• Tidak ada hasil yang ditemukan

Identitas kelinci laut

Kelinci laut merupakan salah satu hewan yang hidup diperairan laut, biasa

nya hewan ini berada didaerah dangkal yang banyak terdapat alga. Lozada et al. (2005) menyatakan dalam penelitiannya kelinci laut menyukai alga

hijau jenis Cladophora, lamun jenis Cymodocea rotundata serta jenis alga coklat

Sargassum cristaefolium. Ciri-ciri dari hewan ini adalah memiliki sepasang tentakel yang terdapat pada bagian dorsal. Pada bagian ventral kelinci laut terdapat cangkang yang menutupi kelenjar tinta. Kelenjar tinta pada kelinci laut digunakan pada saat dalam keadaan bahaya. Gambar kelinci laut dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Kelinci laut

Hasil identifikasi dari kelinci laut menunjukkan bahwa kelinci laut yang diamati termasuk kedalam golongan gastropoda yang tergabung kedalam genus dolabella. Klasifikasi dari kelinci laut (Lightfoot 1786) sebagai berikut:

Filum : Mollusca Kelas : Gastropoda Famili : Aplysiidae Genus : Dolabella

Spesies : Dolabella auricularia

Wagele dan Klussmann-Kolb (2005) menyatakan bahwa kelinci laut masih satu famili kedalam Aplysiidae. Kelinci laut juga termasuk ke dalam golongan nocturnal dan banyak terdapat pada daerah Indo-Pasifik. Masyarakat desa Toronipa provinsi Sulawesi Tenggara banyak yang belum mengetahui mafaat dan kandungan dari kelinci laut sehingga populasinya sangat melimpah. Pemanfaatan hewan yang termasuk ke dalam kelas moluska sebagai sumber makanan telah banyak dilakukan oleh masyarakat terutama pada daerah yang terletak dipesisir pantai, selain sebagai sumber makanan pemanfaatan moluska juga dipercaya sebagai penambah stamina dan meningkakan gairah seksual.

Pengamatan morfometrik pada kelinci laut dilakukan dengan sampel kelinci laut sebanyak 30 sampel yang diambil secara acak dari sampel yang ada,

pengamatan ini meliputi panjang total kelinci laut (dari dorsal sampai ke ventral), diameter kelinci laut dan berat total dari kelinci laut.

Hasil pengamatan morfometrik (Tabel 2 dan Lampiran 1) rata-rata panjang total kelinci laut, diameter dan berat kelinci laut memiliki variasi yang berbeda-beda, variasi ini disebabkan oleh adanya perbedaan pertumbuhan antara kelinci laut dan juga dipengaruhi oleh keanekaragaman makanan yang ada didaerah sampel didapatkan.

Tabel 2 Morfometrik kelinci laut Parameter Satuan Nilai Panjang total cm 11.12±1.02 Diameter cm 3.7±0.51 Berat basah total g 81.41±21.21

Karakterisasi kimia daging kelinci laut

Komposisi kimia daging kelinci laut

Pengukuran proksimat merupakan salah satu metode untuk mengetahui kandungan gizi yang terdapat pada sampel atau pada salah satu produk. beberapa komposisi utama yang biasanya diukur dalam analisis proksimat adalah protein. air. abu. lemak dan mineral. Hasil komposisi kimia kelinci laut dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Komposisi kimia daging kelinci laut Komposisi Proksimat Persentase (%) Protein 12.49±0.34

Air 62.11±2.19

Abu 23.02±3.23

Lemak 0.87±0.55 Karbohidrat 1.52±0.83

Hasil analisis kimia daging kelinci laut yang tertinggi adalah kadar air sebesar 62.11%. lebih kecil dibandingkan dengan gastropoda lainnya. penelitian Purwaningsih (2012) kadar air pada keong matah merah 77.5% dan penelitian Abdullah et al. (2013) kadar air kerang bulu yaitu 79.69%.

