• Tidak ada hasil yang ditemukan

Latar Belakang Sosial Ekonomi Keluarga

Berdasarkan sebaran suku, sebagian besar sampel berasal dari suku Jawa dan Sunda, baik pada kelompok plasebo maupun MVM. Hal ini dipengaruhi oleh mayoritas mahasiswa IPB yang berasal dari Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi). Pada kelompok MVM, jumlah sampel yang berasal dari suku Jawa dan Sunda memiliki persentase yang sama yaitu sebesar 36%. Selain itu, terdapat sampel yang berasal dari suku Minang (21%) dan suku lainnya (7%). Pada kelompok plasebo, jumlah sampel yang berasal dari suku Jawa dan Sunda juga memiliki persentase yang sama, yaitu masing-masing sebanyak 38%, sedangkan sisanya berasal dari suku lainnya (23%).

Pekerjaan orang tua pada kelompok MVM meliputi wiraswasta (23%), PNS (36%), dan swasta (21%). Pada kelompok plasebo, sebagian besar orang tua sampel bekerja sebagai PNS (38%), sedangkan sisanya bekerja sebagai wiraswasta (23%), swasta (15%), buruh (15%) dan petani (8%). Sebaran karakter sosial-ekonomi sampel dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11 Karakteristik sosial-ekonomi sampel menurut kelompok perlakuan

Sosial-ekonomi keluarga Kelompok Total

MVM Plasebo Suku: n n n Jawa 5 (36%) 5 (38%) 10 (37%) Sunda 5 (36%) 5 (38%) 10 (37%) Minang 3 (21%) 0 3 (11%) Lainnya 1 (7%) 3 (23%) 4 (15%)

Pekerjaan Orang tua:

Wiraswasta 6 (23%) 3 (23%) 9 (33%) PNS 5 (36%) 5 (38%) 10 (37%) Swasta 3 (21%) 2 (15%) 5 (18%) Buruh 0 2 (15%) 2 ( 8%) Petani 0 1 (8%) 1 ( 4%) Biaya Pendidikan: Orangtua 11 (79%) 9 (69%) 20 (74%) Beasiswa 3 (21%) 3 (23%) 6 (22%) Lainnya 0 1 (8%) 1 (4%)

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar biaya pendidikan sampel masih dibiayai oleh orang tua/wali. Jumlah sampel yang masih dibiayai oleh orang tua/wali pada kelompok MVM sebesar 69%, sedangkan pada kelompok plasebo sebesar 79%. Selain berasal dari orang tua/wali, biaya pendidikan sampel juga dapat diperoleh dari beasiswa. Sebanyak 21% sampel pada kelompok MVM dan 23% sampel pada kelompok plasebo mendapatkan beasiswa untuk biaya pendidikan. Sebanyak 8% sampel pada kelompok plasebo

mendapatkan biaya pendidikan dari sumber lainnya, yaitu berasal dari kerabat sampel.

Usia

Sampel yang diambil dalam penelitian ini merupakan mahasiswi Tingkat Persiapan Bersama (TPB) IPB. Pada saat penelitian dilakukan, sampel bertempat tinggal di Asrama TPB IPB. Kisaran usia sampel berkisar 18-19 tahun. Berdasarkan kisaran usia tersebut, mahasiswa TPB IPB berada pada masa remaja akhir/adolescent menuju dewasa awal (Ahmadi & Sholeh 2005). Pada kelompok plasebo, sebanyak 77% sampel berusia 18-18.9 tahun dan sebesar 23% sampel berusia 19 - 19.9 tahun. Rata-rata usia sampel pada kelompok plasebo adalah 18.7 ± 0.5 tahun. Sebagian besar (60%) sampel pada kelompok MVM berusia 18-18.9 tahun, sedangkan sisanya (40%) berusia 19 - 19.9 tahun. Rata -rata usia sampel pada kelompok MVM adalah 18.9 ± 0.5 tahun. Sebaran sampel berdasarkan usia dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12 Sebaran sampel berdasarkan usia

