• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kebiasaan jajan, aktifitas fisik, status gizi dan kesehatan serta hubungannya dengan prestasi belajar siswa Sekolah Dasar di Kota Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kebiasaan jajan, aktifitas fisik, status gizi dan kesehatan serta hubungannya dengan prestasi belajar siswa Sekolah Dasar di Kota Bogor"

Copied!
132
0
0

Teks penuh

(1)

KEBIASAAN JAJAN, AKTIVITAS FISIK, STATUS GIZI

DAN KESEHATAN SERTA HUBUNGANNYA

DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA

SEKOLAH DASAR DI KOTA BOGOR

MAWI RIZKI UMARDANI

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

(2)

ABSTRACT

MAWI RIZKI UMARDANI. Eating Snack Habit, Physical Activity, Nutritional and Health Status and The Correlation with Academic Achievement of Elementary School in Bogor. Under Direction of SITI MADANIJAH and DADANG SUKANDAR.

The objective of this research was to study to eat snack foods habit, physical activity, nutritional and health status and the correlation with academic achievement of elementary student in Bogor. Design of the research is survey method with technique of an interview in November 2010 at SDN Babakan Bogor. The sample size of the research is 20 students of fouth and 20 students of fifth grade.

The results of the research are most of elementary students (male and female) consumsed 3-4 snacks a day. Overall food consumption male is less diverse than female students. Contribution of energy, protein and fat snack toward total intake male 27,3%; 17,8% and 25,9% was lower than female students 36,4%; 20,9% and 37,7%. Contribution of vitamin A, vitamin C and iron snack toward total intake male 21,5%; 54,0% and 23,3% was lower than female students 24,2%; 74,4% and 38,5%. Physical activity level (PAL) of male and female students sedentary and under sedentary category. Energy expenditure male was higher than female students. Most nutritional status students were normal category. Disease that affects many students over the last month were suffered influenza, cough and fever, most morbidity of students on moderate category. Most academic achievement students included insufficient and sufficient category. Pearson Correlation Test show that pocket money has significant correlation (p<0,001; r=0,710) with the purchased snack. Energy adequacy level and morbidity (p<0,05) is the most influential variables in the nutritional status of students. Achievement has no correlation with nutritional and health status.

(3)

RINGKASAN

MAWI RIZKI UMARDANI. Kebiasaan Jajan, Aktifitas Fisik, Status Gizi dan Kesehatan serta Hubungannya dengan Prestasi Belajar Siswa Sekolah Dasar di Kota Bogor. Dibawah bimbingan Siti Madanijah dan Dadang Sukandar.

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mempelajari kebiasaan jajan, aktivitas fisik, status gizi dan kesehatan serta hubungannya dengan prestasi belajar siswa Sekolah Dasar di Kota Bogor. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah 1) menganalisis karakteristik siswa laki-laki dan perempuan, 2) menganalisis kebiasaan jajan siswa laki-laki dan perempuan, 3) menganalisis konsumsi pangan siswa laki-laki dan perempuan, 4) menganalisis aktivitas fisik siswa laki-laki dan perempuan, 5) menganalisis status kesehatan siswa laki-laki dan perempuan, 6) menganalisis status gizi siswa laki-laki dan perempuan, 7) menganalisis prestasi belajar siswa laki-laki dan perempuan, 8) menganalisis hubungan konsumsi pangan, aktifitas fisik dan status kesehatan dengan status gizi siswa, 9) menganalisis hubungan prestasi belajar dengan status gizi dan kesehatan siswa.

Penelitian ini menggunakan desain metode survei dengan teknik wawancara yang dilaksanakan pada bulan November 2010 di SDN Babakan, Kota Bogor. Contoh adalah siswa kelas 4 dan kelas 5 yang berjumlah 40 orang dan diambil secara acak sederhana tanpa pemulihan dengan bantuan kalkulator. Data yang dikumpulkan berupa data primer dan sekunder. Data primer yang dikumpulkan meliputi karakteristik siswa (usia, jenis kelamin, dan besar uang saku), kebiasaan jajan (jenis, jumlah makanan jajanan, frekuensi, alasan membeli dan waktu jajan), konsumsi pangan dan aktifitas fisik yang dilakukan dua kali pada hari sekolah dan hari libur, status gizi, serta status kesehatan (riwayat sakit). Data sekunder yang dikumpulkan meliputi keadaan umum sekolah dan prestasi belajar.

Proses pengolahan data meliputi editing, coding, entri dan analisis data. Data dientri menggunakan Microsoft Excel 2010 dan dianalisis dengan SPSS 16.0 for windows. Analisis data menggunakan uji korelasi Pearson, uji beda t-test

dan regresi linear berganda.

Contoh adalah siswa SD Kelas 4 dan Kelas 5 yang berjenis kelamin laki dan perempuan yang berumur 9 sampai 11 tahun. Rata-rata uang saku laki-laki (Rp 3111 ± 1323) lebih rendah dibandingkan siswa perempuan (Rp 3772 ± 1151).

Sebagian besar siswa (70,0%) membeli makanan sepinggan 2-3 jenis per minggu. Hampir 100% siswa membeli makanan camilan empat jenis atau lebih dalam seminggu. Hampir 100% siswa membeli minuman 2-5 jenis per minggu. Makanan sepinggan yang sering dikonsumsi siswa adalah olahan beras dan olahan mie serta bihun. Makanan camilan yang biasa dikonsumsi siswa adalah produk ekstruksi. Minuman yang sering dikonsumsi siswa adalah minuman kemasan (cair). Frekuensi jajan siswa laki-laki dan perempuan lebih banyak di kantin daripada di luar kantin sekolah. Lebih dari separuh siswa laki-laki dan perempuan membeli 3-4 jenis jajanan per hari. Lebih dari 70,0% siswa laki-laki dan perempuan beralasan suka jajan karena rasa enak dan harga murah. Semua siswa jajan pada saat istirahat sekolah. Hasil uji korelasi Pearson

(4)

bervariasi, yang hanya terdiri dari singkong dan kentang. Konsumsi susu siswa masih relatif rendah. Variasi konsumsi buah/biji berminyak, minyak dan lemak, gula dan hasil olahannya paling rendah dibandingkan dengan semua golongan. Tempe dan tahu dari golongan pangan kacang-kacangan yang paling dominan dikonsumsi siswa. Konsumsi buah kurang bervariasi daripada sayur. Golongan pangan lainnya banyak didominasi oleh minuman kemasan.

Konsumsi energi dan zat gizi pada siswa laki-laki lebih tinggi dibandingkan perempuan. Konsumsi energi dan protein siswa. berkisar antara 828-2043 Kal dan 22,2-57,0 g. Konsumsi lemak siswa berkisar antara 24,0-90,4 g. Konsumsi vitamin A dan vitamin C siswa berkisar antara 27,0-1571,3 SI dan 2,8-42,2 mg. Konsumsi zat besi siswa berkisar antara 3,2-30,9 mg. Terdapat perbedaan yang signifikan (p<0,05) konsumsi protein, lemak, vitamin C dan zat besi siswa laki-laki dan perempuan.

Sebagian besar siswa laki-laki dan perempuan tingkat kecukupan energi, protein dan lemak termasuk dalam kategori defisit (berat, sedang dan ringan) terutama siswa perempuan masih banyak yang mengalami defisit tingkat berat energi. Lebih dari 70,0% siswa tingkat kecukupan vitamin A termasuk pada kategori cukup. Hampir 100% siswa kekurangan vitamin C. Lebih dari 50,0% siswa perempuan kekurangan zat besi. Terdapat perbedaan yang nyata (p=0,029) tingkat kecukupan protein siswa laki-laki dan perempuan.

Kontribusi energi, protein dan lemak makanan jajanan terhadap konsumsi total siswa laki-laki sebesar 27,3%; 17,8% dan 25,9% lebih rendah dibandingkan dengan siswa perempuan yaitu 36,4%; 20,9% dan 37,7%. Secara keseluruhan kontribusi vitamin A, vitamin C dan zat besi makanan jajanan terhadap konsumsi total siswa laki-laki sebesar 21,5%; 54,0% dan 23,3% lebih rendah dibandingkan siswa perempuan sebanyak 24,2%; 74,4% dan 38,5%.

Tingkat aktifitas fisik dan pengeluaran energi siswa laki-laki lebih tinggi dibandingkan perempuan. Ada perbedaan yang nyata (p=0,004) tingkat aktifitas fisik laki-laki dan perempuan. Namun tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p=0,488) antara pengeluaran energi laki-laki dan perempuan.

Sebagian besar siswa laki-laki dan perempuan memiliki status gizi normal. Penyakit yang banyak diderita siswa selama satu bulan terakhir adalah ISPA (panas, pilek dan batuk). Sebagian besar siswa tingkat morbiditasnya sedang. Hasil uji regresi linear variabel yang paling berpengaruh terhadap status gizi adalah tingkat kecukupan energi dan morbiditas (p<0,05). Rata-rata prestasi belajar siswa (laki-laki dan perempuan) termasuk pada kategori cukup. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara prestasi belajar siswa dengan status gizi (p=0,879; r=0,025) dan kesehatan (p=0,532; r=0,102).