Kadar abu yang terdapat pada kelinci laut merupakan kandungan terbesar kedua setelah kandungan air 23.02%. bila dibandingkan dengan penelitian yang telah dilakukan pada golongan gastropoda lainnya. kandungan abu pada kelinci laut lebih besar dari Holothuria scabra J. Karnila et al. (2011) menyatakan kandungan abu pada Holothuria scabra J adalah 1.86% dan kadar abu keong matah merah yaitu 4.5% (Purwaningsih 2012).

Persentase kandungan protein pada kelinci laut tidak berbeda jauh pada penelitian Abdullah et al. (2013) yaitu 12.89% pada Anadara antiquate. pada penelitian lainnya kandungan protein pada kelinci laut lebih kecil dibandingkan dengan protein pada Cerithidea obtuse sebesar 13.8% (Purwaningsih 2013). Pada penelitian jenis gastropoda lainnya melaporkan bahwa kandungan protein kelinci laut lebih besar dibandingkan dengan Pleuroploca trapezium sebesar 10.348%

(Anand et al. 2010). Perbedaan kandungan protein antar organisme menurut Georgiev et al. (2008) menyatakan bahwa kandungan protein antar organisme dipengaruhi oleh sifat protein yang tidak stabil serta dapat berubah dengan berubahnya kondisi lingkungan. Tingginya kandungan protein pada kelinci laut menunjukkan bahwa kelinci laut dapat dijadikan salah satu sumber protein hewani Persentase kandungan karbohidrat pada kelinci laut lebih kecil dari kandungan karbohidrat pada Pleuroploca trapezium 4.307% (Anand et al. 2010). sedangkan pada penelitian jenis gastropoda lainnya kandungan karbohidrat kelinci laut tidak berbeda jauh dengan Cerithidea obtuse 1.6% (Purwaningsih 2012).

Penelitian lain juga melaporkan bahwa kandungan karbohidrat pada

Anadara antiquate 3.56% (Abdullah et al. 2013).

Persentase kandungan lemak merupakan kandungan terkecil pada komposisi kimia kelinci laut dibandingkan dengan penelitian gastropoda lainnya. kandungan lemak pada kelinci laut lebih kecil dari Cerithidea obtuse yaitu 2.8% (Purwaningsih 2012). Anadara antiquate yaitu 2.29% (Abdullah et al. 2013). dan

Pleuroploca trapezium yaitu 1.74% (Anand et al. 2010). Kandungan asam amino daging kelinci laut

Asam amino memiliki peranan yang penting didalam tubuh yaitu sebagai sekresi hormon pertumbuhan dapat juga memperbaiki jaringan yang rusak. Asam amino terbagi menjadi dua jenis yaitu asam amino yang tidak dapat dibuat oleh tubuh dan didapatkan dari sumber asam amino lainnya (asam amino esensial) dan asam amino yang dapat dibuat oleh tubuh manusia (asam amino non esensial). Hasil analisis asam amino pada kelinci laut dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Kandungan asam amino daging kelinci laut Parameter Hasil (% b/b basah)

Asam amino esensial

Arginina 1.61 Leusina 0.90 Valina 0.54 Treonina 0.50 I-leusina 0.46 Penilalanina 0.44 Lisina 0.34 Metionina 0.20 Histidina 0.07

Asam amino non esensial

Glisina 3.02 Asam Glutamat 2.78 Asam Aspartat 1.59 Alanina 1.11 Serina 0.95 Tirosina 0.41