Usia (Tahun) Kelompok Total Plasebo MVM n n n 18 - <19 tahun 10 (77%) 9 (60%) 19 (68%) 19 - <21 tahun 3 (23%) 6 (40%) 9 (32%) Total 13 (100%) 15 (100%) 28 (100%) Rata-rata 18.7 ± 0.5 18.9 ± 0.5 18.8 ± 0.5

Biaya Pemasukan per Bulan

Biaya pemasukan merupakan uang yang diberikan oleh orang tua, dana beasiswa atau sumber lain yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Biaya pemasukan yang diperoleh dari orang tua, pada umumnya diberikan per minggu atau per bulan. Sampel yang berasal dari Jabodetabek biasanya lebih memilih untuk pulang setiap minggu, sehingga pemberian biaya pemasukan dilakukan per minggu. Perhitungan biaya pemasukan sampel pada penelitian ini menggunakan hitungan biaya pemasukan per bulan. Sampel yang memperoleh biaya pemasukan saku per minggu dikonversi menjadi per bulan.

Pada penelitian ini diperoleh hasil bahwa sebagian besar sampel (64%) pada kelompok MVM memiliki biaya pemasukan per bulan sebesar Rp 500 000 - Rp 1 000 000, hanya sebesar 2% sampel yang mendapatkan biaya pemasukan > Rp 1 000 000. Pada kelompok plasebo, sebesar 46% sampel mendapatkan biaya pemasukan per bulan sebesar Rp 750 000-Rp 1 000 000, hanya 8% sampel yang mendapatkan biaya pemasukan > Rp 1 000 000. Secara keseluruhan, sebagian besar (75%) sampel memiliki biaya pemasukan per bulan

sebesar Rp 500 000- Rp 1 000 000. Sebaran uang saku sampel berdasarkan kelompok perlakuan disajikan pada Tabel 13.

Tabel 13 Sebaran uang saku berdasarkan kelompok perlakuan

Uang saku/bulan (Rp) Kelompok Total MVM Plasebo n n n <500 000 3 (21%) 3 (15%) 6 (22%) 500 000 - <750 000 6 (43%) 4 (31%) 10 (37%) 750 000 - 1 000 000 3 (21%) 5 (46%) 8 (30%) >1 000 000 2 (15%) 1 (8%) 3 (11%) Total 14 (100%) 13 (100%) 27 (100%)

Pengeluaran pangan merupakan bagian dari pemasukan per bulan yang digunakan untuk membeli pangan dalam waktu satu bulan. Secara umum, total pengeluaran pangan sampel sebesar 60% dari biaya pemasukan. Biaya pangan per hari pada sampel kelompok plasebo maupun MVM sebesar Rp 15 400, sehingga diperkirakan sejumlah Rp 460 000 digunakan sampel untuk biaya pangan selama sebulan. Berdasarkan uji independent sample t-test diketahui bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata antar kelompok perlakuan (p>0.05). Sebaran sampel menurut pengeluaran pangan masing-masing kelompok perlakuan dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14 Karakteristik sampel menurut jenis pengeluaran dan kelompok perlakuan Jenis Pengeluaran (Rp/bln) Kelompok p MVM Plasebo Total pengeluaran 744 000 ± 260 000 731 000 ± 199 000 0.737 Pengeluaran pangan 478 000 ± 105 000 445 400 ± 89 000 0.283 Tingkat Aktivitas Fisik

Aktivitas fisik yang diteliti meliputi kebiasaan olahraga dan intensitas olahraga. Aktivitas fisik yang rutin juga dapat memberikan dampak positif bagi kebugaran seseorang individu, yaitu meningkatkan kemampuan pemakaian oksigen dan curah jantung, peningkatan detak jantung, penurunan tekanan darah, peningkatan efisiensi kerja jantung, mencegah mortalitas dan morbiditas akibat gangguan jantung, peningkatan ketahanan saat melakukan latihan fisik, peningkatan metabolisme tubuh, meningkatkan kemampuan otot dan mencegah obesitas (Fatmah 2011).

Aktivitas fisik sampel yang diamati adalah rata-rata aktivitas fisik pada hari kuliah dan hari libur. Tingkat aktivitas fisik yang biasa dilakukan oleh kelompok MVM dan kelompok plasebo termasuk dalam kategori ringan. Sebagian besar kegiatan aktivitas fisik pada kelompok plasebo dan kelompok MVM adalah kuliah,

mandi, makan dan beribadah. Sebaran sampel berdasarkan jenis dan durasi berbagai aktivitas fisik yang dilakukan dapat dilihat pada Tabel 15.

