• Tidak ada hasil yang ditemukan

Desa Paberasan merupakan salah satu desa yang terletak di Kabupaten Sumenep, Propinsi Jawa Timur. Batas-batas wilayah Desa Paberasan yaitu: Sebelah utara : Desa Poja

Sebelah selatan : Desa Kacongan Sebelah timur : Desa Beraji Sebelah barat : Desa Parsanga

Desa Paberasan memiliki luas permukiman 129 ha/m2, luas persawahan 192 ha/m2, dan luas perkebunan 157 ha/m2. Jumlah penduduk sebanyak 1806 orang laki-laki dan 1877 orang perempuan, dengan jumlah kepala keluarga 1090 KK. Jumlah balita yang ada di Desa Paberasan tahun 2008:

Tabel 6 Sebaran balita di Desa Paberasan berdasarkan usia Usia (tahun) Laki-Laki Perempuan

0 22 38 1 22 24 2 24 37 3 25 34 4 27 38 5 20 24

Sumber: Profil Desa Paberasan

Terdapat 50 laki-laki dan 55 perempuan yang tamat SD, 52 laki-laki dan 70 perempuan yang tamat SMP, 60 laki-laki dan 62 perempuan yang tamat SMA. Terdapat 12 laki-laki dan 8 perempuan yang tamat D1, 20 laki-laki dan 25 perempuan yang tamat D2, 40 laki-laki dan 50 perempuan yang tamat D3, dan 30 laki-laki dan 35 perempuan yang tamat S1. Pada umumnya masyarakat Desa Paberasan memiliki pekerjaan sebagai petani dan buruh tani. Terdapat 370 laki-laki dan 150 perempuan yang bekerja sebagai petani, 395 laki-laki-laki-laki dan 300 perempuan yang bekerja sebagai buruh tani. Masyarakat yang bekerja sebagai PNS yaitu 132 laki-laki dan 10 perempuan. Masyarakat Desa Paberasan juga ada yang bekerja sebagai pedagang yaitu 200 orang laki-laki dan 10 perempuan. Berdasarkan profil puskesmas tahun 2010, jumlah posyandu di Desa Paberasan sebanyak 4 posyandu. Posyandu yang terdapat di desa tersebut semuanya tergolong posyandu madya. Posyandu Madya merupakan posyandu yang sudah dapat melaksanakan kegiatan lebih dari delapan kali per tahun, dengan rata-rata jumlah kader lima orang atau lebih, namun cakupan program utamanya (KB, KIA,

Gizi, dan Imunisasi) masih rendah, yaitu kurang dari 50% (Sulaeman A dkk 2010). Jumlah balita yang ditimbang di Desa Paberasan sebanyak 71.5%, balita yang naik berat badannya sebanyak 70%, balita yang BGM sebanyak 3.9%. Masih mencapai 64.3% ibu yang memberikan ASI eksklusif. Selain itu juga terkait dengan penggunaan garam beryodium, Desa Paberasan hanya 85.7% yang menggunakan garam beryodium (Profil Puskesmas Pamolokan 2010).

Karakteristik Keluarga Pendapatan dan Besar Keluarga

Sebagian besar (72.7%) contoh memiliki pendapatan per kapita >Rp.213.383. Keluarga yang memiliki pendapatan per kapita >Rp.213,383 tergolong keluarga tidak miskin berdasarkan batas garis kemiskinan. Pendapatan per kapita terendah sebesar Rp.120.000 dan pendapatan per kapita keluarga tertinggi sebesar Rp.875.000.

Besar anggota keluarga juga perlu untuk diperhatikan karena merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap kondisi kesehatan seseorang. Hal ini dilihat dari pola konsumsi dan luas hunian rumah dibandingkan dengan jumlah anggota keluarga yang tinggal di dalamnya. Jumlah anggota keluarga yang banyak menyebabkan perhatian ibu terhadap anak-anaknya semakin berkurang dan terhadap anggota keluarga yang lain, serta perhatian ibu terhadap dirinya sendiri (Sukarni 1989). Sebagian besar (63.6%) contoh termasuk dalam keluarga kecil dan tidak ada contoh yang termasuk dalam kategori keluarga besar. Berdasarkan Hurlock (1998) keluarga kecil adalah keluarga yang memiliki anggota keluarga ≤4 orang. Berikut ini disajikan tabel sebaran contoh berdasarkan pendapatan per kapita dan besar keluarga.