Total asam amino 14.92

Total asam amino esensial 5.06

Hasil analisis kandungan asam amino diperoleh 9 jenis asam amino esensial dan 6 jenis asam amino non esensial. Asam amino essensial yang tertinggi adalah arginina sebesar 1.61%. sedangkan asam amino esensial terendah adalah histidina yaitu 0.07%. Asam amino non essensial tertinggi adalah glisina sebesar 3.02%. sedangkan asam amino non esensial terendah adalah tirosina sebesar 0.41%. Kandungan asam amino glisina dan arginina pada kelinci laut lebih besar bila dibandingkan dengan gastropoda jenis kerang bulu yaitu glisina sebesar 0.6% dan kandungan arginina sebesar 0.83% (Abdullah et al 2013). Glisina pada keong mata merah yaitu 2.28% (Purwaningsih 2012). Derby et al. (2007) menyatakan salah satu asam amino yang paling banyak ditemui pada moluska laut adalah glisina. Glisina dan arginina memiliki fungsi yang penting di dalam tubuh. menurut Fatmah (2006) menyatakan bahwa arginina dapat mempengaruhi fungsi

dari sel T. mempercepat penyembuhan luka dan sekresi hormon prolaktin. Wang et al. (2013) menyatakan bahwa glisina memiliki peranan yang penting

dalam metabolisme tubuh.

Skor kimia digunakan untuk mengetahui asam amino pembatas yang dilihat dari nilai skor kimia yang terendah. Block & Mitchell (1978) menyatakan bahwa skor kimia adalah metode yang digunakan untuk melihat kualitas protein oleh asam amino yang sangat kekurangan dibandingkan dengan profil asam amino yang terdapat pada protein standar. Skor asam amino terendah pada asam amino esensial kelinci laut adalah histidina. Nilai skor kimia diperoleh sebesar 4.7. nilai ini diperoleh menggunakan perbandingan dari standar FAO. Hasil perhitungan skor asam amino menunjukkan bahwa histidin merupakan nilai terkecil berdasarkan tingkat kecukupan asam amino yang dapat dikonsumsi dari asam amino pada kelinci laut. Perhitungan skor asam amino dapat dilihat pada Tabel 5 dan Lampiran 2.

Tabel 5. Skor asam amino esensial kelinci laut Asam amino esensial Referensi FAO/WHO/UNU (1983) (mg/g protein) Asam amino esensial sampel (mg/g protein)

Skor asam amino

D. auricularia (segar) Histidin* 15 0.7 4.7 Metionin 20 2.0 10 Lisin 18 3.4 18.9 Fenilalanina 21 4.4 20.9 I-Leusina 15 4.6 30.6 Treonina 11 5.0 45.5 Valina 15 5.4 36 Leusina 21 9.0 42.9

*: asam amino pembatas

Kandungan asam lemak daging kelinci laut

Asam lemak merupakan salah satu komponen yang penting di dalam tubuh. Asam lemak adalah asam organik yang memiliki rantai panjang yang pada satu ujungnya mempunyai gugus karboksil (COOH) dan pada ujung lain mempunyai gugus metil (CH3). Asam lemak dibedakan menjadi dua jenis yaitu asam lemak

jenuh dan asam lemak tak jenuh. salah satu yang membedakan asam lemak jenuh dan tak jenuh adalah ikatan rangkap.

Hasil analisis asam lemak diperoleh tiga jenis asam lemak. Total asam lemak SAFA sebesar 5.33%. total asam lemak MUFA sebesar 2.11% dan total asam lemak PUFA sebesar 4.10%. Kandungan asam lemak daging kelinci laut dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Kandungan asam lemak daging kelinci laut

Parameter Struktur Hasil (% b/b lemak)

Asam lemak jenuh (SAFA)

Asam Miristat C14:0 0.13 Asam Pentadekanoat C15:0 0.20 Asam Palmitat C16:0 2.45 Asam Heptadekanoat C17:0 0.49 Asam Stearat C18:0 1.76 Asam Arakidat C20:0 0.09 Asam Heneikosanoat C21:0 0.03 Asam Behenat C22:0 0.09 Asam Trikosanoat C23:0 0.03 Asam Lignoserat C24:0 0.06 Total SAFA 5.33

Asam lemak tak jenuh tunggal (MUFA)

Asam Miristoleat C14:1 0.18 Asam Palmitoleat C16:1 0.29 Asam Cis-10 Heptadekanoat C17:1 0.08 Asam Cis-11 Eikosanoat C20:1 0.32