Tabel 15 Sebaran sampel berdasarkan jenis dan durasi berbagai aktivitas fisik yang dilakukan sampel

Jenis Aktivitas

Hari Libur Hari Kuliah

MVM Plasebo MVM Plasebo durasi (jam) ± SD durasi (jam) ± SD durasi (jam) ± SD durasi (jam) ± SD Tidur 8.5 ± 1.1 7.8 ± 1.0 7.2 ± 0.79 6.8 ± 1.2

Kegiatan intra dan ektra

kulikuler 2.6 ± 1.2 2.8 ± 3.2 5.4 ± 1.80 5.7 ± 1.8

Kegiatan Ringan 11.7 ± 1.2 12 ± 3.1 10.5 ± 1.64 10.2 ± 2.1 Kegiatan Sedang 0.8 ± 0.3 1.2 ± 0.5 0.8 ± 0.30 1.2 ± 0.3

Kegiatan Berat 0.3 ± 0.4 0.3 ± 0.5 0 ± 0 0.1 ± 0.2

PAL 1.48 1.52 1.44 1.46

Nilai PAL (Physical Activity Level) pada kelompok MVM dan plasebo berada pada selang 1.40-1.56, nilai ini termasuk dalam kategori aktivitas ringan. Durasi aktivitas ringan pada kelompok MVM adalah 11.7 ± 1.2 jam, sedangkan durasi aktivitas ringan pada kelompok plasebo adalah 12 ± 3.1 jam. Pada hari kuliah, mahasiswi tidur malam sekitar pukul 22.00 WIB dan bangun sekitar pukul 05.00 WIB. Namun, pada saat ujian terjadi perubahan waktu tidur, yaitu sebagian besar mahasiswi tidur antara pukul 23.00 - 24.00 WIB, kemudian bangun sekitar pukul 04.30 WIB. Rata-rata durasi kegiatan tidur pada kelompok MVM adalah 7.85 ± 0.9 jam, sedangkan pada kelompok plasebo adalah 7.3 ± 1.1 jam. Penelitian cross-sectional yang dilakukan oleh Janssen dan Ross (2012) menyatakan bahwa tingkat aktivitas fisik yang dilakukan secara maksimal memiliki peranan penting dalam pencegahan penyakit kardiovaskuler. Dengan demikian, aktivitas fisik pada mahasiswi perlu ditingkatkan dengan cara sering berolahraga sehingga meminimalkan resiko penyakit kardiovaskuler.

Hasil studi ini mendapatkan data bahwa sebagian besar mahasiswi TPB IPB memiliki aktivitas fisik yang tergolong ringan. Dapat diduga mahasiswi yang mengalami defisiensi besi mengindikasikan memiliki aktivitas fisik yang rendah. Berbagai penelitian mengkaitkan kondisi lemas, letih dan lelah merupakan salah satu dampak negatif dari anemia. Hal ini dapat berhubungan dengan defisiensi besi dan juga berpengaruh dengan rendahnya aktivitas fisik (Beard 2001). Olahraga merupakan salah satu komponen dari aktivitas fisik. Sebesar 40% sampel pada kelompok MVM dan 69% sampel pada kelompok plasebo terbiasa melakukan kegiatan berolahraga, sedangkan sisanya tidak memiliki kebiasaan olahraga setiap minggunya. Secara umum, kelompok plasebo cenderung memiliki kebiasaan olahraga yang lebih baik dari kelompok MVM. Kebiasaan

olahraga merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap peningkatan tingkat kebugaran, semakin sering melakukan olahraga maka tingkat kebugaran akan semakin meningkat. Sebaran sampel berdasarkan kebiasaan olahraga dapat dilihat pada Tabel 16.

