• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi Morfologi Koloni Bakteri Endofit

Bacillus sp. AA2 dan MER dapat tumbuh dengan baik dan didapat biakan murni setelah 24 jam pada media Triptic Soya Agar (TSA) dengan ciri yaitu bentuk bundar dan tidak beraturan, tepian licin, elevasi cembung, dan berwarna putih susu, sedangkan isolat MSJ diperlukan waktu 48 jam untuk tumbuh maksimal pada media TSA 100% dengan bentuk koloni bulat, tepian rata halus, berwarna kekuningan, dan berlendir (Gambar 3).

Gambar 3 Morfologi bakteri endofit pada media TSA 100%. (a) Bacillus sp. AA2, (b) Bacillus sp. MER, (c) isolat MSJ

Uji Patogenesitas Bakteri Endofit pada Tumbuhan

Uji hipersensitifitas daun tembakau untuk mengetahui patogenesitas dilakukan terhadap 3 isolat bakteri endofit yaitu Bacillus sp. AA2, Bacillus sp. MER dan isolat MSJ. Air steril digunakan sebagai kontrol negatif dan bakteri patogen Erwinia caratovora sebagai kontrol positif. Hasil uji hipersensitif menunjukkan reaksi negatif pada ketiga isolat bakteri endofit. Hal tersebut ditandai dengan tidak adanya gejala nekrosis yang timbul pada daun tembakau setelah pengamatan selama 24 sampai 48 jam. Kontrol positif (Erwinia caratovora) menunjukkan adanya gejala nekrosis pada daun tembakau tersebut (Gambar 4).

Gambar 4 Uji patogenesitas bakteri endofit pada daun tembakau. (a) kontrol positif menunjukkan gejala nekrotik, (b) perlakuan bakteri endofit tidak menunjukkan gejala nekrotik

a b c

Trinayanti (2012) menyatakan bahwa respon hipersensitif merupakan reaksi pertahanan yang cepat dari tanaman menghadapi patogen yang tidak kompatibel disertai kematian sel yang cepat pada jaringan di daerah yang disuntikkan suspensi bakteri sehingga keberadaannya tidak mempengaruhi pertumbuhan tanaman inang. Wick (2010) menyatakan bahwa uji hipersensitif pada tanaman tembakau merupakan cara yang cepat dan praktis untuk mengetahui patogenesitas suatu kultur bakteri. Berdasarkan hasil uji reaksi hipersensitif pada tanaman tembakau, seluruh isolat bakteri endofit yang diuji bersifat non patogenik, sehingga dapat digunakan untuk pengujian selanjutnya.

Karakterisasi Fisiologis Bakteri Endofit

Hasil pengujian beberapa karakter fisiologis bakteri endofit menunjukkan bahwa Bacillus sp. AA2 dan Bacillus sp. MER tergolong bakteri Gram positif, sedangkan isolat MSJ merupakan bakteri Gram negatif. Ketiga isolat tersebut menunjukkan kemampuan menghasilkan hormon IAA. Bacillus sp. AA2 dan

Bacillus sp. MER menghasilkan enzim protease dan kitinase, enzim lipase hanya dihasilkan oleh isolat MSJ. Berdasarkan uji penambat nitrogen diketahui bahwa

Bacillus sp. AA2 dan isolat MSJ mampu menambat nitrogen (Tabel 2). Tabel 2 Karakter fisiologis bakteri endofit

Karakter fisiologis Isolat bakteri endofit

a

Bacillus sp. AA2 Bacillus sp. MER Isolat MSJ

Uji reaksi hipersensitif - - -

Uji Gram + + - Uji kitinolitik + + - Uji proteolitik + + - Uji lipolitik - - + Produksi IAA + + + Pelarut fosfat - - - Penambat nitrogen + - +

aIsolat bakteri dengan kode positif (+) menunjukkan bahwa bakteri tersebut positif pada uji-uji fisiologis, isolat bakteri dengan kode negatif (-) menunjukkan bahwa bakteri tersebut negatif pada uji-uji fisiologis

Uji Gram dengan Pewarnaan

Uji Gram dengan pewarnaan menunjukkan bahwa Bacillus sp. AA2 dan

Bacillus sp. MER termasuk golongan bakteri Gram positif, yang ditandai dengan perubahan warna sel bakteri yang berwarna ungu dan berbentuk kokus. Isolat MSJ tergolong bakteri Gram negatif yang ditandai dengan sel berwarna merah dan berbentuk batang (Gambar 5).

