• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Umum Lokasi Penelitian

SMPN 3 Cibinong adalah salah satu SMP yang terdapat di Kabupaten Cibinong. SMP ini terletak di Jl. Raya Karadenan, komplek pendidikan. SMPN 3 memiliki beberapa ekstrakurikuler yaitu sepakbola, paskibraka, basket, pramuka, english club, rohis, dan seni tari. Salah satu yang menjadi ciri khas SMPN 3 Cibinong dengan adanya kelas khusus olahraga yaitu kelas khusus bagi siswa yang berbakat dibidang olahraga. Kelas khusus ini didirikan oleh Dinas Pendidikan Jawa Barat sebagai kelas percontohan. Jenis olahraga yang masuk dalam kelas olahraga yaitu futsal, kempo, panahan, dan lari jarak jauh.

Karakteristik Keluarga Pendidikan Orangtua

Tingkat pendidikan orangtua merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap pola asuh anak termasuk pemberian makan, pola konsumsi pangan, dan status gizi (Rahmawati 2006), tingginya tingkat pendidikan seseorang dapat diasumsikan bahwa kemampuannya untuk mengakses dan menyerap informasi demi memenuhi kebutuhan gizinya semakin baik. Pendidikan orangtua siswi meliputi pendidikan ayah dan pendidikan ibu. Pendidikan orangtua dikategorikan menjadi empat kategori yaitu SD, SMP, SMA, dan Perguruan Tinggi. Tabel 8 menunjukkan hasil sebaran responden berdasarkan tingkat pendidikan orangtua.

Tabel 8 Sebaran responden berdasarkan tingkat pendidikan orangtua

Karakteristik Kategori n % Pendidikan Ayah SD 1 2.2 SMP 5 10.8 SMA 19 41.3 Perguruan Tinggi 21 45.7 Total 46 100 Pendidikan Ibu SD 6 13 SMP 3 6.5 SMA 24 52.2 Perguruan Tinggi 13 28.3 Total 46 100

13 Berdasarkan Tabel 8 dapat diketahui bahwa persentase tertinggi pada kategori tingkat pendidikan ayah responden yaitu perguruan tinggi (45.7%) sedangkan pada kategori tingkat pendidikan ibu yaitu SMA (52.2%). Salah satu faktor yang memiliki dampak pada pola asuh anak seperti status gizi adalah tingkat pendidikan ibu karena pendidikan seorang ibu bereperan penting dalam mendidik anak (Rahmawati 2006).

Pekerjaan Orangtua

Jenis pekerjaan memiliki hubungan dengan pendapatan yang diterima. Jenis pekerjaan ini secara tidak langsung menjadi salah satu faktor yang menentukan kualitas dan kuantitas makanan (Soehardjo 1989). Pekerjaan ayah dikategorikan menjadi 6 kategori yaitu PNS, pegawai swasta, BUMN, TNI/Polri, wiraswasta, dan lainnya. Pekerjaan ibu diberi tambahan satu kategori yaitu ibu rumah tangga.

Berdasarkan Tabel 9 dapat diketahui bahwa sebagian besar pekerjaan ayah responden adalah pegawai swasta (41.3%) yang kemudian diikuti dengan PNS, TNI/Polri, wiraswasta, dan lainnya. Pekerjaan ayah responden yang termasuk dalam kategori lainnya yaitu buruh. Pekerjaan sebagian besar ibu responden yaitu Ibu rumah tangga (69.6%) yang kemudian diikuti oleh PNS, pegawai swasta, dan wiraswasta. Menurut Soehardjo (1989), semakin tinggi jenis pekerjaan seseorang maka semakin tinggi pula tingkat pendapatannya yang kemudian akan berpengaruh dalam pemenuhan kebutuhan gizi keluarga untuk mencapai taraf hidup yang lebih baik.

