• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik demografi responden dalam penelitian ini meliputi usia, pendidikan terakhir, pekerjaaan, dan tingkat ekonomi. Responden dalam penelitian termasuk dalam rentang usia produktif. Usia produktif menurut Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2011 adalah sekelompok penduduk yang berusia 15-44 tahun (Kemenkes,2011). Sebagian besar responden adalah tamat pendidikan menengah (SMA dan sederajad) yaitu sebanyak 24 responden (58,54%). Berdasarkan jenis pekerjaan, mayoritas responden adalah ibu rumah tangga yakni sebesar 30 responden (73,17%). Menurut Ivoryanto et al, (2015) yang dilakukan pada 110 responden di Klojen, Magelang, menunjukkan bahwa nilai korelasi tingkat pendidikan formal terhadap tingkat pengetahuan dalam penggunaan antibiotika oral adalah 0,716. Nilai korelasi tingkat pendidikan formal terhadap tingkat pengetahuan pada gender perempuan adalah 0,783. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa tingkat pendidikan formal masyarakat berkorelasi positif terhadap tingkat pengetahuan

10

dalam penggunaan antibiotika oral. Korelasi positif antara pendidikan formal dan tingkat pengetahuan dalam penggunaan antibiotika oral ditemukan tertinggi pada perempuan dan responden berusia 18-28 tahun. Tingkat ekonomi responden tergolong rendah yakni sebesar 26 responden (63,41%) yang pendapatan keluarganya kurang dari UMR. Menurut Widayati et al, (2011) di Kota Yogyakarta, disebutkan bahwa pertimbangan ekonomi adalah faktor penting yang mempengaruhi perilaku swamedikasi antibiotika.

Tabel. 3 Profil Karakteristik demografi Ibu-Ibu PKK Desa Gayamharjo

Karakteristik Demografi Frekuensi Persentase (%) N=41 Usia (tahun) 20-30 5 12,2 30-40 17 41,46 40-50 15 36,59 50-60 4 9,76 Pendidikan Terakhir SD 8 19,51 SMP 9 21,95

SMA dan sederajad 24 58,54

Pekerjaan Buruh 6 14,63

Pedagang 2 4,88

Ibu Rumah Tangga 30 73,17

Tani 2 4,88 Wiraswasta 1 2,44 Tingkat Ekonomi ≤ UMR*) 26 63,41 ≥UMR 15 36,59

*)UMR=Upah Minimum Regional UMR Kabupaten Sleman = Rp 1.701.800

Pengenalan Responden Tentang Antibiotika

Terdapat 41 responden yang terlibat dalam penelitian. Semua responden (100%) telah lolos pertanyaan skrining tentang pengenalan antibiotika. Jenis antibiotika yang dapat disebutkan oleh responden dapat dilihat pada tabel berikut ini.

11

Tabel. 4 Jenis antibiotika yang disebutkan oleh responden yang menyatakan mengenal antibiotika

No Jenis Antibiotika Frekuensi Persentase (%) n=41 1 Amoksisilin 41 100 2 Supertetra 17 41,46 3 Tetrasiklin 6 14,63 4 Lainnya : Cefadroxil 1 2,44

*jawaban dapat lebih dari 1

Menurut Yarza et al, (2015) dalam penelitian yang dilakukan di kelurahan Batang, Padang – Sumatra Barat dengan jumlah responden 152 ibu rumah tangga, persentase amoxicilin sebagai antibiotik yang biasa digunakan masyarakat tanpa resep dokter mencapai 55 responden (36,2%). Penelitian dari Nisak et al, (2016 ) yang dilakukan pada 100 responden Ibu – Ibu di Kelurahan Airlangga, Surabaya, disebutkan bahwa antibiotik yang sering digunakan adalah golongan penisilin yakni amoksisilin (37%).

Antibiotik golongan penisilin merupakan antibiotik yang pertama kali ditemukan sehingga lebif familiar bagi masyarakat. Selain itu, ditinjau dari aspek klinis, antibiotika golongan penisilin merupakan antibiotika skektrum luas (broad spectrum). Amoksisilin lebih efektif melawan gram positif daripada gram mikroorganisme negatif dapat digunakan dalam terapi beberapa infeksi, antara lain otitis media, tonsilitas, laringitis, pneumonia, dan infeksi saluran kemih (Kaur et al, 2011).

