• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENYELENGGARAAN MAKANAN, KONSUMSI PANGAN DAN STATUS GIZI SANTRI PUTRI PONDOK PESANTREN DARUSALAAM BOGOR CHYNTIARAMA FAJRIYAN TIKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENYELENGGARAAN MAKANAN, KONSUMSI PANGAN DAN STATUS GIZI SANTRI PUTRI PONDOK PESANTREN DARUSALAAM BOGOR CHYNTIARAMA FAJRIYAN TIKA"

Copied!
73
0
0

Teks penuh

(1)

DARUSALAAM BOGOR

CHYNTIARAMA FAJRIYAN TIKA

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

(2)

Chyntiarama Fajriyantika Food Service Management, Food Consumption and Nutritional Status of Students in Darusalaam Islamic Boarding School. Under the guidance Yayuk Farida Baliwati.

The objective of this study was to assess of food service management, food consumption and nutritional status among Darussalam Boarding School‟s students.

A cross sectional study was conducted in this study through observational survey methods. The samples were chosen purposively, both students and food handler.

The number of students were 85 and food handler whose 10 people.

The percentage of food handler hygiene and sanitation of food processing were 57.7%. It was included in lack cathegories. The average of energy adequacy of students include in mild deficiency, while protein adequacy of students more than normal standard. Based on Spearman test, there is no correlation between energy intake and nutritional status (p=0,599 r=0,058). The similar result also showed on protein intake and nutritional status (p=0,990 r=0,001).

Key words: hygiene, sanitation, nutritional status, students, energy and protein intake, Islamic boarding school.

(3)

RINGKASAN

CHYNTIARAMA FAJRIYAN TIKA. Penyelenggaraan Makanan, Konsumsi Pangan dan Status Gizi Santri Putri Pondok Pesantren Darusalaam Bogor.

Dibimbing oleh YAYUK FARIDA BALIWATI.

Tujuan umum penelitian ini adalah mengetahui penyelenggaraan makanan, konsumsi pangan dan status gizi pada santri putri Pondok Pesantren Darusalaam Bogor. Tujuan khusus penelitian ini adalah menganalisis krakteristik penjamah makanan, menganalisis karakteristik santri putri, menganalisis higiene penjamah makanan, menganalisis sanitasi makanan, menganalisis ketersediaan pangan, menganalisis konsumsi santri putri, menganalisis status gizi santri putri, menganalisis hubungan antara tingkat kecukupan emergi dan protein dengan status gizi santri putri Pondok Pesantren Darusalaam.

Desain penelitian adalah cross sectional study dengan metode survey observational. Tempat penelitian yaitu Pondok Pesantren Darusalaam yang terletak di Ciomas Kabupaten Bogor. Pertimbangan pengambilan tempat penelitian antara lain santri tinggal dalam satu lingkungan dan tinggal bersama di sebuah asrama yang disediakan oleh Pondok Pesantren, Pondok Pesantren menyelenggarakan makanan untuk para santri dan pihak pondok bersedia untuk dijadikan sebagai tempat penelitian. Pengumpulan data penelitian dilakukan pada bulan Juli sampai Agustus 2011.

Contoh dalam penelitian ini adalah santri putri SMP, SMA dan penjamah makanan di Pondok Pesantren Darusalaam Bogor. Populasi santri putri sebanyak 136 santri. Pemilihan contoh menggunakan metode purposive sampling. Pertimbangan yang digunakan untuk pemilihan santri putri sebagai contoh yaitu santri putri tidak memiliki catatan khusus atau pelanggaran, bersedia dijadikan sebagai contoh dalam penelitian dan dalam keadaan sehat. Jumlah santri putri dalam penelitian ini sebesar 85 santri. Pertimbangan yang digunakan dalam pengambilan contoh pada tenaga pengelola makanan adalah contoh merupakan karyawan Pondok Pesantren yang bertugas mengolah makanan pada saat penelitian berlangsung, bersedia dijadikan contoh dan diwawancara saat penelitian dan contoh dalam keadan sehat. Total penjamah makanan adalah 10 orang, yang seluruhnya diambil sebagai contoh penelitian.

Jenis data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data sekunder yang dikumpulkan adalah keadaan umum Pondok Pesantren dan daftar menu makanan yang disediakan. Data primer diperoleh melalui wawancara dan pengamatan secara langsung kepada contoh. Data primer meliputi data karakteristik penjamah makanan (umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan dan lama berkerja), karakteristik santri putri (tanggal lahir, berat badan dan tinggi badan), higiene penjamah makanan, sanitasi makanan, praktek higiene penjamah makanan dan sanitasi makanan diukur dengan pertanyaan yang menggunakan dua tingkatan jawaban memiliki jawaban yaitu jika jawaban dari pertanyaan adalah “ya” skornya 1, sedangkan untuk jawaban “tidak” memiliki skor 0, ketersediaan makanan, konsumsi pangan menggunakan metode food recall 2x24 jam dan frekuensi konsumsi pangan, dan status gizi santri putri menggunakan software WHO Anthroplus 2007.

Penjamah makanan di Pondok Pesantren Darussalaam terdiri dari 6 juru masak yang memiliki tugas menerima belanjaan bahan makanan,mengolah dan memorsikan makanan untuk santri putra. Penjamah makanan yang lainnya adalah 2 santri putri yang bertugas memorsikan makanan dan 2 pengurus santri putri yang bertugas mengawasi pemorsian makanan. Rata-rata umur penjamah makanan 52 tahun, pendidikan terakhir penjamah makanan tidak tamat SD (50%) dan rata-rata contoh lama bekerja 15 tahun. Persentase santri putri dalam

(4)

penelitian ini adalah 51%, masuk kedalam kategori remaja awal (11-13 tahun), rata-rata umur santri putri adalah 13 tahun. Persentase higiene tenaga penjamah dan sanitasi lingkungan pengolahan makanan adalah 57,7% termasuk kedalam kategori kurang. Konsumsi pangan santri putri Pondok Pesantren Darusalaam berasal dari penyelenggaraan makanan Pesantren Darusalaam dan dari Luar Pesantren Darusalaam. Ketersediaan pangan dari penyelenggaraan makan Pondok Pesantren menyumbang energi 1186 kkal dan protein 18,9 gram seluruhnya dikonsumsi oleh santri putri Pondok Pesantren Darusalaam.

Konsumsi pangan dari luar Pondok Pesantren berasal dari kantin dan bekal dari orangtua santri pada saat berkunjung. Konsumsi pangan dari luar Pondok Pesantren menyumbang energi dan protein yang hampir sama besar dengan konsumsi dari dalam Pondok Pesantren yaitu 1168 kkal dan protein sebesar 26.8 gram dengan persentase dan dikonsumsi seluruhnya oleh santri putri Pondok Pesantren Darusalaam, sehingga konsumsi energi santri putri Pesantren Darusalaam sebesar 2036 kkal dan protein 45,7 gram. Rata-rata kebutuhan santri putri untuk energi adalah 2036 kkal dan protein 59 gram, sehingga tingkat kecukupan energi terhadap kebutuhan santri putri Pondok Pesantren Darusalaam untuk energi adalah 86% termasuk dalam kategori defisit tingkat ringan dan protein 129% termasuk kedalam kategori kelebihan.

Sebagian besar yaitu 77 santri putri memiliki status gizi normal (90,6%), namun adapula 3 santri putri yang memiliki status gizi kurang (3,5%), 4 santri putri berstatus gizi gemuk (4,7%) dan 1 santri putri mempunyai status gizi obese (1,2%). Hasil uji korelasi spearman, korelasi antara tingkat konsumsi energi dan status gizi p=0,599 r=0,058, sedangkan tingkat konsumsi protein dengan status gizi p=0,990 r=0,001, hal ini menunjukan bahwa tidak terdapat hubungan antara tingkat konsumsi energi dan protein dengan status gizi.

(5)

PENYELENGGARAAN MAKANAN, KONSUMSI PANGAN DAN STATUS GIZI SANTRI PUTRI PONDOK PESANTREN

DARUSALAAM BOGOR

CHYNTIARAMA FAJRIYAN TIKA

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi pada Mayor Ilmu Gizi

Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

(6)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : Penyelenggaraan Makanan, Konsumsi Pangan dan Status Gizi Santri Putri Pondok Pesantren Darusalaam Bogor

Nama : Chyntiarama Fajriyan Tika

NIM : I14086028

Menyetujui,

Pembimbing

Dr. Ir. Yayuk Farida Baliwati, MS NIP: 19630312 198703 2 001

Mengetahui Ketua Departemen

Dr. Ir. Budi Setiawan, MS NIP. 19621218 198703 1 001

Tanggal Lulus :

(7)

PRAKATA

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala nikmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik.

Penyusunan tugas akhir dengan judul “Penyelenggaraan Makanan, Konsumsi dan Status Gizi Santri Putri Pondok Pesantren Darusalaam Bogor” dapat terselesaikan. Penulisan tugas akhir ini merupakan syarat bagi penulis untuk dapat memperoleh gelas Sarjana Gizi pada Mayor Ilmu Gizi, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

Terselesaikannya tugas akhir ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan banyak pihak. Oleh karena itu, penulis juga mengucapkan terimakasih kepada:

1. Dr. Ir. Yayuk Farida Baliwati, MS selaku dosen pembimbing skripsi yang dengan penuh kesabaran telah meluangkan waktu dan pikirannya, memberikan arahan, masukan, kritikan, semangat dan nasehat kepada penulis untuk menyelesaikan tugas ahkir ini.