Tabel 9 Sebaran responden berdasarkan pekerjaan orangtua

Karakteristik Kategori n % Pekerjaan Ayah PNS 7 15.2 Pegawai swasta 19 41.3 BUMN 1 2.2 TNI/Polri 7 15.2 Wiraswasta 6 13 Lainnya 6 13 Pekerjaan Ibu PNS 6 13 Pegawai swasta 6 13 Berwiraswasta 2 4.3

Ibu rumah tangga 32 69.6

Lainnya 0 0

Total 46 100

Pendapatan orangtua

Faktor yang dapat menentukan kuantitas dan kualitas makanan yang dikonsumsi salah satunya adalah pendapatan. Pemilihan pangan yang baik akan terjadi pada saat semakin tingginya pendapatan seseorang. Peningkatan pendapatan ini juga akan menyebabkan terjadinya perubahan dalam susunan makanan (Soehardjo 1989). Pendapatan orangtua responden dikategorikan menjadi empat kategori yaitu ≤ Rp 1 500 000, Rp 1 500 000 – Rp 3 000 000, Rp 3 000 000 – Rp 5 000 000, dan >Rp 5 000 000.

14

Berdasarkan Tabel 10 dapat diketahui bahwa sebagian besar pendapatan orangtua responden (47.8%) berada pada kategori Rp 1 000 000 – Rp 3 000 000. Menurut Little et al (2002), keadaan sosial ekonomi keluarga khususnya pendapatan akan mempengaruhi pemilihan jenis dan jumlah makan yang akan dikonsumsi.

Tabel 10 Sebaran responden berdasarkan pendapatan orangtua

Karakteristik Kategori n % Pendapatan orangtua < Rp 1 000 000 9 19.6 Rp 1 000 000 – Rp 3 000 000 22 47.8 Rp 3 000 000 – Rp 5 000 000 9 19.6 > Rp 5 000 000 6 13 Total 46 100 Karakteristik Responden

Penelitian ini menggunakan responden siswi SMPN 3 Cibinong yang duduk dibangku kelas VII. Responden penelitian ini terdiri dari dua kelompok yaitu kelompok atlet yang merupakan siswi yang mengikuti kelas olahraga futsal dan non-atlet yang merupakan siswi yang tidak mengikuti kegiatan ekstrakurikuler yang berat.

Umur

Responden pada penelitian ini berusia 12-14 tahun. Menurut Depkes (2005), masa remaja dibedakan dalam tiga tahap, yaitu masa remaja awal (10-13 tahun), masa remaja tengah (14-16 tahun), dan masa remaja akhir (17-19 tahun). Responden pada penelitian ini berada pada kategori remaja awal dan remaja tengah. Berdasarkan Tabel 11 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden (60.9%) berumur 13 tahun. Rata-rata umur responden yaitu 13.05±0.55 tahun. Berikut sebaran responden berdasarkan umur.

Tabel 11 Sebaran responden berdasarkan umur

Kategori umur (tahun) Total

n % 12 17 37 13 28 60.9 14 1 2.2 Total 46 100 Berat Badan

Karakteristik pertama yang menjadi penelitian ini yaitu berat badan yang diperoleh secara langsung menggunakan timbangan injak digital. Berdasarkan hasil pengukuran diperoleh berat badan responden yang beragam maka untuk mempermudah analisis terhadap data dibuat menjadi kategori. Karakteristik berat badan responden dikategorikan menjadi 2 kategori yaitu kurang dari 46 kg, dan

15 lebih dari 46 kg. Pengkategorian ini berdasarkan berat badan ideal WKNPG 2013. Berikut tabel sebaran responden berdasarkan berat badan.

Tabel 12 Sebaran responden berdasarkan berat badan

Kategori berat badan Atlet Non-atlet Total Uji beda

n % n % n %

< 46 kg 11 52.4 16 64 27 58.7

≥ 46 kg 10 47.6 9 36 19 41.3

Total 21 100 25 100 46 100 P=0.7

Berdasarkan Tabel 12 dapat diketahui bahwa 58.7% responden memiliki berat badan <46 kg. Berat badan sebagian besar atlet dan non-atlet <46 kg yaitu dengan persentase masing-masing 52.4% dan 64%. Hal ini menunjukkan bahwa berat badan sebagian besar responden belum termasuk berat badan yang ideal untuk remaja perempuan yang berumur 13-14 tahun. Rata-rata berat badan responden atlet yaitu 46.05 ± 6.72 kg sedangkan rata-rata berat badan responden non-atlet yaitu 45.09 ± 8.38 kg. Hasil uji beda Independent Sample T-test menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara berat badan responden atlet dan non atlet.

Tinggi Badan

Tinggi badan merupakan salah satu parameter antropometri yang diukur untuk memeriksa status gizi responden. Tinggi badan responden dibagi menjadi dua kategori yaitu <155 cm dan ≥155 cm. Berikut sebaran responden berdasarkan tinggi badan.