(5)

KEBIASAAN JAJAN, AKTIVITAS FISIK, STATUS GIZI

DAN KESEHATAN SERTA HUBUNGANNYA

DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA

SEKOLAH DASAR DI KOTA BOGOR

MAWI RIZKI UMARDANI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat

Fakultas Ekologi Manusia IPB

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

(6)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Kebiasaan Jajan, Aktivitas Fisik, Status Gizi dan Kesehatan serta Hubungannya dengan Prestasi Belajar Siswa Sekolah Dasar di Kota Bogor

Nama : Mawi Rizki Umardani NRP : I 14086005

Menyetujui,

Pembimbing 1 Pembimbing 2

Prof. Dr. Ir. Siti Madanijah, MS Prof. Dr. Ir. Dadang Sukandar, M.Sc NIP. 19491130 197603 2 001 NIP. 19590725 198609 1 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Gizi Masyarakat

Dr. Ir. Budi Setiawan. Ms NIP. 196212181987031001

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT karena atas karunia-Nya sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Kebiasaan Jajan, Aktivitas Fisik, Status Gizi dan Kesehatan serta Hubungannya dengan Prestasi Belajar Siswa Sekolah Dasar di Kota Bogor sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi pada Program Mayor Ilmu Gizi Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Maka penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. Ir. Siti Madanijah, MS dan Prof. Dr. Ir. Dadang Sukandar, M.Sc selaku pembimbing yang dengan penuh kesabaran meluangkan waktu dan pikirannya, memberikan arahan, saran, kritikan, semangat dan dorongan untuk menyelesaikan skripsi ini.

2. Prof. Dr. drh. Clara M Kusharto, MSc selaku dosen pemandu seminar dan dosen penguji atas semua saran dan masukannya demi kesempurnaan skripsi ini.

3. Kepala Sekolah SD Negeri Babakan Kota Bogor dan guru wali kelas 4 dan kelas 5 yang telah memberi izin dan bantuan selama penelitian.

4. Bapak dan Ibu yang selalu mendoakan dan memberikan kasih sayang yang tulus. Terima kasih atas semua yang telah diberikan baik dukungan moril maupun materi selama menempuh pendidikan. Adek Rozaq yang selalu mendoakan dan memberikan semangatnya.

5. Dadang Nugraha yang selalu mendoakan dan memberikan semangat kepada penulis.

6. Teman-teman Penyelenggaraan Khusus S1 Mayor Ilmu Gizi angkatan 2 yang selalu memberikan saran, doa dan semangatnya kepada penulis. 7. Serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangan. Maka dengan segala kerendahan hati, penulis menerima kritik dan saran yang bersifat membangun demi perbaikan selanjutnya. Akhir kata, besar harapan penulis semoga skripsi ini bermanfaat bagi yang membacanya, khususnya penulis pribadi dan semua pihak pada umumnya. Amin.

(8)

RIWAYAT HIDUP

Mawi Rizki Umardani dilahirkan di Kabupaten Sragen pada tanggal 22 Desember 1986 dari pasangan Marmahdi SP dan Martini S.Pd. AUD. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Pendidikan dasarnya ditempuh di SDN 4 Sragen dan lulus pada tahun 1999. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan menengah pertamanya di SLTPN 5 Sragen, lulus tahun 2002. Pendidikan menengah atasnya ditempuh di SMAN 2 Sragen dan lulus pada tahun 2005. Kemudian pada tahun yang sama penulis diterima di Direktorat Program Diploma IPB pada Program Keahlian Manajemen Industri Jasa Makanan dan Gizi melalui jalur USMI. Tahun 2008 setelah lulus, penulis melanjutkan pendidikannya di Program Penyelanggaraan Khusus S1 Mayor Ilmu Gizi Fakultas Ekologi Manusia IPB.

Selama menjadi mahasiswa Direktorat Program Diploma IPB, penulis aktif di Dewan Perwakilan Mahasiswa Diploma (DPM J) sebagai bendahara periode 2006/2007. Selain itu penulis pernah menjadi Asisten Praktikum Mata Kuliah Dietetik Penyakit Infeksi dan Defisiensi pada semester ganjil tahun 2008 sampai 2011, Dietetik Penyakit Degeneratif pada semester genap tahun 2009 sampai 2010, Kulinari dan Gizi pada semester genap tahun 2008.

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 2

Hipotesis ... 3

Kegunaan ... 3

TINJAUAN PUSTAKA ... 4

Anak Sekolah Dasar ... 4

Kebiasaan Jajan ... 4

Aktivitas Fisik ... 7

Status Kesehatan ... 9

Status Gizi ... 10

Prestasi Belajar ... 11

KERANGKA PEMIKIRAN ... 13

METODOLOGI PENELITIAN ... 15

Desain, Tempat dan Waktu Penelitian ... 15

Teknik Penarikan Contoh ... 15

Jenis dan Cara Pengumpulan Data ... 15

Pengolahan dan Analisis Data ... 16

Definisi Operasional ... 20

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 22

Gambaran Umum Sekolah ... 22

Karakteristik Contoh ... 22

Umur dan Jenis Kelamin ... 22

Besar Uang saku ... 23

Kebiasaan Jajan ... 24

Jenis Jajanan ... 24

Makanan utama/sepinggan ... 24

Makanan camilan/snack ... 24

Minuman ... 25

(10)

Frekuensi Jajan ... 27

Alasan Membeli ... 27

Waktu Jajan ... 28

Konsumsi Pangan ... 28

Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi ... 31

Kontribusi Energi dan Zat Gizi Makanan Jajanan terhadap Konsumsi dan Tingkat Kecukupan Gizi ... 37

Aktifitas Fisik ... 39

Status Gizi dan Kesehatan ... 41

Status Gizi ... 42

Status Kesehatan ... 43

Prestasi Belajar ... 44

Hubungan Antar Variabel ... 45

Hubungan Karakteristik Siswa dengan Kebiasaan Jajan ... 45

Hubungan Konsumsi Pangan dan Status Kesehatan dengan Status Gizi Siswa ... 45

Hubungan Prestasi Belajar dengan Status Gizi dan Kesehatan Siswa ... 46

KESIMPULAN DAN SARAN ... 48

Kesimpulan ... 48

Saran ... 49

DAFTAR PUSTAKA ... 50

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1 Kategori status gizi berdasar IMT/U ... 11

2 Ukuran populasi dan contoh ... 15

3 Jenis dan cara pengumpulan data ... 16

4 Kategori variabel penelitian ... 17

5 Faktor korelasi menurut jenis kegiatan dan jenis kelamin ... 19

6 Sebaran siswa berdasarkan umur dan jenis kelamin ... 23

7 Sebaran siswa berdasarkan uang saku ... 23

8 Jenis makanan utama/sepinggan yang biasa dibeli siswa ... 24

9 Jenis makanan camilan/snack yang biasa dibeli siswa ... 25

10 Jenis minuman yang biasa dibeli siswa ... 25

11 Sebaran siswa berdasarkan jumlah jenis jajanan ... 26

12 Sebaran siswa berdasarkan jumlah jenis makanan ... 26

13 Sebaran siswa berdasarkan frekuensi jajan ... 27

14 Sebaran siswa berdasarkan alasan membeli ... 28

15 Sebaran siswa berdasarkan waktu jajan ... 28

16 Statistik konsumsi, kecukupan dan tingkat kecukupan energi, dan zat gizi siswa... 32

17 Sebaran siswa berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan energi siswa ... 34

18 Sebaran siswa berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan protein siswa ... 35

19 Sebaran siswa berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan lemak siswa ... 35

20 Sebaran siswa berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan vitamin A siswa ... 36

21 Sebaran siswa berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan vitamin C siswa ... 36

22 Sebaran siswa berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan zat Besi siswa ... 37

23 Rata-rata kontribusi energi, protein dan lemak makanan jajanan siswa ... 38

24 Rata-rata kontribusi vitamin A, vitamin C dan zat besi makanan jajanan siswa ... 39

25 Rata-rata alokasi waktu berdasarkan jenis kelamin ... 39

26 Sebaran siswa berdasarkan tingkat aktifitas fisik (PAL) ... 41

(12)

28 Sebaran siswa berdasarkan jenis penyakit yang pernah diderita ... 43

29 Sebaran siswa berdasarkan tingkat morbiditas ... 43

30 Sebaran siswa berdasarkan prestasi belajar ... 44

31 Sebaran prestasi belajar berdasarkan waktu belajar siswa ... 44

32 Hasil uji korelasi Pearson karakteristik siswa dengan kebiasaan jajan ... 45

33 Hasil uji regresi linear berganda variabel yang paling berpengaruh terhadap status gizi ... 46

(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman 1. Kerangka Pikir Kebiasaan Jajan dan Status Gizi terhadap

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1 Jumlah dan jenis pangan yang dominan dikonsumsi siswa ... 55

2 Jumlah dan jenis makanan jajanan yang dikonsumsi siswa ... 56

3 Pengeluaran energi siswa ... 58

(15)

Latar Belakang

Masa usia sekolah dasar disebut juga masa intelektual, karena keterbukaan dan keinginan anak untuk mendapat pengetahuan dan pengalaman. Pada masa ini anak memiliki sifat realistis dan selalu ingin tahu (Munandar 1995). Anak usia sekolah adalah investasi bangsa, karena mereka adalah generasi penerus bangsa. Kualitas bangsa di masa depan ditentukan kualitas anak-anak saat ini. Upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia harus dilakukan sejak dini, sistematis dan berkesinambungan. Tumbuh berkembangnya anak usia sekolah yang optimal tergantung pemberian gizi dengan kualitas dan kuantitas yang baik serta benar. Dalam masa tumbuh kembang tersebut pemberian asupan makanan pada anak tidak selalu dapat dilaksanakan dengan sempurna (Judarwanto 2010).