Tabel 16 Sebaran sampel berdasarkan kebiasaan olahraga

Kebiasaan Olahraga MVM Plasebo Total

n n n

Ya 6 (40%) 9 (69%) 15 (54%)

Tidak 9 (60%) 4 (31%) 13 (46%)

Total 15 (100%) 13 (100%) 28 (100%)

Sebagian besar alasan sampel yang tidak terbiasa melakukan kegiatan olahraga adalah karena mereka tidak mempunyai waktu dan malas. Adanya mata kuliah olahraga selama masa TPB membantu agar mahasiswa TPB lebih mengerti manfaat dari berolahraga. Manfaat aktivitas fisik secara langsung dapat menurunkan resiko stres dan obesitas (Chaput et al. 2011). Oleh karena itu, motivasi dalam berolahraga sangat diperlukan agar tubuh menjadi lebih bugar.

Pada masing-masing kelompok intervensi terdapat sampel yang tidak pernah melakukan olahraga secara rutin setiap minggunya, yaitu sebesar 60.0% pada kelompok MVM dan sebesar 30.8% pada kelompok plasebo. Angka ini dapat mencerminkan bahwa sangat sedikit mahasiswi TPB IPB yang memiliki waktu rutin untuk melakukan olahraga. Sampel yang terbiasa melakukan olahraga 1-2 kali seminggu pada kelompok MVM sebesar 40% dan kelompok plasebo sebesar 46.2%. Data pada penelitian ini mendapatkan bahwa hanya sampel pada kelompok plasebo (23.1%) yang secara rutin melakukan olahraga setiap minggunya, sedangkan pada kelompok MVM tidak seorang pun yang berolahga secara rutin. Sebaran sampel berdasarkan frekuensi olahraga disajikan pada Tabel 17.

Tabel 17 Sebaran sampel berdasarkan frekuensi olahraga

Frekuensi olahraga (kali/minggu) Kelompok Total MVM Plasebo n n n Tidak pernah 9 (62%) 4 (31%) 13 (48%) 1-2 5 (38%) 6 (46%) 11 (41%) 3-4 0 (0%) 3 (23%) 3 (11%) Total 14 13 27 Rata-rata ± SD 0.8 ± 1 2.1 ± 1.9 1.2 ± 1.2

Pelaksanaan Suplementasi Multivitamin dan Mineral (MVM) Kepatuhan Suplementasi

Sirup suplemen dikonsumsi setiap hari oleh kelompok placebo dan kelompok MVM. Setiap sampel pada masing-masing kelompok perlakuan

diharuskan untuk meminum sirup suplemen sebanyak ±15 mL setiap pagi hari ( setelah makan pagi). Untuk dapat meningkatkan kepatuhan dalam mengonsumsi suplemen dilakukan pengawasan oleh peneliti setiap minggu di asrama TPB, yaitu melalui pencatatan laporan (self reported) dan menggunakan SMS untuk mengingatkan. Seluruh kelompok perlakuan mengisi formulir monitoring konsumsi suplemen setiap hari. Setelah 30 hari, formulir monitoring tersebut dikumpulkan dan diberikan kembali formulir yang baru. Kejujuran dalam pengisian formulir monitoring konsumsi dipastikan dengan cara menanyakan kepada sampel secara langsung. Sebaran sampel berdasarkan sisa suplemen selama intervensi dapat dilihat pada Tabel 18.

Tabel 18 Sebaran sampel berdasarkan sisa suplemen (mL) selama intervensi

Suplementasi Kelompok p

MVM (mL) Plasebo (mL)

Rata-rata asupan 493 ± 114 537 ± 78 0.463

Tingkat Asupan (%) 58.6 63.9 0.469

Rata-rata asupan suplemen pada kelompok MVM sebanyak 493 mL dan pada kelompok plasebo sebanyak 537 mL. Jumlah tersebut tidak sesuai dengan jumlah asupan suplemen yang seharusnya dikonsumsi, yaitu sebanyak 840 mL. Tingkat asupan hanya mencapai 58.6% pada kelompok MVM dan 63.9% pada kelompok plasebo. Hal ini dapat disebabkan oleh adanya perbedaan dalam menakarkan suplemen sebesar 15 mL/hari. Oleh karena itu, kesulitan dalam menakarkan suplemen ini menyebabkan konsumsi suplemen tidak merata atau tidak sesuai dengan yang dianjurkan. Sebaran sampel berdasarkan tingkat kepatuhan minum (self reported) dapat dilihat pada Tabel 19.

