• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Pengetahuan Gizi, Kebiasaan Sarapan, Aktivitas Fisik Dan Status Gizi Remaja Di Sma X Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Pengetahuan Gizi, Kebiasaan Sarapan, Aktivitas Fisik Dan Status Gizi Remaja Di Sma X Bogor"

Copied!
71
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN PENGETAHUAN GIZI, KEBIASAAN SARAPAN,

AKTIVITAS FISIK DAN STATUS GIZI REMAJA DI SMA X

BOGOR

SYAFITRI DWI JAYANTI

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Hubungan Pengetahuan Gizi, Kebiasaan Sarapan, Aktivitas Fisik dan Status Gizi Remaja di SMA X Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2015

Syafitri Dwi Jayanti

NIM I14124026

(4)
(5)

ABSTRAK

SYAFITRI DWI JAYANTI. Hubungan Pengetahuan Gizi, Kebiasaan Sarapan, Aktivitas Fisik dan Status Gizi Remaja di SMA X Bogor. Dibimbing oleh HADI RIYADI.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan pengetahuan gizi, kebiasaan sarapan, aktivitas fisik dan status gizi remaja di SMA X Bogor. Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional study. Contoh adalah siswa

SMA kelas X dan XI dengan jumlah 21 orang siswa laki-laki dan 21 orang siswa perempuan. Data yang dikumpulkan terdiri atas karakteristik contoh dan sosial ekonomi keluarga, kebiasaan sarapan, asupan zat gizi, pengetahuan gizi, aktivitas fisik dan status gizi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian dari siswa selalu sarapan setiap hari (52.4%). Hasil uji korelasi Spearman, tidak terdapat

hubungan yang signifikan antara karakteristik individu dan keluarga, pengetahuan gizi, aktivitas fisik, dan status gizi dengan kebiasaan sarapan contoh (p>0.05). Selain itu, tidak terdapat hubungan yang signifikan antara aktivitas fisik dan asupan zat gizi dengan status gizi contoh (p>0.05).

Kata kunci: aktivitas fisik, kebiasaan sarapan, pengetahuan gizi, remaja, status gizi

ABSTRACT

SYAFITRI DWI JAYANTI. Relationship of Nutrition Knowledge, Breakfast Habits, Physical Activity and Nutritional Status in Adolescent of Bogor Highschool 10. Supervised by HADI RIYADI.

This study aimed to analyze the relationship of nutrition knowledge, breakfast habits, physical activity and nutritional status in adolescent of Bogor Highschool 10. Design of this study was cross sectional study. Sample were student class X and XI of senior high school with 21 male students and 21 female students The data collected characteristic of sample and sosio-economic families, breakfast habits, nutrients intake, nutrition knowledge, physical activity and nutritional status. The result showed that some of students always have breakfast every day (52,4%). Spearman Correlation test showed there was not significant correlation between characteristic of subject and sosio-economic families, nutrition knowledge, physical activity and nutritional status with breakfast habits of sample (p>0.05). Moreover, there was not significant correlation between physical activity and nutrients intake with nutritional status of students (p>0.05).

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi

dari Program Studi Ilmu Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat

HUBUNGAN PENGETAHUAN GIZI, KEBIASAAN SARAPAN,

AKTIVITAS FISIK DAN STATUS GIZI

REMAJA DI SMA X BOGOR

SYAFITRI DWI JAYANTI

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(8)
(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas berkat dan rahmat-Nya beserta junjungannya Rasulullah SWT sehingga Penulis mampu menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Hubungan Pengetahuan Gizi, Kebiasaan Sarapan, Aktivitas Fisik dan Status Gizi Remaja di SMA X Bogor”. Penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan bekerja sama dalam menyusun skripsi ini, diantaranya:

1. Dr Ir Hadi Riyadi MS selaku dosen pembimbing skripsi yang senantiasa membimbing, memberikan saran dan masukan serta arahannya kepada penulis selama menjalani perkuliahan dan dalam penyusunan skripsi ini. 2. Prof Dr Ir Ikeu Tanziha selaku dosen pemandu seminar dan penguji skripsi atas saran, masukan dan arahannya kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.

3. Keluarga tercinta; Dartono M.kes (Babeh), Suryaningsih (Ibu), Titah Rahayu (kakak), Wahyu Agus Ningrum (kakak), Ilham Dzulkarnain (kakak), Muhammad Imansyah (Adik), Rahmat Maliki (Adik) dan Rufiah (Tante), serta keluarga besar AR atas doa, dukungan, nasehat dan semangat yang telah diberikan selama ini.

4. Anjar Dimas Nugroho beserta keluarga yang senantiasa memberi dukungan moral, spiritual, material dan kasih sayangnya dalam penyusunan skripsi ini.

5. Sahabat-sahabatku seperjuangan di Program Alih jenis Departemen Gizi Masyarakat angkatan 6 yang telah membantu dalam pengambilan data, khususnya Depot, Mira, Lia, Nanda, Hendri dan Rekan-rekan seperjuangan pada Program Alih Jenis Departemen Gizi Masyarakat angkatan 6.

6. Seluruh mahasiswa Departemen Gizi Masyarakat angkatan 48 yang penuh semangat dan semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu per satu atas doa dan dukungannya yang telah diberikan selama ini.

Tidak lupa penulis mohon maaf atas segala kekurangan dan hal-hal yang tidak berkenan selama pengumpulan data hingga penyusunan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat.

Bogor, Agustus 2015

(10)
(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Hipotesis Penelitian 3

Manfaat Penelitian 3

KERANGKA PEMIKIRAN 3

METODE PENELITIAN 5

Desain, Tempat dan Waktu 5

Jumlah dan Cara Penarikan Contoh 5

Jenis dan Cara Pengumpulan Data 5

Pengolahan dan Analisis Data 7

Definisi Operasional 11

HASIL DAN PEMBAHASAN 12

Karakteristik Individu 12

Karakteristik Keluarga 13

Kebiasaan Sarapan 16

Tingkat Kecukupan Zat Gizi 20

Pengetahuan Gizi 26

Aktivitas Fisik 28

Status Gizi 29

Hubungan Antar Variabel 30

SIMPULAN DAN SARAN 34

Simpulan 34

Saran 35

DAFTAR PUSTAKA 35

LAMPIRAN 41

(12)

DAFTAR TABEL

1 Jenis, data dan cara pengumpulan data 6

2 Physical Activity Ratio (PAR) berbagai aktivitas fisik 9

3 Variabel dan kategori menurut sumber 10

4 Sebaran siswa berdasarkan karakteristik individu dan jenis kelamin 13 5 Sebaran siswa berdasarkan karakteristik keluarga dan jenis kelamin 14 6 Sebaran siswa berdasarkan frekuensi sarapan dan jenis kelamin 16 7 Sebaran siswa berdasarkan waktu sarapan dan jenis kelamin 17 8 Sebaran siswa berdasarkan jenis makanan sarapan dan jenis kelamin 17 9 Rata-rata sumbangan energi dan zat gizi makanan sarapan terhadap

asupan dan kecukupan siswa 19

10Sebaran siswa berdasarkan tingkat kecukupan energi 21 11Sebaran siswa berdasarkan tingkat kecukupan protein 22 12Sebaran siswa berdasarkan tingkat kecukupan lemak 22 13Sebaran siswa berdasarkan tingkat kecukupan karbohidrat 23 14Sebaran siswa berdasarkan tingkat kecukupan zat besi (Fe) 24 15Sebaran siswa berdasarkan tingkat kecukupan vitamin A 25 16Sebaran siswa berdasarkan tingkat kecukupan vitamin C 26 17Sebaran pertanyaan pengetahuan gizi yang dijawab benar oleh subjek

berdasarkan jenis kelamin. 27

18Sebaran siswa berdasarkan pengetahuan gizi dan jenis kelamin 28 19Sebaran siswa berdasarkan aktivitas fisik dan jenis kelamin 29 20Sebaran siswa berdasarkan status gizi dan jenis kelamin 30 21Tingkat kecukupan energi, protein, lemak, karbohidrat, fe, vitamin A

dan vitamin C 53

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pemikiran penelitian 4

DAFTAR LAMPIRAN

1 Kuesioner Penelitian 41

2 Hasil Uji Normalitas 53

3 Hasil Analisis SPSS 54

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sumber Daya Manusia yang baik dan berkualitas sangat diperlukan dalam mengisi dan mempertahankan kemerdekaan karena kualitas Sumber Daya Manusia merupakan salah satu faktor utama yang diperlukan dalam melaksanakan pembangunan nasional. Kualitas Sumber Daya Manusia harus ditingkatkan melalui upaya-upaya yang saling berkesinambungan. Beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas Sumber Daya Manusia yaitu faktor kesehatan dan gizi yang memegang peranan penting, karena manusia tidak dapat mengembangkan kapasitasnya secara maksimal apabila yang bersangkutan tidak memiliki status kesehatan dan gizi yang optimal ( Depkes 2001). Status gizi yang baik dapat tercapai apabila didukung dengan konsumsi pangan yang baik dan beragam, terutama pentingnya kebiasaan sarapan bagi remaja.

Remaja merupakan salah satu periode dalam kehidupan antara pubertas dan maturitas penuh (10-21 tahun), juga suatu proses pematangan fisik dan perkembangan dari anak-anak sampai dewasa. Perkembangan remaja dibagi menjadi tiga periode, yaitu remaja awal (10-14 tahun), remaja pertengahan (15-17 tahun), dan remaja akhir (18-21 tahun) (Indrawagita 2009).