Kebiasaan jajan merupakan bagian dari kebiasaan makan. Menurut Suhardjo (1989) kebiasaan makan adalah suatu istilah untuk menggambarkan kebiasaan dan perilaku yang berhubungan dengan makanan dan makan, seperti tata krama makan, frekuensi makan seseorang, pola makan yang dimakan, kepercayaan tentang makanan, distribusi makanan diantara anggota keluarga, penerimaan terhadap makanan dan cara pemilihan bahan makanan yang hendak dimakan. Kebiasaan makan merupakan suatu gejala budaya dan sosial yang dapat memberi gambaran perilaku dari nilai-nilai yang dianut oleh seseorang.

Membeli makanan jajanan merupakan suatu kebiasaan (habit) yang merupakan suatu hasil belajar, yang artinya masih bisa dimodifikasi. Bagi anak, kegiatan jajan merupakan pengalaman yang menyenangkan. Kadang kala jajan untuk anak merupakan suatu bentuk perlawanan terhadap orangtua atau sebagai lambang pergaulan bersama teman-teman sebayanya. Padahal, kebiasaan jajan pada anak bisa berpengaruh terhadap gizi buruk.

(16)

Penelitian Suwandi (1995) di beberapa sekolah dasar di Kota Bogor menemukan bahwa lebih dari 65% anak yang memiliki pola aktifitas ringan mengalami obesitas. Bahkan terdapat kecenderungan bahwa anak-anak semakin mengurangi aktifitas fisiknya. Begitu pula yang dikemukakan olehBahren (2000) dalam penelitiannya menemukan hanya sekitar 26% anak sekolah dasar favorit dan non favorit di Bogor yang berolahraga. Sekitar 63% anak memiliki aktifitas fisik yang ringan sehingga pengeluaran energinya pun dapat dikatakan minimal.

Menurut Grossman (1997) kondisi kesehatan yang baik akan mengurangi waktu-waktu sekolah yang terbuang atau dengan kata lain modal sehat sangat berpengaruh terhadap pemanfaatan waktu. Seorang siswa yang sering sakit akan mengalami kesulitan dalam proses belajar seperti cepat lelah, sulit konsentrasi dan malas. Siswa yang kurang sehat atau kurang gizi daya tangkapnya terhadap pelajaran dan kemampuan belajarnya akan lebih rendah.

Menurut Suryabrata (1995) keadaan jasmani pada umumnya dapat melatarbelakangi aktivitas belajar. Keadaan jasmani yang segar akan lain pengaruhnya dengan keadaan jasmani yang kurang segar. Keadaan gizi harus cukup karena kurang zat gizi akan mengakibatkan kurangnya kesehatan jasmani yang berpengaruhnya dapat berupa kelesuan, lekas mengantuk, lekas lelah, dan sebagainya. Beberapa penyakit kronis juga sangat mengganggu aktivitas belajar seperti pilek, influenza, sakit gigi dan lain sebagainya. Status gizi merupakan bagian penting dari status kesehatan seseorang.

Berdasarkan penelitian dari Maryam (2001) terdapat hubungan yang positif antara status gizi dan kesehatan dengan prestasi belajar. Menurut Khomsan (2004) mencetak generasi yang sehat dan cerdas harus dimulai sejak anak dalam janin sampai remaja. Berbagai intervensi harus diberikan kepada anak-anak khususnya dalam hal gizi, kesehatan dan pendidikan. Berdasarkan beberapa hal tersebut maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang kebiasaan jajan, aktivitas fisik, status gizi dan kesehatan serta hubungannya dengan prestasi belajar siswa Sekolah Dasar di Kota Bogor.

Tujuan

Tujuan Umum

(17)

Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah :

1. Menganalisis karakteristik siswa laki-laki dan perempuan. 2. Menganalisis kebiasaan jajan siswa laki-laki dan perempuan. 3. Menganalisis konsumsi pangan siswa laki-laki dan perempuan. 4. Menganalisis aktivitas fisik siswa laki-laki dan perempuan. 5. Menganalisis status kesehatan siswa laki-laki dan perempuan. 6. Menganalisis status gizi siswa laki-laki dan perempuan.

7. Menganalisis prestasi belajar siswa laki-laki dan perempuan.

8. Menganalisis hubungan konsumsi pangan, aktifitas fisik dan status kesehatan dengan status gizi siswa.

9. Menganalisis hubungan prestasi belajar dengan status gizi dan kesehatan siswa.

Hipotesis

Hipotesis dari penelitian ini adalah :

1. Semakin tinggi tingkat kecukupan energi, protein dan lemak maka semakin tinggi pula status gizinya.

2. Semakin baik status kesehatan siswa maka semakin baik status gizinya. 3. Semakin baik status gizi siswa maka semakin tinggi prestasi belajarnya.

Kegunaan

(18)

TINJAUAN PUSTAKA

Siswa Sekolah Dasar

Anak usia sekolah (AUS) adalah anak yang berusia 6 sampai 12 tahun. Menurut Hurlock (1999) masa ini sebagai akhir masa kanak-kanak (late chilhood) yang berlangsung dari usia enam tahun sampai tibanya anak menjadi matang secara seksual, yaitu 13 tahun bagi perempuan dan 14 tahun bagi laki-laki. Namun secara umum anak usia sekolah adalah anak yang masuk Sekolah Dasar (SD). Anak SD dibagi menjadi dua bagian, yaitu kelas rendah yang berumur 6 – 9 tahun dan kelas tinggi yang berumur 10 – 12 tahun.

Desmita (2009) mengemukakan bahwa pada masa ini peningkatan berat badan anak lebih banyak daripada panjang badannya. Kaki dan tangan menjadi lebih panjang, dada dan panggul lebih besar. Peningkatan berat badan anak selama masa ini terjadi karena bertambahnya ukuran sistem rangka dan otot serta ukuran beberapa organ tubuh. Pada saat yang sama, kekuatan otot berangsur-angsur bertambah dan gemuk bayi (baby fat) berkurang.

Menurut Harris dan Liebert (1991) periode pertengahan masa anak-anak yaitu usia 6 sampai 12 tahun merupakan periode yang penting dalam kehidupan anak-anak. Walaupun pertumbuhan fisik anak-anak pada usia sekolah relatif lambat, tetapi terdapat perubahan yang mencengangkan dalam hal intelektualnya dan dalam hal membina hubungan dengan orang lain.

Seiring dengan masuknya anak ke sekolah dasar, maka kemampuan kognitifnya turut mengalami perkembangan yang pesat. Karena dengan masuk sekolah, berarti dunia dan minat anak bertambah luas, dan dengan meluasnya minat maka bertambah pula pengertian tentang manusia dan objek-objek yang sebelumnya kurang berarti bagi anak. Dalam keadaan normal, pikiran anak usia sekolah berkembang secara berangsur-angsur. Jika pada masa sebelumnya daya pikir anak masih bersifat imajinatif dan egosentris, maka pada usia sekolah dasar ini daya pikir anak berkembang kearah berpikir konkrit, rasional, dan objektif. Daya ingatannya menjadi sangat kuat, sehingga anak benar-benar dalam suatu stadium belajar (Desmita 2009).

Kebiasaan Jajan

(19)

dan lingkungan sekolah. Lingkungan keluarga dipengaruhi oleh empat variabel utama yaitu struktur organisasi keluarga, status sosial dalam masyarakat, mobilitas keluarga dan status ekonomi keluarga. Kemudian faktor lingkungan sekolah yang dianggap penting berkaitan dengan kebiasaan makan adalah pengalaman dari pendidikan gizi serta pengetahuan dan sikap terhadap makanan dari guru yang mengajarnya.

Pola konsumsi pangan individu atau keluarga dapat berfungsi sebagai cermin dari kebiasaan makan individu atau keluarga. Berkaitan dengan hal ini kebiasaan makan (jajan) siswa dipengaruhi oleh kebiasaan makan keluarga yang secara langsung maupun tidak langsung membentuk kebiasaan konsumsi jenis makanan tertentu pada siswa. Proses ini dipelajari secara tidak sengaja (unlearned) tanpa melalui proses pendidikan (Sanjur 1982).

Menurut PERSAGI dalam Syarifah (2010) anak sekolah pada umumnya mulai bersekolah dari pagi hingga siang. Diantara dua waktu makan ini, yaitu makan pagi dan makan siang, anak-anak sebaiknya mendapatkan makanan kecil sebagai selingan yang cukup nilai gizinya. Makanan kecil atau snack ini sebaiknya diberikan pada jam 10 pagi sebab pada sekitar waktu ini mereka merasa lapar lagi sehingga biasanya anak-anak tidak dapat memusatkan pikirannya pada pelajaran yang diberikan guru.

Makanan Jajanan

Menurut Winarno (1997) makanan jajanan atau street food merupakan makanan dan minuman yang dapat langsung dimakan atau dikonsumsi, telah terlebih dahulu dipersiapkan atau dimasak ditempat produksi atau tempat berjualan. Umumnya dipersiapkan dan atau dijual oleh pedagang kaki lima di jalanan atau tempat-tempat keramaian umum lainnya. Makanan jajanan memiliki aneka jenis dan variasi dalam bentuk, keperluan dan harga. Selanjutnya menurut Judarwanto (2009) makanan jajanan kaki lima menyumbang asupan energi bagi anak sekolah sebanyak 36%, protein 29% dan zat besi 52%. Karena itu dapat dipahami peran penting makanan jajanan kaki lima pada pertumbuhan dan prestasi belajar anak sekolah. Namun demikian, keamanan jajanan tersebut baik dari segi mikrobiologis maupun kimiawi masih dipertanyakan.

