• Tidak ada hasil yang ditemukan

COOKIES BEBAS GLUTEN DAN BEBAS KASEIN (KAJIAN PROPORSI TEPUNG GARUT : TEPUNG KEDELAI : TEPUNG WORTEL).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "COOKIES BEBAS GLUTEN DAN BEBAS KASEIN (KAJIAN PROPORSI TEPUNG GARUT : TEPUNG KEDELAI : TEPUNG WORTEL)."

Copied!
126
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

(2)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Cookies

Cookies adalah makanan kering yang dibuat dari adonan lunak yang mengandung bahan dasar terigu, pengembang, kadar lemak tinggi, renyah dan bila dipatahkan penampang potongannya bertekstur kurang padat. Cookies merupakan produk pangan dengan ciri spesifik yang dipanggang dalam bentuk potongan kecil, mempunyai tekstur atau konsistensi yang kering, renyah, awet, nilai gizi yang cukup tinggi dan dapat langsung dikonsumsi. Pada dasarnya proses pembuatan cookies dibagi menjadi 3 tahap yaitu pembuatan adonan, pencetakan dan pemanggangan. Selama pencampuran terjadi penyerapan air oleh protein terigu sehingga terbentuk gluten yang akan membentuk struktur cookies dan mengalami pemantapan selama pemanggangan. Adanya proses pengadukan menyebabkan shortening menjadi lunak karena adanya panas selama proses pengadukan. Selain itu, pengadukan juga menyebabkan udara yang terperangkap dalam jaringan tersebut terdesak oleh air yang menguap dan menyebabkan pengembangan. Shortening dan kuning telur dalam adonan juga dapat menurunkan terbentuknya gluten karena lemak menyelubungi tepung sehingga menghambat kontak antara protein terigu dengan air. Adanya gula juga dapat mengurangi terbentuknya gluten dengan adanya persaingan dengan protein dalam memperoleh air (Matz, 1978).

Pada tahap awal pemanggangan terjadi kenaikan suhu yang menyebabkan melelehnya lemak sehingga konsistensi adonan menurun dan adonan cookies mengalami penyebaran ditandai dengan perubahan diameter dan ketebalan cookies. Ketika suhu mendekati titik didih air, protein dalam susu dan putih telur terkoagulasi dan diikuti gelatinisasi pati sebagian karena kandungan airnya yang rendah. Pada saat suhu didih air tercapai pembentukan uap air meningkat diikuti kenaikan volum cookies. Pemantapan struktur cookies diakhiri dengan gelatinisasi pati, koagulasi protein dan penurunan kadar air (Indiyah, 1992).

(3)

manis dan tidak manis (Whiteley, 1971). Cookies yang dihasilkan harus memenuhi syarat mutu yang ditetapkan agar aman untuk dikonsumsi. Syarat mutu cookies yang digunakan merupakan syarat mutu yang berlaku secara umum di Indonesia berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI 01-2973-1992), seperti tercantum pada tabel berikut ini:

Tabel 1. Syarat Mutu Cookies menurut SNI 01-2973-1992

Kriteria Uji Klasifikasi

Kalori (Kalori/100 gram) Minimum 400

Air (%) Maksimum 5

Protein (%) Minimum 9

Lemak (%) Minimum 9.5

Karbohidrat (%) Minimum 70

Abu (%) Maksimum 1.5

Serat kasar (%) Maksimum 0.5 Logam berbahaya Negatif

Bau dan rasa Normal dan tidak tengik

Warna Normal

Sumber : Standar Nasional Indonesia (SNI 01-2973-1992)

Faktor penentu mutu cookies adalah kerenyahannya, oleh sebab itu dalam pemakaian tepung yang ditekankan adalah sifat ekstensibilitas sehingga adonan mudah dicetak. Bahan – bahan pembuatan cookies dibagi menjadi dua menurut fungsinya yaitu bahan pembentuk struktur dan bahan pendukung kerenyahan. Bahan pembentuk struktur meliputi tepung, susu skim dan putih telur sedangkan pendukung kerenyahan meliputi gula, shortening, bahan pengembang dan kuning telur (Matz, 1972).

(4)

B. Garut (Maranta arundinaceae Linn.)

Tanaman garut (Maranta arundinaceae Linn.) secara taksonomi dapat digolongkan ke dalam Kingdom Plantae, Divisio Magnoliophyta, Kelas Liliopsida, Ordo Zingiberalis, Familia Marantaceae, Genus Maranta, dan Spesies Maranta arundinaceae Linn. Secara umum masyarakat Jawa Barat (Sunda) menyebutnya dengan patat sagu, irut, arut, garut, jelarut. Sedangkan di Amerika arrow-root. Garut merupakan tanaman semak semusim yang memiliki tinggi 75-90 cm, umbi atau rhizoma yang berwarna putih atau cokelat muda ini berukuran 20–45 cm dengan diameter 2–5 cm. Batangnya semu, bulat membentuk rimpang berwarna hijau, daunnya tunggal, bulat memanjang dengan ujung runcing berpelepah, berbulu, dan berwarna hijau. Bunganya merupakan bunga majemuk berbentuk tandan dengan kelopak bunga berwarna hijau sedang mahkotanya berwarna putih. Tanaman garut memiliki akar serabut (Peter, 2007).

(5)

Tepung garut diperoleh dari umbi garut melalui proses penepungan. Umbi garut merupakan salah satu sumber karbohidrat yang tidak mengandung gluten, tetapi kandungan gizi dan sifat fisiko kimianya mirip dengan tepung terigu. Dengan demikian tepung garut dapat dimanfaatkan menjadi pengganti tepung terigu. Selain itu umbi garut memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi sebagai bahan pangan yaitu 1,0% protein, 0,2% lemak, 24% karbohidrat, 0,6% - 1,3% serat, 1,3% – 1,4% kadar abu, 1,7% zat besi, 3% fosfor dan 2,8% kalsium (Temala, D.M dan Rustanti, N., 2012).

Tepung garut dipilih karena mempunyai sifat dan kandungan zat gizi yang tidak jauh berbeda dengan tepung terigu maupun beras giling. Daya cerna pati yang tinggi sebesar 84,35 %, kadar amilosa yang rendah sebesar 29,67-31,34 %, dan daya kembang yang tinggi 54 % menjadikan biskuit lebih lembut, renyah, dan mudah dicerna. Namun, kadar protein relatif rendah sehingga perlu ditambahkan sumber protein untuk melengkapi kandungan zat gizi pada cookies (Qurrota dan Wirawani, 2013).

Tepung atau pati garut dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku produk pangan seperti roti, kue kering (cookies), cake, mie, makanan ringan, dan aneka makanan tradisional. Tepung garut dapat digunakan sebagai campuran tepung terigu pada industri makanan, misalnya pada pembuatan roti tawar dengan proporsi tepung garut 10–20%, pada mie sebesar 15–20%, bahkan pada kue kering sampai 100% (Rukmana, 2000).

C. Tepung Kedelai

Tepung kedelai sering dikenal sebagai soy flour dan grit. Bahan tersebut biasanya mengandung 40-50% protein, bergantung pada kadar lemaknya. Berdasarkan kadar lemaknya, dikenal dua macam bentuk produk tepung masing – masing tepung kedelai berlemak penuh dan berlemak rendah (Winarno, 1993). Tepung kedelai terbuat dari kedelai yang diolah dan digiling atau ditumbuk menjadi bentuk tepung. Penggunaan panas dalam pengolahan diperlukan untuk peningkatan nilai gizi, daya tahan simpan dan meningkatkan rasa (Hermana, 1985).

(6)

mineral. Secara kualitatif protein kedelai tersusun dari asam-asam amino esensial yang lengkap dan baik mutunya kecuali asam amino bersulfur yang merupakan faktor pembatas pada kedelai (Afandi, 2001).

Tepung kedelai dibuat dari biji kedelai yang dikeringkan kemudian ditepungkan menjadi bubuk halus. Kadar proteinnya cukup tinggi yaitu 35 – 38 % dan dalam bentuk tepung 41,7 %. Pembuatan kedelai menjadi tepung meningkatkan daya cerna protein karena mengurangi zat antinutrisi seperti asam fitat dan antitripsin. Kedelai juga mengandung kalsium dan zink yang cukup tinggi sehingga dapat melengkapi zat gizi pada cookies. Fortifikasi tepung kedelai dapat mempengaruhi sifat adonan dan kualitas produk yang dihasilkan seperti absorbsi air dan warna (Koswara,1995). Penelitian sebelumnya menunjukkan protein yang tinggi pada tepung kedelai meningkatkan daya serap air pada biskuit sehingga lebih tahan disimpan. Namun, peningkatan protein juga menyebabkan tekstur biskuit menjadi keras (Qurrota dan Wirawani, 2013). Kandungan gizi tepung kedelai per 100 g, energy 450 kcal 1870 kJ (Anonim, 2013).

Tabel 2. Kandungan gizi tepung kedelai per 100 gram bahan

Bahan Penyusun Kandungan Gizi

Carbohydrates - Sugars - Dietary fiber Fat - saturated - monounsaturated - polyunsaturated Protein Water Vitamin A Vitamin B6 Vitamin B12 Vitamin C Vitamin K Calcium Iron Magnesium Phosphorus Potassium Sodium Zinc 30.16 g 7.33 g 9.3 g 19.94 g 2.884 g 4.404 g 11.255 g 36.49 g 8.54 g

(7)

Kandungan protein yang tinggi dari tepung kedelai dan kandungan lisin yang tinggi menunjang penggunaannya sebagai bahan pelengkap untuk memperbaiki nilai gizi dari produk cookies (Diser, 1961 dalam Smith & Circle, 1972). Secara umum kedelai merupakan sumber vitamin B, karena kandungan vitamin B1, B2, Niasin, Piridoksin dan golongan vitamin B lainnya banyak terdapat didalamnya (Shurpalekar et. Al, 1961 dalam Koswara, 1995). Hasil penelitian Tsen et al. (1971), menunjukkan bahwa penggunaan 12% tepung kedelai pada roti dapat meningkatkan kandungan protein dan asam amino lisin menjadi dua kali lebih besar daripada roti gandum.