Asam Nervonat C24:1 0.16

Asam Elaidat C18:1n9t 0.05

Asam Oleat C18:1n9c 0.89

Asam Erukat C22:1n9 0.04

Total MUFA 2.01

Asam lemak tak jenuh majemuk (PUFA)

Asam Linoleat C18:2n6c 0.47 Asam Linolenat C18:3n3 0.48 Asam Cis-11.14 Eikosadinoat C20:2 0.42 Asam Cis-11.14.17 Eikosatrinoat C20:3n3 0.09 Asam Cis-8.11.14 Eikosatrinoat C20:3n6 0.15 Asam Arakidonat C20:4n6 1.83 Asam Cis-5.8.11.14.17 Eikosapentanoat C20:5n3 0.44 Asam Cis-4.7.10.13.16.19

Dokosaheksanoat

C22:6n3 0.22

Total PUFA 4.10

Total asam lemak 11.44

Total n3 1.23

Total n6 2.45

Asam lemak SAFA yang tertinggi pada kelinci laut adalah asam palmitat sebesar 2.45 % lebih besar dari asam palmitat Fasciolaria salmo yaitu 1.15%

(Purwaningsih et al. 2012). asam palmitat memiliki peranan yang penting dalam inflamasi pada tubuh. Barve et al. (2007) menyatakan bahwa asam palmitat dapat menginduksi proinflamasi sitokin interleukin-8 dari hepatosit. Kandungan MUFA tertinggi pada kelinci laut adalah asam oleat sebesar 0.89% lebih rendah dari asam oleat kerang pisau yaitu 3.72% (Nurjanah et al. 2013). Asam oleat merupakan asam lemak yang berperan penting dalam tubuh yaitu sebagai sumber energi dan juga dapat sebagai anti kanker. Kandungan PUFA pada kelinci laut tertinggi adalah asam arakidonat yaitu 1.83% lebih rendah dari kerang pisau yaitu 2.35% (Nurjanah et al. 2013) dan arakidonat pada Anadara antiquata yaitu 2.36% (Abdullah et al 2013). Sartika (2008) menyatakan bahwa asam lemak PUFA (arakidonat. linoleat dan linolenat) memiliki peranan yang penting dalam transport dan metabolisme lemak serta dapat mempertahankan fungsi membran sel.

Total asam lemak omega 3 sebesar 1.23%. total kandungan omega 6 adalah 2.45%. Rasio atau perbandingan omega 6 dan omega 3 pada kelinci laut sebesar 1.99. Her Majesty’s Stationery Office (HMSO) (1994) merekomendasikan rasio omega 6 dan omega 3 maksimal adalah 4. rasio kelinci laut lebih rendah dari standar HMSO sehingga dapat dijadikan sebagai sumber omega-3. Asam lemak memiliki fungsi yang penting dalam tubuh. Marichamy et al. (2009) menyatakan bahwa fungsi dari asam lemak adalah dapat memelihara water barrier di dalam epidermis kulit sehingga dapat mencegah terjadinya kulit bersisik.

Kandungan mineral daging kelinci laut

Hasil analisis kandungan mineral kelinci laut yang tertinggi adalah kalsium yaitu sebesar 68100 mg/kg. sedangkan kandungan mineral yang terkecil adalah fosfor 1200 mg/kg. Hasil analisis kandungan mineral dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Kandungan mineral daging kelinci laut Parameter Hasil (mg/kg) Kalsium (Ca) 68100 Kalium (K) 1000 Magnesium (Mg) 7600 Natrium (Na) 8200 Fosfor (P) 1200

Kandungan kalsium pada kelinci laut lebih tinggi bila dibandingkan dengan keong matah merah. Penelitian Purwaningsih (2012) melaporkan bahwa kandungan kalsium pada keong matah merah sebesar 39.78 mg/100g. Penelitian Ademolu et al. (2015) menyatakan bahwa gastropoda jenis Achatina fulica

memiliki kandungan kalsium lebih rendah sebesar 10.45 mg/g.

