1-7 mst.

Perlakuan Laju pertambahan tinggi tanaman tembakau (cm) 1 mst 2 mst 3 mst 4 mst 5 mst 6 mst 7 mst Kontrol 0,068c 0,950c 1,018c 1,116b 1,132c 1,142c 1,166c

Bacillus spp.1 0,084c 1,006b 1,074bc 1,136b 1,156b 1,174b 1,198b

Pseudomonas s.. 1,022a 1,122a 1,192a 1,214a 1,232a 1,254a 1,270a

Bacillus spp.2 0,882b 0,994b 1,090b 1,120b 1,152bc 1,176b 1,194b

Keterangan : Angka yang diikuti notasi huruf yang sama pada tabel yang sama tidak berbeda nyata pada uji jarak Duncan 5 %.

Bakteri Bacillus spp.1 dan Bacillus spp.2 tidak berbeda nyata dalam meningkatkan laju pertambahan tinggi tanaman tembakau pada 7 mst. Hal ini dikarenakan kesamaan genus dari bakteri endofit, sehingga terjadi banyak kesamaan kegiatan fisiologi bakteri dalam tanaman. Hal yang sama juga dinyatakan Harni et al. (2011) pemberian bakteri endofit yang memiliki genus yang sama tidak menujukkan beda nyata antar perlakuan satu genus. Senyawa yang sama memiliki fungsi yang sama untuk meningkatkan kelarutan hara dan fitohormon yang sama.

Berdasarkan uji statistik bakteri Pseudomonas jauh lebih unggul dibanding Bacillus dalam peningkatan laju pertambahan tinggi tanaman. Hal ini dikarenakan

bakteri Pseudomonas lebih bertanggung jawab terhadap kelarutan hara dan membebaskan unsuh hara yang tidak tersedia menjadi tersedia bagi tanaman. Pseudomonas dapat membebaskan unsur hara yang terikat seperti fosfat namun kemampuan ini tidak dimiliki oleh Bacillus sehingga bakteri Pseudomonas lebih unggul dibanding Bacillus dalam meninggkatkan laju pertambahan tinggi tanaman tembakau. Bacon & Hinton (2007) menyatakan bahwa bakteri endofit Pseudomonas dapat menginduksi pertumbuhan secara langsung dengan cara melarukan unsur hara tanaman seperti nitrogen, fosfat dan yang lainya yang dibutuhkan tanaman. Berbeda dengan Bacillus Harni et al. (2007) melaporkan penggunaan Bacillus tidak dapat meningkatkan pertumbuhan namun memiliki kemampuan tinggi menekan faktor reproduksi nematoda

Laju pertambahan tinggi terendah terdapat pada perlakuan kontrol yaitu 1,166 cm pada 7 mst. Hal ini dikarenakan perlakuan kontrol hanya diinokulasikan 500 ekor nematoda tanpa adanya penginokulasian bakteri endofit. Keberadaan nematoda jaringan akar menyebabkan hambatan pada penyerapan unsur hara yang menyebabkan penurunan laju pertumbuhan tanaman. Kerusakan akar seperti nekrotik dan terbentuknya puru menyebabkan terhambatnya perkembangan akar dan daya serap hara oleh akar sehingga berdampak pada perkembangan tajuk,

tinggi tanaman, dan kandungan klorofil tanaman (Gambar 5). Mustika et al. (1995) menyatakan gejala infeksi nematoda pada jaringan tanaman

yaitu rusaknya jaringan dan perubahahan warna daun tanaman. Selain menghambat pertumbuhan tanaman serangan nematoda akan merusak klorofil dan sirkulasi air sehingga tanaman akan terganggu dalam transportasi air dan mengalami layu di siang hari.

Gambar 5. Pengaruh bakteri endofit terhadap tinggi tanaman tembakau. (a). perlakuan kontrol, (b). pemberian bakteri endofit Bacillus spp.1, (c). pemberian bakteri endofit Pseudomonas spp.dan (d). pemberian bakteri endofit Bacillus s..2.

