• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sebaran contoh berdasarkan karakteristik indvidu dan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel 4. Contoh dalam penelitian ini berjumlah 42 orang yang terdiri dari 21 orang laki-laki dan 21 orang perempuan, dan kisaran usia antara umur 14-17 tahun. Tahap remaja awal berkisar dari usia 13-14-17 tahun, dan remaja akhir berkisar dari usia 18-21 tahun (Sarwono 1993). Pada siswa sebagian besar berusia 16 tahun, sedangkan jumlah siswa yang berusia 14 tahun berjumlah paling sedikit yaitu tiga orang. Pada siswa laki-laki usia maksimum adalah 17 tahun, berbeda dengan siswa perempuan yang memiliki usia maksimum 16 tahun. Secara statistik dari kedua kelompok siswa tidak terdapat perbedaan yang siginifikan pada usia (p= 0.406).

Sebaran siswa uang saku berdasarkan data dibagi ke dalam 3 kategori, pada siswa perempuan mempunyai nilai yang lebih tinggi dibandingkan pada siswa laki-laki. Rata-rata uang saku pada contoh laki-laki (Rp 623 095 ± 296 034) lebih rendah dibandingkan uang saku perempuan (Rp 683 333 ± 336 873). Berdasarkan hasil penelitian Darmayanti (2010), semakin besar pendapatan keluarga maka semakin besar uang saku yang diterima oleh siswa. Namun pada uji beda statistik uang saku siswa tidak memiliki perbedaan yang siginifikan (p=0.605). Alokasi uang saku yang dikeluarkan bukan untuk makanan tetapi untuk transportasi, membeli hadiah, buku, dan pakaian. Sharlin dan Edelstein (2011) menyatakan bahwa ada tiga kriteria perubahan pada remaja yaitu biologis, psikologis, dan sosial ekonomi. Kriteria tersebut dapat mempengaruhi kebiasaan makan pada remaja. Menurut penelitian yang dilakukan Bjorklund et al (2010) menunjukkan bahwa status sosial ekonomi dan hubungan saudara dalam suatu keluarga dapat menentukan pendapatan seseorang. Sehingga dalam penelitian ini uang saku dianggap sebagai pendapatan contoh.

Uang saku untuk pangan merupakan pengeluaran yang dikeluarkan siswa untuk membeli suatu pangan dari uang saku yang diterimanya selama 1 bulan. Uang saku untuk pangan pada siswa perempuan juga mempunyai nilai yang lebih besar dibandingkan pada siswa laki-laki. Rata-rata uang saku untuk pangan contoh laki-laki (Rp 265 000 ± 163 661) lebih besar dibandingkan contoh perempuan (Rp 224 048 ± 146 404). Rata-rata persentase uang saku untuk pangan pada siswa laki-laki (46%) lebih besar dibandingkan siswa perempuan (36%). Hal ini diduga bahwa contoh laki-laki lebih banyak menggunakan uang sakunya untuk membeli makanan dibandingkan contoh perempuan. Berdasarkan hasil uji statistik tidak

13 terdapat perbedaan yang nyata pada uang saku untuk pangan antara kedua kelompok siswa (p=0.471). Uang saku untuk pangan yang lebih banyak tidak menjamin lebih beragamnya konsumsi pangan karena kadang-kadang perubahan yang terjadi pada kebiasaan makan adalah harga pangan yang tinggi (Suhardjo 1989).

Tabel 4 Sebaran siswa berdasarkan karakteristik individu dan jenis kelamin

Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Total

n % n % N % Usia 14 tahun 1 4.8 2 9.5 3 7.1 15 tahun 7 33.3 6 28.6 13 31.0 16 tahun 9 42.9 13 61.9 22 52.4 17 tahun 4 19.0 0 0.0 4 9.5 Usia rata-rata±stdev 16±1 16±1 16±1 P 0.406 Uang saku < Rp. 180000 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 Rp. 180000-440000 5.0 23.8 7.0 33.3 12.0 28.6 >Rp. 440000 16.0 76.2 14.0 66.7 30.0 71.4 Uang saku

