• Tidak ada hasil yang ditemukan

Isolat cendawan patogen yang digunakan diperoleh dari Balai Penelitian Karet Sembawa yang diisolasi dari tanaman terinfeksi R. lignosus di Provinsi Jambi. Cendawan yang digunakan dalam setiap perlakuan ialah cendawan berumur 7 hariyang diinkubasi pada suhu kamar.

Isolasi Mikrob dari Rizosfer dan Jaringan Akar Tanaman Karet Hasil isolasi mikrob dari rizosfer dan jaringan akar tanaman karet diperoleh 131 isolat bakteri dan 28 isolat cendawan, masing-masing terdiri atas 76 isolat bakteri rizosfer, 55 isolat bakteri dari jaringan akar, 13 isolat cendawan dari rizosfer, dan 15 isolat cendawan dari jaringan akar. Berdasarkan pengujian patogenisitas, sebanyak 99 isolat bakteri dan 18 isolat cendawan bersifat non patogen, masing-masing terdiri atas 57 isolat bakteri dari rizosfer, 42 isolat bakteri dari jaringan akar, 8 isolat cendawan dari rizosfer, dan 10 isolat cendawan dari jaringan akar (Tabel 1, Tabel Lampiran 1, dan Tabel Lampiran 2).

Tabel 1 Jumlah isolat mikrob asal rizosfer dan endofit dari jaringan akar

Asal mikrob Mikrob Mikrob non patogen

Bakteri Cendawan Bakteri Cendawan

Rizosfer 76 13 57 8

Jaringan Akar 55 15 42 10

Total 131 28 99 18

Kelimpahan populasi bakteri pada rizosfer maupun pada jaringan akar tanaman menunjukkan populasi yang lebih dominan dibandingkan dengan populasi cendawan. Penelitian sebelumnya menyatakan bahwa pada permukaan daun, populasi bakteri diketahui lebih dominan dibandingkan dengan populasi cendawan dan khamir (Lindow dan Leveau 2002; Lindow dan Brandi 2003). Sementara itu populasi mikrob pada rizosfer lebih melimpah dibandingkan dengan populasi mikrob pada jaringan akar tanaman. Hal ini berkaitan dengan keberadaan nutrisi yang lebih melimpah pada daerah rizosfer karena dipengaruhi oleh adanya eksudat akar. Kolonisasi mikrob pada akar tanaman dipengaruhi oleh adanya senyawa atraktan antara lain berupa asam amino. Oku et al. (2012) menyatakan bahwa kolonisasi Pseudomonas fluorescens Pf0-1 pada akar tanaman tomat dipengaruhi oleh peran asam amino yang dihasilkan oleh akar tanaman yaitu: sisteina, glutamina, isoleusina, lisina, metionina, fenilalanina, prolina, dan serina.

Pemanfaatan agens hayati dalam pengendalian penyakit tanaman karet telah dilakukan sebelumnya dengan mengeksplorasi bakteri rizosfer, rhizoplane, dan endofit (Gazis dan Chaverri 2010; Ikediugwu dan Monday 2012; Noran et al, 2015). Seleksi awal isolat bakteri dilakukan dengan uji patogenisitas pada

13 tanaman tembakau sebagai tanaman indikator. Gejala nekrotik pada daun tembakau menunjukkan bahwa isolat bakteri yang diuji berpotensi menimbulkan penyakit pada tanaman. Tanaman tembakau menghasilkan respons hipersensitif berkorelasi dengan kemampuan bakteri tersebut menyebabkan penyakit pada tanaman inang yang rentan. Uji patogenisitas isolat cendawan dilakukan dengan menggunakan benih padi karena benih padi memberikan respon yang cepat terhadap infeksi patogen yang ditandai dengan gejala nekrotik atau benih tidak berkecambah sempurna.