Reaksi pewarnaan Gram dibedakan berdasarkan komposisi dinding sel bakteri. Dinding sel bakteri Gram negatif terdiri atas 5 sampai 20% peptidoglikan, selebihnya adalah polisakarida, sedangkan dinding sel bakteri Gram positif mengandung 90% peptidoglikan. Sel bakteri Gram positif terlihat berwarna ungu karena dapat membentuk ikatan komplek dengan pewarna pertama yaitu komplek ungu kristal-iodium. Pada sel bakteri Gram negatif pemberian larutan alkohol 95%

dapat meningkatkan porositas dinding sel dengan melarutkan lipid pada membran luar sehingga komplek ungu kristal-iodium akan terlepas dan sel menjadi tidak berwarna. Selanjutnya sel akan berwarna merah karena terwarnai oleh warna pembanding yaitu safranin (Agustina et al. 2013).

Gambar 5 Uji pewarnaan Gram bakteri endofit. (a) sel bakteri Gram negatif berwarna merah, (b) sel bakteri Gram positif berwarna ungu

Uji Gram dengan KOH 3%

Uji Gram dengan KOH 3% menunjukkan bahwa Bacillus sp. AA2 dan

Bacillus sp. MER merupakan bakteri Gram positif. Hal ini ditunjukkan dengan tidak terbentuknya lendir saat direaksikan dengan KOH 3%. Isolat MSJ merupakan bakteri Gram negatif, yang ditandai dengan terbentuknya lendir saat biakan dicampurkan dengan KOH 3% (Gambar 6).

Gambar 6 Uji Gram dengan KOH 3%. (a) bakteri Gram negatif membentuk lendir dan tidak putus ketika diangkat perlahan dengan jarum ose, (b) bakteri Gram positif tidak menunjukkan terangkatnya lendir oleh jarum ose Tidak terbentuknya lendir pada bakteri Gram positif karena dinding sel bakteri Gram positif lebih tahan terhadap KOH, sehingga dinding sel tidak pecah. Shivas dan Beasley (2005) menyatakan bahwa dinding sel bakteri Gram negatif lebih sensitif dan tidak memiliki ketahanan terhadap penghambat basa seperti larutan KOH. Apabila sel bakteri Gram negatif direaksikan dengan larutan KOH

a b

akan menyebabkan dinding sel bakteri pecah dan terjadi lisis dan DNA dibebaskan. DNA bersifat sangat kental di dalam air, sehingga terbentuk benang berlendir. Aktivitas Kitinolitik

Aktivitas kitinolitik bakteri endofit dapat diamati setelah 48 jam inkubasi. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa Bacillus sp. AA2 dan Bacillus sp. MER menunjukkan hasil positif, sedangkan isolat MSJ menunjukkan hasil negatif (Gambar 7). Hasil positif tersebut ditandai dengan terbentuknya zona bening di media agar yang mengandung kitin koloid agar. Zona bening yang terbentuk mengindikasikan bahwa bakteri tersebut mengeluarkan enzim yang mampu merombak substrat kitin yang terdapat dalam media agar.

Gambar 7 Uji aktivitas kitinolitik. (a) Bacillus sp. AA2 membentuk zona bening, (b) isolat MSJ tidak membentuk zona bening

Beberapa laporan menjelaskan bahwa bakteri yang menghasilkan enzim kitinase mampu mengendalikan berbagai jenis patogen dari golongan cendawan, nematoda dan hama karena sebagian besar dinding sel patogen tersebut terdiri atas kitin. Kitinase adalah enzim yang dihasilkan oleh bakteri yang menghidrolisis

ikatan β-1.4 antar N-asetilglukosamina (NacGlc) pada kitin, suatu polimer polisakarida penyusun dinding sel beberapa patogen. Oleh karena itu, kitinase sangat dikenal sebagai salah satu anti mikroba (Neuhaus 1999).