Pengetahuan Responden Tentang Cara Memperoleh Antibiotika

Responden pada umumnya mengetahui bahwa antibiotika harus diperoleh dengan resp dokter (87,80 %). Berdasarkan Undang-Undang Obat Keras St. No. 419 tgl. 22 Desember 1949, antibiotik termasuk obat keras (daftar G). Untuk distribusi obat daftar G diatur dalam pasal 3 ayat 1 bahwa obat-obat daftar G penyerahan dan atau penjualan untuk keperluan pribadi adalah dilarang. Oleh karena itu penggunaan antibiotik tanpa resep dokter pada dasarnya adalah

12

melanggar peraturan pemerintah baik Undang-Undang obat keras maupun SK Menkes tahun 1990.

Tabel. 5 Persentase jawaban pada kuesioner tentang cara memperoleh antibiotika No PERNYATAAN Frekuensi responden yang menjawab benar (sesuai kunci jawaban) Persentase responden yang menjawab benar (%) N=41 Frekuensi responden yang menjawab salah dan tidak tahu (sesuai kunci jawaban) Persentase responden yang menjawab salah dan tidak tahu (%) N=41 1 Untuk memperoleh obat

antibiotika (yang diminum), harus dengan resep dokter

36 87,80 5 12,20

2 Obat antibiotika (yang diminum) bisa dibeli tanpa resep dokter

36 87,80 5 12,20

3 Obat antibiotika hanya dapat dijual di apotek

24 58,54 17 41,46

4 Obat antibiotika dapat dijual di toko obat

13 31,71 28 68,29

5 Obat antibiotika dapat dijual di toko/warung kelontong/supermarket/pa sar tradisional/toko online

33 80,49 8 19,51

6 Obat antibiotika dapat dijual atau tersedia di praktek dokter

3 7,32 38 92,68

7 Obat antibiotika dijual atau tersedia di praktek perawat atau mantri kesehatan

5 12,20 36 87,80

Pengetahuan responden tentang cara memperoleh antibiotik masih tergolong kurang baik karena masih banyak responden berpersepsi bahwa antibiotik bisa diperoleh di toko obat, praktek dokter dan praktek perawat/mantri dan persentasenya masih cukup tinggi. Hal ini disebabkan karena di desa tersebut tidak terdapat Apotek. Menurut KEMENKES (2018), tentang Praktek Dokter Mandiri, disebutkan bahwa dokter hanya boleh menyediakan jenis obat-obat darurat dan tidak dicantumkan bahwa antibiotika disediakan oleh dokter praktek pribadi (Kemenkes,2018). Berdasarkan Permenkes nomor 9 tahun 2017 tentang

13

Apotek, pasal 1(1), dijelaskan bahwa Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh Apoteker. Berdasarkan Permenkes nomor 59 tahun 2009 tentang pekerjaan kefarmasian pasal 1(14), dijelaskan bahwa toko Obat adalah sarana yang memiliki izin untuk menyimpan obat-obat bebas dan obat-obat bebas terbatas untuk dijual secara eceran.

Pengetahuan Responden Tentang Antibiotika Secara Umum

Responden dalam penelitian ini masih memiliki persepsi bahwa antibiotika dapat digunakan untuk terapi demam dan infeksi yang disebabkan oleh virus. Hal ini bisa terlihat bahwa sebesar 32 responden (78,05%) menjawab antibiotika harus diminum segera ketika mengalami demam dan seluruh responden (100%) menyatakan bahwa antibiotika dapat mengobati penyakit karena infeksi virus, misalnya influenza. Menurut penelitian Ivoryanto,et al, (2017) yang dikalukan di Klojen – Magelang, disebutkan bahwa mayoritas responden meyakini penggunaan antibiotika dapat mempercepat penyembuhan demam, batuk, pilek, dan diare. Responden merasa bahwa tidak cepat sembuh jika hanya mengonsumsi obat-obatan simtomatik dikarenakan responden memiliki pengalaman pribadi yang demikian. Responden juga percaya bahwa antibiotika juga dapat digunakan untuk mengobati penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus. Alasan mayoritas responden berpendapat demikian adalah seringnya mereka menggunakan antibiotika pada saat sakit batuk, demam, dan sakit tenggorokan; sedangkan sebagian lainnya tidak paham perbedaan antara bakteri dan virus.

Penelitian yg dilakukan di Prince Sattam University Hospital sekitar 60% dari responden menyatakan bahwa antibiotik digunakan untuk pengobatan infeksi virus (Abujheisha KY, et al,2017). Sedangkan menurut Permenkes tahun 2012, dijelaskan bahwa antibiotik tidak diberikan pada penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus atau penyakit yang dapat sembuh sendiri (self-limited).

