• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengetahuan Gizi Ibu dan Perilaku Keluarga Sadar Gizi Kaitannya dengan Status Gizi Balita di Desa Paberasan Kabupaten Sumenep

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengetahuan Gizi Ibu dan Perilaku Keluarga Sadar Gizi Kaitannya dengan Status Gizi Balita di Desa Paberasan Kabupaten Sumenep"

Copied!
157
0
0

Teks penuh

(1)

PENGETAHUAN GIZI IBU DAN PERILAKU KELUARGA SADAR

GIZI KAITANNYA DENGAN STATUS GIZI BALITA

DI DESA PABERASAN KABUPATEN SUMENEP

NOVI LUSIYANA

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

(2)

ABSTRACT

NOVI LUSIYANA. Maternal Nutrition Knowledge and Nutrition Behavior Aware Family Relation to nutritional status of children in the Village Paberasan Sumenep. Supervised by YEKTI HARTATI EFFENDI and MIRA DEWI

The purpose of this research is to study the link between maternal nutrition knowledge, attitudes toward nutrition conscious family nutritional status of children. The design of this study is cross sectional study. Research sites in the village of Paberasan, Sumenep conducted in the month from February to June 2011.

The results of this study were mostly (72.7%) samples had a per capita family income >Rp213.383 is non-poor families. For 63.6% of samples included in the family of small (≤4 family members). The majority (20%) infants were within 25-36 months of age with the female sex. Based on the characteristics of the toddler's mother, the average age of mothers was 30.2 years with a standard deviation of 6:29. Most (38.2%) mothers were primary school graduates, and most (61.8%) mothers choose not to work. Maternal nutrition knowledge largely included in either category and were respectively 34.5% and 30.9%, there are still women who have low knowledge of nutrition. Most (76.4%) samples had a family behaviors aware of good nutrition, 23.6% were categorized as examples, and there are no families with nutrition conscious behavior of a low family.

Based on the index BB/U, the majority (87.3%) infants, including good nutritional status. There are still 10.9% the nutritional status of infants who have less and 1.8% of infants who have poor nutritional status. Based on the index TB/U, 36.4% have children under five who included the nutritional status of normal and contained 29.1% including the nutritional status of infants who are very short and for 32.7% including the short nutritional status. Based on the index BB/TB, the majority (70.9%) infants including nutritional status is normal and there are still 1.8% of the nutritional status of infants who have very thin and 9.09% nutritional status of infants who have thin. There is a real connection between nutritional knowledge of mothers with Kadarzi behavior (p<0.05). This suggests that the better maternal nutritional knowledge it will be better the behavior Kadarzi. There is no relationship between level of maternal nutrition knowledge with the nutritional status of children as measured by using an index BB/U (p=0.40), the index TB/U (p=0.27) and BB/TB (p=0.08). There is no relationship between the behavior Kadarzi the nutritional status of children as measured by using an index BB/U (p=0.89), the index TB/U (p=0.09), and based on the index BB/TB (p=0.79).

There are several other factors that also affect the nutritional status of children that there are infectious diseases, lack of attention to the child's mother, and children who do not want to eat.

(3)

RINGKASAN

NOVI LUSIYANA. Pengetahuan Gizi Ibu dan Perilaku Keluarga Sadar Gizi Kaitannya dengan Status Gizi Balita di Desa Paberasan Kabupaten Sumenep. Di bawah bimbingan Yekti Hartati Effendi dan Mira Dewi

.

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mempelajari kaitan antara pengetahuan gizi ibu dan perilaku keluarga sadar gizi terhadap status gizi balita. Tujuan khusus penelitian ini adalah 1) Mengetahui karakteristik balita (umur dan jenis kelamin), karakteristik keluarga (besar keluarga dan pendapatan per kapita keluarga), dan karakteristik ibu balita (umur, tingkat pendidikan, dan pekerjaan); (2) Mengetahui pengetahuan gizi ibu dan perilaku keluarga sadar gizi; (3) Mengetahui status gizi balita; (4) Menganalisis hubungan pengetahuan gizi ibu dan perilaku keluarga sadar gizi dengan status gizi balita.

Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study dengan teknik wawancara yang dilaksanakan pada bulan Februari–Juni 2011 di Desa Paberasan Kabupaten Sumenep. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh balita serta ibu balita yang tinggal di desa terpilih yaitu 355. Contoh dalam penelitian ini adalah balita serta ibu yang memenuhi kriteria. Kriteria calon contoh yaitu: (1) berusia 13-60 bulan; (2) tercatat di posyandu desa terpilih; (3) tinggal bersama ibu; (4) ibu balita bersedia untuk diwawancara. Berdasarkan perhitungan rumus Lemeshow et al. (1997) perkiraan jumlah contoh diperoleh sebesar 49. Pemilihan contoh diambil dari seluruh (empat) posyandu di desa terpilih. Jumlah balita yang memenuhi kriteria sebanyak 284 balita. Setelah itu dilakukan simple random sampling. Total calon contoh yang dipilih sebesar 60 yaitu untuk mengantisipasi terjadinya data yang tidak lengkap. Sebanyak 55 yang memiliki data lengkap untuk dijadikan contoh.

Data yang dikumpulkan berupa data primer dan sekunder. Data primer yang dikumpulkan meliputi: (1) karakteristik balita (umur dan jenis kelamin) dan karakteristik keluarga (pendapatan per kapita, besar keluarga), karakteristik ibu balita (umur, pekerjaan, dan tingkat pendidikan); (2) status gizi balita (data antropometri: berat badan dan tinggi badan); (3) pengetahuan gizi ibu tentang sumber dan jenis zat gizi dalam pangan, manfaat dan akibat kekurangan zat gizi tertentu, dan periode pemberian ASI eksklusif; (4) perilaku Kadarzi tentang perilaku menimbang berat badan secara rutin, konsumsi makanan yang beragam, konsumsi garam beryodium, pemberian ASI eksklusif, konsumsi suplementasi zat gizi pada balita dan saat hamil/nifas. Data sekunder meliputi keadaan umum wilayah penelitian yang diperoleh dari laporan desa dan data Puskesmas Pamolokan. Proses pengolahan data meliputi editing, coding, entri dan analisis data. Data dientri menggunakan Microsoft Excel dan dianalisis

dengan SPSS 16.0 for windows. Analisis data menggunakan uji korelasi

spearman.

(4)

Sebagian besar (76.4%) contoh memiliki perilaku keluarga sadar gizi yang baik, 23.6% contoh termasuk kategori sedang, dan tidak terdapat keluarga yang memiliki perilaku keluarga sadar gizi yang rendah. Berdasarkan indeks BB/U, sebagian besar (87.3%) balita termasuk status gizi baik. Masih terdapat 10.9% balita yang memiliki status gizi kurang dan 1.8% balita yang memiliki status gizi buruk. Berdasarkan indeks TB/U, terdapat 36.4% balita yang termasuk status gizi normal dan terdapat 29.1% balita yang termasuk status gizi sangat pendek dan sebesar 32.7% termasuk status gizi pendek. Berdasarkan indeks BB/TB, sebagian besar (70.9%) balita termasuk status gizi normal dan masih terdapat 1.8% balita yang memiliki status gizi sangat kurus dan 9.09% balita yang memiliki status gizi kurus.

(5)

PENGETAHUAN GIZI IBU DAN PERILAKU KELUARGA SADAR

GIZI KAITANNYA DENGAN STATUS GIZI BALITA

DI DESA PABERASAN KABUPATEN SUMENEP

NOVI LUSIYANA

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat

Fakultas Ekologi Manusia IPB

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

(6)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Pengetahuan Gizi Ibu dan Perilaku Keluarga Sadar Gizi Kaitannya dengan Status Gizi Balita di Desa Paberasan Kabupaten Sumenep

Nama : Novi Lusiyana NRP : I14070004

Disetujui :

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

dr. Yekti Hartati Effendi, S.Ked dr. Mira Dewi, S.Ked, M.Si NIP. 19471029 197901 2 001 NIP. 19761116 200501 2 001

Diketahui,

Ketua Departemen Gizi Masyarakat

Dr. Ir. Budi Setiawan, MS. NIP. 19621218 198703 1 001

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT karena atas karunia-Nya sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ” Pengetahuan Gizi Ibu dan Perilaku Keluarga Sadar Gizi Kaitannya dengan Status Gizi Balita di Desa Paberasan Kabupaten Sumenep” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi pada Program Mayor Ilmu Gizi Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan bimbingan berbagai pihak. Maka penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. dr. Yekti Hartati Effendi, S.Ked dan dr. Mira Dewi, S.Ked, M.Si selaku pembimbing yang dengan penuh kesabaran meluangkan waktu dan pikirannya, memberikan arahan, saran, kritikan, semangat dan dorongan untuk menyelesaikan skripsi ini.

2. Prof.Dr.Ir.Hardinsyah,MS selaku dosen pemandu seminar dan penguji yang memberikan saran dan masukan.

3. Dr.Ir.Sri Anna Marliyati,M.Si selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan saran dan arahan selama penulis menjalani masa perkuliahan. 4. Para pembahas seminar: Riksa Aditya P, Mutia Fermanda, Robiah Al

Adawiyyah, dan Dyan Fajar Ch. Atas saran yang telah diberikan.

5. Direktorat Kemahasiswaan IPB yang telah memberikan bantuan beasiswa BCA kepada penulis, khususnya dalam hal biaya perkuliahan selama semester 5,6,7, dan 8 tahun ajaran 2009-2011.

6. Badan Kesatuan Bangsa, Politik, dan Perlindungan Masyarakat serta Dinas Kesehatan Kabupaten Sumenep yang telah memberikan izin penelitian kepada penulis untuk melakukan penelitian di Kabupaten Sumenep.

7. Kepala Desa Paberasan, Kepala dan Staf Puskesmas Pamolokan, Bidan Desa Paberasan dan para Kader Posyandu, serta Masyarakat Desa Paberasan yang telah memberi izin dan bantuan selama penelitian.