Penelitian Harni et al. (2007) menunjukkan bahwa bakteri endofit Bacillus

NJ46, Bacillus NA22, dan Bacillus NJ2 mampu menekan populasi nematoda

Pratylenchus brachyurus cukup tinggi. Terjadinya penekanan tersebut diduga disebabkan oleh metabolit sekunder, enzim kitinase, dan protease yang dihasilkan oleh bakteri-bakteri tersebut. Enzim kitinase dapat digunakan langsung oleh bakteri untuk mendegradasi dinding sel patogen. Enzim kitinase memiliki peran penting dalam pengendalian nematoda karena enzim ini mampu mendegradasi lapisan tengah telur nematoda seperti M. javanica, R. reniformis, Tylenchulus semipenetrans, dan Pratylenchus brachyurus (Tian et al. 2007), dan lapisan telur

Heterodera schactii dan H. glycines (Roland dan Marcus 1986). Cronin et al.

(1997) menjelaskan bahwa enzim kitinase dapat menghambat penetasan telur G.

rostochiensis sampai 70% dan enzim ini mampu mengendalikan populasi nematoda

M. javanica serta meningkatkan pertumbuhan tanaman tomat. Aktivitas Proteolitik

Pengamatan aktivitas proteolitik bakteri endofit menunjukkan bahwa isolat bakteri dari golongan Bacillus AA2 dan MER memperlihatkan adanya aktivitas proteolitik setelah 48 jam inkubasi. Hal tersebut ditandai dengan terbentuknya zona bening disekeliling bakteri pada media TSA dengan susu skim. Isolat MSJ tidak memperlihatkan terbentuknya zona bening disekitar isolat bakteri (Gambar 8). Ini mengindikasikan bahwa isolat MSJ tidak menghasilkan enzim protease, sedangkan

Bacillus sp. AA2 dan Bacillus sp. MER dapat menghasilkan enzim protease.

Gambar 8 Uji aktivitas proteolitik. (a) Bacillus sp. AA2 membentuk zona bening, (b) isolat MSJ tidak membentuk zona bening

Bakteri proteolitik adalah bakteri yang memproduksi enzim protease ektraseluler. Enzim protease di produksi oleh bakteri di dalam sel kemudian dilepaskan ke mediumnya. Menurut Abraham et al. (1993) seluruh bakteri memiliki enzim protease, namun tidak semua enzim protease tersebut dilepaskan ke medium. Bakteri yang mampu memproduksi enzim protease ekstraseluler akan membentuk zona bening di sekitar koloni bakteri karena hilangnya partikel kasein yang terdapat pada media Skim Milk Agar. Kasein dihidrolisis oleh enzim protease ekstraseluler menjadi peptida-peptida dan asam amino.

Zona bening yang terbentuk di sekitar koloni bakteri merupakan tanda hilangnya partikel kasein di media susu skim. Adanya enzim proteolitik ekstraseluler bakteri, kasein akan terhidrolisis menjadi peptida-peptida dan asam amino yang larut. Enzim ekstraseluler Bacillus sp.sangat efisien dalam memecah berbagai senyawa karbohidrat, lipid dan protein rantai panjang menjadi unit-unit rantai pendek atau senyawa-senyawa yang lebih sederhana (Yusufa et al. 2012).

Bakteri yang mempunyai aktivitas proteolitik mempunyai kemampuan untuk menghasilkan enzim protease yang disekresikan ke lingkungannya. Enzim proteolitik ekstraseluler ini selanjutnya menghidrolisis senyawa-senyawa bersifat protein menjadi oligopeptida, peptida rantai pendek dan asam amino. Diameter zona bening yang terbentuk dapat menunjukan secara kualitatif tingginya kemampuan proteolitik enzim protease yang dihasilkan atau juga tingginya jumlah

enzim yang diproduksi dan dilepas keluar. Keberadaan enzim protease ekstraseluler ini sangat penting bagi kehidupan bakteri karena menyediakan kebutuhan senyawa bernitrogen yang dapat diangkut ke dalam sel (Setyati dan Subagiyo 2012).

Enzim protease ektraseluler yang diproduksi oleh bakteri endofit memiliki peran penting untuk mengendalikan beberapa jenis patogen tanaman. Bonants et al.

(1995) melaporkan bahwa enzim protease yang diproduksi oleh Paecilomyces lilacinus mampu menghambat penetasan telur nematoda M. hapla. Tian et al.