rata-rata±stdev 623095±296034 683333±336873 653214±314700

P 0.605

Uang saku untuk pangan

Uang saku untuk

pangan rata-rata±stdev 265000±163661 224048±146404 244524±154761

P 0.471

Rata-rata % uang

saku untuk pangan 46 36 41

Karakteristik Keluarga

Sebaran siswa berdasarkan karakteristik keluarga dan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel 5. Pendidikan orang tua adalah jenjang pendidikan yang dicapai oleh orang tua. Pendidikan ayah dan ibu didapatkan berdasarkan sebaran data siswa. Pendidikan orang tua dibagi menjadi tidak sekolah, sd, smp, sma, diploma, dan sarjana dan dibedakan antara pendidikan ayah dan ibu. Tingkat pendidikan orang tua merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap pola asuh anak termasuk pemberian makan, pola konsumsi pangan, dan status gizi (Rahmawati 2006). Sebagian besar tingkat pendidikan ayah pada siswa laki-laki dan perempuan adalah sarjana (71.4%) dan (52.6%), sama seperti pendidikan ibu dari kedua kelompok yang sebagian besar adalah sarjana sebesar (38.1%). Pendidikan ayah dan ibu tidak memiliki perbedaan yang signifikan, dibuktikan oleh uji beda (p=0.102) dan (p=0.700).

Pekerjaan orang tua merupakan jenis pekerjaan yang dilakukan oleh ayah dan ibu untuk menghidupi keluarga dengan penghasilan yang didapatkan dari pekerjaan tersebut. Pekerjaan orang tua dibedakan menjadi tidak bekerja,

14

pns/abri/polri, pegawai swasta, petani, pedagang, wiraswasta, ibu rumah tangga, buruh dan lainnya. Berdasarkan sebaran data didapat bahwa sebagian besar pekerjaan ayah antara siswa laki-laki dan perempuan adalah pegawai swasta, dengan persentase sebesar (47.6%) dan (42.1%). Pekerjaan ibu sebagian besar antara siswa laki-laki adalah ibu rumah tangga (71.4%) dan (38.1%). Pekerjaan ayah memiliki nilai (p=0.089) dan pekerjaan ibu memiliki nilai (p=0.092), hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara pekerjaan ayah dan ibu antara siswa laki-laki dan perempuan.

Pendapatan per kapita keluarga perbulan dibandingkan dengan garis kemiskinan Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2010 untuk Kota Bogor. Pendapatan per kapita per bulan <Rp 278.530 termasuk ke dalam kategori miskin dan apabila ≥Rp 278.530 termasuk ke dalam kategori tidak miskin, sehingga seluruh siswa tergolong ke dalam kategori tidak miskin (100%). Berdasarkan sebaran data didapat rata-rata pendapatan per kapita per bulan pada siswa laki-laki sebesar (Rp 1 917 063±1 900 491) dan perempuan sebesar ( Rp 1 135 251±629 095), sehingga siswa laki-laki mempunyai pendapatan per kapita per bulan yang lebih besar dibandingkan kelompok siswa perempuan. Braithwaite et al. (2009) menyatakan bahwa pendapatan keluarga mempengaruhi status gizi, hal ini terkait dengan daya beli terhadap bahan pangan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

Besar keluarga adalah banyaknya jumlah anggota keluarga yang hidup dalam satu rumah dan tercatat dalam Kartu Keluarga. Besar keluarga terdiri dari tiga kategori yaitu kecil, sedang dan besar. Sebagian besar siswa laki-laki dan perempuan besar keluarganya termasuk ke dalam kategori kecil, yaitu kurang dari empat orang dengan persentase (62%) dan (47.6%). Jumlah anggota keluarga mempengaruhi jumlah pangan yang dikonsumsi dan pembagian ragam yang dikonsumsi dalam keluarga. Kualitas dan kuantias pangan secara langsung akan menentukan status gizi keluarga dan individu (Sukandar 2007). Secara statistik menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara besar keluarga siswa laki-laki dan perempuan (p=0.507).