Tepung kedelai dibuat dari biji kedelai yang dikeringkan kemudian ditepungkan menjadi bubuk halus. Kadar proteinnya cukup tinggi yaitu 35 – 38 % dan dalam bentuk tepung 41,7 %. Pembuatan kedelai menjadi tepung meningkatkan daya cerna protein karena mengurangi zat antinutrisi seperti asam fitat dan antitripsin. Kedelai juga mengandung kalsium dan zink yang cukup tinggi sehingga dapat melengkapi zat gizi pada cookies. Penelitian sebelumnya menunjukkan protein yang tinggi pada tepung kedelai meningkatkan daya serap air pada biskuit sehingga lebih tahan disimpan. Namun, peningkatan protein juga menyebabkan tekstur biskuit menjadi keras (Qurrota dan Wirawani, 2013).

D. Wortel (Daucus carrota L)

Wortel (Daucus carrota L) merupakan sayuran umbi semusim berbentuk rumput. Wortel memiliki batang pendek yang hampir tidak tampak. Akarnya berupa akar tunggang yang tumbuh membengkok, membesar, dan memanjang menyerupai umbi. Umbi wortel berwarna kuning kemerahan yang di sebabkan kandungan karoten yang tinggi. Kulitnya tipis. Teksturnya agak keras dan renyah. Rasanya gurih dan agak manis (Berlian Nur et al. 2003). Tanaman wortel (Daucus carrota L) memiliki kandungan gizi yang banyak diperlukan oleh tubuh terutama sebagai sumber vitamin A. Umbi wortel banyak mengandung vitamin A yang disebabkan oleh tingginya kandungan karoten yakni suatu senyawa kimia pembentuk vitamin A.

(8)

yang di susun Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI. Kandungan gizi wortel tertera pada tabel berikut:

Tabel 3. Komposisi Kandungan Gizi Wortel Per 100 gr Bahan.

Bahan penyusun Kandungan gizi

Kalori (kal) Karbohidrat (g) Lemak (g) Protein (g) Kalsium (mg) Fosfor (mg) Besi (mg) Vitamin A (SI) Vitamin B (mg) Vitamin C (mg) Air (g)

Bagian yang dapat dimakan (%)

42,00 9 0,2 1 33 35 0,66 835 0,6 1,9 88,20 88,00 Sumber : Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI, 1979

E. Tepung Wortel

Tepung wortel adalah produk awetan yang dapat dijadikan alternatif untuk memperpanjang umur simpan, memudahkan penyimpanan dan transportasi, memperluas jangkauan pemasaran dan mudah diolah menjadi produk-produk lain. Pembuatan tepung wortel akan meningkatkan keanekaragaman pemanfaatan wortel dan menjadikan wortel sebagai sumber provitamin A dan pewarna pangan. Dalam bentuk tepung daya simpannya akan meningkat, transportasi dan penggunaan selanjutnya lebih mudah dari pada dalam bentuk segar. Sebagai sumber provitamin A dan pewarna pangan, tepung wortel dapat ditambahkan antara lain pada makanan bayi, saus, sup, dan sebagai bahan pembuat kue (Anonim, 2011 ).

(9)

dalam larutan air/larutan garam 1% dan/atau proses blansir (Widowati et al. 2001).

Tahapan proses pembuatan tepung wortel diantaranya adalah menyiapkan wortel organik segar, mencuci wortel segar untuk menghilangkan kotoran tanah, mengiris wortel dengan ketebalan 1, 2, 3 mm dengan menggunakan cutter. Kemudian memasukkan hasil irisan wortel ke dalam loyang, menimbang bahan untuk mengetahui berat bahan, mengeringkan irisan wortel dengan menggunakan cabinet dryer, dengan suhu 45 ⁰C selama 24 jam, setelah wortel kering kemudian dihaluskan dengan menggunakan grinder hingga merata, mengayak hasil wortel yang telah dihaluskan dengan menggunakan ayakan 80 mesh dan tepung wortel yang halus siap untuk digunakan untuk melakukan analisa kadar air, kadar serat, total karoten, rendemen (Amirudin, C., 2013).

Tabel 4. Komposisi kimia tepung wortel

Komponen Jumlah

Kadar Air (%) Kadar Pati (%) Kadar Protein (%) Kadar Lemak (%) Kadar Serat (%)

Kadar β-karoten (mg/gr)

6,7 13,5

7,7 1,15 24,35

51,5 Sumber : Nuansa (2008)

F. Bahan-Bahan Cookies 1. Fruktosa

(10)

memberikan karakteristik flavor yang berbeda, antara lain: madu, brown sugar, molase, malt dan sirup jagung (Faridah 2008).

Selain gluten dan kasein, penderita autisme juga disarankan untuk mengurangi konsumsi gula agar sistem pencernaan anak tidak semakin buruk. Yang harus dihindari adalah glukosa, yaitu jenis gula yang terdapat pada gula pasir dan makanan olahan yang manis – manis, seperti permen, cokelat, sirup, minuman buah olahan pabrik, dan lainnya. Jenis gula yang aman adalah gula yang berasal dari buah – buahan atau gula fruktosa. Jenis ini tidak berbahaya karena didalam perut, fruktosa harus menjalani proses pemecahan atau pencernaan lebih lanjut (Nakita, 2002).

Komponen fruktosa yang paling membedakan dibanding dengan pemanis lain adalah tingkat kemanisannya yang tinggi. Selain kelebihan ini, karakter khusus yang lain (yaitu kemudahan untuk dimetabolisme dan kelarutan yang tinggi) dapat dipertimbangkan oleh teknologi pangan atau bidang kesehatan untuk digunakan dalam formulasi produk (Nabors and Ronet, 1991).

2. Minyak jagung

Lemak merupakan salah satu komponen penting dalam pembuatan cookies. Kandungan lemak dalam adonan cookies merupakan salah satu faktor yang berkontribusi pada variasi berbagai tipe cookies. Di dalam adonan, lemak memberikan fungsi shortening dan fungsi tekstur sehingga cookies/biskuit menjadi lebih lembut. Selain itu, lemak juga berfungsi sebagai pemberi flavor. Selama proses pencampuran adonan, air berinteraksi dengan protein tepung terigu dan membentuk jaringan teguh serta berpadu. Pada saat lemak melapisi tepung, jaringan tersebut diputus sehingga karakteristik makan setelah pemanggangan menjadi tidak keras, lebih pendek dan lebih cepat meleleh di dalam mulut (Faridah 2008).

(11)

mengandung sitosterol dan terdapat banyak asam lemak esensial yang dibutuhkan pada pertumbuhan badan. Kandungan nutrisi minyak jagung dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 5. Nutrisi Minyak jagung per 100 gram

Komponen Jumlah

Total gliserida Asam lemak jenuh Palmitat

Stearat

Asam lemak tak jenuh Linoleat

Oleat

98,6 13 10 3 86 56 30 Sumber : Ketaren. S (1986)

3. Kuning telur

Telur yang ditambahkan berperan menghasilkan produk cookies yang lebih baik, dapat memperbaiki proses creaming, pemberian flavor yang khas serta kenaikan nilai gizi ( Matz, 1972). Telur berpengaruh terhadap tekstur produk cookies sebagai hasil dari fungsi emulsifikasi, pelembut tekstur, dan daya pengikat. Penggunaan kuning telur memberikan tekstur cookies yang lembut, tetapi struktur dalam cookies tidak sebaik jika digunakan keseluruhan bagian telur. Merupakan pengikat bahan-bahan lain, sehingga struktur cookies lebih stabil. Telur digunakan untuk menambah rasa dan warna. Telur juga membuat produk lebih mengembang karena menangkap udara selama pengocokan. Putih telur bersifat sebagai pengikat/pengeras. Kuning telur bersifat sebagai pengempuk (Faridah 2008).

Tabel 6. Komposisi kimia kuning telur

Komponen Kuning Telur

Kadar air (%) Kadar protein (%) Kadar Lemak (%) Kadar karbohidrat (%)

(12)

4. Garam

Garam yang umum dipakai dalam susunan makanan sehari – hari atau dalam pengolahan makanan ringan adalah garam dapur dengan nama kimia Natrium Klorida (NaCl) (Winarno, 2002). Fungsi garam atau natrium klorida pada bahan pangan secara umum adalah sebagai pembentuk rasa asin dan penguat rasa disamping menekan respon rasa manis, asam dan pahit (Wellington, 1993).

Garam ditambahkan dengan kadar 1 – 2,5% dari berat tepung dan pada umumnya lebih mendekati 1% daripada 2,5%. Beberapa tujuan penambahan garam dalam pembuatan produk biskuit antara lain memberikan cita rasa produk, memperkuat cita rasa bahan dan menghilangkan cita rasa hambar atau cita rasa yang kurang dari bahan lain (Wellington, 1993).

G. Metode Pembuatan Cookies

Menurut Farida.,dkk (2008) proses pembuatan cookies meliputi tiga tahap yaitu :

1. Pembuatan /Pencampuran Adonan

Pembuatan adonan diawali dengan proses pencampuran dan pengadukan bahan-bahan. Ada dua metode dasar pencampuran adonan, yaitu metode krim (creaming method) dan metode all in, namun yang paling umum adalah metode krim. Metode krim lemak, gula, garam dan bahan pengembang dicampur sampai terbentuk krim homogen dengan menggunakan mixer, Tambahkan telur dan dikocok dengan kecepatan rendah dan selama pembentukan krim ini dapat ditambahkan bahan pewarna dan essence. Pada tahap akhir ditambahkan susu dan tepung secara perlahan kemudian dilakukan pengadukan sampai terbentuk adonan yang cukup mengembang dan mudah dibentuk. Sementara itu pembuatan cookies dengan metode all in semua bahan dicampur secara langsung bersama tepung. Pencampuran ini dilakukan sampai adonan cukup mengembang.

(13)

air yang diperlukan untuk membuat konsistensi adonan sesuai yang diinginkan, gluten yang terbentuk hanya sedikit, proses gelatinisasi juga berkurang sehingga terbentuk tekstur yang sangat lembut. Selain itu lemak juga turut berperan dalam menentukan rasa dari cookies/biskuit. Selama pembentukan adonan waktu pencampuran harus diperhatikan untuk mendapatkan adonan yang homogen dan dengan pengembangan gluten yang diinginkan.