Pengaruh pemberian bakteri endofit terhadap laju pertambahan jumlah daun pada tanaman tembakau

Bakteri Pseudomonas spp.terbukti dapat meningkatkan laju pertambahan jumlah daun dari 1-7 mst, namun Bacillus spp.1 dan Bacillus spp.2 tidak berbeda nyata terhadap laju pertambahan jumlah daun tanaman tembakau (Tabel 6). Hal ini dikarenakan bakteri golongan Pseudomonas spp.terbukti mampu dalam membantu kelarutan hara seperti nitrogen, fosfat dan kalium. Unsur hara esensial tersebut bertanggung jawab dalam peningkatan pertumbuhan generatif maupun vegetatif tanaman terutama nitrogen.

Pertambahan laju jumlah daun sangat dipengaruhi oleh unsur hara nitrogen yang bertanggung jawab dalam penyusunan klorofil dan turgiditas sel serta penambahan jumlah daun. Tanaman tembakau yang telah diinokulasi dengan bakteri endofit Pseudomonas spp.menunjukkan laju pertambahan jumlah daun lebih tinggi di banding perlakuan dengan bakteri endofit Bacillus. Hal ini sesuai dengan Setiawati et al. (2008) menyatakan dari penelitian yang telah dilakukan

dari tahun 2002-2007 diperoleh dua jenis bakteri endofitik penambat N2 unggul yaitu Pseudomonas sp. dan Acinetobacter sp. yang mempunyai aktivitas nitrogenase tinggi yaitu sebesar 254,0 dan 263,5 nmol C2H4 g-1 BK jam-1. Bakteri tersebut dapat meningkatkan serapan N, bobot kering, penambahan jumlah daun dan rumpun serta hasil tanaman padi.

Tabel 6. Pengaruh pemberian bakteri endofit terhadap laju pertambahan jumlah daun tanaman tembakau 1-7 mst.

Perlakuan

Laju pertambahan jumlah daun tanaman tembakau (helai)

1 mst 2mst 3mst 4mst 5mst 6mst 7mst

Kontrol 1b 1b 1b 1b 1b 1b 1b

Bacillus spp.1 1b 1b 1b 1b 1b 1b 1b Pseudomonas s.. 2,2a 2,2a 2,2a 2,2a 2,2a 2,2a 2,2a Bacillus spp.2 1b 1b 1b 1b 1b 1b 1b Keterangan : Angka yang diikuti notasi huruf yang sama pada tabel yang sama

tidak berbeda nyata pada uji jarak Duncan 5 %.

Secara visual bakteri endofit terbukti mampu meningkatkan pertambahan luas daun (Gambar 6). Hal ini dikarenakan kemampuan endofit meningkatkan hormon pertumbuhan seperti auksin dan sitokinin yang berfungsi sebagai perangsang pembentukan tunas dan pemanjangan sel. Hormon sitokinin bertanggungjawab dalam pemanjangan sel, pertambahan sel, dan merangsang pertumbuhan tunas dan tajuk tanaman sedangan auksin berfungsi dalam pembentukkan dan perkembangan akar. Thakuria et al. (2004); Sturz & Nowak, (2000); Surette et al. (2003) menyatakan bakteri endofit dapat menginduksi ketersedian nutrisi dan hormon pertumbuhan seperti auksin dan sitokinin. Bakteri endofit Pseudomonas putida penghasil auksin yang diisolasi dari Brassica dapat meningkatkan tinggi tanaman 56,6%, jumlah daun, diameter batang 11% dan pembentukan cabang 35, 7% dibanding kontrol (Surette et al., 2003).

Gambar 6. Penambahan luas dan panjang daun ke-3 termuda tanaman tembakau yang diberikan bakteri endofit (a). perlakuan kontrol, (b). pemberian bakteri endofit Bacillus spp.1, (c). pemberian bakteri endofit Pseudomonas spp.dan (d). pemberian bakteri endofit Bacillus s..2. Pengaruh bakteri endofit terhadap bobot basah akar, bobot kering akar, populasi akhir nematoda, faktor reproduksi, dan keparahan penyakit pada tanaman tembakau.