8. Bapak dan Ibu yang selalu mendoakan dan memberikan kasih sayang yang tulus. Terima kasih atas semua yang telah diberikan baik dukungan moril maupun materi selama menempuh pendidikan. Adek Anni Lailatul Udhiyah yang selalu mendoakan dan memberikan semangatnya.

(8)

10. Teman-teman LUMINAIRE atas kebersamaannya selama menjalani perkuliahan.

11. Teman-Teman Wisma Shinta Family yang telah memberikan semangat dan dukungan kepada penulis.

12. Semua teman dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu atas segala kebersamaan, dorongan, semangat, serta bantuan yang diberikan selama ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangan. Akhirkata, besar harapan penulis semoga skripsi ini bermanfaat bagi yang membacanya, khususnya penulis pribadi dan semua pihak pada umumnya. Amin.

(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kabupaten Sumenep, Madura pada tanggal 10 November 1988. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara. Penulis dilahirkan dari pasangan Gatot Mulyadi dan Juhariya. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri 1 Lalangon pada tahun 2001, pendidikan menengah pertama di SLTP Negeri 6 Sumenep pada tahun 2003, dan menamatkan pendidikan lanjutan menengah atas di SMU Negeri 1 Sumenep pada tahun 2007.

Penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) tahun 2007. Setelah melewati Tingkat Persiapan Bersama (TPB), penulis melanjutkan kuliah di Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Selama masa perkuliahan, penulis aktif di beberapa organisasi diantaranya organisasi daerah Keluarga Mahasiswa Madura (GASISMA), UKM yang ada di IPB yaitu Gentra Kaheman. Penulis juga tercatat sebagai bendahara departemen PSDMK BEM FEMA IPB pada tahun 2010-2011. Selain itu, penulis aktif dalam berbagai kegiataan kepanitianan ( Samisaena, Bonjour (Be Good in Journalistic), MPKMB (Masa Perkenalan Kampus Mahasiswa Baru) sebagai komisi disiplin, E’spend sebagai divisi danus, MPD (Masa Perkenalan Departemen) sebagai koordinator divisi danus, Bisnis Plan sebagai bendahara, Capacity Building sebagai koordinator humas, dan Panitia seminar CSR nasional sebagai bendahara).

(10)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

PENDAHULUAN... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 3

Kegunaan Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA ... 4

Balita ... 4

Gizi pada Anak Balita ... 4

Pertumbuhan Fisik Balita ... 4

Keluarga ... 5

Besar Keluarga ... 5

Pendapatan Per kapita Keluarga ... 6

Karakteristik Ibu ... 6

Umur ... 6

Pendidikan ... 7

Pekerjaan ... 7

Pengetahuan Gizi ... 7

Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi) ... 8

Tujuan dan Sasaran Kadarzi ... 10

Strategi Operasional Kadarzi ... 12

Pendampingan ... 12

Status Gizi ... 14

Penilaian Status Gizi ... 14

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Status Gizi ... 21

Hubungan antara Pengetahuan Gizi Ibu, Pola Makan Balita dengan Status Gizi Balita ... 22

METODE PENELITIAN... 24

Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian ... 24

Jenis dan Cara pengumpulan data ... 25

Pengolahan dan Analisis Data ... 27

Definisi Operasional ... 29

KERANGKA PEMIKIRAN ... 31

(11)

Profil Desa ... 34

Karakteristik Keluarga ... 35

Pendapatan dan Besar Keluarga ... 35

Karakteristik Balita ... 35

Umur dan Jenis Kelamin Balita ... 35

Karakteristik Ibu balita ... 36

Tingkat Pendidikan ... 37

Pekerjaan Ibu ... 37

Pengetahuan Gizi Ibu ... 38

Perilaku Keluarga Sadar Gizi ... 42

Status Gizi Balita ... 48

Hubungan antar variabel ... 50

Hubungan pengetahuan gizi ibu dengan perilaku keluarga sadar gizi .... 50

Hubungan Pengetahuan Gizi Ibu dengan Status Gizi Balita ... 51

Hubungan Perilaku Kadarzi dengan Status Gizi Balita ... 52

KESIMPULAN DAN SARAN ... 54

Kesimpulan ... 54

Saran ... 55

DAFTAR PUSTAKA ... 56

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

Tabel 1 Identifikasi perilaku Kadarzi... 11

Tabel 2 Klasifikasi status gizi menggunakan persen terhadap median ... 19

Tabel 3 Klasifikasi status gizi menggunakan Z–Skor ... 20

Tabel 4 Jenis data dan cara pengumpulan data ... 26

Tabel 5 Klasifikasi status gizi berdasarkan WHO-NCHS ... 28

Tabel 6 Sebaran balita di Desa Paberasan berdasarkan usia ... 34

Tabel 7 Sebaran contoh berdasarkan pendapatan per kapita dan besar keluarga ... 35

Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan umur dan jenis kelamin ... 36

Tabel 9 Sebaran umur ibu ... 36

Tabel 10 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendidikan ibu ... 37

Tabel 11 Sebaran pekerjaan ibu ... 38

Tabel 12 Persentase pengetahuan gizi ibu ... 38

Tabel 13 Sebaran contoh berdasarkan aspek-aspek pengetahuan gizi ibu ... 39

Tabel 14 Sebaran contoh berdasarkan pengetahuan gizi ibu (Sumber dan jenis zat gizi) ... 39

Tabel 15 Sebaran contoh berdasarkan pengetahuan gizi ibu (manfaat dan akibat kekurangan zat gizi) ... 40

Tabel 16 Sebaran contoh berdasarkan pengetahuan gizi (Air Susu Ibu) ... 41

Tabel 17 Perilaku keluarga sadar gizi ... 42

Tabel 18 Perilaku keluarga sadar gizi pada masing-masing indikator ... 42

Tabel 19 Sebaran contoh berdasarkan Kadarzi (penimbangan berat badan) .... 43

Tabel 20 Sebaran contoh berdasarkan Kadarzi (konsumsi makanan beragam) 44 Tabel 21 Sebaran contoh berdasarkan Kadarzi (konsumsi garam beryodium) . 45 Tabel 22 Sebaran contoh berdasarkan Kadarzi (konsumsi ASI) ... 46

Tabel 23 Sebaran contoh berdasarkan Kadarzi (konsumsi suplemen zat gizi pada balita dan ibu hamil/menyusui)... 47

Tabel 24 Status gizi balita ... 48

Tabel 25 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pengetahuan gizi ibu dan perilaku Kadarzi ... 50

(13)
(14)

DAFTAR GAMBAR

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

Lampiran 1 Kuesioner ... 60

Lampiran 2 Perilaku KADARZI ... 66

Lampiran 3 Pengetahuan Gizi... 67

(16)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Suatu bangsa dapat dikatakan semakin maju jika tingkat pendidikan penduduknya tinggi, derajat kesehatannya tinggi, usia harapan hidupnya panjang, dan pertumbuhan fisiknya optimal. Peningkatan kualitas sumber daya manusia yang dilakukan secara berkelanjutan merupakan tujuan pembangunan nasional. Tujuan utama pembangunan nasional kemudian direalisasikan dalam Tujuan Pembangunan Milenium atau Millennium Development Goals (MDGs). Target utama MDGs dalam hal menurunkan angka kematian anak adalah menurunkan angka kematian balita sebesar dua pertiganya antara tahun 1990 hingga tahun 2015. Untuk menurunkan angka kematian balita pemerintah mempunyai target menurunkan prevalensi gizi buruk menjadi <3.5% dan gizi kurang <15% (Stalker 2008).

Keadaan gizi yang baik merupakan prasyarat terciptanya sumberdaya manusia masa depan yang berkualitas. Pendidikan, keterampilan dan kesehatan individu merupakan upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas SDM. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan sekaligus merupakan investasi sumber daya manusia.

Terbentuknya individu yang berkualitas berasal dari keluarga yang berkualitas. Keluarga mempunyai peran yang sangat penting dalam mewujudkan SDM berkualitas. Keluarga adalah unit sosial dasar yang strukturnya ditentukan oleh tradisi dan hukum (Suhardjo 1989a). Pengambilan keputusan dalam bidang pangan, gizi, dan kesehatan dilaksanakan terutama di tingkat keluarga. Sumber daya dimiliki dan dimanfaatkan di tingkat keluarga. Oleh karena itu pemerintah mencanangkan program Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi) sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia.

Kadarzi adalah suatu keluarga yang mampu mengenal, mencegah, dan mengatasi masalah gizi setiap anggotanya (Depkes 2007b). Beberapa contoh perilaku Kadarzi yaitu memantau berat badan secara teratur, makan beraneka ragam, mengkonsumsi garam beryodium, memberikan hanya ASI saja kepada bayi sampai usia 6 bulan, mendapatkan dan memberikan suplementasi gizi bagi anggota keluarga yang membutuhkan (Depkes 2007b).

(17)

tahun 2010 masih 6.0% dan tidak banyak berbeda dengan keadaan tahun 2007 sebesar 6.2%. Demikian pula halnya dengan prevalensi gizi kurus sebesar 7.3% pada tahun 2010 yang tidak berbeda banyak dengan keadaan tahun 2007 sebesar 7.4%. Di wilayah Jawa Timur, prevalensi gizi kurang pada tahun 2010 sebesar 12.3%, gizi buruk 4.4%, gizi baik 75.3%, dan gizi lebih 7.6%. Prevalensi status gizi berdasarkan TB/U sebesar 20.9% balita termasuk status gizi sangat pendek, 14.9% pendek, dan 64.1% normal. Prevalensi status gizi berdasarkan BB/TB sebesar 7.3% balita termasuk status gizi sangat kurus, 6.8% kurus, 68.8% normal, dan 17.1% gemuk (Depkes RI 2010).