2. Pengolahan atau pencetakan cookies

Cara pengolahan atau pencetakan cookies dapat dibagi atau di klasifikasikan menjadi 6 jenis yaitu:

a. Molded cookies, yaitu adonan yang dibentuk dengan alat atau dengan tangan

b. Pressed cookies, yaitu adonan yang dimasukkan kedalam cetakan semprit dan baru setelah itu disemprotkan di atas loyang

c. Bar cookies, yaitu adonan yang dimasukkan kedalam Loyang pembakaran yang sudah dialas kertas roti dengan ketebalan ½ cm, dimasak setengah matang lalu dipotong bujur sangkar kemudian dibakar kembali sampai matang

d. Drop cookies, yaitu adonan yang dicetak dengan menggunakan sendok teh kemudian di drop diatas loyang pembakaran

e. Rolled cookies, yaitu adonan diletakkan di atas papan atau meja kerja kemudian digiling dengan menggunakan rolling pin lalu adonan dicetak sesuai dengan selera

f. Ice box/ refrigerator, yaitu adonan cookies dibungkus dan disimpan dalam refrigerator setelah agak mengeras adonan diambil sedikit sedikit sudah bisa untuk dicetak/potong atau dibentuk sesuai dengan selera.

(14)

3. Pembakaran cookies

Setiap jenis cookies memerlukan suhu dan lama pembakaran yang berbeda untuk memperoleh hasil yang maksimal. Semakin besar cookies yang dicetak semakin lama pembakarannya dan suhu pembakaran tidak boleh terlalu panas. Suhu pembakaran pada cookies yang umum 160-200oC dengan lama pembakaran 10 -15 menit, atau lebih lama. Pengaruh gula pada cookies adalah semakin sedikit kandungan gula dan lemak dalam adonan, suhu pemanggangan dapat dibuat lebih tinggi (177 – 204 oC). Suhu dan lama waktu pemanggangan akan mampu mempengaruhi kadar air cookies dimasukkan karena bagian luar akan terlalu cepat matang. Hal ini dapat menghambat pengembangan dan permukaan cookies yang dihasilkan menjadi retak-retak. Selain itu adonan juga jangan mengandung terlalu banyak gula karena akan mengakibatkan cookies terlalu keras atau terlalu manis. Cookies yang dihasilkan segera didinginkan untuk menurunkan suhu dan pengerasan cookies akibat memadatnya gula dan lemak.

H. Analisa Keputusan

Keputusan ialah suatu kesimpulan dari suatu proses untuk memilih tindakan yang terbaik dari sejumlah alternative yang ada. Pengambilan keputusan adalah proses yang mencakup semua pikiran dan kegiatan yang diperlukan guna membuktikan dan memperlihatkan pilihan yang terbaik (Siagian, 1987).

Analisis keputusan pada dasarnya adalah suatu prosedur yang logis dan kuantitatif yang tidak hanya menerangkan pengambilan keputusan, tetapi juga merupakan suatu cara untuk membuat keputusan (Mangkusubroto dan Listiani, 1987).

(15)

I. Analisa Finansial

Analisis finansial adalah analisis yang melihat proyek dari sudut lembaga atau menginvestasikan modalnya kedalam proyek (Pudjotjiptono, 1984). Analisis kelayakan adalah analisis yang ditujukan untuk meneliti suatu proyek layak atau tidak layak untuk proyek tersebut harus dikaji, diteliti dari beberapa aspek tertentu sehingga memenuhi syarat untuk dapat berkembang atau tidak (Tiomar, 1994).

Benefit atau laba yang diperoleh perusahaan sering dipakai untuk menilai atau sukses tidaknya manajemen perusahaan, sedangkan besarnya laba tersebut terutama dipengaruhi oleh biaya produksi, harga jual produk dan volume penjualan (Muljadi, 1986).

Dalam rangka mencari suatu ukuran menyeluruh tentang layak tidaknya suatu proyek yang dikembangkan, maka digunakan beberapa kriteria yang digunakan dapat dipertanggung jawabkan penggunaannya adalah :

1. Break Event Point (BEP) 2. Net Present Value (NPV)

3. Gross Benefit Cost Ratio (Gross B/C Ratio) 4. Payback Period

5. Internal Rate of Return (IRR)

1) Break Even Point (BEP) (Susanto dan Saneto, 1994)

Studi kelayakan merupakan pekerjaan membuat ramalan atau taksiran yang didasarkan atau anggapan-anggapan yang tidak terlalu bisa dipenuhi. Konsekuensinya ialah bisa terjadi penyimpangan-penyimpangan. Salah satu penyimpangan itu ialah apabila pabrik berproduksi dibawah kapasitasnya. Hal ini menyebabkan pengeluaran yang selanjutnya mempengaruhi besarnya keuntungan.

(16)

Untuk memperoleh keuntungan perusahaan tersebut harus ditingkatkan dari penerimaannya harus berada di atas titik tersebut. Penerimaan dari penjualan dapat ditingkatkan melalui 3 cara, yaitu menaikkan harga jual perunit, menaikkan volume penjualan, dan menaikkan harga jualnya.

Penentuan BEP dapat dikerjakan secara aljabar atau grafik. Dalam penentuan BEP secara aljabar didasarkan atas hubungan antara nilai penjualan, biaya produksi keseluruhan (biaya tetap + biaya tidak tetap) dan volume produksi. Volume penjualan pokok dapat ditentukan dengan persamaan sebagai berikut :

BEP =

VC

P

FC

Keterangan:

Po = Produk pulang/pokok FC = Biaya tetap

VC = Biaya tidak tetap persatuan produk (Rp)

Rumus untuk mencari titik impas adalah sebagai berikut: a. Biaya Titik Impas

BEP =

(

biaya tidak tetap/pendapatan

)

1

Tetap Biaya −

b. Presentase Titik impas:

BEP (%) =

( )

Pendapatan Rp BEP

× 100%

c. Kapasitas Titik Impas

Kapasitas titik impas adalah jumlah produksi yang harus dilakukan untuk mencapai titik impas. Rumus kapasitas titik impas adalah sebagai berikut: Kapasitas Titik Impas = Persen Titik Impas × Pendapatan

(17)

Net Present Value (NPV) adalah selisih antara nilai penerimaan sekarang dengan niali biaya sekarang. Bila dalam analisia diperoleh nilai NPV lebih besar dari 0 (nol), berarti nilai proyek layak untuk dilaksanakan, jika dalam perhitungan diperoleh nilai NPV lebih kecil dari 0 (nol), maka proyek tersebut tidak layak untuk dilaksanakan (Susanto dan Saneto, 1994). Rumus NPV adalah :

NPV =

( )

+

n

t

i

t

Ct

B

2

1

'

Keterangan:

Bt = Benefit sosial kotor sehubungan dengan suatu proyek pada tahun t Ct = Biaya sosial kotor sehubungan dengan proyek pada tahun t

t = 1, 2, 3,………n

n = Umur ekonomi dari pada proyek. i = Sosial discount rate

3) Gross Benefit Cost Ratio (Gross B/C Ratio) (Susanto dan Saneto, 1994) Merupakan perbandingan antara penerimaan kotor dengan biaya kotor yang telah dirupiahkan sekarang (present value) (Susanto dan Saneto, 1994).

Nilai B/C Ratio =

Produksi Biaya

Pendapatan

4) Payback Period (Susanto dan Saneto,1994)

Merupakan perhitungan jangka waktu yang dibutuhkan untuk pengambilan modal yang ditanam pada proyek. Nilai tersebut dapat berupa prosentase maupun waktu (baik tahun maupun bulan). Payback period tersebut harus lebih kecil dari nilai ekonomis. Rumus penentuannya adalah sebagai berikut: PP =

Ab

1

Keterangan:

I = Jumlah modal

Ab = Penerimaan bersih perbulan

(18)

Internal Rate of Return merupakan tingkat bunga yang menunjukkan persamaan antara interval penerimaan bersih sekarang dengan jumlah investasi (modal) awal dari suatu proyek yang sedang dikerjakan. Criteria ini memberikan pedoman bahwa proyek akan dipilih apabila nilai IRR lebih besar dari suku bunga yang berlaku, sedangkan bila IRR lebih kecil dari suku bunga yang berlaku maka proyek tersebut dinyatakan tidak layak untuk dilaksanakan.

IRR = 1 +

"

NPV

'

NPV

NPV

(I" – i')

Keterangan:

NPV' = NPV positif hasil percobaan nilai NPV” = NPV negatif hasil percobaan nilai; I = Tingkat bunga

J. Landasan Teori

Cookies adalah makanan ringan yang disukai oleh banyak orang dari berbagai kalangan baik usia muda sampai tua, tak terkecuali anak penyandang autisme. Cookies biasanya dari adonan lunak yang mengandung bahan dasar terigu, pengembang, kadar lemak tinggi, renyah dan apabila dipatahkan penampang teksturnya kurang padat. Faktor penentu mutu cookies adalah kerenyahannya, oleh sebab itu dalam pemakaian tepung yang ditekankan adalah sifat ekstensibilitas sehingga adonan mudah dicetak. Karakteristik cookies pada umumnya ditentukan dari tekstur renyah, bentuk, ketebalan, kadar air, struktur (berpori besar/kecil) dan juga warna ( Matz, 1972). Menurut Kramer dan Twigg (1973), mutu cookies ditentukan oleh dua kriteria, kriteria bagian dalam dan kriteria bagian luar. Kriteria bagian dalam meliputi warna daging, porositas, dan sifat tekstural sedangkan kriteria bagian luar meliputi warna kulit, bentuk simetri, karakteristik kulit hingga volume cookies.

(19)

Untuk meningkatkan kandungan protein produk maka diperlukan adanya penambahan sumber protein dari jenis kacang – kacangan. Tepung kedelai dibuat dari biji kedelai yang dikeringkan kemudian ditepungkan menjadi bubuk halus. Kadar proteinnya cukup tinggi yaitu 35 – 38 % dan dalam bentuk tepung 41,7 %. Penelitian sebelumnya menunjukkan protein yang tinggi pada tepung kedelai meningkatkan daya serap air pada biskuit sehingga lebih tahan disimpan. Namun, peningkatan protein juga menyebabkan tekstur biskuit menjadi keras (Qurrota dan Wirawani, 2013). Menurut Girinda (1990) dalam Sriwahyuni (2000) menyatakan bahwa protein akan menggumpal oleh pemanasan, sehingga selama proses pemanggangan dalam oven sebagian air akan teruapkan, pati tergelatinisasi dan protein menggumpal. Semakin banyak konsentrasi protein maka semakin banyak pula protein yang menggumpal dan cookies menjadi sulit dipatahkan.

