• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh suplementasi multivitamin mineral terhadap status gizi, kadar hemoglobin dan tingkat kebugaran fisik mahasiswi TPB IPB

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh suplementasi multivitamin mineral terhadap status gizi, kadar hemoglobin dan tingkat kebugaran fisik mahasiswi TPB IPB"

Copied!
91
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH SUPLEMENTASI MULTIVITAMIN MINERAL

TERHADAP STATUS GIZI, KADAR HEMOGLOBIN DAN

TINGKAT KEBUGARAN FISIK MAHASISWI TPB IPB

NAZHIF GIFARI

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh suplementasi multivitamin mineral terhadap status gizi, kadar hemoglobin dan tingkat kebugaran fisik mahasiswi TPB IPB adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2013

Nazhif Gifari

(3)

ABSTRACT

NAZHIF GIFARI. The effect of multivitamin mineral supplementation on the nutritional status, hemoglobin concentration and physical fitness of Bogor Agricultural University First Common Year female students. Supervised by

RIMBAWAN and MIRA DEWI.

The aims of the study are to examine the influence of multivitamin mineral supplementation on the nutritional status, hemoglobin concentration and physical activity of Bogor Agricultural University First Common Year female students. The previous research showed that Bogor Agricultural University First Common Year female students have a high prevalence of anemia (Briawan 2008). The design of the research was a double blind-quasi experimental. Subjects consisted 27 people who were sistematically allocated into two groups. The first group consisted of 14 people (28.5% anemia), received multivitamin mineral (MVM) and the second group consisted of 13 peopole (38.4% anemia), received placebo (control group). The supplements contained of vitamin B1, B2, B3, B6, B12, vitamin

C, Ca, Mn, Fe and Zn which were distributed and consumed everyday during 8 weeks. The data used were primary data in the form of characteristic samples, anthropometry (weight, height and percent body fat), food consumption, level of fitness results of speed (running at 60 meter), endurance and muscle strength (sit-up, push-up and vertical jump), agility (shuttle run 4x10 meter) and VO2max

values (bleep test). The results of statistical test (paired samples t-test) showed that there were significant difference of speed (sample at 60 meter of running) (MVM: p>0,060; placebo: p<0,029), push-up (MVM: p<0,008; placebo: p<0,029), sit-up (MVM: p<0,000; placebo: p<0,020) and bleep test (MVM: p<0,011; placebo: p<0,000), but there were no significant difference (p>0,05) in vertical jump and shuttle run testin both MVM and placebo groups.

(4)

RINGKASAN

NAZHIF GIFARI. Pengaruh suplementasi multivitamin mineral terhadap status gizi, kadar hemoglobin dan tingkat kebugaran fisik mahasiswi TPB IPB. Dibimbing oleh RIMBAWAN dan MIRA DEWI.

Salah satu masalah gizi yang masih menjadi masalah kesehatan dunia adalah anemia. Prevalensi anemia di dunia cukup tinggi, terutama di negara yang sedang berkembang seperti Indonesia. Menurut WHO (2008), prevalensi kejadian anemia di dunia antara tahun 1993 sampai 2005 sebanyak 24.8% dari total penduduk dunia. Kondisi anemia juga dapat memengaruhi tingkat kebugaran fisik. Penelitian ini secara umum untuk mengetahui pengaruh suplementasi multivitamin mineral terhadap status gizi, kadar hemoglobin dan tingkat kebugaran fisik mahasiswi TPB IPB. Tujuan khususnya adalah: 1). Mengidentifikasi karakteristik sosial ekonomi mahasiswi TPB IPB, 2). Menganalisis status gizi mahasiswi TPB IPB, 3). Menganalisis rata-rata asupan dan tingkat kecukupan energi, protein, vitamin dan mineral (vitamin A, B1, B2, B6, vitamin C, kalsium, besi dan seng) pada mahasiswi TPB IPB, 4). Menganalisis pengaruh pemberian suplemen multivitamin mineral terhadap rata-rata kadar hemoglobin pada mahasiswi TPB IPB, 5). Menganalisis pengaruh pemberian suplemen multivitamin mineral terhadap tingkat kebugaran fisik pada mahasiswi TPB IPB.