Pengetahuan gizi ibu berkaitan dengan perilaku Kadarzi. Pengetahuan gizi ibu yang baik akan meningkatkan kesadaran ibu untuk menerapkan perilaku Kadarzi. Perilaku Kadarzi salah satu faktor yang berhubungan terhadap status gizi balita (Gabriel 2008). Pemanfaatan pelayanan kesehatan oleh masyarakat yang masih rendah dapat menghambat pelaksanaan perilaku Kadarzi. Hal ini dapat terlihat pada penimbangan berat badan ketika bayi lahir (kurun waktu 6-48 jam) yang hanya dilakukan pada 84.8% bayi. Masih dijumpai 11.1% bayi lahir dengan berat badan <2500 gram. Pemantauan pertumbuhan yang seharusnya dilakukan setiap bulan, ditemui hanya 49.4% yang melakukan pemantauan pertumbuhan 4 kali atau lebih dalam 6 bulan terakhir. Terdapat 23.8% balita yang tidak pernah ditimbang pada kurun waktu 6 bulan terakhir. Kepemilikan KMS dijumpai hanya pada 30.5% balita. Hanya terdapat 15.3% bayi yang diberikan ASI eksklusif. Sebagian besar proses mulai menyusui dilakukan pada kisaran waktu 1-6 jam setelah bayi lahir tetapi masih ada 11.1% bayi yang disusui setelah 48 jam. Pemberian kolostrum dilakukan oleh 74.7% ibu kepada bayinya. Persentase distribusi kapsul vitamin A untuk anak umur 6-59 bulan sebesar 69.8% (Depkes RI 2010).

(18)

Tujuan Tujuan umum

Mempelajari kaitan antara pengetahuan gizi ibu dan perilaku keluarga sadar gizi terhadap status gizi balita.

Tujuan khusus

1. Mengetahui karakteristik balita (umur dan jenis kelamin), karakteristik keluarga (besar keluarga dan pendapatan per kapita keluarga), dan karakteristik ibu balita (umur, tingkat pendidikan, dan pekerjaan)

2. Mengetahui pengetahuan gizi ibu dan perilaku keluarga sadar gizi 3. Mengetahui status gizi balita

4. Menganalisis hubungan pengetahuan gizi ibu dan perilaku keluarga sadar gizi dengan status gizi balita.

Kegunaan Penelitian

(19)

TINJAUAN PUSTAKA

Balita Gizi pada Anak Balita

Balita memerlukan perhatian yang sangat serius karena pada masa balita adalah masa tumbuh kembang yang sangat pesat yaitu pertumbuhan secara fisik dan perkembangan psikomotorik. Pada masa ini balita harus memiliki kondisi gizi yang baik. Keadaan gizi yang baik dapat mendukung pertumbuhan dan perkembangan balita. Apabila kebutuhan zat gizi balita tidak terpenuhi maka akan mengganggu proses pertumbuhan dan perkembangan

Pemberian ASI saja pada bayi setelah usia 6 bulan tidak lagi dapat memberikan cukup energi dan zat gizi untuk meningkatkan tumbuh kembang anak secara optimal. Pada usia di atas 6 bulan, bayi harus diberikan makanan pelengkap selain pemberian ASI. Periode usia bayi antara 6 hingga 24 bulan merupakan periode transisi yang sangat penting, sebab pada periode ini terdapat kemungkinan terjadinya ketidakcukupan asupan gizi yang paling besar serta trauma emosional yang dapat menimbulkan stres akibat hubungan ibu dengan bayi yang kurang dekat (Gibney 2009).

Pertumbuhan Fisik Balita

Pertumbuhan merupakan proses bertambahnya jumlah dan besar sel di seluruh bagian tubuh yang secara kuantitatif dapat diukur (Hidayat 2004). Menurut Jellife & Jellife (1989), pertumbuhan merupakan peningkatan pada ukuran tubuh baik organ-organ maupun jaringan-jaringannya dari masa konsepsi melalui tahap kanak-kanak dan remaja sampai kepada masa dewasa. Pertumbuhan dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor-faktor tersebut dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu internal (termasuk pengaruh genetik) dan eksternal (termasuk status gizi). Pada pertumbuhan yang lebih atau normal sering disebabkan oleh beberapa faktor yang terjadi secara bersamaan atau secara berurutan.

(20)

dibandingkan dengan fase umur dewasa. Terutama pada fase growth spurt, kebutuhan zat gizi akan meningkat dengan pesat sehingga suatu kondisi defisiensi pada fase umur ini akan segera berpengaruh pada pertumbuhan anak-anak tersebut.

Gizi kurang banyak menimpa anak balita sehingga golongan anak-anak ini disebut golongan rawan gizi. Masa peralihan antara saat disapih dan mulai mengikuti pola makanan orang dewasa atau bukan anak merupakan masa gawat karena ibu atau pengasuh anak mengikuti kebiasaan yang keliru (Sajogyo et al 1994). Kebutuhan zat gizi tidak sama bagi semua orang, tetapi tergantung banyak hal antara lain umur (Soekirman 2000).

Keluarga

Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami, istri, dan anak-anak atau ayah dan anaknya atau anak dan ibunya (pasal 1 ayat 10 UU No.10 tahun 1992). Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah 1 atap dan keadaan saling ketergantungan

Karakteristik keluarga terdiri dari usia orang tua, pendidikan dan pekerjaan orang tua, pengeluaran, besar keluarga serta usia dan jenis kelamin anak. Karakteristik keluarga merupakan salah satu faktor yang dapat menentukan pengasuhan dan pemberian stimulasi kepada anak. Pasangan yang menikah muda akan lebih rentan terhadap adanya badai dan tantangan dalam kehidupan keluarga. Individu yang relatif lebih muda pada umumnya belum memiliki kematangan untuk mengendalikan emosinya dan hal ini mempengaruhi terhadap cara pengasuhan anak (Hastuti 2008).

Besar Keluarga

Besar keluarga akan mempengaruhi status kesehatan seseorang atau keluarga. Besar keluarga akan berpengaruh terhadap pola konsumsi zat gizi anggota keluarga dan mempengaruhi luas per penghuni di dalam suatu bangunan rumah yang berpengaruh pada kesehatan anak-anak dan kesehatan ibu. Jumlah anggota keluarga yang banyak, menyebabkan perhatian ibu terhadap anak-anaknya semakin berkurang dan terhadap anggota keluarga yang lain, serta perhatian ibu terhadap dirinya sendiri (Sukarni 1989).

(21)

lebih muda apabila anggota keluarga semakin sedikit. Pangan yang tersedia untuk keluarga besar mungkin hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan dari setengah anggota keluarga tersebut. Jumlah anak yang semakin sedikit akan meminimalisasi terjadinya gizi kurang.

Anak-anak yang tumbuh di dalam keluarga miskin akan rawan dengan terjadinya kurang gizi diantara anggota keluarga terutama bagi anak yang paling kecil. Hal ini dapat terjadi karena bisa dipengaruhi oleh besarnya anggota keluarga. Apabila anggota keluarga bertambah maka pangan untuk setiap anak akan berkurang ( Suhardjo dkk 1988).

Pendapatan Per kapita Keluarga

Pendapatan adalah salah satu unsur yang dapat mempengaruhi status gizi. Hal ini terkait dengan daya beli keluarga untuk memenuhi kebutuhan konsumsi keluarga (Rokhana 2005). Menurut Suhardjo (1989a), faktor penghasilan merupakan faktor kedua yang juga dominan dalam menentukan gaya hidup keluarga maupun masyarakat suatu wilayah. Dalam rangka penganekaragaman konsumsi pangan suatu keluarga, daya beli harus sanggup membeli bahan pangan yang mencukupi, baik secara kualitas maupun kuantitas. Keluarga dan masyarakat yang penghasilannya rendah, lebih cenderung untuk membeli bahan pangan, dan makin tinggi penghasilan seseorang maka menurun bagian penghasilan yang digunakan untuk membeli bahan pangan atau makanan.

Meningkatnya penghasilan seseorang, terjadilah perubahan dalam susunan makanan. Pengeluaran uang yang semakin banyak tidak menjamin semakin beragamnya konsumsi pangan. Kadang-kadang perubahan utama yang terjadi yaitu terletak pada harga yaitu bahan pangan atau makanan yang dibeli lebih mahal (Suhardjo 1989a).

Karakteristik Ibu Umur

(22)

orang tua yang berumur lebih cenderung untuk melaksanakan kewajibannya dalam mengasuh anak semaksimal mungkin dan sepenuh hati (Hurlock 1998). Pendidikan

Pendidikan adalah faktor yang sangat penting dalam proses tumbuh kembang anak. Ibu yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi akan lebih mudah dalam menerima pesan dan informasi gizi dan kesehatan anak (Rahmawati 2006). Orang tua yang memiliki pengetahuan dan pendidikan yang tinggi akan lebih mengerti tentang pemilihan pengolahan pangan serta cara pemberian makan yang sehat dan bergizi untuk anak (Soetjiningsih 1998). Pendidikan ibu merupakan salah satu faktor penentu mortalitas bayi dan anak karena tingkat pendidikan ibu berpengaruh terhadap tingkat pemahamannya terhadap perawatan kesehatan, hygiene, dan kesadarannya terhadap kesehatan anak dan keluarga (Madanijah 2003). Keluarga miskin dengan derajat pendidikan yang rendah, selain tidak bisa menyediakan makanan yang bergizi bagi seluruh anggotanya, juga tidak mampu merawat dan membina anaknya dengan baik sehingga mudah terkena penyakit infeksi. Hal ini menunjukkan bahwa ketahanan pangan rumah tangga tidak terjamin (Syarief 1997).

Pekerjaan

Pekerjaan yang berhubungan dengan pendapatan merupakan faktor yang paling menentukan tentang kualitas dan kuantitas makanan. Ada hubungan yang erat antara pendapatan dan gizi, didorong oleh pengaruh yang menguntungkan dari pendapatan yang meningkat bagi perbaikan kesehatan dan masalah keluarga lainnya yang berkaitan dengan keadaan gizi hampir berlaku umum pada semua tingkat pendapatan. Rendahnya pendapatan dan rendahnya daya beli tidak memungkinkan untuk mengatasi kebiasaan makan dan cara-cara tertentu yang menghalangi perbaikan gizi yang efektif, terutama untuk anak-anak (Suhardjo 1989b)

Pengetahuan Gizi

(23)

yang meyakinkan tentang pentingnya pengetahuan gizi didasarkan pada tiga kenyataan :

1) Status gizi yang cukup adalah penting bagi kesehatan dan kesejahteraan. 2) Setiap orang hanya akan cukup gizi jika makanan yang dimakannya mampu menyediakan zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan tubuh yang optimal, pemeliharaan, dan energi.