Gizi diartikan sebagai suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses pencernaan, penyerapan, transportasi, penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat gizi untuk proses pertumbuhan dan fungsi organ tubuh dalam menghasilkan tenaga yang akan digunakan untuk aktivitas fisik (Almatsier 2009). Pengetahuan gizi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi konsumsi pangan selain produksi pangan untuk keperluan rumah tangga, pengeluaran uang untuk pangan rumah tangga, dan ketersediaan pangan (Suhardjo 1989). Siswa yang mempunyai pengetahuan gizi yang baik maka akan mempunyai kemampuan untuk menerapkan pengetahuan gizinya terkait dengan pangan yang dikonsumsi sehingga dapat memenuhi kebutuhan.

Meningkatnya aktivitas, kehidupan sosial dan kesibukan para siswa akan mempengaruhi pola makan mereka. Pola makanan sering tidak teratur, sering jajan, sering tidak makan pagi dan sama sekali tidak makan siang (Indrawagita 2009). Menurut Putra (2008) banyak faktor pertumbuhan siswa diiringi dengan meningkatnya aktivitas siswa yang pada akhirnya dapat menimbulkan dampak terhadap apa yang dimakan siswa tersebut, karena orang-orang yang aktivitasnya tinggi membutuhkan makanan yang lebih dibandingkan orang dengan aktivitas yang lebih rendah untuk energi.

(14)

2

banyaknya penduduk yang mengalami masalah overweight dan obesitas

(Almatsier 2009).

Sarapan adalah suatu kegiatan penting sebelum melakukan aktivitas fisik pada hari tersebut, mengingat tubuh tidak mendapatkan makanan selama sekitar 10 jam sejak malam hari, serta melakukan sarapan dapat menyumbang 25% dari kebutuhan total energi harian. Sarapan dapat menyediakan karbohidrat yang siap digunakan untuk meningkatkan kadar gula darah dan memberikan kontribusi untuk meningkatkan konsentrasi belajar serta meningkatkan kebutuhan energi untuk melakukan aktivitas fisik sehari-hari (Khomsan 2002). Data yang dihimpun Riskesdas pada tahun 2010 terhadap 35 ribu orang, prevalensi tidak biasa sarapan pada anak dan remaja mencapai 16.9 hingga 59 persen, dan pada orang dewasa mencapai 31.2 persen. Sementara itu 4.6 persen anak sekolah memiliki sarapan dengan kualitas rendah (Riskesdas 2010).

Penelitian mengenai kebiasaan sarapan pada remaja di Indonesia belum banyak dibahas. Menurut Fiore et al (2006), remaja yang sarapan cenderung

memiliki IMT lebih rendah dibandingkan dengan remaja yang tidak sarapan. IMT (Indeks Massa Tubuh) yang lebih tinggi dapat menunjukkan kegemukan dan obesitas.Pearson et al. (2009) menekankan pentingnya meneliti faktor yang terkait

dengan konsumsi sarapan pada remaja, terutama faktor orangtua karena dapat berimplikasi dalam pengembangan dan implementasi efektif intervensi gizi pada kelompok risiko tinggi. Penelitian Ruxton & Kirk (1997) menunjukkan kebiasaan tidak sarapan dapat menyebabkan defisiensi Vitamin A, Vitamin B6, Kalsium,

Tembaga, Besi, Magnesium dan Seng. Berdasarkan hal tersebut, dilakukan penelitian untuk melihat pengetahuan gizi, kebiasaan sarapan, aktivitas fisik dan status gizi pada siswa khususnya siswa remaja di SMA X Bogor.

Tujuan Penelitian Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi dan menganalisis kebiasaan sarapan, pengetahuan gizi, aktivitas fisik dan status gizi remaja di SMA X Bogor

Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi karakteristik individu (usia, jenis kelamin, uang saku, dan uang saku untuk pangan) dan keluarga (pendidikan, pekerjaan, pendapatan orang tua, dan besar keluarga) remaja di SMA X Bogor.

2. Mengidentifikasi kebiasaan sarapan, tingkat pengetahuan gizi, aktivitas fisik dan status gizi remaja di SMA X Bogor.

3. Menganalisis hubungan antara karakteristik individu dan keluarga dengan kebiasaan sarapan remaja di SMA X Bogor.

4. Menganalisis hubungan antara kebiasaan sarapan dengan pengetahuan gizi, aktivitas fisik, dan status gizi remaja di SMA X Bogor.

(15)

3 Hipotesis Penelitian

1. Terdapat perbedaan nyata kebiasaan sarapan, tingkat pengetahuan gizi, aktivitas fisik, dan status gizi pada remaja laki-laki dan perempuan.

2. Terdapat hubungan antara kebiasaan sarapan dengan pengetahuan gizi, aktivitas fisik, dan status gizi remaja di SMA X Bogor.

3. Terdapat hubungan antara asupan zat gizi dengan status gizi remaja di SMA X Bogor.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kebiasaan sarapan, pengetahuan gizi dan aktivitas fisik yang dapat mempengaruhi status gizi remaja di SMA X Bogor. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat membantu orang tua dan remaja khususnya siswa dalam membangun kebiasaan sarapan secara teratur yang dapat menunjang aktivitas fisik dan status gizi. Bagi pemerintah, informasi ini diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu program kebijakan dalam pangan dan gizi bagi remaja dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Bagi perguruan tinggi diharapkan mampu menambah referensi bagi kepustakaan IPB sehingga dapat meningkatkan sumber daya manusia yang dibutuhkan dalam pembangunan gizi bagi mahasiswa fakultas ekologi manusia khususnya departemen gizi masyarakat.

KERANGKA PEMIKIRAN

Gizi adalah proses dimana semua makhluk hidup memanfaatkan makanan untuk keperluan pemeliharaan fungsi organ tubuh, pertumbuhan reproduksi dan sebagai penghasilan energi. Energi dan zat-zat gizi lain dapat dihasilkan dari konsumsi pangan yang akan mempengaruhi status gizi seseorang. Status gizi merupakan hasil masukan zat gizi dan pemanfaatannya dalam tubuh. Status gizi dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya karakteristik individu, karakteristik keluarga, konsumsi pangan, dan aktivitas fisik. Menurut penelitian, karakteristik individu seperti uang saku akan mempengaruhi seseorang dalam mengonsumsi makanan. Selain itu, karakteristik orang tua juga sangat berpengaruh terhadap anak untuk mengonsumsi makanan, seperti tingkat pendapatan orang tua,semakin tinggi pendapatan orang tua, maka kemampuan untuk membeli makanan juga akan semakin meningkat.

(16)

4

sebaiknya dengan memperhatikan prinsip Gizi Seimbang agar status gizi yang dicapai menjadi optimal.

Salah satu prinsip gizi seimbang adalah dengan membiasakan sarapan. Sarapan atau makan pagi adalah menu makanan pertama yang dikonsumsi seseorang yang dapat menyumbang 25% dari kebutuhan energi total seseorang dalam sehari. Tanpa sarapan seseorang akan mengalami hipoglikemia atau kadar glukosa di bawah normal. Hipoglikemia mengakibatkan tubuh gemetaran, pusing dan sulit berkonsentrasi. Itu semua karena kekurangan glukosa yang merupakan sumber energi bagi otak dan juga digunakan untuk melakukan aktivitas fisik sehari-hari. Umumnya, aktivitas fisik remaja lebih banyak, selain kegiatan di sekolah, mereka mempunyai berbagai kegiatan seperti olahraga, organisasi, maupun hobi.

Berbagai aktivitas fisik tersebut dapat mempengaruhi status gizi seseorang. Semakin banyaknya aktivitas fisik yang dilakukan akan semakin berpengaruh pada status gizi. Pada penelitian ini, pengaruh uang saku non pangan pada karakteristik individu tidak diteliti.

Gambar 1Kerangka pemikiran penelitian Keterangan:

: Variabel yang diteliti : Variabel yang tidak diteliti

: Hubungan yang diteliti

 Uang saku untuk pangan

(17)

5

METODE PENELITIAN

Desain, Tempat dan Waktu

Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study yaitu pengamatan

yang dilakukan pada satu waktu. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 di SMA X Bogor. Pemilihan tempat dilakukan secara purposive dengan alasan

siswa yang berasal dari kota dan luar kota.

Jumlah dan Cara Penarikan Contoh

Responden pada penelitian ini adalah siswa-siswi di SMA X Bogor. Kriteria inklusi contoh yang telah ditetapkan yaitu siswa-siswi SMA X Bogor yang termasuk kelompok remaja, bersedia untuk diwawancarai dan mengisi kuesioner penelitian. Penarikan jumlah contoh ditentukan dengan asumsi power of the test (tingkat kebenaran untuk menolak suatu hipotesis yang pada hakekatnya

salah) 90%, presisi 10%, dan prevalensi kebiasan sarapan 91.1%. Jumlah minimal siswa untuk dijadikan siswa diambil dengan menggunakan rumus Lameshow (Lameshow et al 1997).

n= [(Z2

1-α/2 X (p.q)]

d2

n= [(1,64)2 x (0,911x0,089)]

(0,1)2

n= 21 siswa Keterangan:

n = Jumlah siswa/i yang diambil

= Prevalensi kebiasaan sarapan, yaitu informasi tentang proporsi kebiasaan sarapan yang pernah dilaporkan sebelumnya 91.1% (Kusumaningsih 2007)

q = 1-p

d = Presisi yang diinginkan (10%) Z2

1-α/2 = Tingkat signifikansi pada 90% (α = 0.1) = 1.645

Berdasarkan perhitungan diatas maka contoh minimum yang dibutuhkan adalah 21 siswa, sehingga contoh terdiri dari 21 contoh laki-laki dan 21 contoh perempuan.

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

(18)

6

Data kebiasaan sarapan meliputi frekuensi, waktu, dan jenis makanan sarapan yang diperoleh melalui Food Record selama 1 minggu. Data frekuensi

sarapan digambarkan dengan frekuensi sarapan siswa dalam satu minggu. Data asupan zat gizi diperoleh dengan metode record 1x24 jam yang dilakukan tiga

hari, yaitu 2 hari sekolah dan 1 hari libur, dan metode food frequncy questionnaire

untuk melihat asupan zat gizi mikro. Data aktivitas fisik yang diperoleh adalah

jenis kegiatan dan durasi waktu setiap kegiatan. Jenis kegiatan contoh dikelompokkan menjadi lima kegiatan (Hardinsyah & Martianto 1992).

