• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kebiasaan Sarapan, Konsumsi Buah dan Sayur, dan Status Gizi Siswa Sekolah Menengah Pertama di Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kebiasaan Sarapan, Konsumsi Buah dan Sayur, dan Status Gizi Siswa Sekolah Menengah Pertama di Bogor"

Copied!
53
0
0

Teks penuh

(1)

KEBIASAAN SARAPAN, KONSUMSI BUAH DAN SAYUR,

DAN STATUS GIZI SISWA SEKOLAH MENENGAH

PERTAMA DI BOGOR

FARADINA MUTARI

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kebiasaan Sarapan, Konsumsi Buah dan sayur, dan Status Gizi Siswa Sekolah Menengah Pertama di Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Desember 2014 Faradina Mutari NIM I14124054

(4)
(5)

ABSTRAK

FARADINA MUTARI. Kebiasaan Sarapan, Konsumsi Buah dan Sayur, dan Status Gizi Siswa Sekolah Menengah Pertama di Bogor. Dibimbing oleh SITI MADANIJAH.

Buah dan sayur sangat penting untuk dikonsumsi terutama bagi anak-anak khususnya anak usia sekolah dan remaja. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis kebiasaan sarapan, konsumsi buah dan sayur, dan status gizi siswa sekolah menengah pertama di Bogor. Desain penelitian ini menggunakan cross-sectional study dengan teknik penarikan contoh secara purposive sebanyak 50 siswa di SMP Negeri 8 Bogor. Konsumsi buah dan sayur siswa termasuk kategori kurang. Siswa laki-laki lebih sering sarapan dibandingkan perempuan. Status gizi siswa berada pada kategori normal. Uji korelasi menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan (p>0.05) antara karakteristik individu dan keluarga, kecuali pendapatan keluarga dengan kebiasaan sarapan. Terdapat hubungan yang tidak signifikan (p>0.05) antara karakteristik individu dan keluarga, ketersediaan buah dan sayur di rumah, dan kebiasaan orang tua mengonsumsi buah dan sayur, kecuali pendapatan keluarga dengan konsumsi buah. Kebiasaan sarapan dan konsumsi buah dan sayur tidak terdapat hubungan yang signifikan (p>0.05) dengan status gizi siswa.

Kata kunci: buah dan sayur, kebiasaan sarapan, siswa, status gizi

ABSTRACT

FARADINA MUTARI. Breakfast Habits, Fruits and Vegetables Consumption, and Students’s Nutritional Status of Junior High School in Bogor. Supervised by SITI MADANIJAH.

Fruits and vegetables are very important for consumption, especially for school-age children and adolescents. The purpose of this study were to analyze breakfast habits, fruits and vegetables consumption, and students’s nutritional status of junior high school in Bogor. The design of this study was cross-sectional with purposive sampling technique as much as 50 students in SMP Negeri 8 Bogor. Fruits and vegetables that consumed by students was included low as category. The result showed there was male students consumed breakfast more frequent than female students. Students’s nutritional status were categorized as normal. Correlation test showed there were no significant relationship (p>0.05) between individual and family characteristic, except households income with breakfast habits. There were no significant relationship (p>0.05) between individual and family characteristic, availability of fruits and vegetables at home, and parental habits of fruits and vegetables consumption, except households income with students of fruits consumption. Breakfast habits and fruits and vegetables consumption there were no significantly associated (p>0.05) with students’s nutritional status.

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi

dari Program Studi Ilmu Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat

KEBIASAAN SARAPAN, KONSUMSI BUAH DAN SAYUR,

DAN STATUS GIZI SISWA SEKOLAH MENENGAH

PERTAMA DI BOGOR

FARADINA MUTARI

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)

Judul Skripsi : Kebiasaan Sarapan, Konsumsi Buah dan Sayur, dan Status Gizi Siswa Sekolah Menengah Pertama di Bogor

Nama : Faradina Mutari NIM : I14124054

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Siti Madanijah, MS Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Rimbawan Ketua Departemen

(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2014 ialah Kebiasaan Sarapan, Konsumsi Buah dan Sayur, dan Status Gizi Siswa Sekolah Menengah Pertama di Bogor.

Terima kasih penulis sampaikan kepada :

1. Prof Dr Ir Siti Madanijah, MS selaku pembimbing skripsi yang telah membimbing penulis sejak awal perumusan tema hingga selesainya karya tulis ini, dan juga atas segala bentuk dukungan lain yang telah diberikan. 2. Prof Dr Ir Dadang Sukandar, MSc selaku dosen pemandu seminar dan

penguji sidang yang telah memberikan masukan yang teramat berharga bagi penulis.

3. Yayat Heryatno, MS selaku dosen pembimbing akademik yang telah membimbing dan memberikan dukungan selama menjalankan studi di Departemen Gizi Masyarakat.

4. SMP Negeri 8 Kota Bogor yang telah bersedia menjadi mitra dalam penelitian yang dilakukan penulis.

5. Ayah dan Ibunda tercinta, M. Syahiri dan Salmah yang selalu memberikan dukungan dan semangat yang tanpa henti atas terselesaikannnya penelitian ini, dan juga adikku tersayang Faridah, Zaidah, Hendri, Arti Sintia, Syarifuddin, dan M. Akbar atas segala dukungan yang diberikan.

6. Syarifah Hayatun Nufus, Winda Armelia, Renny Noor Dwi Astuti, dan Edward Aditya Siahaan sebagai rekan seperjuangan dalam penelitian yang selalu mendukung dalam terselesaikannya penelitian ini serta teman-teman lain yang telah membantu dalam proses pengambilan data.

7. Sahabat seperjuangan selama menempuh pendidikan sarjana (Syarifah Hayatun Nufus, Winda Armelia, Fadhillah Safriani, Pina Yasinta, Eva Oktavera Saragih, Tita Nia Fanina, Widia, Dahlia Wardhani, dan Agung Kurnia yunawan) serta teman-teman Alih Jenis Departemen Gizi Masyarakat Angkatan 6 (Nutrigenomic) yang telah memberikan banyak inspirasi, semangat, ruang untuk diskusi dan berbagi, bantuan lainnya, serta penghantarnya menuju seminar hingga sidang.

8. Seluruh keluarga besar Ikatan Keluarga Pelajar Mahasiswa Riau (IKPMR) (Rusman Asikin, M. Ilham, Weveri Dilahari, Mira Andriani, Dedi Ramdani, Diana Sriwisuda Putri, Sri Wahyuni, Aulia Rahmi, dan Amanah Fitria) yang telah memberikan doa dan semangat kepada penulis.

Akhir kata, penulis menyampaikan terima kasih kepada pihak yang belum disebutkan yang juga turut membantu dalam proses penyelesaian karya ilmiah ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(12)
(13)
(14)

DAFTAR ISI

PRAKARTA i

DAFTAR TABEL ii

DAFTAR GAMBAR iii

DAFTAR LAMPIRAN iv

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan 2

Hipotesis 2

Manfaat 2

KERANGKA PEMIKIRAN 3

METODE 5

Desain, Tempat dan Waktu 5

Teknik Penarikan Contoh 5

Jenis dan Cara Pengumpulan Data 6

Pengolahan dan Analisis Data 7

Definisi Operasional 11

HASIL DAN PEMBAHASAN 12

Gambaran Umum Sekolah 12

Karakteristik Individu 13

Karakteristik Keluarga 14

Konsumsi Buah dan Sayur 16

Ketersediaan Buah dan Sayur 19

Kebiasaan Orang Tua 20

Kebiasaan Sarapan 21

Status Gizi 24

Uji Korelasi antar Variabel 24

KESIMPULAN DAN SARAN 28

DAFTAR PUSTAKA 29

LAMPIRAN 33

(15)

DAFTAR TABEL

1 Jenis, sumber, dan cara pengumpulan data 6

2 Pengkategorian variabel penelitian 9

3 Sebaran siswa berdasarkan jenis kelamin dan karakteristik individu 14 4 Sebaran siswa berdasarkan jenis kelamin dan karakteristik keluarga 15 5 Sebaran siswa berdasarkan jenis kelamin dan konsumsi buah dan sayur 16 6 Sebaran siswa berdasarkan jenis kelamin dan jenis buah dan sayur yang

paling sering dikonsumsi 17

7 Sebaran siswa berdasarkan jenis kelamin dan pengolahan buah dan

sayur yang paling sering dikonsumsi 18

8 Sebaran siswa berdasarkan jenis kelamin dan ketersediaan buah dan

sayur di rumah 19

9 Sebaran siswa berdasarkan jenis kelamin dan kebiasaan orang tua

mengonsumsi buah dan sayur 20

10 Sebaran siswa berdasarkan jenis kelamin dan frekuensi sarapan 21 11 Sebaran siswa berdasarkan jenis kelamin dan waktu sarapan 22 12 Sebaran siswa berdasarkan jenis kelamin dan tempat sarapan 22 13 Sebaran siswa berdasarkan jenis kelamin dan cara memperoleh sarapan 23 14 Sebaran siswa berdasarkan jenis kelamin dan jenis makanan sarapan 23 15 Sebaran siswa berdasarkan jenis kelamin dan status gizi 24

