• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Konsumsi pangan, tingkat kecukupan gizi dan status gizi dengan tingkat kebugaran atlet futsal putri

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Konsumsi pangan, tingkat kecukupan gizi dan status gizi dengan tingkat kebugaran atlet futsal putri"

Copied!
62
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN KONSUMSI PANGAN, TINGKAT KECUKUPAN

GIZI DAN STATUS GIZI DENGAN TINGKAT

KEBUGARAN ATLET FUTSAL PUTRI

TITA NIA FANINA

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Hubungan Konsumsi Pangan, Tingkat Kecukupan Gizi, Status Gizi dengan Tingkat Kebugaran Atlet Futsal Putri adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Oktober 2014

Tita Nia Fanina NIM I14124024

(4)
(5)

ABSTRAK

TITA NIA FANINA. Hubungan Konsumsi Pangan, Tingkat Kecukupan Gizi, Status Gizi dengan Tingkat Kebugaran Atlet Futsal Putri. Dibimbing oleh BUDI SETIAWAN

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan konsumsi pangan, tingkat kecukupan gizi, dan status gizi dengan tingkat kebugaran atlet futsal remaja putri serta menganalisis perbedaan tingkat kebugaran dan pengetahuan gizi antara atlet dan non-atlet. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study yang melibatkan 46 orang siswa, terdiri dari 21 atlet futsal dan 25 non-atlet. Data yang dikumpulkan meliputi data karakteristik individu dan keluarga, konsumsi pangan, status gizi, pengetahuan gizi, persen lemak, prestasi akademik, aktifitas fisik dan tingkat kebugaran. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar 84.8% subjek memiliki pengetahuan gizi baik (84.8%) dan persen lemak tubuh yang normal (76.1%). Terdapat hubungan negatif antara persen lemak tubuh dengan tingkat kebugaran (p<0.1) dan terdapat hubungan positif antara aktifitas fisik dengan tingkat kebugaran (p<0.1). Tingkat kebugaran dan pengetahuan gizi atlet lebih tinggi dibandingkan non-atlet namun prestasi belajar dan persen lemak tubuh tidak terdapat perbedaan yang signifikan.

Kata kunci: pengetahuan gizi, persen lemak tubuh, tingkat kebugaran, tingkat kecukupan gizi

ABSTRACT

TITA NIA FANINA. Relationship between Food Consumption, Nutritional Adequacy, Nutritional Status with Fitness Level of Athlete’s Futsal Girls. Supervised by BUDI SETIAWAN.

This study aimed to analyze the relationship between food consumption, nutritional adequacy, and nutritional status with fitness level of athlete's futsal girls and analyzed differences in fitness level and nutrition knowledge between futsal athletes and non-athletes. This study used a cross sectional study involved 46 students, consist of 21 futsal athletes and 25 non-athletes. The data collected includes data of individual and family characteristics, food consumption, nutritional status, nutritional knowledge, percent of body fat, academic achievement, physical activity and fitness level. The results showed that majority of subject had good nutritional knowledge (84.8%) and percent of body fat was acceptable (54.3%). There were negative relationship between the percent of body fat with fitness level (p<0.1) and positive relationship between physical activity with fitness level (p<0.1). Moreover, fitness level and nutritional knowledge athletes were higher than non-athletes however study achievement and percent of body fat was not significant differences (p>0.1).

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi

pada Program Studi Ilmu Gizi Departemen Gizi Masyarakat

HUBUNGAN KONSUMSI PANGAN, TINGKAT KECUKUPAN

GIZI DAN STATUS GIZI DENGAN TINGKAT

KEBUGARAN ATLET FUTSAL PUTRI

TITA NIA FANINA

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(8)
(9)

Judul Skripsi : Hubungan Konsumsi Pangan, Tingkat Kecukupan Gizi dan Status Gizi dengan Tingkat Kebugaran Atlet Futsal Putri

Nama : Tita Nia Fanina NIM : I14124024

Disetujui oleh

Dr. Ir. Budi Setiawan, MS. Pembimbing Tunggal

Diketahui oleh

Dr. Rimbawan Ketua Departemen

(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga proposal penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik. Shalawat dan salam untuk Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wassallam serta keluarganya, para sahabatnya, dan para pengikutnya hingg akhir zaman. Tema yang dipilih dalam penelitian ini yaitu Hubungan Konsumsi Pangan, Tingkat Kecukupan Gizi, Status Gizi dengan Tingkat Kebugaran dan Prestasi Akademik Atlet Futsal Putri dalam rangka memenuhi persyaratan untuk melaksnakan tugas akhir guna memperoleh gelar sarjana di Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor dapat. Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Ir. Budi Setiawan, MS selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam penyusunan.

2. Dr. Ir. Hadi Riyadi, MS selaku dosen pemandu seminar dan penguji yang telah memberikan kritik dan saran untuk perbaikan skripsi.

3. Prof. Dr. Rizal M. Damanik selaku dosen pembimbing akademik yang selalu memberikan semangat dan motivasi pada penulis.

4. Keluarga tercinta: Bapak, mama, Mbak Ririn dan tiwi serta seluruh keluarga besar atas segala do’a dan dukungannya.

5. Teman-teman dekat tersayang: Pina Yasinta, Syarifah Hayatun Nufus, Nur Azizah, Fadhillah Safriani, Irma Febriyanti, Titis Susiolyanti, Anisyah Citra, Faradina Mutari, Rizki Steffiani yang telah membantu selama penelitian dan memberikan semangat dan motivasi.

6. Teman-teman Alih Jenis Gizi angkatan 6 atas segala dukungan, perhatian, semangat, dan motivasi yang selalu diberikan kepada penulis.

7. Teman-teman kos Nayara: Kak ipit, kak eva, widia, ade atas semangat dan motivasinya.

Tidak lupa penulis mohon maaf atas segala kekurangan penyusunan karya ilmiah. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Oktober 2014

(12)
(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 3

Hipotesis Penelitian 3

Manfaat Penelitian 3

KERANGKA PEMIKIRAN 4

METODE 6

Desain, Waktu, dan Tempat 6

Cara Pengambilan Contoh 6

Jenis dan Cara Pengumpulan Data 6

Pengolahan dan Analisis Data 8

Definisi Operasional 12

HASIL & PEMBAHASAN 13

Gambaran Umum Lokasi Penelitian 13

Karakteristik Keluarga 13

Karakteristik Responden 15

Konsumsi Pangan 21

Kebiasaan Makan 21

Kebiasaan Makan dan Minum Sebelum Pertandingan 24 Kebiasaan Makan dan Minum Selama Pertandingan 25 Kebiasaan Makan dan Minum Setelah Pertandingan 26

Tingkat Kecukupan Gizi 26

Tingkat Kebugaran 32

Hubungan Antar Peubah 33

(14)

Hubungan Aktivitas Fisik dengan Tingkat Kebugaran 34 Hubungan Tingkat Kecukupan Gizi dengan Status Gizi 34

Hubungan Pengetahuan Gizi dengan Status Gizi 35

Hubungan Aktivitas Fisik dengan Persen Lemak Tubuh 35

Hubungan Status Gizi dengan Prestasi Belajar 35

SIMPULAN & SARAN 36

Simpulan 36

Saran 36

DAFTAR PUSTAKA 37

LAMPIRAN 41

(15)

DAFTAR TABEL

1 Jenis dan cara pengumpulan data penelitian 7

2 Kategori karakteristik responden 8

3 Kategori pengetahuan gizi 8

4 Kategori status gizi menurut IMT/U 9

5 Kategori tingkat aktifitas fisik berdasarkan nilai PAL 9

6 Klasifikasi persen lemak tubuh 10

7 Klasifikasi kebugaran jasmani berdasarkan tes ACSPFT 12 8 Sebaran responden berdasarkan pendidikan orangtua 13 9 Sebaran responden berdasarkan pekerjaan orangtua 14 10 Sebaran responden berdasarkan pendapatan orangtua 15

11 Sebaran responden berdasarkan umur 15

12 Sebaran responden berdasarkan berat badan 16

13 Sebaran responden berdasarkan tinggi badan 16

14 Sebaran responden berdasarkan uang saku 17

15 Sebaran responden berdasarkan pengetahuan gizi 18 16 Sebaran responden berdasarkan pertanyaan pengetahuan gizi 18

17 Sebaran responden berdasarkan status gizi 19

18 Sebaran responden berdasarkan aktivitas fisik 20 19 Sebaran responden berdasarkan persen lemak tubuh 20 20 Sebaran responden berdasarkan prestasi belajar 21 21 Sebaran responden berdasarkan kebiasaan makan 23 22 Sebaran responden berdasarkan kebiasaan makan dan minum

sebelum pertandingan 24

23 Sebaran responden berdasarkan kebiasaan makan dan minum selama

pertandingan 24

24 Sebaran responden berdasarkan kebiasan makan dan minum setelah

pertandingan 25

25 Sebaran responden berdasarkan tingkat kecukupan energi 27 26 Sebaran responden berdasarkan tingkat kecukupan protein 28 27 Sebaran responden berdasarkan tingkat kecukupan lemak 29 28 Sebaran responden berdasarkan tingkat kecukupan karbohidrat 29 29 Sebaran responden berdasarkan tingkat kecukupan kalsium 30 30 Sebaran responden berdasarkan tingkat kecukupan zat besi 30 31 Sebaran responden berdasarkan tingkat kecukupan vitamin C 31 32 Sebaran responden berdasarkan tingkat kecukupan vitamin A 31 33 Sebaran responden berdasarkan tingkat kecukupan vitamin B1 32 34 Sebaran responden berdasarkan tingkat kebugaran 33