Potensi Bakteri Antagonis dalam Menghambat Pertumbuhan R. lignosus

Hasil pengujian secara in vitro terhadap 99 isolat bakteri rizosfer dan endofit jaringan akar dipilih 2 isolat bakteri yang mampu menghambat pertumbuhan R. lignosus lebih dari 50%. Kedua isolat bakteri tersebut ialah bakteri rizosfer MR3 dan bakteri endofit ME8, masing-masing mampu menghambat R. lignosus sebesar 70.0% dan 62.5%. Pengujian in vivo pada akar tanaman karet isolat MR3 dan ME8 mampu menekan pertumbuhan R. lignosus masing-masing 100% (Tabel 2 dan Tabel Lampiran 1). Bakteri antagonis yang diperoleh berpotensi dalam mengendalikan R. lignosus pada kondisi in vivo dengan menghambat pertumbuhan miselium pada akar tanaman (Gambar 2).

Tabel 2 Daya hambat bakteri potensial pada percobaan in vitro dan in vivo

Kode isolat Daya hambat (%)

Uji antibiosis (in vitro) Akar tanaman (in vivo)

MR3 62.5 100

ME8 70.0 100

Gambar 2 Perkembangan R. lignosus pada akar tanaman karet tanpa perlakuan bakteri antagonis (A) dan pengaruh perlakuan bakteri antagonis MR3 terhadap penghambatan pertumbuhan R. lignosus pada akar tanaman secara in vivo (B)

Hasil pengujian secara in vivo menunjukkan bahwa kedua isolat bakteri antagonis mampu menekan perkembangan miselium pada akar tanaman. Pada akar tanaman yang telah diinokulasi dengan bakteri antagonis, miselium tidak dapat tumbuh pada permukaan akar. Hal ini mengindikasikan bahwa bakteri antagonis yang diperoleh mampu mengolonisasi jaringan akar dan memiliki

14

kemampuan beradaptasi pada lingkungan dengan baik sehingga R. lignosus tidak mampu mengolonisasi akar tanaman.

Uji Antibiosis

Pada pengujian antibiosis dapat dilihat 2 mekanisme pengendalian patogen yaitu mekanisme kompetisi dan produksi senyawa allelokimia. Pada pengujian ini dapat dilihat bahwa isolat bakteri MR3 memiliki zona bening yang terdapat diantara kedua koloni. Hal ini mengindikasikan bahwa isolat bakteri MR3 menghasilkan senyawa allelokimia dalam menekan pertumbuhan R. lignosus. Isolat bakteri ME8 memiliki kecepatan tumbuh lebih besar dibandingkan dengan R. lignosus sehingga pertumbuhan R. lignosus terhambat. Mekanisme kompetisi ruang dan nutrisi pada isolat ME8 lebih berperan dibandingkan dengan mekanisme produksi senyawa allelokimia (Gambar 3).

Gambar 3 Kemampuan isolat bakteri antagonis dalam menekan pertumbuhan R. lignosus secara in vitro: kontrol (A); isolat bakteri MR3 (B); dan isolat bakteri ME8 (C)

Secara umum, mekanisme agens antagonis dalam menghambat pertumbuhan patogen meliputi kompetisi ruang dan nutrisi, memproduksi senyawa allelokimia yang bersifat menghambat patogen, dan menginduksi ketahanan sistemik (ISR) tanaman inang (Compant et al. 2005). Mekanisme bakteri antagonis dalam mengendalikan patogen tanaman telah diteliti sebelumnya. Bakteri B. amyloliquefaciens diketahui menghasilkan senyawa surfactin, iturin, bacilomycine, azalomycin, acivicin, arthrobactin, rhodutorola acid, valinomycin, stenothricin, enterochelin, dan nocardamin (Wulff et al. 2002). Menurut Soares et al. (2015) selain menghasilkan senyawa antifungal bakteri B. amyloliquefaciens juga diketahui memproduksi hormon pertumbuhan tanaman dan mampu memfiksasi nitrogen di udara. Ribeiro dan Cardoso (2012) menyatakan bahwa isolat B. amyloliquefaciens yang diisolasi dari rizosfer pada tanaman hutan, selain bersifat antagonis juga menunjukkan kemampuan dalam produksi enzim fosfatase, produksi siderofor, dan memfiksasi nitrogen.