DAFTAR GAMBAR

1 Bagan kerangka pemikiran kebiasaan sarapan, konsumsi buah dan

sayur, dan status gizi 4

DAFTAR LAMPIRAN

1 Persentil IMT menurut umur (IMT/U) remaja 33

2 Hasil uji beda antara variabel karakteristik individu dan keluarga, kebiasaan sarapan, konsumsi buah dan sayur, dan status gizi dengan

jenis kelamin siswa 34

3 Hasil uji korelasi antara variabel karakteristik individu dan keluarga

dengan kebiasaan sarapan siswa 34

4 Hasil uji korelasi antara variabel karakteristik individu dan keluarga, ketersediaan buah dan sayur, kebiasaan orang tua dengan konsumsi

buah dan sayur siswa 34

5 Hasil uji korelasi antara variabel kebiasaan sarapan dan konsumsi buah

dan sayur dengan status gizi siswa 34

(16)
(17)
(18)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sarapan adalah suatu kegiatan penting sebelum melakukan aktivitas fisik pada hari tersebut, mengingat tubuh tidak mendapatkan makanan selama sekitar 10 jam sejak malam hari, serta melakukan sarapan dapat menyumbang 25% dari kebutuhan total energi harian. Sarapan dengan aneka ragam pangan yang terdiri nasi, lauk pauk, sayur/buah, dan susu dapat memenuhi kebutuhan vitamin dan mineral (Khomsan 2002). Berdasarkan hasil penelitian Anne et al. (2006) yang dipublikasi oleh Nutritional Journal tahun 2006 pada sejumlah siswa sekolah menengah atas (SMA) di Norwegia membuktikan bahwa kelompok siswa yang diberi intervensi sarapan memiliki status gizi yang lebih baik dibandingkan dengan kelompok kontrol. Penelitian Kral et al. (2011) di Amerika Serikat bahwa anak-anak dan remaja yang terbiasa melewatkan sarapan akan memiliki risiko 3 kali lebih tinggi untuk ngemil dan sulit mengontrol nafsu makan mereka sehingga dapat menyebabkan obese. Penelitian Lazeeri et al. (2013) pada remaja usia 11-15 tahun, diketahui bahwa remaja yang mengonsumsi sarapan tidak teratur berhubungan erat dengan asupan buah dan sayur yang rendah. Remaja yang sering melewatkan sarapan lebih memilih mengonsumsi makanan yang kurang sehat jika dibandingkan dengan remaja yang mengonsumsi sarapan setiap hari. Menurut Andaya (2011), konsumsi buah dan sayur lebih tinggi pada remaja usia sekolah yang mempunyai kebiasaan sarapan setiap hari.

Buah dan sayur merupakan sumber pangan yang kaya akan vitamin dan mineral yang sangat bermanfaat bagi kesehatan, perkembangan, dan pertumbuhan. Meskipun kebutuhannya relatif kecil, namun fungsi vitamin dan mineral hampir tidak dapat digantikan sehingga terpenuhinya kebutuhan konsumsi zat tersebut menjadi esensial. Buah dan sayur sangat penting untuk dikonsumsi terutama bagi anak-anak khususnya anak usia sekolah (AUS). Walaupun demikian, saat ini anak-anak cenderung kurang mengonsumsi buah dan sayur, padahal buah dan sayur sangat bermanfaat sebagai sumber pemenuhan kebutuhan gizi yang baik.

Anak usia 5-14 tahun memiliki kecenderungan 20% mengonsumsi buah dan sayur lebih rendah dibandingkan dengan orang dewasa. Di Asia Tenggara rata-rata konsumsi buah dan sayur anak usia 5-14 tahun sangat rendah yaitu 182 g/hari (Lock et al. 2005). Hasil tersebut berbeda jauh dengan rekomendasi WHO, yaitu 400 g/hari (5 porsi) untuk semua kelompok usia (WHO 2003). Penelitian Mikkila et al. (2004) menunjukkan bahwa pola makan anak usia 3-18 tahun lebih banyak mengonsumsi makanan tinggi lemak jenuh dibandingkan mengonsumsi buah dan sayur, sehingga dapat meningkatkan risiko penyakit kardiovaskuler di kemudian hari. Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2013 menunjukkan bahwa konsumsi buah dan sayur di Indonesia masih rendah, hanya 6.4% penduduk usia

≥10 tahun yang mengonsumsi buah dan sayur 5 porsi/hari selama 7 hari dalam

seminggu. Di Provinsi Jawa Barat hanya 3.6% penduduk usia ≥10 tahun yang mengonsumsi buah dan sayur 5 porsi/hari selama 7 hari dalam seminggu. Siswa SDN BEJI 5 dan 7 Kota Depok hanya 18.9% yang mengonsumsi buah dan sayur

dengan baik, yaitu konsumsi buah ≥ 2 porsi/hari dan sayur ≥ 1½ porsi/hari

(19)

2

Berdasarkan latar belakang yang diuraikan, maka peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian dengan judul “kebiasaan sarapan, konsumsi buah dan sayur,

dan status gizi siswa sekolah menengah pertama (SMP)”.

Tujuan

Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menganalisis kebiasaan sarapan, konsumsi buah dan sayur, dan status gizi siswa SMP.

Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi karakteristik individu dan karakteristik keluarga siswa. 2. Mengidentifikasi konsumsi buah dan sayur, ketersediaan buah dan sayur,

kebiasaan orang tua mengonsumsi buah dan sayur, dan kebiasaan sarapan siswa.

3. Mengidentifikasi status gizi siswa.

4. Menganalisis hubungan antara karakteristik individu dan keluarga, ketersediaan buah dan sayur, dan kebiasaan orang tua mengonsumsi buah dan sayur dengan konsumsi buah dan sayur siswa.

5. Menganalisis hubungan antara karakteristik individu dan keluarga dengan kebiasaan sarapan siswa.

6. Menganalisis hubungan antara kebiasaan sarapan dan konsumsi buah dan sayur dengan status gizi siswa.

Hipotesis

Terdapat beberapa hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu: 1. Terdapat hubungan antara karakteristik individu dan keluarga, ketersediaan

buah dan sayur, dan kebiasaan orang tua mengonsumsi buah dan sayur dengan konsumsi buah dan sayur siswa.

2. Terdapat hubungan antara karakteristik individu dan keluarga dengan kebiasaan sarapan siswa.

3. Terdapat hubungan antara kebiasaan sarapan dan konsumsi buah dan sayur dengan status gizi siswa.

Manfaat

(20)

3

KERANGKA PEMIKIRAN

Khomsan (2002) menjelaskan bahwa pada masa remaja terjadi perubahan fisik dan psikologis. Perubahan-perubahan ini akan mempengaruhi remaja dalam menentukan makanan apa yang akan dikonsumsi dan frekuensinya yang akan berpengaruh pada keadaan gizi remaja itu sendiri. Kebutuhan zat gizi remaja meningkat karena sedang mengalami pertumbuhan cepat. Tetapi masukan zat gizi mereka sering tidak sesuai dengan kebiasaan makan karena kelompok remaja merupakan kelompok yang mudah terpengaruh oleh hal-hal yang baru termasuk konsumsi makanan. Kebiasaan sarapan sering kali ditingggalkan, tentunya dengan berbagai alasan. Sarapan adalah kegiatan makan yang penting dilakukan setiap hari sebelum melakukan aktivitas sehari. Bagi pelajar, sarapan berperan penting dalam meningkatkan konsentrasi belajar.

Buah dan sayur merupakan sumber vitamin dan mineral yang sangat bermanfaat bagi kesehatan, perkembangan, dan pertumbuhan. Saat ini anak-anak cenderung tidak menunjukkan peningkatan perilaku konsumsi yang signifikan terhadap buah dan sayur, padahal buah dan sayur sangat bermanfaat sebagai sumber pemenuhan kebutuhan gizi yang baik. Mereka jarang mengonsumsi menu makanan yang justru sangat penting bagi tubuh seperti buah-buahan dan sayur-sayuran. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, sebagian besar anak-anak dan remaja kurang mengonsumsi buah dan sayur dan berdampak terhadap meningkatnya konsumsi pangan tinggi karbohidrat yang berkaitan dengan kejadian obese. Hal tersebut yang mengakibatkan anak-anak dan remaja rentan akan terkena penyakit-penyakit degeneratif seperti diabetes, hipertensi, jantung, dan lain-lain.

Beberapa faktor yang diduga mempengaruhi kebiasaan sarapan dan konsumsi buah dan sayur, yaitu karakteristik individu (jenis kelamin, usia, uang saku, dan pengetahuan gizi), dan karakteristik keluarga (pendidikan, pekerjaan, besar keluarga, dan pendapatan orang tua). Kebiasaan sarapan semakin berkurang dengan bertambahnya usia. Kebiasaan sarapan juga dapat menghemat uang saku dengan mengurangi kemungkinan jajan di sekolah. Berdasarkan penelitian, pekerjaan seorang ibu mempengaruhi frekuensi sarapan anak. Faktor kesibukan ibu, khususnya yang bekerja mengakibatkan ibu tidak sempat untuk membuat sarapan. Besar keluarga mempengaruhi konsumsi energi dan protein seorang anak, dimana semakin besar keluarga maka semakin kecil peluang terpenuhinya kebutuhan seorang individu.

(21)

4

Keterangan :

= Variabel yang diteliti = Variabel yang tidak diteliti = Hubungan yang dianalisis = Hubungan yang tidak dianalisis

(22)

5

METODE

Desain, Tempat, dan Waktu

Penelitian ini menggunakan desain cross-secsional study, yaitu semua data yang dibutuhkan dikumpulkan dalam satu waktu. Pemilihan sekolah yang menjadi lokasi penelitian dilakukan secara purposive sampling dengan pertimbangan (1) keragaman latar belakang sosial ekonomi siswa, (2) tempat strategis (pusat kota) yang berkembang dengan pesat, dan (3) kemudahan untuk memperoleh perizinan. Penelitian ini dilakukan di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 8 Bogor. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni-Juli 2014.