Tabel 5 Sebaran siswa berdasarkan karakteristik keluarga dan jenis kelamin

Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Total

n % n % n % Pendidikan ayah tidak sekolah 0 0.0 0 0.0 0 0.0 sd 1 4.8 1 5.3 2 5.0 smp 0 0.0 0 0.0 0 0.0 sma 3 14.3 5 26.3 8 20.0 diploma 2 9.5 3 15.8 5 12.5 sarjana 15 71.4 10 52.6 25 62.5 P 0.102 Pendidikan Ibu tidak sekolah 0 0.0 0 0.0 0.0 0.0 sd 1 4.8 2 9.5 3.0 7.1 smp 0 0.0 1 4.8 1.0 2.4 sma 8 38.1 7 33.3 15.0 35.7 diploma 4 19.0 3 14.3 7.0 16.7

15 Tabel 5 Sebaran siswa berdasarkan karakteristik keluarga dan jenis kelamin

(lanjutan)

Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Total

n % n % n % sarjana 8 38.1 8 38.1 16.0 38.1 P 0.700 Pekerjaan Ayah tidak bekerja 0 0.0 0 0.0 0.0 0.0 pns/abri/polri 5 23.8 7 36.8 12.0 30.0 pegawai swasta 10 47.6 8 42.1 18.0 45.0 petani 0 0.0 0 0.0 0.0 0.0 pedagang 0 0.0 0 0.0 0.0 0.0 wiraswasta 4 19.0 2 10.5 6.0 15.0 ibu rumah tangga 0 0.0 0 0.0 0.0 0.0 buruh 1 4.8 1 5.3 2.0 5.0 lainnya 1 4.8 1 5.3 2.0 5.0 P 0.089 Pekerjaan Ibu tidak bekerja 0 0.0 1 4.8 1 2.4 pns/abri/polri 3 14.3 5 23.8 8 19.0 pegawai swasta 1 4.8 4 19.0 5 11.9 petani 0 0.0 0 0.0 0 0.0 pedagang 0 0.0 1 4.8 1 2.4 wiraswasta 2 9.5 1 4.8 3 7.1 ibu rumah tangga 15 71.4 8 38.1 23 54.8 buruh 0 0.0 0 0.0 0 0.0 lainnya 0 0.0 1 4.8 1 2.4 P 0.092 Besar Keluarga Kecil (≤4) 13 62 10 47.6 23 54.8 Sedang (5-6) 8 38 9 42.9 17 40.5 Besar (≥7) 0 0 2 9.5 2 4.8 P 0.507 Besar keluarga rata-rata±sd 4±1 5±1 5±1 Pendapatan keluarga/kapita Rendah 0 0.0 0 0.0 0 0.0 Sedang 2 9.5 1 4.8 3 7.1 Tinggi 4 19.0 10 47.6 14 33.3 Sangat tinggi 15 71.4 10 47.6 25 59.5 P 0.037 Pendapatan/kapi ta rata-rata±sd 1.917.063±1.900.491 1.135.251±629.095 1.526.157±1.453.091 Total 21 100 21 100 42 100

16

Kebiasaan Sarapan Frekuensi Sarapan

Frekuensi sarapan adalah frekuensi makan yang dilakukan siswa pada pagi hari dalam satu minggu, dibedakan menjadi beberapa kategori. Kategori dalam frekuensi sarapan menurut Khan (2005) dibagi ke dalam tiga kategori antara lain jarang (kurang dari empat kali dalam satu minggu), kadang-kadang (empat sampai enam kali dalam satu minggu), dan selalu sarapan (tujuh kali dalam satu minggu). Menurut Khomsan (2005) sarapan adalah suatu kegiatan makan yang penting sebelum melakukan aktivitas fisik pada pagi hari. Alasan tidak sarapan, yaitu tidak sempat atau terburu-buru, merasa waktu sangat terbatas karena jarak sekolah cukup jauh, terlambat bangun pagi, tidak ada selera makan, maupun ingin diet supaya berat badan supaya cepat turun.

Berdasarkan sebaran siswa pada frekuensi sarapan, sebagian besar semua siswa selalu sarapan, namun lebih banyak pada siswa perempuan yang selalu sarapan dibandingkan dengan siswa laki-laki dengan frekuensi masing-masing pada siswa laki-laki dan perempuan yaitu (38.1%) dan (66.7%). Secara statistik menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara frekuensi sarapan (p=0.87). Hal ini sejalan dengan penelitian Rampersaud et al (2005) bahwa persentase remaja perempuan yang memiliki kebiasaan sarapan menurun dari 77% pada usia 9 tahun menjadi kurang dari 32% pada usia 19 tahun. Padahal, remaja yang mengonsumsi sarapan secara rutin memiliki asupan karbohidrat, protein, dan serat yang lebih tinggi dan asupan lemak yang lebih rendah daripada mereka yang tidak sarapan.