(2007) dan Siddiqui et al. (2005) menyatakan produksi enzim protease ekstraseluler oleh bakteri merupakan salah satu mekanisme bakteri sebagai agen pengendali nematoda puru akar Meloidogyne spp.

Aktivitas Lipolitik

Uji kualitatif enzim lipolitik yang ditumbuhkan pada media substrat mengandung Rhodamin B. Hasil pengamatan menunjukkan isolat MSJ mengeluarkan pendaran berwarna oranye kekuningan di sekitar koloni bakteri yang diamati di bawah lampu UV, sedangkan isolat Bacillus sp. AA2 dan Bacillus sp. MER tidak mengeluarkan pendaran berwarna oranye (Gambar 9). Pendaran tersebut terbentuk oleh suatu kompleks antara ion asam lemak yang dihasilkan pada reaksi hidrolisis enzimatik oleh lipase dengan kation Rhodamin B (Kouker dan Jaeger 1987). Hal ini menunjukkan bahwa isolat MSJ mampu menghasilkan enzim lipase.

Gambar 9 Uji aktivitas lipolitik. (a) Bacillus sp. AA2 tidak membentuk pendaran berwarna oranye, (b) isolat MSJ membentuk pendaran berwarna oranye kekuningan

Uji Penambatan Nitrogen

Uji penambat nitrogen dilakukan pada media NFB dengan cara menginokulasikan 1 mL suspensi bakteri ke media tersebut, kemudian diinkubasi selama 48 jam. Berdasarkan hasil pengujian terhadap tiga isolat bakteri endofit diketahui bahwa Bacillus sp. AA2 dan isolat MSJ mampu berperan sebagai bakteri penambat nitrogen. Hal tersebut ditandai dengan terbentuknya pellicle atau lapisan lendir dan terjadinya perubahan warna menjadi kebiruan pada media NFB (Gambar 10).

Gambar 10 Uji bakteri penambat nitrogen. (a) Bacillus sp. AA2 membentuk lapisan lendir dan berubah warna menjadi kebiruan, (b) Bacillus sp. MER tidak membentuk lapisan lendir dan tidak berubah warna menjadi kebiruan Nitrogen dibutuhkan tanaman untuk perkembangannya. Davies dan Winsor (1967) menyatakan bahwa pemberian nitrogen yang cukup pada tanaman tomat dapat meningkatkan pembentukan buah tomat. Salah satu cara agar nitrogen tersedia bagi tanaman adalah menggunakan bakteri endofit yang memiliki kemampuan menambat nitrogen.

Terbentuknya lapisan lendir pada permukaan media NFB semipadat ini menunjukkan kondisi yang baik untuk aktivitas nitrogenase. Lapisan lendir yang dihasilkan oleh bakteri pada media NFB disebabkan di dalam medium tidak ada kelebihan oksigen, laju difusi oksigen sama dengan laju respirasi organisme merupakan kondisi yang baik untuk aktivitas enzim nitrogenase yang mambantu mereduksi asetilen menjadi etilen (Tarigan et al. 2013).

Uji Pelaruta Fosfat

Berdasarkan pengujian terhadap tiga isolat bakteri endofit, diketahui bahwa ketiga isolat tersebut tidak mampu melarutkan fosfat karena setelah 7 hari inkubasi tidak terlihat adanya zona bening di sekitar bakteri uji. Tidak semua bakteri endofit dapat melarutkan fosfat. Ketersediaan fosfat bukan satu-satunya faktor yang berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman, tetapi dapat dipengaruhi oleh faktor lainnya seperti dapat menghasilkan hormon pertumbuhan IAA (Sutariati et al. 2006).

Lebih lanjut Sutariati et al. (2006) juga melaporkan bahwa perlakuan dengan

Bacillus sp. isolat BG14 dan BG33, P. PG22 dan PG25, serta Serratia sp. isolat SG04 yang semuanya tidak mempunyai kemampuan melarutkan fosfat mampu memacu pertumbuhan bibit cabai melebihi pertumbuhan bibit tanpa perlakuan rizobakteri. Dalam hal ini, pengaruh ketersediaan fosfat terhadap pertumbuhan bibit cabai sampai dengan 4 minggu diduga belum optimal karena fosfat tersedia atau terlarut telah tercukupi oleh media tanam, sehingga perlakuan isolat rizobakteri dengan atau tanpa kemampuan melarutkan fosfat bukan merupakan faktor utama.