Tabel 13 Sebaran responden berdasarkan tinggi badan

Kategori tinggi badan Atlet Non-atlet Total Uji beda

n % n % n %

< 155 cm 13 61.9 18 72 32 69.6

≥ 155 cm 8 38.1 7 28 15 30.4

Total 21 100 25 100 46 100 P=0.8

Berdasarkan Tabel 13 dapat diketahui bahwa 69.6% tinggi badan responden yaitu <155 cm. Tinggi badan sebagian besar responden atlet dan non-atlet <155 cm dengan persentase masing-masing 61.9% dan 72%. Hal ini menunjukkan bahwa tinggi badan responden belum termasuk tinggi badan ideal untuk remaja perempuan berumur 13-14 tahun menurut WKNPG 2013. Rata-rata tinggi badan responden atlet yaitu 151.32 ± 6.14 sedangkan rata-rata tinggi badan responden non-atlet yaitu 150.92 ± 6.42 cm. Hasil uji beda Independent Sample T-test menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara tinggi badan responden atlet dan non-atlet.

Uang saku

Uang saku adalah sejumlah uang yang diterima oleh siswa untuk membeli jajanan dalam sehari (Sinaga et al. 2012). Kisaran uang saku responden berkisar antara Rp 5 000-Rp 25 000. Uang saku responden penelitian ini dibagi menjadi

16

dua kategori yaitu <Rp 15 000 dan ≥Rp 15 000. Berikut tabel sebaran responden berdasarkan uang saku.

Tabel 14 Sebaran responden berdasarkan uang saku

Kategori uang saku Atlet Non-atlet Total Uji beda

n % n % n %

< Rp 15 000 11 52.4 10 40 21 45.7

≥ Rp 15 000 10 47.6 15 60 25 54.3

Total 21 100 25 100 46 100 p=0.85

Berdasarkan Tabel 14 dapat diketahui bahwa sebagian besar atlet (52.4%) memiliki uang saku <Rp 15 000 sedangkan sebagian besar non-atlet (60%) memiliki uang saku ≥Rp 15 000. Rata-rata uang saku atlet yaitu Rp 14 142 ± Rp 5 406 dan rata-rata uang saku non-atlet yaitu Rp 13 500 ± Rp 5 135. Berdasarkan hasil uji beda Mann Whitney menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara uang saku responden atlet dan non-atlet.

Pengetahuan gizi

Pengetahuan gizi adalah kemampuan seseorang untuk mengingat kembali kandungan gizi makanan serta kegunaan zat gizi tersebut dalam tubuh (Camire & Dougherty 2005). Pengetahuan gizi yang baik akan berdampak pada pengaturan pola makan yang baik dan seimbang. Pengukuran pengetahuan gizi remaja putri berdasarkan kemampuan menjawab dengan benar 20 pertanyaan umum tentang gizi yang terdapat pada kuesioner. Pertanyaan-pertanyaan tersebut akan diberi skor dan kemudian dikelompokkan menjadi tiga kategori yaitu baik, sedang, dan kurang. Kategori tingkat pengetahuan gizi dibagi menjadi 3 kelompok yaitu pengetahuan baik (>80%), pengetahuan sedang (60-80%), dan pengetahuan rendah (<60%). Tabel 14 menunjukkan hasil sebaran responden berdasarkan tingkat pengetahuan gizi.

Tabel 15 Sebaran responden berdasarkan pengetahuan gizi

Tingkat pengetahuan gizi Atlet Non-atlet Total Uji beda

n % n % n %

Kurang (<60%) 0 0 0 0 0 0

Sedang (60-80%) 1 4.8 6 24 7 15.2

Baik (>80%) 20 95.2 19 76 39 84.8

Total 21 100 25 100 46 100 p=0.010

Berdasarkan Tabel 15 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden atlet dan non-atlet memiliki tingkat pengetahuan gizi baik dengan persentase masing-masing 95.2% dan 76%. Hasil uji beda menggunakan Mann Whitney menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan gizi responden atlet dan non-atlet berbeda nyata. Skor rata-rata (91.9±6.42) pengetahuan gizi responden atlet lebih tinggi jika dibandingkan dengan skor rata-rata (86±6.77) pengetahuan gizi responden non-atlet. Menurut Raymond et al. (2007) terdapat perbedaan antara pengetahuan gizi seseorang yang berprofesi sebagai atlet dengan yang non-atlet. Pengetahuan gizi atlet lebih baik dibandingkan non-atlet.