DAFTAR GAMBAR

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

1

Hasil uji korelasi spearman antara tingkat kecukupan energi dengan

status gizi 39

2

Hasil uji korelasi spearman antara tingkat kecukupan protein dengan

status gizi 39

3

Hasil uji korelasi pearson antara persen lemak tubuh dengan tingkat

kebugaran 39

4

Hasil uji korelasi spearman antara aktifitas fisik dengan tingkat

kebugaran 40

5

Hasil uji korelasi spearman antara pengetahuan gizi dengan status gizi 40

6

Hasil uji korelasi spearman antara tingkat kecukupan energi dengan

status gizi aktifitas fisik dengan persen lemak 40

7

Hasil uji korelasi spearman antara status gizi dengan prestasi akademik 41

8

Hasil uji beda Mann Whitney tingkat kecukupan gizi futsal dan reguler 41

9

Hasil uji beda Mann Whitney pengetahuan gizi 41

10

Hasil uji beda Mann Whitney aktifitas fisik 42

11

Hasil uji beda Independent Sample T-test prestasi akademik 42

12 Hasil uji beda Independent Sample T-test persen lemak tubuh

43

13

Hasil uji beda Independent Sample T-test tingkat kebugaran 43

14 Dokumentasi 44

(17)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Perhatian yang lebih pada tim olahraga Indonesia dapat meningkatkan prestasi bangsa Indonesia pada bidang olahraga di tingkat Internasional. Salah satu aspek penting untuk meningkatkan prestasi dan kualitas atlet yaitu dengan adanya peran gizi. Zat gizi yang diperoleh dari makanan berperan penting untuk menjalankan fungsi-fungsi tubuh. Kebutuhan zat gizi yang terpenuhi dengan baik akan menghasilkan kinerja yang optimal.

Sejumlah zat gizi yang diperlukan oleh tubuh dapat diperoleh dengan mengonsumsi pangan. Menurut Hardinsyah dan Martianto (1992), konsumsi pangan adalah jumlah pangan (beragam atau tunggal) yang dimakan seseorang atau kelompok dengan tujuan tertentu. Konsumsi pangan akan dipengaruhi oleh kebiasaan makan seseorang. Berdasarkan penelitian Hoogenboom et al. (2009) 95,9% atlet renang wanita belum memenuhi angka Recommended Dietary Allowance (RDA) untuk kecukupan zat gizi makro. Hal ini disebabkan oleh karena atlet wanita renang memiliki perilaku makan yang tidak baik untuk mencukupi kebutuhan gizinya.

Davar (2012) juga menemukan adanya kebiasaan makan yang buruk pada atlet hockey wanita yang dilihat dari preferensi dan pemilihan makanan sehari-hari. Kebiasaan makan yang baik dalam segi kualitas dan kuantitas akan memberikan pengaruh yang baik terhadap kebugaran seorang atlet terutama olahraga yang memerlukan tingkat kebugaran yang tinggi seperti futsal.

Futsal merupakan salah satu olahraga beregu atau tim yang membutuhkan keterampilan yang berhubungan dengan kesegaran jasmani yaitu kekuatan otot, kecepatan, kelincahan, dan membutuhkan energi tinggi dalam pelaksanaannya. Permainan futsal sama dengan sepakbola yang memerlukan keterampilan yang berhubungan dengan kebugaran tubuh, yaitu kekuatan atau daya ledak otot, kecepatan dan kelincahan (Depkes 2002). Salah satu faktor yang perlu diperhatikan dalam upaya meningkatkan prestasi futsal yaitu dengan pemenuhan kecukupan gizi atlet futsal. Perilaku makan atlet yang buruk akan berdampak pada perubahan status gizi yang tidak diinginkan dan jangka panjang akan mempengaruhi prestasi atlet.

Kondisi gizi yang kurang pada atlet dengan terus menjalani latihan tanpa diikuti dengan pemenuhan gizi yang cukup akan mempengaruhi penampilan olahraganya (Damayanti 2000). Hal serupa juga dijelaskan oleh Bar-Or & Hebestreit (2008), asupan zat gizi cukup merupakan satu dari beberapa faktor yang mendukung penampilan atlet remaja saat bertanding. Bila asupan zat gizi kurang maka akan mengganggu penampilan saat bertanding dan juga mempengaruhi proses pertumbuhannya.

(18)

2

Ketidakseimbangan antara asupan kebutuhan atau kecukupan akan menimbulkan masalah gizi, baik berupa masalah gizi lebih maupun gizi kurang. Masalah gizi pada remaja akan berdampak negatif pada tingkat kesehatan masyarakat, misalnya penurunan konsentrasi belajar, resiko melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR), dan penurunan kesegaran jasmani.

Kesegaran jasmani atau dikenal juga dengan kebugaran yang dimiliki seseorang akan memberikan pengaruh yang positif terhadap kinerja seseorang dan juga akan memberikan dukungan yang positif terhadap produktivitas bekerja atau belajar. Seseorang yang memiliki derajat kebugaran jasmani yang baik, akan memiliki kemampuan yang baik dalam melaksanakan tugas-tugas yang berhubungan dengan fisik yang diberikan kepadanya. Selain itu ia akan mengalami kelelahan yang tidak berarti selepas ia melaksanakan tugasnya. Ia masih dapat melakukan tugas-tugas lainnya. Orang yang bugar akan memiliki kemampuan recovery dalam waktu yang relatif singkat bila dibandingkan dengan orang yang tidak bugar ( Bennet et.al 2006).

Tim futsal putri SMP N 3 Cibinong memiliki prestasi yang mengagumkan di Provinsi Jawa Barat. Banyak lawan yang sudah dikalahkan baik di tingkat SMP, SMA ataupun mahasiswi perguruan tinggi. Berdasarkan fakta-fakta yang sudah dijelaskan diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian terkait konsumsi pangan, tingkat kecukupan gizi dan status gizi dengan tingkat kebugaran atlet futsal putri dan membandingkannya dengan siswa putri yang tidak mengikuti kegiatan ekstrakurikuler di SMP N 3 Cibinong.

Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk menganalisis hubungan antara konsumsi pangan, tingkat kecukupan gizi dan status gizi dengan tingkat kebugaran atlet futsal putri di SMPN 3 Cibinong. Adapun rumusan masalah dalam penulisan karya ilmiah ini sebagai berikut:

1. Bagaimana karakteristik, konsumsi pangan, tingkat kecukupan gizi, dan status gizi responden?

2. Apakah terdapat hubungan antara tingkat kecukupan gizi dengan status gizi responden?

3. Apakah terdapat hubungan antara pengetahuan gizi dengan status gizi responden?

4. Apakah terdapat hubungan antara status gizi dengan tingkat kebugaran responden?

5. Apakah terdapat hubungan antara persen lemak tubuh dengan tingkat kebugaran responden?

6. Apakah terdapat hubungan antara aktivitas fisik dengan tingkat kebugaran responden?

(19)

3 Tujuan Penelitian

Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan konsumsi pangan, tingkat kecukupan gizi dan status gizi dengan tingkat kebugaran atlet futsal putri di SMPN 3 Cibinong.

Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini yaitu sebagai berikut :

1. Mengkaji karakteristik umum, konsumsi pangan, tingkat kecukupan gizi, status gizi, dan tingkat kebugaran responden

2. Menganalisis hubungan tingkat kecukupan gizi dengan status gizi responden

3. Menganalisis hubungan antara pengetahuan gizi dengan status gizi responden

4. Menganalisis hubungan antara status gizi dengan tingkat kebugaran responden

5. Menganalisis hubungan antara persen lemak tubuh dengan tingkat kebugaran responden

6. Menganalisis hubungan antara aktivitas fisik dengan tingkat kebugaran responden

7. Menganalisis perbedaan pengetahuan gizi dan tingkat kebugaran atlet dan non-atlet

Hipotesis

1. Terdapat hubungan positif antara tingkat kecukupan gizi dengan status gizi responden.

2. Terdapat hubungan negatif antara persen lemak tubuh dengan tingkat kebugaran responden.

3. Terdapat hubungan positif antara status gizi dengan tingkat kebugaran responden.

4. Pengetahuan gizi dan tingkat kebugaran atlet lebih tinggi dibandingkan non-atlet.

Manfaat Penelitian

(20)

4

KERANGKA PEMIKIRAN

Karakteristik individu yang terdiri dari umur, berat badan, tinggi badan, uang saku,pengetahuan gizi, pendidikan dan pekerjaan orangtua, pendapatan orang tua akan memiliki dampak pada konsumsi pangan individu sehari-hari. Konsumsi pangan adalah jumlah pangan yang dimakan oleh seseorang atau kelompok orang yang dipengaruhi oleh kebiasaan makannya. Kebiasaan makan adalah suatu istilah yang menggambarkan bagaimana kebiasaan seseorang dalam mengonsumsi makanan sehari-hari seperti frekuensi, pola makan, dan pemilihan makanan yang akan dikonsumsi. Kebiasaan makan seseorang bisa dipengaruhi oleh karakteristik, media masa dan teman sebaya. Media masa banyak memberikan informasi-informasi tertentu yang dapat mempengaruhi perilaku seseorang dalam mengonsumsi makanan. Kebiasaan makan remaja juga dapat terbentuk akibat pengaruh dari teman sebayanya.