Teknik Penarikan Contoh

Populasi penelitian adalah siswa kelas 1 Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 8 Bogor. Pemilihan contoh di SMP Negeri 8 Bogor sebagai tempat penelitian dilakukan secara purposive dengan kriteria: 1) duduk di kelas 1, dan 2) siswa bersedia menjadi contoh untuk diwawancarai. Pertimbangan pemilihan siswa kelas 1 adalah siswa yang bersangkutan tingkat perkembangan dan kemampuan anak untuk berpikir secara logis terhadap hal konkrit yang sudah baik sehingga dapat menjawab pertanyaan. Siswa kelas 2 sedang matrikulasi pelajaran sehingga tidak bisa diganggu. Kemudian siswa kelas 3 tidak dijadikan contoh karena dikhawatirkan menganggu konsentrasi untuk Ujian Akhir Nasional (UAS). Jumlah minimal siswa untuk dijadikan contoh diambil dengan menggunakan rumus Lameshow et al. (1997), yaitu :

n = [Z2(1-α/2) X (p.q)] d2

n = [(1.645)2 x(0.811x0.189] (0.1)2

n = 42 siswa Keterangan:

n = Besar siswa yang diambil

p = Prevalensi siswa SDN BEJI 5 dan 7 Kota Depok yang terkategi kurang konsumsi buah & sayur, yaitu 81.1% (Fibrihirzani 2012) q = 1-p

d = Presisi/tingkat kepercayaan/ketepatan yang diinginkan (10%) Z2(1-α/2) = Tingkat signifikansi pada 90% (α = 0.1) = 1.645

(23)

6

Jenis dan Cara Pengambilan Data

Jenis data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan langsung dan wawancara dengan alat bantu kuesioner yang meliputi data karakteristik individu (jenis kelamin, umur, uang saku, dan pengetahuan gizi), data karakteristik keluarga (pendidikan, pekerjaan, besar keluarga dan pendapatan orang tua), konsumsi buah dan sayur (frekuensi, jenis, dan pengolahan buah dan sayur), ketersediaan buah dan sayur di rumah, kebiasaan orang tua mengonsumsi buah dan sayur, kebiasaan sarapan (frekuensi, waktu, tempat, cara memperoleh, dan jenis sarapan), dan data antropometri berat badan dan tinggi badan (BB dan TB).

Data pengetahuan gizi berupa (berapa) pertanyaan mengenai sarapan dan buah dan sayur. Demikian pula, data konsumsi buah dan sayur diperoleh dari informasi frekuensi dan porsi asupan buah dan sayur dikumpulkan dengan menghitung jumlah hari konsumsi dalam seminggu dan jumlah porsi rata-rata dalam sehari. Data kebiasaan sarapan meliputi frekuensi, waktu, tempat, cara memperoleh dan jenis sarapan diperoleh melalui Food Record selama 1 minggu. Jenis, sumber, dan cara pengumpulan data dapat dilihat pada Tabel 1. Data sekunder meliputi keadaan umum sekolah diperoleh dari arsip sekolah dan wawancara langsung dengan pihak sekolah.

Tabel 1 Jenis, sumber dan cara pengumpulan data

No. Jenis data Sumber data Cara pengumpulan data 1. Karakteristik individu:

Jenis kelamin dan umur Uang saku

Pengetahuan gizi

Siswa Kuesioner diisi oleh siswa dengan dipandu oleh peneliti

2. Karakteristik keluarga:

Pendidikan Besar keluarga Pekerjaan Pendapatan

Siswa Kuesioner diisi oleh siswa dengan dipandu oleh peneliti

3. Konsumsi buah dan sayur: Frekuensi dan porsi asupan Jenis dan pengolahan

Siswa Kuesioner diisi oleh siswa dengan dipandu oleh peneliti

4. Karakteristik lingkungan: Ketersediaan buah dan sayur di rumah

Siswa Kuesioner diisi oleh siswa dengan dipandu oleh peneliti

5. Karakteristik orang tua: Kebiasaan orang tua

mengonsumsi buah dan sayur

(24)

7

Pengolahan dan Analisis Data

Data primer yang telah didapatkan melalui kuesioner dianalisis secara statistik, sedangkan data sekunder tentang keadaan umum sekolah dijelaskan secara deskriptif. Tahapan pengolahan data primer dimulai dari pengkodean (coding), pemasukan data (entry), pengecekan ulang (cleaning) dan dilakukan analisis. Tahapan pengkodean (coding) dilakukan dengan cara menyusun code book sebagai panduan entri dan pengolahan data. Setelah dilakukan pengkodean (coding) kemudian data dimasukan ke dalam tabel yang telah ada (entry). Selanjutnya, dilakukan pengecekan ulang (cleaning) untuk memastikan tidak ada kesalahan dalam memasukkan data. Pengolahan dan analisis data menggunakan program komputer Microsoft Excel 2007 dan Statistical Product and Service Solutions (SPSS) versi 16.0 for Windows. Pengkategorian variabel penelitian dapat dilihat pada Tabel 2.

Data primer terdiri dari data karakteristik individu (jenis kelamin, umur, uang saku, dan pengetahuan gizi), data karakteristik keluarga (pendidikan, pekerjaan, besar keluarga, dan pendapatan orang tua), konsumsi buah dan sayur (frekuensi, jenis, dan pengolahan buah dan sayur), ketersediaan buah dan sayur di rumah, kebiasaan orang tua mengonsumsi buah dan sayur, kebiasaan sarapan (frekuensi, waktu, tempat, cara memperoleh, dan jenis sarapan), dan data antropometri berat badan dan tinggi badan (BB dan TB).

Karakteristik individu meliputi data jenis kelamin, umur, uang saku dan pengetahuan gizi. Jenis kelamin contoh dihitung menurut kelompok laki-laki dan perempuan, kemudian dihitung persentasenya. Umur contoh dihitung dalam tahun kemudian dikategorikan menjadi 12 tahun, 13 tahun, dan 14 tahun. Uang saku dikategorikan menjadi 4 berdasarkan sebaran contoh yaitu rendah (< Rp 5000/hari), sedang (Rp 5 000-Rp 10 000/hari), tinggi (Rp 10 000-Rp 15 000/hari), dan sangat tinggi (≥ Rp 15 000/hari). Tingkat pengetahuan gizi contoh diukur dengan cara pemberian skor terhadap jawaban contoh atas 16 pertanyaan berbentuk multiple choice yang diajukan. Pengetahuan gizi terdiri 8 pertanyaan mengenai sarapan dan 8 pertanyaan mengenai buah dan sayur. Data pengetahuan gizi diperoleh dengan memberikan skor atas jawaban pertanyaan; jawaban benar diberi skor 1, dan salah diberi skor 0. Menurut Khomsan (2004), seluruh skor dijumlahkan dan selanjutnya dihitung dengan membagi dengan skor maksimum dikalikan 100% dan dan diklasifikasi menjadi pengetahuan gizi menjadi tiga, yaitu baik (>80%), cukup (60-80%), dan kurang (<60%).

Karakteristik sosial ekonomi keluarga meliputi pendidikan, pekerjaan, besar keluarga, dan pendapatan orang tua. Pendidikan orang tua dilihat dari lamanya menempuh pendidikan formal terakhir kemudian dikategorikan berdasarkan tingkat pendidikan yaitu tidak tamat SD, SD/sederajat, SMP/sederajat, SMA/sederajat, serta akademi/Perguruan Tinggi (PT). Pekerjaan orang tua contoh dikategorikan menjadi tidak bekerja/meninggal/ibu rumah tangga (IRT), buruh, wiraswata/dagang/jasa, TNI/Polisi/PNS/BUMN, pegawai swasta, dan lainnya. Besar keluarga dikategorikan menjadi 3 berdasarkan Hurlock (1998) yaitu

keluarga kecil jika jumlah anggota keluarga ≤ 4 orang, sedang jika 5-7 orang, dan

besar jika ≥ 8 orang. Menurut batas garis kemiskinan untuk kota Bogor pada

(25)

8

Perhitungan konsumsi buah dan sayur berdasarkan pada frekuensi dan jumlah buah dan sayur yang dikonsumsi. Merumuskan cara menghitung konsumsi buah dan sayur masing-masing berdasarkan frekuensi (hari per minggu) dengan jumlah buah dan sayur (porsi) kemudian dibagi tujuh (jumlah hari dalam seminggu) sehingga didapatkan jumlah konsumsi buah dan sayur per hari. Hasil konsumsi buah dan sayur kemudian digabung menjadi konsumsi buah dan sayur dengan kategori baik (jika konsumsi buah ≥ 2 porsi/hari dan konsumsi sayur ≥ 1½ porsi/hari) dan kurang (jika konsumsi buah < 2 porsi/hari dan konsumsi sayur < 1½ porsi/hari). Kemudian mengetahui gambaran jenis dan pengolahan buah dan sayur yang paling sering dikonsumsi oleh siswa.

Ketersediaan buah dan sayur di rumah adalah ada tidaknya buah dan sayur di rumah. Data ketersediaan buah dan sayur didapatkan melalui hasil kuesioner yang diisikan oleh siswa. Ketersediaan buah dan sayur terbagi menjadi dua, yaitu positif dan negatif. Ketersediaan buah dan sayur di rumah positif artinya tersedia buah dan sayur di rumah, sedangkan ketersediaan buah dan sayur di rumah negatif artinya tidak tersedia buah dan sayur di rumah. Data ketersediaan buah dan sayur di rumah diperoleh dengan memberikan skor atas jawaban pertanyaan; jawaban ya, setiap hari diberi skor 2; jawaban ya, hampir setiap hari diberi skor 1; kadang-kadang diberi skor 0; jarang diberi skor -1; dan tidak pernah diberi skor -2. Seluruh skor dijumlahkan, dan selanjutnya dihitung dengan membagi dengan jumlah pertanyaannya sehingga diketahui rata-rata skornya. Ketersediaan buah dan sayur di rumah positif bila skor jawaban ketersediaan buah atau sayur

masing-masing ≥0.5, sedangkan negatif bila skor jawaban ketersediaan buah atau sayur di

rumah masing-masing <0.5 (Sandivik et al. 2005).