2. Prof. Dr. Ir. Siti Madanijah, MS selaku dosen pemandu seminar dan dosen penguji skripsi serta atas saran dan masukan yang diberikan.

3. Prof. Dr. drh. Clara M. Kusharto, Msc selaku dosen pembimbing akademik.

4. Papah dan Mamah, ka Farhan Muchalik, Teh Rizki Amalia, Ka Afwan Abdullah, Mba Dila, Chorunnisa Thahara, yang senantiasa memberikan do‟a.

Untuk keponakan dan saudara tercinta (Ajib, Azzam, Hilmi, Zukrufa dan Akbar, Ibu Yuli dan Siti Zulaicha) terimakasih atas kasih sayang, dukungan, semangat dan keceriaan yang diberikan kepada penulis.

5. Kepala Pondok Pesantren Darusalaam, ustadz Parnadi dan ustadzah Ina selaku narasumber yang telah membantu pengambilan data di Pondok Pesantren Darusalaam Bogor.

6. Teman-teman Alih Jenis Program Gizi masyarakat angkatan ke-2 (Dina mardiyah, Frema Apdita, Desri Maulina Sari, Anjas Nurlina, Mawi Rizkiumardani, Ummi Rufaizah, Nurhansyah Dijaisiyah, Fitri Isnaini, Harisa Totelesi, Dina Murniati, Yulia Puspita, Nuning Hidayati, Hilma Syafly, Revida Rosa, Hilma Amilia, Asyshifa Riana) dan GM 43, GM 44.

7. Teman-teman kosan Malea Vina Mardiyanti dan Ika terimakasih atas semangat, nasehat dan bantuannya.

8. Teman-teman kosan Bapak Aziz (Alpriwina Putri, Citra, Winendah Ayu, Pipit, Mela dan Oki) terimakasih atas keceriaan yang diberikan.

(8)

9. Teman seperjuangan bimbingan Ayuningtyas Nur Husna P, Frida, Hadi Guna Praja dan Akila Zahra.

10. Rekan-rekan pembahas (Eko Gunawan, Hadi, Frema Apdita, Dina Mardiyah dan Mumtaz) atas saran dan masukan untuk penyempurnaan skripsi ini.

11. Serta teman-teman yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah banyak membantu kelancaran penyelesaian tugas akhir ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan. Semoga penelitian ini dapat memberikan manfaat dan informasi bagi semuanya.

Bogor, April 2012 Chyntiarama Fajriyan Tika

(9)

DAFTAR ISI

Hal

DAFTAR TABEL...v

DAFTAR GAMBAR...vi

DAFTAR LAMPIRAN...vii

PENDAHULUAN...1

Latar Belakang...1

Tujuan...3

Hipotesis...4

Kegunaan...4

TINJAUAN PUSTAKA...5

Remaja...5

Penyelenggaraan Makanan...6

Higiene penjamah makanan...10

Sanitasi makanan...12

Ketersediaan pangan...17

konsumsiPangan...17

status Gizi...19

Kerangka Pemikiran...21

METODE PENELITIAN...23

Desain, tempat, dan waktu penelitian...23

Jumlah dan cara penarikan contoh...23

Jenis dan cara pengumpulan data...23

Pengolahan dan analisis data...26

Definisi operasional...28

HASIL DAN PEMBAHASAN...30

Gambaran Umum Dapur Penyelenggaraan Makanan...30

Penyelenggaraan Makanan...30

Karakteristik Penjamah Makanan...31

Higiene penjamah makanan...32

Sanitasi makanan...33

Ketersediaan makanan...39

Konsumsi Pangan...40

Status Gizi...45

KESIMPULAN DAN SARAN...47

(10)

Kesimpulan...47

Saran...47

DAFTAR PUSTAKA...49

LAMPIRAN...53

(11)

DAFTAR TABEL

Hal

1 Kategori status gizi berdasarkan IMT/u...20

2 Jenis dan cara pengumpulan data………..………...24

3 Karakteristik santri putri Pondok Pesantren Darusalaam...32

4 Perbandingan standar higiene dan sanitasi terhadap hasil pengamatan...34

5 Kerangka menu Pondok Pesantren Darusalaam...37

6 Menu makanan selama dua hari yang disediakan Pondok Pesantren...39

7 Tingkat ketersediaan terhadap kebutuhan santri putri...40

8 Sebaran santri putri berdasarkan frekuensi konsumsi pangan karbohidrat....40

9 Sebaran santri putri berdasarkan frekuensi pangan hewani...41

10 Sebaran santri putri berdasarkan frekuensi pangan nabati...41

11 Sebaran santri putri berdasarkan frekuensi konsumsi pangan sayuran...42

12 Sebaran santri putri berdasarkan frekuensi konsumsi pangan buah-buahan.42 13 Sebaran santri putri berdasarkan frekuensi konsumsipangan produk susu...43

14 Sebaran santri putri berdasarkan frekuensi konsumsi pangan jajanan...43

15 Ketersediaan dan konsumsi pangan santri putri Pondok Pesantren...44

16 Tingkat kecukupan terhadap kebutuhan santri putri Pondok Pesantren...44

17 Sebaran santri putriberdasarkan statusgizi (imt/u)...45

(12)

DAFTAR GAMBAR

Hal 1 Kerangka pikir penyelenggaraan makanan, konsumsi dan status gizi santri

putri Pondok Pesantren Darusalaam. ... 22 2 Alur kerja penyelenggaraan makanan di Pondok Pesantren Darusalaam. ... 31 3 Kurva status gizi (z-skor) dengan indikator IMT/U ... 46

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Hal Lampiran 1 Kuesioner Penelitian ...53 Lampiran 2 Hasil uji statistik ...60 Lampiran 3 Contoh menu Pondok Pesantren Darusalaam Bogor ...60

(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Semenjak dasawarsa 1990-an kata kunci pembangunan bangsa-bangsa di dunia berkembang, termasuk Indonesia, adalah sumber daya manusia atau SDM. Investasi pembangunan tidak lagi terbatas pada sarana dan prasarana ekonomi untuk membangun industri seperti: jalan, jembatan, pembangkit listrik, irigasi dan lainnya. Makin disadari bahwa pembangunan ekonomi baru bermanfaat bagi setiap anggota keluarga dan masyarakat suatu bangsa, apabila mereka semuanya dapat hidup sejahtera, Deklarasi Universal Persyerikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Hak Asasi Manusia tahun 1948, menyatakan bahwa setiap orang berhak untuk memperoleh kesehatan yang baik dan pangan yang cukup sehingga terbebas dari kelaparan dan kurang gizi. Untuk memenuhi hak asasi tersebut pemerintah, masyarakat, dan keluarga harus menanam modal atau investasinya tidak hanya untuk sarana dan prasarana ekonomi dalam arti sempit, tetapi dalam arti yang luas dan modern yaitu mencakup investasi di bidang kesehatan dan gizi (Soekirman, 2000).

Kecukupan gizi dan pangan merupakan salah satu faktor terpenting dalam mengembangkan kualitas sumber daya manusia, sehingga merupakan faktor kunci dalam pembangunan suatu bangsa. Gizi sangat berpengaruh juga terhadap produktivitas manusia (Almatsier, 2002). Remaja merupakan salah satu sumberdaya manusia yang harus diperhatikan karena remaja merupakan generasi penerus bangsa yang berperan penting dalam pembangunan nasional dimasa yang akan datang. Dengan demikian, kualitas manusia dimasa yang akan datang sangat dipengaruhi oleh kualitas remaja masa kini. Masa remaja memiliki masa pertumbuhan yang cepat dan sangat aktif yang disebut

”adolescence growth spurt”, sehingga memerlukan zat gizi yang relatif besar jumlahnya (Sediaoetama, 2000).

Banyak faktor yang mempengaruhi status gizi pada remaja, diantaranya adalah pendidikan, umur, jenis kelamin, wilayah tempat tinggal, aktifitas fisik, kebiasaan merokok, kebiasaan minum minuman keras, kebiasaan sarapan pagi, konsumsi obat modern, konsumsi obat tradisional, kecukupan asupan zat gizi, sakit diderita satu tahun lalu, keluhan sakit satu bulan lalu dan anemi (Permaisih, 2003). Dalam beberapa hal masalah gizi pada remaja merupakan kelanjutan dari masalah gizi pada usia anak, yaitu anemia defisiensi besi, kelebihan dan kekurangan berat badan (Arisman, 2004).

(15)

Data Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) (2007) menyebutkan, presentase remaja berdasarkan IMT di provinsi Jawa Barat memiliki status gizii kurus yaitu 15%, sedangkan 2% remaja di Jawa Barat memiliki status gizi sangat kurus dan 8% status gizi remaja kurus (RISKESDAS 2010), sehingga dapat disimpulkan bahwa status gizi pada remaja di Jawa Barat yang tergolong kurus menurun 7%, meskipun status gizi pada remaja menurun, namun Data RISKESDAS (2010) menyebutkan persentase konsumsi energi pada remaja di Indonesia sebesar 54,4%, hal ini menunjukan bahwa konsumsi energi pada remaja di bawah minimal. Remaja merupakan penentu kualitas SDM yang diharapkan dapat meneruskan cita-cita pembangunan, untuk itu aspek kesehatan dan gizi pada masa remaja perlu diperhatikan. Masalah gizi pada remaja dapat terjadi pada setiap remaja, tidak terkecuali pada remaja yang menuntut ilmu di Pondok Pesantren. Santri merupakan siswa atau siswi yang saat itu sedang menuntut ilmu di Pondok Pesantren.