Remaja terutama yang berprofesi sebagai atlet memerlukan asupan zat gizi yang tinggi untuk memenuhi kebutuhannya. Remaja merupakan kelompok umur yang memerlukan kebutuhan zat gizi tinggi karena dalam proses pertumbuhan. Konsumsi pangan remaja atlet dan non-atlet akan dipengaruhi oleh kebiasaan makannya sehari-hari. Kebiasaan makan yang tidak baik akan mempengaruhi tingkat kecukupan gizi remaja khususnya energi, protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral yang kemudian akan berdampak terhadap status gizinya. Angka kecukupan gizi remaja yang berprofesi sebagai atlet akan berbeda dengan non-atlet. Hal ini dikarenakan aktifitas fisik atlet yang lebih tinggi sehingga memerlukan asupan yang lebih tinggi untuk menunjang performa atlet selama latihan atau pertandingan. Perhitungan angka kecukupan gizi remaja pada penelitian ini dipengaruhi oleh tingkat aktifitas fisik. Tingkat kecukupan zat gizi dari konsumsi makanan sehari-hari akan berdampak pada status gizi remaja.

Status gizi merupakan kondisi tubuh yang disebabkan oleh konsumsi dari makanan sehari-hari. Status gizi merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi performa dan pertumbuhan seorang atlet remaja. Status gizi dapat dipengaruhi oleh aktifitas fisik dan riwayat penyakit yang dimiliki oleh seseorang. Tingginya aktifitas fisik remaja yang diimbangi dengan asupan yang seimbang akan berdampak baik pada status gizinya. Namun apabila tingginya aktifitas fisik tidak diimbangi dengan asupan yang cukup dan seimbang maka akan berdampak buruk pada status gizi remaja.

(21)

5

Gambar 1 Kerangka pemikiran hubungan konsumsi pangan, tingkat kecukupan gizi dan status gizi dengan tingkat kebugaran atlet futsal putri.

(22)

6

METODE

Desain, Waktu, dan Tempat

Desain yang digunakan pada penelitian ini adalah Cross sectional study. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei-Juni 2014 di SMPN 3 Cibinong. Pemilihan tempat dilakukan secara purposive karena SMPN 3 Cibinong merupakan salah satu sekolah di Provinsi Jawa Barat yang mempunyai kelas khusus olahraga untuk atlet-atlet remaja Kabupaten Bogor.

Cara Pengambilan Contoh

Populasi pada penelitian ini adalah siswa putri kelas VII SMPN 3 Cibinong. Pengambilan responden atlet pada kelas olahraga dilakukan secara purposive sampling yaitu siswi yang mengikuti kegiatan futsal dan rutin mengikuti latihan yaitu berjumlah 21 orang. Pengambilan responden non-atlet juga dilakukan secara purposive sampling yaitu siswa kelas VII yang tidak mengikuti kegiatan ekstrakurikuler kecuali kegiatan ekstrakurikuler english club dan bersedia menjadi responden penelitian ini yaitu berjumlah 25 orang. Total responden yang digunakan untuk penelitian ini yaitu berjumlah 46 orang.

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Jenis data yang dikumpulkan meliputi data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan responden dan penyebaran kuisioner. Data primer yang dikumpulkan antara lain: data karakteristik umum responden (meliputi usia, uang saku, pendidikan, pekerjaan dan pendapatan orang tua), prestasi belajar yang diperoleh dari rata-rata nilai rapor semester pertama, data pengetahuan gizi yang diperoleh dengan pengisian dan wawancara menggunakan kuesioner, data konsumsi pangan yang terbagi atas kebiasaan makan dan data kecukupan gizi diperoleh dengan metode food recall 2x24 jam yaitu pada hari sekolah dan hari libur, data antropometri yang diperoleh dari pengukuran secara langsung berat badan responden menggunakan timbangan injak dengan ketelitian 0,1 kg sedangkan tinggi badan responden menggunakan stature dengan ketelitian 0,1 cm, data aktifitas fisik diperoleh dengan menggunakan formulir recall 2x24 jam yaitu pada hari sekolah dan libur, persen lemak tubuh yang diperoleh secara langsung dengan pengukuran menggunakan alat Body Fat Monitoring Omron dan data tingkat kebugaran yang diperoleh berdasarkan tes secara langsung dengan menggunakan metode Asian Committe on the Standardization of Physical Fitness Test (ACSPFT) yang terdiri dari 7 rangkaian tes.

(23)

7

Tabel 1 Jenis dan cara pengumpulan data penelitian

No Variabel Jenis Data Cara pengumpulan data

1 Karakteristik

Pengolahan hasil data recall 2x24 jam

4 Konsumsi pangan Kebiasaan makan

Konsumsi makan 2x24 jam

Penyebaran dan pengisian kuisioner oleh responden

5 Aktivitas fisik Aktivitas fisik Record aktivitas fisik 2x24

jam dan wawancara

6 Prestasi belajar Nilai rapor Rata-rata nilai rapor semester

1

7 Persen lemak tubuh Persen lemak tubuh Pengukuran langsung dengan

menggunakan omron

8 Tingkat kebugaran Data ketahanan

(24)

8

Pengolahan dan Analisis Data

Data yang telah diperoleh kemudian diolah secara statistik. Pengolahan data dimulai dari pengkodean (coding), pemasukan data (entry), pengecekan ulang (cleaning), dan analisa data. Tahapan pengkodean dimulai dengan cara menyusun kode-kode tertentu sebagai panduan dalam mengentri dan pengolahan data. Data yang sudah diberi kode kemudian dimasukkan kedalam tabel yang sudah ada, setelah itu dilakukan pengecekan ulang untuk memastikan tidak ada kesalahan dalam memasukkan data. Tahap akhir adalah analisis data yang diolah dengan program Microsoft Excell 2007 for windows dan Statistical Program for Social Science (SPSS) versi 16 for windows. Hubungan antara status gizi dengan tingkat kebugaran responden menggunakan uji korelasi spearman, hubungan antara kecukupan gizi dengan tingkat kebugaran responden menggunakan uji korelasi spearman, hubungan persen lemak dengan tingkat kebugaran menggunakan uji korelasi pearson, dan untuk melihat perbedaan tingkat kebugaran, persen lemak, prestasi akademik antara responden futsal dan reguler menggunakan uji beda independent t-test.

Data karakteristik responden yang meliputi usia, pengetahuan gizi responden, pendidikan orang tua dan pendapatan orang tua akan memberikan gambaran mengenai responden. Data tersebut diperoleh dari kuisioner yang telah diisi oleh responden.

Tabel 2 Kategori karakteristik responden Karakteristik responden Kategori

Pengetahuan gizi responden diperoleh berdasarkan hasil penilaian jawaban pertanyaan dari kuisioner yang diberi nilai 1 jika jawaban benar dan diberi nilai 0 jika jawaban salah.

Tabel 3 Kategori pengetahuan gizi

(25)

9

KGij = (Bj/100) x Gij x (BDDj/100)

PAL = ∑(PAR x alokasi waktu tiap aktivitas)

24 jam

indikator dari status gizi responden. Data status gizi responden ditentukan berdasarkan data yang diperoleh yaitu usia, berat badan, dan tinggi badan dengan parameter Indeks Massa Tubuh menurut umur (IMT/U) dengan menggunakan software WHO 2007.

Tabel 4 Kategori status gizi menurut IMT/U

Kategori Cut off point

Data aktivitas fisik diolah berdasarkan metode self-record kegiatan sehari dan wawancara langsung. Hasil dari catatan tersebut akan diolah dengan cara mengalikan bobot nilai per aktivitas dikalikan dengan lamanya waktu yang digunkan untuk beraktivitas dalam 24 jam yang dinyatakan dalam PAL (Physical Activity Level) atau tingkat aktivitas fisik (FAO/WHO/UNU 2001). PAL dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Keterangan:

PAL = Physical activity level (tingkat aktivitas fisik)

PAR = Physical activity ratio (jumlah energi yang dikeluarkan untuk jenis aktivitas per satuan waktu tertentu)

Menurut FAO/WHO/UNU (2001), nilai yang diperoleh dari PAL akan dikategorikan menjadi tiga kategori, seperti yang disajikan dalam Tabel 5.

Tabel 5 Kategori tingkat aktivitas fisik berdasarkan nilai PAL

Kategori Nilai PAL dikonsumsi kemudian dihitung kandungan energi, protein, lemak, dan karbohidrat. Data konsumsi pangan dihitung dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM). Konversi dihitung dengan menggunakan rumus (Hardinsyah dan Briawan 1994) sebagai berikut :

Keterangan :

(26)

10

AKGI = (Ba/Bs) x AKG

TKG = (K/AKGI) x 100

AKE = [135.3-(30.8xU) + PA x (10 x BB + 934 x TB)] +25 Kal Bj = Berat makanan j yang dikonsumsi (g)

Gij = Kandungan zat gizi dalam 100 gram BDD bahan makanan j BDDj = Bagian bahan makanan j yang dapat dimakan

Rumus untuk menentukan AKG contoh adalah sebagai berikut :

Keterangan :

AKGI = Angka kecukupan gizi responden Ba = Berat badan aktual sehat (kg) Bs = Berat badan standar (kg)

AKG = Angka kecukupan energi dan protein yang dianjurkan Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi (WKNPG 2013).