Senyawa antifungal yang dihasilkan oleh Bacillus subtilis strain E1R-j dapat mengakibatkan hifa cendawan terselimuti eksudat kemudian membengkak, pecah (lisis), membengkok, keriput dan akhirnya mati (Liu et al. 2009). Hasil penelitian Muharni dan Widjajanti (2011) menunjukkan bakteri Bacillus sp dan B. apiarus yang diisolasi dari rizosfer tanaman karet bersifat antagonis terhadap R. lignosus dengan menghasilkan enzim kitinolitik. Sebagian besar isolat B. subtilis yang

15 diisolasi dari rizosfer di hutan juga memiliki kemampuan dalam produksi siderofor dan enzim fosfatase (Ribeiro dan Cardoso 2012).

Potensi Cendawan Antagonis dalam Menghambat Pertumbuhan R. lignosus

Hasil pengujian in vitro terhadap 18 isolat cendawan rizosfer dan endofit dari jaringan akar tanaman karet diperoleh 3 isolat cendawan endofit yang memiliki daya hambat tertinggi yaitu isolat CB8, CB6, dan CL3 dengan daya hambat berturut-turut sebesar 65.3%, 57.8%, dan 57.3%. Isolat ini juga memiliki daya hambat lebih dari 50% pada pengujian in vivo. Isolat CB8 diketahui menghasilkan senyawa volatil yang mampu menghambat pertumbuhan R. lignosus (Tabel 3 dan Tabel Lampiran 2).

Tabel 3 Daya hambat cendawan antagonis pada percobaan in vitro dan in vivo

Kode isolat Cendawan antagonis Daya hambat (%) Uji antibiosis (in vitro) Uji VOC (in vitro) Akar tanaman (in vivo) CB8 CB6 CL3 Hifa steril Chaetomium sp. Penicillium sp. 65.3 57.8 57.3 13.0 0.0 0.0 74.2 55.5 100 Cendawan antagonis memiliki kemampuan menghambat R. lignosus yang berbeda pada kondisi in vitro dan in vivo. Isolat cendawan CL3 pada kondisi in vivo memiliki daya hambat yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan kondisi in vitro. Hal ini diduga cendawan isolat CL3 lebih mampu beradaptasi pada lingkungan. Selain itu, cendawan antagonis akan lebih banyak memproduksi senyawa antibiosis pada kondisi lingkungan yang miskin nutrisi. Cendawan antagonis isolat CB8 dan isolat CB6 memiliki kemampuan daya hambat yang tidak jauh berbeda pada kondisi in vitro dan in vivo. Hal ini diduga karena kedua isolat ini mampu beradaptasi pada lingkungan yang baru.

Pemanfaatan cendawan antagonis khususnya cendawan rizosfer untuk mengendalikan R. lignosus telah banyak dilakukan. Cendawan yang banyak digunakan sebagian besar merupakan cendawan dari Genus Trichoderma. Jayasuriya dan Thennakoon (2007) menyatakan bahwa T. harzianum memiliki sifat antagonis pada R. lignosus dan mampu mempertahankan sporanya pada kerapatan spora sebesar 50% selama 4 bulan pada kondisi kering. Ogebor et al. (2015) menyatakan bahwa Hypocrea jecorena mampu meningkatkan pertumbuhan bibit tanaman karet dan menurunkan kematian tanaman akibat R. lignosus setelah 150 hari inokulasi.

Eksplorasi cendawan antagonis pada penelitian ini banyak ditemukan isolat-isolat cendawan dari Genus Trichoderma, namun setelah dilakukan seleksi in vitro isolat tersebut memiliki kemampuan yang rendah dalam menghambat pertumbuhan R. lignosus. Kemampuan suatu cendawan antagonis dalam mengendalikan patogen bergantung pada strain suatu isolat. Setiap cendawan

16

antagonis memiliki kemampuan daya hambat yang berbeda walaupun cendawan tersebut berada pada genus yang sama.