17 Tabel 16 Sebaran responden berdasarkan pertanyaan pengetahuan gizi

No Pertanyaan Menjawab benar

n %

1 Pengertian makanan sehat 44 95.7

2 5 Zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh 45 97.8

3 Bentuk simpanan konsumsi energi yang berlebihan 40 87

4 Air yang sebaiknya diminum setiap hari sebanyak 8 gelas 41 89.1

5 Salah satu contoh vitamin yang larut dalam air 17 37

6 Salah satu contoh vitamin yang larut lemak yaitu vitamin D 26 56.5

7 Salah satu contoh makanan yang banyak mengandung karbohidrat

46 100

8 Protein juga disebut sebagai zat pembangun 35 76.1

9 Salah satu contoh makanan sumber protein hewani 46 100

10 Salah satu contoh makanan yang mengandung vitamin A 45 97.8

11 Dampak akibat kekurangan kalsium yaitu osteoporosis 46 100

12 Susu banyak mengandung zat gizi kalsium 46 100

13 Fungsi kalsium dalam tubuh manusia 46 100

14 Kekurangan zat besi dapat menyebabkan anemia 46 100

15 Salah satu contoh makanan yang banyak mengandung serat 38 82.6

16 Dampak kekurangan serat bagi tubuh 43 93.5

17 Jeruk adalah salah satu jenis buah yang dapat mencegah sariawan

46 100

18 Sinar matahari pagi bermanfaat untuk menghasilkan vitamin D

28 60.9

19 Resiko yang ditimbulkan akibat kelebihan konsumsi lemak 46 100

20 Dampak kekurangan cairan dapat menyebabkan dehidrasi 46 100

Berdasarkan Tabel 16 dapat diketahui bahwa terdapat 9 pertanyan yang dijawab dengan benar oleh seluruh responden yaitu pertanyaan tentang salah satu contoh makanan yang banyak mengandung karbohidrat yaitu beras, salah satu makanan sumber protein hewani yaitu ayam, dampak kekurangan kalsium yaitu osteoporosis, susu banyak mengandung zat gizi kalsium, fungsi kalsium dalam tubuh manusia untuk pembentukan tulang dan gigi, kekurangan zat besi dapat menyebabkan anemia, jeruk adalah salah satu jenis buah yang dapat mencegah sariawan karena mengandung vitamin C, resiko yang ditimbulkan akibat kelebihan konsumsi lemak adalah kegemukan, dan dampak kekurangan cairan dapat menyebabkan dehidrasi. Pertanyaan yang paling sedikit dijawab benar oleh seluruh responden merupakan pertanyaan tentang salah satu contoh vitamin yang larut dalam air yaitu vitamin B (37%) dan pertanyaan tentang salah satu contoh vitamin yang larut dalam lemak yaitu vitamin D (56.7%).

Status Gizi

Status gizi adalah gambaran kondisi kesehatan tubuh seseorang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan dan penggunaan zat gizi makanan (Anwar & Riyadi 2009). Pengukuran status gizi dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Beberapa cara untuk mengukur status gizi adalah dengan konsumsi, biokimia/laboratorium, antropometri dan secara klinis. Indeks antropometri yang dapat digunakan untuk menentukan status gizi pada usia 5 sampai 19 tahun yaitu

18

Indeks Massa Tubuh berdasarkan Umur (IMT/U) mengacu kepada referensi WHO 2007. Status gizi tersebut dikelompokkan menjadi lima kategori yaitu sangat kurus (≤ -3 SD), kurus (-3 SD ≤ z-score < -2), normal (-2 SD < z-score < +1 SD), gemuk (+1 SD ≤ z-score < +2 SD), dan obese (> +2 SD). Berikut tabel sebaran responden berdasarkan status gizi (IMT/U).