Desain penelitian ini adalah double blind-quasi experimental paralel dengan 2 kelompok perlakuan. Kelompok pertama mendapat suplemen multivitamin mineral sedangkan kelompok kedua mendapatkan plasebo. Penelitian ini dilakukan di lingkungan asrama Tingkat Persiapan Bersama (TPB) IPB selama 6 bulan, mulai bulan April-September 2012. Analisis kadar hemoglobin dilaksanakan di laboratorium klinik ProdiaKota Bogor.

Sampel dalam penelitian ini merupakan sebagian sampel dari penelitian payung yang memiliki tujuan mengetahui pengaruh suplementasi multivitamin mineral terhadap status besi, status oksidatif dan kebugaran tubuh pada mahasiswi TPB IPB. Sampel yang digunakan memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi, serta bersedia mengikuti tahapan penelitian (menandatangani informed consent). Pengelompokkan sampel dilakukan secara sistematis dengan mempertimbangkan rata-rata nilai kadar hemoglobin awal dari setiap kelompok. Pada masing-masing kelompok terdapat 14 orang MVM dan 13 orang plasebo, secara keseluruhan total sampel yang digunakan sebanyak 27 orang. Setiap sampel penelitian diinstruksikan untuk mengonsumsi sirup sebanyak 15 mL/hari sesuai takaran sajinya setiap pagi sebelum makan selama 8 minggu.

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini merupakan data primer. Data primer meliputi, karakteristik sampel, status gizi, kadar hemoglobin dan tingkat kebugaran tubuh. Data yang diperoleh kemudian diolah secara statistik. Pengaruh suplemen diuji dengan menggunakan Uji beda independent samples t-test dan Uji paired samples t-test.

Kelompok MVM memiliki rata-rata usia 18.8 ± 0.5 tahun dan kelompok plasebo memiliki rata-rata usia 18.7 ± 0.5 tahun. Sebagian besar sampel mendapatkan biaya pemasukan per bulan antara Rp 500 000 - Rp 1 000 000 dengan rata-rata biaya hidup sampel per bulan sebesar Rp 737 500. Sebesar 60% dari total pengeluaran sampel dialokasikan untuk pangan. Rata-rata biaya pangan perhari sampel sebesar Rp 15 400. Uji independent samples t-test

(5)

aktivitas ringan. Jenis kegiatan yang paling banyak dilakukan oleh kelompok MVM dan plasebo termasuk jenis kegiatan ringan pada kelompok MVM (11.1 ± 1.42 jam) dan kelompok plasebo (11.1 ± 2.6 jam).

Penilaian status gizi antropometri sampel menggunaan indeks masa tubuh (IMT) dan persen lemak tubuh. Rata-rata IMT sebelum intervensi pada kelompok MVM 22.7 ± 2.8 kg/m2 dan kelompok plasebo 20.4 ± 2.0 kg/m2. Setelah intervensi, rata-rata IMT pada kelompok MVM sebesar 22.7 ± 2.8 kg/m2 dan pada kelompok plasebo sebesar 20.0 ± 1.7 kg/m2. Rata-rata persen lemak tubuh sebelum intervensi pada kelompok kelompok MVM sebesar 26.2 ± 4.6% dan kelompok plasebo sebesar 29.3 ± 5.4%. Setelah intervensi rata-rata persen lemak tubuh pada kelompok MVM sebesar 25.5 ± 4.0% dan pada kelompok plasebo sebesar 29.2 ± 5.0%. Berdasarkan uji independent samples t-test pada selisih IMT dan persen lemak tubuh tidak terdapat perbedaan yang nyata antara masing-masing kelompok perlakuan (p>0.05), kemudian berdasarkan uji paired samples t-test pada kelompok MVM terdapat perbedaan yang nyata (p<0.05), namun pada kelompok plasebo tidak terdapat perbedaan yang nyata (p>0.05).