Hasil penelitian potensi bakteri endofit untuk mengendalikan Meloidogyne spp.menunjukan semua isolat bakteri endofit terbukti meningkatkan

berat basah akar, berat kering akar, menurunkan popupasi akhir nematoda, faktor reproduksi nematoda dan keparahan penyakit tanaman tembakau (Tabel 7). Bakteri endofit terbukti dapat mengurangi pengaruh infeksi nemataoda sehingga bobot basah dan bobot kering tanaman tembakau meningkat jika dibandingkan perlakuan kontrol. Penambahan bobot basah terbesar terdapat pada isolat Bacillus spp.1 sebesar 18,614 g dan Pseudomonas spp.sebesar 19,188 g namun keduanya tidak berbeda nyata serta diikuti bakteri endofit Bacillus spp.2 sebesar 15,108 g.

A

C

B

Bakteri Bacillus s..1 dan Pseudomonas spp.tidak menunjukan beda nyata antar perlakuan diakarenakan kemampuan kedua genus bakteri tersebut memiliki potensi yang sama sebagai PGPR yang dapat meningkatkan kelarutan hara dan peningkatan fitohormon tanaman. Bacillus spp. dan Pseudomonas spp. juga diketahui memacu pertumbuhan tanaman, meningkatkan ketahanan tanaman terhadap penyakit dan akhirnya mampu meningkatkan hasil tanaman (van Loon, 2000; Broadbent et al., 1977).

Aktivitas mikroba sebagai PGPR dapat melalui mekanisme meningkatkan pelarutan dan penyerapan unsur hara dan atau menghasilkan senyawa pengatur pertumbuhan tanaman (Moeinzadeh et al., 2010, Prasanna Reddy & Rao, 2009). Menurut Park et al. (2009), P. fluorescens RAF 15 mampu melarutkan posfat dan menghasilkan IAA, yang dapat memacu pertumbuhan tanaman. Kemampuannya menghasilkan IAA dapat digunakan sebagai kriteria utama dalam memilih PGPR, karena IAA akan mempengaruhi panjang akar, luas permukaan akar dan jumlah ujung akar (Viti et al., 2010).

Penambahan bobot kering terbesar terdapat pada isolat Bacillus spp.1 sebesar 10,370 g, diikuti Pseudomonas spp. sebesar 7,380 g, dan Bacillus spp.2 sebesar 6,310 g (Tabel 7). Hal ini dikarenakan Bacillus spp. merupakan salah satu bakteri endofit yang dapat berperan sebagai PGPR. Bakteri ini dapat menghasilkan senyawa fitohormon dan peningkatan kelarutan hara pada tanaman. Menurut San-Lang et al. (2008), Bacillus juga mampu menghasilkan senyawa fitohormon seperti auksin, sitokinin, etilen, giberelin dan asam absisat yang mampu merangsang pertumbuhan tanaman, dan akhirnya berdampak pula pada peningkatan hasil.

Tabel 7. Pengaruh bakteri endofit terhadap bobot basah akar, bobot kering akar, populasi akhir nematoda, faktor reproduksi, dan keparahan penyakit pada tanaman tembakau.

Perlakuan Berat basah akar (g) Berat kering akar (g) Populasi akhir nematoda (ekor) Faktor reproduksi nematoda (ekor) Keparahan penyakit (%) Kontrol 11,390c 5,202c 551,8420a 1,09300a 67,2a Bacillus spp.1 18,614a 10,370a 72,2336c 0,14460c 53,6b Pseudomonas spp. 19,188a 7,380b 79,5054c 0,15900c 41,4c Bacillus spp.2 15,108b 6,310bc 132,8072b 0,26560b 44,4c Keterangan : Angka yang diikuti notasi huruf yang sama pada tabel yang sama

tidak berbeda nyata pada uji jarak Duncan 5 %.

Bakteri endofit bertanggung jawab terhadap peningkatan pertumbuhan seperti tinggi tanaman, berat tajuk dan berat akar serta bobot tanaman. Hal ini disebabakan oleh penekanan populasi nematoda oleh bakteri endofit, sehingga kerusakan akar berkurang. Bakteri endofit dapat merangsang pembentukan akar lateral dan jumlah akar sehingga dapat memperluas penyerapan unsur hara (Vasudevan et al., 2002).