(20)

dibandingkan makanan jajanan lainnya. Contoh makanan sepinggan seperti gado-gado, nasi uduk, siomay, bakso, mie ayam, lontong sayur dan lain-lain. (b) Makanan camilan adalah makanan jajanan yang dikonsumsi diantara dua waktu makan. Makanan camilan terdiri dari dua jenis yaitu makanan camilan basah seperti pisang goreng dan makanan camilan kering seperti produk ekstruksi. (c) Minuman dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis yaitu minuman ringan, minuman campur dan air putih serta (d) buah yang dikonsumsi sebagai makanan jajanan biasanya dalam bentuk utuh atau yang telah dikupas atau dipotong.

Makanan jajanan yang umumnya digemari anak-anak adalah berupa kue-kue yang biasanya dibuat sebagian besar dari tepung dan gula. Dengan mengkonsumsi jajanan ini anak semata-mata mendapat tambahan energi sedangkan tambahan zat pembangun dan pengatur sangat sedikit. Setelah jajan, sering anak terlalu kenyang sehingga selera makannya berkurang dan tidak dapat menghabiskan makanannya (Suhardjo 1989). Selanjutnya menurut Andarwulan et al (2008) kajian penelitian jajanan di beberapa sekolah dasar di Bogor menyebutkan bahwa jenis makanan jajanan yang banyak dibeli diantaranya kripik, produk ekstruksi, permen dan coklat.

Piernas dan Popkin (2009) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa anak-anak dan remaja di Amerika Serikat mengkonsumsi hampir tiga snack per hari. Persentase kebiasaan jajan dari tahun 1989 sampai 2006 mengalami kenaikan. Pada penelitian ini menemukan peningkatan konsumsi snack asin yang padat kalori, permen, serta minuman seperti minuman buah, minuman olahraga, dan sari buah serta terjadi penurunan konsumsi jus buah dan buah-buahan sebagai makanan jajanan pada anak-anak. Selanjutnya pada penelitian Channoonmuang dan Klunklin (2006) menyebutkan bahwa asupan natrium pada anak yang memiliki kebiasaan jajan berlebihan.

Khomsan (2002) menyebutkan bahwa jajanan bagi anak SD merupakan fenomena yang menarik untuk ditelaah karena berbagai hal (a) merupakan upaya untuk memenuhi kebutuhan energi karena aktivitas di sekolah yang tinggi (apalagi bagi anak yang tidak sarapan pagi), (b) pengenalan berbagai jenis makanan jajanan akan menumbuhkan kebiasaan penganekaragaman pangan sejak kecil, (c) memberikan perasaan meningkatnya gengsi anak.

(21)

makanan jajanan yang tersedia di sekolah juga memberi kesempatan untuk memastikan bahwa setiap anak mendapatkan apa yang mungkin kurang dari dietnya, khususnya protein dan vitamin. Makanan jajanan juga dapat dipakai sebagai alat bantu mengajarkan pengetahuan gizi dan kebiasaan makan yang baik. Maka dapat dipahami peran penting makanan jajanan terhadap pertumbuhan dan prestasi belajar anak sekolah.

Namun berdasarkan PERSAGI dalam Syarifah (2010) mengemukakan bahwa selain kelebihan jajan terdapat pula keburukan dari jajan. Keburukan tersebut antara lain (a) kebiasaan jajan tanpa perhitungan bisa memboroskan keuangan rumahtangga, (b) jajan yang terlalu banyak dapat mengurangi nafsu makan di rumah, (c) jajan yang dibeli tidak terjamin kebersihannya, mungkin kurang bersih cara mencuci serta memasaknya, kena debu atau kotoran-kotoran, dikerumuni lalat dan lainnya.

Peranan strategis makanan jajanan sering tidak diimbangi dengan mutu dan keamanan yang baik. Aspek negatifnya yaitu berhubungan dengan bahan tambahan pangan dan proses persiapan yang kurang higienis sehingga banyak kontaminan yang terkandung dalam makanan tersebut. Makanan jajanan yang demikian cepat atau lambat akan mendatangkan gangguan kesehatan (Winarno 1997; Khomsan 2002).

Aktifitas Fisik

Aktifitas fisik atau disebut juga aktifitas eksternal adalah kegiatan yang menggunakan tenaga atau energi untuk melakukan berbagai kegiatan fisik, seperti berjalan, berlari, berolahraga, dan lain-lain. Setiap kegiatan fisik menentukan energi yang berbeda menurut lamanya intensitas dan sifat kerja otot (FKM-UI 2007). Menurut Hoeger dan Hoeger (2005) aktifitas fisik adalah pergerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot skeletal dan membutuhkan pengeluaran energi.

(22)

Alokasi waktu kegiatan anak antara lain 1) pekerjaan rumah tangga (membantu ibu dan membersihkan tempat tidur), 2) kegiatan sosial dan pendidikan (belajar, sekolah, les, ekstrakurikuler), 3) kegiatan pribadi (mandi, beribadah/shalat) dan 4) waktu luang (rekreasi, menonton dan olahraga) (Suprihatin 1992). Menurut Soekirman et al. (1999) aktifitas utama anak sekolah digolongkan menjadi delapan kegiatan yaitu 1) belajar selama jam sekolah, 2) belajar di luar jam sekolah, 3) menonton televisi, 4) bermain, 5) olahraga, 6) membantu pekerjaan orangtua, 7) tidur siang dan 8) tidur malam. Sedangkan menurut FAO/WHO/UNU (1985) aktifitas fisik dibagi kedalam empat golongan yaitu tidur, sekolah, kegiatan ringan (duduk, berdiri, bermain ringan), kegiatan sedang (berjalan, menyapu, mengepel) dan kegiatan berat.

Menurut Chaput et al (2006) anak usia sekolah sebaiknya diberikan jadwal waktu tidur untuk mereka tepati karena waktu tidur yang kurang dapat memicu terjadinya obesitas selain perilaku-perilaku negatif lainnya seperti terlalu mengantuk di sekolah sehingga tidak dapat menerima pelajaran dengan baik. Selain itu menurut Homeier (2009) waktu tidur yang kurang dapat mengganggu kesehatan anak dan dapat menyebabkan anak tidak cepat tanggap dan pelupa.

Aktifitas fisik yang dilakukan anak akan membantu pertumbuhannya. Pencapaian prestasi sekolah anak sangat berhubungan dengan perkembangan fisik dan aktifitasnya. Anak yang mendapat kesempatan untuk melatih fisiknya akan lebih memiliki kemampuan dalam aspek mental intelektual dibandingkan dengan anak yang kurang mendapatkan kesempatan untuk melatih fisiknya (Friedman & Clark 1987 dalam Kusumaningrum 2006).

Anak-anak harus diberikan dukungan untuk beraktifitas di luar rumah agar tidak menghabiskan sepanjang waktu sepulang sekolah melakukan kegiatan kurang gerak (sedentarian) seperti menonton televisi atau main komputer dan

video games. Kegiatan sedentarian yang dilakukan lebih dari dua jam dapat menyebabkan obesitas pada anak (Dowshen 2005). Televisi juga memberikan dampak terhadap pemilihan makanan anak karena iklan-iklan menarik yang ditayangkan biasanya merupakan iklan makanan yang berkalori tinggi (Astrup et al. 2006). Orang tua yang aktif memiliki hubungan dengan tingkat partisipasi anak dalam kegiatan-kegiatan olahraga maupun aktivitas di luar rumah (Clenand

et al. 2005).

(23)

siswa SD Negeri. Hal ini dikarenakan SD Swasta memiliki kegiatan ekstrakurikuler (les) berbagai mata pelajaran sesudah jam pulang sekolah. Siswa SD Swasta umumnya mengikuti les di luar jam sekolah serta setiap hari meluangkan waktu untuk belajar atau membuat PR. Siswa SD Negeri umumnya hanya belajar di jam pelajaran sekolah. Hanya beberapa siswa di SD negeri yang meluangkan waktu belajar di rumah. Siswa SD Negeri lebih senang bermain di luar jam sekolah daripada mengikuti les atau belajar.

Rata-rata kegiatan ringan siswa SD Swasta lebih lama dibandingkan dengan SD Negeri. Umumnya kegiatan ringan yang dilakukan siswa SD Swasta adalah bermain komputer, playstation dan internet. Sedangkan siswa SD Negeri umumnya mengobrol dengan teman dan menonton televisi. Rata-rata kegiatan sedang pada siswa SD Negeri lebih besar daripada SD Swasta. Hal ini dikarenakan siswa SD Negeri lebih senang bermain daripada belajar. Rata-rata kegiatan berat siswa SD Negeri lebih besar dibandingkan dengan SD Swasta. Hal ini dikarenakan setelah pulang sekolah siswa SD Swasta cenderung mengikuti kegiatan les atau belajar, sedangkan siswa SD Negeri umumnya bermain sepeda, main lari-larian, main sepak bola dan main layang-layang. Siswa SD Swasta umumnya melakukan aktivitas berat pada saat jam olahraga di sekolah (Masti 2009).

Status Kesehatan

Derajat kesehatan atau status kesehatan adalah tingkat kesehatan perorangan, kelompok atau masyarakat yang diukur dengan angka kematian, umur harapan hidup, status gizi dan angka kesakitan (Depkes RI 1996). Hal ini serupa yang dikemukakan oleh Sukarni (1994) bahwa indikator yang berhubungan dengan derajat kesehatan antara lain umur harapan hidup sewaktu lahir, angka kematian bayi dan anak balita, status gizi dan angka kesakitan.

(24)

Untuk mengukur kesehatan digunakan indikator untuk mengukur status kesehatan, memonitor keadaan kesehatan dan merupakan alat bantu dalam mengadakan evaluasi program kesehatan. Indikator yang digunakan untuk mengukur status kesehatan antara lain angka kesakitan (morbiditas) dan angka kematian (mortalitas) (Subandriyo 1993).