Tabel 7 Sebaran contoh berdasarkan pendapatan per kapita dan besar keluarga Jumlah

anggota keluarga

Pendapatan per kapita (Rp/bulan) Total Rp 213,383 >Rp 213,383 n % n % N % 4 0 0 35 63.6 35 63.6 5-7 15 27.3 5 9.1 20 36.4 Total 15 27.3 40 72.7 55 100 Karakteristik Balita Umur dan Jenis Kelamin Balita

Balita memerlukan perhatian yang sangat serius karena pada masa balita adalah masa tumbuh kembang yang sangat pesat yaitu pertumbuhan secara fisik

dan perkembangan psikomotorik. Pada masa ini balita harus memiliki kondisi gizi yang baik. Keadaan gizi yang baik dapat mendukung pertumbuhan dan perkembangan balita. Sebagian besar (29.1%) balita berada dalam rentang umur 13-24 bulan dan 49-60 bulan. Berdasarkan pengelompokan jenis kelamin, dapat diketahui 63.6% balita berjenis kelamin perempuan dan sisanya berjenis kelamin laki-laki yaitu sebesar 36.4%. Berdasarkan data laporan desa, balita yang terdapat di desa tersebut sebagian besar adalah perempuan. Berikut ini disajikan tabel sebaran contoh berdasarkan umur dan jenis kelamin balita:

Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan umur dan jenis kelamin Umur

(Bulan) Jenis kelamin Total

laki-laki perempuan n % n % N % 13-24 6 10.9 10 18.2 16 29.1 25-36 2 3.6 11 20.0 13 23.6 37-48 3 5.5 7 12.7 10 18.2 49-60 9 16.4 7 12.7 16 29.1 Total 20 36.4 35 63.6 55 100

Sebaran contoh juga dapat dilihat berdasarkan umur dan jenis kelamin balita. Sebagian besar (20%) balita berjenis kelamin perempuan pada umur 25-36 bulan dan sebagian kecil (3.6%) balita berjenis kelamin laki-laki pada rentang umur 25-36 bulan. Berdasarkan data laporan desa tahun 2008, balita yang terdapat di Desa Paberasan sebagian besar berada dalam rentang umur 25-36 bulan dan sebagian besar memiliki jenis kelamin perempuan.

Karakteristik Ibu balita Umur Ibu

Sebagian besar (94%) ibu berada dalam rentang umur 20-40 tahun. Namun terdapat ibu balita yang masih memiliki umur di bawah 20 tahun yaitu sebesar 1.8%. Berikut ini disajikan tabel sebaran contoh berdasarkan umur ibu:

Tabel 9 Sebaran umur ibu

Umur (Tahun) n %

<20 1 1.8

20-40 52 94.5

41-65 2 3.6

Sebagian besar (94.5%) ibu berada dalam rentang umur 20-40 tahun. Menurut Papalia & old (1986), dalam rentang umur 20-40 tahun termasuk dalam

kategori dewasa awal. Orang tua muda terutama ibu, cenderung kurang memiliki pengetahuan dan pengalaman dalam mengasuh anak sehingga umumnya mereka mengasuh dan merawat anak menggunakan pengalaman orang terdahulu. Pada umumnya orang tua muda lebih mementingkan kepentingannya sendiri dibandingkan kewajibannya untuk mengasuh dan mengurus anak. Hal ini menyebabkan secara kualitas dan kuantitas pengasuhan yang dilakukan kurang terpenuhi. Sebaliknya orang tua yang berumur lebih cenderung untuk melaksanakan kewajibannya dalam mengasuh anak semaksimal mungkin dan sepenuh hati (Hurlock 1998).

Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan ibu berperan penting dalam proses tumbuh kembang anak. Sebagian besar (38.%) ibu adalah lulusan SD dan tidak ada ibu yang tidak pernah sekolah. Berikut ini disajikan tabel persentase tingkat pendidikan ibu:

Tabel 10 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendidikan ibu

Tingkat Pendidikan n % Tidak tamat SD 1 1.8 SD 21 38.2 SLTP 18 32.7 SLTA 10 18.2 D3 1 1.8 S1 4 7.3

Pendidikan ibu merupakan salah satu faktor penentu mortalitas bayi dan anak karena tingkat pendidikan ibu berpengaruh terhadap tingkat pemahamannya terhadap perawatan kesehatan, hygiene, dan kesadarannya terhadap kesehatan anak dan keluarga (Madanijah 2003). Ibu yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi akan lebih mudah dalam menerima pesan dan informasi gizi dan kesehatan anak (Rahmawati 2006). Orang tua yang memiliki pengetahuan dan pendidikan yang tinggi akan lebih mengerti tentang pemilihan pengolahan pangan serta cara pemberian makan yang sehat dan bergizi untuk anak (Soetjiningsih 1998).