Kadar vitamin A pada cookies dapat ditingkatkan dengan pengkayaan menggunakan wortel. Pembuatan tepung wortel akan meningkatkan keanekaragaman pemanfaatan wortel dan yang lebih penting adalah untuk menjadikannya sebagai sumber provitamin A dan pewarna pangan (Amirrudin, Chaerah. 2013). Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa dengan penambahan tepung wortel sebanyak 5% - 15% memberikan hasil terbaik dalam segi rasa, aroma, maupun tekstur dan juga biskuit mengalami peningkatan kandungan vitamin A (Febrina dan Yusi, 2012).

Telur yang ditambahkan berperan menghasilkan produk cookies yang lebih baik, dapat memperbaiki proses creaming, pemberian flavor yang khas serta kenaikan nilai gizi. Telur berpengaruh terhadap tekstur produk cookies sebagai hasil dari fungsi emulsifikasi, pelembut tekstur, dan daya pengikat ( Matz, 1972).

(20)

kalsium, dan zink pada bayi hasil proporsi terbaik dengan penambahan tepung kedelai 25 % menunjukkan biskuit mempunyai sifat fisik yang baik dilihat dari daya serap air dan tingkat kekerasan (Qurrota dan Wirawani, 2013), sedangkan pada penelitian cookies bebas gluten dan kasein ini proporsi penambahan tepung kedelai yaitu 10%, 20%, 30%. Pada penelitian pengaruh penambahan tepung wortel terhadap daya terima dan kadar vitamin A pada biskuit menunjukkan bahwa biskuit dengan penambahan tepung wortel sebanyak 5% dan 15% disukai dalam segi rasa, aroma, maupun tekstur (Febrina dan Yusi, 2012), sedangkan pada penelitian cookies bebas gluten dan kasein ini menggunakan penambahan tepung wortel sebanyak 5%, 10%, dan 15%.

K. Hipotesis

(21)

BAB III

(22)

BAB III

BAHAN DAN METODE

A. Tempat Dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Pengolahan Pangan, Laboratorium Analisa Pangan, Laboratorium Uji Inderawi Program Studi Teknologi Pangan UPN Veteran Jatim serta Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya, Laboratorium Pengujian Mutu dan Keamanan Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya Malang, Laboratorium Chem-mix Pratama, Bantul Yogyakarta mulai bulan Maret 2014 sampai dengan Juli 2014.

B. Bahan Penelitian

Bahan – bahan yang digunakan dalam pembuatan cookies adalah tepung garut, tepung GASOL kedelai, tepung wortel, kuning telur, gula fruktosa, garam dan minyak jagung. Bahan – bahan ini diperoleh dari toko bahan – bahan roti di daerah Surabaya.

Bahan yang digunakan untuk analisa adalah aquades, ether, alkohol, HCl, KOH, H2SO4, NaOH, K2SO4, asam borak, indikator BCG, petroleum ether, Fehling A, Fehling B, reagen anthrone, tablet Kjeldahl, indikator pp. Bahan kimia tersebut diperoleh dari Toko Kimia di Surabaya.

C. Alat Penelitian

Alat – alat yang digunakan untuk pembuatan cookies dalam penelitian ini adalah timbangan digital, mixer, cetakan, loyang, oven. Peralatan yang digunakan untuk analisa adalah timbangan analitik, gelas piala 250 ml, kertas saring, erlenmeyer 250 ml dan 500ml, tabung vortex, pendingin balik, penangas air, labu takar, labu ukur, botol timbang, gelas ukur, corong kaca, spektrofotometer, waterbath, pipet tetes, lemari asam, oven, desikator, labu kjedhal, kondensor, alat soxhlet, tabung reaksi, thimble.

D. Metodologi Penelitian

(23)

perlakuan dan masing – masing level dilakukan ulangan sebanyak 3 kali, sehingga akan diperoleh satuan percobaan sebanyak 21 unit percobaan. Data yang diperoleh dianalisa dengan menggunakan analisa ragam (ANOVA). Bila terdapat perbedaan nyata antara perlakuan dilanjutkan dengan uji Tukey (Gasperz, 1994).

1. Peubah berubah

Proporsi Tepung Garut, Tepung Kedelai dan Tepung Wortel K = 100 : 0 : 0

P1 = 85 : 10 : 5 P2 = 80 : 10 : 10 P3 = 70 : 20 : 10 P4 = 65 : 20 : 15 P5 = 65 : 30 : 5 P6 = 60 : 30 : 10 P7 = 55 : 30 : 15

2. Peubah tetap

a. Berat tepung total = 100 g b. Berat gula fruktosa = 25 g c. Berat minyak jagung = 30 g d. Berat kuning telur = 35 g e. Berat garam = 1,0 g

f. Air = 10 ml

g. Tebal cookies = 3 mm h. Waktu pemanggangan = 15 menit i. Suhu pemanggangan = 180 °C

E. Parameter yang Diamati

1. Parameter untuk analisa bahan baku (tepung wortel) a. Kadar air metode pemanasan ( Sudarmadji, S. 1984 ) b. Kadar serat kasar ( Sudarmadji, S. 1984 )

(24)

2. Parameter untuk analisa produk cookies a. Rendemen ( Hartanti, 2003 )

b. Kadar protein metode mikro kjedahl ( AOAC, 1995 ) c. Kadar lemak metode soxhlet ( AOAC, 1995 )

d. Kadar serat kasar ( AOAC, 1995 )

e. Kadar air metode pemanasan ( Sudarmadji, S. 1984 ) f. Kadar pati metode hidrolisis asam ( Sudarmadji, S. 1984 ) g. Total gula metode anthrone ( Apriyantono, 1989 )

h. Daya patah ( Burne,1976 ) i. Kadar β-karoten ( AOAC, 1995 )

j. Analisa organoleptik (rasa, warna, aroma, tekstur) dengan uji hedonik atau kesukaan metode friedman ( Rahayu, 2001 )

F. Prosedur Penelitian

a. Proses Pembuatan Tepung Wortel

1) Wortel segar dilakukan pengupasan dan pencucian untuk menghilangkan kotoran tanah

2) Wortel yang telah dikupas kemudian diiris dengan ketebalan ± 3 mm dengan menggunakan pisau

3) Wortel iris ditimbang untuk mengetahui berat bahan.

4) Pengeringan irisan wortel dengan suhu 45 ⁰C selama 24 jam dalam Cabinet dryer.

5) Wortel kering kemudian dihaluskan dengan menggunakan grinder hingga merata.

6) Hasil irisan wortel yang telah dihaluskan, kemudian diayak dengan menggunakan ayakan 80 mesh.

7) Tepung wortel yang halus siap digunakan da dilakukan analisa kadar air, kadar serat kasar, rendemen dan kadar β – karoten.

b. Proses Pembuatan Cookies 1) Persiapan bahan-bahan

(25)

gram, garam 1,0 gram, minyak jagung 20 gram, kuning telur 35 gram, air 10 ml.

2) Proses selanjutnya adalah proses penyangraian tepung campuran yang terdiri dari tepung garut dan tepung kedelai pada suhu 90 °C selama 15 menit. Proses penyangraian tepung ini dimaksudkan untuk menurunkan kadar air tepung dan membentuk flavour yang khas.

3) Gula fruktosa, kuning telur, minyak jagung di campur dengan mixer berkecepatan tinggi sampai campuran menjadi mengembang.

4) Masukan campuran tepung garut, tepung kedelai dan tepung wortel lalu aduk dengan kecepatan rendah sampai halus dan homogen. Pencampuran ini bertujuan untuk meratakan pendistribusian bahan – bahan yang digunakan untuk memperoleh adonan dengan konsistensi yang halus. Adonan yang diperoleh juga harus bersifat kohesif dan relatif tidak lengket sehingga mudah untuk dibentuk.

5) Adonan dipipihkan dengan roller ketebalan ± 3 mm, kemudian adonan dicetak dengan menggunakan cetakan.

6) Pemanggangan dilakukan dengan loyang yang telah diolesi margarine, pemanggangan dilakukan pada suhu 180ºC selama 15 menit.

7) Analisa produk akhir

(26)

Gambar 1. Diagram Alir Pembuatan Tepung Wortel (Amiruddin, C. 2013) Wortel segar

Pencucian dan pengupasan

Pengirisan dengan ketebalan ± 3 mm

Menimbang bahan

Mengeringkan dengan suhu 45 °C, 24 jam

Digiling dengan menggunakan blender kering

Diayak dengan ayakan 80 mesh

Tepung Wortel

Analisa tepung wortel

•Kadar air cara pemanasan ( Sudarmadji, S. 1984 ) •Kadar serat kasar ( AOAC, 1995 )

(27)

Gambar 2. Diagram Alir Pembuatan Cookies

T. Garut : T. Kedelai : T.Wortel 100 : 0 : 0 (K1) 85 : 10 : 5 (A1) 80 : 10 : 10 (A2) 70 : 20 : 10 (A3) 65 : 20 :15 (A4) 65 : 30 : 5 (A5) 60 : 30 : 10 (A6) 55 : 30 : 15 (A7) Gula fruktosa 20 gram

Minyak jagung 20 gram Kuning telur 35 gram

Garam 1 gram

Di campur dengan mixer berkecepatan tinggi, ± 3

menit

Diaduk dengan kecepatan rendah, ± 4 menit

Diamkan ± 10 menit

Dipipihkan dan dicetak dengan cetakan kue

(tebal ±3 m)

Dioven

(T= 180 °C, ± 15 menit)

Cookies

Analisa cookies

a. Kadar protein ( AOAC, 1995 ) b. Kadar lemak ( AOAC, 1995 ) c. Kadar serat kasar ( AOAC, 1995 ) d. Kadar air ( Sudarmadji, S. 1984 ) e. Kadar pati ( Sudarmadji, S. 1984 ) f. Total gula ( Apriyantono, 1989 ) g. Daya patah ( Burne, 1976 ) h. Kadar β-karoten ( AOAC, 1995 ) i. Rendemen ( Hartanti, 2003 )

j. Uji organoleptik (rasa, aroma, warna dan tekstur)

(28)

BAB IV

(29)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Bahan Baku

Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan cookies bebas gluten dan kasein adalah tepung garut, tepung kedelai dan tepung wortel.