Morbiditas adalah jumlah kejadian suatu penyakit, yang dirumuskan sebagai jumlah anak yang sakit pada setiap populasi 1.000 anak. Angka kesakitan lebih mencerminkan keadaan kesehatan sesungguhnya, sebab kejadian kesakitan mempunyai hubungan yang erat dengan berbagai faktor lingkungan, seperti perumahan, air minum dan kebersihan serta faktor kemiskinan, kekurangan gizi dan pelayanan kesehatan di daerah tersebut (Beaglehole 1997). Angka kesakitan sangat sensitif dan sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain tingkat pendidikan ibu, tingkat pelayanan kesehatan ibu dan anak, kondisi kesehatan lingkungan, status gizi dan perkembangan ekonomi (Subandriyo 1993).

Status Gizi

Gibson (2005) menyatakan bahwa status gizi merupakan keadaan kesehatan tubuh seseorang atau sekelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan (absorbsi), dan utilitas zat gizi makanan. Selanjutnya menurut Supariasa et al. (2001) status gizi merupakan ekspresi dari keadaan keseimbangan atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk variabel tertentu. Penilaian status gizi dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Penilaian gizi yang dilakukan secara langsung meliputi antropometri, biokimia, klinis dan biofisik. Penilaian yang dilakukan secara tidak langsung seperti survei konsumsi makanan, statistik vital, dan faktor ekologi. Setiap metode memiliki kelemahan dan kelebihan masing-masing.

(25)

Berdasarkan Supariasa et al. (2001) pengukuran status gizi dengan menggunakan metode antropometri memiliki kekurangan dan kelebihan. Kekurangan dari metode ini adalah (a) tidak sensitif, (b) faktor di luar gizi (penyakit, genetik dan penurunan penggunanaan energi) dapat menurunkan spesifikasi dan sensitivitas pengukuran antropometri, (c) kesalahan yang terjadi pada saat pengukuran dapat mempengaruhi presisi, akurasi dan validitas pengukuran antropometri gizi. Sedangkan kelebihannya adalah (a) relatif tidak membutuhkan tenaga ahli, (b) metode ini tepat dan akurat, (c) dapat mendeteksi atau menggambarkan riwayat gizi dimasa lampau, (d) umumnya dapat mengidentifikasi status gizi sedang, kurang dan gizi buruk, (e) dapat mengevaluasi perubahan status gizi pada periode tertentu.

Gibson (2005) menyatakan bahwa pada anak-anak indeks antropometri yang sering digunakan adalah berat badan menurut umur (BB/U), berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) dan tinggi badan menurut umur (TB/U). Indeks antropometri dapat dinyatakan dalam istilah z-skor, persentil atau persen terhadap median. Indikator BB/U menunjukkan secara sensitif status gizi saat ini karena mudah berubah. Namun indikator BB/U tidak spesifik karena berat badan tidak hanya dipengaruhi oleh umur saja tetapi juga oleh tinggi badan (TB). Indikator TB/U menggambarkan status gizi masa lalu dan indikator BB/TB menggambarkan status gizi saat ini secara sensitif dan spesifik.

Menurut WHO (2007) pengukuran status gizi pada anak usia 5 hingga 19 tahun sudah tidak menggunakan indikator BB/TB akan tetapi menggunakan indeks masa tubuh berdasarkan umur (IMT/U). Kategori status gizi berdasarkan IMT/U dapat dilihat pada Tabel berikut ini.

Tabel 1 Kategori status gizi berdasarkan IMT/U

Variabel Kategori

-3 ≤ z ≤ -2 Kurus -2 ≤ z ≤ +1 Normal +1 ≤ z ≤ +2 Gemuk z > +2 Obese Sumber : WHO 2007

Prestasi Belajar

(26)
(27)

KERANGKA PEMIKIRAN

Kebiasaan jajan merupakan salah satu bentuk dari kebiasaan makan. Kebiasaan jajan merupakan cara siswa dalam memilih dan mengkonsumsi makanan jajanan yang meliputi jumlah jenis makanan jajanan dan frekuensi jajan per hari yang dilakukan di lingkungan sekolah baik pada penjual di kantin sekolah maupun penjual menetap di luar sekolah. Menurut Sanjur (1982) pembentukan kebiasaan makan pada anak dipengaruhi oleh faktor lingkungan keluarga dan lingkungan sekolah. Salah satu variabel pada lingkungan keluarga adalah status ekonomi keluarga. Besar uang saku anak merupakan salah satu indikator sosial ekonomi keluarga. Menurut Khomsan (2002) selera makan anak di rumah yang memiliki kebiasaan jajan biasanya berkurang karena sudah terlalu kenyang dengan konsumsi makanan jajanan.

Kebiasaan jajan pada anak berpengaruh terhadap konsumsi makan anak baik di rumah maupun di luar rumah. Konsumsi makan merupakan jumlah makanan baik tunggal maupun beragam yang dimakan seseorang atau sekelompok orang dengan tujuan tertentu. Menurut Hardinsyah dan Martianto (1992) kekurangan atau kelebihan konsumsi zat gizi dari kebutuhan normal jika berlangsung dalam jangka waktu yang lama dapat membahayakan kesehatan. Jika kesehatan terganggu maka konsentrasi siswa dalam proses belajar mengajar akan terganggu dan akan berakibat pada hasil belajarnya atau prestasinya di sekolah.

Aktifitas fisik yang dilakukan anak akan membantu pertumbuhannya. Pencapaian prestasi sekolah anak sangat berhubungan dengan perkembangan fisik dan aktifitasnya. Anak yang mendapat kesempatan untuk melatih fisiknya akan lebih memiliki kemampuan dalam aspek mental intelektual dibandingkan dengan anak yang kurang mendapatkan kesempatan untuk melatih fisiknya (Friedman & Clark 1987 dalam Kusumaningrum 2006).

(28)

Keterangan :

: variabel yang diteliti : variabel yang tidak diteliti

: hubungan yang diteliti : hubungan yang tidak diteliti

Gambar 1. Kerangka pikir kebiasaan jajan, aktifitas fisik, status gizi dan kesehatan serta hubungannya dengan prestasi belajar siswa sekolah dasar

Karakteristik siswa

• Umur

• Jenis Kelamin

• Besar Uang Saku

Kebiasaan Jajan

• Jenis Jajanan

• Jumlah

• Frekuensi Jajan per Hari

• Alasan Membeli

• Waktu Jajan

Pengetahuan Gizi Tentang Makanan Jajanan

Konsumsi Energi dan Zat Gizi

Status Gizi

Prestasi Belajar

Status Kesehatan Aktivitas Fisik

Konsumsi Pangan Di Rumah Konsumsi Pangan

Jajanan

Lingkungan Belajar

Sarana dan Perlengkapan Belajar

Motivasi Belajar

Cara Belajar

(29)

METODE PENELITIAN

Desain, Tempat dan Waktu Penelitian

Desain penelitian ini adalah metode survei dengan teknik wawancara. Penelitian ini dilakukan di SD Negeri Babakan, Kota Bogor. Pemilihan lokasi sekolah dasar dilakukan berdasarkan kriteria memiliki kantin sekolah dan pertimbangan kemudahan dalam melakukan penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2010.

Teknik Penarikan Contoh

Populasi dalam penelitian ini adalah anak sekolah dasar kelas 4 sebanyak 42 siswa dan kelas 5 sebanyak 39 siswa. Ukuran contoh 40 siswa, sebanyak 20 siswa dari kelas 4 dan 20 siswa dari kelas 5. Penarikan contoh dilakukan secara acak sederhana tanpa pemulihan. Pengacakan dilakukan dengan bantuan kalkulator. Pada Tabel 2 dapat dilihat ukuran populasi dan contoh penelitian.

Tabel 2 Ukuran populasi dan contoh penelitian

Kelas Populasi (N) Contoh (n)

Kelas 4 42 20

Kelas 5 39 20

Total 81 40

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

(30)

Tabel 3 Jenis dan cara pengumpulan data

No. Variabel Jenis Data Cara mengumpulkan data

1.

3. Kebiasaan jajan Data primer

Kuesioner Food Frequency Questionare (FFQ) selama 1 minggu.

4. Konsumsi pangan Data primer

Kuesioner dengan menggunakan food recall 1x24 jam yang dilakukan sebanyak 2 kali yaitu hari sekolah dan hari libur.

5. Aktifitas Fisik Data primer

Kuesioner dengan menggunakan pencatatan 1x24 jam yang dilakukan sebanyak 2 kali yaitu pada hari sekolah dan hari libur.

6. Status kesehatan Data primer Kuesioner dengan menggunakan pencatatan.

7. Prestasi belajar Data sekunder

Nilai ulangan harian dan dan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) (Cahyaningrum 2005)

Pengolahan dan Analisa Data

Proses pengolahan meliputi editing, coding, entry dan analisis. Proses

editing adalah pemeriksaan seluruh kuesioner setelah data terkumpul. Coding

adalah pemberian angka atau kode tertentu yang telah disepakati terhadap jawaban-jawaban pertanyaan dalam kuesioner, sehingga memudahkan pada saat memasukkan data ke komputer. Entry adalah memasukkan data jawaban kuesioner sesuai kode yang telah ditentukan untuk masing-masing variabel sehingga menjadi suatu data dasar. Cleaning yaitu melakukan pengecekan terhadap isian data yang di luar pilihan jawaban yang disediakan kuesioner atau isian data yang diluar kewajaran.

(31)

menggunakan program Microsoft Excel 2010 dan SPSS 16.0 for Windows.