Uji Antibiosis

Hasil pengujian antibiosis menunjukkan bahwa isolat cendawan antagonis yang diisolasi dari rizosfer dan jaringan akar tanaman karet memiliki potensi dalam mengendalikan R. lignosus. Berdasarkan pengujian secara in vitro dapat dilihat mekanisme cendawan antagonis dalam menekan pertumbuhan R. lignosus, yaitu mekanisme kompetisi dan antibiosis. Mekanisme kompetisi dapat dilihat jika cendawan antagonis dapat tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan R. lignosus sehingga cendawan tersebut mengalami penekanan pertumbuhan. Mekanisme antibiosis dapat dilihat dengan terbentuknya zona bening di antara kedua koloni cendawan. Zona bening ini menandakan bahwa isolat cendawan antagonis menghasilkan senyawa antifungal yang menghambat pertumbuhan R. lignosus (Gambar 4).

Gambar 4 Kemampuan cendawan antagonis dalam menekan pertumbuhan R. lignosus secara in vitro: kontrol (A); isolat hifa steril CB8 (B); isolat Chaetomium sp. CB6 (C); dan isolat Penicillium sp. CL3 (D)

Cendawan endofit hifa steril CB8 diketahui memiliki mekanisme kompetisi dalam menekan pertumbuhan R. lignosus. Pada pertemuan kedua koloni cendawan juga terdapat zona bening yang menandakan terbentuknya senyawa antifungal. Cendawan Chaetomium sp. CB6 diketahui membentuk senyawa antifungal dalam menekan perkembangan R. lignosus. Soytong et al. (2001) menyatakan bahwa C. globosum diketahui menghasilkan senyawa chaetoglobosin dan chaetoviridins yang berperan dalam mekanisme penekanan patogen. Cendawan Penicillium sp. CL3 yang ditemukan pada penelitian ini diketahui tidak membentuk zona bening pada uji antibiosis. Hal ini diduga mekanisme kompetisi lebih berperan dalam menghambat pertumbuhan R. lignosus. Sementara itu, Penicillium spp. diketahui mampu menghasilkan senyawa metabolit sekunder berupa 3-Omethylfunicone, mycophenolic acid, dan patulin yang diekstraksi dari kultur filtrat cendawan (Nicoletti et al. 2004).

Uji Produksi Senyawa volatil

Selain bersifat antibiosis cendawan antagonis yang diisolasi juga dapat menghasilkan volatile organic compound (VOC). VOC merupakan molekul rendah karbon yang dapat menguap dengan mudah pada suhu dan tekanan normal. Senyawa volatil yang dihasilkan oleh cendawan antagonis hifa steril CB8 mampu

17 menekan pertumbuhan R. lignosus (Gambar 5). Senyawa ini dihasilkan oleh cendawan antagonis kemudian dilepaskan ke atmosfer yang akan memengaruhi pertumbuhan dan perkembangan dari organisme lainnya.

Gambar 5 Diameter koloni R. lignosus yang dipengaruhi oleh senyawa volatil yang dihasilkan oleh cendawan antagonis: kontrol (A); isolat hifa steril CB8 (B)

Pada pengujian yang telah dilakukan, isolat CB6 dan CL3 tidak menghambat pertumbuhan R. lignosus tetapi sebaliknya meningkatkan pertumbuhan dibandingkan kontrol. Menurut Wheatley (2002) bentuk interaksi VOC dapat bersifat positif, negatif atau interaksi yang netral. Muscodor albus diketahui memproduksi asam volatil seperti alkohol, ester, keton, dan lipids yang mampu menghambat Fusarium solani, Pythium ultimun, dan Rhizoctonia solani tetapi tidak bersifat letal (Strobel 2001).

Uji Hiperparasitisme Cendawan Antagonis

Hasil pengamatan menggunakan mikroskop menunjukkan bahwa cendawan CL3 dan CB8 memiliki aktivitas hiperparasitisme dengan terjadinya pelilitan pada hifa R. lignosus, sementara cendawan CB6 menyebabkan ukuran hifa R. lignosus mengecil namun tidak ditemukan adanya aktivitas pelilitan hifa (Gambar 6).