Kebiasaan orang tua dalam penelitian ini adalah kebiasaan orang tua mengonsumsi buah dan sayur. Data kebiasaan orang tua mengonsumsi buah dan sayur didapatkan melalui hasil kuesioner yang dilihat dan diketahui oleh siswa. Kebiasaan orang tua terbagi menjadi dua, yaitu positif dan negatif. Kebiasaan orang tua positif artinya orang tua memiliki kebiasaan baik dalam mengonsumsi buah dan sayur, sedangkan kebiasaan orang tua negatif artinya orang tua tidak memiliki kebiasaan baik dalam mengonsumsi buah dan sayur. Data kebiasaan orang tua mengonsumsi buah dan sayur diperoleh dengan memberikan skor atas jawaban pertanyaan; jawaban ya, setiap hari diberi skor 2; jawaban ya, hampir setiap hari diberi skor 1; kadang-kadang diberi skor 0; jarang diberi skor -1; dan tidak pernah diberi skor -2. Seluruh skor dijumlahkan, dan selanjutnya dihitung dengan membagi dengan jumlah pertanyaannya sehingga diketahui rata-rata skornya. Kebiasaan orang tua mengonsumsi buah dan sayur positif bila skor jawaban kebiasaan orang tua mengonsumsi buah atau sayur masing-masing ≥0.5, sedangkan negatif bila skor jawaban kebiasaan orang tua mengonsumsi buah atau sayur masing-masing <0.5 (Sandivik et al. 2005).

(26)

9

Data jenis makanan sarapan diperoleh melalui Food Record dan dikelompokkan menjadi delapan jenis hidangan yang dikonsumsi oleh anak sekolah untuk sarapan (Harahap et al. 1998 dalam Faridi 2002). Status gizi contoh ditentukan dengan Indeks Massa Tubuh (IMT). IMT dihitung dengan membandingkan berat badan (kg) dengan kuadrat dari tinggi badan (m2), kemudian IMT dibandingkan berdasarkan umur untuk memperoleh status gizi contoh. Pada masa remaja, IMT/U direkomendasikan sebagai indikator terbaik untuk remaja (Riyadi 2003). Indeks IMT/U yang digunakan adalah untuk yang berumur 9-24 tahun berdasarkan persentil. Klasifikasi pengkategorian IMT per umur atau status gizi dibagi menjadi 3, yaitu kurus (< persentil ke-5), normal (persentil ke-5<x<persentil ke-85), dan gemuk (≥ persentil ke-85).

Data karakteristik individu, keluarga, konsumsi buah dan sayur, ketersediaan buah dan sayur di rumah, kebiasaan orang tua mengonsumsi buah dan sayur, kebiasaan sarapan, dan status gizi siswa dianalisis secara deskriptif dan dilakukan uji beda t. Uji korelasi Spearman untuk menganalisis hubungan antara karakteristik individu, keluarga, ketersediaan buah dan sayur di rumah, dan kebiasaan orang tua mengonsumsi buah dan sayur dengan konsumsi buah dan sayur siswa, menganalisis hubungan antara karakteristik individu dan keluarga dengan kebiasaan sarapan siswa, dan menganalisis hubungan antara kebiasaan sarapan dan konsumsi buah dan sayur dengan status gizi siswa.

Tabel 2 Pengkategorian variabel penelitian

No. Variabel Kategori Keterangan

(27)

10

Tabel 2 Pengkategorian variabel penelitian (lanjutan)

No. Variabel Kategori Keterangan

3. Kebiasaan sarapan

Frekuensi sarapan 1. Tidak pernah : < 0 kali/minggu 2. Jarang : < 4 kali/minggu 3. Sering : ≥ 4 kali/minggu

Fitriana (2011)

Waktu sarapan 1. Pukul 05.00-06.00 2. Pukul 06.00-07.00

Jenis makanan sarapan 1. Makanan pokok

2. Makanan pokok & hewani 3. Makanan pokok dan nabati 4. Makanan pokok, hewani, &

4. Konsumsi buah dan sayur Rata-rata jumlah buah

2. Kurang: Bila konsumsi buah <2 porsi dan konsumsi sayur < 1½ porsi per hari

3.Sayur segar (lalapan) dan dikukus

Sebaran contoh

(28)

11

Definisi Operasional

Contoh adalah siswa dan siswi SMP Negeri 8 Bogor kelas 7.

Karakteristik individu adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam diri manusia, yaitu jenis kelamin, umur, uang saku dan pengetahuan gizi.

Jenis kelamin adalah jenis kelamin contoh yang dibedakan menjadi laki-laki dan perempuan.

Umur adalah usia contoh pada saat penelitian dilakukan yang dinyatakan dalam tahun dan berada pada usia remaja.

Uang saku adalah jumlah uang dalam rupiah yang diterima anak sekolah per hari, per minggu, atau per bulan untuk kebutuhan transportasi, jajan, pulsa, peralatan sekolah, dan lain-lain.

Pengetahuan gizi adalah pengetahuan gizi contoh yang diukur dengan cara menanyakan pertanyaan tentang kebiasaan sarapan, dan konsumsi buah dan sayur.

Karakteristik keluarga adalah pertanyaan yang meliputi pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, besar keluarga, dan pendapatan keluarga.

Pendidikan orang tua adalah jenjang pendidikan formal terakhir yang pernah ditempuh oleh orang tua contoh.

Pekerjaan orang tua adalah jenis pekerjaan yang dilakukan oleh ayah dan ibu untuk memenuhi kebutuhan keluarga, meliputi tidak bekerja, buruh, wiraswasta, TNI/PNS/Polisi, pengawai swasta, dan lainnya.

Besar keluarga adalah jumlah keluarga inti contoh, keluarga kecil ≤ 4 orang, keluarga sedang 5-7 orang, dan keluarga besar ≥ 8 orang.

Pendapatan keluarga adalah jumlah pendapatan yang diperoleh keluarga contoh dalam sebulan yang dinyatakan dalam satuan rupiah per kapita per bulan. Sarapan adalah kegiatan makan contoh yang dapat memenuhi 25% dari

kebutuhan total energi harian dan dilakukan pada pagi hari sampai dengan pukul 10.00 WIB.

Kebiasaan sarapan adalah pertanyaan yang meliputi frekuensi sarapan, waktu sarapan, tempat sarapan, cara memperoleh sarapan, dan jenis makanan sarapan.

Frekuensi sarapan adalah frekuensi contoh dalam melakukan sarapan dipagi hari selama satu minggu yang terdiri dari kategori sering sarapan (lebih dari atau empat kali dalam satu minggu), jarang sarapan (kurang dari empat kali dalam satu minggu), dan tidak sarapan.

Waktu sarapan adalah waktu yang dikategorikan menjadi tiga, yaitu 05.00-06.00, 06.00-07.00, dan 07.00-09.00.

Tempat sarapan adalah lokasi dimana contoh biasa melakukan kegiatan sarapan, yaitu rumah, sekolah, perjalanan dan lainnya.

Cara memperoleh sarapan adalah cara memperoleh sarapan terdiri dari memasak, membeli, dan pemberian.

Jenis makanan sarapan adalah jenis menu sarapan yang baik terdiri dari makanan pokok, hewani, nabati, sayuran dan makanan jajanan.

(29)

12

Konsumsi buah dan sayur adalah konsumsi buah ≥ 2 porsi/hari dan konsumsi

sayur ≥ 1½ porsi/hari termasuk kategori baik, sedangkan konsumsi buah < 2

porsi/hari dan konsumsi sayur < 1½ porsi/hari termasuk kategori kurang. Jenis buah dan sayur adalah jenis buah & sayur yang paling sering dikonsumsi. Pengolahan buah dan sayur adalah pengolahan buah (buah segar, jus, dan rujak)

dan sayur (sayur segar/lalapan, direbus, ditumis, dan dikukus) yang paling sering dikonsumsi.

Ketersediaan buah dan sayur di rumah adalah ada tidaknya buah dan sayur di rumah. Ketersedian buah dan sayur positif bila skor jawaban ketersediaan buah dan sayur masing-masing ≥ 0.5, sedangkan negatif bila skor jawaban ketersediaan buah dan sayur masing-masing < 0.5.

Kebiasaan orang tua adalah kebiasaan orang tua mengonsumsi buah dan sayur. Kebiasaan orang tua positif bila skor jawaban kebiasaan orang tua

masing-masing ≥ 0.5, sedangkan negatif bila skor jawaban kebiasaan orang tua

masing-masing < 0.5.

Berat badan adalah massa tubuh dalam satuan kilogram yang diukur menggunakan timbangan ketelitian 0.1 kg.

Tinggi badan adalah pengukuran tinggi badan contoh dalam posisi berdiri tegak sempurna menempel ke dinding dan menghadap ke depan diukur dengan menggunakan microtoise ketelitian 0.1 cm.

Status gizi adalah keadaan kesehatan tubuh contoh berdasarkan IMT per umur yang dibedakan menjadi kurus, normal, dan gemuk.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Sekolah

SMP Negeri 8 Kota Bogor merupakan sekolah dengan akreditas A terletak di Jalan Jendral Ahmad Yani No.68 Kecamatan Tanah Sareal Kabupaten Kota Bogor. Sekolah Menengah Pertama ini terdiri dari dua lantai dan memiliki tiga ruangan kelas pada setiap lantainya. Sekolah yang memiliki luas tanah 4.332,71 m2 terdiri dari ruang Kepala Sekolah, guru, laboratorium, perpustakaan, studio band, pantry, tata usaha, tempat ibadah, WC, ruang BP, Ruang UKS, dan kantin. Selain itu terdapat pula lahan terbuka yang merupakan sarana penunjang bagi kegiatan olahraga siswa, taman sekolah, dan tempat parkir. Sejarah perjalanan SMP Negeri 8 Kota Bogor didirikan pada tanggal 31 Mei 1980.