Jumlah Pondok Pesantren di Indonesia sebanyak 24.206 (Departemen Agama RI Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, 2009), dan propinsi Jawa Barat memiliki Pondok Pesantren terbanyak yaitu 7.691 lembaga atau 31% dari total Pondok Pesantren di Indonesia. Kabupaten Bogor merupakan salah satu daerah di Indonesia dengan populasi pesantren tertinggi se-Jawa Barat maupun di Indonesia. Kabupaten Bogor memiliki jumlah pesantren hingga 2.500 lembaga atau 10% dari total Pondok Pesantren di Indonesia dan 33% total pesantren di Jawa Barat. Jumlah yang terbilang sangat tinggi, bahkan dibandingkan dengan kabupaten atau kota di Jawa Timur atau Jawa Tengah yang notabene dikenal sebagai basis kuat pesantren (Fahir 2011). Di Indonesia, jumlah remaja atau santri yang belajar di Pondok Pesantren adalah sebanyak 3.647.719 (Departemen Agama, 2009). Jumlah santri yang tersebar di berbagai pesantren di kabupaten Bogor sebanyak 9.199 santri atau 0,25% dari seluruh santri di Indonesia.

Remaja putri rentan mengalami kurang gizi pada periode puncak tumbuh kembang, kurangnya asupan zat gizi karena pola makan yang salah, pengaruh dari lingkungan pergaulan (ingin langsing). Laporan Riset Kesehatan Dasar prevalensi anemia pada perempuan (>15 tahun) sebesar 20% (Depkes, 2008).

Remaja putri yang kurang gizi tidak dapat mencapai status gizi yang optimal (kurus, pendek dan pertumbuhan tulang tidak proposional), kurang zat besi dan gizi lain yang penting untuk tumbuh kembang (Pardede, 2002). Menurut Arisman (2004), perempuan mengalami pertumbuhan lebih dahulu (usia 10-12 tahun)

(16)

daripada laki-laki, karena tubuhnya memerlukan persiapan menjelang usia reproduksi. Oleh karena itu remaja juga membutuhkan zat gizi yang cukup untuk mejamin pertumbuhan optimal (Khomsan, 2004). Konsumsii pangan merupakan informasi tetang jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi atau dimakan seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu. Berdasarkan definisi ini hal yang harus diperhatikan dalam perhitungan konsumsi adalah jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi (Hardinsyah & Dodik, 1994). Menurut Suhardjo (1989) Konsumsi pangan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi status gizi.

Malnutrisi selalu menjadi masalah ekologi, hal itu merupakan hasil akhir dari faktor-faktor interaksi dari himpunan ekologi yang terdiri dari lingkungan fisik, lingkungan biologi, sosial dan lingkungan budayanya. Dua faktor penting dalam pemeliharaan kesehatan adalah higiene dan sanitasi, keduanya ini penting baik bagi masing-masing individu maupun bagi seluruh masyarakat. Oleh sebab itu, wajarlah apabila setiap institusi memperhatikan dengan benar masalah higiene dan sanitasi di lingkungannya masing-masing (Soerjodibroto & Mackiligin, 1985).

Dengan adanya penyelenggaraan makanan di Pondok Pesantren, sehingga memudahkan santri putri untuk memenuhi kebutuhan pangannya.

Berdasarkan pemaparan yang sudah diuraikan sebelumnya, maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang ”Penyelenggaraan Makanan, Konsumsi Pangan dan Status Gizi Santri Putri Pondok Pesantren Darussalaam Bogor”.

Tujuan Tujuan Umum:

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penyelenggaraan makanan, konsumsi pangan dan status gizi pada santri putri Pondok Pesantren Darusalaam Bogor.

Tujuan Khusus:

1. Menganalisis krakteristik penjamah makanan dan santri putri Pondok Pesantren Darusalaam.

2. Menganalisis higiene penjamah makanan di Pondok Pesantren Darusalaam.

3. Menganalisis sanitasi makanan di Pondok Pesantren Darusalaam.

4. Menganalisis ketersediaan pangan di Pondok Pesantren Darusalaam.

5. Menganalisis konsumsi santri putri Pondok Pesantren Darusalaam 6. menganalisis status gizi santri putri Pondok Pesantren Darusalaam.

7. Menganalisis hubungan antara tingkat konsumsi santri putri dengan status gizi santri putri Pondok Pesantren Darusalaam.

(17)

Hipotesis

Konsumsi pangan santri putri berhubungan dengan status gizi santri putri Pondok Pesantren Darusalaam.

Kegunaan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan gambaran mengenai sumbangan konsumsi pangan dan penyelenggaraan makanan terhadap status gizi santri putri Pondok Pesantren Darusalaam.

Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan masukan dalam usaha untuk memperbaiki dan meningkatkan pelayanan makanan di Pondok Pesantren Darusalaam.

(18)

TINJAUAN PUSTAKA

Remaja

Remaja merupakan kelompok usia tertentu yang definisinya berbeda diantara banyak negara, bahkan berbeda-beda disuatu negara tergantung pada sosial budaya dan kondisi masing-masing. World Health Organitation (WHO) mendifinisikan remaja sebagai periode antara umur 10-19 tahun, sedangkan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) difinisi orang muda (youth) adalah periode 15-24 tahun (Surjadi, 2002). Remaja adalah seseorang yang sedang mengalami perkembangan yang pesat menuju kedewasaan dan berusia 12-19 tahun (Ackhir, 1991).

Dalam tumbuh kembang menuju dewasa, berdasarkan kematangan psikososial dan seksual semua remaja akan melewati tahapan berikut, yaitu masa remaja awal (early adolsence) umur 11-13 tahun, masa remaja pertengahan (middle adolsence) umur 14-16 tahun , dan masa remaja lanjut (late adolsence) umur 17-20 tahun (Soetjiningsih, 2004). Menurut Mar‟at (2009) batasan usia remaja yang umum digunakan oleh para ahli adalah antara 12 hingga 21 tahun, rentan waktu usia remaja di bedakan atas tiga, yaitu 12-15 tahun merupakan masa remaja awal, 15-18 tahun merupakan masa remaja pertengahan, dan 18-21 tahun merupakan masa remaja akhir. Menurut Soesilowidradini (1990) dalam Puspitawati (2009) ciri-ciri remaja masa remaja awal (13-17 tahun) adalah sebagai berikut:

1. Rasa emosional yang tinggi seperti cepat marah, takut, cemas, ingin tahu, iri hati, sedih dan kasih sayang.

2. Perasaan yang tidak stabil seperti kesedihan yang tiba-tiba berganti dengan kegembiraan, rasa percaya diri berganti dengan keraguan, rasa ”alruisme”

atau berkorban diri demi mementingkan orang lain dibandingkan dengan diri sendiri, berganti dengan ”sikap acuk tak acuh”.

3. Mempunyai banyak masalah berhubungan dengan : (a) keadaan jasmani, (b) kebebasan, (c) nilai-nilai yang dianut dan (d) peranan pria dan wanita dewasa, (e) lawan jenis, (f) masyarakat dan (g) kemampuan mengerjakan sesuatu yang terkadang sukar untuk diselesaikan karena menganggap orangtua dan guru terlalu tua untuk mengerti pikiran dan perasaannya.

(19)

Briawan (2008) mengatakan remaja putri adalah kelompok populasi yang rawan terhadap defisiensi gizi. Ada tiga alasan mengapa remaja dikategorikan rentan. Pertama, percepatan pertumbuhan dan perkembangan tubuh memerlukan energi dan zat gizi yang lebih banyak. Kedua, perubahan gaya hidup dan kebiasaan pangan menuntut penyesuaian masukan energi dan zat gizi. Ketiga, kehamilan, keikutsertaan dalam olahraga, kecanduan alkohol dan obat, meningkatkan kebutuhan energi dan zat gizi (Arisman, 2004). Hasil penelitian Pratiwi (2010) pada remaja di Kabupaten Bogor frekuensi konsumsii pangan sumber protein nabati, protein hewani, sayuran, dan buah bila dibandingkan dengan anjuran PUGS masih belum terpenuhi yaitu untuk pangan sumber protein hewani hanya empat per tujuh kali, sumber protein nabati, sayuran, dan buah hanya dua pertujuh dari anjuran PUGS. Berdasarkan tingkat kecukupan energi dan zat gizi, hampir seluruh contoh terkategori defisit tingkat berat untuk tingkat kecukupan energi dan protein serta terkategori kurang untuk tingkat kecukupan zat besi.

Penyelenggaraan Makanan

Penyelenggaraan makanan merupakan suatu proses rangkaian kegiatan yang melibatkan orang banyak sehingga diperlukan pengorganisasian yang baik guna mendapatkan hasil yang memuaskan (Latifah dkk, 1996).

Penyelenggaraan makanan adalah suatu proses kegiatan kelompok manusia, alat dan dana untuk menghasilkan makanan yang layak dan bermutu (Uripi, 1993). Penyelenggaraan makanan bagi orang banyak adalah pengolahan makanan dalam jumlah lebih besar dari keluarga (6-10 orang). Sehingga dapat disimpulkan bahwa batas 50 porsi merupakan batas penyelenggaraan makanan bagi orang banyak (mukrie 1983 mengacu pada Uripi, 1993).

Pelaksanaan penyelenggaraan makanan meliputi perencanaan anggaran belanja makanan, perencanaan menu, perencanaan kebutuhan makanan, penyediaan, penerimaan, penyimpanan dan penyaluran kebutuhan makanan, penyediaan, penerimaan, penyimpanan dan penyaluran bahan makanan, persiapan, pengolahan hingga pencatatan dan pelaporan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.manajemen penyelenggaraan makanan sendiri sebenarnya berfungsiuntuk menghasilkan makanan yang berkualitas baik (Mukrie,1990).