Produksi Hormon IAA

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa ketiga isolat bakteri endofit yang di uji mampu menghasilkan hormon IAA. Hasil pengukuran kadar IAA secara in vitro

menunjukkan kemampuan yang berbeda dalam menghasilkan hormon IAA. Hal tersebut dipengaruhi oleh sifat fisiologi masing-masing bakteri, dimana setiap bakteri mempunyai kemampuan yang berbeda dalam mengonversi triptofan menjadi IAA. Konsentrasi hormon IAA Bacillus sp. AA2 dan Bacillus sp. MER pada inkubasi 48 jam masing-masing adalah 0.4851 ppm dan 0.0056 ppm, namun meningkat setelah inkubasi 120 jam, masing-masing adalah 0.6573 ppm dan 0.2673 ppm (Tabel 3). Hal tersebut diduga karena isolat tersebut juga menggunakan hormon IAA yang dihasilkannya untuk bermetabolisme. Menurut Lestari et al. (2007) bahwa pada awal inkubasi sumber nutrisi tinggi sehingga produksi IAA tinggi dan terus meningkat meskipun tidak secara nyata namun konsisten sampai akhir inkubasi.

Tabel 3 Konsentrasi hormon IAA yang dihasilkan bakteri endofit Isolat bakteri endofit Konsentrasi IAA (ppm)

48 jam 120 jam

Bacillus sp. AA2 0.4851 0.65735

Bacillus sp. MER 0.0056 0.2673

Isolat MSJ 181.355 59.833

Isolat MSJ memiliki konsentrasi hormon IAA tertinggi dibandingkan

Bacillus sp. AA2 dan Bacillus sp. MER, yaitu 181.355 ppm pada inkubasi 48 jam, tetapi menurun setelah inkubasi 120 jam menjadi 59.833 ppm. Kresnawaty et al. (2008) yang melaporkan bahwa produksi IAA tertinggi dicapai pada inkubasi selama 48 jam. Pada periode inkubasi 48 jam bakteri pada umumnya memasuki fase akhir logaritmik, sehingga IAA yang dihasilkan cukup tinggi. Hal tersebut dipengaruhi oleh karena kandungan enzim-enzim yang digunakan dalam biokonversi triptofan menjadi IAA seperti triptofan monooksigenase, IAM hidrolase, indol-piruvat dekarboksilase dan IAA1d dehidrogenase dihasilkan cukup banyak dan aktif sejalan dengan laju pertumbuhan. Pada inkubasi 120 jam bakteri memasuki fase kematian sehingga produksi IAA menurun. Penurunan produksi IAA pada 120 jam karena adanya pelepasan enzim pendegradasi IAA seperti oksidase dan peroksidase.

Variasi konsentrasi hormon IAA yang dihasilkan oleh masing-masing isolat diduga karena perbedaan kemampuan kecepatan bakteri dalam mensintesis triptofan menjadi IAA. Biosintesis IAA oleh mikroba dapat ditingkatkan dengan penambahan triptofan sebagai prekursor. Menurut Bric et al. (1991), bakteri yang menghasilkan IAA dapat ditumbuhkan di dalam media pertumbuhan yang mengandung triptofan yang penting dalam pembentukan IAA.

Analisis hormon IAA dilakukan untuk mengetahui potensi bakteri terkait dengan perannya sebagai agens biokontrol. Ketika diaplikasikan pada tanaman, diharapkan agens biokontrol tersebut dapat menghambat pertumbuhan patogen, juga dapat mendukung pertumbuhan tanaman. Hormon IAA merupakan salah satu bagian mekanisme bakteri sebagai Plant Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR). Hormon IAA yang dihasilkan oleh PGPR berfungsi sebagai sinyal molekul yang

penting dalam regulasi perkembangan tanaman, memacu perkembangan perakaran tanaman inang, meningkatkan ketahanan tanaman terhadap patogen dan memacu pertumbuhan tanaman (Egamberdiyeva 2007).

Uji Antibiosis Bakteri Endofit terhadap Fusarium oxysporum

Uji antibiosis dengan metode kultur ganda memperlihatkan bahwa pertumbuhan F. oxysporum dapat dihambat oleh bakteri endofit. Penghambatan dapat dilihat dengan adanya zona hambat antara bakteri yang diuji dengan F. oxysporum, sedangkan pada daerah tanpa bakteri tidak terdapat zona hambat (Gambar 11). Kontrol menggunakan bakteri pathogen Xanthomonas oryzae tidak memperlihatkan adanya penghambatan terhadap F. oxysporum.