Data tingkat aktivitas fisik siswa diperoleh melalui metode recall 1x24

jam yang dilakukan dua hari, yaitu hari sekolah dan hari libur. Jenis dan durasi waktu merupakan hal utama yang akan di recall. Aktivitas yang di-recall adalah

seluruh aktivitas mulai bangun pagi hingga tidur malam. Hal ini didasari metode analisis dengan PAL (Physical Activity Level) sesuai dengan FAO/WHO/UNU

(2001).

Tabel 1 Jenis, data dan cara pengumpulan data

No. Jenis data Data Cara pengumpulan data dipandu oleh enumerator (Food Record 1 minggu)

4. Pengetahuan

Gizi - Tingkat pengetahuan gizi Kuesioner berupa pertanyaan terkait gizi diisi oleh siswa, dipandu oleh enumerator 4. Asupan zat

gizi - Tingkat kecukupan E, P, L, Kh, Fe, Vit A, Vit C

Kuesioner diisi oleh siswa, dipandu oleh enumerator (Record 1 x 24 jam selama 3

(19)

7 Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan data meliputi verifikasi, coding, entri, cleaning, dan analisis.

Verifikasi merupakan proses pemeriksaan data seluruh kuesioner yang telah dikumpulkan oleh responden. Coding adalah pemberian angka atau kode tertentu

yang telah disepakati terhadap jawaban pertanyaan dalam kuesioner. Entry

merupakan tahapan memasukkan data jawaban kuesioner sesuai kode yang telah ditentukan untuk setiap variabel sehingga menjadi data dasar untuk dianalisis. Data-data yang diperoleh dari kuesioner diolah menggunakan program Microsoft Excel 2007, sedangkan analisis data menggunakan perangkat program komputer Statistical Program for Social Science (SPSS) version 16.0 for windows.

Data primer terdiri dari karakteristik individu (usia, jenis kelamin, uang saku, uang saku untuk pangan) dan keluarga (pendidikan, pekerjaan, pendapatan keluarga, dan besar keluarga), kebiasaan sarapan (frekuensi, waktu dan tempat, dan jenis makanan sarapan), asupan zat gizi (tingkat kecukupan energi, protein, lemak, karbohidrat, Fe, vitamin A, dan vitamin C), pengetahuan gizi, aktivitas fisik (jenis aktivitas dan durasi), dan status gizi (berat badan dan tinggi badan).

Karakteristik individu dan karakteristik keluarga memiliki beberapa data yang dibedakan menjadi bentuk kategori. Data uang saku dibedakan menjadi 3 kategori berdasarkan sebaran data,yaitu < Rp 180.000, Rp 180.000 -Rp 440.000, dan >440.000. Data karakteristik keluarga yaitu pendapatn dibandingkan dengan BPS tahun 2010 untuk Indonesia, yaitu rendah (<1.000.000), cukup (1.000.000-2.499.000), tinggi (2.500.000-4.000.000), dan sangat tinggi (>4.000.000). Data besar keluarga dikategorikan menjadi tiga kategori (Hurlock 1998).

Data frekuensi sarapan dikategorikan menjadi jarang sarapan, kadang-kadang dan selalu sarapan (Khan 2005). Data jenis makanan sarapan diperoleh melalui Food Record dan dikelompokkan menjadi delapan jenis hidangan yang

dikonsumsi oleh anak sekolah untuk sarapan (Faridi 2002). Data pengetahuan Gizi diperoleh dengan memberikan skor 10 untuk jawaban bnar, dan 0 untuk jawaban salah, setelah itu dijumlahkan, lalu dibagi dengan skor maksimum dan dikalikan dengan100%. Kategori tingkat pengetahuan gizi antara lain baik (>80%), cukup (60-80%), dan kurang (<60%) (Khomsan 2005).

Data konsumsi pangan yang diperoleh dari hasil record selama 1x24 jam

selama 3 hari, kemudian dikonversikan untuk menentukan zat gizi subjek yaitu energi, protein, lemak, karbohidrat, zat besi, vitamin A dan vitamin C. Data konsumsi pangan dihitung dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM) dengan rumus sebagai berikut (Hardinsyah & Briawan 2002):

Kgij = {(Bj/100) x Gij x (BDDj/100)} Keterangan :

Kgij : Kandungan zat gizi-i dalam bahan makanan-j yang dikonsumsi (g) Bj : Berat bahan makanan-j yang dikonsumsi (g)

Gij : Kandungan zat gizi dalam 100 gram BDD bahan makanan-j BDDj : Persen bahan makanan-j yang dapat dimakan (% BDD)

(20)

8

dengan Angka Kecukupan Gizi (AKG). Berikut rumus Angka Kecukupan Gizi yang digunakan:

AKGI = (Ba/Bs) x AKG Keterangan :

AKGI : Angka kecukupan zat gizi yang dicari Ba : Berat badan aktual sehat (kg)

Bs : Berat badan standar

AKG : Angka kecukupan energi atau protein yang dianjurkan oleh Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG 2004)

Mineral dan vitamin dihitung langsung dengan angka kecukupan tanpa menggunakan AKGI. Selanjutnya tingkat kecukupan energi dan zat gizi diperoleh dengan cara membandingkan jumlah konsumsi zat gizi tersebut dengan kecukupannya. Berikut rumus kecukupan zat gizi yang digunakan :

TKG = (K/AKGI) x 100% Keterangan :

TKG : Tingkat kecukupan zat gizi K : Konsumsi zat gizi

AKGI : Angka kecukupan zat gizi yang dicari

Tingkat kecukupan energi dan protein dikategorikan berdasarkan Depkes (2003), yaitu defisit tingkat berat (<70%), defisit tingkat sedang (70-79%), defisit tingkat ringan (80-89%), normal (90-119%), dan lebih (≥120%). Tingkat kecukupan lemak yaitu defisit (<20%), normal (20-30%), dan lebih (>30%). Tingkat kecukupan karbohidrat yaitu defisit (<60%), normal (60-70%) dan lebih (>70%). Tingkat kecukupan Fe, vitamin A, dan vitamin C dikategorikan menjadi kurang (<77%) dan cukup (≥77%) (Gibson 2005).

Pengukuran aktivitas fisik dilakukan terhadap jenis aktivitas yang dilakukan siswa dan lama waktu melakukan aktivitas fisik dalam sehari. FAO (2001), menyatakan bahwa aktivitas fisik adalah variabel utama setelah angka metabolisme basal dalam penghitungan pengeluaran energi. Berdasarkan FAO (2001), besarnya aktivitas fisik yang dilakukan seseorang selama 24 jam dinyatakan dalam PAL (Physical Activity Level) atau tingkat aktivitas fisik. PAL

merupakan besarnya energi yang dikeluarkan (kkal/kap/hari) per kilogram berat badan dalam 24 jam. PAL ditentukan dengan rumus sebagai berikut :

PAL = PAR x alokasi waktu tiap aktivitas 24 jam

Keterangan :

PAL : Physical Activity Level (tingkat aktivitas fisik)

PAR : Physical Activity Ratio (jumlah energi yang dikeluarkan untuk jenis

(21)

9 Tabel 2 Physical Activity Ratio (PAR) berbagai aktivitas fisik

Jenis aktivitas fisik Laki-laki PAR Perempuan

Tidur 1 1

Mandi/berpakaian/berdandan 2.3 2.3

Makan 1.4 1.5

Memasak 2.1 2.1

Ibadah/sholat 1.4 1.5

Mengerjakan tugas/belajar 1.3 1.5

Pekerjaan RT umum 2.8 2.8

Menyetrika 1.7 1.7

Mencuci baju 2.8 2.8

Mencuci piring 1.7 1.7

Menyapu 2.3 2.3

Naik mobil/bus/angkot 1.2 1.2

Mengendarai motor 2.7 2.7

Berjalan tanpa beban 3.5 3.2

Aktivitas di waktu luang 1.4 1.4

Nonton tv/film 1.64 1.72

Membaca 2.5 2.5

Olahraga (Aerobik intensitas rendah) 3.5 4.2

Olahraga (Sepak bola/futsal) 8.0 8.0

Olahraga (Berenang) 1.3 1.4

Olahraga (Tenis/badminton) 5.8 5.92

Olahraga (Bersepeda) 5.6 3.6

Dengerin radio/musik 1.57 1.43

Bermain game 1.75 1.75

Sumber: FAO/WHO/UNU ( 2001)

Keterangan: PAR = Physical Activity Ratio (faktor aktifitas)

Status gizi siswa ditentukan dengan Indeks Massa Tubuh (IMT) menurut Umur. IMT dihitung dengan membandingkan berat badan kilo gram (kg) dengan kuadrat dari tinggi badan meter kuadrat (m2). Pada masa remaja, IMT/U direkomendasikan sebagai indikator terbaik untuk remaja (Riyadi 2003). Indeks IMT/U yang digunakan adalah untuk yang berumur 9-24 tahun berdasarkan persentil. Klasifikasi pengkategorian IMT per umur atau status gizi dibagi menjadi 3, yaitu kurus (< persentil ke-5), normal (persentil ke-5<x<persentil ke-85), dan gemuk (≥ persentil ke-85).