(20)

1. Perencanaan Menu

Menu berasal dari bahasa perancis le menu yang berarti daftar makanan yang disajikan kepada tamu di ruang makan. Menu merupakan pedoman bagi yang menyiapkan makanan atau hidangan, pedoman bagi yang menyiapkan makanan atau hidangan, bahkan merupakan penuntun bagi mereka yang menikmatinya karena akan tergambar tentang apa dan bagaimana makanan tersebut dibuat (Arnawa & Astina, 1995). Salah satu tanggung jawab yang besar dari manajer penyelenggaraan makanan untuk orang banyak adalah perencanaan menu. Perencanaan menu merupakan serangkaian kegiatan penyusanan berbagai hidangan dengan variasi, komposisi yang serasi dan kombinasi warna, untuk memenuhi pelaksanaan manajemen pelayanan makanan di Institusi. Prinsip-prinsip penyusunan menu adalah makanan yang disajikan harus memenuhi kebutuhan gizi sesuai dengan dana yang tersedia dan disukai serta memuaskan orang yang mengkonsumsinya (Departemen pertanian 1987 dalam Latifah, 1996).

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam perencanaan menu berupa prinsip perencanaan makanan seimbang atau makanan sehat, yaitu:

1. Jumlah yang cukup, berarti jumlah yang dikonsumsi memenuhi kecukapan gizi yang dianjurkan.

2. Terdiri dari beragam makanan, berarti keragaman makanan yang dipilih sesuai dengan konsep makanan beragam dan seimbang.

3. Pertimbangan gizi, selera dan ekonomi, berarti makanan dipilih berdasarkan pertimbangan gizi, selera dan ekonomi agar terhindar dari makanan yang voluminous.

4. Penyajian, sangat perlu diperhatikan yaitu dalam porsi dan komposisi penyajian, waktu penyajian atau waktu makan dan pendistribusian makanannya (Hardinsyah, 1990).

2. Perencanaan kebutuhan bahan makanan

Perencanaan kebutuhan makanan adalah kegiatan untuk menetapkan jumlah, macam atau jenis dan kualitas bahan makanan yang dibutuhkan untuk kurun waktu tertentu. Setelah menu direncanakan dengan baik, kemudian dibuat daftar kebutuhan bahan makanan. Daftar ini berisi jenis-jenis bahan makanan, jumlah (volume atau dalam satuan berat), tipe (standar), bentuk dan sebagainya.

Berdasarkan daftar ini disusun daftar belanja, yang berisi catatan semua kebutuhan untuk menu yang direncanakan tersebut, termasuk jenis, jumlah dan perkiraan harga bahan makanan. Sebagai salah satu tahap dari kegiatan ini

(21)

adalah taksiran kebutuhan bahan makanan yang sangat diperlukan untuk kegiatan pembelian bahan makanan (Uripi, 1993). Perencanaan anggaran belanja makanan adalah kegiatan penyususnan biaya yang diperlukan untuk penyediaan makanan (Latifah, 1996).

Petugas yang bertanggung jawab dibagian pembelian harus mempertimbangkan beberapa hal antara lain: jumlah bahan makaann yang diperlukan untuk tiap-tiap porsi, karena berdasarkan kebutuhan perporsi kita dapat menentukan banyaknya bahan yang harus dibeli untuk keseluruhan, berapa lama bahan makanan tersebut dapat bertahan tetapi tetap dalam kondisi baik dan pastikan bahwa makanan tersebut baik dan aman untuk dimakan.

Selain itu, petugas juga harus memiliki pengetahuan tentang bahan makanan dan pengetahuan tentang bagaimana bahan makanan tersebut setelah ditangani setelah dibeli (Widyawati & Yuliarsih, 2002). Pembelian bahan makanan dapat dilakukan dengan cara pelelangan atau langsung dibeli dari pasar.

Pembelanjaan dalam jumlah besar dapat dilaksanakan melalui leveransir atau pemborong (Uripi, 1994).

3. Pembelian, penerimaan dan penyimpanan bahan makanan

Pembelian bahan makanan merupakan sebuah proses pengadaan suatu produk pada waktu yang tepat dengan jumlah, kualitas dan harga yang sesuai.

Pembelian bahan pangan dibedakan menjadi dua tipe yaitu cetralized purchasing (pembelian terpusat) dan group and corporate purchasing (pembelian kelompok) (Palacio & Theis, 2009). Penerimaan bahan makanan adalah suatu legiatan yang meliputi pemeriksaan, pencatatan dan pelaporan tentang macam, kualitas dan kuantitas bahan makanan yang diterima sesuai dengan pesanan serta spesifikasi yang ditetapkan (Departemen kesehatan, 2006).

Setelah bahan makanan diterima dengan baik, maka bahan tersebut harus disimpan menurut jenisnya. Bahan makanan tersebut harus segera diberi kode tanggal penerimaan, agar sistem pengeluaran dilakukan menurut tanggal yang diterima terlebih dahulu, serta tidak boleh terjadi pengeluaran secara acak.

Faktor penyimpanan sangat penting dalam penyelenggaraan makanan, terutama dalam hal pembelanjaan yang berjumlah banyak dimana tidak semua bahan dapat diolah dengan segera. Penyimpanan bahan makanan basah disimpan diruang pendingin atau lemari es.

(22)

4. Pengolahan bahan makanan

Pengolahan bahan makanan menangani bahan-bahan makanan mulai dari persiapan, pengolahan, pemasakan, sampai menjadi hidangan yang lezat.

Pengolahan bahan makana dimulai dari persiapan bahan, pembersihan, pengupasan, pembuangan bagian makanan yang tidak dapat dipergunakan, pemotongan, serta pemberian bentuk dengan perlakuan tertentu terhadap bahan makanan sebelum dimasak dan menyediakan bumbu.

Tujuan memasak bahan makanan adalah untuk mempertahankan nilai gizi bahan makanan, mempertinggi nilai cerna, menambah rasa, memperindah rupa, warna dan kekerasan asli dari bahan makanan, membebaskan dan menghilangkan kuman yang berbahaya yang mungkin ada dalam makanan.

5. Pelayanan dan pendistribusian makanan

Sistem pelayanan makanan dibedakan atas empat macam, yaitu sistem pelayanan siap dipiring, sistem pelayanan siap di lodor, sistem pelayanan meja samping, dan sistem pelayanan siap di meja hidangan (Uripi, 1993).

Menghidangkan atau mendistribusikan makanan merupakan tigas akhir dari petugas penyelenggaraan makanan. Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menghidangkan makanan yaitu:

a. Kebersihan ruangan, tempat dan alat makan b. Kerapihan mengatur meja makan

c. Pemakaian alat hidang yang cocok

d. Sifat masakan (perlu dihidangkan panas atau dingin) e. Waktu atau saat makan

f. Jumlah orang yang makan

Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa penyelenggaraan makanan orang banyak merupakan suatu proses kegiatan penyediaan makanan bagi orang banyak yang layak dan bermutu. Serangkaian tindakan harus dilakukan oleh setiap penyelenggaraan makanan dalam pemeliharaan higiene dan sanitasi makanan guna mencegah terjadinya pencemaran makanan. Tindakan pemeliharaan tersebut dapat dibagi dalam dua kelompok berikut:

1. Pemeliharaan higiene dan sanitasi perorangan, yaitu setiap pekerja yang terlibat dalam proses pengolahan, pemasakan, dan penyajian makanan.

2. Pemeliharaan higiene dan sanitasi makanan itu sendiri (Moehyi, 1992).

(23)

Higiene penjamah makanan

Menurut troller dalam Uripi (1994), hygiene lebih dititik beratkan pada kebiasaan atau cara hidup seseorang untuk pencegahan terjadinya penyakit, baik pada dirinya maupun pada orang lain. Dan akan lebih tepat apabila kita pergunakan istilah “higiene perorangan”. Higiene adalah sikap bersih perilaku petugas penyelenggara makanan yang ditangani tidak tercemar oleh petugas penyelenggara makanan karena dalam kegiatannya menyangkut kesehatan orang banyak (widyati dan yuliarsih, 2002).

Petugas kantin dan dapur harus bebas dari segala macam penyakit, dan dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan kesehatan yang teratur guna menjaga agar jangan sampai petugas kantin menjadi pembawa penyakit (carrier) typhus, disentri dan penyakit-penyakit menular atau parasit-parasit lainnya. Mereka harus mendapatkan penyuluhan dan latihan di bidang kebersihan, sanitasi dan higiene (Soerjodibroto & Mackiligin, 1985). Untuk menjadi tenaga pengolah harus mendapatkan syarat-syarat tertentu. Syarat-syarat tersebut antara lain adalah mempunyai sertifikat kesehatan, serta mengetahui tentang higiene dan sanitasi makanan (Uripi 1994). Menurut widyati dan yuliarsih (2002) beberapa hal yang harus diperhatikan dan dilakukan oleh petugas dalam menangani makanan adalah sebagai berikut:

1. Pemeriksaan kesehatan

Pada saat pengolahan makanan tidak sedang sakit dan bukan carrier suatu penyakit, memeriksakan kesehatannya secara berkala (Uripi, 1994).