Tabel 7. Komposisi kimia t. garut, t. kedelai dan hasil analisa tepung wortel

No Parameter Tepung

garut Tepung kedelai Tepung wortel Hasil analisa Literatur 1. 2. 3. 4. 5. 6.

Kadar air (%) Kadar pati (%) Kadar protein (%) Kadar lemak (%) Kadar serat kasar (%) Kadar β-karoten (mg/gr) 7,0* 46,8* 2,5* 1,4* 6,0* - 6,6* 9,3* 41,7* 27,1* 3,2* - 11,77 - - - 25,68 57,89 6,7** 13,5** 7,7** 1,15** 24,35** 51,5** Sumber : Widaningrum (2005)*, Nuansa (2008)**

Berdasarkan literatur komposisi kimia tepung garut dan tepung kedelai pada tabel diatas dapat dilihat bahwa tepung garut yang akan digunakan untuk pembuatan cookies memiliki komponen pati sebagai komponen terbesar penyusunnya sedangkan pada tepung kedelai memiliki komponen protein yang besar. Hal tersebut dapat menyokong kekurangan protein pada tepung garut.

(30)

B. Karakteristik Kimia Mutu Cookies

Pada penelitian ini cookies dibuat dari tepung campuran (tepung garut, tepung kedelai dan tepung wortel) sebagai alternatif bahan baku non terigu sehingga dapat diterima oleh masyarakat. Dalam hal ini proporsi tepung garut, tepung kedelai dan tepung wortel diduga menentukan mutu cookies yang dihasilkan. Mutu cookies ditentukan dari beberapa parameter kimia yaitu kadar air, protein, lemak, serat kasar, pati, daya patah dan total gula.

A. Kadar Air

Rerata kadar air cookies pada perlakuan proporsi tepung garut : tepung kedelai : tepung wortel antara 6,63% sampai 10,22%. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa proporsi tepung garut : tepung kedelai : tepung wortel berpengaruh nyata (p ≤ 0,05) terhadap kadar air cookies, dapat dilihat pada lampiran 3.

Kadar air digunakan untuk melihat kandungan air dalam bahan pangan per satuan bobot bahan. Banyak sedikitnya kadar air pada suatu bahan tergantung dari bagaimana air itu terikat dengan makromolekul (protein dan karbohidrat) (Syarief dan Irawati, 1988). Kadar air cookies merupakan karakteristik penting, terutama hubungannya dengan umur simpan. Cookies dengan kadar air tinggi akan memiliki daya simpan yang pendek (Bennion, 1980).

Gambar 3. Pengaruh proporsi tepung garut : tepung kedelai : tepung wortel terhadap kadar air cookies.

0 2 4 6 8 10 12

K1 A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7

6,41 6,63

9,43 9,52 9,67 9,27 9,36 10,22

K ad ar ai r (% )

Proporsi T. garut : T. kedelai : T. w ort el Keterangan :

- T. garut :T. kedelai:T. wortel = 100 : 0 : 0 (K1) - T. garut:T. kedelai:T. wortel = 85 : 10 : 5 (A1) - T. garut:T. kedelai:T. wortel = 80 : 10 : 10 (A2) - T. garut:T. kedelai:T. wortel = 70 : 20 : 10 (A3)

(31)

Pada Gambar 3 dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan antara perlakuan kontrol dengan perlakuan proporsi tepung. Kadar air perlakuan kontrol sebesar 6,41%, lebih rendah dibandingkan dengan kadar air pada perlakuan – perlakuan proporsi tepung. Cookies dengan perlakuan proporsi tepung memiliki kadar air terendah terdapat pada proporsi tepung garut : tepung kedelai : tepung wortel 85%:10%:5% dan kadar air tertinggi terdapat pada proporsi tepung garut : tepung kedelai : tepung wortel 55%:30%:15%. Semakin rendah proporsi tepung garut, diikuti dengan semakin tinggi proporsi tepung kedelai dan tepung wortel yang ditambahkan, maka kadar air produk semakin tinggi. Hal ini disebabkan karena tepung garut memiliki kandungan pati yang besar, tepung kedelai mengandung protein yang besar, dan tepung wortel memiliki kandungan serat yang tinggi.

Pati dalam tepung garut, mempengaruhi penurunan kadar air cookies. Hal ini disebabkan karena air yang terikat oleh pati termasuk jenis air yang terikat lemah sehingga air dapat teruapkan selama proses pemanggangan. Peningkatan proporsi tepung kedelai dalam cookies memberikan pengaruh terhadap

daya serap air dan tingkat kekerasan biskuit. Daya serap air merupakan salah satu sifat hidrasi protein yaitu kemampuan protein menahan air dalam suatu sistem pangan. Semakin tinggi kadar protein pada biskuit akan meningkatkan daya serap air. Tepung wortel juga mempengaruhi kadar air produk. Hal ini disebabkan karena tepung wortel yang memiliki kadar serat kasar sebesar 25,68%.

Menurut Lowe (1993), kadar protein tepung garut lebih rendah dan kadar pati lebih tinggi sehingga kemampuan menahan air rendah dimana protein mampu menyerap 200% dari beratnya sedangkan pati hanya 30% sehingga air banyak yang menguap selama proses pemanggangan.

(32)

Air yang terdiri dari dua atom hidrogen dan satu atom oksigen, akan diserap oleh asam amino yang salah satu bagian molekulnya memiliki gugus karboksil. Semakin banyak protein yang dikandung di dalam tepung kedelai, maka semakin banyak gugus karboksil yang ada sehingga kebutuhan akan air semakin banyak.

Menurut Winarno (1997), serat kasar mempunyai kemampuan untuk mengikat air yang tinggi. Laidler (1980) dalam Sutrisno, dkk (1995) mengemukakan bahwa pada serat kasar dapat terbentuk ikatan hidrogen secara intramolekuler, yaitu antara gugus OH- suatu molekul dengan gugus OH- pada molekul yang lain. Hal ini menyebabkan berkurangnya kelarutan dalam air. Kebanyakan OH- tersebut tidak dapat membentuk ikatan hidrogen pada molekul air sehingga pada saat pengeringan air akan lebih mudah terlepas. Jadi, semakin lama pengeringan kadar air akan menurun dan kadar serat kasar yang terukur akan semakin meningkat.

B. Kadar Protein

Rerata kadar protein cookies dengan perlakuan proporsi tepung garut : tepung kedelai : tepung wortel antara 6,2% sampai 11,4%. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa proporsi tepung garut : tepung kedelai : tepung wortel berpengaruh nyata (p ≤ 0,05) terhadap kadar protein cookies, dapat dilihat pada lampiran 4.

Gambar 4. Pengaruh proporsi tepung garut : tepung kedelai : tepung wortel terhadap kadar protein cookies

0 2 4 6 8 10 12

K1 A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7

3,32

6,2 6,293

8,44 9,217

10,533 11,363 11,4

K a d ar p ro tei n (%)

Proporsi T. garut : T. kedelai : T. wortel Keterangan :

- T. garut:T. kedelai:T. wortel = 100 : 0 : 0 (K1) - T. garut:T. kedelai:T. wortel = 85 : 10 : 5 (A1) - T. garut:T. kedelai:T. wortel = 80 : 10 : 10 (A2) - T. garut:T. kedelai:T. wortel = 70 : 20 : 10 (A3)

(33)

Kadar protein untuk produk cookies cenderung naik dengan bertambahnya proporsi tepung kedelai diikuti dengan menurunnya proporsi tepung garut dan tepung wortel. Pada Gambar 4 dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan antara perlakuan kontrol dengan perlakuan proporsi tepung. Kadar protein perlakuan kontrol sebesar 3,32%, lebih rendah dibandingkan dengan kadar protein pada perlakuan – perlakuan proporsi tepung. Dengan adanya peningkatan proporsi tepung kedelai serta diikuti menurunnya proporsi tepung garut dan tepung wortel, maka kadar protein produk semakin tinggi. Pada cookies, kadar protein terendah terdapat pada proporsi tepung komposit (tepung garut : tepung kedelai : tepung wortel) 85% : 10% : 5% dan kadar protein tertinggi terdapat pada proporsi tepung komposit (tepung garut : tepung kedelai : tepung wortel) 55% : 30% : 15%. Peningkatan kadar protein disebabkan karena tepung kedelai yang digunakan memiliki kadar protein yang lebih tinggi dibandingkan tepung garut dan tepung wortel. Tepung kedelai memiliki kadar protein sebesar 41,7%, sehingga jika jumlahnya ditingkatkan maka semakin tinggi pula kadar protein cookies.

(34)

C. Kadar Lemak

Rerata kadar lemak cookies pada proporsi tepung garut : tepung kedelai : tepung wortel antara 23,06% sampai 26,19%. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa proporsi tepung garut : tepung kedelai : tepung wortel berpengaruh nyata (p ≤ 0,05) terhadap kadar lemak cookies, dapat dilihat pada lampiran 5.

Kadar lemak untuk kedua produk cookies cenderung naik dengan bertambahnya proporsi tepung kedelai diikuti menurunnya proporsi tepung garut dan tepung wortel.

Gambar 5. Pengaruh proporsi tepung garut : tepung kedelai : tepung wortel terhadap kadar lemak cookies.