Tabel 19 Sebaran sampel berdasarkan tingkat kepatuhan minum (self reported)

Kepatuhan Kelompok Total MVM Plasebo n n n < 90% 4 (28.5%) 0 (0%) 4 (14.8%) > 90% 10 (71.5%) 13 (100%) 23 (85.2%) Total 14 (100%) 13 (100) 27 (100%) Rata-rata (%) 97 ± 3 94 ± 5 95 ± 4

Tingkat kepatuhan berdasarkan hasil self reported menunjukkan perbedaan jika dibandingkan dengan tingkat kepatuhan berdasarkan jumlah suplemen yang tersisa. Berdasarkan self reported, sebagian besar (90%) sampel pada kelompok plasebo maupun MVM mengonsumsi suplemen dengan baik. Hal ini memperkuat dugaan adanya perbedaan dalam menakarkan suplemen. Peneliti telah beberapa kali mencontohkan takaran yang sesuai dengan anjuran, namun perbedaan takaran dalam mengonsumsi suplemen dapat menyebabkan

hal ini terjadi. Perbedaan tingkat kepatuhan berdasarkan sisa suplemen dan self reported menyebabkan perbedaan perhitungan jumlah asupan. Hasil yang lebih akurat dapat diperoleh dengan menggunakan perhitungan sisa suplemen yang dikonsumsi, karena sisa suplemen mencerminkan takaran yang digunakan selama intervensi.

Manfaat Setelah Mengonsumsi Suplemen

Manfaat setelah mengonsumsi suplemen ditanyakan secara langsung setiap minggu secara subjektif, namun pada akhir intervensi manfaat dan keluhan ditanyakan kembali. Manfaat yang paling banyak dirasakan oleh sampel yaitu lebih bugar, nafsu makan meningkat dan jarang sakit. Pada kelompok plasebo sebagian besar mengalami hal yang sama dengan kelompok MVM. Hal ini diduga adanya plasebo effect selama intervensi. Sebaran sampel berdasarkan manfaat mengonsumsi suplemen selama intervensi dapat dilihat pada Tabel 20.

Tabel 20 Sebaran sampel menurut manfaat minum suplemen pada kelompok perlakuan Manfaat Kelompok Total MVM Plasebo n n n Nafsu makan 11 (78.6%) 9 (69.2%) 20 (74.1%) Lebih bugar 11 (78.6%) 10 (76.9%) 21 (77.8%) Jarang sakit 12 (85.7%) 8 (61.5%) 20 (74.1%)

Secara umum persentase sampel yang merasakan manfaat setelah mengonsumsi suplemen pada kelompok MVM lebih besar dibandingkan dengan kelompok plasebo. Manfaat yang paling banyak dirasakan oleh sampel, baik pada kelompok MVM maupun plasebo, adalah merasa lebih bugar (77.8%). Namun, pada kelompok MVM, manfaat yang paling banyak dirasakan adalah menjadi jarang sakit (85.7%), sedangkan pada kelompok plasebo, manfaat yang paling banyak dirasakan adalah lebih bugar (76.9%).

Status Gizi dan Persen Lemak Tubuh

Status gizi merupakan keadaan kesehatan tubuh seseorang atau sekelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan (absorbsi) dan penggunaan (utilization) zat gizi makanan Rata-rata berat badan (BB) seluruh sampel sebelum suplementasi yaitu 53 ± 7.1 kg. Pada kelompok MVM rata-rata berat badan sebesar 53.8 ± 7.9 kg dan pada kelompok plasebo rata-rata berat badan sebesar 50.2 ± 6.2 kg. Selang berat badan pada kedua kelompok intervensi ini adalah 42.1 - 63.2 kg. Standar berat badan normal bagi remaja wanita adalah 50 kg (WNPG 2004). Sebesar 64.3% sampel pada kelompok MVM

dan 38.5% sampel pada kelompok plasebo memiliki berat badan normal. Uji

independent samples t-test menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata antar kelompok perlakuan (p>0.05).