Bacillus spp.1 dan Pseudomonas spp. terbukti menekan populasi akhir nematoda dibanding kontrol, namun kedua perlakuan tidak menunjukan beda nyata. Populasi akhir pada pemberian Bacillus spp.1 sebesar 72,23 ekor dan Pseudomonas spp sebesar 79,50 ekor. Bacillus dan Pseudomonas menghasilkan enzim protease dan kitinase. Enzim protease yang dihasikan bakteri endofit berperan dalam mendegradasi dinding sel patogen. Siddiqui dan Shaukat (2003) melaporkan bahwa filtrat bakteri P. fluorescens yang mengandung protease dapat menurunkan penetasan telur M. javanica. Disamping berfungsi untuk mendegradasi dinding sel patogen, protease dapat digunakan bakteri melakukan penetrasi secara aktif ke dalam jaringan tanaman terutama bakteri yang bersifat endofit. Benhamou et al. (1996) melaporkan enzim selulase dan pektinase yang

dihasilkan oleh P. fluorescens, dapat digunakan oleh bakteri untuk mengkolonisasi daerah intersellular jaringan korteks akar.

Seluruh isolat bakteri endofit terbukti dapat menekan faktor reproduksi nematoda di banding kontrol. Bacillus spp. 1 memiliki nilai faktor reproduksi 0,144 dan Pseudomonas spp. sebesar 0,159, namun kedua perlakuan ini tidak menunjukan beda nyata diikuti Bacillus spp. 2 sebesar 0,265 ekor. Ketiga isolat bakteri endofit dapat menurukan faktor reproduksi nematoda sampai ˂1, yang

didefenisikan tanaman uji bukan inang Meloidogyne. Pada perlakuan control nilai faktor reproduksi ˃1, yang didefenisikan tanaman yang diuji inang Meloidogyne. Hal ini dikarenakan bakteri Bacillus dapat menghasilkan enzim kitinase. Enzim ini dihasilkan bakteri antagonis untuk mengendalikan patogen terutama patogen tular tanah, karena enzim ini dapat mendegradasi dinding sel patogen yang disusun oleh senyawa kitin, seperti dinding sel jamur dan nematoda. Oku (1994) melaporkan bahwa aktifitas kitinase berkorelasi positif terhadap tingkat indiksi ketahanan sitemik. Kitinase berperan dalam ketahanan terhadap serangan patogen dengan menghambat pertumbuhan patogen dengan menghidrolisis dinding sel patogen, pelepasan transmisi endogen yang kemudian memacu reaksi ketahanan sitemik tanaman inang sehingga terjadi hambatan invasi patogen.

Ketiga isolat bakteri endofit terbukti dapat menekan keparahan penyakit Meloidogyne spp. pada tanaman tembakau dibanding kontrol. Bakteri endofit Bacillus spp. 2 dapat menekan keparahan penyakit sebesar 44,4% tidak berbeda nyata dengan bakteri Pseudomonas sebesar 41,4% dan diikuti oleh Bacillus spp. 1 sebesar 53,6% dibanding kontrol sebesar 67,2% . Hal ini karena bakteri endofit Bacillus dan Pseudomonas menghasilkan enzim ekstra seluler seperti HCN yang

dapat menghambat penetasan dan perkembangan nematoda. Hidrogen cianida (HCN) merupakan senyawa metabolit sekunder yang dihasikan oleh bakteri Pseudomonas dan Bacillus. HCN ini diketahui sebagai senyawa yang berfungsi sebagai badan pertahanan antibiotik tanaman dalam menekan keberadaan patogen. HCN merupakan senyawa nematisidal yang mempunyai korelasi dengan aktifitas antagonis secara in vitro. Senyawa ini berfungsi sebagai penghambat perkembangan maupun penetasan nematoda. Hal ini sesuai dengan Mena dan Pimetel (2002) yang menyatakan HCN yang dihasilkan Pseudomonas kelompok fluorescens maupun klompok Bacillus dapat mengendalikan berbagai patogen, diantaranya Phytium ultimum pada bit gula (Wiyono, 2004), B. subtilis dapat menekan penyakit akar gada pada caisim (Widodo,1993) dan HCN antibiotik yang dihasilkan bakteri Corynebacterium paurometabolu dapat membunuh larva nematoda dan menghambat penetasan telur.