Selanjutnya tingkat kecukupan zat gizi diperoleh dengan cara membandingkan jumlah konsumsi zat gizi tersebut dengan menggunakan rumus :

Keterangan :

TKG = Tingkat kecukupan zat gizi K = Konsumsi zat gizi

AKGI = Angka kecukupan gizi responden

Formula yang digunakan untuk menentukan kecukupan energi responden digunakan formula WKNPG tahun 2013 (Hardinsyah dan Tambunan 2004). Formula yang digunakan yaitu :

Proses Estimasi AKE Remaja

Keterangan :

AKE = Angka kecukupan energi (kkal) U = Usia (tahun)

BB = Berat badan (kg)

PA = Angka kegiatan fisik (untuk remaja sangat aktif) TB = Tinggi badan (cm)

Data persen lemak tubuh diperoleh berdasarkan pengukuran menggunakan alat omron yang kemudian diklasifikasikan kedalam 3 kategori, seperti yang disajikan dalam Tabel 6.

Tabel 6 Klasifikasi persen lemak tubuh

Kategori Persen lemak tubuh (%)

Athletic 8-15

Good 16-23

Acceptable 24-30

Overweight 31-36

Obese >37

(27)

11 Data tingkat kebugaran atlet dilakukan menurut ACSPFT (Asian Committe on the Standardization of Physical Fitness Test) dengan tes lari cepat 50 meter, lompat jauh tanpa awalan, bergantung angkat badan, lari hilir mudik 4x10 meter, baring duduk 30 detik, kelenturan togok ke depan dan lari 800 meter. Masing-masing hasil tes dikonversikan ke Tabel T selanjutnya dijumlahkan nilai T tersebut. Hasil nilai T dapat dikategorikan sesuai Tabel 6.

Tabel 7 Klasifikasi kebugaran jasmani berdasarkan Metode ACSPFT Kategori kebugaran Total Nilai T

Baik sekali >430

Baik 376-430

Sedang 311-375

Kurang 250-310

Kurang sekali <250

Sumber: Depdikbud 1977

Definisi Operasional

Responden atlet adalah siswi yang mempunya keahlian dalam olahraga futsal dan mengikuti latihan rutin sesuai dengan yang sudah dijadwalkan.

Responden non-atlet adalah siswi yang tidak mengikuti kegiatan ekstrakurikuler fisik.

Pengetahuan gizi adalah kemampuan kognitif serta pemahaman contoh tentang gizi yang diukur menggunakan kuisioner.

Status gizi adalah keadaan kesehatan tubuh seseorang atau kelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan, dan penggunaan zat gizi makanan diukur dari berat badan dan tinggi badan dengan parameter IMT/U.

Konsumsi pangan adalah istilah yang menggambarkan kebiasaan dan perilaku yang berhubungan dengan makanan seperti frekuensi makan, pola makan dan preferensi makan.

Tingkat kecukupan gizi adalah perbandingan rata-rata konsumsi dari zat gizi makro maupun zat gizi mikro terhadap angka kecukupan yang dianjurkan menurut umur berdasarkan WKNPG (2013) yang dinyatakan dalam persen.

Food recall 24 jam adalah salah satu metode dalam melakukan survei konsumsi

pangan dengan tujuan untuk mengetahui kebiasaan makan dan gambaran tingkat kecukupan bahan makanan dan zat gizi pada tingkat kelompok, rumah tangga, dan perorangan.

Tingkat kebugaran adalah kemampuan tubuh contoh untuk melakukan aktivitas sehari-hari dengan mudah tanpa kelelahan yang berarti.

(28)

12

Persen lemak tubuh adalah komposisi lemak dalam tubuh yang tersimpan dalam jaringan adiposa dan dapat diukur dengan berbagai cara, salah satunya dengan menggunakan alat Body Fat Monitoring (Omron).

Prestasi belajar adalah hasil pembelajaran responden dalam bentuk angka atau nilai yang tertera pada rapor.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Lokasi Penelitian

SMPN 3 Cibinong adalah salah satu SMP yang terdapat di Kabupaten Cibinong. SMP ini terletak di Jl. Raya Karadenan, komplek pendidikan. SMPN 3 memiliki beberapa ekstrakurikuler yaitu sepakbola, paskibraka, basket, pramuka, english club, rohis, dan seni tari. Salah satu yang menjadi ciri khas SMPN 3 Cibinong dengan adanya kelas khusus olahraga yaitu kelas khusus bagi siswa yang berbakat dibidang olahraga. Kelas khusus ini didirikan oleh Dinas Pendidikan Jawa Barat sebagai kelas percontohan. Jenis olahraga yang masuk dalam kelas olahraga yaitu futsal, kempo, panahan, dan lari jarak jauh.

Karakteristik Keluarga

Pendidikan Orangtua

Tingkat pendidikan orangtua merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap pola asuh anak termasuk pemberian makan, pola konsumsi pangan, dan status gizi (Rahmawati 2006), tingginya tingkat pendidikan seseorang dapat diasumsikan bahwa kemampuannya untuk mengakses dan menyerap informasi demi memenuhi kebutuhan gizinya semakin baik. Pendidikan orangtua siswi meliputi pendidikan ayah dan pendidikan ibu. Pendidikan orangtua dikategorikan menjadi empat kategori yaitu SD, SMP, SMA, dan Perguruan Tinggi. Tabel 8 menunjukkan hasil sebaran responden berdasarkan tingkat pendidikan orangtua.

Tabel 8 Sebaran responden berdasarkan tingkat pendidikan orangtua

(29)

13 Berdasarkan Tabel 8 dapat diketahui bahwa persentase tertinggi pada kategori tingkat pendidikan ayah responden yaitu perguruan tinggi (45.7%) sedangkan pada kategori tingkat pendidikan ibu yaitu SMA (52.2%). Salah satu faktor yang memiliki dampak pada pola asuh anak seperti status gizi adalah tingkat pendidikan ibu karena pendidikan seorang ibu bereperan penting dalam mendidik anak (Rahmawati 2006).

Pekerjaan Orangtua

Jenis pekerjaan memiliki hubungan dengan pendapatan yang diterima. Jenis pekerjaan ini secara tidak langsung menjadi salah satu faktor yang menentukan kualitas dan kuantitas makanan (Soehardjo 1989). Pekerjaan ayah dikategorikan menjadi 6 kategori yaitu PNS, pegawai swasta, BUMN, TNI/Polri, wiraswasta, dan lainnya. Pekerjaan ibu diberi tambahan satu kategori yaitu ibu rumah tangga.

Berdasarkan Tabel 9 dapat diketahui bahwa sebagian besar pekerjaan ayah responden adalah pegawai swasta (41.3%) yang kemudian diikuti dengan PNS, TNI/Polri, wiraswasta, dan lainnya. Pekerjaan ayah responden yang termasuk dalam kategori lainnya yaitu buruh. Pekerjaan sebagian besar ibu responden yaitu Ibu rumah tangga (69.6%) yang kemudian diikuti oleh PNS, pegawai swasta, dan wiraswasta. Menurut Soehardjo (1989), semakin tinggi jenis pekerjaan seseorang maka semakin tinggi pula tingkat pendapatannya yang kemudian akan berpengaruh dalam pemenuhan kebutuhan gizi keluarga untuk mencapai taraf hidup yang lebih baik.

Tabel 9 Sebaran responden berdasarkan pekerjaan orangtua

Karakteristik Kategori n %

(30)

14

Berdasarkan Tabel 10 dapat diketahui bahwa sebagian besar pendapatan orangtua responden (47.8%) berada pada kategori Rp 1 000 000 – Rp 3 000 000. Menurut Little et al (2002), keadaan sosial ekonomi keluarga khususnya pendapatan akan mempengaruhi pemilihan jenis dan jumlah makan yang akan dikonsumsi.

Tabel 10 Sebaran responden berdasarkan pendapatan orangtua

Karakteristik Kategori n %

Penelitian ini menggunakan responden siswi SMPN 3 Cibinong yang duduk dibangku kelas VII. Responden penelitian ini terdiri dari dua kelompok yaitu kelompok atlet yang merupakan siswi yang mengikuti kelas olahraga futsal dan non-atlet yang merupakan siswi yang tidak mengikuti kegiatan ekstrakurikuler yang berat.

Umur

Responden pada penelitian ini berusia 12-14 tahun. Menurut Depkes (2005), masa remaja dibedakan dalam tiga tahap, yaitu masa remaja awal (10-13 tahun), masa remaja tengah (14-16 tahun), dan masa remaja akhir (17-19 tahun). Responden pada penelitian ini berada pada kategori remaja awal dan remaja tengah. Berdasarkan Tabel 11 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden (60.9%) berumur 13 tahun. Rata-rata umur responden yaitu 13.05±0.55 tahun. Berikut sebaran responden berdasarkan umur.

Tabel 11 Sebaran responden berdasarkan umur

Kategori umur (tahun) Total

(31)

15 lebih dari 46 kg. Pengkategorian ini berdasarkan berat badan ideal WKNPG 2013. Berikut tabel sebaran responden berdasarkan berat badan.

Tabel 12 Sebaran responden berdasarkan berat badan

Kategori berat badan Atlet Non-atlet Total Uji beda

n % n % n %

< 46 kg 11 52.4 16 64 27 58.7

≥ 46 kg 10 47.6 9 36 19 41.3

Total 21 100 25 100 46 100 P=0.7

Berdasarkan Tabel 12 dapat diketahui bahwa 58.7% responden memiliki berat badan <46 kg. Berat badan sebagian besar atlet dan non-atlet <46 kg yaitu dengan persentase masing-masing 52.4% dan 64%. Hal ini menunjukkan bahwa berat badan sebagian besar responden belum termasuk berat badan yang ideal untuk remaja perempuan yang berumur 13-14 tahun. Rata-rata berat badan responden atlet yaitu 46.05 ± 6.72 kg sedangkan rata-rata berat badan responden non-atlet yaitu 45.09 ± 8.38 kg. Hasil uji beda Independent Sample T-test menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara berat badan responden atlet dan non atlet.