14

Tabel. 6 Persentase jawaban pada kuesioner pengetahuan umum tentang antibiotika No PERNYATAAN Frekuensi Frekuensi responden yang menjawab benar (sesuai kunci jawaban) Persentase responden yang menjawab benar (%) N=41 Frekuensi responden yang menjawab salah dan tidak tahu (sesuai kunci jawaban) Persentase responden yang menjawab salah dan tidak tahu (%) N=41 1 Obat antibiotika harus

diminum segera ketika mengalami demam.

9 21,95 32 78,05

2 Obat antibiotika dapat mengobati penyakit karena virus, misalnya Influenza

0 0,00 41 100,00

3 Obat antibiotika dapat mengobati penyakit yang disebabkan oleh bakteri, misalnya TBC (Tuberculosis)

27 65,85 14 34,15

4 Seseorang dapat mengalami alergi jika minum obat antibiotika

33 80,49 8 19,51

5 Obat antibiotika dapat menimbulkan alergi, misalnya gatal dan kemerahan di kulit setelah minum antibiotika.

32 78,05 9 21,95

6 Obat antibiotika yang digunakan dengan tidak tepat dapat menyebabkan resistensi (kekebalan kuman)

31 75,61 10 24,39

7 Penggunaan obat antibiotika yang tepat(sesuai indikasinya) dapat mencegah terjadinya resistensi atau kekebalan kuman

30 73,17 11 26,83

8 Jika saya lupa meminum antibiotik maka saya harus segera minum sesuai dosis dan aturan pakai

37 90,24 4 9,76

Demam adalah kondisi panas tubuh yang melebihi 37O C. Demam dapat terjadi pada seseorang yang mengalami kondisi sepsis, infeksi, inflamasi, demam yang disebabkan oleh induksi obat, demam setelah cidera otak dan demam karena gangguan pada endokrin. Pada seseorang yang mengalami sepsis, terapi antibiotika diberikan pada kondisi jika suhu tubuh mencapai 41o C (Walter, et al, 2016).

15

Bakteri berasal dari kata Latin bacterium, adalah kelompok organisme yang tidak memiliki membran inti sel. Organisme ini termasuk ke dalam domain prokariot dan berukuran sangat kecil (mikroskopik). Bakteri dikelompokkan menjadi beberapa jenis dan digunakan untuk banyak patogen penting seperti Salmonellae, E Coli, dan Vibriones (Mohamad et al, 2014). Sedangkan mycobacterium adalah batang ramping dan bercabang bentuknya menyerupai miselium jamur (seperti jamur). Bila diletakkan dalam kultur cair membentuk seperti cetakan kulit tipis dan tahan dekolorisasi dengan asam mineral yang encer, maka sering disebut 'basil tahan asam', seperti; aerobik, nonmotil, nonkapsulasi dan nonsporing. Mycobacterium spesifik pada jenis patogen tertentu. Contoh dari mycobacterium adalah mycobacterium tuberculosis dapat menyebabkan penyakit TBC, mycobacterium leprae dapat menyebabkan penyakit lepra (Al-mohanna, 2016).

Tingkat Pengetahuan Responden Mengenai Antibiotika

Sebagian besar pengetahuan responden termasuk dalam kategori sedang. Hal ini bisa dikatakan bahwa tingkat pengetahuan antiobiotik pada kelompok Ibu-Ibu PKK Desa Gayamharjo masih tergolong sedang. Ini disebabkan kurangnya informasi dan penyuluhan kepada masyarakat tentang penggunan antibiotik yang benar (Wowiling et al, 2013). Faktor yang paling berpengaruh dalam swamedikasi antibiotik pada ibu rumah tangga adalah pengetahuan tentang antibiotik (OR=5.307, p=0,000) sehingga pengetahuan yang baik memiliki kemungkinan 5.307 kali tidak melakukan swamedikasi antibiotik (Restiyono,2016). Menurut Widayati, et al, (2012 ) di Kota Yogyakarta, semakin tinggi tingkat pengetahuan tentang antibiotika memiliki efek positif pada perilaku penggunaan antibiotika.