Tabel 6 Sebaran siswa berdasarkan frekuensi sarapan dan jenis kelamin No Frekuensi Sarapan Laki-laki Perempuan Total

n % n % n % 1 Jarang (<4 kali/minggu) 2 9.5 3 14.3 5 11.9 2 Kadang-kadang (4-6 kali/minggu) 11 52.4 4 19.0 15 35.7 3 Selalu (7 kali/minggu) 8 38.1 14 66.7 22 52.4 Total 21 100.0 21 100.0 42 100.0 P 0.87 Waktu Sarapan

Pembagian waktu makan utama dalam sehari meliputi makan pagi (sarapan), siang, dan malam. Sarapan adalah suatu kegiatan penting sebelum melakukan aktivitas fisik pada hari tersebut, mengingat tubuh tidak mendapatkan makanan selama sekitar 10 jam sejak malam hari (Khomsan 2002). Waktu sarapan adalah waktu dimana siswa melakukan makan di pagi hari sebelum melakukan aktivitasnya sehari-hari.

Sarapan dapat dilakukan antara pukul 06.00-08.00, namun waktu ini bukan acuan keharusan. Sebagai bagian dari pola makan, sarapan dapat disesuaikan dengan ritme dimulainya aktivitas pagi hari. Menurut Hardinsyah (2015) Sarapan adalah makan dan minum yang dilakukan sebelum pukul 9 pagi untuk memenuhi

17 15 hingga 30 persen kebutuhan gizi harian sebagai bagian gizi seimbang untuk mewujudkan hidup sehat, bugar, aktif, dan cerdas. Sebagian besar siswa laki-laki dan perempuan sudah melakukan waktu sarapan pada pukul 06.00-08.59 dengan persentase contoh laki-laki (57.1%) dan contoh perempuan (57.7%).

Tabel 7 Sebaran siswa berdasarkan waktu sarapan dan jenis kelamin No Waktu Sarapan Laki-laki Perempuan Total

n % n % n %

1 05.00-05.59 12 10.1 28 21.5 40 16.1

2 06.00-08.59 68 57.1 75 57.7 143 57.4

3 09.00-10.00 39 32.8 27 20.8 66 26.5

Jenis Makanan Sarapan

Jenis makanan sarapan adalah jenis menu sarapan yang baik terdiri dari makanan pokok, hewani, nabati, sayuran dan makanan jajanan. Makan pagi seyogyanyamengandung unsur empat sehat lima sempurna. Ini berarti kita benar-benar telah mempersiapkan diri untuk menghadapi segala aktivitas dengan nutrisi yang lengkap. Hanya saja masalahnya seringkali sayur tidak bisa tersedia secara instan, sehingga makan pagi yang disediakan tanpa sayuran. Namun hal ini tidak menjadi masalah karena fungsi sayuran sebagai penyumbang vitamin dan mineral bisa digantikan oleh buah (Khomsan 2002). Khomsan (2005) menyatakan bahwa bila sarapan dengan aneka ragam pangan yang terdiri nasi, sayur/buah, lauk pauk dan susu, dapat memenuhi kebutuhan akan vitamin dan mineral.

Sebagian besar siswa laki-laki dan perempuan mengonsumsi jenis makanan sarapan yang terdiri dari makanan pokok dan hewani saja dengan persentase (55.5%) dan (58.0%). Secara statistik menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan jenis makanan sarapan antara siswa laki-laki dan perempuan (p=0.478). Makanan pokok yang banyak dikonsumsi oleh siswa laki-laki dan perempuan terdiri dari nasi, mie, roti, bubur nasi dan lain-lain. Pangan hewani yang dikonsumsi oleh siswa antara lain ayam, telur, ikan, nugget, sosis. Sebagian besar siswa juga mengonsumsi lauk hewani yang terdiri lebih dari satu jenis tanpa ada tambahan makanan sumber nabati maupun sayuran. Kebanyakan contoh tidak makan sarapan bergizi seimbang, hal ini bertentangan dengan pendapat Bonnie (1998) bahwa sarapan harus ada zat gizi seperti protein, lemak, vitamin, mineral, air dan serat.