3) Ilmu gizi memberikan fakta-fakta yang perlu sehingga penduduk dapat belajar menggunakan pangan dengan baik bagi kesejahteraan gizi. Pengetahuan tentang gizi dan makanan yang harus dikonsumsi agar tetap sehat, merupakan faktor penentu kesehatan seseorang.

Pengetahuan tentang gizi yang harus dimiliki masyarakat antara lain kebutuhan–kebutuhan bagi tubuh (karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral). Selain itu, jenis-jenis makanan sehari-hari yang mengandung zat-zat gizi yang dibutuhkan tubuh tersebut, baik secara kualitatif dan kuantitatif, akibat atau penyakit-penyakit yang disebabkan karena kekurangan gizi dan sebagainya (Notoatmodjo 2005).

Menurut Suhardjo (1989b), faktor konseptual dan pengetahuan umum maupun pengetahuan kesehatan dan gizi merupakan kelompok faktor yang menonjol dalam mempengaruhi komposisi dan pola konsumsi pangan. Pangan umumnya penyelenggaraan makanan dalam rumah tangga sehari-hari dikoordiner oleh ibu. Ibu yang mempunyai pengetahuan gizi dan berkesadaran gizi yang tinggi akan melatih kebiasaan makan yang sehat sedini mungkin kepada semua putra putrinya. Ibu merupakan guru pertama bagi anak. Oleh karena itu ibu harus mengajarkan pola makan yang beragam dan seimbang sejak dini.

Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi)

Keluarga sadar gizi (Kadarzi) adalah keluarga yang berperilaku gizi seimbang, mampu mengenali dan mengatasi masalah gizi setiap anggota keluarga (Depkes RI 2008). Perilaku gizi seimbang yaitu pengetahuan, sikap dan praktek keluarga yang mampu mengkonsumsi makanan yang mengandung semua zat gizi yang dibutuhkan, dalam jumlah yang sesuai dengan kebutuhan setiap individu dalam keluarga. Depkes (2007c) menetapkan lima norma atau perilaku Kadarzi, yaitu sebagai berikut:

(24)

Perubahan berat badan menggambarkan perubahan konsumsi makanan atau gangguan kesehatan. Pemantauan pertumbuhan dan perkembangan kesehatan yaitu mengikuti perkembangan kesehatan dan pertumbuhan anggota keluarga, terutama bayi, balita dan ibu hamil. Pertumbuhan adalah perubahan ukuran dan bentuk tubuh dari waktu ke waktu. Perkembangan adalah bertambahnya fungsi tubuh seperti pendengaran, penglihatan, kecerdasan, dan tanggung jawab. Kegunaan dari pemantauan ini adalah untuk mengetahui pertumbuhan dan perkembangan bayi dan balita, mencegah memburuknya keadaan gizi, mengetahui kesehatan ibu hamil dan perkembangan janin, mencegah ibu melahirkan dengan berat badan lahir rendah dan terjadinya pendarahan saat melahirkan, mengetahui kesehatan anggota keluarga dewasa dan usia lanjut (Dinkes DKI Jakarta 2002).

2. Mengkonsumsi makanan yang beraneka ragam.

Beraneka ragam berarti pangan yang dikonsumsi memenuhi tri guna makanan yaitu makanan sebagai sumber tenaga (karbohidrat, lemak), sumber zat pembangun (protein), dan sumber zat pengatur (vitamin, mineral). Selain itu beraneka ragam makanan yaitu makan sebanyak 2-3 kali sehari yang terdiri dari tiga macam kelompok bahan makanan. Kelompok bahan makanan tersebut adalah 1) makanan pokok, sebagai sumber zat tenaga seperti beras, jagung, umbi, singkong, mie; 2) lauk pauk, sebagai sumber gizi pembangun seperti ikan, telur, ayam, daging, tempe, kacang-kacangan, tahu; dan 3) sayuran dan buah-buahan, sebagai sumber zat pengatur seperti bayam, kangkung, wortel, buncis, kacang panjang, sawi, dan singkong, daun katuk, pepaya, pisang, jeruk, semangka, nanas (Dinkes DKI Jakarta 2002).

Mengkonsumsi makanan yang beragam sangat baik untuk keberlangsungan hidup. Hal ini disebabkan karena fungsi dari makanan yang beragam yaitu untuk melengkapi zat-zat gizi yang diperlukan oleh tubuh, sehingga dapat meningkatkan kualitas kerja dan terhindar dari penyakit kekurangan gizi. Akibat dari tidak mengkonsumsi makanan yang beragam, maka akan terjadi gangguan pada pertumbuhan dan perkembangan anggota tubuh khususnya pada balita (Dinkes DKI Jakarta 2002).

3. Mengkonsumsi garam beryodium

(25)

garam yang telah ditambah zat iodium yang diperlukan oleh tubuh (Dinkes DKI Jakarta 2002). Fungsi iodium dalam tubuh manusia adalah untuk membentuk hormon tiroksin yang diperlukan oleh tubuh yang bermanfaat dalam mengatur pertumbuhan dan perkembangan mulai dari janin sampai dewasa. Adapun pangan sumber iodium yaitu ikan, kerang-kerangan dan rumput laut (Depkes RI 2008). Penanggulangan gondok endemik dilakukan dengan pelarutan iodium dan iodisasi garam konsumsi. Produksi garam beryodium telah dilakukan iodisasi yang berasal dari garam yang dikeluarkan dari stok nasional (Suhardjo 2008) 4. Memberikan ASI eksklusif (selama 6 bulan)

ASI (Air Susu Ibu) merupakan makanan yang paling cocok untuk bayi serta memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan makanan yang dibuat oleh manusia. Air susu ibu sangat menguntungkan yaitu dilihat dari segi gizi, kesehatan, maupun dari segi sosial ekonomi (Suhardjo 1989b). ASI eksklusif merupakan ASI yang diberikan kepada bayi, sejak lahir sampai bayi berumur 6 bulan tanpa makanan dan minuman selain ASI. Pemberian ASI eksklusif sangat bermanfaat, karena ASI merupakan makanan yang paling sempurna untuk bayi, bahkan sangat mudah dan murah memberikannya kepada bayi. ASI juga dapat mencukupi kebutuhan gizi bayi sehingga bayi dapat tumbuh dan berkembang secara optimal (Dinkes DKI Jakarta 2002).

5. Mendapatkan dan memberikan suplementasi gizi untuk anggota keluarga yang membutuhkan.

Tujuan dan Sasaran Kadarzi 1. Tujuan Umum

Seluruh keluarga berperilaku sadar gizi. 2. Tujuan Khusus

a. Meningkatnya kemudahan keluarga dan masyarakat memperoleh informasi gizi

b. Meningkatnya kemudahan keluarga dan masyarakat memperoleh pelayanan gizi yang berkualitas.

3. Sasaran

a. 80% balita ditimbang setiap bulan

b. 80% bayi 0-6 bulan diberi ASI saja (ASI eksklusif) c. 90% keluarga menggunakan garam beryodium

d. 80% keluarga makan beraneka ragam sesuai kebutuhan

(26)

f. Semua anak 6-24 bulan GAKIN mendapatkan MP-ASI

g. 80% balita (6-59 bulan) dan ibu nifas mendapat kapsul vitamin A sesuai anjuran

h.80% ibu hamil mendapatkan TTD minimal 90 tablet selama kehamilannya.

4. Indikator dan Definisi Operasional

Perilaku Kadarzi akan diukur minimal dengan 5 (lima) indikator yang menggambarkan perilaku sadar gizi. Penggunaan 5 indikator disesuaikan dengan karakteristik keluarga sebagai berikut:

Tabel 1 Identifikasi perilaku Kadarzi

No Keluarga Indikator Kadarzi yang berlaku *)

Keterangan

1 2 3

4 5 1 Bila keluarga

mempunyai Ibu hamil, bayi 0-6 bulan, balita 6-59 bulan

Indikator ke 5 yang digunakan adalah balita mendapat kapsul vitamin A

2 Bila keluarga mempunyai bayi 0-6 bulan, balita 6-59 bulan,

-

3 Bila keluarga mempunyai ibu hamil, balita 6-59 bulan,

- Indikator ke 5 yang digunakan adalah balita mendapat kapsul vitamin A

4 Bila keluarga mempunyai Ibu hamil

- - Indikator ke 5 yang digunakan adalah ibu hamil mendapat TTD 90 tablet

5 Bila keluarga mempunyai bayi 0-6 bulan

Indikator ke 5 yang digunakan adalah ibu nifas mendapat suplemen gizi

6 Bila keluarga mempunyai balita 6-59 bulan

- -

7 Bila keluarga tidak mempunyai bayi, balita dan ibu hamil

- - - -

*) Keterangan:

1. Menimbang berat badan secara teratur.

2. Memberikan Air Susu Ibu (ASI) saja kepada bayi sejak lahir sampai umur 6 bulan (ASI eksklusif).

3. Makan beraneka ragam.

4. Menggunakan garam beryodium.

(27)

: berlaku - : tidak belaku

Strategi Operasional Kadarzi

Strategi untuk mencapai sasaran Kadarzi adalah sebagai berikut:

1. Meningkatkan fungsi dan peran posyandu sebagai wahana masyarakat dalam memantau dan mencegah secara dini gangguan pertumbuhan balita.

2. Menyelenggarakan pendidikan/promosi gizi secara sistematis melalui advokasi, sosialisasi, Komunikasi Informasi Edukasi (KIE) dan pendampingan keluarga.

3. Menggalang kerjasama dengan lintas sektor dan kemitraan dengan swasta dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) serta pihak lainnya dalam mobilisasi sumberdaya untuk penyediaan pangan rumah tangga, peningkatan daya beli keluarga dan perbaikan asuhan gizi.

4. Mengupayakan terpenuhinya kebutuhan suplementasi gizi terutama zat gizi mikro dan MP-ASI bagi balita GAKIN.

5. Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan petugas puskesmas dan jaringannya dalam pengelolaan dan tatalaksana pelayanan gizi.