Analisis deskriptif (distribusi frekuensi, rata-rata dan standar deviasi) dilakukan pada data karakteristik individu, karakteristik keluarga, kebiasaaan sarapan, asupan zat gizi, pengetahuan gizi, aktivitas fisik, dan status gizi, kemudian data-data tersebut juga dilakukan uji beda untuk melihat perbedaan data berdasarkan jenis kelaminnya. Analisis hubungan dilakukan menggunakan korelasi spearman untuk menganalisis hubungan antara karakteristik individu dan

keluarga dengan kebiasaan sarapan siswa, hubungan antara kebiasaan sarapan dengan pengetahuan gizi, aktivitas fisik, dan status gizi,serta hubungan aktifitas fisik dan asupan zat gizi dengan status gizi siswa. Uji beda Mann-Whitney

(22)

10

Tabel 3 Variabel dan kategori menurut sumber

No Variabel Kategori pengukuran Sumber

1. Usia 14-17 tahun - 2. Keluarga sedang (5-7 orang) 3. Keluarga besar (≥ 8 orang)

Hurlock (1998)

5. Pendidikan orang tua 0. Tidak sekolah 1. SD/ Sederajat

6. Pekerjaan orang tua 0. Tidak bekerja 1. PNS/ABRI/POLRI

keluarga/kap/bulan 1.2.Miskin (< Rp 278.530) Tidak miskin (≥278.530) BPS 2010 Kota Bogor 8. Kebiasaan sarapan :

a. Frekuensi sarapan 1. Jarang : <4 kali/minggu 2. Kadang-kadang : 4-6 kali/minggu 3. Selalu sarapan : 7 kali/minggu

Khan (2005)

b. Waktu sarapan 1. 05.00-05.59 2. 06.00-08.59 3. 09.00-10.00

Hardinsyah (2015)

c. Jenis makanan 1. Makanan pokok

2. Makanan pokok dan hewani 3. Makanan pokok dan nabati 4.Makanan pokok, hewani, dan

nabati

5.Makanan pokok, hewani, nabati, dan sayuran

6.Makanan pokok, nabati, dan sayuran

7.Makanan pokok, hewani, nabati, sayuran, dan makanan jajanan 8. Makanan jajanan

Faridi (2002)

9. Asupan zat gizi :

(23)

11 Tabel 3 Variabel dan kategori menurut sumber(lanjutan)

Definisi Operasional

Siswa adalah contoh laki-laki dan perempuan dari SMA X Bogor kelas X, XI dan XII.

Usia adalah umur contoh pada saat penelitian dilakukan yang dinyatakan dalam tahun.

Uang saku adalah jumlah uang dalam rupiah yang dikeluarkan siswa untuk memenuhi kebutuhan pangan dan non pangan selama satu bulan.

Uang saku untuk pangan adalah pengeluaran yang dikeluarkan siswa untuk membeli suatu pangan dari uang saku yang diterimanya selama 1 bulan. Pendidikan orang tua adalah jenjang pendidikan yang dicapai oleh orang tua. Pekerjaan orang tua adalah jenis pekerjaan yang dilakukan oleh ayah dan ibu

untuk menghidupi keluarga dengan penghasilan yang didapatkan dari pekerjaan tersebut

Besar keluarga adalah banyaknya jumlah anggota keluarga yang hidup dalam satu rumah dan tercatat dalam Kartu Keluarga.

Pendapatan keluarga merupakan penghasilan yang didapatkan oleh anggota keluarga dari pekerjaannya yang digunakan untuk mencukupi kebutuhan rumah tangganya.

Sarapan adalah kegiatan makan siswa yang dapat memenuhi 25% dari kebutuhan total energi harian dan dilakukan pada pagi hari sampai dengan pukul 10.00 WIB.

Frekuensi sarapan adalah frekuensi makan yang dilakukan siswa pada pagi hari dalam satu minggu, dibedakan menjadi beberapa kategori yaitu jarang, kadang-kadang dan selalu sarapan.

Waktu sarapan adalah waktu dimana siswa melakukan makan di pagi hari sebelum melakukan aktivitasnya sehari-hari.

Jenis makanan sarapan adalah jenis menu sarapan yang baik terdiri dari makanan pokok, hewani, nabati, sayuran dan makanan jajanan.

No Variabel Kategori pengukuran Sumber

c. Karbohidrat 1. Defisit (<60% AKG) 2. Normal (60-70% AKG)

(24)

12

Pengetahuan gizi adalah pemahaman seseorang tentang gizi, zat gizi, serta interaksi antara zat gizi terhadap status gizi dan kesehatan.

Aktivitas fisik adalah seluruh jenis dan durasi waktu kegiatan yang melibatkan fisik (tubuh) dan diperoleh dari recall 1x24 jam yang dilakukan dua kali

(hari libur dan hari sekolah).

Status gizi adalah keadaan kesehatan tubuh siswa berdasarkan IMT yang dibedakan menjadi kurus, normal, gizi lebih, obes, dan sangat obes (WHO 2007).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Individu

Sebaran contoh berdasarkan karakteristik indvidu dan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel 4. Contoh dalam penelitian ini berjumlah 42 orang yang terdiri dari 21 orang laki-laki dan 21 orang perempuan, dan kisaran usia antara umur 14-17 tahun. Tahap remaja awal berkisar dari usia 13-14-17 tahun, dan remaja akhir berkisar dari usia 18-21 tahun (Sarwono 1993). Pada siswa sebagian besar berusia 16 tahun, sedangkan jumlah siswa yang berusia 14 tahun berjumlah paling sedikit yaitu tiga orang. Pada siswa laki-laki usia maksimum adalah 17 tahun, berbeda dengan siswa perempuan yang memiliki usia maksimum 16 tahun. Secara statistik dari kedua kelompok siswa tidak terdapat perbedaan yang siginifikan pada usia (p= 0.406).

Sebaran siswa uang saku berdasarkan data dibagi ke dalam 3 kategori, pada siswa perempuan mempunyai nilai yang lebih tinggi dibandingkan pada siswa laki-laki. Rata-rata uang saku pada contoh laki-laki (Rp 623 095 ± 296 034) lebih rendah dibandingkan uang saku perempuan (Rp 683 333 ± 336 873). Berdasarkan hasil penelitian Darmayanti (2010), semakin besar pendapatan keluarga maka semakin besar uang saku yang diterima oleh siswa. Namun pada uji beda statistik uang saku siswa tidak memiliki perbedaan yang siginifikan (p=0.605). Alokasi uang saku yang dikeluarkan bukan untuk makanan tetapi untuk transportasi, membeli hadiah, buku, dan pakaian. Sharlin dan Edelstein (2011) menyatakan bahwa ada tiga kriteria perubahan pada remaja yaitu biologis, psikologis, dan sosial ekonomi. Kriteria tersebut dapat mempengaruhi kebiasaan makan pada remaja. Menurut penelitian yang dilakukan Bjorklund et al (2010) menunjukkan bahwa status sosial ekonomi dan hubungan saudara dalam suatu keluarga dapat menentukan pendapatan seseorang. Sehingga dalam penelitian ini uang saku dianggap sebagai pendapatan contoh.

(25)

13 terdapat perbedaan yang nyata pada uang saku untuk pangan antara kedua kelompok siswa (p=0.471). Uang saku untuk pangan yang lebih banyak tidak menjamin lebih beragamnya konsumsi pangan karena kadang-kadang perubahan yang terjadi pada kebiasaan makan adalah harga pangan yang tinggi (Suhardjo 1989).

Tabel 4 Sebaran siswa berdasarkan karakteristik individu dan jenis kelamin

Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Total

n % n % N %

rata±stdev 623095±296034 683333±336873 653214±314700

P 0.605

Uang saku untuk pangan

Uang saku untuk

pangan rata-rata±stdev 265000±163661 224048±146404 244524±154761

P 0.471

Rata-rata % uang

saku untuk pangan 46 36 41

Karakteristik Keluarga

Sebaran siswa berdasarkan karakteristik keluarga dan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel 5. Pendidikan orang tua adalah jenjang pendidikan yang dicapai oleh orang tua. Pendidikan ayah dan ibu didapatkan berdasarkan sebaran data siswa. Pendidikan orang tua dibagi menjadi tidak sekolah, sd, smp, sma, diploma, dan sarjana dan dibedakan antara pendidikan ayah dan ibu. Tingkat pendidikan orang tua merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap pola asuh anak termasuk pemberian makan, pola konsumsi pangan, dan status gizi (Rahmawati 2006). Sebagian besar tingkat pendidikan ayah pada siswa laki-laki dan perempuan adalah sarjana (71.4%) dan (52.6%), sama seperti pendidikan ibu dari kedua kelompok yang sebagian besar adalah sarjana sebesar (38.1%). Pendidikan ayah dan ibu tidak memiliki perbedaan yang signifikan, dibuktikan oleh uji beda (p=0.102) dan (p=0.700).

(26)

14

pns/abri/polri, pegawai swasta, petani, pedagang, wiraswasta, ibu rumah tangga, buruh dan lainnya. Berdasarkan sebaran data didapat bahwa sebagian besar pekerjaan ayah antara siswa laki-laki dan perempuan adalah pegawai swasta, dengan persentase sebesar (47.6%) dan (42.1%). Pekerjaan ibu sebagian besar antara siswa laki-laki adalah ibu rumah tangga (71.4%) dan (38.1%). Pekerjaan ayah memiliki nilai (p=0.089) dan pekerjaan ibu memiliki nilai (p=0.092), hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara pekerjaan ayah dan ibu antara siswa laki-laki dan perempuan.