Tabel 8 Sebaran siswa berdasarkan jenis makanan sarapan dan jenis kelamin No Jenis Makanan Sarapan Laki-laki Perempua

n

Total

n % n % n %

1 Makanan pokok 18 15.1 17 14.3 35 14.1

2 Makanan pokok dan hewani 66 55.5 69 58.0 135 54.2 3 Makanan pokok dan nabati 2 1.7 11 9.2 13 5.2 4 Makanan pokok, hewani, dan

18

Tabel 8 Sebaran siswa berdasarkan jenis makanan sarapan dan jenis kelamin (lanjutan)

No Jenis Makanan Sarapan Laki-laki Perempua n

Total

n % n % n %

5 Makanan pokok, hewani, nabati,

dan sayuran 3 2.5 7 5.9 10 4.0

6 Makanan pokok, nabati, dan

sayuran 3 2.5 5 4.2 8 3.2

7 Makanan pokok, hewani, nabati, sayuran, dan makanan jajanan

0 0.0 0 0.0 0 0.0

8 Makanan jajanan 7 5.9 9 7.6 16 6.4

P 0.478

Asupan dan Kontribusi Makanan Sarapan

Pada saat sarapan sebaiknya mengkonsumsi makanan lengkap yakni yang mengandung semua unsur gizi yang dibutuhkan oleh tubuh. Kandungan gizi yang seimbang terdiri dari karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral. Menurut Depkes (2001) konsep makan pagi yang mengacu pada gizi seimbang dapat dipenuhi dengan pemberian makanan sebagi berikut:

1) Sumber karbohidrat, yaitu nasi, roti, makaroni, kentang, tepung beras, tepung maizena, tepung kacang hijau, jagung, singkong, dan ubi.

2) Sumber protein, yaitu susu, daging, ikan, ayam, hati, tahu, tempe, keju, kacang hijau, dan lain-lain.

3) Sumber vitamin dan mineral, yaitu dari sayuran seperti wortel, bayam, kangkung, labu siam, buncis, buah-buahan: misalnya pepaya, jambu biji, air jeruk, melon, alpukat, dan lain-lain.

Fungsi-fungsi dari zat gizi antara lain sebagai berikut (Depkes 2001): 1) Karbohidrat berfungsi sebagai sumber tenaga,

2) Protein berfungsi sebagai sumber pembangun,

3) Lemak berfungsi sebagai sumber tenaga dan pelarut vitamin A, D, E, dan K, 4) Vitamin berfungsi sebagai sumber pengatur,

5) Mineral berfungsi sebagai zat pengatur dan zat pembangun, 6) Air berfungsi dalam proses pencernaan makanan.

Sarapan sebaiknya mengkonsumsi makanan lengkap yakni mengandung semua unsur gizi yang dibutuhkan oleh tubuh. Kandungan gizi yang seimbang terdiri dari energi, karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral. Khomsan (2002) menyatakan bahwa dengan melakukan sarapan dapat menyumbang 25% dari kebutuhan total energi harian.

Asupan dan kontribusi makanan sarapan adalah makanan sarapan yang dimakan oleh siswa dan menyumbang energi dan zat gizi lainnya dari asupan makanan dalam sehari. Siswa laki-laki memberikan kontribusi terhadap asupan total dalam bentuk energi (21.1%), protein (21.0%), lemak (22.5%), karbohidrat (15.0%), zat besi (21.1%), vitamin A (26.0%) dan vitamin C (21.4%). Kontribusi yang diberikan siswa perempuan terhadap asupan total antara lain energi (22.1%), protein (23.8%), lemak (23.1%), karbohidrat (15.9%), zat besi (30.2%), vitamin A

19 (20.8%) dan vitamin C (14.0%). Dapat dikatakan bahwa sebagian besar siswa perempuan memberikan kontribusi terhadap asupan total lebih besar dibandingkan siswa laki-laki. Hal ini dapat dikarenakan jenis makanan sarapan yang dikonsumsi oleh siswa perempuan merupakan jenis makanan yang lebih banyak menyumbang energi daripada jenis makanan yang dikonsumsi oleh siswa laki-laki, seperti sumber karbohidrat dan protein.