(30)

13

Karakteristik Individu

Sebaran siswa berdasarkan jenis kelamin dan karakteristik individu dapat dilihat pada Tabel 3. Siswa dalam penelitian ini berjumlah 50 orang, dengan persentase jenis kelamin perempuan (80.0%) lebih banyak daripada jenis kelamin laki-laki (20.0%). Usia siswa dalam penelitian ini berkisar antara 12-14 tahun. Sebagian besar siswa laki-laki dan perempuan berada pada usia 13 tahun, sedangkan siswa yang berusia 14 tahun berjumlah satu orang pada jenis kelamin laki-laki. Rata-rata usia siswa laki-laki (12.9±0.6 tahun) hampir sama dengan siswi perempuan (12.8±0.4 tahun). Menurut Indrawagita (2009), usia siswa berada pada masa remaja awal (10-14 tahun). Sebagian besar (40.0%) uang saku siswa termasuk ke dalam kategori tinggi (Rp 10 000-Rp 15 000/hari). Rata-rata uang saku siswi perempuan (Rp 15 825.0 ± 9 789.5) lebih tinggi dibandingkan dengan siswa laki-laki (Rp 13 133.3 ± 2 957.3). Menurut Suci (2011), pengeluaran uang saku yang lebih banyak tidak menjamin keberagaman pola makan yang baik, faktor pribadi dan kesukaanlah yang mempengaruhi jumlah dan jenis yang dikonsumsi. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Darmayanti (2010) tentang alokasi uang saku pada siswa menyimpulkan bahwa semakin besar pendapatan keluarga maka semakin besar uang saku yang diterima oleh siswa.

Pengetahuan gizi siswa sebagian besar tentang sarapan (82.0%) dan buah dan sayur (84.0%) termasuk ke dalam kategori baik. Rata-rata pengetahuan gizi siswa tentang sarapan (95.6±12.8) lebih tinggi daripada pengetahuan gizi siswa tentang buah dan sayur (93.0±10.3). Pengetahuan gizi pada sekolah tersebut sangat beragam pada masing-masing kategori. Berdasarkan data yang diperoleh, sebagian besar pengetahuan gizi siswa mengenai pengertian sarapan, waktu sarapan, mengapa perlu sarapan, akibat jika tidak sarapan, manfaat sarapan, perbedaan anak yang sarapan dan tidak sarapan, manfaat konsumsi buah dan sayur, sumber vitamin A dan C, dan manfaat vitamin A dan C tergolong baik, akan tetapi masih tergolong kurang dalam hal kontribusi sarapan dan kandungan zat-zat gizi yang terdapat pada buah dan sayur serta mengapa perlu makan buah dan sayur, dan akibat kurang konsumsi buah dan sayur. Hal ini diduga karena siswa masih belum mendapatkan pengetahuan yang mendalam tentang sarapan dan buah dan sayur.

(31)

14

Tabel 3 Sebaran siswa berdasarkan jenis kelamin dan karakteristik individu

Karakteristik individu Laki Perempuan Total

n % n % n %

Usia (rata-rata±SD, tahun) 12.9±0.6 12.8±0.4 12.8±0.5

12 2 20.0 7 17.5 9 18.0

13 7 70.0 33 82.5 40 80.0

14 1 10.0 0 0.0 1 2.0

Uang saku (rata-rata±SD, Rp/hari) 13133.3±2957.3 15825.0±9789.5 14479.0±6373.4

Rendah (< 5 000) 0 0.0 0 0.0 0 0.0

Sedang (5 000-9 999) 2 20.0 16 40.0 18 36.0 Tinggi (10 000 -14 999) 6 60.0 14 35.0 20 40.0 Sangat tinggi (≥ 15 000) 2 20.0 10 25.0 12 24.0 Pengetahuan gizi

Sarapan (rata-rata±SD, skor) 97.5±12.9 93.8±12.7 95.6±12.8

Kurang (<60%) 0 0.0 0 0.0 0 0.0

Cukup (60-80%) 2 20.0 7 17.5 9 18.0

Baik (>80%) 8 80.0 33 82.5 41 82.0

Buah dan sayur (rata-rata±SD, skor) 95.0±8.7 90.9±12.0 93.0±10.3

Kurang (<60%) 0 0.0 1 2.5 1 2.0

Cukup (60-80%) 1 10.0 6 15.0 7 14.0

Baik (>80%) 9 90.0 33 82.5 42 84.0

Karakteristik Keluarga

Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan karakteristik keluarga dapat dilihat pada Tabel 4. Sebanyak 38.0% jenis pekerjaan ayah siswa adalah PNS/ABRI/Polisi, sedangkan 92.0% ibu siswa adalah ibu rumah tangga (IRT). Pekerjaan dapat berpengaruh terhadap besar-kecilnya perhatian seseorang terhadap makanan yang akan dikonsumsi. Jika seseorang terlalu sibuk bekerja, seringkali ia lalai dalam memenuhi kebutuhan gizinya dan lebih memilih mengkonsumsi makanan cepat saji (Bahria 2009).

Tingkat pendidikan ayah dan ibu siswa adalah SMA, yaitu sebanyak 56.0% dan 60.0%. Tingkat pendidikan orang tua yang baik akan memungkinkan orang tua dapat memantau dan menerima informasi tentang kesehatan anaknya. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka diasumsikan bahwa kemampuannya akan semakin baik dalam mengakses dan menyerap informasi demi memenuhi kebutuhan gizi (Isnani 2011). Ibu yang berpendidikan tinggi cenderung akan memberikan makanan yang sehat kepada anaknya, sedangkan ibu yang berpendidikan rendah akan cenderung memberikan makanan yang enak tetapi kurang sehat (Marzuki 2006). Secara statistik tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara pekerjaan dan pendidikan orang tua siswa laki-laki dan perempuan (p>0.05).

(32)

15

Rata-rata pendapatan keluarga yang didapatkan dalam penelitian ini sama dengan hasil penelitian Darmayanti pada tahun 2010 di salah satu sekolah menengah pertama negeri di kota Bogor. Menurut Darmayanti (2010), rata-rata pendapatan keluarga/kap/bulan di sekolah menengah pertama negeri tersebut antara Rp 500 000-Rp 1 000 000. Hal ini menunjukkan semua keluarga sekolah menengah pertama negeri tersebut memiliki pendapatan yang homogen. Pendapatan pada suatu keluarga dapat dikategori menjadi miskin dan tidak miskin dengan menggunakan garis kemiskinan. Batas garis kemiskinan untuk kota Bogor pada tahun 2010 sebesar Rp 278 530.00. Sebagian besar siswa tergolong tidak miskin sebesar 96.0% dan selebihnya tergolong miskin sebesar 4.0%.

Persentase tertinggi siswa laki-laki (80.0%) dan perempuan (62.5%) memiliki besar keluarga yang tergolong kecil (≤4 orang). Menurut Sediaoetama (2004), keluarga dengan banyak anak dan jarak kelahiran antar anak amat dekat akan menimbulkan masalah. Pengaturan pengeluaran untuk pangan sehari-hari akan lebih sulit jika jumlah anggota keluarga banyak. Hal ini menyebabkan kualitas dan kuantitas pangan yang dikonsumsi anggota keluarga tidak mencukupi kebutuhan. Selain dalam hal konsumsi pangan, besar keluarga juga akan berpengaruh terhadap perhatian orang tua, bimbingan, petunjuk, dan perawatan kesehatan. Secara statistik menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara pendapatan keluarga/kap/bulan dan besar keluarga siswa laki-laki dan perempuan (p>0.05).

Tabel 4 Sebaran siswa berdasarkan jenis kelamin dan karakteristik keluarga Karakteristik keluarga Laki Perempuan Total

(33)

16

Tabel 4 Sebaran siswa berdasarkan jenis kelamin dan karakteristik keluarga (lanjutan)

Karakteristik keluarga Laki Perempuan Total

n % n % n %

Pendapatan (rata-rata±SD, Rp/kap/bulan) 909117±296753 895417±404083 902267±350418

Rendah (< 200 000) 0 0.0 0 0,0 0 0.0

Sedang (200 000 - 500 000) 2 20.0 8 20.0 12 24.0 Tinggi (500 000 - 1 000 000) 4 40.0 26 65,0 28 56.0 Sangat tinggi (≥ 1 000 000) 4 40.0 6 15.0 10 20.0 Besar keluarga (rata-rata±SD, orang) 3.9±1.0 4.4±0.7 4.2±0.4

Kecil (≤4) 8 80.0 25 62.5 33 66.0

Sedang (5-7) 2 20.0 15 37.5 17 34.0

Besar (≥8) 0 0.0 0 0.0 0 0.0

Konsumsi Buah dan Sayur

Sebaran siswa berdasarkan jenis kelamin dan konsumsi buah dan sayur dapat dilihat pada Tabel 5. Sebagian besar siswa konsumsi buah (80.0%) dan sayur (64.0%) termasuk kategori kurang, artinya konsumsi buah < 2 porsi/hari dan konsumsi sayur < 1 ½ porsi/hari. Menurut Almatsier (2004) anjuran konsumsi buah dan sayur yaitu 200-300 g atau 2-3 porsi per hari untuk konsumsi buah dan 150-200 g atau 1½-2 porsi per hari untuk konsumsi sayur. Rata-rata konsumsi buah siswa adalah 1.0 porsi/hari, padahal seharusnya konsumsi buah adalah 2-3 porsi/hari. Selanjutnya rata-rata konsumsi sayur siswa adalah 1.1 porsi/hari, padahal seharusnya konsumsi sayur adalah 1½-2 porsi/hari.

Tabel 5 Sebaran siswa berdasarkan jenis kelamin dan konsumsi buah dan sayur Konsumsi buah dan sayur Laki Perempuan Total

n % n % n %

Konsumsi buah (rata-rata±SD, porsi/hari) 1.0±0.7 1.0±0.7 1.0±0.7

Baik 1 10.0 9 22.5 10 20.0

Kurang 9 90.0 31 77.5 40 80.0

Konsumsi sayur (rata-rata±SD, porsi/hari) 1.1±0.6 1.1±0.7 1.1±0.7

Baik 3 30.0 15 37.5 18 36.0

Kurang 7 70.0 25 62.5 32 64.0

(34)

17

Khomsan et al. (2006) menunjukkan bahwa di Bogor dan Indramayu, baik rumahtangga miskin maupun tidak miskin mengonsumsi buah dengan frekuensi yang hampir sama yaitu umumnya kurang dari satu kali per minggu. Sedangkan untuk rumahtangga miskin maupun tidak miskin, terdapat variasi frekuensi sayur-sayuran antara rumahtangga di Bogor dan Indramayu. Rumahtangga di Bogor terlihat memiliki frekuensi konsumsi lebih tinggi untuk semua jenis sayuran, kecuali kacang panjang. Bogor sebagai wilayah dataran tinggi menghasilkan sayuran lebih banyak dibandingkan Indramayu sebagai wilayah pantai.