Pendapatan per kapita keluarga perbulan dibandingkan dengan garis kemiskinan Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2010 untuk Kota Bogor. Pendapatan per kapita per bulan <Rp 278.530 termasuk ke dalam kategori miskin dan apabila ≥Rp 278.530 termasuk ke dalam kategori tidak miskin, sehingga seluruh siswa tergolong ke dalam kategori tidak miskin (100%). Berdasarkan sebaran data didapat rata-rata pendapatan per kapita per bulan pada siswa laki-laki sebesar (Rp 1 917 063±1 900 491) dan perempuan sebesar ( Rp 1 135 251±629 095), sehingga siswa laki-laki mempunyai pendapatan per kapita per bulan yang lebih besar dibandingkan kelompok siswa perempuan. Braithwaite et al. (2009)

menyatakan bahwa pendapatan keluarga mempengaruhi status gizi, hal ini terkait dengan daya beli terhadap bahan pangan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

Besar keluarga adalah banyaknya jumlah anggota keluarga yang hidup dalam satu rumah dan tercatat dalam Kartu Keluarga. Besar keluarga terdiri dari tiga kategori yaitu kecil, sedang dan besar. Sebagian besar siswa laki-laki dan perempuan besar keluarganya termasuk ke dalam kategori kecil, yaitu kurang dari empat orang dengan persentase (62%) dan (47.6%). Jumlah anggota keluarga mempengaruhi jumlah pangan yang dikonsumsi dan pembagian ragam yang dikonsumsi dalam keluarga. Kualitas dan kuantias pangan secara langsung akan menentukan status gizi keluarga dan individu (Sukandar 2007). Secara statistik menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara besar keluarga siswa laki-laki dan perempuan (p=0.507).

Tabel 5 Sebaran siswa berdasarkan karakteristik keluarga dan jenis kelamin

Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Total

(27)

15 Tabel 5 Sebaran siswa berdasarkan karakteristik keluarga dan jenis kelamin

(lanjutan)

Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Total

n % n % n %

ta rata-rata±sd 1.917.063±1.900.491 1.135.251±629.095 1.526.157±1.453.091

(28)

16

Kebiasaan Sarapan Frekuensi Sarapan

Frekuensi sarapan adalah frekuensi makan yang dilakukan siswa pada pagi hari dalam satu minggu, dibedakan menjadi beberapa kategori. Kategori dalam frekuensi sarapan menurut Khan (2005) dibagi ke dalam tiga kategori antara lain jarang (kurang dari empat kali dalam satu minggu), kadang-kadang (empat sampai enam kali dalam satu minggu), dan selalu sarapan (tujuh kali dalam satu minggu). Menurut Khomsan (2005) sarapan adalah suatu kegiatan makan yang penting sebelum melakukan aktivitas fisik pada pagi hari. Alasan tidak sarapan, yaitu tidak sempat atau terburu-buru, merasa waktu sangat terbatas karena jarak sekolah cukup jauh, terlambat bangun pagi, tidak ada selera makan, maupun ingin diet supaya berat badan supaya cepat turun.

Berdasarkan sebaran siswa pada frekuensi sarapan, sebagian besar semua siswa selalu sarapan, namun lebih banyak pada siswa perempuan yang selalu sarapan dibandingkan dengan siswa laki-laki dengan frekuensi masing-masing pada siswa laki-laki dan perempuan yaitu (38.1%) dan (66.7%). Secara statistik menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara frekuensi sarapan (p=0.87). Hal ini sejalan dengan penelitian Rampersaud et al (2005) bahwa persentase remaja perempuan yang memiliki kebiasaan sarapan menurun dari 77% pada usia 9 tahun menjadi kurang dari 32% pada usia 19 tahun. Padahal, remaja yang mengonsumsi sarapan secara rutin memiliki asupan karbohidrat, protein, dan serat yang lebih tinggi dan asupan lemak yang lebih rendah daripada mereka yang tidak sarapan.

Tabel 6 Sebaran siswa berdasarkan frekuensi sarapan dan jenis kelamin No Frekuensi Sarapan Laki-laki Perempuan Total

n % n % n %

1 Jarang (<4 kali/minggu) 2 9.5 3 14.3 5 11.9 2 Kadang-kadang (4-6

kali/minggu) 11 52.4 4 19.0 15 35.7

3 Selalu (7 kali/minggu) 8 38.1 14 66.7 22 52.4

Total 21 100.0 21 100.0 42 100.0

P 0.87

Waktu Sarapan

Pembagian waktu makan utama dalam sehari meliputi makan pagi (sarapan), siang, dan malam. Sarapan adalah suatu kegiatan penting sebelum melakukan aktivitas fisik pada hari tersebut, mengingat tubuh tidak mendapatkan makanan selama sekitar 10 jam sejak malam hari (Khomsan 2002). Waktu sarapan adalah waktu dimana siswa melakukan makan di pagi hari sebelum melakukan aktivitasnya sehari-hari.

(29)

17 15 hingga 30 persen kebutuhan gizi harian sebagai bagian gizi seimbang untuk mewujudkan hidup sehat, bugar, aktif, dan cerdas. Sebagian besar siswa laki-laki dan perempuan sudah melakukan waktu sarapan pada pukul 06.00-08.59 dengan persentase contoh laki-laki (57.1%) dan contoh perempuan (57.7%).

Tabel 7 Sebaran siswa berdasarkan waktu sarapan dan jenis kelamin No Waktu Sarapan Laki-laki Perempuan Total

n % n % n %

1 05.00-05.59 12 10.1 28 21.5 40 16.1

2 06.00-08.59 68 57.1 75 57.7 143 57.4

3 09.00-10.00 39 32.8 27 20.8 66 26.5

Jenis Makanan Sarapan

Jenis makanan sarapan adalah jenis menu sarapan yang baik terdiri dari makanan pokok, hewani, nabati, sayuran dan makanan jajanan. Makan pagi seyogyanyamengandung unsur empat sehat lima sempurna. Ini berarti kita benar-benar telah mempersiapkan diri untuk menghadapi segala aktivitas dengan nutrisi yang lengkap. Hanya saja masalahnya seringkali sayur tidak bisa tersedia secara instan, sehingga makan pagi yang disediakan tanpa sayuran. Namun hal ini tidak menjadi masalah karena fungsi sayuran sebagai penyumbang vitamin dan mineral bisa digantikan oleh buah (Khomsan 2002). Khomsan (2005) menyatakan bahwa bila sarapan dengan aneka ragam pangan yang terdiri nasi, sayur/buah, lauk pauk dan susu, dapat memenuhi kebutuhan akan vitamin dan mineral.

Sebagian besar siswa laki-laki dan perempuan mengonsumsi jenis makanan sarapan yang terdiri dari makanan pokok dan hewani saja dengan persentase (55.5%) dan (58.0%). Secara statistik menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan jenis makanan sarapan antara siswa laki-laki dan perempuan (p=0.478). Makanan pokok yang banyak dikonsumsi oleh siswa laki-laki dan perempuan terdiri dari nasi, mie, roti, bubur nasi dan lain-lain. Pangan hewani yang dikonsumsi oleh siswa antara lain ayam, telur, ikan, nugget, sosis. Sebagian besar siswa juga mengonsumsi lauk hewani yang terdiri lebih dari satu jenis tanpa ada tambahan makanan sumber nabati maupun sayuran. Kebanyakan contoh tidak makan sarapan bergizi seimbang, hal ini bertentangan dengan pendapat Bonnie (1998) bahwa sarapan harus ada zat gizi seperti protein, lemak, vitamin, mineral, air dan serat.

Tabel 8 Sebaran siswa berdasarkan jenis makanan sarapan dan jenis kelamin No Jenis Makanan Sarapan Laki-laki Perempua

n

Total

n % n % n %

1 Makanan pokok 18 15.1 17 14.3 35 14.1

2 Makanan pokok dan hewani 66 55.5 69 58.0 135 54.2 3 Makanan pokok dan nabati 2 1.7 11 9.2 13 5.2 4 Makanan pokok, hewani, dan

(30)

18

Tabel 8 Sebaran siswa berdasarkan jenis makanan sarapan dan jenis kelamin (lanjutan)

No Jenis Makanan Sarapan Laki-laki Perempua n

Total

n % n % n %

5 Makanan pokok, hewani, nabati,

dan sayuran 3 2.5 7 5.9 10 4.0

6 Makanan pokok, nabati, dan

sayuran 3 2.5 5 4.2 8 3.2

7 Makanan pokok, hewani, nabati, sayuran, dan makanan jajanan

0 0.0 0 0.0 0 0.0

8 Makanan jajanan 7 5.9 9 7.6 16 6.4

P 0.478

Asupan dan Kontribusi Makanan Sarapan

Pada saat sarapan sebaiknya mengkonsumsi makanan lengkap yakni yang mengandung semua unsur gizi yang dibutuhkan oleh tubuh. Kandungan gizi yang seimbang terdiri dari karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral. Menurut Depkes (2001) konsep makan pagi yang mengacu pada gizi seimbang dapat dipenuhi dengan pemberian makanan sebagi berikut:

1) Sumber karbohidrat, yaitu nasi, roti, makaroni, kentang, tepung beras, tepung maizena, tepung kacang hijau, jagung, singkong, dan ubi.

2) Sumber protein, yaitu susu, daging, ikan, ayam, hati, tahu, tempe, keju, kacang hijau, dan lain-lain.

3) Sumber vitamin dan mineral, yaitu dari sayuran seperti wortel, bayam, kangkung, labu siam, buncis, buah-buahan: misalnya pepaya, jambu biji, air jeruk, melon, alpukat, dan lain-lain.

Fungsi-fungsi dari zat gizi antara lain sebagai berikut (Depkes 2001): 1) Karbohidrat berfungsi sebagai sumber tenaga,

2) Protein berfungsi sebagai sumber pembangun,

3) Lemak berfungsi sebagai sumber tenaga dan pelarut vitamin A, D, E, dan K, 4) Vitamin berfungsi sebagai sumber pengatur,

5) Mineral berfungsi sebagai zat pengatur dan zat pembangun, 6) Air berfungsi dalam proses pencernaan makanan.

Sarapan sebaiknya mengkonsumsi makanan lengkap yakni mengandung semua unsur gizi yang dibutuhkan oleh tubuh. Kandungan gizi yang seimbang terdiri dari energi, karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral. Khomsan (2002) menyatakan bahwa dengan melakukan sarapan dapat menyumbang 25% dari kebutuhan total energi harian.