Makanan sumber karbohidrat antara lain nasi, mie, roti, minuman manis, dan lain-lain, sedangkan makanan sumber protein antara lain susu, telur, ikan, ayam, daging sapi untuk protein hewani dan tahu, tempe dan lain-lain untuk protein nabati. Kontribusi zat gizi vitamin A dan Vitamin C lebih besar diberikan oleh siswa laki-laki. Sumber makanan yang mengandung banyak vitamin A antara lain wortel, hati, minyak, kangkung, bayam dan lain-lain. Sumber makanan yang banyak mengandung vitamin C antara lain tomat, kangkung, bayam, kembang kol dan lain-lain.

Kandungan gizi yang seimbang terdiri dari energi, karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral. Khomsan (2002) menyatakan bahwa dengan melakukan sarapan dapat menyumbang 25% dari kebutuhan total energi harian. Sebagian besar asupan sarapan contoh belum memenuhi kontribusi terhadap kecukupan zat gizi harian (<25%), kecuali vitamin A. Rata-rata kontribusi terhadap kecukupan vitamin A pada contoh menyumbang 61.3%. Hal ini mungkin dikarenakan sebagian besar makanan sarapan pada contoh banyak digoreng menggunakan minyak kelapa sawit.

Kontribusi terhadap kecukupan gizi diberikan oleh siswa laki-laki dalam bentuk energi (14.3%), protein (13.9%), lemak(15.5%), karbohidrat (13.5%), zat besi (16.7%), vitamin A (71.6%) dan vitamin C (1.9%). Kontribusi terhadap kecukupan gizi diberikan oleh siswa perempuan dalam bentuk energi (15.3%), protein (14.8%), lemak(18.1%), karbohidrat (15.0%), zat besi (13.5%), vitamin A (50.7%) dan vitamin C (2.9%). Sama seperti kontribusi terhadap asupan, kontribusi terhadap kecukupan gizi sebagian besar juga diberikan oleh siswa perempuan lebih besar dibandingkan siswa laki-laki.

Tabel 9 Rata-rata sumbangan energi dan zat gizi makanan sarapan terhadap asupan dan kecukupan siswa

Zat Gizi Laki-laki Perempuan Total

Energi

Asupan energi makanan sarapan (kkal/hari)

Kontribusi terhadap asupan total (%) Kontribusi terhadap kecukupan gizi (%)

366.7 308.8 337.8

21.1 22.1 21.5

14.3 15.3 14.8

Protein

Asupan protein makanan sarapan (gr/hari)

Kontribusi terhadap asupan total (%) Kontribusi terhadap kecukupan gizi (%)

9.1 8.9 9.0

21.0 23.8 22.3

13.9 14.8 14.4

Lemak

Asupan lemak makanan sarapan (gr/hari) Kontribusi terhadap asupan total (%) Kontribusi terhadap kecukupan gizi (%)

13.2 12.2 12.7

22.5 23.1 22.8

20

Tabel 9 Rata-rata sumbangan energi dan zat gizi makanan sarapan terhadap asupan dan kecukupan siswa (lanjutan)

Zat Gizi Laki-laki Perempuan Total

Karbohidrat

Asupan karbohidrat makanan sarapan (gr/hari)

Kontribusi terhadap asupan total (%) Kontribusi terhadap kecukupan gizi (%)

47.3 41.4 44.3

15.0 15.9 15.4

13.5 15.0 14.1

Zat besi (Fe)

Asupan Fe makanan sarapan (mg/hari) Kontribusi terhadap asupan total (%) Kontribusi terhadap kecukupan gizi (%)

2.6 3.3 2.9

21.1 30.2 25.4

16.7 13.5 14.7

Vitamin A

Asupan vitamin A makanan sarapan (mcg/hari)

Kontribusi terhadap asupan total (%) Kontribusi terhadap kecukupan gizi (%)

416.8 288.2 352.5

26.0 20.8 23.6

71.6 50.7 61.3

Vitamin C

Asupan vitamin C makanan sarapan (mg/hari)

Kontribusi terhadap asupan total (%) Kontribusi terhadap kecukupan gizi (%)

1.6 1.9 1.7

21.4 14.0 16.5

1.9 2.9 2.3

Tingkat Kecukupan Zat Gizi

Konsumsi pangan adalah informasi tentang jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi oleh seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu. Mengkonsumsi pangan tidak hanya penting untuk kesehatan, tetapi juga untuk kecerdasan, kekuatan, sumber energi dan pendukung pertumbuhan (Hardinsyah et al. 2002). Pada saat remaja kebutuhan zat gizi meningkat karena terjadinya proses pertumbuhan yang cepat dan aktivitas fisik yang tinggi (Almatsier 2009).