Tinggi Badan

Tinggi badan merupakan salah satu parameter antropometri yang diukur untuk memeriksa status gizi responden. Tinggi badan responden dibagi menjadi dua kategori yaitu <155 cm dan ≥155 cm. Berikut sebaran responden berdasarkan tinggi badan.

Tabel 13 Sebaran responden berdasarkan tinggi badan

Kategori tinggi badan Atlet Non-atlet Total Uji beda

n % n % n %

< 155 cm 13 61.9 18 72 32 69.6

≥ 155 cm 8 38.1 7 28 15 30.4

Total 21 100 25 100 46 100 P=0.8

Berdasarkan Tabel 13 dapat diketahui bahwa 69.6% tinggi badan responden yaitu <155 cm. Tinggi badan sebagian besar responden atlet dan non-atlet <155 cm dengan persentase masing-masing 61.9% dan 72%. Hal ini menunjukkan bahwa tinggi badan responden belum termasuk tinggi badan ideal untuk remaja perempuan berumur 13-14 tahun menurut WKNPG 2013. Rata-rata tinggi badan responden atlet yaitu 151.32 ± 6.14 sedangkan rata-rata tinggi badan responden non-atlet yaitu 150.92 ± 6.42 cm. Hasil uji beda Independent Sample T-test menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara tinggi badan responden atlet dan non-atlet.

Uang saku

(32)

16

dua kategori yaitu <Rp 15 000 dan ≥Rp 15 000. Berikut tabel sebaran responden berdasarkan uang saku.

Tabel 14 Sebaran responden berdasarkan uang saku

Kategori uang saku Atlet Non-atlet Total Uji beda

n % n % n %

< Rp 15 000 11 52.4 10 40 21 45.7

≥ Rp 15 000 10 47.6 15 60 25 54.3

Total 21 100 25 100 46 100 p=0.85

Berdasarkan Tabel 14 dapat diketahui bahwa sebagian besar atlet (52.4%) memiliki uang saku <Rp 15 000 sedangkan sebagian besar non-atlet (60%) memiliki uang saku ≥Rp 15 000. Rata-rata uang saku atlet yaitu Rp 14 142 ± Rp 5 406 dan rata-rata uang saku non-atlet yaitu Rp 13 500 ± Rp 5 135. Berdasarkan hasil uji beda Mann Whitney menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara uang saku responden atlet dan non-atlet.

Pengetahuan gizi

Pengetahuan gizi adalah kemampuan seseorang untuk mengingat kembali kandungan gizi makanan serta kegunaan zat gizi tersebut dalam tubuh (Camire & Dougherty 2005). Pengetahuan gizi yang baik akan berdampak pada pengaturan pola makan yang baik dan seimbang. Pengukuran pengetahuan gizi remaja putri berdasarkan kemampuan menjawab dengan benar 20 pertanyaan umum tentang gizi yang terdapat pada kuesioner. Pertanyaan-pertanyaan tersebut akan diberi skor dan kemudian dikelompokkan menjadi tiga kategori yaitu baik, sedang, dan kurang. Kategori tingkat pengetahuan gizi dibagi menjadi 3 kelompok yaitu pengetahuan baik (>80%), pengetahuan sedang (60-80%), dan pengetahuan rendah (<60%). Tabel 14 menunjukkan hasil sebaran responden berdasarkan tingkat pengetahuan gizi.

Tabel 15 Sebaran responden berdasarkan pengetahuan gizi

Tingkat pengetahuan gizi Atlet Non-atlet Total Uji beda

n % n % n %

Kurang (<60%) 0 0 0 0 0 0

Sedang (60-80%) 1 4.8 6 24 7 15.2

Baik (>80%) 20 95.2 19 76 39 84.8

Total 21 100 25 100 46 100 p=0.010

(33)

17

Tabel 16 Sebaran responden berdasarkan pertanyaan pengetahuan gizi

No Pertanyaan Menjawab benar

n %

1 Pengertian makanan sehat 44 95.7

2 5 Zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh 45 97.8

3 Bentuk simpanan konsumsi energi yang berlebihan 40 87

4 Air yang sebaiknya diminum setiap hari sebanyak 8 gelas 41 89.1

5 Salah satu contoh vitamin yang larut dalam air 17 37

6 Salah satu contoh vitamin yang larut lemak yaitu vitamin D 26 56.5

7 Salah satu contoh makanan yang banyak mengandung karbohidrat

46 100

8 Protein juga disebut sebagai zat pembangun 35 76.1

9 Salah satu contoh makanan sumber protein hewani 46 100

10 Salah satu contoh makanan yang mengandung vitamin A 45 97.8

11 Dampak akibat kekurangan kalsium yaitu osteoporosis 46 100

12 Susu banyak mengandung zat gizi kalsium 46 100

13 Fungsi kalsium dalam tubuh manusia 46 100

14 Kekurangan zat besi dapat menyebabkan anemia 46 100

15 Salah satu contoh makanan yang banyak mengandung serat 38 82.6

16 Dampak kekurangan serat bagi tubuh 43 93.5

17 Jeruk adalah salah satu jenis buah yang dapat mencegah sariawan

46 100

18 Sinar matahari pagi bermanfaat untuk menghasilkan vitamin D

28 60.9

19 Resiko yang ditimbulkan akibat kelebihan konsumsi lemak 46 100

20 Dampak kekurangan cairan dapat menyebabkan dehidrasi 46 100

Berdasarkan Tabel 16 dapat diketahui bahwa terdapat 9 pertanyan yang dijawab dengan benar oleh seluruh responden yaitu pertanyaan tentang salah satu contoh makanan yang banyak mengandung karbohidrat yaitu beras, salah satu makanan sumber protein hewani yaitu ayam, dampak kekurangan kalsium yaitu osteoporosis, susu banyak mengandung zat gizi kalsium, fungsi kalsium dalam tubuh manusia untuk pembentukan tulang dan gigi, kekurangan zat besi dapat menyebabkan anemia, jeruk adalah salah satu jenis buah yang dapat mencegah sariawan karena mengandung vitamin C, resiko yang ditimbulkan akibat kelebihan konsumsi lemak adalah kegemukan, dan dampak kekurangan cairan dapat menyebabkan dehidrasi. Pertanyaan yang paling sedikit dijawab benar oleh seluruh responden merupakan pertanyaan tentang salah satu contoh vitamin yang larut dalam air yaitu vitamin B (37%) dan pertanyaan tentang salah satu contoh vitamin yang larut dalam lemak yaitu vitamin D (56.7%).

Status Gizi

(34)

18

Indeks Massa Tubuh berdasarkan Umur (IMT/U) mengacu kepada referensi WHO 2007. Status gizi tersebut dikelompokkan menjadi lima kategori yaitu sangat kurus (≤ -3 SD), kurus (-3 SD ≤ z-score < -2), normal (-2 SD < z-score < +1 SD), gemuk (+1 SD ≤ z-score < +2 SD), dan obese (> +2 SD). Berikut tabel sebaran responden berdasarkan status gizi (IMT/U).

Tabel 17 Sebaran responden berdasarkan status gizi

Kategori status gizi Atlet Non-atlet Total Uji beda

n % n % n %

Berdasarkan Tabel 17 dapat diketahui bahwa sebagian besar status gizi responden baik atlet ataupun non-atlet berada pada kategori normal dengan persentase masing-masing 81% dan 80%. Responden atlet yang berada pada kategori gemuk berjumlah 2 orang sedangkan responden non-atlet berjumlah 3 orang dan terdapat 2 orang berada pada kategori obese. Hasil uji beda menggunakan Mann Whitney menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata antara status gizi responden atlet dan non-atlet.

Keadaan gizi merupakan keadaan akibat dari keseimbangan antara konsumsi dan penyerapan zat gizi serta penggunaan zat-zat gizi tersebut, atau keadaan fisiologis akibat dari tersedianya zat gizi dalam seluler tubuh. Status gizi seseorang atau sekelompok orang dapat digunakan untuk mengetahui apakah seseorang atau sekelompok orang tersebut memiliki status gizi yang baik atau tidak. Faktor yang secara langsung mempengaruhi status gizi adalah konsumsi pangan dan status kesehatan (Riyadi 2001).

Aktivitas Fisik

Aktivitas fisik adalah gerakan yang dilakukan oleh otot-otot tubuh dan sistem penunjangnya. Selama melakukan aktivitas fisik, otot membutuhkan energi diluar metabolisme untuk bergerak, sedangkan jantung dan paru-paru memerlukan tambahan energi untuk menghantarkan zat-zat gizi dan oksigen ke seluruh tubuh serta mengeluarkan sisa-sisa dari tubuh. Banyaknya energi yang dibutuhkan tergantung pada berapa banyak otot yang bergerak, berapa lama dan berapa berat pekerjaan yang dilakukan (Almatsier 2002). Metode yang digunakan untuk pengukuran aktivitas fisik yaitu metode recall 2x24 jam pada satu hari libur dan satu hari sekolah. Berikut tabel sebaran responden berdasarkan aktivitas fisik.