Dauchet et al. (2006) dalam studinya menemukan bahwa konsumsi buah dan sayur berhubungan signifikan negatif dengan kejadian penyakit jantung kronis. Setiap kenaikan satu porsi konsumsi buah dan sayur, terdapat penurunan risiko terkena penyakit jantung kronis sebanyak 4.0%. Penelitian Mikkila et al. (2004) bahwa pola makan anak usia 3-18 tahun yang lebih banyak mengkonsumsi makanan tinggi lemak jenuh dibandingkan mengkonsumsi buah dan sayur dapat meningkat resiko penyakit kardiovaskuler dikemudian hari. Secara statistik menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara konsumsi buah dan sayur siswa laki-laki dan perempuan (p>0.05).

Sebaran siswa berdasarkan jenis kelamin dan jenis buah dan sayur yang paling sering dikonsumsi dapat dilihat pada Tabel 6. Jenis buah dan sayur yang paling sering dikonsumsi oleh siswa adalah buah apel (20.0%) dan sayur bayam (26.0%). Kelompok buah yang disukai yaitu buah apel diduga karena segar, manis, dan warna menarik. Pada anak usia sekolah menengah pertama di Bogor ini menemukan bahwa sayur bayam merupakan sayur yang paling disukai karena alasan rasanya yang enak dan banyak mengandung zat besi.

Tabel 6 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan jenis buah dan sayur yang paling sering dikonsumsi

Jenis buah dan sayur Laki Perempuan Total

n % n % n %

Jenis buah

Apel 2 20.0 8 20.0 10 20.0

Pisang 1 10.0 7 17.5 8 16.0

Jeruk 0 0.0 7 17.5 7 14.0

Mangga 1 10.0 4 10.0 5 10.0

Melon 2 20.0 2 5.0 4 8.0

Nanas 0 0.0 3 7.5 3 6.0

Jambu manis 2 20.0 1 2.5 3 6.0

Pepaya 1 10.0 1 2.5 2 4.0

Anggur 0 0.0 2 5.0 2 4.0

Alpukat 1 10.0 0 0.0 1 2.0

Kelengkeng 0 0.0 1 2.5 1 2.0

Jambu Biji 0 0.0 1 2.5 1 2.0

Rambutan 0 0.0 1 2.5 1 2.0

Pir 0 0.0 1 2.5 1 2.0

(35)

18

Tabel 6 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan jenis buah dan sayur yang paling sering dikonsumsi (lanjutan)

Jenis buah dan sayur Laki Perempuan Total

n % n % n %

Jenis sayur

Bayam 2 20.0 11 27.5 13 26.0

Kangkung 0 0.0 13 32.5 13 26.0

Wortel 1 10.0 8 20.0 9 18.0

Kentang 0 0.0 3 7.5 3 6.0

Brokoli 2 20.0 1 2.5 3 6.0

Daun singkong 0 0.0 2 5.0 2 4.0

Ketimun 2 20.0 0 0.0 2 4.0

Jagung muda 1 10.0 0 0.0 1 2.0

Tomat 1 10.0 0 0.0 1 2.0

Buncis 1 10.0 0 0.0 1 2.0

Toge 0 0.0 1 2.5 1 2.0

Sawi 0 0.0 1 2.5 1 2.0

Sebaran siswa berdasarkan jenis kelamin dan pengolahan buah dan sayur yang paling sering dikonsumsi dapat dilihat pada Tabel 7. Pengolahan buah dan sayur yang paling sering dikonsumsi adalah dalam bentuk buah segar (76.0%) dan sayur adalah ditumis (52.0%). Alasan pemilihan pengolahan buah dengan cara langsung dimakan atau dalam keadaan buah segar antara lain karena lebih segar, enak dan lebih banyak mengandung vitamin dibandingkan dengan pengolahan lainnya. Mengonsumsi buah dalam bentuk jus juga bisa memberikan manfaat yang lebih optimal bagi tubuh karena mudah dicerna oleh tubuh. Pemilihan pengolahan sayur dengan cara ditumis antara lain karena lebih enak, gurih dan lezat dibandingkan pengolahan sayur lainnya. Pengolahan sayuran dengan minyak (ditumis atau disantan merupakan cara yang paling baik apabila sayuran tersebut digunakan sebagai sumber vitamin A.

Tabel 7 Sebaran siswa berdasarkan jenis kelamin dan pengolahan buah dan sayur yang paling sering dikonsumsi

Pengolahan buah dan sayur Laki Perempuan Total

n % n % n %

Pengolahan buah

Buah segar 6 60.0 32 80.0 38 76.0

Jus 4 40.0 5 12.5 9 18.0

Rujak 0 0.0 3 7.5 3 6.0

Pengolahan sayur

Ditumis 3 30.0 23 57.5 26 52.0

Direbus 2 20.0 17 42.5 19 38.0

Sayur segar (lalapan) 4 40.0 0 0.0 4 8.0

(36)

19

Ketersediaan Buah dan Sayur

Sebaran siswa berdasarkan jenis kelamin dan ketersediaan buah dan sayur di rumah dapat dilihat pada Tabel 8. Berdasarkan data yang diperoleh, tidak terdapat data ketersediaan buah dan sayur di sekolah SMP Negeri 8 Bogor. Hasil survei menunjukkan sekolah tersebut tidak menyediakan kantin dan makanan yang berupa buah-buahan maupun sayur-sayuran, tetapi cenderung memiliki banyak jajanan di luar sekolah. Oleh karena itu, data yang digunakan pada penelitian ini adalah ketersediaan buah dan sayur berdasarkan ketersediaan di rumah. Sebagian besar siswa memiliki ketersediaan buah (50.0%) dan sayur (62.0%) di rumah positif artinya tersedia buah dan sayur di rumah.

Tabel 8 Sebaran siswa berdasarkan jenis kelamin dan ketersediaan buah dan sayur di rumah

Ketersediaan buah dan sayur di rumah Laki Perempuan Total

n % n % n %

Ketersediaan buah

Positif 6 60.0 19 47.5 25 50.0

Negatif 4 40.0 21 52.5 25 50.0

Ketersediaan sayur

Positif 7 70.0 24 60.0 31 62.0

Negatif 3 30.0 16 40.0 19 38.0

Sebagian besar anak usia 11-12 tahun di sembilan negara di Eropa memiliki ketersediaan buah dan sayur yang cukup di rumah setiap hari. Namun, sayangnya hal tersebut tidak didukung dengan ketersediaan buah dan sayur di sekitar rumah dan sekolahnya. Hanya seperempat anak yang mengatakan terdapat ketersediaan buah dan sayur di sekitar rumah dan sekolahnya (Sandvik et al. 2005). Ketersediaan buah dan sayur terutama di rumah dapat menjadi faktor yang berpengaruh paling besar dalam mencapai tingkat konsumsi buah dan sayur pada anak usia sekolah. Tingginya ketersediaan dan keterjangkauan buah dan sayur terutama di rumah dapat meningkatkan konsumsi buah dan sayur pada anak usia sekolah (Sylvestre 2003).

(37)

20

Kebiasaan Orang Tua

Sebaran siswa berdasarkan jenis kelamin dan kebiasaan orang tua mengonsumsi buah dan sayur dapat dilihat pada Tabel 9. Berdasarkan data yang diperoleh, bahwa sebagian besar (60.0%) orang tua siswa memiliki kebiasaan mengonsumsi buah dan sayur negatif. Kebiasaan orang tua negatif artinya orang tua tidak memiliki kebiasaan baik dalam mengonsumsi buah dan sayur. Annisa (2014) bahwa sebagian besar ibu di kabupaten dan kota selalu mencontohkan untuk mengonsumsi buah dan sayur kepada anaknya.

Tabel 9 Sebaran siswa berdasarkan jenis kelamin dan kebiasaan orang tua mengonsumsi buah dan sayur

Konsumsi buah dan sayur pada anak berhubungan positif dengan kebiasaan orang tua mengonsumsi buah dan sayur terutama kebiasaan ibu dimana ibu sebagai individu utama yang harus selalu memperhatikan kebutuhan makanan di rumah (Blanchette dan Brug 2005). Orang tua sebagai panutan dapat memberikan kepercayaan diri dan keyakinan anak untuk mengonsumsi buah dan sayur. Semakin sering orang tua mengonsumsi buah dan sayur maka semakin tinggi tingkat konsumsi buah dan sayur pada anak (Kristjansdottir et al. 2006). Orang tua yang memiliki kebiasaan mengonsumsi buah dan sayur yang positif akan memberikan dampak positif pula pada kesukaan anak dan ketersediaan buah dan sayur di rumah. Semakin tinggi kebiasaan orang tua mengonsumsi buah dan sayur maka kesukaan dan ketersediaan buah dan sayur di rumah pun juga meningkat (Pearson et al. 2008).

(38)

21

Kebiasaan Sarapan

Kebiasaan sarapan terbentuk oleh keluarga. Orang tualah yang membiasakan anak untuk sarapan sehingga anak merasa bahwa sarapan adalah kebiasaan yang harus dilakukan.