2. Kebersihan tangan dan jari tangan

Dianjurkan agar setiap kali keluar dari kamar mandi atau kamar kecil sebaiknya tangan dibersihkan dengan air hangat dan sabun, lalu dikeringkan dengan serbet kertas (tisu) untuk tangan atau pengeringan tangan (hand dryer). Karyawan yang menyelenggarakan makanan secara langsung tidak diperbolehkan menggunakan cincin, baik yang bermata maupun tidak, juga jam tangan karena bakteri-bakteri dapat tertinggal di cincin yang tidak mungkin dapat dibersihkan pada saat bekerja. Kuku harus dipotong pendek karena sumber kotoran/penyakit, serta tidak perlu menggunakan pewarna kuku yang kemungkinan besar akan mengelupas dan jatuh ke dalam makanan.

(24)

Sewaktu mencicipi makanan yang telah matang harus menggunakan sendok, dan bila makanan-makanan tersebut diporsikan harus menggunakan alat pengambil, misalnya sendok, penjepit, garpu.

Namun, bila situasi tidak memungkinkan menggunakan alat tersebut, dianjurkan menggunakan sarung tangan dari pelastik transparan yang tipis dan sekali pakai.

3. Kesehatan rambut

Pencucian rambut dilaksanakan secara teratur karena rambut yang kotor akan menimbulkan rasa gatal pada kulit kepala yang dapat mendorong karyawan untuk menggaruknya dan dapat mengakibatkan kotoran-kotoran dari kepala jatuh berterbangan ke dalam makanan serta kuku menjadi kotor. Pada saat bekerja para karyawan diharuskan menggunakan penutup kepala (hair cap).

4. Kebersihan hidung

Selama bekerja usahakan jangan mengorek hidung karena pada hidung manusia terdapat banyak sekali bakteri. Dalam keadaan terpaksa, pergunakan sapu tangan atau tisu yang langsung dapat dibuang. Setelah itu, tangan harus dicuci. Apabila bersin, hidung harus ditutup dengan sapu tangan sambil wajah dipalingkan dari arah makanan yang sedang dipersiapkan, untuk menghindari bakteri-bakteri yang berasal dari hidung.

5. Kebersihan mulut dan gigi

Dalam rongga mulu terdapat banyak sekali bakteri terutama pada gigi yang berlubang.

Menurut widyawati dan yuliarsih (2002) adapun hal-hal yang perlu diperhatikan selain kebersihan personal juga perlu memerhatikan perlengkapan yang di pakai oleh tenaga penjamah, antara lain:

1. Pakaian karyawan

Pakaian yang digunakan di dapur harus pakaian khusus. Pakaian karyawan di dapur selayaknya dipilih model yang dapat melindungi tubuh pada waktu memasak, mudah dicuci, berwarna terang/putih, terbuat dari bahan yang kuat, dapat menyerap keringat, tidak panas, dan ukurannya tidak begitu ketat sehingga dapat mengganggu pada waktu bekerja.

2. Sepatu

Sepatu yang digunakan adalah sepatu kerja, artinya haknya pendek, tidak licin, ringan dan enak dipakai.

(25)

Sanitasi makanan

Sanitasi adalah usaha pencegahan penyakit atau pengawasan terhadap faktor-faktor lingkungan, yang dapat merupakan mata rantai hubungan dari penyebaran penyakit. Dengan demikian sanitasi makanan adalah salah satu usaha pencegahan penyakit yang menitik beratkan pada kegiatan dan tindakan yang perlu untuk membebaskan makanan dari segala macam bahaya yang dapat merusak kesehatan, mulai dari sebelum makanan diproduksi hingga siap dikonsumsi (Uripi, 1994).

Tempat pengolahan yang baik adalah tempat dimana kebersihannya terjaga, mempunyai persediaan air bersih yang cukup, alat-alat dapur yang digunakan harus selalu bersih, tersedia tempat sampah, tersedia saluran pembuangan air limbah, pertukaran udara selalu segar atau ventilasi udara cukup, penerangan yang cukup, tersedia bak pencuci tangan, bumbu masakan ditempatkan pada tempat khusus, sehingga terhindar dari debu, tidak terjangkau oleh serangga, racun serangga tidak ditempatkan ditempat pengolahan (Uripi, 1994).

Menurut widyati dan yuliarsih (2002), sanitasi makanan tidak dapat dipisahkan dari sanitasi lingkungan karena sanitasi makanan adalah usaha untuk mengamankan dan menyelamatkan makanan agar tetap bersih, sehat dan aman. Sanitasi makanan yang buruk dapat disebabkan oleh beberapa faktor, salahsatunya adalah faktor fisik, faktor fisik adalah ruangan yang kurang mendapat pertukaran udara yang kurang lancar, suhu yang panas atau lembab, dan lain-lain. Untuk menghindari kerusakan makanan maka perlu diperhatikan beberapa hal, seperti berikut ini:

1. sanitasi ruang dapur

sanitasi ruang dapur dipengaruhi oleh susunan dan kontraksi dapur, seperti berikut:

a) Lantai dapur

Hendaknya dibuat dari bahan yang mudah dibersihkan, tidak licin, tidak menyerap minyak goreng atau bahan makanan lain yang berlemak, dan tidak retak.

b) Dinding

Dinding harus terbuat dari bahan yang kuat agar mudah dibersihkan. Pada umumnya, dinding terbuat dari keramik.

(26)

c) Langit-langit

Sebaiknya dibuat dari bahan yang mudah dibersihkan dan sederhana desainnya.

d) Ventilasi

Ventilasi yang baik berperan penting dalam penyelenggaraan makanan dalam jumlah yang besar. Dengan ventilasi yang baik asap yang timbul pada waktu mengolah makanan dapat keluar dari dapur. Ventilasi yang baik dapat dilakukan dengan menyediakan jendela, lubang angin, extractor fan, dan pengisap asap (exhauster hood) yang diletakan tergantung di langit-langit yang posisinya tepat berada di atas pusat pengolahan.

e) Cahaya

Cahaya yang baik sangat baik penting bagi penyelenggaraan makanan untuk orang banyak. Ada dua macam cahaya, yaitu cahaya alam dan cahaya buatan. Dengan ruangan yang cukup terang maka kotoran dan benda-benda yang halus yang masuk ke dalam masakan atau hidangan dapat terlihat.

f) Saluran air

Saluran pembuangan air, baik air sisa pencucian bahan makanan maupun pembuangan sisa makanan yang cair serta air kotor dari pencucian alat dapur dan alat saji sedapat mungkin berjalan lancar. Apabila saluran tersebut terletak didalam dapur maka sebaiknya sepanjang saluran tersebut ditutup dengan alat yang dapat dibuka atau ditutup, misalnya dengan menggunakan pelat baja. Selain itu, dengan menggunakan alat tersebut akan memudahkan perbaikan apabila terjadi kemacetan aliran air.

2.1. Sanitasi dan kebersihan peralatan

Menurut Uripi (1994) kebersihan alat yang digunakan dalam penyelenggaraan makanan harus selalu dijaga, agar konsumen yang menggunakan terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan. Peralatan didalam penyelenggaraan makanan meliputi peralatan untuk memasak seperti panci, piring, wajan dan sebagainya, dan peralatan untuk makan seperti plato, gelas sendok, garpu dan sebagainya, peralatan-peralatan tersebut haruslah dibersihkan dan dicuci setelah di gunakan.

(27)

Hal-hal yang perlu diperhatikan didalam penggunaan peralatan penyelenggaraan makanan meliputi: pencucian, pengeringan setelah pencucian, dan penyimpanan. Selain itu bahan dari peralatan untuk memasak harus disesuaikan dengan kegunaannya.

1. Pencucian peralatan

pencucian alat-alat pengolahan masakan 2. Pengeringan peralatan setelah pencucian

Setelah dicuci, peralatan sebaiknya diletakan pada rak-rak yang khusus, yang terhindar dari pengotoran oleh debu dan serangga.

Sebaiknya penempatan tersebut adalah pada ruangan yang sirkulasi udaranya segar, akan lebih baik kena sinar matahari.

3. Penyimpanan peralatan

Setelah kering, peralatan disimpan didalam lemari yang tertutup, pada rak-rak yang telah ditetapkan sehingga memudahkan untuk mengambil pada hari atau pekerjaan selanjutnya.

4. Bahan perlatan untuk memasak

Perlatan yang digunakan untuk memasak makanan harus terbuat dari bahan-bahan yang tidak berbahaya, seperti barang-barang stainless steel, poselein dan pelastik. Peralatan yang terbuat dari tembaga, arsen, timah hitam, tidak diperbolehkan untuk digunakan didalam memasak makanan.

2.2. Sanitasi air

Air merupakan kebutuhan utama dalam penyelenggaraan makanan karena mulai dari persiapan penyimpanan bahan mentah sampai dengan membersihkan kembali setelah dihidangkan air selalu digunakan. Oleh karena itu, air yang bersih dan aman untuk digunakan harus mendapat perhatian pula dan air merupakan media yang baik untuk perkembangan jasad renik. Syarat air yang baik dan layak digunakan untuk diminum ialah tidak berwarna, tidak berbau, tidak keruh (jernih), tidak mempunyai rasa tertentu (netral), dan tidak mengandung bakteri coli (Widyati &

Yuliarsih, 2002).

Menurut Saksono (1986) Air yang digunakan di dalam pemrosesan dan penyiapan makanan sepatutnya memiliki mutu yang dapat diminum.