(35)

19 Tingkat aktivitas fisik responden atlet lebih tinggi dibandingkan tingkat aktivitas fisik responden non-atlet.

Tabel 18 Sebaran responden berdasarkan aktivitas fisik

Kategori aktivitas fisik Atlet Non-atlet Total Uji beda

n % n % n %

Lemak tubuh dapat diukur secara absolut dinyatakan dalam kilogram maupun secara relatif dinyatakan dalam persen terhadap berat tubuh total Persen lemak dalam tubuh harus terdapat dalam persentase yang normal, jika melebihi persentase batas normal tersebut dapat terjadi kelainan-kelainan pada tubuh kita, baik yang dapat dilihat maupun yang tidak, seperti terjadinya kegemukan, arterosklerosis (penebalan dinding pembuluh darah), peningkatan tekanan darah, stroke dan serangan jantung (Huda 2007). Persen lemak tubuh responden dalam penelitian ini diukur menggunakan alat Body Fat Monitoring (Omron).

Tabel 19 Sebaran responden berdasarkan persen lemak tubuh Kategori persen lemak

(36)

20

Prestasi Belajar

Prestasi belajar merupakan gambaran penguasaan siswa terhadap materi pelajaran yang diberikan (Hawadi 2001). Beberapa faktor yang mempengaruhi prestasi belajar yaitu faktor dari dalam diri siswa (faktor internal) dan faktor dari luar siswa (faktor eksternal). Prestasi belajar pada penelitian ini merupakan nilai rata-rata rapor semester pertama. Berikut sebaran responden berdasarkan prestasi akademik.

Tabel 20 Sebaran responden berdasarkan prestasi belajar Kategori prestasi

Berdasarkan Tabel 20 dapat diketahui bahwa sebagian besar prestasi belajar responden atlet dan non-atlet berada pada kategori sangat baik yaitu dengan persentase masing-masing 52.4% dan 52%. Rata-rata prestasi belajar atlet yaitu 82.3 ± 1.9. Rata-rata prestasi belajar non-atlet yaitu 82.1 ± 2.2. Hasil uji beda Mann Whitney menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara prestasi belajar responden atlet dan non-atlet. Hal ini menunjukkan bahwa jadwal latihan atlet futsal setiap harinya seusai mengikuti pelajaran di sekolah serta pertandingan-pertandingan yang banyak diikuti tidak mengganggu prestasi belajar atlet di sekolah.

Konsumsi Pangan

Konsumsi pangan adalah jumlah pangan tunggal atau beragam yang dikonsumsi seseorang atau sekelompok orang dengan tujuan tertentu yaitu untuk memperoleh sejumlah zat gizi yang diperlukan oleh tubuh. Konsumsi pangan diperlukan untuk mencukupi kebutuhan fisiologis tubuh akan sejumlah zat gizi agar dapat hidup sehat dan dapat mempertahankan kesehatannya. Kelebihan konsumsi pangan yang tidak diimbangi dengan pengeluaran energi yang mencukupi dapat mengakibatkan timbulnya gizi lebih. Oleh karena itu, setiap orang harus mengonsumsi sejumlah makanan yang sesuai dengan kecukupannya berdasarkan usia, ukuran tubuh, serta aktivitasnya (Hardinsyah & Martianto 1992).

Kebiasaan Makan

(37)

21 utama yang tidak teratur. Kelompok remaja sering melewatkan waktu makan karena aktivitas yang dimilikinya sehari-hari.

Berdasarkan Tabel 21 dapat diketahui bahwa kebiasaan sarapan pagi pada responden cukup baik karena 56.5% responden selalu sarapan pagi sedangkan selebihnya kadang-kadang sarapan pagi. Menurut Sharlin & Edelstein (2011), remaja putri merupakan kelompok umur yang paling sering melewatkan sarapan pagi. Bagi seorang siswa sekolah, sarapan pagi bermanfaat untuk meningkatkan konsentrasi belajar dan memudahkan penyerapan pelajaran sehingga prestasi belajar lebih baik (Khomsan 2004). Hal yang disebabkan apabila melewatkan sarapan pagi yaitu tubuh tidak mempunyai energi yang cukup untuk melakukan aktivitas terutama pada proses belajar (Moehji 2003). Berdasarkan hasil wawancara, alasan responden yang jarang sarapan pagi karena terkadang buru-buru berangkat ke sekolah dan belum merasa lapar. Menu sarapan yang biasa dikonsumsi responden yaitu sebagian besar (67.4%) terdiri dari menu lengkap dan selebihnya hanya mengonsumsi roti. Selain itu untuk minuman yang biasa dikonsumsi sebagian besar responden (47.8%) yaitu air putih, dan terdapat sebagian responden yang mengonsumsi susu dan teh manis dengan persentase masing-masing 37% dan 15.2%. Menurut Khomsan (2002), sarapan yang sehat seharusnya mengandung unsur empat sehat lima sempurna untuk persiapan menghadapi segala aktivitas pada hari tersebut.

Berdasarkan Tabel 21 dapat diketahui bahwa menu makan siang yang biasa dikonsumsi sebagian besar responden (54.3%) yaitu nasi, lauk hewani atau nabati, sayur. Terdapat sebagian kecil responden (26.1%) yang susunan menu makan siangnya hanya terdiri dari nasi dan lauk serta 19.6% responden yang menu makan siangnya terdiri dari nasi, lauk hewani, lauk nabati, sayur, dan buah. Susunan menu makan siang sebagian besar responden sudah bisa dikatakan baik karena terdiri dari susunan makanan lengkap. Namun terdapat beberapa responden yang susunan menu makan siangnya hanya terdiri dari nasi dan lauk, menu tersebut merupakan menu makan siang responden yang membawa bekal ke sekolah dengan alasan lebih praktis tanpa sayur-sayuran. Hampir keseluruhan responden non-atlet memiliki kebiasaan makan siang di rumah sedangkan sebagian besar responden atlet memiliki kebiasaan membawa bekal untuk makan siang dikarenakan seusai pulang sekolah dilanjutkan dengan latihan futsal.

(38)

22

Berdasarkan Tabel 21 dapat diketahui bahwa sebagian besar (87%) responden menyukai jenis pengolahan makanan yang digoreng dan terdapat responden yang menyukai jenis pengolahan makanan dipanggang, direbus, dan dikukus dengan persentase masing-masing jenis pengolahan 4.3%. Pada umumnya, remaja yang masih duduk dibangku sekolah cenderung menyukai makanan yang digoreng karena jajanan yang ada disekitar sekolah hampir keseluruhan makanan yang pengolahannya digoreng.

Tabel 21 Sebaran responden berdasarkan kebiasaan makan

Kebiasaan makan Atlet Non-atlet Total

(39)

23 Berdasarkan Tabel 21 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden (54.3%) mempunyai kebiasaan mengonsumsi suplemen setiap harinya. Responden atlet memiliki kebiasaan mengonsumsi 2 jenis suplemen setiap hari yaitu suplemen untuk menjaga daya tahan dan suplemen untuk mengurangi terjadinya kontraksi atau kelelahan otot yang diberikan oleh pihak sekolah sedangkan pada non-atlet, suplemen yang dikonsumsi yaitu suplemen untuk menjaga daya tahan atau meningkatkan daya ingat dan kognitif. Responden mengonsumsi suplemen pada malam atau pagi hari.

Berdasarkan Tabel 21 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden (67.4%) memiliki kebiasaan minum air putih ≥8 gelas/hari dan terdapat 8.7% responden yang memiliki kebiasaan minum air putih <6 gelas/hari. Kebiasaan minum air putih responden sudah cukup baik namun terdapat beberapa responden atlet yang mengonsumsi air putih kurang dari 6 gelas/hari sementara responden atlet memiliki tingkat aktivitas yang lebih tinggi sehingga kehilangan cairan tubuh akan lebih banyak terjadi dan mengakibatkan kebutuhan cairan yang lebih banyak untuk menggantikan cairan tubuh yang hilang selama latihan futsal. Responden lebih banyak mengonsumsi soft drink yang dijual di kantin sekolah. Menurut Irianto (2007), untuk mempertahankan status hidrasi, setiap individu memerlukan 2500 ml air setiap harinya.

Berdasarkan Tabel 21 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden (71.7%) tidak memiliki makanan pantangan dan sebesar 28.3% responden memiliki makanan pantangan. Makanan pantangan ini diluar makanan pantangan bagi responden atlet saat mengikuti latihan dan pertandingan. Berdasarkan hasil wawancara pada responden, makanan pantangan tersebut yaitu telur, ayam, kacang-kacangan, seafood, dan santan karena makanan tersebut dapat menyebabkan responden terkena alergi.

Kebiasaan Makan dan Minum Sebelum Pertandingan

Kebiasaan makan dan minum sebelum pertandingan merupakan kebiasaan yang dimiliki oleh setiap responden futsal sebelum mengikuti pertandingan. Menurut Irianto (2007), makanan menjelang pertandingan hanya berperan kecil dalam menyediakan energi, tetapi perlu diberikan untuk menghindarkan rasa lapar dan kelemahan supaya atlet dapat berprestasi dengan baik.