Kategori variabel penelitian dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Kategori variabel penelitian

No. Variabel Kategori Keterangan

(32)

Tabel 4. (Lanjutan)

No. Variabel Kategori Keterangan

7. gram/URT diolah dengan menggunakan Aplikasi Analisis Konsumsi Pangan. Jumlah makanan dalam bentuk gram/URT kemudian dikonversi dengan menggunakan Daftar Konsumsi Bahan Makanan. Kemudian dilakukan perhitungan tingkat kecukupan gizi untuk energi, protein, lemak, vitamin A, vitamin C dan zat besi. Angka kecukupan zat gizi yang digunakan mengacu pada angka kecukupan gizi yang dianjurkan menurut Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII tahun 2004.

Adapun rumus umum yang digunakan untuk mengetahui kandungan zat gizi makanan yang dikonsumsi adalah :

KGij = (Bj/100) x Gij x (BDDj/100) (Sumber : Hardinsyah & Briawan 1994)

Pengukuran tingkat kecukupan energi, protein dan lemak merupakan tahap lanjutan dari penghitungan konsumsi pangan. Tingkat kecukupan konsumsi merupakan persentase konsumsi aktual siswa dengan Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang dianjurkan berdasarkan WNPG tahun 2004. Secara umum tingkat kecukupan zat gizi dapat dirumuskan sebagai berikut:

(33)

Keterangan:

TKGi = Tingkat kecukupan zat gizi i Ki = Konsumsi zat gizi i AKGi = Kecukupan zat gizi i yang dianjurkan

(Sumber : Hardinsyah & Briawan 1994)

Data aktifitas fisik yang diperoleh adalah jenis kegiatan dan alokasi waktu setiap kegiatan. Jenis kegiatan anak dikelompokkan menjadi beberapa kegiatan yaitu tidur, sekolah, kegiatan ringan, kegiatan sedang dan kegiatan berat (Hardinsyah & Martianto 1992).

Kegiatan yang termasuk dalam kategori kegiatan ringan adalah duduk diam, berdiri diam, makan, mengobrol, belajar, mengaji dan bermain yang dilakukan sambil duduk (misalnya main kartu, boneka, dan congklak). Kegiatan yang dikategorikan sebagai kegiatan sedang adalah pekerjaan rumahtangga (menyapu, membersihkan perabotan), jalan-jalan santai dan bermain (petak umpet, main kelereng dll). Kegiatan yang dikategorikan berat dalam penelitian ini adalah olahraga seperti lari-lari, bersepeda dan main bola. Masing-masing kelompok kegiatan dikalikan dengan faktor korelasi (FK) yang merupakan kelipatan bagi basal metabolisme rate (BMR) atau angka metabolisme basal (AMB). Faktor korelasi tiap jenis kegiatan tersebut dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Faktor korelasi menurut jenis kegiatan dan jenis kelamin

Jenis Kegiatan Laki-laki Perempuan

Tidur 1,0 x BMR 1,0 x BMR

Sekolah 1,6 x BMR 1,5 x BMR Kegiatan ringan 1,6 x BMR 1,5 x BMR Kegiatan sedang 2,5 x BMR 2,2 x BMR Kegiatan berat 6,0 x BMR 6,0 x BMR Sumber : FAO/WHO/UNU (1985)

Basal metabolisme rate dibedakan berdasarkan jenis kelamin dan umur siswa (Hardinsyah & Martianto 1992). Penghitungan BMR siswa menggunakan rumus sebagai berikut :

1. Siswa berumur 9 tahun

Laki-laki = 72 x Berat Badan Perempuan = 62 x Berat Badan 2. Siswa berumur 10 dan 11 tahun

Laki-laki = (17,5 x Berat Badan) + 651 Perempuan = (12,2 x Berat Badan) + 746

(34)

software WHO Anthroplus 2007. Kemudian hasilnya disesuaikan dengan nilai yang telah ditentukan oleh WHO 2007. Kategori status gizi pada anak yang berumur 5 – 19 tahun yaitu kurus (-3 ≤ z ≤ -2), normal (-2 ≤ z ≤ +1), gemuk (+1 ≤ z ≤ +2) dan obese (z > +2).

Analisis data yang dilakukan adalah sebagai berikut : 1. Analisis deskriptif meliputi :

a. Karakteristik siswa meliputi umur, jenis kelamin dan uang saku per hari. b. Kebiasaan jajan siswa meliputi jenis, jumlah, waktu dan alasan jajan. c. Tingkat kecukupan energi, protein, lemak, vitamin A, vitamin C dan zat

besi siswa.

d. Aktivitas fisik siswa meliputi jenis kegiatan, lamanya waktu kegiatan, tingkat aktifitas fisik dan pengeluaran energi siswa.

e. Status gizi dan kesehatan serta prestasi belajar siswa.

2. Uji korelasi Pearson digunakan untuk melihat variabel hubungan yaitu: a. Menganalisa hubungan karakteristik siswa (umur dan uang saku) dengan

kebiasaan jajan (frekuensi jajan dan jumlah jenis jajanan per hari).

b. Menganalisa hubungan status gizi dan kesehatan dengan prestasi belajar siswa SD.

3. Uji beda t-test digunakan untuk menguji perbedaan konsumsi pangan, tingkat kecukupan energi dan zat gizi, tingkat aktifitas fisik, pengeluaran energi serta status gizi dan kesehatan siswa laki-laki dan perempuan.

4. Variabel-variabel yang berpengaruh terhadap status gizi anak SD dianalisis dengan menggunakan uji regresi linier berganda. Analisis regresi bertujuan menganalisis besarnya pengaruh variabel bebas (tingkat kecukupan energi, protein dan lemak, tingkat aktifitas fisik serta status kesehatan) dan variabel terikat (status gizi). Untuk menganalisis variabel-variabel yang berpengaruh terhadap status gizi pada anak SD digunakan komputasi regresi liner berganda sebagai berikut:

Y = β0 + β1X1 + β2X2 + β3X3 + β4X4 +β5X5 + є Keterangan :

Y = Status gizi X3 = Tingkat Kecukupan Lemak

Β0 = Konstanta X4 = Status Kesehatan (morbiditas)

ß1,2,3,4 = Koefisien regresi variabel independen X5 = Aktifitas fisik

X1 = Tingkat Kecukupan Energi Є = Galat

(35)

Definisi Operasional

Karakteristik siswa adalah data-data siswa yang meliputi usia, jenis kelamin, berat badan dan tinggi badan.

Besar uang saku adalah besarnya uang yang diterima siswa setiap hari untuk berbagai keperluan di sekolah.

Kebiasaan jajan adalah cara siswa dalam memilih dan mengkonsumsi makanan jajanan yang meliputi jumlah jenis makanan jajanan dan frekuensi jajan per hari yang dilakukan di lingkungan sekolah baik pada penjual di kantin sekolah maupun penjual menetap di luar sekolah.

Aktifitas fisik adalah seluruh kegiatan contoh yang melibatkan fisik (tubuh) dan diperoleh melalui metode recall 1x24 jam dan dilakukan sebanyak dua kali yaitu hari sekolah dan hari libur.

Status Kesehatan adalah keadaan kesehatan contoh yang dinilai dari frekuensi sakit dan lama sakit yang pernah dialami contoh satu bulan sebelum penelitian.

Makanan jajanan adalah semua jenis makanan dan minuman yang dibeli dan siap dikonsumsi ataupun terlebih dahulu diolah oleh penjual jajanan. Makanan jajanan dikelompokkan menjadi empat golongan yaitu makanan utama (sepinggan), makanan camilan (panganan), minuman dan buah.

Status Gizi adalah keaadaan fisik siswa yang diukur dengan antropometri dengan indeks IMT/U.

(36)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Sekolah

Sekolah Dasar (SD) Negeri Babakan merupakan sekolah yang beralamat di Jalan Malabar No 7 Kelurahan Babakan, Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor. Sekolah ini pada bulan Juli 2009 mendapatkan akreditasi A dari Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah (BAN S/M).

Visi sekolah ini yaitu terwujudnya sekolah unggul dalam prestasi dan pengembangan prestasi seni karawitan dan olahraga serta berakhlak mulia berdasarkan iman dan takwa. Adapun misi dari sekolah ini adalah (a) mengembangkan sekolah unggul yang berprestasi dalam bidang akademik maupun non akademik, (b) meningkatkan bidang seni karawitan sunda dan seni pencak silat, (c) memupuk dan mengembangkan bakat anak dalam bidang olahraga, dan (d) menciptakan siswa yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang bertanggung jawab.

Jumlah guru sekolah 16 orang, 12 orang PNS dan empat orang honorer. Tingkat pendidikan guru sebanyak enam orang sarjana dan 10 orang lainnya diploma. Jumlah staf sekolah empat orang dengan satu orang tingkat pendidikan sarjana. Jumlah siswa sebanyak 465 orang yang terdiri 219 laki-laki dan 246 perempuan. Fasilitas yang dimiliki sekolah antara lain ruang Usaha Kesehatan Sekolah (UKS), perpustakaan, mushola, lapangan olahraga, kantin dan ruang karawitan. Adapun ektrakurikuler di sekolah ini yaitu pramuka, karawitan Seni Sunda dan pencak silat.

Jam pelajaran di SD Negeri Babakan pada hari Senin hingga Kamis dimulai pada pukul 07.00 WIB hingga 10.00 WIB (Kelas 1 dan Kelas 2) dan 12.00 WIB (Kelas 3 sampai Kelas 6). Hari Jumat dan Sabtu jam pelajaran dimulai pada pukul 07.00 WIB dan selesai pada pukul 09.00 WIB (Kelas 1 dan Kelas 2) serta 11.00 WIB (Kelas 3 hingga Kelas 6). Jam istirahat Kelas 1 dan Kelas 2 pada pukul 08.30 WIB sampai 09.00 WIB sedangkan Kelas 3 hingga Kelas 6 pada pukul 09.00 WIB hingga 09.30 WIB. Pada waktu istirahat biasanya digunakan siswa untuk jajan, bermain dan mengobrol dengan teman.