Gambar 6 Aktivitas hiperparasitisme isolat cendawan antagonis terhadap hifa R. lignosus pada perbesaran 400x: Hifa normal R. lignosus (A), pelilitan pada hifa R. lignosus oleh cendawan Chaetomim sp. CB8 (B) dan cendawan Penicillium sp. CL3 (C), ukuran hifa mengecil akibat parasitisme cendawan CB6 (D)

18

Berdasarkan pengamatan, aktivitas hiperparasitisme cendawan antagonis dapat menyebabkan sel-sel patogen menjadi lisis, mengecil, keriput, dan membengkak. Zhan et al. (2014) mengemukakan bahwa aktivitas hiperparasit Cladosporium idahoensis dapat menyebabkan penurunan produksi dan viabilitas uredospora Puccinia striiformis f. sp. tritici. Selain itu interaksi cendawan antagonis Pythium radiosum dan Brotrytis cinerea mengakibatkan hifa P. radiosum masuk ke dalam miselium B. cinerea menyebabkan koagulasi protoplasma, hifa menjadi kosong, dan kerusakan hifa ini dapat menyebabkan percabangan dan produksi struktur sexual (Paul 1999). Menurut Amaria et al. (2015) akitifitas parasitisme T. virens dan H. atrovorodis ditandai dengan terjadinya pelilitan hifa cendawan antagonis pada cendawan patogen.

Karakterisasi Bakteri Antagonis

Pengujian karakterisasi bakteri antagonis menunjukkan bahwa isolat MR3 mampu memfiksasi nitrogen. Hasil pengujian tersebut juga menunjukkan isolat ME8 termasuk dalam kelompok bakteri penambat fosfat dan memfiksasi nitrogen (Tabel 4).

Tabel 4 Karakter fisiologis bakteri antagonis Karakter fisiologis Kode isolat mikrob antagonis

a

MR3 ME8

Pelarut fosfat - +

Penambat nitrogen + +

a

Isolat bakteri dengan kode positif (+) menunjukkan bahwa bakteri tersebut positif pada uji-uji fisiologis, isolat bakteri dengan kode negatif (-) menunjukkan bahwa bakteri tersebut negatif pada uji-uji fisiologis

Kemampuan bakteri antagonis dalam menambat fosfat dapat dilihat dengan terbentuknya zona bening di sekitar koloni bakteri antagonis (Gambar 7). Bakteri antagonis juga memiliki kemampuan dalam fiksasi nitrogen yang ditandai dengan pembentukan pelikel pada media kultur (Gambar 8).

Gambar 7 Kemampuan bakteri antagonis dalam menambat fosfat pada kontrol (A) dan isolat bakteri ME8 (B)

19 Bakteri antagonis sebagai pemacu pertumbuhan karena dapat menghasilkan hormon pertumbuhan seperti indole acetic acid, sitokinin, dan giberalin, mampu menambat fosfat, memfiksasi nitrogen maupun bersifat siderofor. Bakteri endofit ME8 selain memiliki antibiosis yang tinggi juga memiliki kemampuan dalam menambat fosfat. Fosfat merupakan unsur esensial dalam perkembangan tanaman dalam proses fotosintesis, glikolisis, fiksasi nitrogen, pembungaan, dan produksi biji (Mehrvarz et al. 2008). Zona bening yang terbentuk di sekitar koloni bakteri menunjukkan bahwa bakteri tersebut mampu melarutkan unsur fosfat dari senyawa Ca3(PO4)2 (Widawati dan Suliasih 2006). Menurut Rahayu et al. (2014) aktivitas pelarutan fosfat berkorelasi dengan produksi enzim fosfomonoesterase (PME-ase).