(40)

24

Tabel 22 Sebaran atlet berdasarkan kebiasaan makan dan minum sebelum pertandingan

Kebiasaan makan dan minum sebelum pertandingan n %

Rentang waktu konsumsi makanan lengkap

1-2 jam 14 66.7

2-3 jam 5 23.8

3-4 jam 2 9.5

Total 21 100

Makanan dan minuman yang dihindari sebelum

pertandingan

Ya (Es, jajanan, minuman soda, susu) 21 100

Tidak 0 0

Total 21 100

Jenis makanan dan minuman yang dikonsumsi sebelum pertandingan

Nasi, lauk hewani/nabati, sayur, buah, air mineral 4 19

Nasi, lauk hewani/nabati, sayur, air mineral 5 23.8

Nasi, lauk hewani/nabati, air mineral 4 19

Nasi, lauk hewani, buah, air mineral 6 28.6

Roti, air mineral/teh manis 2 9.6

Total 21 100

Kebiasaan Makan dan Minum Selama Pertandingan

Kebiasaan makan dan minum selama pertandingan penting untuk diperhatikan terutama pada atlet yang memiliki waktu pertandingan yang lama. Kebiasaan makan dan minum selama pertandingan responden atlet berbeda setiap individunya. Berikut tabel sebaran responden atlet berdasarkan kebiasaan makan dan minum selama pertandingan.

Tabel 23 Sebaran atlet berdasarkan kebiasaan makan dan minum selama pertandingan

Kebiasaan makan dan minum selama pertandingan n %

Makanan dan minuman yang dihindari selama pertandingan

Ya (Es, jajanan, minuman soda, susu) 21 100

Tidak 0 0

Total 21 100

Jenis makanan dan minuman yang dikonsumsi selama pertandingan

Air mineral 17 81

Roti, air mineral 2 9.5

Biskuit, air mineral 2 9.5

Total 21 100

(41)

25 (1993), pada saat pertandingan sebaiknya atlet mengonsumsi makanan yang mengandung cukup karbohidrat, cairan, dan elektrolit guna menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh, dan tidak menyebabkan gangguan pencernaan.

Kebiasaan Makan dan Minum Setelah Pertandingan

Keadaan atlet setelah pertandingan akan berbeda dengan keadaan biasanya, oleh karena itu makanan atlet setelah pertandingan tetap perlu diperhatikan. Makanan yang disajikan setelah pertandingan sebaiknya mengandung cukup energi, tinggi karbohidrat, vitamin dan mineral, cukup protein, rendah lemak, dan banyak cairan untuk menggantikan cairan tubuh yang hilang selama pertandingan berlangsung (Irianto 2007). Berikut tabel sebaran atlet berdasarkan kebiasaan makan dan minum setelah pertandingan.

Tabel 24 Sebaran atlet berdasarkan kebiasaan makan dan minum setelah pertandingan

Kebiasaan makan dan minum setelah pertandingan n %

Makanan dan minuman yang dihindari setelah pertandingan

Ya (Es, minuman soda) 21 100

Tidak 0 0

Total 21 100

Jenis makanan dan minuman yang dikonsumsi setelah pertandingan

Nasi, lauk hewani/nabati, sayur/buah, air mineral 7 33.3

Nasi, lauk hewani/nabati, air mineral/susu 7 33.3

Roti, susu 3 14.3

Jajanan, air mineral 4 19.1

Total 21 100

Berdasarkan Tabel 24 dapat diketahui bahwa keseluruhan atlet memiliki makanan dan minuman yang dihindari setelah pertandingan yaitu es dan minuman soda. Jenis makanan tersebut merupakan makanan pantangan yang dilarang oleh pelatih untuk menjaga kondisi fisik atlet futsal setelah pertandingan. Jenis makanan yang biasa dikonsumsi oleh atlet setelah pertandingan yaitu menu lengkap yang terdiri dari nasi, lauk hewani/nabati, sayur/buah, air mineral, terdapat juga responden yaang mengonsumsi menu yang terdiri dari nasi, lauk hewani/nabati, dan air mineral/susu. Kebiasaan makan dan minum atlet futsal setelah pertandingan belum semuanya bisa dikatakan baik karena masih terdapat sebagian kecil atlet yang memiliki kebiasaan mengonsumsi roti dan susu atau jajanan dan air mineral setelah pertandingan dengan persentase masing-masing yaitu 14.3% dan 19.1%.

Tingkat Kecukupan Zat Gizi

Energi

(42)

26

dikonsumsi setiap harinya. Besarnya kebutuhan energi tergantung dari energi yang digunakan setiap hari. Kebutuhan energi dapat dihitung dengan memperhatikan metabolisme basal yaitu banyaknya energi yang dipakai aktifitas jaringan tubuh sewaktu istirahat jasmani dan rohani (Burke 1992).

Kecukupan energi responden dapat diketahui dengan metode recall 2x24 jam yaitu satu hari libur dan satu hari sekolah. Hasil recall tersebut kemudian diolah dan dibandingkan dengan angka kecukupan energi yang diperoleh dari WKNPG 2013 yang sudah disesuaikan dengan kondisi tubuh orang Indonesia. Berikut tabel sebaran responden berdasarkan tingkat kecukupan energi.

Tabel 25 Sebaran responden berdasarkan tingkat kecukupan energi Kategori tingkat

Berdasarkan Tabel 25 dapat diketahui bahwa tingkat kecukupan energi atlet (47.6%) terdapat pada kategori normal sedangkan pada non-atlet (36%) tingkat kecukupan energinya berada pada kategori defisit sedang. Hasil uji beda Mann Whitney menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara tingkat kecukupan energi responden atlet dan non-atlet. Rata-rata asupan energi atlet (3323.06 ± 456.6 kkal) lebih tinggi dibandingkan asupan energi non-atlet (1791.42± 329.73 kkal). Rata-rata kecukupan non-atlet juga lebih tinggi yaitu 2666.47±156.82 kkal dibandingkan kecukupan non-atlet 2169.47±134.3 kkal. Hal ini dikarenakan tingkat aktivitas fisik atlet lebih tinggi dibandingkan non-atlet. Manusia yang kurang makanan akan lemah baik daya kegiatan, pekerjaan fisik atau daya pemikirannya karena kurangnya zat-zat makanan yang diterima tubuhnya yang dapat menghasilkan energi. Seseorang tidak dapat menghasilkan energi yang melebihi dari apa yang diperoleh dari makanan kecuali jika meminjam atau menggunakan cadangan energi dalam tubuh, namun kebiasaan meminjam ini akan dapat mengakibatkan keadaan yang gawat yaitu kekurangan gizi khususnya energi (Budiyanto 2002).

Protein

Protein merupakan bahan utama dalam pembentukan jaringan, baik jaringan tubuh tumbuh-tumbuhan maupun tubuh manusia dan hewan. Karena itu protein disebut unsur pembangun. Protein mempunyai fungsi penting dalam membangun dan memelihara sel jaringan tubuh. Protein juga merupakan prekursor untuk neurotransmitter yang mendukung perkembangan otak. Sumber protein antara lain seperti ikan, susu, daging, telur dan kacang-kacangan (Sediaoetama 1996).

(43)

27 berat. Tingkat kecukupan protein baik responden atlet dan non-atlet menyebar pada lima kategori yaitu defisit berat, defisit sedang, defisit ringan, normal, dan lebih. Hasil uji Mann Whitney menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara tingkat kecukupan protein atlet dan non-atlet. Rata-rata asupan protein (61.92 ± 13.93 gr) atlet lebih tinggi jika dibandingkan dengan rata-rata asupan protein (46.23 ± 10.73 gr) non-atlet. Rata-rata kecukupan protein atlet juga lebih tinggi yaitu 86.66 ± 5.1 gr dibandingkan non-atlet 65.08 ± 4.03 gr.

Tabel 26 Sebaran responden berdasarkan tingkat kecukupan protein Kategori tingkat

Protein sebagai salah satu zat gizi yang diperlukan oleh tubuh memegang peranan penting dalam proses pertumbuhan, pengganti sel tubuh yang rusak, dan sebagai katalisator. Fungsi khas protein yang tidak dapat digantikan oleh zat gizi lain, yaitu membangun serta memelihara sel-sel dan jaringan tubuh (Almatsier 2002). Fungsi khas protein inilah yang menyebabkan protein sangat dibutuhkan oleh remaja. Hal ini karena remaja merupakan kelompok yang dalam masa pertumbuhan dan perkembangannya memerlukan zat gizi yang relatif besar jumlahnya dan bila dikonsumsi tidak seimbang maka dapat menimbulkan masalah gizi (Khomsan 2002). Menurut Depkes (2002), protein bagi atlet futsal yang masih remaja sangat diperlukan untuk pertumbuhan dan pembentuk tubuh guna mencapai tinggi badan yang optimal. Atlet futsal sangat dianjurkan untuk mengonsumsi sumber protein yang berasal dari hewani dan nabati.

Lemak

Lemak (lipid) merupakan komponen struktural dari semua sel-sel tubuh, yang dibutuhkan oleh ratusan bahkan ribuan fungsi fisiologis tubuh (McGuire dan Beerman 2011). Fungsi lain lemak yaitu menyediakan cadangan energi tubuh, isolator, pelindung organ dan menyediakan asam-asam lemak esensial (Mahan dan Escott-Stump 2008). Selain itu lemak juga berperan penting dalam metabolisme zat gizi, terutama penyerapan karotenoid, vitamin A, D, E dan K.

(44)

28

Menurut Depkes (2002), walaupun lemak merupakan sumber energi yang paling tinggi, akan tetapi para atlet tidak dianjurkan untuk mengkonsumsi lemak berlebihan. Karena energi lemak tidak dapat langsung dimanfaatkan untuk latihan maupun bertanding. Lemak terdapat dalam makanan asal hewan sebagai lemak hewani dan asal tumbuhan sebagai lemak nabati.