(31)

19 (20.8%) dan vitamin C (14.0%). Dapat dikatakan bahwa sebagian besar siswa perempuan memberikan kontribusi terhadap asupan total lebih besar dibandingkan siswa laki-laki. Hal ini dapat dikarenakan jenis makanan sarapan yang dikonsumsi oleh siswa perempuan merupakan jenis makanan yang lebih banyak menyumbang energi daripada jenis makanan yang dikonsumsi oleh siswa laki-laki, seperti sumber karbohidrat dan protein.

Makanan sumber karbohidrat antara lain nasi, mie, roti, minuman manis, dan lain-lain, sedangkan makanan sumber protein antara lain susu, telur, ikan, ayam, daging sapi untuk protein hewani dan tahu, tempe dan lain-lain untuk protein nabati. Kontribusi zat gizi vitamin A dan Vitamin C lebih besar diberikan oleh siswa laki-laki. Sumber makanan yang mengandung banyak vitamin A antara lain wortel, hati, minyak, kangkung, bayam dan lain-lain. Sumber makanan yang banyak mengandung vitamin C antara lain tomat, kangkung, bayam, kembang kol dan lain-lain.

Kandungan gizi yang seimbang terdiri dari energi, karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral. Khomsan (2002) menyatakan bahwa dengan melakukan sarapan dapat menyumbang 25% dari kebutuhan total energi harian. Sebagian besar asupan sarapan contoh belum memenuhi kontribusi terhadap kecukupan zat gizi harian (<25%), kecuali vitamin A. Rata-rata kontribusi terhadap kecukupan vitamin A pada contoh menyumbang 61.3%. Hal ini mungkin dikarenakan sebagian besar makanan sarapan pada contoh banyak digoreng menggunakan minyak kelapa sawit.

Kontribusi terhadap kecukupan gizi diberikan oleh siswa laki-laki dalam bentuk energi (14.3%), protein (13.9%), lemak(15.5%), karbohidrat (13.5%), zat besi (16.7%), vitamin A (71.6%) dan vitamin C (1.9%). Kontribusi terhadap kecukupan gizi diberikan oleh siswa perempuan dalam bentuk energi (15.3%), protein (14.8%), lemak(18.1%), karbohidrat (15.0%), zat besi (13.5%), vitamin A (50.7%) dan vitamin C (2.9%). Sama seperti kontribusi terhadap asupan, kontribusi terhadap kecukupan gizi sebagian besar juga diberikan oleh siswa perempuan lebih besar dibandingkan siswa laki-laki.

Tabel 9 Rata-rata sumbangan energi dan zat gizi makanan sarapan terhadap asupan dan kecukupan siswa

Zat Gizi Laki-laki Perempuan Total

Energi

Asupan energi makanan sarapan (kkal/hari)

Kontribusi terhadap asupan total (%) Kontribusi terhadap kecukupan gizi (%)

366.7 308.8 337.8

21.1 22.1 21.5

14.3 15.3 14.8

Protein

Asupan protein makanan sarapan (gr/hari)

Kontribusi terhadap asupan total (%) Kontribusi terhadap kecukupan gizi (%)

9.1 8.9 9.0

21.0 23.8 22.3

13.9 14.8 14.4

Lemak

Asupan lemak makanan sarapan (gr/hari) Kontribusi terhadap asupan total (%) Kontribusi terhadap kecukupan gizi (%)

13.2 12.2 12.7

22.5 23.1 22.8

(32)

20

Tabel 9 Rata-rata sumbangan energi dan zat gizi makanan sarapan terhadap asupan dan kecukupan siswa (lanjutan)

Zat Gizi Laki-laki Perempuan Total

Karbohidrat

Asupan karbohidrat makanan sarapan (gr/hari)

Kontribusi terhadap asupan total (%) Kontribusi terhadap kecukupan gizi (%)

47.3 41.4 44.3

15.0 15.9 15.4

13.5 15.0 14.1

Zat besi (Fe)

Asupan Fe makanan sarapan (mg/hari) Kontribusi terhadap asupan total (%) Kontribusi terhadap kecukupan gizi (%)

2.6 3.3 2.9

Kontribusi terhadap asupan total (%) Kontribusi terhadap kecukupan gizi (%)

416.8 288.2 352.5

Kontribusi terhadap asupan total (%) Kontribusi terhadap kecukupan gizi (%)

1.6 1.9 1.7

21.4 14.0 16.5

1.9 2.9 2.3

Tingkat Kecukupan Zat Gizi

Konsumsi pangan adalah informasi tentang jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi oleh seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu. Mengkonsumsi pangan tidak hanya penting untuk kesehatan, tetapi juga untuk kecerdasan, kekuatan, sumber energi dan pendukung pertumbuhan (Hardinsyah et al. 2002). Pada saat remaja kebutuhan zat gizi meningkat karena terjadinya

proses pertumbuhan yang cepat dan aktivitas fisik yang tinggi (Almatsier 2009). Oleh karena itu, kebutuhan gizi harus tercukupi secara baik. Zat gizi memiliki fungsi yaitu sebagai sumber energi, pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan, mengatur metabolism dan keseimbangan tubuh, serta berperan dalam sistem imun (Sediaoetama 2006). Tingkat kecukupan zat gizi individu dapat diketahui dengan cara membandingkan kandungan zat gizi makanan yang dikonsumsi oleh individu dengan angka kecukupannya.

Energi

(33)

21 sedangkan untuk laki-laki usia 16-18 tahun adalah 2675 kkal per hari, dan untuk siswa perempuan usia 13-18 tahun sebesar 2125 kkal per hari.

Tabel 10 Sebaran siswa berdasarkan tingkat kecukupan energi

Tingkat konsumsi Zat Gizi Laki-laki n % Perempuan n % n Total % Tingkat kecukupan energi

Defisit berat (<70% AKG) Defisit sedang (70-79% AKG) Defisit ringan (80-89% AKG) siswa laki-laki dan perempuan termasuk ke dalam kategori defisit berat. Kategori defisit berat pada siswa perempuan (52.4%) lebih banyak dibandingkan dengan siswa laki-laki (42.9%). Rata-rata tingkat kecukupan energi contoh laki-laki (82.4±38.5) lebih tinggi dibandingkan contoh perempuan (77.7±38.9). Secara statistik menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara tingkat kecukupan energi pada kedua siswa (p= 0.413). Hal ini mungkin dikarenakan porsi makanan pada siswa perempuan lebih sedikit dibandingkan siswa laki-laki, sedangkan pada menu makanan utama keseharian seluruh siswa sebagian besar banyak menyumbang energi.

Kekurangan energi terjadi bila konsumsi energi melalui makanan kurang dari energi yang dikeluarkan. Tubuh akan mengalami keseimbangan energi negatif. Gejala yang ditimbulkan adalah kurang perhatian, gelisah, lemah, cengeng, kurang bersemangat, dan penurunan daya tahan terhadap penyakit infeksi. Kelebihan energi dapat menyebabkan kegemukan dan menyababkan gangguan dalam fungsi tubuh. Makanan sumber energi diantaranya didapatkan dari sumber karbohidrat seperti padi-padian, umbi-umbian, dan gula murni (Almatsier 2009).

Protein

Protein adalah salah satu sumber energi bersama-sama dengan karbohidrat dan lemak. Protein berfungsi sebagai zat pembangun, berfungsi dalam pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan, menggantikan sel-sel yang mati (Sediaoetama 2006). Menurut Almatsier (2009) salah satu fungsi protein yaitu sebagai pembentukan anti bodi, kemampuan tubuh untuk memerangi infeksi yang bergantung pada kemampuan tubuh untuk memproduksi anti bodi. Berdasarkan tabel Angka Kecukupan Gizi (2013), Angka Kecukupan Protein (AKP) untuk kelompok siswa laki-laki usia 13-15 tahun adalah 72 gram per hari, sedangkan untuk laki-laki usia 16-18 tahun adalah 66 gram per hari, untuk siswa perempuan usia 13-15 tahun sebesar 69 gram per hari, dan untuk siswa perempuan usia 16-18 tahun sebesar 59 gram per harinya.

(34)

22

Tabel 11 Sebaran siswa berdasarkan tingkat kecukupan protein

Tingkat konsumsi Zat Gizi Laki-laki n % Perempuan n % n Total % Tingkat kecukupan protein

Defisit berat (<70% AKG) Defisit sedang (70-79% AKG) Defisit ringan (80-89% AKG)

Pada tabel 10 dapat diketahui rata-rata tingkat kecukupan protein pada siswa laki-laki dan perempuan termasuk ke dalam kategori defisit berat. Kategori defisit berat pada siswa perempuan (52.4%) lebih banyak dibandingkan dengan siswa laki-laki (33.3%). Hal ini mungkin dikarenakan siswa perempuan lebih sedikit mengonsumsi makanan yaang mengandung protein. Rata-rata tingkat kecukupan protein siswa laki-laki (89.5±37.2) lebih tinggi dibandingkan siswa perempuan (77.7±33.2). Secara statistik menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara tingkat kecukupan protein pada kedua siswa (p= 0.281).Kekurangan protein biasanya diikuti dengan kekurangan energi. Dibutuhkan peningkatan konsumsi bahan makanan hewani dan nabati sumber protein yang baik seperti telur, daging, ikan, kerang, dan kacang-kacangan (Almatsier 2009).