Tabel. 7 Tingkat pengetahuan antibiotika Ibu-Ibu PKK Desa Gayamharjo Kategori Tingkat Pengetahuan Frekuensi Persentase (%)

n=41

Tinggi 2 4,88

Sedang 23 56,10

16

Intensi Responden untuk Menggunaan Antibiotika Tanpa Resep

Dalam penelitian ini, intensi penggunaan antibiotika tanpa resep kategori tidak ada niat untuk menggunakan antibiotika tanpa resep (skor 0) sebesar 36,59%

dan kategori ada niat untuk menggunakan antibiotika tanpa resep (rentang skor 1-3) sebesar 63,41%. Dari hasil tersebut bahwa sebagian besar

responden memiliki niat untuk menggukana antibiotika tanpa resep. Hal ini dapat terjadi karena sebagian besar tingkat pengetahuan responden tentang antibiotika masih kurang baik. Menurut Restiyono (2016), faktor yang paling berpengaruh dalam swamedikasi antibiotika pada ibu rumah tangga adalah pengetahuan tentang antibiotika (OR=5.307, p=0,000) sehingga pengetahuan yang baik memiliki kemungkinan 5.307 kali tidak melakukan swamedikasi antibiotika.

Tabel. 8 Profil intensi untuk menggunakan antibiotika tanpa resep pada Ibu-Ibu PKK Desa Gayamharjo

Keterangan : Skor 0 (nol) artinya tidak ada niat/intensi/keinginan sama sekali Skor 1 (satu) – 3 (tiga ) artinya ada niat yang semakin besar dengan semakin besarnya angka skor.

KATEGORI Frekuensi responden Persentase (%) N=41 Skor 0 (nol) 15 36,59 Skor 1 (satu) 12 29,27 Skor 2 (dua) 12 29,27 Skor 3 (tiga) 2 4,88

17

Tabel. 9 Persentase jawaban kuesioner intensi penggunaan antibiotika Tanpa resep

No Pernyataan Frekuensi dan persentase (%) N=41

Skor

0 1 2 3

1 Seberapa besar niat atau keinginan Anda untuk menggunakan antibiotika yang langsung dibeli tanpa menggunakan resep dokter jika Anda sakit?

15 (36,59) 18 (43,90) 1 (2,44) 2 (4,88)

2 Seberapa besar niat atau keinginan Anda untuk membeli antibiotika tanpa harus periksa ke dokter jika Anda sakit? 23 (56,10) 15 (36,59) 2 (4,88) 1 (2,44)

3 Seberapa besar keinginan Anda untuk membeli antibiotika tanpa menggunakan resep dokter untuk penyakit ringan? Contoh: batuk atau flu kurang dari 3 hari.

18 (43,90) 8 (19,51) 10 (24,39) 5 (12,20)

4 Seberapa besar niat atau keinginan Anda untuk membeli antibiotika tanpa harus periksa ke dokter agar lebih hemat biaya?

20 (48,78) 14 (34,15) 3 (7,32) 4 (9,76)

5 Seberapa besar niat atau keinginan Anda untuk membeli antibiotika tanpa harus periksa ke dokter agar lebih hemat waktu / tidak perlu antri periksa? 20 (48,78) 12 (29,27) 6 (14,63) 3 (7,30)

18 Keterbatasan dalam Penelitian

Penelitian ini hanya memaparkan tingkat pengetahuan antibiotika dan intensi/niat untuk menggunakan antibiotika tanpa resep. tanpak diketahui faktor yang mempengaruhi hal tersebut, karena pada kuesioner peneliti tidak menyediakan butir pertanyaan mengenai faktor yang mempengaruhi pengetahuan antibiotika serta alasan untuk menggunakan antibiotika tanpa resep.

KESIMPULAN

1. Mayoritas responden dalam penelitian ini berumur 30 sampai dengan 40 tahun (41,46%), sebagian besar responden lulus SMA (48,78%),bekerja sebagai ibu rumah tangga (73,17%), dan memiliki pendapan keluarga kurang dari UMR (Upah Minimum Regional) kabupaten Sleman Rp. 1.701.800 per bulan (63,41%).

2. Tingkat pengetahuan responden kategori tinggi sebesar 4,88%, kategori sedang sebesar 56,10%, dan kategori rendah sebesar 39,02%.

3. Intensi penggunaan antibiotika tanpa resep kategori tidak ada niat untuk menggunakan antibiotika tanpa resep (skor 0) sebesar 36,59% dan kategori ada niat untuk menggunakan antibiotika tanpa resep (rentang skor 1-3) sebesar 63,41%.

SARAN

Kendati sudah dikeluarkan peraturan tentang penggunaan antibiotika tetapi masih banyak masyarakat yang meniliki niat untuk menggunakan antibiotika tanpa resep, maka untuk selanjutnya bisa dilakukan penelitian tentang faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan antibiotika serta alasan untuk menggunakan antibiotika tanpa resep.

19

Dokumen terkait