6. Mengupayakan dukungan sarana dan prasarana pelayanan untuk meningkatkan cakupan dan kualitas pelayanan gizi di puskesmas dan jaringannya.

7. Mengoptimalkan surveilans berbasis masyarakat melalui Pemantauan Wilayah Setempat Gizi, Sistem Kewaspadaan Dini Kejadian Luar Biasa Gizi Buruk dan Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (Depkes 2007a).

Pendampingan

Tenaga yang terlibat dalam persiapan pendampingan keluarga adalah Tim Puskesmas yang terdiri dari pimpinan puskesmas, Bidan koordinator dan Tenaga Pelaksana Gizi (TPG); Penyuluh kesehatan, Bidan Poskesdes; Kader Poskesdes; dan Kepala Desa/Lurah.

Setelah memperoleh pelatihan, kader pendamping melaksanakan tugas-tugas sebagai berikut:

1. Membuat jadwal kunjungan rumah keluarga sasaran.

(28)

keluarga sasaran. Kunjungan direncanakan sesuai dengan berat ringannya masalah gizi yang dihadapi keluarga.

2. Melakukan kunjungan ke keluarga sasaran secara berkelanjutan.

Kader pendamping melakukan kunjungan ke keluarga sasaran yang berjumlah 10-20 keluarga. Masing-masing keluarga sasaran akan didampingi secara berkelanjutan sebanyak rata-rata 10 kali kunjungan disesuaikan dengan berat ringannya masalah sampai keluarga tersebut mampu mengatasi masalah gizi yang dihadapi.

3. Mengidentifikasi dan mencatat masalah gizi yang terjadi pada keluarga sasaran.

Meskipun pada saat pendataan telah diketahui masalah gizi keluarga sasaran, namun kader pendamping masih perlu melakukan identifikasi secara teliti masalah gizi yang dihadapi pada saat kunjungan. Identifikasi masalah gizi dilakukan dengan mengajukan beberapa pertanyaan yang terkait dengan 5 perilaku Kadarzi yang dapat dicatat pada formulir 4.

4. Memberikan nasehat gizi sesuai permasalahannya.

Setelah diketahui masalah gizi yang dihadapi keluarga sasaran, maka kader pendamping memberikan nasehat yang sesuai dengan masalahnya. Nasehat yang disampaikan berisi anjuran atau cara-cara untuk mengatasi dan mencegah terulangnya masalah yang dihadapi.

5. Mengantarkan kasus rujukan dan menindaklanjuti masalah pasca rujukan/perawatan.

Peran kader pendamping sangat penting untuk memfasilitasi supaya keluarga yang mempunyai balita yang berat badannya tidak naik 2 kali berturut-turut, BGM dan balita gizi buruk bersedia dirujuk.

6. Menyelenggarakan Diskusi Kelompok Terarah (DKT) untuk membahas masalah gizi yang ditemukan selama kegiatan pendampingan.

Kader pendamping menjalin kerjasama dengan Tokoh Masyarakat, Tokoh Agama, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dan donatur untuk membantu memecahkan masalah gizi keluarga melalui pertemuan kelompok kerja Kadarzi desa.

8. Mencatat perubahan perilaku Kadarzi

(29)

9. Kader merekap hasil perubahan perilaku dari seluruh keluarga yang didampingi dengan menggunakan formulir 5 (Depkes 2007b).

Untuk mewujudkan perilaku Kadarzi, sejumlah aspek perlu dicermati. Aspek ini berada di semua tingkatan yang mencakup 1) tingkat keluarga, 2) tingkat masyarakat, 3) tingkat pelayanan kesehatan, dan 4) tingkat pemerintah. Di tingkat keluarga, aspek tersebut adalah i) pengetahuan dan keterampilan keluarga dan ii) kepercayaan, nilai dan norma yang berlaku. Sementara, di tingkat masyarakat yang perlu diperhatikan sebagai faktor pendukung perubahan perilaku keluarga, adalah i) norma yang berkembang di masyarakat dan ii) dukungan pemangku kepentingan (stakeholders) yang mencakup eksekutif, legislatif, tokoh agama/masyarakat, LSM, ormas, media massa, sektor swasta dan donor. Di tingkat pelayanan kesehatan mencakup pelayanan preventif dan promotif. Di tingkat pemerintahan mencakup adanya kebijakan pemerintah yang mendukung dan pelaksanaan kebijakan yang dapat dipertanggungjawabkan (Depkes 2007c).

Status Gizi

Menurut Suhardjo (2008), status gizi adalah keadaan kesehatan individu-individu atau kelompok-kelompok yang ditentukan oleh derajat kebutuhan fisik akan energi dan zat-zat gizi lain yang diperoleh dari pangan dan makanan yang dampak fisiknya diukur secara antropometri. Status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu, atau perwujudan dari zat gizi dalam bentuk variabel tertentu. Contoh: KEP merupakan keadaan tidak seimbangnya pemasukan dan pengeluaran energi dan protein di dalam tubuh seseorang (Supariasa dkk 2001). Menurut Dorice M. dalam Sarwono Waspadji (2004), mengatakan bahwa status gizi optimal adalah keseimbangan antara asupan zat gizi dengan kebutuhan zat gizi. Dengan demikian asupan zat gizi mempengaruhi status gizi seseorang. Status gizi adalah keadaan kesehatan individu yang ditentukan oleh keseimbangan antara asupan zat gizi dengan kebutuhan zat gizi.

Penilaian Status Gizi

(30)

gizi seseorang. Salah satu indikator yang menentukan status gizi keluarga adalah dengan mengetahui status gizi balita dan anak yang peka terhadap konsumsi zat gizi.

Kelompok umur yang rentan terhadap penyakit-penyakit kekurangan gizi adalah kelompok bayi dan anak balita. Oleh karena itu, indikator yang paling baik untuk mengukur status gizi masyarakat adalah melalui status gizi bayi dan balita (Notoadmodjo 2007b). Menurut Supariasa dkk (2002), status gizi dapat dinilai dengan dua cara, yakni secara langsung dan tidak langsung. Penilaian gizi secara langsung meliputi antropometri, biokimia, klinis, dan biofisik, sedangkan penilaian gizi secara tidak langsung meliputi survei konsumsi makanan, statistik vital, dan faktor ekologis. Cara yang digunakan untuk menentukan status gizi sangat tergantung pada tahapan keadaan kurang gizi. Indikator yang digunakan tergantung pada waktu, biaya, tenaga, dan tingkat ketelitian penelitian yang diinginkan, serta banyaknya orang yang akan dinilai status gizinya.

Penilaian status gizi secara antropometri secara umum adalah berhubungan dengan ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari sudut pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Menurut Supariasa dkk (2002), pengukuran antropometri digunakan untuk melihat ketidakseimbangan aupan energi dan protein. Ketidakseimbangan tersebut terlihat pada pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot, dan jumlah air dalam tubuh.

(31)

Parameter antropometri merupakan dasar dari penilaian status gizi. Menurut Supariasa dkk (2002), kombinasi antara beberapa parameter disebut sebagai indeks antropometri. Adapun beberapa indeks antropometri yang sering digunakan antara lain Berat Badan menurut Umur (BB/U), Tinggi Badan menurut Umur (TB/U), dan Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB). Perbedaan penggunaan indeks tersebut akan memberikan gambaran prevalensi status gizi yang berbeda-beda.

Menurut Wattelow (1973) dalam Notoadmodjo (2007a), penilaian status gizi yang dianjurkan adalah dengan menggunakan indeks berat badan menurut tinggi badan (BB/TB). Indeks tinggi badan menurut umur (TB/U) hanya cocok untuk mengukur status gizi pada masa lalu, sedangkan indeks berat badan menurut umur (BB/U) tidak atau kurang mampu membedakan antara malnutrisi akut dan malnutrisi kronik.

Status gizi dengan indikator berat badan menurut umur (BB/U) lebih mencerminkan status gizi saat ini. Berat badan menggambarkan massa tubuh (otot dan lemak) yang sangat sensitif terhadap perubahan mendadak, seperti terserang penyakit infeksi, penurunan nafsu makan, atau penurunan jumlah makanan yang dikonsumsi. Sebaliknya, indeks tinggi badan menurut umur (TB/U) lebih menggambarkan status gizi masa lalu, sebab tinggi badan lebih menggambarkan pertumbuhan skeletal yang dalam keadaan normal berjalan seiring dengan pertumbuhan umur (Riyadi 2003). Indeks berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) merupakan indikator yang baik untuk menyatakan status gizi, sebab indeks BB/TB dapat memberikan gambaran proporsi berat badan relatif terhadap tinggi badan pada waktu sekarang, sehingga indeks ini dijadikan sebagai indikator kekurusan (Supariasa dkk 2002).

Pada prinsipnya, penilaian status gizi pada balita serupa dengan penilaian status gizi pada periode kehidupan lain. Pemeriksaan yang perlu diperhatikan tentu bergantung kepada penyakit yang diderita (Arisman 2004). Menurut Supariasa dkk (2001), penilaian status gizi dibagi menjadi dua yaitu penilaian status gizi secara langsung dan penilaian status gizi secara tidak langsung.

1) Penilaian Status Gizi Secara langsung

(32)

a. Antropometri

Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari sudut pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Pengukuran status gizi dengan menggunakan metode antropometri memiliki kekurangan dan kelebihan. Kekurangan dari metode ini adalah (a) tidak sensitif, (b) faktor di luar gizi (penyakit, genetik dan penurunan penggunanaan energi) dapat menurunkan spesifikasi dan sensitivitas pengukuran antropometri, (c) kesalahan yang terjadi pada saat pengukuran dapat mempengaruhi presisi, akurasi dan validitas pengukuran antropometri gizi. Kelebihannya adalah (a) relatif tidak membutuhkan tenaga ahli, (b) metode ini tepat dan akurat, (c) dapat mendeteksi atau menggambarkan riwayat gizi dimasa lampau, (d) umumnya dapat mengidentifikasi status gizi sedang, kurang dan gizi buruk, (e) dapat mengevaluasi perubahan status gizi pada periode tertentu (Supariasa dkk 2001).