Air yang digunakan dalam makanan sebagai bahan utama dan sebagai agensia pembersih untuk bahan-bahan dan perlengkapan. Air harus bebas dari jasad renik yang bisa menimbulkan penyakit. Bilamana di

(28)

dalam suatu tempat penyediaan makanan tidak menerima air minum melalui pipa penyalur, bisa juga mengangkut air dari sumber di luar yang sudah di perbolehkan dengan memakai wadah yang disetujui pula. Dalam keadaan darurat, pendidihan bisa digunakan untuk menghancurkan jasad renik yang menimbulkan penyakit yang berada di alam air.

3. Sanitasi pembuangan sampah

Umumnya bak sampah terbuat dari pelastik ringan lengkap dengan penutupnya. Sebelum digunakan terlebih dahulu dilapisi dengan kantong pelastik sampah agar bila telah penuh ujung dari kantong pelastik tersebut diikat lalu diangkat keluar dari bak sampah tersebut dan diganti dengan kantong pelastik yang baru. Karena sampah terbungkus dalam kantong pelastik maka sampah tersebut tidak terlalu banyak mengundang lalat dan sekaligus tidak berbau (Widyati & Yuliarsih, 2002).

Menurut Saksono (1986) Komposisi sampah terdiri dari barang- barang hasil buangan atau kotoran atau sisa-sisa makanan manusia yang banyak bercampur dengan air dan air-air buangan lainnya seperti bekas cucian, air bekas mandi dan residu yang dihasilkan dari sisa-sisa makanan dan barang-barang yang tidak berguna, yang hampir semuanya barang-barang sayuran dan sebangsanya. Komposisi sampah rata-rata 99% air dan tingkat keasamannya netral.

Cara-cara perlakuan terhadap sampah mentah diamankan dengan beberapa tahap, antara lain:

1) Pengumpulan ke dalam tangki pembusukan atau pusat penghancuran sampah yang berasal dari tanaman.

2) Pemisahan benda-benda organik dengan sungguh-sungguh seperti sampah dihadirkan untuk beberapa jam.

3) Memahami benar-benar tentang masalah Lumpur melalui jasad renik anaerob.

4) Pemrosesan Lumpur menjadi bubur dan memperlakukannya sebagai suatu penyubur.

5) Memperlakukan bagian yang berair dengan aerasi atau mengangin-anginkan dan oksidasi dengan menolong bakteri aerob.

(29)

4. Sanitasi pada produksi makanan

Menurut Uripi (1994) adapun sanitasi pada produk makanan meliputi:

1. Sanitasi pada pengadaan bahan makanan

Didalam pengadaan bahan makanan terutama kita harus memperhatikan tentang sumber bahan makanan dan keadaan bahan makanana itu sendiri. Disini pengawasan mutu bahan makanan memegang peranan penting (Uripi, 2004).

2. Sanitasi pada penyimpanan bahan makanan

Menurut widyati dan yuliarsih (2002) untuk menjaga ruang penyimpanan bahan makanan maka ada dua hal yang perlu mendapat perhatian, yaitu bahan makanan yang disimpan dan ruang penyimpannya.

a) bahan makanan yang akan disimpan harus dalam keadaan bersih.

b) Ruang penyimpanan dibersihkan secara rutin, dan bila ada yang tumpah harus dibersihkan segera mungkin untuk menghindari datangnya binatang-binatang dan serangga, misalnya semut dan kecoa.

c) Seandainya bahan makanan yang disimpan ada yang busuk harus cepat dibuang dan sebaiknya ruang penyimpanan disemprot dengan desinfektan pada waktu-waktu tertentu.

d) Perlu diperhatikan bahwa pada saat penyemprotan bahan makanan tidak boleh berada di dalam gudang.

5. Sanitasi makanan

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam higiene dan sanitasi pengolahan makanan antara lain adalah sanitasi tempat pengolahan, higiene tenaga pengolah, serta higiene dan sanitasi cara pengolahan.

Menurut Fardiaz (1992) Mikroorganisme yang dapat digunakan sebagai indikator sanitasi dalam pengolahan pangan adalah mikroorganisme yang umum terdapat didalam kotoran manusia atau hewan. Adanya mikroorganisme indikator di dalam suatu makanan menunjukan terjadinya polusi kotoran dan kondisi sanitasi yang tidak baik selama persiapan maupun pengolahannya.

(30)

Makanan yang dikonsumsi hendaknya memenuhi kriteria bahwa makanan tersebut layak untuk dimakan dan tidak menimbulkan penyakit, diantaranya:

1. Berada dalam derajat kematangan yang dikendaki

2. Bebas dari pencemaran disetiap tahap produksi dan penanganan selanjutnya.

3. Bebas dari perubahan fisik, kimia yang tidak dikehendaki, sebagai akibat dari pengaruh enzym, aktifitas mikroba, hewan pengerat, serangga, parasit, dan kerusakan-kerusakan karena tekanan, pemasakan dan pengeringan.

4. Bebas dari mikroorganisme dan parasit yang menimbulkan penyakit yang dihantarkan oleh makanan (food borne illness).

Ketersediaan pangan

Menurut Moehyi (1992) makanan yang disediakan oleh penyelenggaraan makanan haruslah dapat menghasilkan keadaan gizi dan kesehatan yang optimal. Oleh karena itu, faktor gizi dalam penyelenggaraan makanan tidak dapat diabaikan. Untuk menjamin terlaksananya berbagai fungsi faal normal dalam tubuh dan untuk memperoleh tingkat gizi dan kesehatan yang optimal, tubuh memerlukan sejumlah zat gizi. Oleh sebab itu, setiap jenis zat gizi diperlukan dalam jumlah tertentu pula. Kelengkapan zat gizi diperlukan dalam jumlah yang sesuai dengan kebutuhan setiap orang merupakan syarat utama yang harus dipenuhi oleh makanan yang dimakan setiap hari. Ada tiga aspek dalam penyelenggaraan makanan yang erat kaitannya dengan faktor gizi, yaitu sebagai berikut:

1. Kelengkapan dan kecukupan zat gizi yang diperoleh dari makanan 2. Penanaman kebiasaan makanan yang sehat

3. Penganekaragaman makanan yang menguntungkan Konsumsi Pangan

Menurut almatsir (2004), pangan adalah salah satu kebutuhan pokok yang diperlukan tubuh setiap hari dalam jumlah tertentu sebagai sumber energi dan zat-zat gizi, kekurangan dan kelebihan dalam jangka waktu yang lama akan berakibat buruk terhadap kesehatan. Kebutuhan akan energi dan zat gizi bergantung pada berbagai faktor sepeti umur, gender, berat badan, iklim dan aktivitas fisik.

Konsumsi pangan adalah suatu informasi mengenai jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi seseorang atau sekelompok orang pada waktu tertentu,

(31)

sehingga penilaian konsumsi pangan dapat berdasarkan jumlah maupun jenis makanan yang dikonsumsi. Meningkatkan jumlah dan mutu konsumsi makanan memerlukan peningkatan pengetahuan masyarakat tentang makanan yang bergizi, perubahan sikap serta perubahan perilaku sehari-hari dalam menentukan, memilih dan mengkonsumsi makanannnya. Kebutuhan gizi adalah sejumlah zat gizi minimum yang harus dipenuhi dari konsumsi pangan (Hardinsyah & Martianto, 1992).

Zat gizi merupakan unsur-unsur yang terdapat dalam makanan dan diperlukan oleh tubuh untuk berbagai keperluan seperti menghasilkan energi, mengganti jaringan aus serta rusak, memproduksi substansi tertentu misalnya enzim, hormon dan antibodi. Zat gizi dapat dibagi menjadi kelompok makronutrien yang terdiri atas karbohidrat, lemak serta protein, dan kelompok mikronutrien yang terdiri atas vitamin dan mineral (Hartono, 2004).

Perbandingan antara konsumsi zat gizi dengan angka kecukupan gizi yang dianjurkan disebut sebagai tingkat kecukupan gizi. Klasifikasi tingkat kecukupan energi dan protein menurut depkes (1996) diacu dalam sukandar (2007) adalah : (1) defisit tingkat berat (<70% AKG) ; (2) defisit tingkat sedang (70-79% AKG) ; (3) defiisit tingkat ringan (80-89% AKG) ; (4) normal (90-119%

AKG) ; kelebihan (≥120% AKG).

Energi

Kebutuhan energi seseorang menurut FAO/WHO (1985) adalah konsumsi energi berasal dari makanan yang diperlukan untuk menutupi pengeluaran energi seseorang bila ia mempunyai ukuran dan komposisi tubuh dengan tingkat aktivitas yang sesuai dengan kesehatan jangka-panjang, dan yang memungkinkan pemeliharaan aktifitas fisik yang dibutuhkan secara sosial dan ekonomi. Menurut Almatsier (2005) pada anak-anak, ibu hamil, dan ibu menyusukan kebutuhan energi termasuk kebutuhan untuk pembentukan jaringan-jarigan baru.

Protein

Protein adalah bagian dari semua sel hidup dan merupakan bagian terbesar tubuh sesudah air (Almatsier, 2005). Soehardi (2004) menyatakan jika tidak terdapat cukup karbohidrat dan lemak, protein di bakar di dalam tubuh untuk memberikan kalori. Tetapi, fungsi protein yang utama adalah membangun dan memperbaiki jaringan-jaringan tubuh yang sudah rusak. Protein membantu sel-sel otak baru untuk menggantikan sel-sel lama yang sudah mati. Protein adalah nutrisi untuk perkembangan, pertumbuhan, dan hidupnya tubuh. Protein

(32)

juga berfungsi sebagai pengatur, yaitu pengatur tubuh, penghasil enzim, pemikat sistem imun, dan menstimulasi kelenjar endokrin.