Oleh karena itu, kebutuhan gizi harus tercukupi secara baik. Zat gizi memiliki fungsi yaitu sebagai sumber energi, pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan, mengatur metabolism dan keseimbangan tubuh, serta berperan dalam sistem imun (Sediaoetama 2006). Tingkat kecukupan zat gizi individu dapat diketahui dengan cara membandingkan kandungan zat gizi makanan yang dikonsumsi oleh individu dengan angka kecukupannya.

Energi

Energi dibutuhkan oleh tubuh untuk memelihara fungsi dasar tubuh yang disebut metabolisme basal sebesar 60-70% dari kebutuhan energi total. Selain itu, energi juga diperlukan untuk fungsi lain seperti mencerna, mengolah, dan menyerap makanan dalam alat pencernaan (Soekirman 2000). Besarnya kebutuhan energi tergantung dari energi yang digunakan setiap hari (Burke 1992). Subjek penelitian berada dalam 2 golongan usia pada tabel Angka Kecukupan Gizi ( AKG 2013). Berdasarkan tabel AKG , Angka Kecukupan Energi (AKE) untuk kelompok siswa laki-laki usia 13-15 tahun adalah 2475 kkal per hari,

21 sedangkan untuk laki-laki usia 16-18 tahun adalah 2675 kkal per hari, dan untuk siswa perempuan usia 13-18 tahun sebesar 2125 kkal per hari.

Tabel 10 Sebaran siswa berdasarkan tingkat kecukupan energi

Tingkat konsumsi Zat Gizi Laki-laki n % Perempuan n % n Total % Tingkat kecukupan energi

Defisit berat (<70% AKG) Defisit sedang (70-79% AKG) Defisit ringan (80-89% AKG) Normal (90-119% AKG) Lebih (≥120% AKG) 9 42.9 11 52.4 20 47.6 4 19.0 3 14.3 7 16.7 2 9.5 0 0.0 2 4.8 3 14.3 2 9.5 5 11.9 3 14.3 5 23.8 8 19.0 P 0.413

Pada tabel 10 dapat diketahui rata-rata tingkat kecukupan energi pada siswa laki-laki dan perempuan termasuk ke dalam kategori defisit berat. Kategori defisit berat pada siswa perempuan (52.4%) lebih banyak dibandingkan dengan siswa laki-laki (42.9%). Rata-rata tingkat kecukupan energi contoh laki-laki (82.4±38.5) lebih tinggi dibandingkan contoh perempuan (77.7±38.9). Secara statistik menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara tingkat kecukupan energi pada kedua siswa (p= 0.413). Hal ini mungkin dikarenakan porsi makanan pada siswa perempuan lebih sedikit dibandingkan siswa laki-laki, sedangkan pada menu makanan utama keseharian seluruh siswa sebagian besar banyak menyumbang energi.

Kekurangan energi terjadi bila konsumsi energi melalui makanan kurang dari energi yang dikeluarkan. Tubuh akan mengalami keseimbangan energi negatif. Gejala yang ditimbulkan adalah kurang perhatian, gelisah, lemah, cengeng, kurang bersemangat, dan penurunan daya tahan terhadap penyakit infeksi. Kelebihan energi dapat menyebabkan kegemukan dan menyababkan gangguan dalam fungsi tubuh. Makanan sumber energi diantaranya didapatkan dari sumber karbohidrat seperti padi-padian, umbi-umbian, dan gula murni (Almatsier 2009).