Kadar kalsium pada kelinci laut lebih tinggi dibandingkan dengan gastropoda lainnya. Hal ini diduga dipengaruhi oleh tulang rawan yang meliputi daging pada kelinci laut. Tulang merupakan salah satu sumber kalsium yang

tinggi. Hal ini diperkuat menurut pendapat Kim dan Mendis (2006) dan Malde et al. (2010) menyatakan bahwa tulang merupakan sumber kalsium yang

tinggi. Kadar kalsium yang tinggi pada kelinci laut memiliki potensi yang bagus untuk dimanfaatkan sebagai nutrisi yang berfungsi bagi kesehatan manusia. Suptijah et al. (2012) menyatakan bahwa kalsium dapat dimanfaatkan sebagai nutrisi untuk pertumbuhan. Kandungan natrium dan magnesium pada kelinci laut yaitu 8200 mg/kg dan 7600 mg/kg lebih besar dari Gafrarium tumidum yaitu

515.83 mg/kg dan 97.80 mg/kg (Srimariana et al. 2015). Soetan et al. (2010) menyatakan bahwa kebutuhan mineral didalam tubuh sebesar 1-2500 mg perhari tergantung pada jenis mineral yang dibutuhkan oleh tubuh.

Karakteristik Ekstrak Kelinci Laut Rendemen ekstrak kelinci laut

Ektraksi merupakan salah satu cara untuk mendapatkan metabolit sekunder yang terdapat pada suatu bahan sehingga dapat dimanfaatkan dalam berbagai bidang. Ekstraksi kelinci laut pertama kali dilakukan dengan cara membersihkan kelinci laut yang disimpan pada freezer dengan suhu (-14°C). Daging dan jeroan yang didapat dicacah dengan menggunakan pisau tajam. tinta yang terdapat didalam kelinci laut tidak termasuk kedalam bagian yang diekstraksi. Pencacahan bertujuan untuk memperluas permukaan sampel sehingga pelarut dapat lebih dalam menarik zat yang terdapat dalam sampel.

Proses ekstraksi kelinci laut dilakukan dengan menggunakan metode maserasi dengan menggunakan pelarut tunggal. Pemilihan metode maserasi didasarkan pada efektivitas zat yang terlarut dalam sampel dari pengaruh panas selama proses maserasi. Pelarut yang digunakan pada ekstraksi kelinci laut adalah metanol dan etil-asetat. Hasil ekstraksi dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Ekstrak kelinci laut

Prinsip dari maserasi adalah larutan yang konsentrasinya tinggi akan terdesak keluar kemudian diganti oleh cairan penyaring dengan konsentrasi yang lebih rendah. Proses ini biasa disebut dengan proses difusi. Proses ini terjadi secara berulang sampai adanya keseimbangan konsentrasi antara larutan diluar sel dan didalam sel. Selama proses maserasi dilakukan pengadukan dan penggantian cairan penyari setiap hari. Endapan yang diperoleh dipisahkan dari filtratnya. filtrat yang didapatkan dievaporasi dan diperoleh ekstrak kelinci laut. Hasil perhitungan randemen ekstrak dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8 Rendemen ekstrak kelinci laut Nama Berat Bahan

Awal (basah) (g)

Berat Ekstrak (g)

Rendemen (%) Ekstrak metanol 100 1.54 1.54 Ekstrak etil asetat 100 1.34 1.34

Hasil pengukuran randemen ekstrak yang terbesar adalah ekstrak metanol yaitu 1.54%. sedangkan ekstrak etil asetat sebesar 1.34%. Salah satu pelarut yang

paling banyak digunakan dalam ekstraksi senyawa aktif adalah metanol. Hart et al. (2003) menyatakan bahwa metanol memiliki berat molekul yang

rendah sehingga dapat dengan mudah melarutkan seluruh golongan metabolit sekunder yang terdapat pada sampel.