Antropometri secara umum digunakan untuk melihat ketidakseimbangan asupan protein dan energi. Ketidakseimbangan ini terlihat pada pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot dan jumlah air dalam tubuh (Supariasa dkk 2001). Indeks antropometri ada 3 yaitu :

a). Berat badan menurut umur (BB/U)

Berat badan adalah salah satu parameter yang memberikan gambaran massa tubuh. Massa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan yang mendadak, misalnya karena terserang penyakit infeksi, menurunnya nafsu makan atau menurunnya jumlah makanan yang dikonsumsi. Dalam keadaan normal, kondisi kesehatan baik dan keseimbangan antara konsumsi dan kebutuhan zat gizi terjamin, maka berat badan berkembang mengikuti pertambahan umur. Sebaliknya dalam keadaan yang tidak normal, terdapat dua kemungkinan perkembangan berat badan, yaitu dapat berkembang cepat atau lebih lambat dari keadaan normal. Berdasarkan karakteristik berat badan, maka indeks berat badan menurut umur digunakan sebagai salah satu cara pengukuran status gizi. Mengingat karakteristik berat badan yang labil, maka indeks BB/U lebih menggambarkan status gizi seseorang saat ini (Supariasa dkk 2001).

(33)

• Dapat dengan mudah dan cepat dimengerti oleh masyarakat umum

• Dapat medeteksi kegemukan

• Sensitif untuk melihat perubahan status gizi Kelemahan pemakaian indikator BB/U:

• Interpretasi status gizi dapat keliru apabila terjadi oedeem

• Kesulitan dalam memperoleh data umur yang akurat.

• Kesalahan dalam pengukuran karena baju yang tidak dilepas atau anak yang bergerak terus.

• Masalah sosial budaya yang mempengaruhi orang tua untuk tidak menimbang anaknya (Soekirman 2000).

b). Tinggi badan menurut umur (TB/U)

Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan pertumbuhan skeletal. Pada keadaan normal, tinggi badan tumbuh seiring dengan pertambahan umur. Pertumbuhan tinggi badan tidak seperti berat badan, relatif kurang sensitif terhadap masalah kekurangan gizi dalam waktu pendek. Pengaruh defisiensi zat gizi terhadap tinggi badan akan nampak dalam waktu yang relatif lama. Berdasarkan karakteristik tersebut, maka indeks ini menggambarkan status gizi masa lalu (Supariasa dkk 2001). Terdapat beberapa kelebihan dan kelemahan dari pemakaian indikator TB/U. Kelebihan indikator TB/U:

• Dapat memberikan informasi keadaan gizi masa lampau

• Dapat dijadikan indikator sosial ekonomi penduduk. Kelemahan pemakaian indikator TB/U:

• Tidak dapat memberikan informasi keadaan gizi masa kini.

• Kesulitan dalam melakukan pengukuran tinggi badan pada kelompok balita.

• Kesalahan dalam pembacaan skala ukur.

• Kesulitan dalam mendapatkan data umur yang akurat (Soekirman 2000) c). Berat Badan Menurut Tinggi Badan (BB/TB)

Berat badan memiliki hubungan yang linier dengan tinggi badan. Dalam keadaan normal, perkembangan berat badan akan searah dengan pertumbuhan berat badan dengan kecepatan tertentu (Supariasa dkk 2001).

Terdapat beberapa kelebihan dan kelemahan dari pemakaian indikator BB/TB. Kelebihan indikator BB/TB:

(34)

• Dapat menilai kurus atau gemuk dan keadaan marasmus atau KEP berat lain.

Kelemahan pemakaian indikator BB/TB:

• Kesalahan dalam pengukiran karena baju yang tidak dilepas atau anak yang bergerak terus.

• Masalah sosial budaya yang mempengaruhi orang tua untuk tidak menimbang anaknya.

• Kesulitan dalam melakukan pengukuran tinggi badan dan berat badan pada kelompok balita.

• Kesalahan dalam pembacaan skala ukur.

• Tidak dapat memberikan gambaran tentang pendek, normal, atau jangkung (Soekirman 2000).

Dari berbagai jenis-jenis indeks tersebut, untuk menginterpretasikannya dibutuhkan ambang batas, penentuan ambang batas diperlukan kesepakatan para Ahli Gizi. Ambang batas dapat disajikan kedalam 3 cara yaitu, persen terhadap median, persentil dan standar deviasi unit.

i). Persen Terhadap Median

[image:34.595.65.507.56.828.2]

Median adalah nilai tengah dari suatu populasi. Dalam antropometri gizi median sama dengan persentil 50.

Tabel 2 Klasifikasi status gizi menggunakan persen terhadap median

Status Gizi Indeks

BB/U TB/U BB/TB

Gizi baik >80% >90% >90%

Gizi sedang 71%-80% 81%-90% 81%-90%

Gizi kurang 61 % - 70 % 71 % - 80 % 71 % - 80 %

Gizi buruk ≤60 % ≤70 % ≤70 %

Sumber : Yayah K. Husaini, Antropometri Sebagai Indeks gizi dan Kesehatan

Masyarakat. Medika, No.8 Th.XXIII, 1997. Hlm 269 dalam (Supariasa dkk 2001).

ii). Persentil

Para pakar merasa kurang puas dengan menggunakan persen terhadap median, akhirnya mereka memilih cara persentil. Persentil 50 sama dengan median atau nilai tengah dari jumlah populasi berada di atasnya dan setengahnya berada di bawahnya. National Center for Health Statistics (NCHS) merekomendasikan persentil ke 50 sebagai batas gizi baik dan kurang, serta persentil 95 sebagai batas gizi lebih dan gizi baik (Supariasa dkk 2001).

(35)

Standar deviasi unit disebut juga Z-skor. WHO menyarankan menggunakan cara ini untuk meneliti dan untuk memantau pertumbuhan (Supariasa dkk 2001). Rumus perhitungan Z – Skor :

[image:35.595.78.508.84.821.2]

Z – Skor = Nilai Individu Subjek – Nilai Median Baku Rujukan Nilai Simpang Baku Rujuk

Tabel 3 Klasifikasi status gizi menggunakan Z–Skor

Status Gizi Indeks BB/U, TB/U, BB/TB

Gizi Lebih ≥ + 2 SD

Gizi Baik ≥ - 2 SD dan < + 2 SD

Gizi Kurang ≥ - 3 SD dan < - 2 SD

Gizi Buruk < - 3 SD

Sumber : Soekirman 2000.

b. Klinis

Pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting untuk menilai status gizi masyarakat. Metode ini didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi yang dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi. Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel (supervicial epithelialtissues) seperti kulit, mata, rambut dan mukosa oral atau pada organ-organ yang dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid (Supariasa dkk 2001). Penggunaan metode ini umumnya untuk survei secara cepat. Survei ini dirancang untuk mendeteksi secara tepat tanda-tanda klinis umum dari kekurangan salah satu atau lebih zat gizi. Disamping itu digunakan untuk mengetahui tingkat status gizi seseorang dengan melakukan pemeriksaan secara fisik yaitu tanda (sign) dan gejala (symptom) atau riwayat penyakit (Supariasa dkk 2001).

c. Biokimia

Penilaian status gizi dengan biokimia adalah pemeriksaan spesimen yang diuji secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang digunakan antara lain: darah, urine, tinja dan juga beberapa jaringan tubuh seperti hati dan otot (Supariasa dkk 2001). Metode ini digunakan untuk peringatan bahwa kemungkinan akan terjadi keadaan malnutrisi yang lebih parah lagi. Banyak gejala klinis yang kurang spesifik, maka penentuan kimia faali dapat lebih banyak menolong untuk menentukan kekurangan gizi yang spesifik (Supariasa dkk 2001).

d. Biofisik

(36)

struktur dari jaringan (Supariasa dkk 2001). Umumnya dapat digunakan dalam situasi tertentu seperti kejadian buta senja epidemik. Cara yang digunakan adalah tes adaptasi gelap (Supariasa dkk 2001).

2). Penilaian Status Gizi Secara Tidak Langsung

Penilaian status gizi secara tidak langsung dapat dibagi tiga yaitu: survei konsumsi makanan, statistik vital dan faktor ekologi.

a. Survei Konsumsi Pangan

Survei konsumsi pangan adalah metode penentuan status gizi secara tidak langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi (Supariasa dkk 2001). Pengumpulan data konsumsi makanan dapat memberikan gambaran tentang konsumsi berbagai zat gizi pada masyarakat, keluarga dan individu. Survei ini dapat mengidentifikasikan kelebihan dan kekurangan zat gizi (Supariasa dkk 2001).

b. Statistik Vital

Pengukuran status gizi dengan statistik vital adalah dengan menganalisis data beberapa statistik kesehatan seperti angka kematian berdasarkan umur, angka kesakitan dan kematian akibat penyebab tertentu dan data lainnya yang berhubungan dengan gizi (Supariasa dkk 2001). Penggunaannya dipertimbangkan sebagai bagian dari indikator tidak langsung pengukuran status gizi masyarakat (Supariasa dkk 2001).

c. Faktor Ekologi

Bengoa dalam Supariasa dkk (2001), mengungkapkan bahwa malnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai hasil interaksi beberapa faktor fisik, biologis dan lingkungan budaya. Jumlah makanan yang tersedia sangat tergantung dari keadaan ekologi seperti iklim, tanah, irigasi dll. Pengukuran faktor ekologi dipandang sangat penting untuk mengetahui penyebab malnutrisi di suatu masyarakat sebagai dasar untuk melakukan program intervensi gizi (Supariasa dkk 2001).

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Status Gizi

(37)

tentang pola makan telah diuraikan di atas. balita merupakan kelompok yang menunjukkan pertumbuhan pesat, sehingga memerlukan zat-zat gizi yang tinggi setiap kilogram berat badannya. Balita ini justru merupakan kelompok umur yang paling sering menderita akibat kekurangan gizi (KKP). Beberapa kondisi dan anggapan orang tua dan masyarakat justru merugikan penyediaan makan bagi kelompok balita ini.

1) balita masih dalam periode transisi dari makanan bayi ke makanan orang dewasa, jadi masih memerlukan adaptasi.