Setelah intervensi terdapat penurunan berat badan sebesar 0.5 ± 0.4 kg pada kedua kelompok perlakuan, rata-rata berat badan kedua kelompok menjadi 51.8 ± 7.0 kg. Persentase sampel yang mempunyai berat badan dibawah 50 kg tidak berubah setelah intervensi, yaitu pada kelompok MVM sebanyak 64.3% dan pada kelompok plasebo sebanyak 38.5%. Berdasarkan uji independent samples t-test tidak terdapat perbedaan berat badan yang nyata antar kedua kelompok intervensi setelah suplementasi (p>0.05). Uji paired samples t-test menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata pada kelompok MVM dan kelompok plasebo setelah suplementasi (p>0.05).

Tinggi badan sampel dalam penelitian ini berada pada selang 148 - 160 cm. Pada kelompok MVM nilai rata-rata tinggi badan sebelum intervensi yaitu 154.3 ± 5.8 cm dan kelompok plasebo yaitu 156.8 ± 3.3 cm. Pengukuran tinggi badan hanya dilakukan sekali karena mempertimbangkan masa pertumbuhan yang sudah mencapai tinggi maksimum. Persentase sampel yang memiliki tinggi badan normal 154 cm (WNPG 2004) cukup besar, yaitu sebesar 64.3% pada kelompok MVM dan 76.9 % pada kelompok plasebo.

Penilaian status gizi antropometri sampel menggunaan indeks massa tubuh (IMT). Pada kelompok MVM rata-rata nilai IMT sebelum intervensi sebesar 22.7 ± 2.8 kg/m2 dan pada kelompok plasebo sebesar 20.4 ± 2.0 kg/m2. Selang IMT keseluruhan kelompok adalah 17.8-27.5 kg/m2. Setelah intervensi, perubahan IMT antar kelompok perlakuan tidak berbeda jauh. Pada kelompok MVM, rata-rata nilai IMT setelah intervensi sebesar 22.5 ± 2.8 kg/m2 dan kelompok plasebo sebesar 20.0 ± 1.7 kg/m2. Selang IMT secara keseluruhan setelah suplementasi yaitu 17.5 - 28.3 kg/m2. Berdasarkan uji paired samples t-test menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nilai IMT yang nyata pada sebelum dan sesudah suplementasi pada kelompok MVM (p<0.05), sedangkan pada kelompok plasebo tidak terdapat perbedaan yang nyata (p>0.05). Hal ini diduga karena effect dari mengonsumsi suplemen multivitamin mineral mengalami peningkatan nafsu makan sehingga nilai IMT mengalami perubahan walaupun kedua kelompok mengalami penurunan nilai IMT. Berdasarkan uji independent

pada selisih nilai IMT penurunannya tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (p>0.05).

Rata-rata persen lemak tubuh sebelum intervensi pada kelompok MVM sebesar 26.2 ± 4.6% dan kelompok plasebo 29.3 ± 5.4% dengan selang antar masing-masing kelompok 16.6-38.8%. Berdasarkan uji statistik independent samples t-test, tidak terdapat perbedaan yang nyata antar kelompok perlakuan sebelum intervensi (p>0.05). Setelah intervensi rata-rata persen lemak tubuh pada kelompok MVM sebesar 25.5 ± 4.0% dan pada kelompok plasebo sebesar 29.2 ± 5.0% dengan selang 15.8 - 39.3%. Berdasarkan uji independent samples t-test, terdapat perbedaan yang nyata antar masing-masing kelompok perlakuan setelah intervensi (p<0.05). Berdasarkan uji paired samples t-test, pada kelompok MVM terdapat perbedaan persen lemak tubuh yang nyata (p<0.05), namun pada kelompok plasebo tidak terdapat perbedaan persen lemak tubuh yang nyata (p>0.05).

Setelah intervensi, dengan uji independent pada selisih nilai persen lemak tubuh penurunannya tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (p>0.05). Pertambahan berat badan biasanya sejalan dengan peningkatan lemak tubuh, pertambahan lemak ini justru dapat menghambat pergerakan dalam melakukan tes kebugaran fisik. Dapat dipastikan pertambahan lemak dalam tubuh ini dapat menurunkan tingkat kebugaran fisik. Rata-rata tinggi badan, berat badan, persen lemak tubuh dan indeks masa tubuh sampel menurut kelompok sebelum dan sesudah intervensi disajikan pada Tabel 21.