Deskripsi ekstrak kelinci laut

Deskripsi ekstrak merupakan salah satu parameter spesifik untuk melihat ciri-ciri dari penampakan ekstrak yang meliputi warna. bau dan bentuk (BPOM 2000).

Tabel 9 Deskripsi ekstrak kelinci laut

Nama Bentuk Warna Bau

Ekstrak metanol Pasta Hijau kecoklatan Amis Ekstrak etil asetat Pasta Hijau gelap Amis

Hasil uji deksripsi ekstrak kelinci laut (Tabel 9) ekstrak metanol memiliki bentuk pasta. berwarna hijau kecoklatan dan memiliki bau amis. sedangkan pada ekstrak etil asetat memiliki perbedaan warna yaitu hijau gelap. Perbedaan warna pada ekstrak dapat disebabkan oleh kemampuan pelarut dalam melarutkan zat warna yang terdapat pada senyawa. warna hijau pada ekstrak dapat disebabkan oleh terlarutnya zat klorofil pada sampel.

Aktivitas Komponen Bioaktif Kelinci Laut Uji fitokimia ekstrak kelinci laut

Skrining fitokimia merupakan salah satu metode pengujian yang bertujuan untuk mengetahui kandungan metabolit sekunder yang terdapat pada suatu bahan. Hasil uji fitokimia pada ekstrak dari seluruh tubuh kelinci laut dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Hasil uji fitokimia ekstrak kelinci laut

Metabolit sekunder Jenis ektrak

Ekstrak metanol Ekstrak etil asetat

Alkaloid Wagner Mayer - - - -

Dragendorff - - Flavonoid - - Saponin - + Steroid + + Tanin + + Triterpenoid - - Quinon - -

Keterangan : + : menunjukkan adanya komponen metabolit sekunder pada ekstrak - : menunjukkan tidak terdeteksi komponen metabolit sekunder pada ekstrak

Hasil fitokimia pada kelinci laut menunjukkan bahwa kandungan metabolit sekunder pada jenis pelarut memiliki jenis yang berbeda dan bervariasi. kandungan metabolit sekunder pada ekstrak etil asetat lebih bervariasi bila

dibandingkan pada pelarut metanol. Jenis metabolit sekunder yang terdeteksi pada ekstrak etil asetat kelinci laut yang berupa steroid sama dengan metabolit sekunder yang terdeteksi pada ekstrak metanol. Hasil ini tidak berbeda jauh pada penelitian Mukti et al. (2012) yang menyatakan bahwa ekstrak etil asetat pada

Telescopium telescopium terdeteksi metabolit sekunder dengan jenis steroid. Steroid merupakan salah satu jenis metabolit sekunder yang terdapat pada ekstrak kelinci laut dengan menggunakan pelarut metanol dan etil asetat. Hal ini tidak berbeda dibandingkan penelitian Nurjanah et al. (2012) yang menyatakan bahwa steroid biasanya terdapat pada pelarut yang bersifat non polar dan semi polar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa steroid pada kelinci laut memiliki kesamaan pada penelitian ekstrak Carijoa sp. Penelitian Zhao et al. (2013) menyatakan bahwa senyawa steroid terdapat pada ekstrak Carijoa sp dengan menggunakan pelarut etanol yang bersifat polar.

Steroid memiliki fungsi yang sangat penting bagi kesehatan. salah satu

fungsi dari steroid adalah dapat mencegah terjadinya inflamasi pada tubuh. Thao et al. (2013) menyatakan bahwa steroid dapat menghambat menghambat

sekresi sitokin pro - inflamasi serta termasuk IL - 12 p40. IL - 6. dan TNF - α. serta dapat mencegah dan mengobati penyakit inflamasi.