Rata-rata asupan dan tingkat kecukupan zat gizi diperoleh dari hasil konversi data konsumsi pangan selama 2 kali/minggu (hari kuliah dan hari libur). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa asupan energi, protein, vitamin A, B1, B6, kalsium, seng dan besi sampel pada kelompok plasebo cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok MVM. Berdasarkan uji independent samples t-test perbedaan tersebut tidak terdapatperbedaan yang nyata (p>0.05). Rata-rata tingkat kecukupan zat gizi mikro (tanpa suplemen) sampel masih rendah dan termasuk kategori defisit (<77% AKG). Hanya rata-rata asupan protein dan vitamin A sampel yang mencukupi kebutuhan (protein >90% dan vitamin A >77%).

Rata-rata kadar hemoglobin sebelum intervensi pada kelompok MVM 11.93 ± 1.16 g/l dan pada kelompok plasebo 11.60 ± 1.38 g/l. Setelah intervensi, kadar hemoglobin pada kelompok MVM menjadi 12.04 ± 0.98 g/l dan pada kelompok plasebo menjadi 11.79 ± 1.62 g/l. Peningkatan kadar hemoglobin selama intervensi terjadi pada kedua kelompok perlakuan, pada kelompok MVM terdapat peningkatan kadar Hb sebesar 0.07 g/l dan kelompok plasebo meningkat sebesar 0.2 g/l. Berdasarkan uji independent samples t-test antara kedua kelompok tidak terdapat perbedaan yang nyata (p>0.05). Uji paired samples t-test menunjukkan antara kelompok MVM dan plasebo tidak terdapat perbedaan yang nyata (p>0.05).

Berdasarkan uji paired samples t-test menunjukkan terdapat perbedaan nyata (p>0.05) sebelum dan sesudah intervensi pada lari cepat 60 meter (MVM: p>0.060; plasebo: p<0.029), push-up (MVM: p<0.008; plasebo:p<0.009), sit-up (MVM:p<0.000; plasebo: p<0.020) dan bleep test (MVM: p<0.011; plasebo: p<0.000), tetapi tidak terdapat perbedaan yang nyata (p>0.05) pada vertical jump

dan shuttle run pada kelompok MVM maupun plasebo. Hal ini dikarenakan kedua tes (vertical jump dan shuttle run) ini merupakan olahraga yang dominan menggunakan kapasitas anaerobik, namun pada tes yang dominan yang menggunakan kapasitas aerobik cenderung terlihat perubahan yang berbeda (p<0.05).

(6)

PENGARUH SUPLEMENTASI MULTIVITAMIN MINERAL

TERHADAP STATUS GIZI, KADAR HEMOGLOBIN DAN

TINGKAT KEBUGARAN FISIK MAHASISWI TPB IPB

NAZHIF GIFARI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi

dari Program Studi Ilmu Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(7)

Judul :

Nama : Nazhif Gifari NIM : I14080118

Disetujui oleh:

Diketahui oleh

Dr.Ir. Budi Setiawan, MS. Ketua Departemen

Tanggal Lulus :

Drs. Rimbawan, Ph.D Pembimbing I

dr. Mira Dewi, S.Ked, M.Si Pembimbing II

(8)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu wata’ala atas segala nikmat dan karunia yang senantiasa dilimpahkan-Nya sehingga penulis

dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Pengaruh Suplementasi

Multivitamin Mineral terhadap Status Gizi, Kadar Hemoglobin dan Tingkat Kebugaran Fisik pada Mahasiswi TPB IPB”. Banyak pihak yang sudah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Rimbawan selaku dosen Pembimbing Skripsi dan Pembimbing Akademik yang dengan penuh kesabaran telah meluangkan waktu dan pikiran, memberikan masukan, arahan, kritik, motivasi, nasihat serta semangat dan dorongan untuk penyelesaian skripsi ini.

2. dr. Mira Dewi, S.Ked, M.Si selaku dosen Pembimbing Skripsi yang turut memberikan masukan selama kuliah dan dalam penyusunan skripsi ini.

3. Kedua orang tua (Ibu dan Bapak) serta keluargaku yang senantiasa memberikan dukungan baik moril maupun materil untuk dapat menyelesaikan skripsi ini.

4. Terima kasih kepada pihak Direktorat Kemahasiswaan IPB yang telah memberikan dukungan materi dalam penelitian ini dan juga pihak Badan Pengelola Asrama TPB IPB yang telah memberikan izin dalam pelaksanaan penelitian ini sehingga dapat terlaksananya peneltian ini.