Penekanan keparahan penyakit oleh bakteri antagonis diduga berkaitan dengan berbagai mekanisme yang dimilikinya. Bakteri antagonis P. fluorescens dilaporkan mampu menghasilkan metabolit sekunder antara lain

siderofor, pterin, pirol, dan fenazin. Siderofor dapat berperan sebagai fungistasis dan bakteriostatis maupun nematisidal (Soesanto, 2008), serta menginduksi ketahanan sistemik tanaman (Park et al., 2009).

Neilands dan Leong (1986) menyatakan semua Pseudomonas pendarfluor dapat menghasilkan siderofor sejenis pseudobaktin yang masing-masing berbeda dalam hal jumlah dan susunan asam amino dalam rantai peptide. Pseudomonas pendarfluor yang diisolasi dari tanah yang secara alami menekan pertumbuhan nematoda dengan cara meningkatkan senyawa fenolik sehingga nematoda akan

sulit melakukan penetrasi. Wong & Baker (1984) menyatakan senyawa ini sangat efektif untuk nematoda yang berpindah. Senyawa ini membuat lingkaran toksik pada nematoda sehingga tidak dapat menyebar. Kemampuan siderofor mengikat besi (III) merupakan pesaing terhadap mikroorganisme lain, banyak bukti-bukti yang menyatakan bahwa siderofor berperan aktif dalam menekan pertumbuhan mikroorganisme patogen (Fravel, 1988). Senyawa ini dihasilkan oleh Pseudomonas dan Bacillus untuk mengendalikan patogen tular tanah.

Menurut Mehrotra (1980), mekanisme penekanan oleh genus Bacillus spp.adalah antibiosis, dengan menghasilkan antibotika bulbiformin yang beracun terhadap nematoda. Lebih lanjut Braun (1946) mengatakan sejumlah antibiotika yang telah diisolasi dari B. subtilis antara lain basitrasin, subtilin, dan basilin. Mehrotra (1980) mengatakan bahwa B. subtilis mempunyai antibiotika yang disebut bulbiformin yang mampu menghambat pertumbuhan patogen tanah. Suatu tipe B. subtilis yaitu B. nato menghasilkan antibiotika basitrasin yang dapat menghambat pertumbuhan nematoda.

Bakteri Bacillus spp. juga penghasil asam salisilat. yang berfungsi dalam peningkatan pertahanan tanaman. Melalui sinyal trasduksi-independen dari asam salisilat yang terakumulasi di akar, hal ini menjadikan aktifnya ISR pada akar tanaman. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hasky-Gunther et al. (1998) mempelajari ekspresi protein pada ISR yang diinduksi bakteri pada kentang terserang G. palida. Hasil ekspresi protein ISR pada tanaman kentang yang diinokulasikan bakteri Bacillus B43 memperlihatkan novel band protein (38Kda) sama dengan pola PR-protein. .

Perlakuan kontrol menujukan gejala kekurangan unsur hara pada tajuk (Gambar 8) dan terjadinya puru dan nekrotik pada akar (Gambar 9). Hal ini dikarenakan perlakuan ini hanya diinokulasikan nematoda saja sebanyak 500 ekor/pot tanpa ada pemberian bakteri endofit, sehingga tanaman yang terserang nematoda akan menunjukan gejala kekurangan hara dan kerusakan berat pada akar terserang. Hal ini sesuai dengan Mustika et al. (1995) yang menyatakan gejala nematoda di atas permukaan tanah terlihat pertumbuhan tanaman terhambat, pinggiran daun menjadi khlorosis pada serangan hebat daun akan kelihatan berwarna merah kekuningan. Selain menghambat pertumbuhan tanaman

nematoda juga menurunkan kandungan klorofil sebesar 5,89%-26,91% (Sriwati, 1999).