Status Gizi

Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi (Almatsier, 2001). Gibson (2005) menyatakan bahwa status gizi merupakan keadaan kesehatan tubuh seseorang atau sekelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan (absorbsi), dan penggunaan zat gizi makanan didalam tubuh. Gizi membicarakan makanan dalam hubungannya dengan kesehatan dan proses dimana organisme menggunakan makanan untuk pemeliharaan kehidupan, pertumbuhan, bekerjanya anggota dan jaringan tubuh secara normal dan produksi tenaga (Suhardjo dkk, 1986).

Antropometri sangat umum digunakan untuk menukur status gizi dari berbagai ketidakseimbangan antara asupan protein dan energi. Gangguan ini biasanya terlihat dari pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot dan jumlah air dalam tubuh (Supariasa et al, 2001). Berdasarkan Supariasa et al. (2001) pengukuran status gizi dengan menggunakan metode antropometri memiliki kekurangan dan kelebihan. Kekurangan dari metode ini adalah (a) tidak sensitif, (b) faktor di luar gizi (penyakit, genetik dan penurunan penggunanaan energi) dapat menurunkan spesifikasi dan sensitivitas pengukuran antropometri, (c) kesalahan yang terjadi pada saat pengukuran dapat mempengaruhi presisi, akurasi dan validitas pengukuran antropometri gizi.

Sedangkan kelebihannya adalah (a) relatif tidak membutuhkan tenaga ahli, (b) metode ini tepat dan akurat, (c) dapat mendeteksi atau menggambarkan riwayat gizi dimasa lampau, (d) umumnya dapat mengidentifikasi status gizi sedang, kurang dan gizi buruk, (e) dapat mengevaluasi perubahan status gizi pada periode tertentu.

Antropometri merupakan salah satu alat yang dapat digunakan untuk menilai status gizi dan merupakan indikator yang tepat dan efisien untuk menilai pertumbuhan remaja. Menurut WHO (2007) pengukuran status gizi pada anak usia 5 hingga 19 tahun sudah tidak menggunakan indikator BB/TB akan tetapi menggunakan indeks masa tubuh berdasarkan umur (IMT/U). Kategori status gizi berdasarkan IMT/U dapat dilihat pada Tabel berikut ini.

(33)

Tabel 1 Kategori status gizi berdasarkan IMT/U

Variabel Kategori

-3 ≤ z ≤ -2 Kurus

-2 ≤ z ≤ +1 Normal

+1 ≤ z ≤ +2 Gemuk

z > +2 Obese

Sumber : WHO 2007

Remaja membutuhkan energi dan nutrien untuk melakukan deposisi jaringan. Peristiwa ini merupakan suatu fenomena pertumbuhan tercepat yang terjadi kedua kali setelah yang pertama dialami pada tahun pertama kehidupannya. Nutrisi dan pertumbuhan mempunyai hubungan yang sangat erat.

Jika asupan nutrisi berlangsung optimal maka pertumbuhan potensialnya akan terpenuhi atau berlangsung optimal pula. Total nutrien yang dibutuhkan jauh lebih tinggi pada masa remaja daripada ketika menjalani siklus kehidupannya yang lain (Suandi, 2004).

Kelompok umur remaja menunjukan fase pertumbuhan yang pesat, yang disebut „’adolescene growth spurt”, sehingga memerlukan zat-zat gizi yang relatif besar jumlahnya. Pada remaja laki-laki kegiatan jasmaniah sangat meningkat, karena pada umur inilah perhatian untuk berolahraga sedang meningkat. Bila konsumsi zat gizi tidak ditingkatkan, mungkin akan terjadi defisiensi relatif terutama defisiensi vitamin-vitamin. Defisiensi sumber sumber energi akan menyebabkan anak-anak kelompok ini langsing, bahkan sampai kurus. Pada remaja perempuan mulai terjadi menarche dan mensis disertai pembuangan sejumlah Fe (Djaeni, 2004).

(34)

KERANGKA PEMIKIRAN

Penyelenggaraan makanan Pondok Pesantren Darusalaam terdiri dari penjamah makanan dan proses penyelenggaraan makanan. Penjamah makanan merupakan input dari penyelenggaraan makanan, penjamah makanan makanan terdiri dari karakteristik penjamah makanan dan higiene penjamah makanan.

Proses penyelenggaraan makanan terdiri dari jumlah dan jenis makanan yang tersedia dan sanitasi lingkungan. Proses penyelenggaraan terdiri dari sanitasi dan jenis dan jumlah makanan yang tersedia di Pondok Pesantren Darusalaam.

Konsumsi pangan Pondok Pesantren Darusalaam berasal dari penyelenggaraan makanan Pondok Pesantren dan dari luar Pondok Pesantren Darusalaam.

Remaja merupakan masa transisi dari anak menuju dewasa, pada masa inilah remaja mulai menyelektif makanan apa saja yang akan dikonsumsi, hal ini terkait dengan pencitraan pada penampilan (body image), sehingga dapat mempengaruhi konsumsi atau asupan pada remaja dan berujung pada status gizi seseorang. Status kesehatan pada penelitian ini tidak dilihat namun status kesehatan saling berhubungan langsung terhadap status gizi dan konsumsi pangan santri. Gambar 1 merupakan penggambaran dari kerangka pikir penyelenggaraan makanan, konsumsi dan status gizi santri putri Pondok Pesantren Darusalaam.

(35)

Keterangan :

: variabel yang di teliti : variabel yang tidak diteliti : berhubungan langsung : Saling berhubungan

Gambar 1 Kerangka pikir penyelenggaraan makanan, konsumsi pangan dan status gizi santri putri Pondok Pesantren Darusalaam.

Konsumsi pangan - Di dalam Pondok

Pesantren

- Di luar Pondok Pesantren

Status gizi Status kesehatan

Penyelenggaraan makanan Penjamah makanan

Karakteristik penjamah

makanan

Hygiene penjamah

makanan

Proses penyelenggaraan makanan

Sanitasi Jenis dan jumlah makanan yang tersedia di Pondok Pesantren

Karakteristik santri putri - Umur

- Berat badan - Tinggi badan

Jenis dan jumlah makanan yang tersedia di luar Pondok Pesantren

(36)

METODE PENELITIAN

Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain penelitian Cross sectional study dengan metode survey observational. Tempat penelitian dipilih dengan metode purposive yaitu di Pondok Pesantren Darusalaam yang terletak di Ciomas Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi berdasarkan jumlah santri yang tinggal dalam satu lingkungan dan tinggal bersama di sebuah asrama yang disediakan oleh Pondok Pesantren, total santri sebesar 340 santri, Pondok Pesantren menyelenggarakan makanan untuk para santri dan pihak pondok bersedia untuk dijadikan sebagai tempat penelitian. Pengumpulan data penelitian dilakukan bulan Juli sampai Agustus 2011.

Jumlah dan Cara Penarikan Contoh

Contoh dalam penelitian ini adalah santri putri SMP, SMA dan karyawan penjamah makanan di Pondok Pesantren Darusalaam bogor. Populasi santri putri sebanyak 136 santri. Pemilihan contoh menggunakan metode purposive sampling. Kriteria pengambilan contoh antara lain berjenis kelamin perempuan, tidak memiliki catatan khusus atau pelanggaran, bersedia dijadikan sebagai contoh dalam penelitian dan dalam keadaan sehat. Jumlah santri putri dalam penelitian ini adalah 85 santri.

Kriteria yang digunakan untuk pengambilan contoh penjamah makanan antara lain contoh merupakan karyawan ponpes yang bertugas mengolah makanan pada saat penelitian berlangsung, bersedia dijadikan contoh dan diwawancara saat penelitian dan contoh dalam keadan sehat. Jumlah penjamah makanan dalam penelitian ini adalah 10 orang.

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Jenis data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data sekunder yang dikumpulkan meliputi keadaan umum Pondok Pesantren dan daftar menu makanan yang di sediakan. Data primer diperoleh melalui wawancara menggunakan alat bantu kuesioner dan pengamatan secara langsung kepada santri putri dan penjamah makanan. Wawancara yang dilakukan yaitu kepada tenaga penyelenggara makanan, santri putri Pondok Pesantren dan pengurus Pondok Pesantren. Data primer meliputi data karakteristik penjamah makanan (umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan dan lama berkerja), karakteristik santri putri Pondok Pesantren (umur, tanggal lahir, berat badan dan tinggi badan), sanitasi makanan, higiene tenaga penjamah,

(37)

konsumsi pangan, dan status gizi santri putri Pondok Pesantren. Adapun jenis data dan cara pengumpulan data dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2 Jenis dan cara pengumpulan data

Variabel Jenis data Cara pengumpulan data Karakteristik

penjamah makanan

- Umur

- Jenis kelamin - Tingkat pendidikan - Lama bekerja

Wawancara langsung kepada tenaga pengelola

makanan dengan

menggunakan kuesioner.

Karakteristik santri putri

- Umur - Kelas

- Tanggal lahir

Pengisian kuesioner

Higiene penjamah makanan

- Kondisi kesehatan tenaga penjamah

- Perlengkapan kerja inividu saat mengolah makanan

Wawancara dan

pengamatan langsung dengan menggunakan kuesioner yang teriri dari 16 pertanyaan.

Sanitasi - Sanitasi ruang pengolahan - Sanitasi dan kebersihan

peralatan

- Penanganan dan

penyimpanan makanan dan minuman

- Sanitasi sarana, fasilitas dan sanitasi air

Wawancara dan

pengamatan langsung dengan menggunakan kuesioner yang terdiri dari 36 pertanyaan.