Lemak

Lemak (lipid) merupakan komponen struktural dari semua sel-sel tubuh yang dibutuhkan oleh ratusan bahkan ribuan fungsi fisiologis tubuh (McGuire dan Beerman 2011). Fungsi lain lemak yaitu menyediakan cadangan energi tubuh, isolator, pelindung organ dan menyediakan asam-asam lemak esensial (Mahan dan Escott-Stump 2008). Berdasarkan tabel Angka Kecukupan Gizi (2013), Angka Kecukupan Lemak untuk kelompok siswa laki-laki usia 13-15 tahun adalah 83 gram per hari, sedangkan untuk laki-laki usia 16-18 tahun adalah 89 gram per hari, untuk siswa perempuan usia 13-18 tahun sebesar 71 gram per harinya.

Tabel 12 Sebaran siswa berdasarkan tingkat kecukupan lemak

(35)

23 (81.0%). Hal ini dapat disebabkan siswa laki-laki lebih banyak yang mengonsumsi makanan tinggi lemak seperti gorengan. Rata-rata tingkat kecukupan lemak siswa perempuan (57.3±30.5) lebih tinggi dibandingkan siswa laki-laki (49.5±19.4). Secara statistik menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara tingkat kecukupan lemak pada kedua siswa (p= 0.332). Konsumsi lemak secara berlebihan akan berdampak buruk untuk kesehatan.

Sindroma metabolik adalah salah satu efek dari konsumsi lemak yang berlebihan. Sindroma metabolik merupakan gejala yang ditemukan pada seseorang yang mengarah kepada timbulnya penyakit degeneratif. Permasalahan sindroma metabolik terus berkembang dan erat kaitannya dengan perubahan gaya hidup di masyarakat (Wiardani et al 2011).

Karbohidrat

Karbohidrat merupakan salah satu zat gizi makro. Karbohidrat terbagi kedalam dua macam yaitu yang dapat dicerna oleh tubuh sehingga menghasilkan glukosa dan energi, dan karbohidrat yang tidak dapat dicerna yang berguna sebagai serat makanan. fungsi utama karbohidrat yang dapat dicerna bagi manusia adalah untuk menyediakan energi bagi sel, termasuk sel-sel otak yang kerjanya tergantung pada suplai karbohidrat berupa glukosa (Mahan dan Escott-Stump 2008).

Subjek penelitian berada dalam 2 golongan usia pada tabel Angka Kecukupan Gizi (2013). Berdasarkan tabel AKG, Angka Kecukupan Karbohidrat untuk kelompok siswa laki-laki usia 13-15 tahun adalah 340 gram per hari, sedangkan untuk laki-laki usia 16-18 tahun adalah 368 gram per hari, untuk siswa perempuan usia 13-18 tahun sebesar 292 gram per harinya.

Tabel 13 Sebaran siswa berdasarkan tingkat kecukupan karbohidrat Tingkat konsumsi Zat Gizi Laki-laki Perempuan n % n % n Total %

(36)

24

Zat besi (Fe)

Zat besi (Fe) merupakan mikroelemen yang essensial bagi tubuh. Zat besi terutama diperlukan dalam hemopobesis (pembentukan darah) yaitu dalam sintesa hemoglobin (Hb) (Sediaoetama 2006). Kekurangan zat besi dapat menurunkan kekebalan individu, sehingga sangat peka terhadap serangan bibit penyakit. Hal ini berhubungan erat dengan menurunnya fungsi enzim pembentuk antibodi (Suhardjo & Kusharto 1988).

Subjek penelitian berada dalam 2 golongan usia pada tabel Angka Kecukupan Gizi (2013). Berdasarkan tabel AKG, Angka Kecukupan Fe untuk kelompok siswa laki-laki usia 13-15 tahun adalah 19 miligram per hari, sedangkan untuk laki-laki usia 16-18 tahun adalah 15 miligram per hari, untuk siswa perempuan usia 13-18 tahun sebesar 26 miligram per harinya.

Tabel 14 Sebaran siswa berdasarkan tingkat kecukupan zat besi (Fe) Tingkat konsumsi Zat Gizi Laki-laki Perempuan n % n % n Total % Tingkat kecukupan besi

Kurang (<77%)

Cukup (≥77%) 6 15 28.6 16 71.4 5 76.2 22 23.8 20 52.4 47.6

P 0.0

Pada tabel 14 dapat diketahui rata-rata tingkat kecukupan Fe pada siswa laki-laki termasuk kedalam kategori cukup (71.4%), sedangkan pada siswa perempuan termasuk kedalam kategori kurang ( 76.2%). Rata-rata tingkat kecukupan Fe pada siswa laki-laki (127±64.4) lebih tinggi dibandingkan siswa perempuan (61.4±23.3). Hal ini dapat disebabkan tingginya Angka Kecukupan Gizi zat besi (Fe) untuk siswa perempuan, namun asupan makanan yang mengandung zat besi lebih sedikit dibandingkan kecukupannya. Siswa perempuan mengalami menstruasi, sehingga angka kecukupan zat besi juga lebih tinggi dibandingkan siswa laki-laki karena zat besi berfungsi dalam sintesa dan metabolisme sel darah merah. Secara statistik menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan antara tingkat kecukupan Fe pada kedua siswa (p= 0.0).

Kekurangan zat besi dapat berpengaruh negatif terhadap fungsi otak yaitu menurunnya daya konsentrasi atau daya ingat. Sumber zat besi diperoleh dari makanan hewani seperti daging, ayam, ikan, telur, serealia tumbuk, kacang-kacangan, sayuran hijau, dan beberapa jenis buah (Almatsier 2009).

Vitamin A

(37)

25 interaksi dengan zat besi (Fe). Kelebihan konsumsi vitamin A dapat menyebabkan toksisitas dan mempunyai efek teratogenik bagi wanita hamil.

Oleh karena itu, asupan vitamin A harus sesuai dan memenuhi kebutuhan serta menghindari kelebihan vitamin A. Vitamin A berpengaruh terhadap sintesis protein, berperan dalam pembentukan sel darah merah yang kemungkinan melalui interaksi dengan besi (Almatsier 2009). Berdasarkan tabel Angka Kecukupan Gizi (2013), untuk kelompok siswa laki-laki usia 13-18 tahun mempunyai angka kecukupan vitamin A sebesar 600 mikrogram per hari, sama seperti kelompok perempuan usia 13-18 tahun mempunyai angka kecukupan vitamin A sebesar 600 mikrogram per harinya.

Tabel 15 Sebaran siswa berdasarkan tingkat kecukupan vitamin A Tingkat konsumsi Zat Gizi Laki-laki Perempuan n % n % n Total % Tingkat kecukupan vitamin A

Kurang (<77%)

Cukup (≥77%) 7 14 33.3 5 66.7 16 23.8 12 76.2 30 28.6 71.4

P 0.870

Pada tabel 15 dapat diketahui rata-rata tingkat kecukupan Vitamin A pada siswa laki-laki dan perempuan termasuk kedalam kategori cukup. Kategori cukup pada siswa perempuan (76.2%) lebih banyak dibandingkan dengan siswa laki-laki (66.7%). Rata-rata tingkat kecukupan vitamin A contoh laki-laki (130.5±68.4) lebih tinggi dibandingkan contoh perempuan (134.3±87.4). Hal ini diduga siswa perempuan lebih banyak mengonsumsi makanan yang mengandung vitamin A seperti wortel, bayam dan lain-lain. Secara statistik menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara tingkat kecukupan vitamin A pada kedua siswa (p= 0.870). Vitamin A dibutuhkan untuk perkembangan tulang dan sel epitel yang membentuk email dalam pertumbuhan tulang gigi. Kekurangan vitamin A dapat menyebabkan Xerophtalmia yaitu sekresi air mata berhenti sehingga bola mata menjadi kering (Suhardjo & Kusharto 1988).

Vitamin C

Vitamin C termasuk kedalam vitamin larut air yang berfungsi dalam mekanisme imunitas dalam rangka daya tahan tubuh terhadap berbagai serangan penyakit dan toksin. Pada umumnya tubuh menahan vitamin C sangat sedikit. Kelebihan vitamin C dibuang melalui air kemih. Salah satu fungsi vitamin C berkaitan dengan pembentukan kolagen yang berperan dalam penyembuhan luka, patah tulang, perdarahan di bawah kulit, dan perdarahan gusi. Sumber vitamin C umumnya hanya terdapat di dalam pangan nabati, yaitu sayur dan buah terutama yang asam diantaranya jeruk, nenas, pepaya, dan tomat (Almatsier 2009).

(38)

26

Tabel 16 Sebaran siswa berdasarkan tingkat kecukupan vitamin C Tingkat konsumsi Zat Gizi Laki-laki n % Perempuan n % n Total % Tingkat kecukupan vitamin C

Kurang (<77%)

Cukup (≥77%) 15 6 71.4 16 28.6 5 76.2 31 23.8 11 73.8 26.2

P 0.811

Pada tabel 16 dapat diketahui rata-rata tingkat kecukupan Vitamin C pada siswa laki-laki dan perempuan termasuk kedalam kategori kurang. Kategori kurang pada siswa perempuan (76.2%) lebih banyak dibandingkan dengan siswa laki-laki (71.4%). Rata-rata tingkat kecukupan vitamin C contoh perempuan (83.8±122.1) lebih tinggi dibandingkan contoh laki-laki (68.5±75.0). Secara statistik menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara tingkat kecukupan vitamin C pada kedua siswa (p= 0.811). Kekurangan vitamin C menyebabkan timbulnya penyakit skorbut yang ditandai dengan gusi bengkak dan berdarah, rasa sakit dan kaku pada sendi-sendi, tulang rapuh, pendarahan lapisan di bawah kulit, dan kelemahan otot-otot (Suhardjo & Kusharto 1988).