Pada Gambar 5 dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan antara perlakuan kontrol dengan perlakuan proporsi tepung. Kadar lemak perlakuan kontrol sebesar 20,13%, lebih rendah dibandingkan dengan kadar lemak pada perlakuan – perlakuan proporsi tepung. Kadar lemak pada cookies akibat perlakuan proporsi tepung garut : tepung kedelai : tepung wortel berpengaruh nyata. Pada cookies, kadar lemak terendah terdapat pada proporsi tepung (tepung garut : tepung kedelai : tepung wortel) 80% : 10% : 10% dan kadar lemak tertinggi terdapat pada proporsi tepung (tepung garut : tepung kedelai : tepung wortel) 55% : 30% : 15%. Peningkatan kadar lemak disebabkan karena tepung kedelai yang digunakan memiliki kadar lemak yang lebih tinggi daripada tepung garut dan tepung wortel. Menurut Widaningrum (2005), kandungan lemak dalam tepung garut adalah sebesar

0 10 20 30

K1 A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7

20,13

24,32 23,063 25,073 24,41 24,213 26,027 26,187

K a d ar l em ak (%)

Proporsi T.garut : T. kedelai : T. wortel Keterangan :

- T. garut:T. kedelai:T. wortel = 100 : 0 : 0 (K1) - T. garut:T. kedelai:T. wortel = 85 : 10 : 5 (A1) - T. garut:T. kedelai:T. wortel = 80 : 10 : 10 (A2) - T. garut:T. kedelai:T. wortel = 70 : 20 : 10 (A3)

(35)

1,4%, sedangkan kandungan lemak pada tepung kedelai adalah sebesar 27,1%. Kandungan lemak dalam tepung wortel adalah sebesar 1,15% (Nuansa, 2008). Jika jumlah tepung kedelai ditingkatkan pada produk maka semakin tinggi pula kadar lemak cookies.

D. Kadar Serat Kasar

Rerata kadar serat kasar cookies pada proporsi tepung garut : tepung kedelai : tepung wortel antara 0,86% sampai 2,13%. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa proporsi tepung garut : tepung kedelai : tepung wortel berpengaruh nyata (p ≤ 0,05) terhadap kadar serat kasar cookies, dapat dilihat pada lampiran 6.

Pada cookies, kadar serat terendah terdapat pada proporsi tepung (tepung garut : tepung kedelai : tepung wortel) 85% : 10% : 5% dan kadar serat kasar tertinggi terdapat pada proporsi tep ung (tepung garut : tepung kedelai : tepung wortel) 55% : 30% : 15%.

Gambar 6. Pengaruh proporsi tepung garut : tepung kedelai : tepung wortel terhadap kadar serat kasar cookies.

Pada Gambar 6 dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan antara perlakuan kontrol dengan perlakuan proporsi tepung. Kadar serat kasar perlakuan kontrol sebesar 0,21%, lebih rendah dibandingkan dengan kadar serat kasar pada perlakuan – perlakuan proporsi tepung. Semakin meningkatnya proporsi tepung wortel dengan diikuti menurunnya proporsi tepung garut dan tepung kedelai, maka kadar serat kasar produk cookies

0,00 0,50 1,00 1,50 2,00 2,50

K1 A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7

0,21 0,86 1,04 1,30 1,48 1,60 1,75 2,13 K ad ar s e rat k as a r (% )

Proporsi T. garut : T. kedelai : T. w ort el

Keterangan :

- T. garut:T. kedelai:T. wortel = 100 : 0 : 0 (K1) - T. garut:T. kedelai:T. wortel = 85 : 10 : 5 (A1) - T. garut:T. kedelai:T. wortel = 80 : 10 : 10 (A2) - T. garut:T. kedelai:T. wortel = 70 : 20 : 10 (A3)

(36)

cenderung meningkat. Kadar serat yang dimiliki produk cookies, sumber utamanya berasal dari tepung wortel. Dengan meningkatnya penambahan tepung wortel akan memperbesar kandungan serat kasar. Hal ini disebabkan karena kadar serat kasar pada tepung wortel lebih tinggi dibandingkan dengan tepung garut dan tepung kedelai. Menurut Widaningrum (2005), kandungan serat kasar dalam tepung garut adalah sebesar 6,0%, sedangkan kandungan serat kasar pada tepung kedelai adalah sebesar 3,2%. Kandungan serat kasar dalam tepung wortel adalah sebesar 25,68%. Jika jumlah tepung wortel ditingkatkan maka semakin tinggi pula kadar serat kasar yang dikandung cookies.

Menurut Laidler (1980) dalam Sutrisno, dkk (1995) mengemukakan bahwa pada serat kasar dapat terbentuk ikatan hidrogen secara intramolekuler, yaitu antara gugus OH- suatu molekul dengan gugus OH -pada molekul yang lain. Hal ini menyebabkan berkurangnya kelarutan dalam air. Kebanyakan OH- tersebut tidak dapat membentuk ikatan hidrogen pada molekul air sehingga pada saat pengeringan air akan lebih mudah terlepas. Jadi, semakin lama pengeringan kadar air akan menurun dan kadar serat kasar yang terukur akan semakin meningkat.

E. Kadar Pati

Rerata kadar pati cookies bebas gluten dan bebas kasein kajian proporsi (tepung garut : tepung kedelai : tepung wortel) antara 48,32% sampai 97,157%. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa proporsi tepung garut : tepung kedelai : tepung wortel berpengaruh nyata (p ≤ 0,05) terhadap kadar pati cookies, dapat dilihat pada lampiran 7.

Cookies dengan kadar pati terendah terdapat pada proporsi tepung komposit (tepung garut : tepung kedelai : tepung wortel) 55%:30%:15% dan kadar air tertinggi terdapat pada proporsi tepung komposit (tepung garut : tepung kedelai : tepung wortel) 85%:10%:5%.

(37)

Gambar 7. Pengaruh proporsi tepung garut : tepung kedelai : tepung wortel terhadap kadar pati cookies

Pada Gambar 7 dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan antara perlakuan kontrol dengan perlakuan proporsi tepung. Kadar pati perlakuan kontrol sebesar 89,62%, lebih rendah dibandingkan dengan kadar pati pada perlakuan A1 dengan kadar lemak sebesar 97,157%. Sedangkan perlakuan kontrol dibandingkan dengan perlakuan A2, A3, A4, A5, A6 dan A7 lebih tinggi kandungan kadar pati yang dimiliki. Kadar pati untuk produk cookies cenderung turun dengan bertambahnya proporsi tepung kedelai dan tepung wortel diikuti menurunnya proporsi tepung garut. Semakin meningkatnya proporsi tepung kedelai dan tepung wortel diikuti dengan menurunnya proporsi tepung garut, maka kadar pati yang terkandung dalam produk akan semakin menurun. Hal ini disebabkan karena kandungan pati dalam tepung garut lebih besar daripada tepung kedelai dan tepung wortel. Menurut Widaningrum (2005), kandungan pati dalam tepung garut adalah sebesar 46,8%, sedangkan kandungan pati pada tepung kedelai adalah sebesar 9,3%. Kandungan pati dalam tepung wortel adalah sebesar 13,5%. Jika jumlah tepung garut diturunkan maka semakin turun pula kadar pati yang dikandung cookies.

0 50 100

K1 A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7

89,62 97,157 89,56

65,527 61,9 54,697 50,283 48,32 K a d ar p at i (%)

Proporsi T. garut : T. kedelai : T. wortel Keterangan :

- T. garut:T. kedelai:T. wortel = 100 : 0 : 0 (K1) - T. garut:T. kedelai:T. wortel = 85 : 10 : 5 (A1) - T. garut:T. kedelai:T. wortel = 80 : 10 : 10 (A2) - T. garut:T. kedelai:T. wortel = 70 : 20 : 10 (A3)

(38)

F. Total Gula

Rerata total gula cookies pada proporsi tepung garut : tepung kedelai : tepung wortel antara 9,73% sampai 10,94%. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa proporsi tepung garut : tepung kedelai : tepung wortel tidak berpengaruh nyata terhadap kadar total gula cookies, dapat dilihat pada lampiran 8.

Gula adalah senyawa penting dalam tubuh manusia karena berfungsi sebagai sumber energi untuk pembakaran dalam tubuh, dalam bahan pangan gula banyak digunakan sebagai pengawet, pemberi rasa manis, melengkapi karbohidrat yang ada dalam makanan (Buckle, 1987). Pada cookies, kadar total gula tertinggi terdapat pada proporsi tepung garut : tepung kedelai : tepung wortel 70% : 20% : 10% dan kadar total gula terendah terdapat pada proporsi tepung garut : tepung kedelai : tepung wortel 65% : 20% : 15%.

Gambar 8. Pengaruh proporsi tepung garut : tepung kedelai : tepung wortel terhadap total gula cookies

Pada Gambar 8 dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan antara perlakuan kontrol dengan perlakuan proporsi tepung. Total gula perlakuan kontrol sebesar 9,42%, lebih rendah dibandingkan dengan total gula pada perlakuan – perlakuan proporsi tepung. Semakin meningkatnya proporsi tepung kedelai dan tepung wortel dengan diikuti menurunnya proporsi tepung garut, maka total gula dalam produk cookies semakin meningkat. Hal

8,5 9 9,5 10 10,5 11

K1 A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7

9,42 9,73 10,337 10,943 9,507 10,24 10,343 10,513 To tal g u la (%)

Proporsi T. garut : T. kedelai : T. wortel Keterangan :

- T. garut:T. kedelai:T. wortel = 100 : 0 : 0 (K1) - T. garut:T. kedelai:T. wortel = 85 : 10 : 5 (A1) - T. garut:T. kedelai:T. wortel = 80 : 10 : 10 (A2) - T. garut:T. kedelai:T. wortel = 70 : 20 : 10 (A3)

(39)

ini disebabkan karena dalam tepung garut memiliki kandungan total gula yang rendah. Menurut Yoevita (2007), tepung garut memiliki kandungan total gula yang rendah yaitu sebesar 2,52%. Sedangkan menurut Febriyanto (2006), kandungan total gula pada tepung wortel adalah sebesar 39,69%. Pomeranz (1980) menyatakan bahwa gula dalam produk juga dipengaruhi oleh kandungan gula awal dari tepung yang digunakan.

G. Daya Patah

Rerata daya patah cookies pada perlakuan proporsi tepung garut : tepung kedelai : tepung wortel berkisar antara 0,0110 N.m sampai 0,0161 N.m. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa proporsi tepung garut : tepung kedelai : tepung wortel tidak berpengaruh nyata terhadap kadar protein cookies, dapat dilihat pada lampiran 9.