Frekuensi Sarapan

Frekuensi sarapan siswa dalam satu minggu berkisar antara nol (tidak pernah sarapan) sampai dengan tujuh kali. Sebaran siswa berdasarkan jenis kelamin dan frekuensi sarapan dapat dilihat pada Tabel 10. Lebih dari separuh siswa (88%) memiliki frekuensi sering sarapan. Siswa laki-laki lebih sering sarapan dibandingkan perempuan. Namun, sebanyak 5.0% siswa perempuan tidak pernah melakukan sarapan dan hal ini tidak terdapat pada siswa laki-laki.

Tabel 10 Sebaran siswa berdasarkan jenis kelamin dan frekuensi sarapan

Frekuensi sarapan Laki Perempuan Total

n % n % n %

Tidak Pernah (0 kali/minggu) 0 0.0 2 5.0 2 4.0 Jarang (<4 kali/minggu) 1 10.0 3 7.5 4 8.0

Sering (≥4 kali/minggu) 9 90.0 35 87.5 44 88.0

Rata-rata±SD, kali/minggu 6.5±1.3 6.2±1.9

Kecenderungan remaja perempuan untuk meninggalkan sarapan lebih besar daripada remaja laki-laki diduga berhubungan dengan adanya body image. Hampir 70% remaja perempuan yang diteliti berkeinginan untuk menurunkan berat badan karena menganggap dirinya gemuk dan sekitar 59.0% remaja laki-laki menginginkan tubuh yang lebih berisi karena menganggap dirinya terlalu kurus (Khomsan 2002). Menurut Kral et al. (2011) ketika seseorang tidak melakukan sarapan pagi, tingkat konsumsi kalorinya lebih rendah 362 kalori dibandingkan dengan seseorang yang melakukan sarapan pagi, anak yang tidak terbiasa melakukan sarapan pagi akan berisiko mengalami hipoglikemia dan akan cenderung mengonsumsi jajanan di sekolah yang mengandung bahan tambahan pangan yang berbahaya. Kadar glukosa darah akan berpengaruh terhadap peningkatan produktifitas dan kondisi aktivitasnya.

(39)

22

Waktu Sarapan

Sebaran siswa berdasarkan jenis kelamin dan waktu sarapan dapat dilihat pada Tabel 11. Sebagian besar (70.9%) siswa lebih banyak melakukan sarapan pukul 06.00-07.00. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Darmayanti (2010) lebih dari 90.0% siswa biasanya melakukan sarapan pada pukul 06.00-07.00 di rumah, sedangkan siswa yang melakukan sarapan pada pukul 06.00- 07.00-10.00 umumnya melakukan sarapan di sekolah pada waktu istirahat.

Tabel 11 Sebaran siswa berdasarkan jenis kelamin dan waktu sarapan

Waktu sarapan Laki Perempuan Total

n % n % n %

05.00-06.00 0 0.0 41 16.5 41 13.1

06.00-07.00 59 90.8 163 65.7 222 70.9

07.00-10.00 6 9.2 44 17.7 50 16.0

Sarapan dapat dilakukan antara pukul 06.00-08.00, namun waktu ini bukan acuan keharusan. Sebagai bagian dari pola makan, sarapan dapat disesuaikan dengan ritme dimulainya aktivitas pagi hari (Khomsan 2002). Menurut Martianto (2006), sarapan dilakukan teratur setiap hari pukul 06.00-09.00.

Tempat Sarapan

Sebaran siswa berdasarkan jenis kelamin dan tempat sarapan dapat dilihat pada Tabel 12. Sebagian besar siswa laki-laki (100,0%) dan perempuan (98,4%) melakukan sarapan di rumah. Berdasarkan penelitian Darmayanti (2010) bahwa tempat siswa melakukan sarapan biasanya berhubungan dengan jarak antara rumah siswa dan lokasi sekolah.

Tabel 12 Sebaran siswa berdasarkan jenis kelamin dan tempat sarapan

Tempat sarapan Laki Perempuan Total

n % n % n %

Rumah 65 100.0 244 98.4 309 98.7

Sekolah 0 0.0 4 1.6 4 1.3

Perjalanan 0 0.0 0 0.0 0 0.0

Lainnya 0 0.0 0 0.0 0 0.0

Jarak rumah dan sekolah yang tidak terlalu jauh memungkinkan siswa untuk sarapan di rumah, sedangkan jarak rumah ke sekolah yang jauh membuat siswa lebih sering melakukan sarapan di perjalanan ataupun di sekolah. Namun hal tersebut tidak menutup kemungkinan untuk tetap melakukan sarapan di rumah hanya waktu sarapan menjadi lebih pagi.

Cara Memperoleh Sarapan

(40)

23

Tabel 13 Sebaran siswa berdasarkan jenis kelamin dan cara memperoleh sarapan Cara memperoleh sarapan Laki Perempuan Total

n % n % n %

Memasak 111 74.0 431 72.8 542 73.0

Pembelian 39 26.0 151 25.5 190 26.0

Pemberian 0 0.0 10 1.7 10 1.0

Jenis Makanan Sarapan

Sebaran siswa berdasarkan jenis kelamin dan jenis makanan sarapan dapat dilihat pada Tabel 14. Makanan pokok dan hewani merupakan makanan sarapan yang banyak dikonsumsi oleh siswa laki-laki (71.9%) dan perempuan (67.9%). Makanan pokok dan hewani yang dimaksud pada penelitian ini adalah nasi dan lauk-pauk. Hal ini sejalan dengan penelitian Faridi (2002) bahwa sebagian besar siswa SD (38%) mengonsumsi nasi dan lauk-pauk.

Tabel 14 Sebaran siswa berdasarkan jenis kelamin dan jenis makanan sarapan Jenis makanan sarapan Laki Perempuan Total

n % n % n %

Makanan pokok 4 6.25 9 3.61 13 4.2

Makanan pokok & hewani 46 71.9 169 67.9 215 68.7 Makanan pokok & nabati 0 0.0 9 3.61 9 2.9 Makanan pokok, hewani & nabati 2 3.1 14 5.62 16 5.1 Makanan pokok, hewani, nabati & sayuran 2 3.1 37 14.9 39 12.5 Makanan pokok, nabati & sayuran 8 12.5 9 3.61 17 5.4 Makanan pokok, hewani, nabati, sayuran &

jajanan

0 0.0 0 0.0 0 0.0

Makanan jajanan 2 3.1 2 0.8 4 1.3

Sebagian besar siswa lebih banyak mengonsumsi pangan sumber karbohidrat seperti nasi, bihun, mie, roti, bubur ayam, dan lain-lain tanpa disertai makanan sumber vitamin dan mineral. Selain itu konsumsi pangan sumber protein hewani yang banyak dikonsumsi seperti ikan, telur, ayam, nugget, sedangkan sumber protein nabati pada saat tempe, dan tahu. Jenis makanan sarapan berupa makanan pokok dan hewani belum mencukupi 25% dari total kalori per hari, sehingga konsumsinya dengan makanan sarapan yang lain. Susu dan teh manis dapat dijadikan sebagai minuman pada saat sarapan karena mengandung energi dan zat gizi yang cukup lengkap. Namun untuk mencukupi 25% dari total kalori per hari maka konsumsinya harus dikombinasikan dengan makanan sarapan lain seperti biskuit, sandwich, roti dan sebagainya.

(41)

24

Status Gizi

Sebaran siswa berdasarkan jenis kelamin dan status gizi (IMT/U) dapat dilihat pada Tabel 15. Sebagian besar (60.0%) status gizi siswa berada pada kategori normal. Status gizi gemuk lebih banyak pada siswi perempuan dibandingkan siswa laki-laki.

Tabel 15 Sebaran siswa berdasarkan jenis kelamin dan status gizi (IMT/U)

Status gizi Laki Perempuan Total

n % n % n %

Kurus 2 20.0 4 10.0 6 12.0

Normal 7 70.0 23 57.5 30 60.0

Gemuk 1 10.0 13 32.5 14 28.0

Rata-rata±SD, persentil IMT/U 20.9±5.3 17.9±3.3

Hal ini sejalan dengan penelitian Nasar dalam Hidayah et al. (2007) yang menyatakan bahwa kasus obesitas pada remaja lebih banyak ditemukan pada wanita (10.2%) dibandingkan pada laki-laki. Hal ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Gutierrez-Fisac et al. (2004) dan Janghorbani et al. (2007) yang menyatakan bahwa prevalensi obesitas lebih tinggi pada perempuan dibandingkan dengan laki-laki karena adanya perbedaan tingkat aktivitas fisik dan asupan energi pada laki-laki dan perempuan. Weiss et al. (2007) peningkatan IMT (status gizi) berhubungan dengan penurunan aktivitas fisik jangka panjang, dimana antara IMT dan aktivitas fisik memiliki hubungan yang saling mempengaruhi. Secara statistik menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara status gizi siswa laki-laki dan perempuan (p>0.05).

Uji Korelasi antar Variabel

Hubungan antara Karakteristik Individu dan Keluarga dengan Kebiasaan Sarapan

Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan (p>0.05) dan positif antara uang saku dengan kebiasaan sarapan siswa. Hal ini diasumsikan sebagian besar siswa tidak mengalokasikan uang sakunya untuk membeli makanan berjenis sarapan. Menurut Suci (2011), pengeluaran uang saku yang lebih banyak tidak menjamin keberagaman pola makan yang baik, faktor pribadi dan kesukaanlah yang mempengaruhi jumlah dan jenis yang dikonsumsi. Hal ini sejalan dengan penelitian Fitriana (2011) yang menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara uang saku dengan kebiasaan sarapan siswa.

(42)

25

Terdapat hubungan yang tidak signifikan (p>0.05) dan positif antara pekerjaan ibu dengan kebiasaan sarapan siswa. Hal ini menunjukkan bahwa pekerjaan ibu tidak berpengaruh terhadap kebiasaan sarapan siswa. Hal ini sejalan dengan penelitian Darmayanti (2010) bahwa tidak terdapat hubungan antara pekerjaan ibu dengan kebiasaan sarapan. Namun tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan Rohayati (2001) pada anak sekolah di provinsi NTT, diketahui bahwa pekerjaan ibu mempengaruhi kebiasaan sarapan anak. Ibu sangat berperan dalam membentuk kebiasaan sarapan seorang anak karena ibu terlibat langsung dalam penyediaan makanan rumah tangga. Hasil yang berbeda diduga disebabkan karena walaupun ibu bekerja dan tidak bekerja dapat menyiapkan sarapan bagi keluarganya, namun anak tetap dapat melakukan sarapan dengan membeli baik itu di perjalanan ataupun di kantin sekolah.