Agrios (1997) menyatakan nematoda memperoleh makanan dengan cara mengonsumsi sel akar. Hal ini akan mengurangi kemampuan menyerap hara dan air. Disamping itu tanaman akan kekurangan zat pengatur tumbuh karena serangan nematoda berawal dari ujung akar. Ketika nematoda menyerang tanaman mengeluarkan selulase dan pektinase yang mampu mendegradasi sel sehingga pecah. Hal ini menyebabkan auksin tidak aktif dan memghambat pembentukan dan bobot akar.

Gambar 8. Pengaruh pemberian bakteri endofit untuk mengendaliakan nematoda (A). perlakuan B0 (kontrol), (B). perlakuan B1 (Bacillus sp 1.), (C). perlakuan B2 (Pseudomonas sp.) dan perlakuan B3 (Bacillus sp. 2).

Gambar 9. Kerusakan jaringan akar dan bagian tanaman akibat nematoda. (A). nematoda dan paket telur nematoda yang muncul pada permukaan tanaman serta gejala nekrotik pada akar yang terserang, (B). Puru akar pada akar tanaman. Ket: tanda menunjukkan nekrotik dan puru pada akar

Gambar 8. Menunjukan kejala kerusakan tanaman akibat serangan nematoda diatas tanah seperti gejala klorosis dan nekrotik, sedangkan gejala dibawah tanah dapat dilihat puru dan luka – luka nekrotik akar akibat stilet nematoda (Gambar 9). Mustika et al. (1995) yang menyatakan gejala infeksi nematoda pada jaringan tanaman yaitu rusaknya jaringan dan perubahahan warna

A

A B

B

daun tanaman. Selain menghambat pertumbuhan tanaman serangan nematoda akan merusak klorofil dan sirkulasi air sehingga tanaman akan terganggu dalam transportasi air dan mengalami layu di siang hari.

Gambar 10. (A) dan (B) irisan membujur akar terserang nematoda. (a). lubang disebabkan oleh nematoda pada jangan kortek, (b). nekrosis yang disebakan serangan nematoda pada jangan kotreks, (c). nematoda betina dewasa di dalam jaringan koteks dan endodermis, (d). paket telur nematoda yang masih terbungkus massa glatinus menjorok keluar dari epidermis, (e). pembesaran sel akibat terjadinya gal pada

A a b c d e a c e f B

jangan endodermis, kortek dan epidermis dan (f). pecahnya epidermis akar karena bekas tusukan nematoda dan lunaknya jangan tanaman akibat serangan bikimia nematoda.

Pada Gambar 10 dapat kita lihat irisan membujur akar yang terinfeksi nematoda jelas dapat terlihat gejala serangan nematoda puru akar secara mikroskopis adalah pembentukan puru akar. Pembentukan puru akar ini terjadi karena belkas tusukan nematoda dan enzim kimiawi yang dihasilkan nematoda yang berbarengan diinjeksikan nematoda ketika menusukkkan stiletnya ke jaringan tanaman. Gejala pembentukan puru ini merupakan gejala hipertropi pada tanaman.

Agrios (1996) menyatakan Meloidogyne pada stadium II akan menyerang bagian ujung akar yang bersifat meristematik. Sel-sel ini akan selalu mengadakan pembelahan dan pembelahannya dikendalikan oleh senyawa IAA. Pada saat nematoda menyerang tanaman, dari kelenjar subdorsal dikeluarkan enzim protease. Ensim ini akan memecah protein menjadi asam amino. Salah satu jenis asam amino hasil pemecahan adalah triptofan. Triptofan diketahui sebagai prekursor terbentuknya IAA. Semakin banyak IAA yang terbentuk mengakibatkan peningkatan pembelahan sel. Oleh karena itu tanaman akan membentuk sel yang berukuran lebih besar (giant sel). Sebenarnya tujuan pembentukan puru ini bagi tanaman adalah untuk menghambat gerakan nematoda dalam jaringan.

Dokumen terkait