2) balita dianggap kelompok umur yang paling belum berguna bagi keluarga, baik tenaga maupun kesanggupan kerja penambah keuangan. Anak itu sudah tidak begitu diperhatikan dan pengurusannya sering diserahkan kepada saudaranya yang lebih tua, tetapi sering belum cukup umur untuk mempunyai pengalaman dan ketrampilan untuk mengurus anak dengan baik.

3) ibu sering sudah mempunyai anak kecil lagi atau sudah bekerja penuh, sehingga tidak lagi dapat memberikan perhatian kepada anak balita, apalagi mengurusnya.

4) balita masih belum dapat mengurus sendiri dengan baik, dan belum dapat berusaha mendapatkan sendiri apa yang diperlukannya untuk makanannya. 5) balita mulai turun ke tanah dan berkenalan dengan berbagai kondisi yang memberikan infeksi atau penyakit lain, padahal tubuhnya belum cukup mempunyai immunitas atau daya tahan untuk melawan bahaya kepada dirinya (Sediaoetama 2000). Infeksi dan demam dapat menyebabkan merosotnya nafsu makan atau menimbulkan kesulitan manelan dan mencerna makanan. Parasit dalam usus, seperti cacing gelang dan cacing pita bersaing dengan tubuh dalam memperoleh makanan dan dengan demikian menghalangi zat gizi ke dalam arus darah. Keadaan yang demikian membantu terjadinya kurang gizi (Suhardjo dkk 1988).

Hubungan antara Pengetahuan Gizi Ibu, Pola Makan Balita dengan Status Gizi Balita

(38)

makanan yang paling menarik panca indera, dan tidak mengadakan pilihan berdasarkan nilai gizi makanan. Sebaliknya mereka yang semakin banyak pengetahuan gizinya, lebih mempergunakan pertimbangan rasional dan pengetahuan tentang gizi makanan tersebut (Sedioetama 2000).

(39)

METODE PENELITIAN

Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian

Desain dalam penelitian ini adalah cross sectional study. Lokasi penelitian di Desa Paberasan Kabupaten Sumenep. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara purposive dengan pertimbangan jumlah balita bawah garis merah (BGM) di desa terpilih sebesar 3.9% yaitu paling tinggi dibandingkan delapan desa lain yang jumlah balita BGMnya berada dalam rentang 0.4%-3.6% (Laporan Puskesmas Pamolokan 2010). Waktu penelitian dilakukan pada bulan Februari – Juni 2011.

Jumlah Dan Cara Pemilihan Contoh

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh balita serta ibu balita yang tinggal di desa terpilih yaitu 355. Contoh dalam penelitian ini adalah balita serta ibu yang memenuhi kriteria. Kriteria calon contoh yaitu: (1) berusia 13-60 bulan; (2) tercatat di posyandu desa terpilih; (3) tinggal bersama ibu; (4) ibu balita bersedia untuk diwawancara.

Perkiraan jumlah contoh dalam penelitian ini diperoleh dengan rumus sebagai berikut (Lemeshow et al 1997).

Keterangan :

n = Jumlah minimal contoh penelitian z= Tingkat kepercayaan 95 % (α = 0,05)

p = 15%; estimasi persentase keluarga yang melakukan Kadarzi di Desa Paberasan (%)

d = 10% ; akurasi (batas toleransi proporsi (%)

Berdasarkan perhitungan rumus di atas, perkiraan jumlah contoh sebesar 49 contoh, yang dipilih dari empat posyandu di Desa Paberasan. Pemilihan contoh diambil dari seluruh (empat) posyandu di desa terpilih. Jumlah balita yang memenuhi kriteria sebanyak 284 balita. Setelah itu dilakukan acak sederhana. Total calon contoh yang dipilih sebanyak 60 yaitu untuk mengantisipasi terjadinya

n= (1.96)2. 0.15 (1-0.15)= 49 0.12

(40)

data yang tidak lengkap. Sebanyak 55 yang memiliki data lengkap untuk dijadikan contoh. Kerangka pemilihan contoh dalam penelitian ini dapat digambarkan dalam skema di bawah ini:

purposive

purposive

memenuhi kriteria

random

data lengkap

[image:40.595.90.509.102.617.2]

Gambar 1 Kerangka pemilihan contoh

Jenis dan Cara pengumpulan data

Jenis data dalam penelitian ini meliputi data primer dan sekunder. Jenis data primer meliputi:

1. Data karakteristik balita (umur dan jenis kelamin), karakteristik keluarga (pendapatan per kapita, besar keluarga), dan karakteristik ibu balita (umur, tingkat pendidikan, dan pekerjaan)

2. Data status gizi balita (data antropometri: berat badan dan tinggi badan) 3. Pengetahuan gizi ibu tentang sumber dan jenis zat gizi dalam pangan,

manfaat dan akibat kekurangan zat gizi tertentu, dan periode pemberian ASI eksklusif.

Puskesmas Pamolokan

Posyandu III n= 63

55 Contoh Kecamatan Kota Sumenep

calon contoh n=19

Desa Paberasan Jumlah balita= 355

Posyandu II n= 96

calon contoh n= 20 Posyandu I

n=102

Posyandu IV n= 23

calon contoh n= 12

calon contoh n=4 calon contoh

n= 22

calon contoh n= 20

calon contoh n= 13

(41)

4. Perilaku Kadarzi tentang perilaku menimbang berat badan secara rutin, konsumsi makanan yang beragam, konsumsi garam beryodium, pemberian ASI eksklusif, konsumsi suplementasi zat gizi pada balita dan saat hamil.

Data sekunder sebagai data pendukung yang diambil meliputi keadaan umum wilayah penelitian yang diperoleh dari laporan desa dan Puskesmas Pamolokan.

Data primer (karakteristik keluarga, karakteristik balita, karakteristik ibu balita, pengetahuan gizi ibu, dan perilaku Kadarzi) dikumpulkan melalui wawancara menggunakan kuesioner. Data antropometri dikumpulkan dengan penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan. Alat pengukuran berat badan berupa timbangan injak dengan ketelitian 0.5 kg sedangkan alat ukur tinggi badan menggunakan microtoise.

[image:41.595.98.519.25.803.2]

Secara keseluruhan, jenis variabel, data yang dikumpulkan, dan cara pengumpulan data dapat dilihat pada tabel 4 di bawah.

Tabel 4 Jenis data dan cara pengumpulan data

No Variabel Data yang dikumpulkan Cara pengumpulan 1 Karakteristik

Balita

Umur dan jenis kelamin

Wawancara dengan menggunakan kuesioner 2 Karakteristik

keluarga

Pendapatan per kapita keluarga, besar keluarga

3 Karakteristik ibu balita

Umur , pendidikan, pekerjaan

4 Status gizi contoh

Berat badan dan tinggi badan Pengukuran langsung menggunakan

timbangan injak dan microtoise

5 Pengetahuan gizi ibu

Sumber dan jenis zat gizi dalam pangan, manfaat dan akibat kekurangan zat gizi tertentu, periode pemberian ASI eksklusif

Wawancara dengan menggunakan kuesioner

6 Perilaku Kadarzi Menimbang berat badan secara rutin, konsumsi makanan yang beragam, konsumsi garam beryodium, pemberian ASI eksklusif, konsumsi suplementasi zat gizi pada balita dan ibu hamil/nifas.

Wawancara dengan menggunakan kuesioner

7 Gambaran umum lokasi penelitian

kondisi geografis, pelayanan

kesehatan

(42)

Pengolahan dan Analisis Data

Proses pengolahan data meliputi editing, coding, entry, dan analisis. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan Microsoft excel dan program SPSS 16.0 for Windows. Hasil interpretasi data menggunakan signifikan α=0.1 karena penelitian bersifat lapang sehingga banyak faktor luar yang dapat mempengaruhi hasil penelitian yang tidak dapat dikontrol oleh peneliti

Karakteristik balita meliputi data umur dan jenis kelamin balita. Umur balita dibagi menjadi empat kelompok yaitu 13-24 bulan, 25-36 bulan, 37-48 bulan, dan 49-60 bulan (WH0 2006). Data jenis kelamin balita terdiri atas dua kelompok yaitu laki-laki dan perempuan.

Karakteristik keluarga meliputi besar keluarga dan pendapatan per kapita keluarga. Data besar keluarga diolah dengan mengelompokkan berdasarkan jumlah anggota keluarga. Besar keluarga dikelompokkan menjadi

keluarga kecil (≤ 4 orang), sedang (5-7), dan keluarga besar (≥ 8 orang) (Hurlock 1998). Pendapatan per kapita keluarga dikategorikan menjadi dua yaitu keluarga miskin dan tidak miskin berdasarkan garis kemiskinan Jawa Timur tahun 2010 yaitu Rp. 213.383 per kapita per bulan (BPS 2010)

Karakteristik ibu balita meliputi umur, pendidikan, dan pekerjaan ibu. Data umur ibu dikelompokkan menjadi remaja (< 20 tahun), dewasa awal (20-40 tahun), dewasa tengah (41-65 tahun), dewasa akhir (>65 tahun) (Papalia & old 1986). Data tingkat pendidikan ibu diolah menjadi delapan kategori, yaitu tidak pernah sekolah, tidak tamat SD, SD/Sederajat, SLTP/Sederajat, SLTA/Sederajat, dan Akademik/Diploma, Sarjana, Pascasarjana. Jenis pekerjaan ibu dikelompokkan menjadi tidak bekerja atau ibu rumah tangga, petani, pedagang, PNS, sopir, pegawai swasta, PRT, dan lain-lain.

Pengetahuan gizi ibu diukur dengan menggunakan 20 pertanyaan tentang sumber dan jenis zat gizi dalam pangan, manfaat zat gizi dan akibat kekurangan zat gizi tertentu, serta periode pemberian ASI eksklusif. Masing-masing pertanyaan diberikan nilai 1 untuk jawaban yang benar dan 0 untuk jawaban yang salah, sehingga total nilai maksimal yang diperoleh adalah 20 dan total nilai minimum yang diperoleh adalah 0. Penilaian pengetahuan gizi ibu dikategorikan menjadi tiga, yaitu pengetahuan gizi ibu baik bila total nilai >80%, sedang bila 60-80%, dan kurang bila <60% (Khomsan 2007).