Pengetahuan Gizi

Pengetahuan gizi adalah pemahaman seseorang tentang gizi, zat gizi, serta interaksi antara zat gizi terhadap status gizi dan kesehatan. Riyadi (2003) menyatakan bahwa beberapa faktor yang mempengaruhi jumlah dan jenis makanan yang dikonsumsi adalah banyaknya informasi yang dimiliki seseorang akan zat gizi, kemampuan seseorang untuk menerapkan pengetahuan gizi kedalam pemilihan pangan dan cara pemanfaatan pangan yang sesuai, dan keadaan kesehatan seseorang

Tabel 17 menunjukkan pertanyaan pengetahuan gizi yang telah dikelompokkan menjadi dua. Pertanyaan nomor 1 sampai 13 merupakan pertanyaan mengenai gizi secara umum, sedangkan pertanyaan dari nomor 14 sampai 20 merupakan pertanyaan mengenai sarapan. Pertanyaan mengenai gizi secara umum dapat dijawab dengan benar oleh seluruh siswalaki-laki dan perempuan mengenai zat gizi yang diperlukan tubuh dan istilah makanan bergizi. Kelompok pertanyaan mengenai sarapan dapat dijawab dengan benar mengenai waktu yang tepat untuk sarapan oleh seluruh siswa laki-laki dan perempuan.

(39)

27 Tabel 17 Sebaran pertanyaan pengetahuan gizi yang dijawab benar oleh subjek

berdasarkan jenis kelamin.

No Pertanyaan Laki-laki Perempuan Total n % n % n % 1 Zat gizi yang diperlukan tubuh 21 100.0 21 100.0 42 100.0 2 Istilah makanan bergizi 21 100.0 21 100.0 42 100.0 3 Konsumsi energi berlebih disimpan

dalam bentuk apa 14 66.7 14 66.7 28 66.7 4 Makanan yang tergolong protein

nabati 16 76.2 17 81.0 33 78.6 5 Vitamin yang larut air 12 57.1 14 66.7 26 61.9 6 Fungsi kalsium dalam tubuh 16 76.2 20 95.2 36 85.7 7 Makanan yang mengandung

kalsium 20 95.2 20 95.2 40 95.2 8 Makanan yang banyak

mengandung karbohidrat 20 95.2 21 100.0 41 97.6 9 Sebutan zat untuk protein 15 71.4 11 52.4 26 61.9 10 Makanan yang mengandung

vitamin C 20 95.2 19 90.5 39 92.9 11 Makanan yang banyak

mengandung vitamin A 18 85.7 19 90.5 37 88.1 12 Penyakit yang diakibatkan kurang

iodium 17 81.0 19 90.5 36 85.7 19 Persentase sumbangan sarapan

untuk energi 10 47.6 11 52.4 21 50.0 20 Susunan menu yang baik untuk

sarapan 19 90.5 18 85.7 37 88.1

Hasil pengetahuan gizi yang didapat dari semua siswa sebagian besar sudah tinggi (66.7%), dan tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada tingkat pengetahuan gizi antar kelompok (p= 0.661). Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar siswa sudah memiliki pengetahuan mengenai gizi dengan cukup baik. Tingginya pesentase seseorang yang memiliki pengetahuan gizi baik dapat disebabkan oleh tingginya tingkat pendidikan mereka, namun pengetahuan gizi tersebut belum tentu dapat mengindikasikan praktik gizi yang baik juga (Banwat

et al. 2012). Rata-rata tingkat pengetahuan gizi contoh perempuan(85±8) lebih

tinggi dibandingkan contoh laki-laki (83±11). Berdasarkan penelitian Barzegari et al (2011) tidak terdapat perbedaan yang signifikan pengetahuan gizi antar jenis

(40)

28

Tabel 18 Sebaran siswa berdasarkan pengetahuan gizi dan jenis kelamin

Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Total

n % n n %

Kategori pengetahuan gizi

Kurang 1 4.8 0 0.0 1 2.4

Sedang 7 33.3 6 28.6 13 31.0

Baik 13 61.9 15 71.4 28 66.7

Pengetahuan gizi

rata-rata±stdev 83±11 85±8 84±9

P 0.661

Aktivitas Fisik

Aktivitas fisik adalah gerakan yang dilakukan oleh otot tubuh dan sistem panjangnya. Selama aktivitas fisik, otot membutuhkan energi di luar metabolisme untuk bergerak, sedangkan jantung dan paru-paru memerlukan tambahan energi untuk mengantarkan zat-zat gizi dan oksigen ke seluruh tubuh dan untuk mengeluarkan sisa-sisa dari tubuh (Almatsier 2009). Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa aktivitas fisik seperti berjalan kaki, berenang, dan naik sepeda pada dasarnya memberikan pengaruh melindungi tulang dan menurunkan

demineralisasi tulang karena pertambahan umur (Kosnayani 2007).

Sebagian besar aktivitas fisik pada laki-laki termasuk kategori sangat ringan (57.1%), sedangkan aktivitas fisik pada perempuan termasuk ke dalam kategori ringan (57.1%). Tidak terdapat aktivitas fisik siswa laki-laki maupun perempuan yang termasuk kategori berat. Secara statistik tidak terdapat pebedaan yang signifikan antara aktivitas fisik pada laki-laki maupun perempuan (p= 0.399). Rata-rata tingkat aktivitas fisik contoh laki-laki (1.43±0.15) lebih tinggi dibandingkan contoh perempuan (1.42±0.09). Aktivitas fisik yang kurang berhubungan dengan meningkatnya resiko obesitas dan hipertensi (Michael 2012). Seseorang dikatakan beraktivitas ringan (sedentary) bila tidak banyak

melakukan kerja fisik, tidak dianjurkan berjalan jauh, umumnya menggunakan alat transportasi, tidak latihan atau berolahraga secara teratur, menghabiskan waktu senggangnya dengan duduk dan berdiri dengan sedikit bergerak. Pada kategori sedang adalah orang yang tidak terlalu banyak menggunakan energi, namun lebih banyak mengeluarkan energi daripada yang beraktivitas ringan. Kemungkinan juga adalah orang yang tergolong beraktivitas ringan namun memiliki waktu untuk beraktivitas sedang hingga berat yang teratur seperti

jogging, berlari, dan aerobik yang dapat meningkatkan PAL dari 1.55 (ringan)

(41)

29 Tabel 19 Sebaran siswa berdasarkan aktivitas fisik dan jenis kelamin Karakteristik n Laki-laki % n Perempuan % N Total %

rata±stdev 1.43±0.15 1.42±0.09 1.43±0.13

P 0.399

Status Gizi

Status gizi merupakan keadaan kesehatan tubuh seseorang atau sekelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan (absorpsi), dan penggunaan

(utilization) zat gizi makanan. Status gizi seseorang tersebut bisa diukur dan

dinilai. Dengan menilai status gizi seseorang atau sekelompok orang maka dapat diketahui apakah seseorang atau sekelompok orang tersebut status gizinya baik ataukah tidak baik (Riyadi 2006).

IMT (Indeks Massa Tubuh) atau status gizi berdasarkan umur direkomendasikan sebagai indikator terbaik yang dapat digunakan pada remaja. Keuntungan mendapatkan IMT berdasarkan umur yaitu dapat digunakan untuk remaja muda. IMT berhubungan dengan kesehatan dan dapat dibandingkan dengan baik terhadap hasil pemeriksaan laboratorium atau pengukuran lemak tubuh. Selain menggabungkan indeks BB/TB dengan umur, indikator ini juga telah divalidasi sebagai indikator lemak tubuh total bagi mereka yang berada di atas persentil yang normal. Indikator ini juga memberikan data dengan kualitas tinggi dan berkesinambungan dengan indikator yang direkomendasikan untuk dewasa (Heryanti 2009).

Indeks massa tubuh (IMT) diperoleh berdasarkan perhitungan berat badan (kg) dibagi dengan tinggi badan (m) kuadrat, sehingga diperoleh satuan untuk IMT adalah kg/m2. Sebagian besar siswa laki-laki dan perempuan termasuk

kedalam kategori normal dengan persentase (61.9%) dan ( 81.0%). Terdapat satu orang perempuan yang status gizinya termasuk kurus, sedangkan pada status obesitas terdapat enam orang laki-laki dan dua orang perempuan.

Gambar

Gambar 1Kerangka pemikiran penelitian
Tabel 1 Jenis, data dan cara pengumpulan data
Tabel 2 Physical Activity Ratio (PAR) berbagai aktivitas fisik
Tabel 3 Variabel dan kategori menurut sumber
+7

Referensi

Dokumen terkait

Data primer meliputi karakteristik keluarga (besar keluarga dan pendapatan orangtua), karakteristik contoh (jenis kelamin dan usia), karakteristik orangtua (usia, pendidikan,

Karakteristik diri remaja dilihat dari usia, jenis kelamin, pendidikan serta pendapatan (uang saku). Karakteristik keluarga dilihat dari usia, pendidikan orang tua, pekerjaan

Jenis data primer yang dikumpulkan meliputi data karakteristik subjek (usia, jenis kelamin, keikutsertaan penyuluhan/seminar, keikutsertaan kegiatan ekstrakurikuler,

Penyebaran kuesioner dilakukan dengan cara wawancara kuesioner langsung yang dilakukan dengan orang tua anak autis yang meliputi (1) karakteristik subjek (usia dan jenis

Tujuan khususnya meliputi: (1) Mengidentifikasi karakteristik siswa SD (usia, uang saku) dan karakteristik keluarga siswa obes dan normal (besar keluarga, pendidikan orang

Data primer yang digunakan meliputi data karakteristik contoh (jenis kelamin, umur, berat badan, tinggi badan dan uang saku), Data kebiasaan mengkonsumsi fast

Data primer yang dikumpulkan meliputi: (1) karakteristik balita (umur dan jenis kelamin) dan karakteristik keluarga (pendapatan per kapita, besar keluarga), karakteristik ibu

Penelitian ini bertujuan menganalisis hubungan sosiodemografi (usia, jenis kelamin, pendidikan ayah, pendidikan ibu, pendapatan orang tua dan besar keluarga) dan