Gambar 11 Daya hambat bakteri endofit terhadap pertumbuhan cendawan

Fusarium oxysporum. (a) Bacillus sp. AA2 membentuk zona hambat, (b) bakteri patogen Xanthomonas oryzae tidak membentuk zona hambat

Tiga isolat bakteri yang diuji menunjukkan persentase penghambatan tertinggi secara berurutan adalah Bacillus sp. AA2, Bacillus sp. MER dan isolat MSJ sebesar 37.5, 25.0 dan 12.5% (Tabel 4).

Tabel 4 Persentase daya hambat bakteri endofit terhadap cendawan Fusarium oxysporum

Bakteri endofit Diameter zona hambat

Bacillus sp. AA2 37.5

Bacillus sp. MER 25.0

Isolat MSJ 12.5

Terbentuknya zona hambat karena adanya senyawa antifungal yang dihasilkan oleh ketiga bakteri endofit. Beberapa bakteri kelompok Bacillus juga dilaporkan dapat menghasilkan senyawa antifungal di antaranya inturin A (Leyns

et al. 1990) dan lipopeptida yang merupakan isomer dari kelompok iturin, fengycin, dan surfactin (Toure et al. 2004), serta kitinase (Chen et al. 2004). Senyawa antifungal yang dihasilkan oleh bakteri secara umum dapat mengakibatkan

terjadinya pertumbuhan abnornal pada hifa cendawan dan menyebabkan hifa berkembang dengan sempurna.

Strobel dan Daisy (2003) juga menyatakan bahwa terbentuknya zona hambat menandakan bahwa bakteri endofit tersebut kemungkinan mengandung antibiotik. Antibiotik digolongkan sebagai metabolit sekunder yang dihasilkan oleh bakteri endofit dalam jalur metabolisme dan oleh enzim yang tidak diperlukan untuk pertumbuhan dan pemeliharaan sel tumbuhan. Antibiotik merupakan suatu substansi yang dihasilkan oleh organisme hidup yang dalam konsentrasi rendah dapat menghambat atau membunuh organisme lainnya. Selain terbentuknya zona hambat, kompetisi dianggap sebagai faktor yang sangat penting dalam pengendalian cendawan patogen oleh bakteri endofit, kompetisi zona hambat terjadi ketika kedua organisme berada pada tempat yang sama dan menggunakan nutrisi yang sama (Schulz dan Boyle 2006).

Uji Potensi Bakteri Endofit sebagai Pemacu Pertumbuhan Bibit Mentimun Hasil pengamatan terhadap pertumbuhan bibit mentimun memperlihatkan bahwa perlakuan dengan bakteri endofit menunjukkan pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan dengan kontrol. Berdasarkan hasil analisis terhadap pertumbuhan bibit mentimun menunjukkan bahwa Bacillus sp. AA2 dan isolat MSJ dapat meningkatkan tinggi tanaman mentimun yang berbeda nyata dengan kontrol, sedangkan Bacillus sp. MER tidak menunjukkan hasil yang berbeda nyata dengan kontrol. Pengamatan jumlah daun dan panjang akar menunjukkan bahwa ketiga isolat bakteri endofit tidak berbeda nyata dibandingkan dengan kontrol (Tabel 5). Bakteri endofit yang diintroduksikan ke tanaman menghasilkan hormon IAA yang dapat memberikan pengaruh yang baik dalam memacu pertumbuhan. Bakteri penghasil IAA mempengaruhi proses fisiologis tanaman dengan cara meningkatkan IAA yang dihasilkan ke tanaman. Hal ini menyebabkan tanaman menjadi lebih sensitif dalam mengubah konsentrasi IAA yang dimilikinya, sehingga membantu dalam pembentukan akar lateral dan akar adventif serta elongasi akar primer (Leveau dan Lindow 2005). Patten dan Glick (2002) menyatakan bahwa peningkatan pertumbuhan akar tanaman merupakan salah satu tanda utama yang dapat diamati apabila tanaman tersebut telah diinokulasi dengan bakteri endofit. Tabel 5 Pengaruh bakteri endofit terhadap pertumbuhan bibit mentimun