Karakteristik Contoh

Umur dan Jenis Kelamin

(37)

tahun. Sebagian besar umur siswa berada pada usia 9 sampai 10 tahun. Sebagian besar siswa laki-laki berada pada umur 10 sampai 11 tahun. Sedangkan siswa perempuan, sebagian besar berada pada umur 9 sampai 10 tahun. Pada umur 9 sampai 12 tahun siswa berada pada masa kelas akhir di SD. Pada masa ini siswa memiliki kemampuan konkrit operasional yang mampu untuk berpikir secara sistematik terhadap objek konkrit. Mereka sudah dapat mengambil kesimpulan dari suatu pertanyaan (Harlock 1997). Pada umur tersebut siswa memiliki pengetahuan gizi yang cukup sehingga diharapkan dapat memilih makanan jajanan yang tepat. Jumlah siswa laki-laki (18 orang) lebih sedikit dibandingkan dengan siswa perempuan (22 orang). Hal ini sesuai dengan jumlah siswa SDN Babakan yang lebih banyak perempuan daripada laki-laki. Hasil yang lebih lengkap dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Sebaran siswa berdasarkan umur dan jenis kelamin

Umur (tahun)

Besar uang saku siswa berkisar antara Rp 1.000 – Rp 6.000 dengan rata-rata Rp 3475 ± 126.60 per hari. Rata-rata-rata uang saku laki-laki (Rp 3111 ± 1323) lebih rendah dibandingkan siswa perempuan (Rp 3772 ± 1151). Rata-rata uang saku tersebut sudah cukup untuk membeli tiga hingga lima jenis makanan jajanan di sekolah. Sebagian besar harga makanan jajanan terutama cemilan dan minuman berkisar antara Rp 500 hingga Rp 1000. Pada Tabel 7 dapat dilihat sebaran siswa berdasarkan uang saku.

(38)

Uang saku merupakan bagian dari pengalokasian pendapatan keluarga yang diberikan pada anak untuk jangka waktu tertentu seperti keperluan harian, mingguan atau bulanan (Napitu 1994). Besar uang saku anak merupakan salah satu indikator sosial ekonomi keluarga. Semakin besar uang saku, maka semakin besar peluang anak untuk membeli makanan jajanan baik di kantin maupun diluar sekolah (Andarwulan et al. 2008).

Kebiasaan Jajan

Jenis Jajanan

Di lingkungan sekolah baik di kantin maupun di luar sekolah banyak menyediakan aneka jajanan yang dapat dibeli siswa. Nuraida et al. (2009) jenis makanan jajanan dikelompokan menjadi empat jenis yaitu makanan utama/sepinggan, makanan camilan/snack, minuman dan buah.

Makanan utama/sepinggan

Makanan utama/sepinggan merupakan makanan jajanan berupa makanan yang mengenyangkan dan biasanya dijual dalam bentuk porsi. Umumnya makanan jenis ini memiliki kandungan energi yang besar sehingga tidak setiap hari siswa membeli makanan ini.

Tabel 8 Jenis makanan utama/sepinggan yang biasa dibeli siswa

Jenis n %

Olahan beras 3 37,5 Olahan mie dan bihun 3 37,5 Olahan ikan dan daging 2 25,0

Total 8 100.0

Pada Tabel 8 dapat diketahui bahwa jenis makanan utama dari olahan beras (37,5%) serta olahan mie dan bihun (37,5%) paling banyak dikonsumsi siswa. Makanan tersebut seperti mie instan baik yang pengolahannya direbus atau digoreng. Jika siswa sering mengkonsumsi makanan jajanan dari olahan mie dan bihun seperti mie rebus, mie goreng yang tinggi karbohidrat dan sedikit kandungan zat gizi lainnya sehingga siswa akan mudah mengantuk di kelas dan dapat mempengaruhi prestasi akedemiknya.

Makanan camilan/snack

(39)

Tabel 9 Jenis makanan camilan/snack yang biasa dibeli siswa

Jenis n %

Produk ekstruksi 7 25,0 Aneka gorengan 6 21,4 Biskuit dan wafer 6 21,4 Hasil olahan daging dan ikan 3 10,7 Permen dan coklat 3 10,7

Lainnya 2 7,1

Aneka kue 1 3,8

Total 28 100,0

Jenis makanan camilan/snack paling banyak dijual di lingkungan sekolah karena harga yang relatif mudah dijangkau oleh siswa dan jenisnya yang bervariasi mulai dari bentuk, rasa, harga dan kemasan. Kelompok makanan ini yang paling banyak adalah produk ekstruksi atau makanan pabrikan (25,0%). Namun selain itu terdapat juga aneka gorengan (21,4%), biskuit dan wafer (21,4%). Terdapat dua jenis makanan hasil olahan daging dan ikan yaitu bakso goreng, nugget dan sosis goreng. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Roberto (2010) di Amerika menyatakan bahwa anak sekolah dasar lebih tertarik pada makanan jajanan khususnya snack yang dibungkus (makanan pabrikan) dengan tokoh karikatur dibandingkan dengan jajanan yang tidak dibungkus seperti jajanan tradisional namun hal tersebut berefek pada rendahnya konsumsi jajanan dari buah, maupun dari biji-bijian (nut).

Minuman

Jenis jajanan ini dikelompokkan menjadi dua yaitu minuman kemasan (cair) dan minuman kemasan (serbuk). Minuman kemasan cair biasanya dijual dalam bentuk kemasan gelas atau botol dan dikonsumsi langsung tanpa ada proses pembuatan. Minuman kemasan (serbuk) biasanya dijual dalam bentuk serbuk dan dikemas dengan plastik serta perlu penambahan air jika ingin mengkonsumsinya. Kedua kelompok minuman ini merupakan minuman pabrikan. Tabel 10 Jenis minuman yang biasa dibeli siswa

Jenis n %

Minuman kemasan (cair) 5 62,5 Minuman kemasan (serbuk) 3 37,5

Total 8 100,0

(40)

melon dan anggur. Menurut penelitian Piernas dan Popkin (2009) terdapat peningkatan konsumsi minuman seperti minuman buah, minuman olahraga dan sari buah serta terjadi penurunan konsumsi jus buah dan buah-buahan sebagai makanan jajanan pada anak-anak di Amerika Serikat.

Jumlah Jajanan

Jumlah jenis jajanan adalah banyaknya jumlah dari masing-masing jenis makanan jajanan yang dibeli siswa di lingkungan sekolah selama kurun waktu tertentu. Lebih dari separuh siswa (laki-laki dan perempuan) membeli makanan jajanan sebanyak 3-4 jenis per hari. Hal ini berbeda dengan penelitian Syarifah (2010) yang dilakukan di Kabupaten Bogor, bahwa siswa membeli makanan jajanan sebanyak 1-2 jenis per hari. Perbedaan ini diakibatkan oleh besarnya uang saku yang diperoleh siswa. Sebaran siswa berdasarkan jumlah dan jenis jajanan dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11 Sebaran siswa berdasarkan jumlah jenis jajanan Jumlah jenis jajanan

(per hari)

Laki-laki Perempuan Total

n % n % n %

1-2 jenis 3 16,7 10 45,5 13 32,5 3-4 jenis 11 61,1 11 50,0 22 55,0 5-7 jenis 4 22,2 1 4,5 5 12,5 Total 18 100,0 22 100,0 40 100,0 Rata-rata ± SB 3,5 ± 1,0 2,8 ± 0,9 3,1 ± 1,0

Tabel 12 memperlihatkan bahwa sebagian besar siswa (70,0%) membeli makanan utama/sepinggan sebesar 2-3 jenis per minggu. Tidak ada siswa yang membeli jajanan jenis ini lebih dari enam jenis per minggu. Hal ini berarti makanan yang dibeli siswa belum beragam. Menurut Syafitri (2010) Makanan jenis ini memiliki kandungan energi yang tinggi sehingga membuat cepat kenyang bila dikonsumsi. Hal inilah yang menyebabkan siswa jarang mengkonsumsi dalam jumlah yang besar.

Tabel 12 Sebaran siswa berdasarkan jumlah jenis makanan

Jumlah jajanan Sepinggan Snack Minuman

(jenis/minggu) n % n % n %

< 2 11 27,5 0 0,0 1 2,5 2-3 28 70,0 2 5,0 16 40,0 4-5 1 2,5 12 30,0 23 57,5 6-7 0 0,0 15 37,5 0 0,0 > 7 0 0,0 11 27,5 0 0,0 Total 40 100,0 40 100,0 40 100,0

(41)

berarti baik dari segi ketersediaan dan konsumsi siswa sudah cukup beragam. Berdasarkan penelitian Syafitri (2010) yang dilakukan di Kota Bogor bahwa siswa SD biasanya membeli makanan camilan/snack 6-7 jenis per minggu. Lebih dari separuhsiswa membeli minuman 2-5 jenis per minggu. Hal ini dapat disebabkan oleh besarnya ketersediaan makanan jajanan (snack dan minuman) di lingkungan sekolah dalam variasi bentuk, rasa, harga dan kemasan yang beragam.