Tabel 17 Sebaran responden berdasarkan status gizi

Kategori status gizi Atlet Non-atlet Total Uji beda

n % n % n % Sangat kurus 0 0 0 0 0 0 Kurus 0 0 0 0 0 0 Normal 17 81 20 80 37 80.4 Gemuk 4 19 3 12 7 15.2 Obese 0 0 2 8 2 4.3 Total 21 100 25 100 46 100 p=0.83

Berdasarkan Tabel 17 dapat diketahui bahwa sebagian besar status gizi responden baik atlet ataupun non-atlet berada pada kategori normal dengan persentase masing-masing 81% dan 80%. Responden atlet yang berada pada kategori gemuk berjumlah 2 orang sedangkan responden non-atlet berjumlah 3 orang dan terdapat 2 orang berada pada kategori obese. Hasil uji beda menggunakan Mann Whitney menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata antara status gizi responden atlet dan non-atlet.

Keadaan gizi merupakan keadaan akibat dari keseimbangan antara konsumsi dan penyerapan zat gizi serta penggunaan zat-zat gizi tersebut, atau keadaan fisiologis akibat dari tersedianya zat gizi dalam seluler tubuh. Status gizi seseorang atau sekelompok orang dapat digunakan untuk mengetahui apakah seseorang atau sekelompok orang tersebut memiliki status gizi yang baik atau tidak. Faktor yang secara langsung mempengaruhi status gizi adalah konsumsi pangan dan status kesehatan (Riyadi 2001).

Aktivitas Fisik

Aktivitas fisik adalah gerakan yang dilakukan oleh otot-otot tubuh dan sistem penunjangnya. Selama melakukan aktivitas fisik, otot membutuhkan energi diluar metabolisme untuk bergerak, sedangkan jantung dan paru-paru memerlukan tambahan energi untuk menghantarkan zat-zat gizi dan oksigen ke seluruh tubuh serta mengeluarkan sisa-sisa dari tubuh. Banyaknya energi yang dibutuhkan tergantung pada berapa banyak otot yang bergerak, berapa lama dan berapa berat pekerjaan yang dilakukan (Almatsier 2002). Metode yang digunakan untuk pengukuran aktivitas fisik yaitu metode recall 2x24 jam pada satu hari libur dan satu hari sekolah. Berikut tabel sebaran responden berdasarkan aktivitas fisik.

Berdasarkan Tabel 18 dapat diketahui bahwa sebagian besar atlet (85.7%) memiliki aktivitas fisik yang berat sedangkan sebagian besar non-atlet (96%) memiliki aktivitas fisik yang ringan. Aktivitas fisik atlet menyebar pada kategori sedang dan berat sedangkan aktifitas fisik rnon-atlet menyebar pada kategori ringan dan berat. Hasil uji beda Mann Whitney menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara aktivitas fisik responden atlet dan non-atlet.

19 Tingkat aktivitas fisik responden atlet lebih tinggi dibandingkan tingkat aktivitas fisik responden non-atlet.

Tabel 18 Sebaran responden berdasarkan aktivitas fisik

Kategori aktivitas fisik Atlet Non-atlet Total Uji beda

n % n % n %

Ringan (1.40-1.69) 0 0 24 96 24 52.2

Sedang (1.70-1.99) 3 14.3 0 4 3 6.5

Berat (2.00-2.40) 18 85.7 1 0 19 41.3

Total 21 100 25 100 46 100 p=0.00

Persen lemak tubuh

Lemak tubuh dapat diukur secara absolut dinyatakan dalam kilogram maupun secara relatif dinyatakan dalam persen terhadap berat tubuh total Persen lemak dalam tubuh harus terdapat dalam persentase yang normal, jika melebihi persentase batas normal tersebut dapat terjadi kelainan-kelainan pada tubuh kita, baik yang dapat dilihat maupun yang tidak, seperti terjadinya kegemukan, arterosklerosis (penebalan dinding pembuluh darah), peningkatan tekanan darah, stroke dan serangan jantung (Huda 2007). Persen lemak tubuh responden dalam penelitian ini diukur menggunakan alat Body Fat Monitoring (Omron).