Ketersediaan pangan

Ketersediaan bahan makanan : - Jenis bahan makanan

- Frekuensi pembelian - Jumlah

- Pemakaian bahan/bulan - Tempat pembelian dan cara

membeli bahan makanan Ketersediaan makanan, meliputi :

- Waktu makan - Menu makanan

- Bahan/komposisi makanan

Kuesioner

Penimbangan makanan selama 2 hari dengan menggunakan timbangan digital ketelitian 1

Konsumsi pangan

- Metode food recall 2x24 jam, makanan dari dalam Pondok Pesantren dan dari luar Pondok Pesantren.

- Frekuensi konsumsi pangan (7 hari kebelakang)

Kuesioner

Status gizi - Berat badan (BB)

- Tinggi Badan (TB)

- Status gizi (IMT/U)

Penimbangan

menggunakan timbangan injak dengan ketelitian 0,1 kg.

Pengukuran tinggi badan menggunakan microtoise dengan ketelitian 0,1 cm.

Perhitungan berdasarkan WHO 2007

(38)

Data penyelenggaraan makanan Pesantren diketahui dengan menggunakan wawancara dan observasi langsung. Data menu makanan yang disediakan dilihat berdasarkan daftar standar menu. Ketersediaan makanan yang disediakan oleh Pondok Pesantren diperoleh melalui penimbangan satu porsi makanan yang akan disajikan (sebelum dikonsumsi) dengan timbangan digital selama dua hari dan juga melalui wawancara dengan tenaga penjamah makanan yang memorsikan makanan, sehingga didapat standar porsi yang digunakan untuk menghitung kebutuhan makanan. Higiene dan sanitasi didapat dari hasil wawancara dengan penjamah makanan, observasi langsung di tempat pengolahan makanan. Wawancara dan observasi pada higiene penjamah makanan dan sanitasi makanan mengacu terhadap kuesioner yang terdiri dari 16 pertanyaan terkait dengan higiene penjamah makanan dan 36 pertanyaan sanitasi makanan dan lingkungan pengolahan makanan.

Penilaian konsumsi pangan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan cara kuantitatif yaitu recall 2x24 jam. Data konsumsi pangan yang diperoleh dengan cara food recall 2x24 jam yaitu dengan meminta santri putri untuk menyebutkan jumlah makanan yang dimakan selama dua hari dengan ukuran rumah tangga. Makanan yang dimakan adalah makanan utama, makanan selingan, jenis pangan dan jumlah yang dikonsumsi dalam bentuk matang, kemudian dikonversikan kedalam bentuk bahan pangan mentah dan dihitung kandungan zat gizi energi, protein, lemak dan karbohidrat dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM). Selanjutnya data konsumsi pangan dievaluasi menjadi angka kecukupan menggunakan data tabel Angka Kecukupan Gizi (AKG) 2004.

Pengukuran antropometri dilakukan untuk mengetahui status gizi dengan menggunakan indeks masa tubuh berdasarkan umur (IMT/U). data yang diperlukan adalah berat badan, tinggi badan dan tanggal lahir santri putri (untuk mengetahui umur santri putri dalam bulan dan tahun). Pengukuran berat badan dilakukan dengan cara santri putri berdiri di atas timbangan dengan ketelitian 0,1 kg dengan cara melepaskan sepatu atau alas kaki dan barang-barang yang ada di dalam saku dengan tetap menggunakan pakaian. Pengukuran tinggi badan dilakukan dengan menggunakan alat pengukur tinggi badan microtoise dengan ketelitian 0,1 cm. Data tanggal lahir santri putri didapat dari kuesioner yang diisi oleh santri putri.

(39)

Pengolahan dan Analisis Data

Tahapan pengolahan data dimulai dari pengkodean (coding), pemasukan data (entry), pengecekan ulang (cleaning) dan selanjutnya dilakukan analisis.

Data yang telah dikumpulkan disajikan dalam bentuk tabel dan dianalisis secara deskriptif dan statistika menggunakan program SPSS 16.0 for windows.

Data karakteristik penjamah makanan meliputi jenis kelamin dikategorikan menjadi dua yaitu laki-laki dan perempuan, umur, tingkat pendidikan yang meliputi tidak tamat SD, tamat SD, SMP, SMA, Diploma, Sarjana dan lama berkerja. Sementara untuk data karakteristik santri putri (umur) dijelaskan secara deskriptif.

Praktek hygiene penjamah makanan dan sanitasi mengacu pada 52 pertanyaan di dalam kuesioner, masing-masing pernyataan pada kuesioner higiene tenaga penjamah sebanyak 16 pernyataan, sedangkan jumlah pernyataan pada kuesioner sanitasi terdapat 36 pernyataan, kemudian dijelaskan secara deskriptif. Praktek hygiene penjamah makanan dan sanitasi diukur dengan pertanyaan yang menggunakan dua tingkatan skala jawaban yaitu “ya”

dan “tidak”, penilaian Dikelompokkan kedalam tiga kategori yaitu untuk yang memiliiki skor baik (>80%), sedang (60%-80%), dan kurang (<60%) (Totelesi, 2011).

Data konsumsi pangan yang diperoleh dari recall 2x24 jam dan FFQ, data hasil recall yang diperoleh dalam ukuran rumah tangga (URT) dikonversi ke dalam ukuran berat (gram). Dalam menaksirkan atau memperkirakan ke dalam ukuran berat (gram) menggunakan beberapa alat bantu seperti ukuran rumah tangga (sendok nasi, sendok makan, dan lain-lain) dan dengan menimbang langsung contoh makanan yang dimakan. Kemudian data konsumsi dalam ukuran gram dihitung kandungan energi (kkal) dan protein (g) dengan menggunakan DKBM.

Data tersebut diperoleh dengan menggunakan kuesioner yang diisi sendiri oleh contoh setelah mendapat penjelasan dari peneliti. Kemudian dikonversikan dalam bentuk satuan energi (kal) dan protein (g) menggunakan DKBM. Rumus yang digunakan adalah :

KEj = Bi X GjX BDDj 100 100

(40)

Keterangan:

Kej : Kandungan energi bahan makanan j yang dikonsumsi (g) Bj : Berat bahan makanan j yang dikonsumsi (g)

Gj : Kandungan energi dalam 100 g BDD bahan makanan BDDj : Persen bahan makanan yang dapat dimakan (%BDD)

Angka Kecukupan Gizi kemudian digunakan untuk menghitung tingkat kecukupan zat gizi. Tingkat kecukupan zat gizi santri putri diperoleh menggunakan rumus (Hardinsyah & Tambunan, 2004):

Tingkat kecukupan zat gizi : konsumsi zat gizi aktual angka kecukupan gizi

Penggolongan tingkat konsumsi dilakukan berdasarkan Depkes (1996) menjadi lima kategori yaitu defisit tingkat berat (<70% AKG), defisit tingkat sedang (70-79% AKG), defisit tingkat ringan (80-89% AKG), Normal (90-120%

AKG), dan kelebihan (>120% AKG).

Angka ketersediaan pangan asrama diketahui dengan menimbang bahan pangan satu porsi makan selama dua hari dengan timbangan digital dengan ketelitian 1. Kemudian dikonversi kedalam bentuk energi dan protein dengan Daftar Komposisi Bahan Makanan.

Pengukuran status gizi dengan metode antropometri melalui perhitungan indeks massa tubuh dibandingkan dengan umur (IMT/U) dengan menggunakan software WHO Anthroplus 2007. Kemudian hasilnya disesuaikan dengan nilai yang telah ditentukan oleh WHO 2007. Kategori status gizi pada anak yang berumur 5 – 19 tahun yaitu kurus (-3 ≤ z ≤ -2), normal (-2 ≤ z ≤ +1), gemuk (+1 ≤ z ≤ +2) dan obese (z > +2). Analisis yang digunakan adalah analisis spearman untuk melihat hubungan antara tingkat konsumsi terhadap status gizi

X 100%

Referensi

Dokumen terkait

Untuk meganti penulisan yang salah digunakan fungsi……... Untuk membatalkan suatu perintah

Penelitian ini bertujuan (1) untuk mengetahui bagaimana celebrity endorser berpengaruh terhadap keputusan pembelian produk pembersih wajah Men’s Biore , (2) untuk

Penelitian ini menggunakan desain deskriptifkualitatif dengan teknik dokumentasi, simak bebas libat cakap, dan catat dalam pengumpulan datanya.Sumber data pada penelitian

Menurut opini kami, laporan keuangan terlampir menyajikan secnra wajar, dalam semua hal yang material, posisi keuangan Reksa Dana Panin Dana Teladan tanggal 31

Dari pengertian di atas, pada kebudayaan terdapat faktor-faktor yang penting, yakni : kelompok atau masyarakat sebagai pelaku kebudayaan, wujud atau fenomena

Board dengan ketebalan___ mm yang terdiri dari inti insulasi termoset yang kuat bebas CFC/HCFC dan memiliki nilai Potensi Perusak Lapisan Ozon (ODP) nol dengan komposit foil pada

Hingga saat ini, Kelas Inspirasi telah diselenggarakan oleh ribuan relawan di 119 kota di Indonesia dan menjadi salah satu pilar gerakan Indonesia Mengajar yaitu keterlibatan

Tujuan dari Kelas Inspirasi ini ada dua, yaitu menjadi wahana bagi sekolah dan siswa untuk belajar dari para profesional, serta agar para profesional, khususnya kelas