Pendapatan per kapita menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan (p<0.05) dan positif dengan kebiasaan sarapan siswa. Pernyataan ini menunjukkan bahwa semakin besar pendapatan orang tua atau semakin baik keadaan ekonomi suatu keluarga maka kebiasaan sarapan semakin baik pula. Hal ini terkait dengan kemampuan keluarga dalam menyediakan makanan sarapan. Penelitan ini sejalan dengan Darmayanti (2010) bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pendapatan per kapita dengan kebiasaan sarapan. Menurut Khomsan et al. (2008), meningkatnya status ekonomi maka pengeluaran bahan pangan akan meningkat.

Terdapat hubungan yang tidak signifikan (p>0.05) dan negatif antara besar keluarga dengan kebiasaan sarapan siswa. Hal ini menunjukkan bahwa besar keluarga tidak mempengaruhi kebiasaan sarapan pada siswa, tetapi terdapat faktor lain yang mempengaruhi kebiasaan sarapan. Penelitian ini tidak sejalan dengan Darmayanti (2010) bahwa terdapat hubungan antara besar keluarga dengan kebiasaan sarapan. Semakin besar keluarga maka semakin kecil peluang terpenuhinya kebutuhan individu.

Hubungan antara Karakteristik Individu dan Keluarga, Ketersediaan Buah dan Sayur, dan Kebiasaan Orang Tua dengan Konsumsi Buah dan Sayur

Hasil uji korelasi Spearman, tidak terdapat hubungan yang signifikan (p>0.05) antara uang saku dengan konsumsi buah dan sayur siswa. Hal ini diasumsikan sebagian besar siswa tidak mengalokasikan uang sakunya untuk membeli makanan berjenis buah dan sayur. Menurut Suci (2011), pengeluaran uang saku yang lebih banyak tidak menjamin keberagaman pola makan yang baik, faktor pribadi dan kesukaanlah yang mempengaruhi jumlah dan jenis yang dikonsumsi.

(43)

26

Pekerjaan ibu menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan (p>0.05) dengan konsumsi buah dan sayur siswa. Hal ini berarti konsumsi buah dan sayur tidak terlalu dipengaruhi oleh status pekerjaan dan diduga terdapat faktor lain yang berhubungan dengan konsumsi buah dan sayur. Hasil ini sejalan dengan Wulansari (2009) yang menemukan bahwa tidak terdapat hubungan antara pekerjaan orang tua dengan konsumsi buah dan sayur. Namun tidak sejalan dengan penelitian Rita (2002), ditemukan bahwa pekerjaan berpengaruh secara signifikan terhadap perilaku konsumsi individu, karena jenis pekerjaan akan berpengaruh langsung terhadap jumlah pendapatan yang akan diterima seseorang.

Terdapat hubungan yang signifikan (p<0.05) antara pendapatan keluarga per kapita dengan konsumsi buah siswa. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi pendapatan keluarga maka akan tinggi konsumsi buah pada keluarga dan sebaliknya. Hal ini sejalan dengan penelitian Riediger et al. (2007) yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan signifikan antara pendapatan orang tua dengan konsumsi buah. Pendapatan keluarga tidak berhubungan (p>0.05) dengan konsumsi sayur siswa. Hal ini diduga karena harga sayuran yang relatif lebih terjangkau di kalangan masyarakat. Menurut Berg (1986) penambahan pendapatan tidak selalu membawa perbaikan pada pola konsumsi pangan, karena walaupun banyak pengeluaran untuk pangan belum tentu kualitas dan kuantitas makanan yang dibeli menjadi lebih baik. Hal ini sejalan dengan Wulansari (2009) dan Attorp et al. (2014) yang menemukan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pendapatan orang tua dengan konsumsi sayur. Menurut Hartoyo (1997) dalam Bahria (2009) bahwa secara ekonomi, buah termasuk ke dalam kategori barang normal dengan nilai elastisitas pengeluaran (pendapatan) bertanda positif. Hal ini berarti bahwa, pendapatan yang meningkat maka pengeluaran untuk konsumsi buah akan meningkat. Sebaliknya konsumsi sayuran tidak berpengaruh terhadap pendapatan karena harga sayuran yang relatif terjangkau di kalangan masyarakat dengan ekonomi miskin maupun kaya.

Besar keluarga menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan (p>0.05) dengan konsumsi buah dan sayur siswa. Hal ini menunjukkan bahwa besarnya keluarga tidak mempengaruhi konsumsi buah dan sayur pada keluarga, tetapi terdapat faktor lain yang mempengaruhi konsumsi buah dan sayur seperti faktor ketersediaan pangan. Remaja yang memiliki jumlah anggota keluarga kecil, namun jika ketersediaan buah dan sayur tidak mencukupi, maka mereka akan tetap kekurangan dalam mengonsumsi buah dan sayur (Bahria 2009). Hasil sejalan dengan penelitian Rasmussen et al. (2006), Pratiwi (2006), dan Wulansari (2009) menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara keluarga kecil maupun besar terhadap perilaku konsumsi buah dan sayur pada anak. Menurut Sediaoetama (2004), pengaturan pengeluaran untuk pangan sehari-hari akan lebih sulit jika jumlah anggota keluarga banyak. Hal ini menyebabkan kualitas dan kuantitas pangan yang dikonsumsi anggota keluarga tidak mencukupi kebutuhan.

(44)

27

dan juga berdampak kecil terhadap kecenderungan dalam mengonsumsi buah dan sayur. Hal ini tidak sejalan dengan Andika (2014), bahwa terdapat hubungan signifikan antara ketersediaan buah di rumah, kecuali ketersediaan sayur di rumah dengan tingkat konsumsi buah pada anak. Menurut Sylvestre (2003) bahwa ketersediaan buah dan sayur terutama di rumah dapat menjadi faktor yang berpengaruh paling besar dalam mencapai tingkat konsumsi buah dan sayur pada anak usia sekolah. Tingginya ketersediaan dan keterjangkauan buah dan sayur terutama di rumah dapat meningkatkan konsumsi buah dan sayur pada anak usia sekolah.

Kebiasaan orang tua mengonsumsi buah dan sayur tidak terdapat hubungan yang signifikan (p>0.05) dengan konsumsi buah dan sayur siswa. Hal ini diduga bahwa kebiasaan orang tua mengonsumsi buah dan sayur baik belum tentu di ikuti oleh anak karena diduga disebabkan oleh faktor konsumsi buah dan sayur yang

Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan (p>0.05) dan negatif antara kebiasaan sarapan dengan status gizi siswa. Hal ini berarti terdapat kecenderungan dimana siswa yang memiliki kebiasaan sarapan yang baik belum tentu memiliki status gizi yang baik. Menurut Riyadi (2003) status gizi dipengaruhi oleh faktor langsung seperti intake makanan dan status kesehatan. Kedua faktor tersebut saling tergantung satu sama lainnya. Melakukan sarapan secara teratur belum tentu meningkatkan status gizi seseorang karena makanan sarapan hanya mengandung 25% dari kebutuhan total energi harian apabila mengandung semua unsur gizi yang dibutuhkan oleh tubuh.

Terdapat hubungan yang tidak signifikan (p>0.05) antara konsumsi buah dan sayur dengan status gizi siswa. Kecenderungan yang tampak dari hasil uji hubungan tersebut adalah berbanding terbalik meskipun tidak signifikan, dimana semakin tinggi konsumsi buah dan sayur maka semakin rendah status gizinya. Penilaian status gizi bertujuan untuk identifikasi ketidakseimbangan intake dan kebutuhan dari berbagai zat gizi, sehingga konsumsi buah dan sayur saja belum dapat menggambarkan status gizi seseorang (Khomsan et al. 2004).

Gambar

Gambar 1  Bagan  kerangka  pemikiran  kebiasaan  sarapan,  konsumsi  buah  dan sayur, dan status gizi
Tabel 1  Jenis, sumber dan cara pengumpulan data
Tabel 2  Pengkategorian variabel penelitian
Tabel 2  Pengkategorian variabel penelitian (lanjutan)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Data primer diperoleh dengan pengisian kuesioner berupa karakteristik contoh ( jenis kelamin, usia, uang saku dan agama), karakteristik keluarga contoh (pendidikan orangtua,

Data primer yang dikumpulkan antara lain: data karakteristik umum responden (meliputi usia, uang saku, pendidikan, pekerjaan dan pendapatan orang tua), prestasi belajar

Data primer meliputi karakteristik individu (usia, jenis kelamin, dan uang saku), karakteristik keluarga (tingkat pendidikan orangtua, pekerjaan orangtua,

Penyebaran kuesioner dilakukan dengan cara wawancara kuesioner langsung yang dilakukan dengan orang tua anak autis yang meliputi (1) karakteristik subjek (usia dan jenis

Analisis deskriptif dilakukan pada karakteristik contoh (usia, jenis kelamin, dan besar uang jajan), karakteristik sosial ekonomi keluarga (tingkat pendidikan orang tua,

Data primer meliputi karakteristik keluarga dan individu contoh (umur, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, dan besar keluarga), karakteristik balita ( jenis kelamin

Data primer diperoleh dengan pengisian kuesioner berupa karakteristik contoh (usia, jenis kelamin dan uang saku), karakteristik keluarga (jumlah anggota keluarga, pekerjaan

Uji korelasi Spear- man dilakukan untuk menguji hubungan antara karakteristik individu (usia dan uang saku), sosial ekonomi keluarga (pendidikan, pendapatan, dan besar