5. Terima kasih kepada dr. Naufal dan dr. Karina, M.Sc dalam proses screening

sampel awal dalam penelitian ini.

6. Teman satu perjuangan dalam penelitian ini yaitu Angga Hardiansyah, Gian Nubekti dan Miftachul Jannah atas kerjasamanya, motivasinya dan semangat kebersamaan dalam menyelesaikan penelitian ini.

7. Mahasiswi-mahasiswi Tingkat Persiapan Bersama (TPB) IPB 48 (Nerissa, Ima, Bunga, Ayu Listiana, dll) yang bersedia mengikuti rangkaian penelitian dari awal hingga akhir.

8. Teman-teman yang telah bersedia membantu pelaksanaan penelitian ini (Pak Mury, Umbara, Rahman, Tagor, Soleman, Ayu Sekar, Dini, Dheani) atas dorongan semangat dan kerjasamanya.

(9)

motivasi, saran, pengalaman, pelajaran dan kebersamaan yang akan selalu menjadi kenangan terindah.

10. Adik-adikku yang penuh semangat (Dinda, Widia, Ramadhani) atas dukungannya dan teman-teman Gizi Masyarakat 45, adik kelas GM 46, GM 47, kakak kelas GM 44 dan teman-teman yang selama ini telah mendukung penulis yang tidak bisa disebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak lepas dari kesalahan dan kekurangan, maka dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan dan menerima kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Bogor, Februari 2013

(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara pasangan Bapak Adrianus dan Yufiarti. Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 27 November 1990. Pendidikan penulis dimulai SD. Muhammadiyah 24 Jakarta pada Tahun 2002, dilanjutkan di SMP IT Darul Hikmah Bekasi sampai Tahun 2005, pada tahun 2005-2008 penulis melanjutkan pendidikan di SMAI. PB. Soedirman Bekasi 1.

Pada tahun 2008, penulis diterima sebagai sebagai mahasiswa Gizi Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia melalui jalur SNMPTN. Selama menjadi mahasiswa di Departemen Gizi Masyarakat, penulis aktif di organisasi Badan Eksekutif Mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama (BEM TPB) periode 2008/2009, Himpunan Mahasiswa Ilmu Gizi sebagai Anggota Divisi Peduli Pangan dan Gizi HIMAGIZI periode 2009/2010. Penulis juga aktif dalam berbagai kepanitiaan yang diselenggarakan BEM TPB, HIMAGIZI dan BEM FEMA.

Penulis pernah mengikuti Kuliah Kerja Profesi di Kelurahan Banyuresmi, Garut pada tahun 2011. Selain itu, penulis pernah mengikuti Internship Dietetic di RSUD Ciawi Bogor. Penulis juga mendapatkan dana hibah dalam Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) dalam bidang penelitian pada Tahun 2011. Penulis juga tercatat menjadi asisten praktikum mata kuliah Gizi Olahraga pada Tahun 2012. Penulis melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh suplementasi multivitamin mineral terhadap status gizi, kadar hemoglobin dan tingkat

kebugaran fisik mahasisiwi TPB IPB” sebagai salah satu syarat untuk

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... ii

DAFTAR GAMBAR ... iii

DAFTAR LAMPIRAN ... iii

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan... 3

Manfaat Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA ... 4

Mahasiswi dan Wanita Usia Subur (WUS) ... 4

Penilaian Status Gizi ... 5

Hemoglobin dan Sel Darah Merah ... 7

Permasalah Anemia pada Wanita ... 8

Suplementasi Multivitamin Mineral ... 10

Sistem Energi pada Aktivitas ... 15

Olahraga dan Aktivitas Fisik ... 16

Kebugaran Fisik atau Kebugaran Jasmani ... 18

METODE PENELITIAN ... 22

Tempat dan Waktu ... 24

Desain Penelitian ... 24

Jumlah dan Teknik Penarikan Sampel ... 24

Pelaksanaan Suplementasi ... 26

Skema Operasional Penelitian ... 27

Jenis dan Cara Pengumpulan Data ... 27

Pengolahan dan Analisis Data ... 28

KERANGKA PEMIKIRAN ... 22

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 33

Karakteristik Sampel ... 33

Pelaksanaan Suplementasi Multivitamin dan Mineral (MVM) ... 37

Status Gizi dan Persen Lemak Tubuh ... 39

Asupan dan Tingkat Kecukupan Zat Gizi ... 42

Perubahan Kadar Hemoglobin ... 50

(12)