(40)

Gambar 9. Pengaruh proporsi t. garut : t. kedelai : t. wortel terhadap daya patah cookies

Pada Gambar 9 dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan antara perlakuan kontrol dengan perlakuan proporsi tepung. Daya patah perlakuan kontrol sebesar 0,0104%, lebih rendah dibandingkan dengan daya patah pada perlakuan – perlakuan proporsi tepung. Berdasarkan Gambar 9 dapat dilihat bahwa daya patah terendah terdapat pada perlakuan proporsi tepung garut : tepung kedelai : tepung wortel 85% : 10% : 5% dan daya patah tertinggi terdapat pada perlakuan proporsi tepung garut : tepung kedelai : tepung wortel 55% : 30% : 15%. Semakin menurunnya proporsi tepung garut diikuti dengan meningkatnya proporsi tepung kedelai dan tepung wortel, maka daya patah pada produk cookies semakin meningkat. Hal ini diduga karena bahan tersebut mempunyai kadar air yang cukup tinggi menyebabkan teksturnya kurang renyah dan kekuatan selnya menjadi lebih tinggi dibanding dengan produk yang lebih kering. Selain itu, peningkatan proporsi tepung kedelai sebagai penambah kadar protein dapat menyebabkan penggumpalan sehingga cookies menjadi sulit dipatahkan. Serat juga memiliki pengaruh terhadap daya patah produk, semakin tingginya penambahan tepung wortel juga menyebabkan peningkatan kadar serat kasar produk maka akan dihasilkan cookies dengan tekstur yang lebih kokoh dan kuat akibatnya biskuit menjadi lebih keras dan daya patahnya meningkat. 0,0000 0,0050 0,0100 0,0150 0,0200

K1 A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7

0,0104 0,0110 0,0115 0,0124

0,0130 0,0135 0,0135

0,0161 D ay a p at ah ( % )

Proporsi T. garut : T. kedelai : T. w ort el Keterangan :

- T. garut:T. kedelai:T. wortel = 100 : 0 : 0 (K1) - T. garut:T. kedelai:T. wortel = 85 : 10 : 5 (A1) - T. garut:T. kedelai:T. wortel = 80 : 10 : 10 (A2) - T. garut:T. kedelai:T. wortel = 70 : 20 : 10 (A3)

(41)

Menurut Meyer (1987), dengan adanya kadar air yang tinggi akan menambah kekuatan sel bahan dari beban atau gaya dari luar yang diberikan padanya, disamping itu massa bahan tersebut akan bertambah. Massa yang tinggi akan menyebabkan daya patah bahan semakin tinggi pula. Girinda (1990) dalam Sriwahyuni (2000) yang menyatakan protein akan menggumpal oleh pemanasan, sehingga selama proses pemanggangan dalam oven sebagian air akan teruapkan, pati tergelatinisasi dan protein menggumpal. Semakin banyak konsentrasi protein maka semakin banyak pula protein yang menggumpal dan cookies menjadi sulit dipatahkan. Winarno (2002) mengemukakan, serat kasar merupakan salah satu polisakarida yang dalam bahan makanan berfungsi sebagai penguat tekstur. Semakin tinggi kadar serat maka akan memperkokoh dan memperkuat tekstur biskuit.

H. Rendemen

Rerata rendemen cookies pada perlakuan proporsi tepung garut : tepung kedelai : tepung wortel berkisar antara 85,91% sampai 89,87%. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa proporsi tepung garut : tepung kedelai : tepung wortel berpengaruh nyata (p ≤ 0,05) terhadap rendemen cookies, dapat dilihat pada lampiran 10.

(42)

Gambar 10. Pengaruh proporsi tepung garut : tepung kedelai : tepung wortel terhadap rendemen cookies

Pada Gambar 10 dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan antara perlakuan kontrol dengan perlakuan proporsi tepung. Rendemen perlakuan kontrol sebesar 84,23%, lebih rendah dibandingkan dengan rendemen pada perlakuan – perlakuan proporsi tepung. Rendemen pada cookies akibat perlakuan proporsi tepung garut : tepung kedelai : tepung wortel akan semakin meningkat dengan semakin tingginya proporsi tepung kedelai dan tepung wortel diikuti dengan menurunnya tepung garut yang ditambahkan pada produk. Hal ini diduga karena rendemen mempunyai hubungan yang erat dengan kadar air pada produk, semakin tinggi kadar air cookies maka semakin tinggi pula berat produk akhir sehingga meningkatkan rendemen.

C. Uji Organoleptik

Uji organoleptik dilakukan untuk mengetahui tingkat kesukaan panelis terhadap produk. Analisa dilakukan pada 20 orang panelis.

1) Rasa

Nilai total ranking panelis terhadap rasa, pada cookies antara 72 sampai 97,5. Hasil uji Friedman menunjukkan bahwa perlakuan proporsi tepung garut : tepung kedelai : tepung wortel tidak berpengaruh nyata terhadap rasa cookies, dapat dilihat pada lampiran 12.

80,00 82,00 84,00 86,00 88,00 90,00

K1 A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7

84,23 85,90 86,77 87,51 88,51 86,50 87,24 89,39 Re n d e m en (%)

Proporsi T. garut : T. kedelai : T. wortel Keterangan :

- T. garut:T. kedelai:T. wortel = 100 : 0 : 0 (K1) - T. garut:T. kedelai:T. wortel = 85 : 10 : 5 (A1) - T. garut:T. kedelai:T. wortel = 80 : 10 : 10 (A2) - T. garut:T. kedelai:T. wortel = 70 : 20 : 10 (A3)

(43)

Tabel 8. Nilai tingkat kesukaan rasa cookies Perlakuan

T. garut : T. kedelai : T. Wortel Ranking Rerata 100 : 0 : 0

85 : 10 : 5 80 : 10 : 10 70 : 20 : 10 65 : 20 : 15 65 : 30 : 5 60 : 30 : 10 55 : 30 : 15

103,5 97,5 91 89 92 83 90,5 72 3,4 3,3 3,25 3,2 3,2 2,95 3,15 2,8

Tingkat kesukaan panelis terhadap rasa cookies pada perlakuan kontrol memiliki niali tertinggi, sedangkan cookies dengang perlakuan proporsi tepung tertinggi terdapat pada proporsi tepung 85% : 10% : 5% dan terendah terdapat pada proporsi tepung 55% : 30% : 15%.

Pati garut memiliki rasa yang hambar, sehingga dengan meningkatnya proporsi tepung kedelai dan wortel dapat mengurangi rasa hambar dari pati garut. U.S. Wheat Associates (1983) menuliskan bahwa kacang – kacangan mengandung berbagai macam rasa, susunan dan peranan dalam pembuatan cookies.

Rasa suatu bahan pangan berasal dari bahan itu sendiri dan apabila telah mendapat pengolahan maka rasanya dipengaruhi oleh bahan – bahan yang ditambahkan selama proses pengolahan. Komponen yang bertanggung jawab untuk rasa pada umumnya tidak dapat menguap pada suhu ruang, komponen ini bereaksi dengan reseptor penerima rasa yang berlokasi pada kuncup pengecap lidah (Soekarto,1985).

2) Warna

(44)

Nilai tingkat kesukaan warna cookies berdasarkan hasil uji organoleptik terhadap 20 orang panelis dengan menggunakan uji friedman dapat dilihat pada tabel 17.

Tabel 9. Nilai tingkat kesukaan warna cookies Perlakuan

T. garut : T. kedelai : T. wortel Ranking Rerata 100 : 0 : 0

85 : 10 : 5 80 : 10 : 10 70 : 20 : 10 65 : 20 : 15 65 : 30 : 5 60 : 30 : 10 55 : 30 : 15

112,5 112 100,5 86,5 74,5 61,5 97 71,5 3,8 3,7 3,55 3,1 2,95 2,75 3,45 2,85

Daya tarik suatu bahan makanan sangat ditentukan oleh penampilan fisik termasuk didalamnya warna. Hal ini merupakan salah satu faktor fisik yang menentukan dan dapat menggugah selera konsumen untuk memilih makanan. Produk pangan yang memiliki warna menarik akan berpeluang besar untuk dipilih konsumen. Pengaruh warna terhadap penerimaan konsumen merupakan salah satu pelengkap kualitas yang penting sehingga dapat mengisyaratkan produk yang berkualitas tinggi.

Warna merupakan indikator pertama yang dinilai apabila seseorang ingin memilih suatu produk makanan. Penerimaan warna suatu bahan berbeda – beda tergantung faktor alam, geografis dan spek sosial masyarakat penerima (Winarno, 1997).

(45)

tepung kedelai dan tepung wortel yang lebih tinggi akan berwarna coklat dan menjadi kurang menarik sehingga kurang atau tidak disukai konsumen. Menurut Winarno (1997), suatu bahan yang dinilai bergizi, enak dan teksturnya sangat baik tidak akan dimakan apabila memiliki warna yang tidak sedap dipandang atau menyimpang dengan warna yang seharusnya.

3) Aroma

Nilai total ranking panelis terhadap aroma cookies antara 76,5 sampai 112. Hasil uji Friedman menunjukkan bahwa perlakuan proporsi tepung garut : tepung kedelai : tepung wortel tidak berpengaruh nyata terhadap aroma cookies, dapat dilihat pada lampiran 16.

Tabel 10. Nilai tingkat kesukaan aroma cookies Perlakuan

Tepung garut : Tepung Kedelai : Tepung Wortel Ranking Rerata 100 : 0 : 0

85 : 10 : 5 80 : 10 : 10 70 : 20 : 10 65 : 20 : 15 65 : 30 : 5 60 : 30 : 10 55 : 30 : 15

115 112 86,5 65,5 87,5 91 80 76,5 3,5 3,5 3,15 2,8 3,15 3,2 3 2,95

(46)

4) Tekstur

Nilai total ranking panelis terhadap tekstur, pada cookies antara 69,5 sampai 111,5. Hasil uji Friedman menunjukkan bahwa perlakuan proporsi tepung garut : tepung kedelai : tepung worte) tidak berpengaruh nyata terhadap tekstur cookies, dapat dilihat pada lampiran 17.

Tabel 11. Nilai tingkat kesukaan tekstur cookies Perlakuan

T. garut : T. Kedelai : T. Wortel Ranking Rerata 100 : 0 : 0

85 : 10 : 5 80 : 10 : 10 70 : 20 : 10 65 : 20 : 15 65 : 30 : 5 60 : 30 : 10 55 : 30 : 15

133 111,5 88 81 80 68,5 82,5 74,5 3,75 3,45 3 2,9 2,85 2,7 2,9 2,8

Tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur cookies tertinggi pada proporsi tepung 85% : 10% : 5%, sedangkan terendah terdapat pada proporsi tepung 65%: 30% : 5%. Hal ini menunjukkan bahwa panelis lebih menyukai produk cookies yang memiliki tekstur rendah (tidak keras). Tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur cookies diduga dipengaruhi oleh keremahan struktur dan tingkat kekerasan cookies. Semakin tinggi tingkat kekerasan maka tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur cookies cenderung menurun. Gaines (1994) dalam Mahfud (2006) menyebutkan bahwa daya patah yang semakin menurun sampai nilai tertentu menunjukkan tingkat kerenyahan yang semakin baik.