Tabel 27 Sebaran responden berdasarkan tingkat kecukupan lemak Kategori tingkat penting untuk seorang atlet dalam melakukan olahraga. Untuk berolahraga, energi berupa ATP dapat diambil dari karbohidrat yang terdapat dalam tubuh berupa glukosa dan glikogen yang disimpan dalam otot dan hati. Selama beberapa menit permulaan kerja glukosa darah merupakan sumber energi utama, selanjutnya tubuh menggunakan glikogen otot dan hati. Glikogen otot langsung digunakan oleh otot untuk pembentukan energi, sedangkan glikogen hati mengalami perubahan menjadi glukosa yang akan masuk ke peredaran darah untuk selanjutnya dipergunakan oleh otot (Depkes 1993). Berikut tabel sebaran responden berdasarkan tingkat kecukupan karbohidrat.

Tabel 28 Sebaran responden berdasarkan tingkat kecukupan karbohidrat Kategori tingkat

(45)

29 Para pekerja berat termasuk olahragawan yang melakukan aktifitas berat, kebutuhan karbohidratnya dapat mencapai 9-10 gr/kg BB/hari atau kurang lebih 70% dari kebutuhan energi keseluruhan setiap hari dan sebaiknya mengandung karbohidrat kompleks. Sekitar 80% atau lebih karbohidrat yang diberikan sebaiknya berupa karbohidrat kompleks sedangkan gula sederhana sebaiknya kurang dari 20% (Irianto 2007).

Kalsium

Kalsium merupakan unsur mineral yang paling banyak terdapat dalam tubuh manusia. Kalsium berfungsi dalam struktur tulang dan gigi, transmisi impulsi saraf, pembekuan darah dan regulasi enzim (Sulistyoningsih 2012). Tingkat kecukupan vitamin dan mineral diklasifikasikan menjadi dua kategori yaitu defisit (<77%) dan normal (≥77%). Berikut tabel sebaran responden berdasarkan tingkat kecukupan kalsium.

Tabel 29 Sebaran responden berdasarkan tingkat kecukupan kalsium Kategori tingkat

Berdasarkan Tabel 29 dapat diketahui bahwa sebagian besar tingkat kecukupan kalsium responden atlet dan non-atlet berada pada kategori defisit dengan persentase masing-masing kelompok yaitu 76.2% dan 76%. Rata-rata asupan kalsium atlet yaitu 712.54 ± 612.53 mg sedangkan rata-rata asupan kalsium non-atlet yaitu 764.99 ± 1076.12 mg. Hasil uji beda Mann Whitney menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara tingkat kecukupan kalsium atlet dan non-atlet.

Zat Besi

Zat besi merupakan unsur mineral mikro yang paling banyak terdapat dalam tubuh manusia. Zat besi berfungsi dalam metabolisme energi, sistem kekebalan, komponen hemoglobin, mioglobin, dan beberapa enzim oksidatif (Sulistyonigsih 2012). Berikut tabel sebaran responden berdasarkan tingkat kecukupan zat besi.

Tabel 30 Sebaran responden berdasarkan tingkat kecukupan zat besi Kategori tingkat

(46)

30

menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara tingkat kecukupan zat besi responden atlet dan non-atlet. Namun rata-rata asupan zat besi (37.09 ± 15.08 mg) atlet lebih baik dibandingkan asupan zat besi (23.71 ± 15.81 mg) non-atlet.

Vitamin C

Vitamin C merupakan antioksidan yang diperlukan oleh tubuh yang mampu mengurangi mengurangi gejala penyakit asma, meningkatkan penyerapan zat besi yang berperan dalam pembentukan jaringan penyambung tulang dan gigi. Selain itu, vitamin C juga mampu menetralkan racun, menurunkan tekanan darah tinggi, membantu pembentukan collagen, mencegah pembekuan darah yang tidak normal serta menyembuhkan luka bakar (Arisandi & Andriani 2009). Berikut tabel sebaran responden berdasarkan tingkat kecukupan vitamin C.

Tabel 31 Sebaran responden berdasarkan tingkat kecukupan vitamin C Kategori tingkat

Berdasarkan Tabel 31 dapat diketahui bahwa sebagian besar tingkat kecukupan vitamin C atlet (90.5%) berada pada kategori normal sedangkan non-atlet (56%) berada pada kategori defisit. Hasil uji beda Mann Whitney menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara tingkat kecukupan vitamin C responden atlet dan non-atlet. Namun rata-rata asupan vitamin C atlet (170.79 ± 74.49 mg) lebih tinggi dibandingkan rata-rata asupan vitamin C non-atlet (108.95 ± 104.103 mg). Defisiensi vitamin C dapat menyebabkan sariawan, lemas pada sendi, pembengkakan gusi, serta perapuhan gigi (Arisandi & Andriani 2009).

Vitamin A

Vitamin A merupakan vitamin larut lemak yang pertama kali ditemukan dan memiliki nama generik yang menyatakan semua retinoid dan prekursor/provitamin, A/karotenoid yang mempunyai aktivitas biologik seperti retinol. Vitamin A mempunyai fungsi utama sebagai bagian penting pada indera penglihatan (Wolinsky & Driskell 2006). Fungsi vitamin A lainnya yaitu berperan dalam sistem kekebalan tubuh, pertumbuhan, dan perkembangan reproduksi, pencegahan penyakit kanker dan degeneratif seperti jantung (Almatsier 2004). Berikut tabel sebaran responden berdasarkan tingkat kecukupan vitamin A.

(47)

31

Berdasarkan Tabel 32 dapat diketahui bahwa tingkat kecukupan vitamin A sebagian besar atlet (66.7%) berada pada kategori defisit sedangkan pada responden non-atlet (100%) berada pada kategori defisit. Hal ini menunjukkan bahwa baik responden atlet maupun non-atlet belum memenuhi tingkat kecukupan vitamin A. Sumber vitamin A dapat diperoleh dari hati ayam, hati sapi, sayur-sayuran hijau, wortel. Hasil uji beda Mann Whitney menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara tingkat kecukupan vitamin A responden atlet dan non-atlet. Rata-rata asupan vitamin A (407.26 ± 133.4 mcg) atlet lebih tinggi dibandingkan rata-rata asupan vitamin A (176.29 ± 78.2 mcg) non-atlet.

Vitamin B1

Vitamin B1 atau yang bisa dikenal dengan nama tiamin merupakan salah satu vitamin larut air yang berfungsi dalam pemeliharaan sistem saraf dan otot serta fungsi jantung. Menurut WKNPG tahun 2013, angka kecukupan vitamin B1 untuk remaja putri umur 13-15 tahun yaitu 1 mg per hari. Sumber utama tiamin yaitu serealia, kacang-kacangan, semua daging organ, daging tanpa lemak, dan kuning telur.

Tabel 33 Sebaran responden berdasarkan tingkat kecukupan Vitamin B1 Kategori tingkat

Berdasarkan Tabel 33 dapat diketahui bahwa sebagian besar tingkat kecukupan vitamin B1 atlet (95.2%) dan non-atlet (56%) berada pada kategori normal. Hasil uji beda Mann Whitney menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara tingkat kecukupan vitamin B1 responden atlet dan non-atlet dimana tingkat kecukupan vitamin B1 atlet lebih baik dibandingkan non-atlet. Rata-rata asupan vitamin B1 (86.34 ± 42.19 mg) atlet lebih tinggi dibandingkan rata-rata asupan vitamin B1 (2.83 ± 2.75 mg) non-atlet.

Tingkat Kebugaran

Gambar

Gambar 1 Kerangka pemikiran hubungan konsumsi pangan, tingkat kecukupan
Tabel 1  Jenis dan cara pengumpulan data penelitian
Tabel 6  Klasifikasi persen lemak tubuh
Tabel 8  Sebaran responden berdasarkan tingkat pendidikan orangtua
+7

Referensi

Dokumen terkait

Data primer meliputi karakteristik contoh (identitas siswa, umur, jenis kelamin); karakteristik keluarga (pendidikan orangtua, pekerjaan orangtua, pendapatan keluarga serta

Data primer diperoleh melalui pengamatan langsung dan wawancara dengan alat bantu kuesioner yang meliputi data karakteristik individu (jenis kelamin, umur, uang saku, dan

Variabel-variabel yang diteliti, meliputi sosial ekonomi keluarga (besar keluarga, pendapatan per kapita), karakteristik anak balita (usia, jenis kelamin dan tinggi badan),

Data primer meliputi karakteristik individu (usia, jenis kelamin, dan uang saku), karakteristik keluarga (tingkat pendidikan orangtua, pekerjaan orangtua,

Data primer yang dikumpulkan meliputi: (1) karakteristik balita (umur dan jenis kelamin) dan karakteristik keluarga (pendapatan per kapita, besar keluarga), karakteristik ibu

Data primer meliputi data karakteristik penjamah makanan (umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan dan lama berkerja), karakteristik santri putri (tanggal lahir,

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini secara keseluruhan merupakan data primer yang meliputi karakteristik subjek (usia, jenis kelamin, pendapatan per kapita

Data primer wawancara dan pengukuran langsung yang dikumpulkan antara lain karakteristik baduta dan orangtua serta pengetahuan, sikap, dan praktik PHBS diperoleh dengan memberikan