Pekerjaan Ibu

Sebagian besar (61.8%) ibu adalah ibu rumah tangga. Para wanita yang sudah memiliki anak sebagian besar lebih memilih untuk menjadi ibu rumah tangga saja. Hal ini bertujuan untuk mengurus anak di rumah dan melakukan pekerjaan rumah yang cukup menguras tenaga. Namun ada juga ibu yang

memilih untuk bekerja di luar rumah misalnya sebagai PNS, padagang, PRT, dan petani. Ibu yang sibuk bekerja biasanya menitipkan anak mereka kepada nenek atau saudaranya. Berikut ini disajikan tabel sebaran contoh berdasarkan pekerjaaan ibu:

Tabel 11 Sebaran pekerjaan ibu

Pekerjaan n % Tidak Bekerja 34 61.8 Petani 9 16.4 PNS 1 1.8 Pegawai Swasta 5 9.1 PRT 1 1.8 Lain 5 9.1

Meningkatnya penghasilan keluarga yang berasal dari ibu yang bekerja akan memperbaiki konsumsi pangan seluruh anggota keluarga. Pada saat yang sama, ibu akan kehilangan waktu yang berharga bersama anak-anak mereka dalam memberi makan dan mengasuh anak-anaknya, terutama anak yang masih kecil (Khomsan 2004). Berdasarkan hasil penelitian, sebagian besar ibu memilih untuk tidak bekarja dan mengurus anak mereka di rumah. Kondisi tersebut sangat berdampak positif terhadap anak-anak mereka karena ibu dapat meluangkan waktunya untuk mengurus keluarga khususnya anak-anak mereka yang masih kecil yang membutuhkan perhatian lebih dari orang tua khususnya dari seorang ibu.

Pengetahuan Gizi Ibu

Pengetahuan gizi merupakan salah satu perihal penting yang perlu diperhatikan karena berkaitan terhadap perubahan sikap dan perilaku gizi seseorang. Berikut ini tabel yang menyajikan persentase pengetahuan gizi ibu berdasarkan kategori yag telah ditentukan:

Tabel 12 Persentase pengetahuan gizi ibu

Tingkat pengetahuan gizi ibu n %

Baik (skor >80%) 19 34.5

Sedang (skor 60-80%) 19 34.5

Rendah (skor <60%) 17 30.9

Total 55 100

Rata-rata±SD 68.82±16.44

Sebagian besar (34.5%) ibu masing-masing memiliki pengetahuan gizi baik dan sedang dan masih terdapat ibu yang memiliki pengetahuan gizi rendah

yaitu sebesar 30.9%. Menurut suhardjo (2003) dalam penyediaan makanan keluarga dalam hal ini dilakukan oleh ibu, banyak yang tidak memanfaatkan bahan makanan yang bergizi. Hal ini disebabkan karena kurangnya pengetahuan akan bahan makanan yang bergizi. Semakin banyak pengetahuan gizi ibu maka akan semakin diperhitungkan jenis dan jumlah makanan yang akan dipilih untuk dikonsumsi. Ibu yang tidak mempunyai cukup pengetahuan gizi maka akan cenderung memilih makanan yang paling menarik panca indera dan tidak mempertimbangkan dari aspek gizi makanannya (Sedioetama 200). Berdasarkan hasil penelitian sebagian besar ibu memiliki pengetahuan gizi baik dan sedang. Ibu yang memiliki pengetahuan yang baik kemungkinan memilih dan menyediakan makanan bagi anggota keluarga baik dari segi kualitas maupun kuantitas yang memenuhi angka kecukupan gizi. Ibu yang memiliki pengetahuan gizi rendah adalah ibu yang hanya lulusan SD, selain itu juga ibu yang kurang aktif dalam mengakses informasi terutama informasi kesehatan. Berikut ini disajikan tabel sebaran contoh berdasarkan aspek-aspek pengetahuan gizi ibu:

Tabel 13 Sebaran contoh berdasarkan aspek-aspek pengetahuan gizi ibu

Aspek Pengetahuan gizi ibu

Baik Sedang Rendah

n % n % n %

Jenis dan sumber zat gizi 6 10.9 15 27.3 34 61.8 Fungsi dan akibat

kekurangan zat gizi 35 63.6 11 20 9 16.4

Air Susu Ibu 22 40 18 32.7 15 27.3

Berdasarkan tabel di atas, terdapat 10.9% ibu yang memiliki pengetahuan gizi baik terkait dengan aspek jenis dan sumber zat gizi, 63.6% ibu yang memiliki pengetahuan gizi baik terkait fungsi dan akibat kekurangan zat gizi, dan terdapat 40% ibu yang memiliki pengetahuan gizi baik terkait aspek air susu ibu. Berikut ini disajikan tabel sebaran contoh berdasarkan pengetahuan gizi ibu terkait dengan sumber dan jenis zat gizi:

Tabel 14 Sebaran contoh berdasarkan pengetahuan gizi ibu (Sumber dan jenis zat gizi) Pertanyaan Benar Salah

n % n %

Sumber kalsium dan fosfor 32 58.2 23 41.8

Sumber protein hewani 40 72.7 15 27.3

Menu 3B 36 65.5 19 34.5

Sumber zat besi 22 40.0 33 60.0

Sumber zat pembangun 4 7.3 51 92.7

Salah satu indikator yang digunakan untuk mengukur pengetahuan gizi ibu yaitu pertanyaan terkait dengan sumber dan jenis zat gizi. Terdapat enam pertanyaan yang terkait dengan indikator tersebut. Pertanyaan yang banyak dijawab dengan benar yaitu pertanyaan tentang sumber protein hewani yaitu sebesar 72.7% ibu yang menjawab dengan benar. Hal tersebut disebabkan karena sebagian besar ibu balita mengetahui bahwa ikan merupakan sumber protein. Informasi tersebut mereka dapatkan dari iklan-iklan di televisi atau media massa lainnya. Sedangkan pertanyaan yang paling banyak dijawab salah adalah pertanyaan tentang sumber zat pembangun yaitu sebesar 92.7% ibu yang menjawab salah. Berdasarkan hasil penelitian, banyak ibu yang menjawab bahwa zat gizi yang merupakan zat pembangun adalah nasi dan kentang. Karena menurut mereka nasi dan kentang merupakan sesuatu yang sering dikonsumsi seseorang untuk memberikan rasa kenyang. Berikut ini disajikan tabel sebaran contoh berdasarkan indikator pengetahuan gizi terkait dengan manfaat dan akibat kekurangan zat gizi:

Tabel 15 Sebaran contoh berdasarkan pengetahuan gizi ibu (manfaat dan akibat kekurangan zat gizi)

Pertanyaan Benar Salah

n %

n %

Fungsi zat besi 20.0 36.4 35.0 63.6

Akibat kekurangan yodium 52.0 94.5 3.0 5.5

Akibat kekurangan vitamin A 45.0 81.8 10.0 18.2 Masalah gizi kurang

diindonesia 38.0 69.1 17.0 30.9

Penyebab anak kurang gizi 35.0 63.6 20.0 36.4 Manfaat konsumsi tablet besi

selama masa kehamilan 33.0 60.0 22.0 40.0

Manfaat garam beryodium 51.0 92.7 4.0 7.3

Pencegah dehidrasi 47.0 85.5 8.0 14.5

Manfaat kalsium 53.0 96.4 2.0 3.6

Akibat makanan dan minuman

tidak bersih 53.0 96.4 2.0 3.6

Indikator lain yang digunakan untuk mengukur pengetahuan gizi ibu yaitu pertanyaan terkait dengan manfaat dan akibat kekurangan zat gizi. Pertanyaan yang digunakan terkait dengan hal tersebut terdiri dari sepuluh pertanyaan. Pertanyaan yang paling banyak dijawab benar oleh ibu balita adalah pertanyaan tentang manfaat kalsium dan akibat makanan dan minuman tidak bersih yaitu masing-masing sebesar 96.4% ibu balita yang menjawab benar. Sedangkan pertanyaan yang banyak dijawab dengan salah yaitu pertanyaan tentang fungsi

zat besi. Berikut ini disajikan tabel sebaran contoh berdasarkan indikator pengetahuan gizi terkait dengan Air Susu Ibu (ASI):