(43)

konsumsi garam beryodium, pemberian ASI eksklusif, konsumsi suplementasi zat gizi pada balita dan saat hamil. Masing-masing pertanyaan diberikan nilai 3 untuk jawaban a (selalu), nilai 2 untuk jawaban b (kadang-kadang), dan nilai 1 untuk jawaban c (tidak pernah). Kemudian rata-rata nilai dari masing-masing indikator dikalikan dengan faktor konversi. Indikator penimbangan berat badan dan konsumsi makanan beragam diberikan skor 5, skor 2 untuk penggunaan garam beriodium dan suplementasi gizi, dan skor 1 untuk pemberian ASI aksklusif. Penilaian perilaku Kadarzi dikategorikan menjadi tiga yaitu perilaku Kadarzi rendah jika total nilai ≤60%, sedang bila total nilai 60-80%, dan baik bila

total nilai ≥80%.

[image:43.595.99.511.38.838.2]

Status gizi balita dinilai berdasarkan indeks berat badan terhadap tinggi badan (BB/TB), tinggi badan terhadap umur (TB/U), dan berat badan terhadap umur (BB/U) dengan menggunakan software antropometri 2005. Status gizi balita berdasarkan indeks BB/TB, TB/U, dan BB/U dikategorikan menjadi empat menurut standar baku z-skor Depkes RI 2008, yaitu:

Tabel 5 Klasifikasi status gizi berdasarkan WHO-NCHS

No Indeks yang dipakai Batas pengelompokan Sebutan status gizi

1 BB/U <-3 SD Gizi buruk

-3 s/d <-2 SD Gizi kurang

-2 s/d+2 SD Gizi baik

>+2 SD Gizi lebih

2 TB/U <-3 SD Sangat pendek

-3 s/d <-2 SD Pendek

-2 s/d +2 SD Normal

>+2 SD Tinggi

3 BB/TB <-3 SD Sangat kurus

-3 s/d <-2 SD Kurus

-2 s/d +2 SD Normal

>+2 SD Gemuk

Sumber : Depkes RI 2008

(44)

Definisi Operasional

Contoh adalah balita serta ibu balita. Balita yang status gizinya diukur, yang memenuhi kriteria, yaitu balita laki-laki dan/atau perempuan berusia 13-60 bulan, tercatat di posyandu, tinggal bersama ibu, dan ibu balita bersedia diwawancara.

Responden adalah ibu balita yang diwawancarai untuk memperoleh data mengenai contoh selama penelitian berlangsung

Ibu balita adalah ibu yang memberikan informasi dan diteliti, dan memiliki balita berumur 13-60 bulan

Besar keluarga adalah banyaknya orang yang hidup dalam satu bangunan rumah dan makan pendapatan yang sama. Besar keluarga

diklasifikasikan menjadi tiga kategori, yaitu keluarga kecil (≤4 orang), keluarga

sedang (5-7 orang) dan keluarga besar (≥8 orang)

Pendapatan keluarga adalah jumlah penerimaan per kapita perbulan yang diperoleh ayah, ibu, atau anggota keluarga lain yang dinilai dalam bentuk uang (rupiah) setiap satu bulan.

Pekerjaan orang tua adalah jenis pekerjaan utama yang dilakukan ayah dan ibu untuk memenuhi kebutuhan keluarga, meliputi tidak bekerja atau ibu rumah tangga, petani, pedagang, PNS, sopir, pegawai swasta, PRT, dan lain-lain.

Pendidikan orang tua adalah pendidikan formal terakhir ayah dan ibu, dikategorikan menjadi delapan, yaitu tidak pernah sekolah, tidak tamat SD,SD/ sederajat, SLTP/Sederajat, SLTA/Sederajat, dan Akademik/Diploma, Sarjana, Pascasarjana.

Pengetahuan gizi ibu adalah pengetahuan ibu balita tentang sumber dan jenis zat gizi, manfaat zat gizi dan akibat kekurangan zat gizi, dan periode pemberian ASI eksklusif.

(45)

gizi sesuai dengan anjuran yang dinilai baik jika balita 12-59 bulan mengkonsumsi vitamin setiap bulan februari dan agustus, ibu hamil mengkonsumsi minimal 90 tablet TTD dan ibu nifas mengkonsumsi 2 kapsul vitamin selama masa nifas.

(46)

KERANGKA PEMIKIRAN

Status gizi merupakan salah satu faktor yang menentukan sumberdaya manusia dan kualitas hidup. Program perbaikan gizi bertujuan untuk meningkatkan mutu gizi konsumsi pangan, agar terjadi perbaikan status gizi masyarakat. Pendidikan secara tidak langsung mempengaruhi status gizi balita, pendidikan rendah menjadi salah satu penyebab terjadinya masalah gizi balita. Selain itu umur dan pekerjaan ibu secara tidak langsung juga mempengaruhi status gizi balita. Orang tua muda terutama ibu, cenderung kurang memiliki pengetahuan dan pengalaman dalam mengasuh anak. Ibu yang masih muda lebih mementingkan kepentingannya sendiri dibandingkan kewajibannya untuk mengasuh anak. Hal ini menyebabkan secara kualitas dan kuantitas pengasuhan yang dilakukan kurang terpenuhi. Ibu yang bekerja juga memiliki perhatian yang kurang terhadap anak karena disibukkan dengan pekerjaannya (Hurlock 1998).

Besarnya keluarga termasuk salah satu faktor yang mempengaruhi status gizi balita, jumlah pangan yang tersedia untuk suatu keluarga besar mungkin cukup untuk keluarga yang besarnya setengah dari keluarga tersebut, tetapi tidak cukup untuk mencegah gangguan gizi pada keluarga besar tersebut (Suhardjo dkk 1988). Keluarga yang memiliki anak maksimal dua orang mempunyai anak dengan status gizi lebih baik daripada keluarga yang memiliki lebih dari dua anak. Pendapatan keluarga juga mempengaruhi ketersediaan pangan keluarga. Keluarga dan masyarakat yang penghasilannya rendah, lebih cenderung untuk membeli bahan pangan, dan makin tinggi penghasilan seseorang maka menurun bagian penghasilan yang digunakan untuk membeli bahan pangan atau makanan (Suhardjo 1989a).

(47)

pengetahuan dan salah konsepsi tentang kebutuhan pangan dan nilai pangan adalah umum dijumpai setiap negara di dunia. Kemiskinan dan kekurangan persediaan pangan yang bergizi merupakan faktor penting dalam masalah kurang gizi, penyebab lain yang penting dari gangguan gizi adalah kurangnya pengetahuan dan kemampuan untuk menerapkan informasi tersebut dalam kehidupan sehari-hari (Suhardjo 2008).

(48)

Keterangan

[image:48.595.111.543.83.613.2]

:

Variabel tidak diteliti

:

Variabel yang diteliti : Hubungan tidak diteliti : Hubungan diteliti

Gambar 2 Kerangka pemikiran

Perilaku keluarga sadar gizi

• Makan beraneka ragam

• Penimbangan rutin BB balita

• Penggunaan garam beridium

• Pemberian ASI eksklusif

• Suplementasi gizi Ketahanan pangan

keluarga

STATUS GIZI

BALITA

(BB/TB, TB/U, BB/U) Karakteristik keluarga:

• Besar keluarga

• Pendapatan per kapita Karakteristik ibu:

• Umur

• Pendidikan

• Pekerjaan

Pengetahuan dan perilaku hidup bersih dan sehat Pengetahuan gizi

ibu

Status kesehatan anak Konsumsi

(49)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Profil Desa

Desa Paberasan merupakan salah satu desa yang terletak di Kabupaten Sumenep, Propinsi Jawa Timur. Batas-batas wilayah Desa Paberasan yaitu: Sebelah utara : Desa Poja

Sebelah selatan : Desa Kacongan Sebelah timur : Desa Beraji Sebelah barat : Desa Parsanga

Desa Paberasan memiliki luas permukiman 129 ha/m2, luas persawahan 192 ha/m2, dan luas perkebunan 157 ha/m2. Jumlah penduduk sebanyak 1806 orang laki-laki dan 1877 orang perempuan, dengan jumlah kepala keluarga 1090 KK. Jumlah balita yang ada di Desa Paberasan tahun 2008:

Tabel 6 Sebaran balita di Desa Paberasan berdasarkan usia

Usia (tahun) Laki-Laki Perempuan

Gambar

Tabel 2 Klasifikasi status gizi menggunakan persen terhadap median
Tabel 3 Klasifikasi status gizi menggunakan Z–Skor
Gambar 1 Kerangka pemilihan contoh
Tabel 4 Jenis data dan cara pengumpulan data
+7

Referensi

Dokumen terkait

Untuk meganti penulisan yang salah digunakan fungsi……... Untuk membatalkan suatu perintah

6 Jumlah folikel limfoid, diameter rata-rata folikel limfoid, serta kepadatan populasi sel limfosit pada organ limfonodus mencit dengan penggunaan bedding kain

tidak hanya pimpinan saja yang dapat mengalami job insecurity tetapi karyawan. biasapun

Dari variable in the analysis (peubah yang dianalisis) Lampiran 3, diketahui bahwa 4 (empat) indikator peubah belanja pada navigasi web pelanggan Shofia Toys dapat

The Loan Agreement shall consist of the purchase of certain commodities referred to in the A and B cate- gories of Deviea Kredit list of Indonesia from

a komputer, output berupa hasil pengolahan yang telah diproses dengan program komputer yang sesuai. Bentuk output komputer bias dalam bentuk cetakan, tampilan, gambar, damn suara.

Distribusi frekuensi berdasarkan kepatuhan diet sesudah pemberian pendidikan kesehatan pada penderita hipertensi di Desa Tambar Kecamatan Jogoroto Kabupaten Jombang

Sehubungan dengan yang telah diuraikan di atas, maka tujuan penulisan makalah ini adalah, ingin mengetengahkan motif hias pada pelipit bagian bawah dan atas,