Tanin merupakan salah satu metabolit sekunder yang terdapat pada ekstrak kelinci laut. Tanin dapat dimanfaatkan sebagai zat alami yang berfungsi sebagai antibakteri. Fiori et al. (2013) menyatakn bahwa tanin memiliki korelasi positif sebagai antimikroba. Tanin dapat menghambat proses metabolisme pada mikroba. Lim et al. (2006) menyatakan bahwa tanin terhidrolisa dapat menghambat terjadinya biosintesis sel pada dinding dan membran sel mikroba sehingga dapat dijadikan sebagai antimikroba.

Kandungan lainnya yang terdapat pada ekstrak kelinci laut adalah saponin. Saponin sama dengan metabolit sekunder lainnya berpotensi dalam bidang

kesehatan. Fungsi saponin adalah antioksidan dan antibakteri. Pada penelitian Akinpelu et al. (2014) menyatakan bahwa saponin dapat mencegah kerusakan

yang disebabkan oleh radikal bebas dan infeksi yang disebabkan oleh bakteri patogen.

Aktivitas inhibitor α-glukosidase ekstrak kelinci laut

Inhibitor α-glukosidase merupakan salah satu pengujian untuk melihat aktivitas suatu senyawa dalam menghambat perkembangan diabetes pada tubuh. Antidiabetes dapat diuji secara in vivo dan in vitro. Pada penelitian ini

antidiabetes diuji secara in vitro dengan metode penghambatan kerja enzim

α-glukosidase. Enzim α-glukosidase dapat mengkatalisasi pemecahan ikatan

1.4 α-glikosida pada ujung non pereduksi dari maltooligosakarida dengan melepas β-D-glukosa.

Penghambatan α-glukosidase berdasarkan pada pemecahan substrat untuk menghasilkan produk berwarna. yang diukur absorbansinya selama periode waktu

tertentu. Warna kuning yang dihasilkan dari hidrolisis p-NPG menjadi

α-D-glukosa dan p-nitrofenol merupakan indikator kemampuan inhibitor menghambat kinerja dari enzim α-glukosidase (Sugiwati et al. 2009). Menurut Satoh et al (2013) enzim α-glukosidase dapat menurunkan ukuran dari

tidak memproduksi oligosakarida. Hasil uji aktivitas diabetes ekstrak kelinci laut tersaji pada Gambar 4 dan Lampiran 7.

Hasil uji inhibitor α-glukosidase pada ekstrak kelinci laut menunjukkan bahwa semua sampel memiliki kemampuan inhibisi α-glukosidase yang berbeda-beda pada konsentrasi 25 mg/mL. Ekstrak etil asetat memiliki kemampuan persentase inhibisi lebih tinggi dibandingkan dengan ekstrak metanol.

Gambar 4 Aktivitas inhibitor α-glukosidase ekstrak kelinci laut pada konsentrasi 25 mg/mL. ; Ekstrak metanol ;Ekstrak etil asetat

Hasil pengujian aktifitas inhibitor dari dua ekstrak (metanol dan etil asetat) didapatkan esktrak terbaik. ekstrak etil asetat lebih besar dibandingkan ekstrak metanol digunakan sebagai pengujian ketahap selanjutnya dengan menggunakan konsentrasi (10, 20, 30, 40, 50 mg/mL). Hasil uji inhibitor α-glukosidase ekstrak etil asetat tersaji pada Gambar 5 dan Lampiran 8.

Gambar 5 Aktivitas inhibitor α-glukosidase ekstrak etil asetat kelinci laut. Keterangan: Huruf superscript berbeda yang mengikuti angka

menandakan perbedaan nyata α<0.05)

Hasil uji normalitas dengan Kolmogorov-Smirnov menunjukkan persentase inhibisi ekstrak etil asetat kelinci laut bersifat terdistribusi dengan normal (Lampiran 9). sedangkan hasil uji homogenitas dengan Levene menunjukkan bahwa persentase inhibisi ekstrak eti asetat kelinci laut bersifat homogen