Tabel 16 Sebaran contoh berdasarkan pengetahuan gizi (Air Susu Ibu)

Pertanyaan Benar Salah

n % n %

Cairan kolostrum 27.0 49.1 28.0 50.9

Usia awal pemberian ASI 49.0 89.1 6.0 10.9 Periode ASI eksklusif 47.0 85.5 8.0 14.5 Periode pemberian ASI 44.0 80.0 11.0 20.0

ASI (Air Susu Ibu) merupakan makanan yang paling cocok untuk bayi serta memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan makanan yang dibuat oleh manusia. Air susu ibu sangat menguntungkan yaitu dilihat dari segi gizi, kesehatan, maupun dari segi sosial ekonomi (Suhardjo 1989b). ASI eksklusif merupakan ASI yang diberikan kepada bayi, sejak lahir sampai bayi berumur 6 bulan tanpa makanan dan minuman selain ASI. Pemberian ASI eksklusif sangat bermanfaat, karena ASI merupakan makanan yang paling sempurna untuk bayi, bahkan sangat mudah dan murah memberikannya kepada bayi. ASI juga dapat mencukupi kebutuhan gizi bayi sehingga bayi dapat tumbuh dan berkembang secara optimal (Dinkes DKI Jakarta 2002).

Berdasarkan hasil penelitian, pertanyaan yang paling banyak dijawab dengan benar yaitu pertanyaan tentang usia awal pemberian ASI. Terdapat 89.1% ibu balita yang menjawab dengan benar pertanyaan tersebut. Banyak ibu balita yang sudah mengetahui hal tersebut dan sebagian ibu sudah menerapkan hal tersebut kepada anak-anak mereka. Sebagian besar ibu balita telah memberikan ASI kepada anak mereka sejak anak mereka baru lahir, namun ada juga ibu balita yang tidak memberikan ASI mereka setelah anak mereka lahir. Hal tersebut disebabkan karena ASI yang tidak keluar, sehingga ibu menangani hal tersebut dengan memberikan susu formula kepada anaknya. Alasan lain ibu memberikan susu formula kepada anak mereka yaitu karena adanya ibu yang sibuk bekerja, sehingga anak mereka diasuh oleh saudara atau neneknya. Terdapat pertanyaan yang banyak dijawab salah yaitu pertanyaan tentang cairan kolustrum. Cairan kolustrum ini belum popular atau belum banyak dikenal oleh orang awam. Namun berdasarkan hasil wawancara dengan ibu balita, sebagian besar dari mereka sudah memberikan cairan kolustrum kepada anak mereka yang baru lahir.

Perilaku Keluarga Sadar Gizi

Perilaku keluarga sadar gizi perlu diterapkan oleh setiap keluarga. Terdapat lima perihal yang termasuk dalam perilaku keluarga sadar gizi yaitu: menimbang berat badan secara rutin tiap bulan, mengkonsumsi makanan yang beraneka ragam, mengkonsumsi garam beryodium, memberikan ASI eksklusif, dan memberikan suplemen gizi kepada anggota keluarga. Berikut ini persentase perilaku keluarga sadar gizi berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan:

Tabel 17 Perilaku keluarga sadar gizi

Perilaku Kadarzi n %

Baik (skor >80%) 42 76.4

Sedang (skor 60-80%) 13 23.6

Berdasarkan tabel di atas, sebagian besar keluarga berperilaku keluarga sadar gizi baik, tidak terdapat keluarga yang memiliki perilaku keluarga sadar gizi yang rendah. Terdapat contoh yang pendidikan terakhir ibu adalah lulusan SD namun dapat menerapkan perilaku Kadarzi baik. Terdapat beberapa hal yang ditemukan dari hasil wawancara yang diduga terkait dengan hal tersebut yaitu adanya faktor ekonomi, ketersediaan pangan di daerah tersebut, dan pengalaman orang terdahulu. Berikut ini disajikan tabel perilaku keluarga sadar gizi pada masing-masing indikator