Gambar 8 Kemampuan bakteri antagonis dalam memfiksasi nitrogen pada kontrol (A); isolat bakteri MR3 (B); dan isolat bakteri ME8 (C) Kemampuan bakteri antagonis dalam memfiksasi nitrogen ditunjukan dengan terbentuknya pelikel pada medium. Unsur nitrogen diperlukan oleh tanaman untuk membentuk asam amino dan protein. Nitrogen yang tersedia di alam merupakan nitrogen dalam bentuk organik sedangkan tanaman mampu menyerap nitrogen dalam bentuk anorganik (NO3- dan NH4+). Asimilasi amonia oleh bakteri fiksasi nitrogen dipengaruhi oleh enzim glutamate dehydrogenase (Nagatani et al. 1997).

Bakteri antagonis dapat berperan sebagai agens biokontrol dalam menekan perkembangan penyakit dan sebagai agens pemacu pertumbuhan. Isolat bakteri MR3 dan ME8 merupakan isolat bakteri antagonis yang potensial sebagai agens biokontrol terhadap R. lignosus pada pengujian in vitro maupun in vivo. Selain itu potensi lain yang dimiliki oleh bakteri antagonis adalah dalam menambat fosfat dan memfiksasi nitrogen. Kemampuan bakteri antagonis dalam menyediakan unsur hara bagi tanaman dapat memacu pertumbuhan tanaman dan meningkatkan vigor tanaman.

20

Identifikasi Mikrob Antagonis Identifikasi Cendawan Antagonis

Cendawan antagonis potensial isolat hifa steril CB8 memiliki ciri-ciri koloni berwarna putih pada permukaan atas dan berwarna keunguan pada permukaan bawah. Pertumbuhan koloni cendawan mendatar. Isolat cendawan CB6 memiliki warna koloni abu-abu kehijauan pada bagian permukaan atas, sedangkan pada permukaan bawah berwarna hijau tua. Pertumbuhan koloni cendawan isolat mendatar dengan peritesium berwarna merah kecoklatan. Isolat cendawan CL3 pada permukaan atas berwarna kuning pucat sedangkan pada permukaan bawah berwarna kuning terang dengan pertumbuhan koloni mendatar (Gambar 9).

Gambar 9 Koloni cendawan antagonis umur 5 hari pada media PDA: isolat CB8 (A); isolat CB6 (B); dan isolat CL3 (C)

Hasil identifikasi berdasarkan karakter morfologi menunjukkan isolat CB8 ialah hifa steril CB8, CB6 sebagai Chaetomium sp., dan CL3 sebagai Penicillium sp. (Gambar 10). Isolat CB8 diketahui tidak membentuk konidia dengan hifa berwarna putih. Isolat CB6 memiliki peritesium berwarna hitam, berbentuk oval, dan ditutupi dengan rambut-rambut pada permukaan atasnya. Rambut berukuran 3−3.8 µm dengan ujung melengkung. Isolat CL3 memiliki konidia hialin, berantai, dan memiliki fialid.

Gambar 10 Morfologi isolat cendawan antagonis pada perbesaran 400x: Hifa steril CB8 (A); peritesium Chaetomium sp. CB6 (C); dan Konidia Penicillium sp. CL3(C);

Pemanfaatan Penicillium sp. sebagai agens hayati telah banyak dilakukan antara lain pada pengendalian Phytophthora funiculosum dan Aspergillus

21 carbonarius (Fang dan Tsao 1995; Ahmed et al. 2015). Pemanfaatan cendawan antagonis Chaetomium sp. dalam pengendalian penyakit juga telah dilaporkan, terutama pada penyakit akar putih. Beberapa spesies Chaetomium juga telah dimanfaatkan menjadi produk fungisida dalam mengendalikan R. lignosus (Soytong et al. 2001).

Identifikasi Bakteri Antagonis

Berdasarkan pengamatan morfologi isolat bakteri MR3 memiliki warna koloni putih dengan tepian koloni bergelombang, elevasi permukaan datar, dan memiliki tekstur koloni yang halus. Isolat bakteri ME8 memiliki koloni berwarna putih kekuningan dengan tepian permukaan rata, elevasi permukaan cembung, dan tekstur koloni yang licin (Gambar 11).