Perlakuan Parameter pengamatan

Tinggi tanaman (cm) Jumlah daun Panjang akar (cm)

AA2 15.35 a 3.17 a 4.47 a MER 12.32 ab 3.00 a 5.32 a MSJ 14.28 a 3.17 a 4.70 a Kontrol air 11.42 ab 2.67 a 4.13 a Kontrol E. caratovora 6.58 b 1.33 a 2.87 a a)

Angka-angka pada kolom yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada p-value 0.05 (uji selang berganda Duncan)

Formulasi Tepung Bakteri Endofit

Formulasi yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas empat jenis formulasi tepung dengan bahan pembawa talk (Gambar 12). Formulasi tersebut dikemas dalam plastik tahan panas yang disimpan pada suhu ruang. Formulasi 1, 2 dan 3 terlihat berwarna agak putih, sedangkan formulasi 4 terlihat berwarna kecoklatan karena pengaruh penambahan molase pada formulasi tersebut.

Gambar 12 Jenis formulasi tepung bakteri endofit dalam plastik tahan panas

Uji Viabilitas Bakteri Endofit dalam Formulasi Tepung secara In vitro Viabilitas bakteri endofit dalam formulasi tepung terlihat berfluktuatif pada tahap awal dan cenderung menurun setelah disimpan sampai enam bulan. Bacillus

sp. AA2 dan Bacillus sp. MER menunjukkan pertumbuhan yang paling stabil, masing-masing adalah 1.9 x 106 cfu mL-1 dan 1.2 x 106 cfu mL-1 pada formulasi 3, sedangkan isolat MSJ tertinggi adalah 2.5 x 106 cfu mL-1 pada formulasi 4 (Gambar 13).

Tingginya pertumbuhan bakteri endofit menunjukkan tingginya daya viabilitas bakteri. Pertumbuhan optimum bakteri endofit disebabkan karena bahan tambahan atau substrat dalam formulasi masih mampu memberikan nutrisi atau masih mendukung bagi kehidupan populasi bakteri yang terus meningkat. Viabilitas yang cukup tinggi disebabkan karena bakteri mensintesis zat-zat yang terkandung dalam formulasi, yang dapat memicu bakteri dalam mensekresi metabolit selnya untuk pertumbuhan sel secara optimal. Pembuatan formulasi dengan penambahan CMC berfungsi sebagai zat aditif dan sebagai pengembang, kalsium karbonat sebagai sumber kalsium untuk pertumbuhan bakteri dan menetralkan PH pada media bahan pembawa (Ankardani et al. 2010). Bentonit berupa bubuk yang sangat halus dan ringan, berfungsi dalam menyerap banyak cairan, karena kapasitas serap yang meningkat sehingga jumlah sel bakteri yang terikat lebih banyak (Ting et al. 2009).

Penurunan jumlah koloni bakteri disebabkan karena kurangnya faktor pertumbuhan seperti menurunnya suplai nutrisi yang terkandung dalam media formulasi karena telah lama disimpan. Jika nutrisi kurang maka pertumbuhan akan menurun. Sulistiani (2009) menyatakan bahwa, bahan pembawa yang cukup

komplit dapat memenuhi kebutuhan nutrisi bakteri dan mendukung ketahanan hidup bakteri endofit selama penyimpanan.

Gambar 13 Kerapatan populasi bakteri endofit. (a) Bacillus sp. AA2, (b) Bacillus

sp. MER, (c) isolat MSJ dalam beberapa formulasi tepung

Tingginya pertumbuhan bakteri endofit menunjukkan tingginya daya viabilitas bakteri. Pertumbuhan optimum bakteri endofit disebabkan karena bahan tambahan atau substrat dalam formulasi masih mampu memberikan nutrisi atau masih mendukung bagi kehidupan populasi bakteri yang terus meningkat. Viabilitas yang cukup tinggi disebabkan karena bakteri mensintesis zat-zat yang terkandung dalam formulasi, yang dapat memicu bakteri dalam mensekresi metabolit selnya untuk pertumbuhan sel secara optimal. Pembuatan formulasi

0,00 2,00 4,00 6,00 8,00 Lo

Dokumen terkait