Tabel 21 Rata-rata tinggi, berat badan, indeks masa tubuh dan persen lemak tubuh sampel menurut kelompok sebelum dan sesudah intervensi

Antropometri Kelompok MVM Plasebo Sebelum p BB (kg) 54.2 ± 8.1 a 50.2 ± 6.2 a 0.163 TB (cm) 154.3 ± 5.8 a 156.8 ± 3.3 a 0.210 IMT (kg/m2) 22.7 ± 2.8 a 20.4 ± 2.0 a 0.021

Persen Lemak tubuh 29.3 ± 5.4 a 26.2 ± 4.6 a 0.127

Sesudah

BB (kg) 53.7 ± 5.7 a 49.2 ± 5.3 a 0.066

TB (cm) 154.3 ± 5.8 a 156 ± 3.3 a 0.210

IMT (kg/m2) 22.5 ± 2.8 b 20.0 ± 1.7 a 0.005

Persen Lemak tubuh 29.2 ± 5.0 b 25.5 ± 4.0 a 0.044

Selisih

BB (kg) -0.03 ± 1.2 -0.9 ± 2.1 0.616

IMT (kg/m2) -0.004 ± 0.5 -0.37 ± 0.8 0.163

Persen Lemak Tubuh -0.03 ± 1.6 -0.73 ± 1.6 0.269

Keterangan:

a,b

Pada kelompok yang sama, huruf yang sama tidak terdapat perbedaan yang nyata (p>0.05) sebelum dan sesudah suplementasi (Uji beda paired samples t-test)

Hasil penelitian oleh Thong et al. (2012) menyebutkan bahwa terdapat hubungan yang positif (r=0.33; p<0.001) pada nilai IMT dan persen lemak tubuh.

Persen lemak tubuh berhubungan negatif dengan nilai VO2max (r=-0.176; p=0.002) dan kekuatan otot meliputi (handgrip; r= -0.648, p<0.01 ) dan (kekuatan kaki; r=-0.502, p<0.001), kemudian nilai IMT berhubungan negatif dengan juga dengan VO2 maksimum dan kekuatan otot namun dengan uji statistik tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Penelitian yang dilakukan oleh Freedman

et al. (2005) juga memperlihatkan bahwa adanya kaitan nilai IMT dan persen lemak tubuh. Hasil penelitian tersebut menunjukkan rata-rata bahwa anak perempuan cenderung memiliki massa lemak yang lebih tinggi, sementara anak laki-laki memiliki massa tubuh bebas lemak yang lebih tinggi. Kekuatan otot pada laki-laki berkorelasi positif dengan nilai massa tubuh bebas lemak yang lebih tinggi.

Asupan dan Tingkat Kecukupan Zat Gizi

Asupan dan tingkat kecukupan zat gizi makro meliputi energi dan protein. Energi merupakan salah satu komponen penting dalam menentukan keberhasilan latihan dan aktivitas fisik, energi yang cukup baik dapat membantu dalam mempertahankan kekuatan, daya tahan dan massa otot (Dorfman 2005). Rata-rata asupan dan tingkat kecukupan zat gizi diperoleh dari hasil konversi data konsumsi pangan selama 2 kali/minggu (hari kuliah dan hari libur).

Asupan dan Tingkat Kecukupan Energi dan Protein

Rata-rata asupan energi pada kelompok MVM sebesar 1535 ± 216.1 kkal dan pada kelompok plasebo 1610 ± 202 kkal dengan selang 1164 - 1968 kkal. Rata-rata asupan energi kelompok plasebo lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok MVM, namun perbedaanya tidak terlalu besar. Asupan energi terendah pada kelompok MVM sebesar 1164 kkal dan asupan tertinggi sebesar 1968 kkal sedangkan pada kelompok plasebo asupan energi yang terendah yaitu sebesar 1299 kkal dan asupan tertinggi sebesar 1922 kkal. Hasil uji independent samples t-test menunjukkan tidak adanya perbedaan yang nyata antar kelompok perlakuan (p>0.05). Rata-rata asupan energi dan protein menurut kelompok selama suplementasi dapat dilihat pada Tabel 22.