Gambar 11 Koloni bakteri rizosfer MR3 (A) dan bakteri endofit ME8 (B) Hasil identifikasi bakteri antagonis berdasarkan perunutan sebagian gen 16S rRNA diperoleh hasil bahwa bakteri rizosfer MR3 memiliki ukuran basa 1487 pasang basa dan bakteri endofit ME8 memiliki ukuran basa 699 pasang basa. Hasil pencarian BLAST menunjukkan bahwa bakteri MR3 memiliki hubungan kekerabatan yang dekat dengan Bacillus amyloliquefaciens dengan homologi sebesar 98% sedangkan isolat bakteri endofit ME3 memiliki kekerabatan yang dekat dengan bakteri B. siamensis dengan homologi sebesar 95% (Tabel 5). Tabel 5 Identifikasi bakteri antagonis berdasarkan perunutan sebagian gen 16S

rRNA

Isolat NCBIa Nomor aksesi genbank Hb (%)

MR3 B. amyloliquefaciens KY271752 98

ME8 B. siamensis KY129717 95

Ket: a= National Center for Biotechnology Information b= Homologi:1-100%

Hasil penjajaran isolat bakteri MR3 dengan B. amyloliquefaciens memiliki hubungan kekerabatan sebesar 83% sedangkan isolat bakteri ME8 memiliki hubungan yang jauh dibandingkan dengan isolat Bacillus sp.lainnya (Gambar 12). Hal ini diduga isolat bakteri endofit ME8 merupakan isolat bakteri yang jarang ditemukan dan belum tersedia data yang cukup pada Genbank sehingga hubungan

22

kekerabatan bakteri isolat ME8 dengan spesies lain belum diketahui secara spesifik.

Gambar 12 Klasifikasi filogenetik bakteri antagonis berdasarkan perunutan sebagian gen 16S rRNA. BA_CHN_KY271752 merupakan isolat B. amyloliquefaciens asal Cina dengan No. Aksesi Genbank KY271752; MR3_IDN merupakan isolat bakteri rizosfer; BS_CHN_KY129717 merupakan isolat B. siamensis asal Cina dengan No. Aksesi Genbank KY129717; BSP_DE_KU644287 merupakan isolat bakteri B. subtillis asal Jerman dengan No. Aksesi Genbank KU644287; dan ME8_IDN merupakan isolat bakteri endofit.

Penggunaan Bacillus sp. sebagai agens hayati telah banyak dilaporkan pada berbagai jenis patogen. Pengendalian Rhizoctonia solani dengan menggunakan B. amyloliquefaciens telah dilaporkan oleh Yu et al. (2002) dengan memanfaatkan antifungal berupa isomers iturin. Pemanfaatan Bacillus spp. sebagai agens hayati telah dikembangkan dalam bentuk formulasi sebagian besar dalam bentuk bubuk (Schisler et al. 2004). B. siamensis yang diisolasi dari tanaman pisang diketahui bersifat pemacu pertumbuhan dengan menghasilkan hormon Giberalin sebesar 0.18 mg/mL pada media tanpa L-Tryptopan dan sebesar 0.24 mg/mL pada media dengan L-Tryptopan (Ambawade dan Pathade 2013).

23

5 SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Mikrob dari rizosfer dan jaringan akar tanaman karet yang memiliki potensi sebagai agens hayati untuk mengendalikan R. lignosus penyebab penyakit akar putih dari kelompok bakteri yaitu B. amyloliquefaciens (isolat MR3) dan B. siamensis (isolat ME8), sedangkan dari kelompok cendawan yaitu cendawan hifa steril (isolat CB8), Chaetomium sp. (CB6), dan Penicillium sp. (isolat CL3), masing-masing dengan daya hambat terhadap R. lignosus yaitu 62.5%, 70%, 65.3%, 57.8%, dan 57.3%.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai potensi aplikasi agens biokontrol untuk pengendalian penyakit akar putih pada tanaman dirumah kaca dan lapangan.

24

Dokumen terkait