KESIMPULAN DAN SARAN ... 58

Kesimpulan ... 58

Saran ... 59

DAFTAR PUSTAKA ... 60

LAMPIRAN ... 66

DAFTAR TABEL

Halaman 1 Angka kecukupan gizi usia remaja dan dewasa perempuan ... 5

2 Klasifikasi status gizi dewasa berdasarkan IMT menurut Depkes (2005) ... 6

3 Nilai hemoglobin untuk menentukan anemia ... 9

4 Tingkat relatif penggunaan energi pada otot untuk berbagai jenis latihan ... 16

5 Kumpulan tes kebugaran jasmani pilihan... 20

6 Komposisi suplemen multivitamin dan mineral ... 24

7 Jenis dan cara pengumpulan data penelitian ... 28

8 Klasifikasi tingkat kecukupan energi dan zat gizi ... 29

9 Kategori aktivitas berdasarkan nilai PAR ... 30

10 Kategori tingkat aktivitas fisik berdasarkan nilai PAL ... 30

11 Karakteristik sosial-ekonomi sampel menurut kelompok perlakuan ... 33

12 Sebaran sampel berdasarkan usia ... 34

13 Sebaran uang saku berdasarkan kelompok perlakuan ... 35

14 Karakteristik sampel menurut jenis pengeluaran dan kelompok perlakuan ... 35

15 Sebaran sampel berdasarkan jenis dan durasi berbagai aktivitas fisik yang dilakukan sampel ... 36

16 Sebaran sampel berdasarkan kebiasaan olahraga ... 37

17 Sebaran sampel berdasarkan frekuensi olahraga ... 37

18 Sebaran sampel berdasarkan sisa suplemen (mL) selama intervensi ... 38

19 Sebaran sampel berdasarkan tingkat kepatuhan minum (self reported) ... 38

20 Sebaran sampel menurut manfaat minum suplemen pada kelompok perlakuan ... 39

21 Rata-rata tinggi, berat badan, indeks masa tubuh dan persen lemak tubuh sampel menurut kelompok sebelum dan sesudah intervensi ... 41

22 Rata-rata asupan energi dan protein menurut kelompok selama suplementasi ... 42

(13)

24 Rata-rata asupan vitamin dari makanan menurut kelompok selama

suplementasi ... 45

25 Rata-rata asupan vitamin dari makanan dan suplemen masing-masing kelompok perlakuan ... 45

26 Rata-rata tingkat kecukupan vitamin dari asupan makanan ... 46

27 Rata-rata tingkat kecukupan vitamin dari makanan dan suplemen ... 47

28 Rata-rata asupan mineral dari makanan menurut kelompok selama suplementasi ... 47

29 Rata-rata asupan mineral dari makanan dan suplemen masing-masing kelompok perlakuan ... 48

30 Rata-rata tingkat kecukupan mineral dari asupan makanan ... 49

31 Rata-rata tingkat kecukupan mineral dari makanan dan suplemen ... 49

32 Perubahan rata-rata kadar hemoglobin selama intervensi ... 50

33 Rata-rata nilai waktu tempuh lari 60 meter, push-up, sit-up, vertical jump, waktu tempuh shuttle run 4x10 meter dan VO2 maks menurut kelompok perlakuan... 53

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1 Metabolisme vitamin C (Berdanier 2000) ... 12

2 Kerangka operasional penelitian ... 23

3 Skema operasional penelitian ... 27

4 Tes kebugaran fisik berdasarkan masing-masing komponen kebugaran ... 31

5 Persentase sampel berdasarkan tingkat kecukupan energi ... 43

6 Persentase sampel berdasarkan tingkat kecukupan protein ... 44

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1 Kuisioner penelitian ... 67