Tabel 22 Rata-rata asupan energi dan protein menurut kelompok selama suplementasi

Zat Gizi Kelompok p

MVM Plasebo

Energi (kkal) 1535 ± 199 1610 ± 197 0.339

Protein (gram) 47.5 ± 6.2 48.6 ± 5.3 0.632

Kelompok MVM memiliki rata-rata tingkat kecukupan energi sebesar 71% dan kelompok plasebo sebesar 75%. Sebagian besar sampel pada

masing-masing kelompok intervensi mengalami defisit energi, pada kelompok MVM sebanyak 46.2% sampel termasuk dalam kriteria defisit energi sedang dan pada kelompok plasebo sebanyak 57.1% mengalami defisit energi berat. Berdasarkan uji independent samples t-test, tidak terdapat perbedaan yang nyata antara tingkat kecukupan energi masing-masing kelompok intervensi (p>0.05). Rata-rata tingkat kecukupan energi dan protein dari asupan makanan dapat dilihat pada Tabel 23.

Tabel 23 Rata-rata tingkat kecukupan energi dan protein dari asupan makanan

Zat Gizi Kelompok p

MVM (%) Plasebo (%)

Energi (kkal) 71.2 ± 11.6 75.4 ± 12.2 0.372

Protein (gram) 92.7 ± 16.3 101.6 ± 11.9 0.123

Banyaknya sampel yang memiliki tingkat kecukupan energi defisit diduga karena masih mempertimbangkan body image dan kurangnya nafsu makan. Sebesar 15.4% sampel pada kelompok MVM dan 7.1% sampel pada kelompok plasebo memiliki tingkat kecukupan energi yang cukup. Tingkat kecukupan energi pada sebagian besar sampel kelompok MVM cenderung lebih baik dibandingkan dengan kelompok plasebo. Tingkat konsumsi yang rendah pada kelompok plasebo dapat menyebabkan menurunya kondisi kesehatan dan menurunnya kebugaran tubuh. Persentase sampel berdasarkan tingkat kecukupan energi dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5 Persentase sampel berdasarkan tingkat kecukupan energi Hasil studi yang dilakukan oleh Briawan (2008) menunjukkan bahwa sekitar 80% mahasiswi TPB IPB mengalami defisit berat energi. Hasil studi Dwiriani (2012) juga melaporkan hal yang sama, yaitu lebih dari 60% sampel penelitiannya yang merupakan remaja putri mengalami defisit energi tingkat berat. Penelitian lain dilakukan oleh Arabaci (2012) di Turkey yang menggunakan sampel mahasiswa pria dan wanita. Peningkatan tingkat aktivitas fisik harus diimbangi dengan asupan energi yang cukup dan merekomendasikan

0 10 20 30 40 50 60 Defisit berat Defisit sedang Defisit ringan Normal Lebih 23 54 8 15 0 57 29 7 7 0 P er sen ta se sam pe l MVM Plasebo

mahasiswa baik pria maupun wanita untuk melakukan aktivitas fisik secara rutin sehingga meningkatkan kesehatan dan meningkatkan kualitas hidup.

Konsumsi zat gizi makro selanjutnya yang diamati dalam penelitian ini yaitu protein. Tingkat kecukupan protein dikatakan cukup apabila konsumsi protein mencapai 90% dari angka kecukupan protein yang dianjurkan. Asupan rata-rata protein pada kelompok MVM sebesar 47.8 gram dan kelompok plasebo sebesar 48 gram. Jika dibandingkan dengan rata-rata tingkat kecukupan protein masing-masing kelompok intervensi, diperoleh rata-rata tingkat kecukupan protein pada kelompok MVM sebesar 92% dan pada kelompok plasebo sebesar 101%. Persentase sampel berdasarkan tingkat kecukupan protein dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6 Persentase sampel berdasarkan tingkat kecukupan protein Berdasarkan Gambar 6, sebagian besar tingkat kecukupan protein sampel termasuk dalam kategori normal baik kelompok MVM maupun kelompok plasebo.

Dokumen terkait