Tabel 19 Sebaran responden berdasarkan persen lemak tubuh Kategori persen lemak

tubuh

Atlet Non-atlet Total Uji beda

n % n % n % Athletic 0 0 1 4 1 2.2 Good 7 33.3 8 32 15 32.6 Acceptable 13 61.9 12 48 25 54.3 Overweight 1 4.8 4 16 5 10.9 Obese 0 0 0 0 0 0 Total 21 100 25 100 46 100 p=0.6

Berdasarkan Tabel 19 dapat diketahui bahwa sebagian besar persen lemak tubuh responden atlet dan non-atlet berada pada kategori acceptable dengan persentase masing-masing 61.9% dan 48%. Persen lemak tubuh atlet menyebar pada tiga kategori yaitu good, acceptable, overweight. Responden atlet seharusnya memiliki persen lemak tubuh berkisar 8-15% atau berada pada kategori athletic namun diduga oleh karena konsumsi makanan responden atlet yang masih belum seimbang menyebabkan persen lemak tubuh responden atlet tinggi. Persen lemak tubuh non-atlet menyebar pada empat kategori yaitu athletic, good, acceptable, dan overweight. Responden non-atlet yang masuk pada kategori athletic memiliki postur tubuh yang kecil, hal ini yang diduga menyebabkan persen lemak tubuhnya kecil. Rata-rata persen lemak tubuh responden atlet yaitu 24.3±5.5 sedangkan rata-rata persen lemak tubuh responden non-atlet yaitu 25.2±5.3. Hasil uji beda Independent t-test menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara persen lemak tubuh responden atlet dan non-atlet. Rata-rata massa lemak tubuh responden atlet yaitu 11.93±3.22 kg sedangkan massa lemak tubuh responden non-atlet yaitu 11.74±4.63 kg

20

Prestasi Belajar

Prestasi belajar merupakan gambaran penguasaan siswa terhadap materi pelajaran yang diberikan (Hawadi 2001). Beberapa faktor yang mempengaruhi prestasi belajar yaitu faktor dari dalam diri siswa (faktor internal) dan faktor dari luar siswa (faktor eksternal). Prestasi belajar pada penelitian ini merupakan nilai rata-rata rapor semester pertama. Berikut sebaran responden berdasarkan prestasi akademik.

Tabel 20 Sebaran responden berdasarkan prestasi belajar Kategori prestasi

akademik

Atlet Non-atlet Total Uji beda

n % n % n %

Baik (< 82) 10 47.6 12 48 22 47.8

Sangat baik (≥ 82) 11 52.4 13 52 24 52.2

Total 21 100 25 100 46 100 p=0.65

Berdasarkan Tabel 20 dapat diketahui bahwa sebagian besar prestasi belajar responden atlet dan non-atlet berada pada kategori sangat baik yaitu dengan persentase masing-masing 52.4% dan 52%. Rata-rata prestasi belajar atlet yaitu 82.3 ± 1.9. Rata-rata prestasi belajar non-atlet yaitu 82.1 ± 2.2. Hasil uji beda Mann Whitney menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara prestasi belajar responden atlet dan non-atlet. Hal ini menunjukkan bahwa jadwal latihan atlet futsal setiap harinya seusai mengikuti pelajaran di sekolah serta pertandingan-pertandingan yang banyak diikuti tidak mengganggu prestasi belajar atlet di sekolah.

Konsumsi Pangan

Konsumsi pangan adalah jumlah pangan tunggal atau beragam yang dikonsumsi seseorang atau sekelompok orang dengan tujuan tertentu yaitu untuk memperoleh sejumlah zat gizi yang diperlukan oleh tubuh. Konsumsi pangan diperlukan untuk mencukupi kebutuhan fisiologis tubuh akan sejumlah zat gizi agar dapat hidup sehat dan dapat mempertahankan kesehatannya. Kelebihan konsumsi pangan yang tidak diimbangi dengan pengeluaran energi yang mencukupi dapat mengakibatkan timbulnya gizi lebih. Oleh karena itu, setiap orang harus mengonsumsi sejumlah makanan yang sesuai dengan kecukupannya berdasarkan usia, ukuran tubuh, serta aktivitasnya (Hardinsyah & Martianto 1992).

Kebiasaan Makan

Menurut Suhardjo (1989), kebiasaan makan adalah cara seseorang atau sekelompok orang dalam memilih pangan dan mengonsumsinya sebagai reaksi terhadap pengaruh fisiologi, psikologi, sosial, dan budaya. Berdasarkan Tabel 21 dapat diketahui bahwa responden memiliki frekuensi makan utama 2 kali/hari, 3 kali/hari, dan 4 kali/hari. Sebagian besar frekuensi makan utama responden (80.4%) yaitu 3 kali/hari dan sebesar 17.4% memiliki frekuensi makan utama 4 kali/hari Hanya 2.2% responden yang memiliki frekuensi makan utama 2 kali/hari. Menurut Arisman (2004), kelompok remaja memiliki frekuensi makan

21 utama yang tidak teratur. Kelompok remaja sering melewatkan waktu makan karena aktivitas yang dimilikinya sehari-hari.