(Lampiran 10). Hasil sidik ragam (Lampiran 11) pada aktivitas inhibitor

α-glukosidase ekstrak etil asetat kelinci laut. menunjukkan bahwa perbedaan konsentrasi ekstrak etil asetat kelinci laut memberikan pengaruh yang nyata

α=0.05) terhadap aktivitas inhibitor α-glukosidase. Hasil uji lanjut Duncan terhadap aktivitas inhibitor α-glukosidase ekstrak etil asetat kelinci laut

8.488 45.986 0 10 20 30 40 50

Metanol Etil asetat

% I n h ib is i Jenis ekstrak 14.413a 38.771b 55.563c 71.137de 72.169e 0 10 20 30 40 50 60 70 80 10 20 30 40 50 % in h ib is i Konsentrasi ekstrak (mg/mL)

(Lampiran 12) menunjukkan adanya perbedaan yang nyata antar konsentrasi ekstrak (10. 20. 30. 40 mg/mL ) sedangkan pada kosentrasi 40 dan 50 mg/mL tidak memberikan perbedaan nyata. Hubungan antara konsentrasi sampel dengan persentase inhibisi α-glukosidase tersaji pada Gambar 6 dan Lampiran 13.

Gambar 6 Hubungan antara konsentrasi ekstrak etil asetat kelinci laut dengan persentase inhibisi α-glukosidase

Berdasarkan hasil pengujian aktivitas inhibitor α-glukosidase ekstrak etil

asetat kelinci laut kurva membentuk persamaan regresi dimana y = 37.973ln(x) – 73.383. sehingga didapatkan nilai IC50 pada ekstrak etil asetat

kelinci laut sebesar 25.765 mg/mL. artinya adalah dalam konsentrasi 25.765 mg/mL ekstrak dapat menghambat 50% aktivitas dari enzim

α-glukosidase.

Glucobay merupakan salah satu contoh obat yang sudah banyak digunakan. prinsip kerja dari glucobay ialah dengan cara menghambat aktivitas enzim yang menghidrolisis polisakarida dalam usus halus. Glucobay tidak menyebabkan terjadinya hipoglikemia. hal ini karena glucobay tidak merangsang terjadinya sekresi insulin oleh sel-sel β pankreas. Pada penelitian ini glucobay sebagai kontrol positif terhadap aktivitas inhibitor α-glukosidase (Gambar 7)

Gambar 7 Hubungan antara konsentrasi glucobay dengan persentase inhibisi α-glukosidase

Hubungan aktivitas antara konsentrasi glucobay dengan persentase

α-glukosidasemenunjukan persamaan dimana y = 13.701ln(x) + 167.62 sehingga menghasilkan nilai IC50 pada glucobay sebesar 1.9x10-7 mg/mL artinya dalam

konsentrasi 1.9x10-7 mg/mL dapat menghambat 50% aktivitas dari enzim

α-glukosidase. y = 37.973ln(x) - 73.383 R² = 0.9867 0 20 40 60 80 0 10 20 30 40 50 60 %In h ib is i Konsentrasi ekstrak (mg/mL) y = 13.701ln(x) + 167.62 R² = 0.9078 0 20 40 60 80 100 120 0 0.002 0.004 0.006 0.008 0.01 0.012 % I n h ib is i Konsentrasi glucobay (mg/mL)

Beberapa penelitian tentang antidiabetes dari gastropoda lainnya telah dilaporkan. Sadhasivam et al. (2013) menyatakan bahwa ekstrak metanol dari gastropoda jenis Aplysia sp. aktivitas inhibisi α-amilase sebesar 93.0%.

Bursatella leachii sebesar 70.6% dan Kalinga ornata sebesar 49.0%. Ravi et al. (2012) menyatakan akarbosa memiliki kemampuan yang lebih tinggi

dalam menghambat aktivitas alpha amylase dibandingkan dengan ekstrak metanol dan aseton dari Hemifusus pugilinus dan Natica didyma. Febrinda et al (2013)

Dokumen terkait