Tabel 18 Perilaku keluarga sadar gizi pada masing-masing indikator Perilaku Kadarzi Baik Sedang Rendah Total

n % n % n % n %

Penimbangan berat badan 18 32.7 36 65.5 1 1.8 55 100 Konsumsi makanan beragam 23 41.8 32 58.2 0.0 55 100 Konsumsi garam beryodium 50 90.9 4 7.3 1 1.8 55 100 Air susu ibu 51 92.7 2 3.6 2 3.6 55 100 Suplementasi zat gizi pada

balita dan ibu hamil/nifas 49 89.1 4 7.3 2 3.6 55 100

Berdasarkan tabel di atas, sebagian besar (65.5%) contoh berperilaku Kadarzi baik terkait dengan penimbangan berat badan secara rutin. Terkait dengan indikator Air Susu Ibu, sebagian besar (92.7%) contoh telah berperilaku baik. Terkait dengan konsumsi garam beryodium, terdapat 90.9% contoh yang

telah berperilaku baik. Berikut ini disajikan tabel sebaran contoh berdasarkan indikator Kadarzi terkait dengan penimbangan berat badan:

Tabel 19 Sebaran contoh berdasarkan perilaku Kadarzi (penimbangan berat badan)

Pertanyaan Baik sedang Rendah

n % n % n %

Penimbangan ibu hamil 33 60.0 20 36.4 2 3.6 Penimbangan balita 21 38.2 34 61.8 0 0.0

Pengecekan KMS 15 27.3 34 61.8 6 10.9

Pemeriksaan kesehatan 42 76.4 13 23.6 0 0.0 Salah satu indikator yang digunakan untuk mengukur perilaku Kadarzi yaitu penimbangan berat badan. Terdapat empat pertanyaan yang terkait dengan indikator tersebut. Sebagian besar (76.4%) contoh sudah mencapai kategori baik dalam membawa anggota keluarga ke bidan/dokter/puskesmas ketika anggota keluarga ada yang sakit. Sedangkan perilaku penimbangan rutin balita tiap bulan masih 38.2% contoh yang mencapai kategori baik. Pemeriksaan kesehatan dapat dikategorikan baik apabila setiap terdapat anggota keluarga yang sakit selalu membawanya ke bidan//dokter/puskesmas, dan penimbangan balita tiap bulan dapat dikategorikan baik apabila contoh rutin tiap bulan menimbang berat badan ke posyandu. Perubahan berat badan menggambarkan perubahan konsumsi makanan atau gangguan kesehatan. Pemantauan pertumbuhan dan perkembangan kesehatan yaitu mengikuti perkembangan kesehatan dan pertumbuhan balita. Kegunaan dari pemantauan ini adalah untuk mengetahui pertumbuhan dan perkembangan bayi dan balita, mencegah memburuknya keadaan gizi (Dinkes DKI Jakarta 2002). Masih terdapat ibu balita yang malas untuk membawa anaknya ke posyandu, hal tersebut disebabkan karena tempat posyandu yang susah dijangkau yaitu jauh dari tempat tinggal mereka. Namun ada juga balita yang jarang ditimbang karena saat hari penimbangan sedang tidak ada di rumah yaitu terkadang orang tuanya membawa anaknya berkunjung ke rumah saudara atau kakek nenek mereka.

Perilaku yang jarang dilakukan oleh ibu balita yaitu melihat ulang KMS setelah menimbang di posyandu yaitu masih ada yang tergolong rendah. Menurut Roedjito (1989), KMS merupakan sebuah kartu tebal yang dapat dilipat yang dapat digunakan untuk menggunakan garis pertumbuhan anak dari 0 sampai 5 tahun. Penggunaan KMS yang paling penting adalah untuk membandingkan dan menilai pertumbuhan berat anak dalam jangka waktu

tertentu. Terdapat 10.9% contoh yang masih tergolong rendah dalam pengecekan KMS. Hal tersebut terjadi karena masih ada ibu balita yang ternyata tidak mempunyai KMS karena ada sebagian dari mereka yang KMSnya hilang, atau dibawa oleh kader posyandu.

Beraneka ragam pangan yang dikonsumsi memenuhi tri guna makanan yaitu makanan sebagai sumber tenaga (karbohidrat, lemak), sumber zat pembangun (protein), dan sumber zat pengatur (vitamin, mineral). Selain itu beraneka ragam makanan yaitu makan sebanyak 2-3 kali sehari yang terdiri dari empat macam kelompok bahan makanan. Kelompok bahan makanan tersebut adalah 1) makanan pokok, sebagai sumber zat tenaga seperti beras, jagung, umbi, singkong, mie; 2) lauk pauk, sebagai sumber gizi pembangun seperti ikan, telur, ayam, daging, tempe, kacang-kacangan, tahu; dan 3) sayuran dan buah-buahan, sebagai sumber zat pengatur seperti bayam, kangkung, wortel, buncis, kacang panjang, sawi, dan singkong, daun katuk, pepaya, pisang, jeruk, semangka, nanas (Dinkes DKI Jakarta 2002). Berikut ini disajikan tabel sebaran contoh berdasarkan indikator Kadarzi yang terkait dengan konsumsi makanan beragam:

Tabel 20 Sebaran contoh berdasarkan perilaku Kadarzi (konsumsi makanan beragam)

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, frekuensi makan ayah masih mencapai 74.5% contoh yang termasuk dalam kategori baik, sedangkan frekuensi makan balita masih mencapai 52.7% contoh yang tergolong dalam katerogi baik. Frekuensi makan seseorang dapat dikatakan baik apabila seseorang makan tiga kali dalam sehari. Terdapat 9.1% contoh yang setiap hari terbiasa menyediakan buah-buahan di rumah. Terdapat 25.5.% balita yang tidak tentu frekuensi makannya dalam sehari. Berdasarkan hasil wawancara dengan ibu balita, ternyata terdapat balita yang bahkan tidak pernah makan nasi sampai berumur 14 bulan. Asupan hanya diperoleh dari susu dan biskuit yang biasa dikonsumsi.

Pertanyaan

Baik Sedang Rendah n % n % n % Konsumsi ibu 40 72.7 14 25.5 1 1.8 Konsumsi ayah 41 74.5 13 23.6 1 1.8 Konsumsi balita 29 52.7 12 21.8 14 25.5 Ketersediaan sayuran 17 30.9 37 67.3 1 1.8 Ketersediaan buah-buahan 5 9.1 44 80.0 6 10.9 Konsumsi buah-buahan 8 14.5 43 78.2 4 7.3

Mengkonsumsi makanan yang beragam sangat baik untuk keberlangsungan hidup. Hal ini disebabkan karena fungsi dari makanan yang beragam yaitu untuk melengkapi zat-zat gizi yang diperlukan oleh tubuh, sehingga dapat meningkatkan kualitas kerja dan terhindar dari penyakit kekurangan gizi. Akibat dari tidak mengkonsumsi makanan yang beragam, maka akan terjadi gangguan pada pertumbuhan dan perkembangan anggota tubuh khususnya pada balita (Dinkes DKI Jakarta 2002).

Konsumsi garam beryodium merupakan indikator ketiga yang digunakan untuk melihat perilaku Kadarzi. Yodium adalah sejenis mineral yang terdapat di dalam tanah maupun di air dan merupakan zat gizi mikro yang diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan makhluk hidup (GAKI 2007). Garam beryodium adalah garam yang telah ditambah zat iodium yang diperlukan oleh tubuh (Dinkes DKI Jakarta 2002). Fungsi iodium dalam tubuh manusia adalah untuk membentuk hormon tiroksin yang diperlukan oleh tubuh yang bermanfaat dalam mengatur pertumbuhan dan perkembangan mulai dari janin sampai dewasa. Adapun pangan sumber iodium yaitu ikan, kerang-kerangan dan rumput laut (Depkes RI 2008) Penanggulangan gondok endemik dilakukan dengan pelarutan iodium dan iodisasi garam konsumsi. Untuk produksi garam beryodium telah dilakukan iodisasi yang berasal dari garam yang dikeluarkan dari stok nasional (Suhardjo 2008). Berikut ini disajikan tabel sebaran contoh berdasarkan indikator Kadarzi yang terkait dengan konsumsi garam beryodium:

Tabel 21 Sebaran contoh berdasarkan perilaku Kadarzi (konsumsi garam beryodium)

Pertanyaan Baik Sedang Rendah

n % n % n %

Pemilihan garam beryodium 50 90.9 4 7.3 1 1.8 Penggunaan garam beryodium 50 90.9 5 9.1 0 0.0 Ketersediaan garam beryodium 50 90.9 5 9.1 0 0.0

Berdasarkan hasil wawancara dengan ibu balita, sebagian besar sudah mengetahui akibat dari kekurangan yodium. Oleh karena itu sebagian besar keluarga sudah menggunakan garam beryodium. Namun masih terdapat beberapa keluarga yang kadang tidak memperhatikan ketika membeli garam. Hal ini disebabkan karena terdapat ibu yang belum mengetahui manfaat dari garam beryodium sehingga ibu tidak selalu membeli garam yang beryodium. Beberapa

Dokumen terkait