Berdasarkan Tabel 21 dapat diketahui bahwa kebiasaan sarapan pagi pada responden cukup baik karena 56.5% responden selalu sarapan pagi sedangkan selebihnya kadang-kadang sarapan pagi. Menurut Sharlin & Edelstein (2011), remaja putri merupakan kelompok umur yang paling sering melewatkan sarapan pagi. Bagi seorang siswa sekolah, sarapan pagi bermanfaat untuk meningkatkan konsentrasi belajar dan memudahkan penyerapan pelajaran sehingga prestasi belajar lebih baik (Khomsan 2004). Hal yang disebabkan apabila melewatkan sarapan pagi yaitu tubuh tidak mempunyai energi yang cukup untuk melakukan aktivitas terutama pada proses belajar (Moehji 2003). Berdasarkan hasil wawancara, alasan responden yang jarang sarapan pagi karena terkadang buru-buru berangkat ke sekolah dan belum merasa lapar. Menu sarapan yang biasa dikonsumsi responden yaitu sebagian besar (67.4%) terdiri dari menu lengkap dan selebihnya hanya mengonsumsi roti. Selain itu untuk minuman yang biasa dikonsumsi sebagian besar responden (47.8%) yaitu air putih, dan terdapat sebagian responden yang mengonsumsi susu dan teh manis dengan persentase masing-masing 37% dan 15.2%. Menurut Khomsan (2002), sarapan yang sehat seharusnya mengandung unsur empat sehat lima sempurna untuk persiapan menghadapi segala aktivitas pada hari tersebut.

Berdasarkan Tabel 21 dapat diketahui bahwa menu makan siang yang biasa dikonsumsi sebagian besar responden (54.3%) yaitu nasi, lauk hewani atau nabati, sayur. Terdapat sebagian kecil responden (26.1%) yang susunan menu makan siangnya hanya terdiri dari nasi dan lauk serta 19.6% responden yang menu makan siangnya terdiri dari nasi, lauk hewani, lauk nabati, sayur, dan buah. Susunan menu makan siang sebagian besar responden sudah bisa dikatakan baik karena terdiri dari susunan makanan lengkap. Namun terdapat beberapa responden yang susunan menu makan siangnya hanya terdiri dari nasi dan lauk, menu tersebut merupakan menu makan siang responden yang membawa bekal ke sekolah dengan alasan lebih praktis tanpa sayur-sayuran. Hampir keseluruhan responden non-atlet memiliki kebiasaan makan siang di rumah sedangkan sebagian besar responden atlet memiliki kebiasaan membawa bekal untuk makan siang dikarenakan seusai pulang sekolah dilanjutkan dengan latihan futsal.

Berdasarkan Tabel 21 dapat diketahui bahwa menu makan malam yang biasa dikonsumsi sebagian besar responden (39.1%) yaitu hanya terdiri dari nasi dan lauk. Namun terdapat 34.8% responden yang memiliki susunan menu makan malamnya terdiri dari nasi, lauk hewani atau nabati, sayur, dan 23.9% responden menambahkan buah pada susunan makan malamnya. Terdapat 2.2% responden yang menu makan malanya hanya terdiri dari roti. Susunan menu makan malam responden sudah cukup baik karena sebagian besar terdiri dari susunan yang lengkap namun jumlah responden yang hanya mengonsumsi nasi dan lauk pada menu makan malam lebih banyak dibandingkan pada siang hari, hal ini dikarenakan bagi responden makan malam harus lebih praktis karena selera makan pada malam hari sudah berkurang dan terdapat responden yang pada malam harinya hanya mengonsumsi makanan ringan. Susunan menu makan malam yang hanya terdiri dari nasi dan lauk dapat menyebabkan tidak terpenuhinya asupan zat gizi vitamin yang banyak terkandung dalam sayuran.

22

Berdasarkan Tabel 21 dapat diketahui bahwa sebagian besar (87%) responden menyukai jenis pengolahan makanan yang digoreng dan terdapat

Dokumen terkait