Piernas dan Popkin (2009) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa anak-anak dan remaja di Amerika Serikat mengkonsumsi hampir tiga jenis makanan jajanan perhari. Persentase kebiasaan jajan dari tahun 1989 sampai 2006 mengalami kenaikan. Pada penelitian ini menemukan peningkatan konsumsi snack asin yang padat energi, permen, serta minuman seperti minuman buah, minuman olahraga, dan sari buah serta terjadi penurunan konsumsi jus buah dan buah-buahan sebagai makanan jajanan pada anak-anak.

Frekuensi Jajan

SD Negeri Babakan Kota Bogor selain memiliki kantin sekolah juga terdapat penjaja PJAS di lingkungan sekolah. Walaupun terdapat penjaja PJAS, namun siswa lebih sering jajan di kantin sekolah daripada di luar sekolah. Bila dilihat frekuensi jajan siswa, sebanyak 72,2 % siswa laki-laki dan 77,3% siswa perempuan biasa jajan satu kali per hari di kantin sekolah. Sebaran siswa berdasarkan frekuensi jajan per hari disajikan pada Tabel 13.

Tabel 13 Sebaran siswa berdasarkan frekuensi jajan Frekuensi

(kali/hr)

Di kantin sekolah

Total Di luar kantin Total Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan

n % n % n % n % n % n %

(42)

harga murah. Jajanan yang biasanya dibeli siswa memiliki rasa gurih dan manis (makanan cemilan/snack) dan serta rasa buah seperti jeruk, strawberry, anggur dan jambu (minuman). Penelitian Nurliawati (2003) yang dilakukan di SD Kabupaten Bogor, anak-anak menerima makanan jajanan apa adanya, mereka lebih tertarik pada rasa dan harga dari makanan itu tetapi tidak memperhatikan aspek kesehatan, kebersihan dan gizi secara teliti.

Tabel 14 Sebaran siswa berdasarkan alasan membeli makanan jajanan Alasan Membeli Laki-laki Perempuan Total

n % n % n %

Rasanya Enak 14 77,8 16 72,7 30 75,0 Harganya Murah 13 72,2 16 72,7 29 72,5

Waktu Jajan

Pada Tabel 15 dapat diketahui bahwa semua siswa jajan pada saat istirahat sekolah. Pada waktu istirahat anak mulai merasa lapar setelah beberapa jam mengikuti pelajaran. Selain pada saat istirahat siswa (laki-laki dan perempuan) juga jajan sebelum masuk sekolah (30%) dan saat pulang sekolah (32,5%). Siswa yang tidak jajan sebelum masuk sekolah diduga karena siswa telah sarapan di rumah, sehingga pada saat sampai sekolah siswa masih merasa kenyang dan enggan untuk jajan. Sedangkan siswa yang tidak jajan pada saat pulang sekolah biasanya uang saku mereka tinggal sedikit atau bahkan telah habis (Syarifah 2010).

Tabel 15 Sebaran siswa berdasarkan waktu jajan

Waktu Jajan Laki-laki Perempuan Total

n % n % n %

Saat istirahat sekolah 7 38,9 8 36,4 15 37,5 Sebelum masuk sekolah + saat istirahat sekolah 5 27,8 7 31,8 12 30,0 Saat istirahat sekolah + saat pulang sekolah 6 33,3 7 31,8 13 32,5 Total 18 100,0 22 100,0 40 100,0

Konsumsi Pangan

(43)

Pengukuran konsumsi pangan siswa menggunakan metode food recall 24 jam. Metode ini memiliki beberapa kelebihan yaitu mudah dalam melaksanakannya, tidak membebani responden, biayanya murah dan cepat. Namun metode ini juga memiliki kekurangan yaitu tidak dapat menggambarkan asupan makan sehari-hari jika dilakukan satu hari dan ketepatannya tergantung dari daya ingat responden. Recall tentang makanan yang dikonsumsi siswa hanya ditanyakan kepada siswa tanpa menanyakan kembali ke orangtua, Sebaiknya recall perlu diverifikasi kembali ke orangtua (ibu) agar hasilnya lebih baik.

Secara keseluruhan konsumsi jenis pangan padi-padian dan olahannya siswa perempuan lebih beragam daripada siswa laki-laki. Namun jika dilihat dari kuantitas pangan, siswa laki-laki lebih banyak daripada siswa perempuan walaupun pada beberapa jenis makanan siswa perempuan lebih banyak daripada laki-laki. Konsumsi mie pada siswa laki-laki maupun perempuan sama-sama relatif tinggi dibandingkan nasi goreng dan nasi uduk. Hal ini dikarenakan siswa hampir setiap hari mengkonsumsi mie baik mie goreng maupun mie rebus. Biasanya siswa mengkonsumsi nasi goreng atau nasi uduk pada saat sarapan. Mie memiliki rasa yang gurih dan mengenyangkan, hal inilah yang menjadi alasan siswa suka mengkonsumsi jenis pangan ini dibanding yang lainnya. Biasanya siswa mengkonsumsi mie bersama nasi dan telur tanpa sayur, tetapi juga terdapat anak yang mengkonsumsi mie dengan nasi tanpa telur dan sayur. Konsumsi dengan cara yang demikian kurang tepat, hendaknya mengkonsumsi mie disertai dengan lauk hewani dan sayuran agar mengandung zat gizi yang lengkap. Pada penelitian ini ditemukan bahwa siswa laki-laki tidak mengkonsumsi bubur, jagung dan lontong.

Konsumsi jajanan/chiki relatif banyak, baik pada siswa laki-laki maupun perempuan. Konsumsi jajanan yang berlebihan dapat membuat anak merasa kenyang sehingga nafsu makannya berkurang dan tidak menghabiskan makanannya ketika di rumah. Sebaiknya anak diberikan makanan utama (makanan rumahan) dahulu sebelum anak mengkonsumsi makanan jajanan. Walaupun demikian bukan berarti makanan jajanan tidak dapat diberikan. Namun makanan jajanan berguna untuk mencukupi kebutuhannya ketika makanan utama belum dapat memenuhi kebutuhannya.

(44)

laki-laki lebih banyak mengkonsumsi kentang daripada yang lain. Kentang biasanya diolah menjadi perkedel kentang dan pelengkap pada siomay. Sedangkan siswa perempuan lebih banyak mengkonsumsi olahan tepung kanji seperti cireng dan cimol.

Jenis pangan hewani dan olahannya lebih bervariasi dibandingkan pangan umbi-umbian. Jenis pangan hewani yang dikonsumsi siswa perempuan lebih beragam daripada laki-laki. Pangan hewani yang dominan dikonsumsi oleh siswa laki-laki antara lain telur, bakso, dan siomay. Pada siswa perempuan konsumsi pangan jenis ini lebih bervariasi seperti ayam, bakso, siomay, telur dan nugget. Konsumsi susu siswa perempuan lebih banyak daripada siswa laki-laki. Susu penting bagi anak-anak, karena pada usia ini anak-anak pada masa pertumbuhan. Susu adalah sumber kalsium dan fosfor yang sangat penting untuk pembentukan tulang (Khomsan 2004). Hal ini mungkin perlu diadakan program pemberian susu gratis pada siswa SD seperti yang pernah dilakukan pada beberapa tahun lalu di Indonesia agar konsumsi susu meningkat. Pada penelitian ini ditemukan bahwa siswa laki-laki tidak mengkonsumsi hati ayam, ikan mas dan lele.

Kelompok selanjutnya yaitu buah/biji berminyak, minyak dan lemak, gula serta olahannya. Pada kelompok jenis pangan ini memiliki variasi yang paling rendah jika dibandingkan dengan kelompok pangan lainnya. Kelompok pangan ini hanya terdiri dari empat jenis yaitu minyak, gula, santan dan margarin. Minyak biasanya digunakan pada makanan yang digoreng atau ditumis. Sedangkan gula biasanya digunakan untuk teh manis. Jenis pangan ini biasanya digunakan tidak terlalu banyak pada makanan.

Gambar

Tabel 3 Jenis dan cara pengumpulan data
Tabel 4 Kategori variabel penelitian
Tabel 8 Jenis makanan utama/sepinggan yang biasa dibeli siswa
Tabel 10 Jenis minuman yang biasa dibeli siswa
+7

Referensi

Dokumen terkait

Analisis bivariat yang digunakan adalah uji korelasi chi square untuk menganalisis hubungan antara densitas asupan zat gizi dengan usia, uang saku, jenis kelamin, besar

4 Sebaran contoh berdasarkan usia, jenis kelamin, dan uang saku 14 5 Sebaran contoh berdasarkan pendidikan dan pekerjaan orang tua 15 6 Sebaran contoh berdasarkan pendapatan

sedaugkau uutuk meugetahui perbedaan status gizi autara ke- lompok yang makau pagi deugau yaug tidak pelnah makau pagi dan kelompok yaug jajan dengau yang tidak jajan

Data primer meliputi data karakteristik penjamah makanan (umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan dan lama berkerja), karakteristik santri putri (tanggal lahir,

Ada perbedaan status gizi anak berdasarkan frekuensi makan ( p &lt;0,05), tidak ada perbedaan status gizi anak berdasarkan jenis kelamin, umur, nominal uang saku,

- Dapat menjadi acuan untuk melakukan penelitian lanjutan yang lebih baik, khususnya yang berhubungan dengan frekuensi sarapan dan kebiasaan jajan dengan status gizi pada

Adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kebiasaan konsumsi makanan jajanan pada anak sekolah adalah jenis kelamin, uang jajan, pengetahuan, teman sebaya,

Hubungan antara Jumlah Uang Saku, Kebiasaan Sarapan, dan Pola Konsumsi Makanan Jajanan dengan Status Gizi Lebih Anak Sekolah Dasar (Studi di SDN Ploso I-172 Kecamatan