Peningkatan proporsi tepung kedelai sebagai penambah kadar protein dapat menyebabkan penggumpalan sehingga cookies menjadi sulit dipatahkan. Selain itu, kemungkinan disebabkan oleh kandungan pati dalam cookies tersebut menurun sehingga akan menurunkan kerenyahan cookies. Peningkatan kadar serat juga berpengaruh terhadap tekstur cookies.

(47)

menggumpal. Semakin banyak konsentrasi protein maka semakin banyak pula protein yang menggumpal dan cookies menjadi sulit dipatahkan. Menurut Winarno (2002), serat kasar merupakan salah satu polisakarida yang dalam bahan makanan berfungsi sebagai penguat tekstur. Semakin tinggi kadar serat maka akan dihasilkan cookies dengan tekstur yang lebih kokoh dan kuat akibatnya biskuit menjadi lebih keras dan daya patahnya meningkat.

D. Pemilihan Perlakuan Terbaik

Pemilihan perlakuan terbaik didasarkan atas hasil analisa dari parameter fisik, kimia dan organoleptik. Perlakuan terbaik produk cookies dipilih dengan membandingkan nilai cookies dari setiap perlakuan.

Berdasarkan hasil analisa dari parameter kimia dan fisik menunjukkan bahwa perlakuan proporsi tepung (tepung garut : tepung kedelai : tepung wortel) = 60 : 30 : 10 memiliki nilai organoleptik yang baik dengan karakteristik kadar air 9,36%, kadar protein 11,36%, kadar lemak 26,03%, kadar serat kasar 1,75%, kadar pati 50,28%, total gula 10,34%, daya patah 0,0135 N. m, rasa 90,5%, warna 97%, aroma 80%, dan tekstur 82,5%.

Hasil perhitungan parameter organoleptik menunjukkan bahwa pada perlakuan proporsi tepung (tepung garut : tepung kedelai : tepung wortel) 60 : 30 : 10 memiliki nilai cukup tinggi. Berdasarkan hasil pengujian, diperoleh nilai untuk karakteristik rasa (90,5), warna (97), aroma (80), serta tekstur (82,5).

(48)

66 Tabel 12. Hasil keseluruhan analisa cookies

Perlakuan Proporsi Tepung

garut:Tepung Kedelai:Tepung

Wortel

Hasil Analisa Hasil Uji Organoleptik

Kadar Air (%)

Kadar Protein

(%)

Kadar Lemak (%)

Kadar Serat

(%)

Kadar Pati

(%)

Daya Patah (N.m)

Total

Gula Rendemen

β – Karoten (mg/100g)

Rasa Warna Aroma Tekstur

100 : 0 : 0 6,41 3,34 20,13 0,21 89,62 0,0104 9,42 84,23 - 103,5 112,5 115 133

85 : 10 : 5 6,63 6,20 24,32 0,86 97,16 0,0110 9,73 85,90 - 97,5 112 112 111,5

80 : 10 : 10 9,43 6,29 23,06 1,04 89,56 0,0115 10,34 86,77 - 91 100,5 86,5 88

70 : 20 : 10 9,52 8,44 25,07 1,30 65,53 0,0124 10,94 87,51 - 89 86,5 65,5 81

65 : 20 : 15 9,67 9,22 24,41 1,48 61,9 0,0130 9,51 88,51 - 92 74,5 87,5 80

65 : 30 : 5 9,27 10,53 24,21 1,60 54,7 0,0135 10,24 86,50 - 83 61,5 91 69,5

60 : 30 : 10 9,36 11,36 26,03 1,75 50,28 0,0135 10,34 87,24 23,83 90,5 97 80 82,5

(49)

E. Kadar β – Karoten

Berdasarkan hasil analisa dari parameter kimia, fisik dan organoleptik menunjukkan bahwa pada perlakuan produk cookies proporsi tepung garut : tepung kedelai : tepung wortel 60 : 30 : 10 merupakan hasil terbaik. Hasil analisa terhadap kadar β-karoten pada perlakuan terbaik proporsi tepung garut : tepung kedelai : tepung wortel dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 13. Analisa Kadar β-karoten pada perlakuan terbaik proporsi tepung garut : tepung kedelai : tepung wortel 60 : 30 : 10 (g)

Komponen Kadar β-Karoten (mg/100g)

Cookies bebas gluten dan bebas kasein (kajian proporsi tepung garut : tepung kedelai : tepung

wortel)

23,83

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar β-karoten pada cookies bebas gluten dan bebas kasein ini sebesar 23,83 mg/100gr. β-karoten merupakan provitamin A yang memiliki fungsi untuk pertumbuhan dan perkembangan tubuh serta pemeliharaan kekebalan tubuh dan penglihatan yang baik.

F. Analisis Keputusan

Mutu suatu bahan pangan dapat diketahui berdasarkan tiga sifat yaitu : kimia, fisik dan organoleptik. Diterima atau tidaknya bahan atau produk pangan oleh konsumen lebih banyak ditentukan oleh faktor sifat organoleptiknya, karena berhubungan langsung dengan selera konsumen (Mangkusubroto, 1987).

Pemilihan alternatif pada cookies dilakukan berdasarkan hasil analisis kadar air, kadar protein, kadar lemak, kadar serat kasar, kadar pati, total gula, daya patah, dan uji organoleptik meliputi rasa, warna, aroma dan tekstur.

(50)

Dari masing – masing data tersebut dapat diperoleh yang terbaik, dimana aspek kualitas merupakan prioritas utama dari analisis keputusan karena berhubungan dengan konsumen. Alternatif ini selanjutnya akan dilanjutkan dengan analisis finansial.

G. Analisis Finansial

Perhitungan analisis finansial dilakukan untuk produk cookies dengan perlakuan proporsi tepung garut : tepung kedelai : tepung wortel 60 : 30 : 10.

1) Kapasitas Produksi

Kapasitas produksi yang direncanakan pada perusahaan cookies bebas gluten dan bebas kasein (kajian proporsi tepung garut : tepung kedelai : tepung wortel) adalah 12480 kg/tahun atau 62400 bungkus/200 gr. Produksi 1 tahun dilakukan selama 312 hari kerja. Data – data kapasitas produksi dapat dilihat pada lampiran 20.

2) Biaya Produksi

Biaya produksi merupakan biaya yang dikeluarkan untuk menjalankan suatu usaha, terdiri dari biaya tidak tetap dan biaya tetap. Biaya tidak tetap adalah biaya yang besarnya berubah sejalan dengan tingkat produksi yang dihasilkan. Biaya tetap adalah biaya-biaya yang dalam jangka waktu tertentu tidak berubah mengikuti perubahan tingkat produksi. Biaya tetap bersifat konstan pada relevan range tertentu.

Secara singkat total biaya per tahun dari industri cookies bebas gluten dan bebas kasein (kajian proporsi tepung garut : tepung kedelai : tepung wortel) adalah sebagai berikut :

Total biaya produksi = biaya tetap + biaya tidak tetap = Rp. 44.871.204 + Rp. 563.143.330 = Rp. 608.014.535

(51)

Total biaya produksi Kapasitas produksi per tahun

Rp. 608.014.535 62400 3) Harga Pokok Produksi

Berdasarkan kapasitas produksi tiap tahun dan biaya produksi tiap tahun, maka dapat diketahui harga pokok tiap 200 gr/bks.

Harga Pokok =

=

= Rp. 9.744 = Rp. 9.700 / bungkus

4) Harga Jual Produksi

Harga jual diperoleh berdasarkan dari harga pokok, harga produk lain dipasarkan dan juga keuntungan yang ingin dicapai ditambah pajak. Keuntungan yang ingin dicapai 40% dari harga pokok. Pajak 10% dari harga jual.

Harga Jual = harga pokok + keuntungan 40% + pajak 10% = Rp. 9.744 + Rp. 2.923 + Rp. 974

= Rp. 13.641,- / bks = Rp. 13.600,-

5) Break Event Point (BEP)

Analisa Break Event adalah suatu teknik untuk mempelajari hubungan antara biaya tetap, bia

Gambar

Tabel 2. Kandungan gizi tepung kedelai per 100 gram bahan
Tabel 3. Komposisi Kandungan Gizi Wortel Per 100 gr Bahan.
Tabel 4. Komposisi kimia tepung wortel
Tabel 5. Nutrisi Minyak jagung per 100 gram
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tabel 4.3 Kadar Serat Kasar, Pati dan Amilosa Tepung Bumbu Komposit Berbasis Tepung Tapioka, Tepung Beras dan Tepung Garut

Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa proporsi tepung yang menghasilkan cookies dengan kualitas terbaik adalah proporsi tepung ikan 20 gram dan tepung komposit 80 gram,

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala karunia- Nya sehingga skripsi yang berjudul Penambahan Tepung Kedelai pada Roti Tawar Tepung Sorgum dan

Hasil penelitian utama menunjukan bahwa perbandingan tepung ubi jalar kuning dan tepung kedelai berpengaruh terhadap respon kimia terdiri dari kadar air didapatkan

Nilai Rata-Rata Tekstur Cookies Pada Perlakuan Proporsi Tepung Bekatul : Tepung Mocaf dengan Penambahan Margarine .... Nilai Rata-Rata Kadar Protein Cookies Pada Perlakuan

Tingginya proporsi tepung kimpul dan tingginya penambahan margarin maka kadar air cookies makin tinggi, hal ini disebabkan oleh penambahan margarin dan perbedaan

Dari uraian diatas maka diperlukan formulasi proporsi perbandingan tepung uwi:pati jagung serta penambahan margarin untuk mengetahui pengaruh dan perbedaan

Hasil penelitian utama kosentrasi Tepung MOCAF 50% dan Tepung Beras Pecah Kulit 50% memliki daya terima paling disukai dengan penambahan sari kurma 25% hasil