Protein

Protein adalah salah satu sumber energi bersama-sama dengan karbohidrat dan lemak. Protein berfungsi sebagai zat pembangun, berfungsi dalam pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan, menggantikan sel-sel yang mati (Sediaoetama 2006). Menurut Almatsier (2009) salah satu fungsi protein yaitu sebagai pembentukan anti bodi, kemampuan tubuh untuk memerangi infeksi yang bergantung pada kemampuan tubuh untuk memproduksi anti bodi. Berdasarkan tabel Angka Kecukupan Gizi (2013), Angka Kecukupan Protein (AKP) untuk kelompok siswa laki-laki usia 13-15 tahun adalah 72 gram per hari, sedangkan untuk laki-laki usia 16-18 tahun adalah 66 gram per hari, untuk siswa perempuan usia 13-15 tahun sebesar 69 gram per hari, dan untuk siswa perempuan usia 16-18 tahun sebesar 59 gram per harinya.

22

Tabel 11 Sebaran siswa berdasarkan tingkat kecukupan protein

Tingkat konsumsi Zat Gizi Laki-laki n % Perempuan n % n Total % Tingkat kecukupan protein

Defisit berat (<70% AKG) Defisit sedang (70-79% AKG) Defisit ringan (80-89% AKG) Normal (90-119% AKG) Lebih (≥120% AKG) 7 33.3 11 52.4 18 42.9 1 4.8 3 14.3 4 9.5 3 14.3 0 0.0 3 7.1 6 28.6 4 19.0 10 23.8 4 19.0 3 14.3 7 16.7 P 0.281

Pada tabel 10 dapat diketahui rata-rata tingkat kecukupan protein pada siswa laki-laki dan perempuan termasuk ke dalam kategori defisit berat. Kategori defisit berat pada siswa perempuan (52.4%) lebih banyak dibandingkan dengan siswa laki-laki (33.3%). Hal ini mungkin dikarenakan siswa perempuan lebih sedikit mengonsumsi makanan yaang mengandung protein. Rata-rata tingkat kecukupan protein siswa laki-laki (89.5±37.2) lebih tinggi dibandingkan siswa perempuan (77.7±33.2). Secara statistik menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara tingkat kecukupan protein pada kedua siswa (p= 0.281).Kekurangan protein biasanya diikuti dengan kekurangan energi. Dibutuhkan peningkatan konsumsi bahan makanan hewani dan nabati sumber protein yang baik seperti telur, daging, ikan, kerang, dan kacang-kacangan (Almatsier 2009).

Lemak

Lemak (lipid) merupakan komponen struktural dari semua sel-sel tubuh yang dibutuhkan oleh ratusan bahkan ribuan fungsi fisiologis tubuh (McGuire dan Beerman 2011). Fungsi lain lemak yaitu menyediakan cadangan energi tubuh, isolator, pelindung organ dan menyediakan asam-asam lemak esensial (Mahan dan Escott-Stump 2008). Berdasarkan tabel Angka Kecukupan Gizi (2013), Angka Kecukupan Lemak untuk kelompok siswa laki-laki usia 13-15 tahun adalah 83 gram per hari, sedangkan untuk laki-laki usia 16-18 tahun adalah 89 gram per hari, untuk siswa perempuan usia 13-18 tahun sebesar 71 gram per harinya.

Tabel 12 Sebaran siswa berdasarkan tingkat kecukupan lemak

Tingkat konsumsi Zat Gizi Laki-laki Perempuan n % n % n Total % Tingkat kecukupan lemak

Defisit (<20% AKG) Normal (20-30% AKG) Lebih (>30 % AKG) 1 4.8 2 9.5 3 7.1 2 9.5 2 9.5 4 9.5 18 85.7 17 81.0 35 83.3 P 0.332

Pada tabel 12 dapat diketahui rata-rata tingkat kecukupan lemak pada siswa laki-laki dan perempuan termasuk ke dalam kategori lebih. Kategori lebih pada siswa laki-laki (85.7%) lebih banyak dibandingkan dengan siswa perempuan

23 (81.0%). Hal ini dapat disebabkan siswa laki-laki lebih banyak yang mengonsumsi makanan tinggi lemak seperti gorengan. Rata-rata tingkat kecukupan lemak siswa perempuan (57.3±30.5) lebih tinggi dibandingkan siswa laki-laki (49.5±19.4). Secara statistik menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang

Dokumen terkait