2 Karakteristik sampel ... 72

3 Kepatuhan minum sirup berdasarkan pengukuran sisa suplemen ... 72

4 Profil biokimia darah sampel ... 72

5 Rata-rata asupan energi, protein dan zat gizi lain dari makanan ... 73

6 Rata-rata tingkat kecukupan energi, protein dan zat gizi lain dari makanan ... 73

(14)

8 Rata-rata tingkat kecukupan energi, protein dan zat gizi lain dari makanan dan

suplemen ... 73

9 Profil tingkat kebugaran sampel ... 74

10 Hasil uji statistik... 75

(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Perubahan gaya hidup masyarakat dewasa ini mengakibatkan adanya perubahan pada pola konsumsi masyarakat demikian juga pada remaja. Pola konsumsi yang cenderung tidak sehat seperti konsumsi zat gizi yang masih kurang karena masih mementingkan body image, kurangnya asupan buah dan sayuran yang mengakibatkan kurangnya asupan vitamin dan mineral. Salah satu masalah gizi yang masih menjadi masalah kesehatan dunia adalah anemia. Kadar hemoglobin darah yang rendah dalam tubuh mengindikasikan defisiensi zat besi (Fe) dan juga salah satu indikator terjadinya anemia, yaitu kondisi berkurangnya sel darah merah atau menurunnya jumlah hemoglobin. Prevalensi anemia di dunia cukup tinggi, terutama di negara yang sedang berkembang seperti Indonesia. Menurut WHO (2008), prevalensi kejadian anemia di dunia antara tahun 1993 sampai 2005 sebanyak 24.8% dari total penduduk dunia. Sebagian besar penyebab anemia terjadi karena difisiensi zat besi, meskipun demikian anemia dapat juga terjadi karena rendahnya asupan zat gizi mikro lainnya seperti asam folat, vitamin A, vitamin C dan vitamin B12.

Remaja putri termasuk mahasiswi merupakan salah satu kelompok umur yang rawan terhadap terjadinya anemia, karena mengalami menstruasi sehingga memiliki resiko terhadap terjadinya anemia. Data nasional menunjukkan prevalensi anemia pada remaja sebesar 26.5-30.0% (Depkes 2005). Hasil studi yang dilakukan Briawan (2008) pada mahasiswi (remaja putri) Tingkat Persiapan Bersama IPB (TPB IPB), menunjukkan adanya prevalensi anemia yang cukup tinggi yaitu 25.1%. Hasil studi lain yang dilakukan oleh Indriani (2011) pada wanita usia subur menunjukkan prevalensi anemia sebesar 16.9%.

Anemia memiliki hubungan dengan permasalahan kesehatan yang meliputi kematian ibu, berat badan lahir rendah, buruknya perkembangan mental pada anak dan pada orang dewasa menyebabkan penurunan produktivitas. Menurut Depkes (1998), anemia pada pelajar dapat menurunkan aktivitas belajar, aktivitas fisik, daya tahan tubuh dan produktivitas kerja. Oleh karena itu, penanganan anemia merupakan salah satu program gizi yang sangat penting untuk dilakukan.

(16)

meningkatkan hemoglobin terhadap besi. Hal ini dapat diasumsikan bahwa beberapa zat gizi mikro akan lebih efektif dalam mengurangi anemia daripada zat besi saja.

Suplemen multivitamin dan mineral (MVM) merupakan suplemen yang mengandung kombinasi vitamin serta mineral dan tidak ada bahan-bahan aktif lain. Suplemen multivitamin dan mineral merupakan suplemen yang mengandung vitamin B kompleks, vitamin C, besi, kalsium, mangan dan seng (Skeie et al. 2009). Suplemen multivitamin mineral banyak digunakan untuk perbaikan kadar hemoglobin karena banyaknya mahasiswi (remaja putri) yang defisit zat gizi mikro sehingga pemberian multivitamin mineral merupakan salah satu upaya yang dapat diberikan. Hasil penelitian Indriani (2011) menujukkan bahwa pemberian besi folat dan MVM cenderung meningkatkan kebugaran fisik sebesar 12.5% dan 13.7% dengan menggunakan tes bangku Astrand Rhyming.

Menurut Gleason dan Scrimsaw (2007), anemia gizi besi dapat menurunkan kinerja fisik dan aktivitas fisik. Pengukuran kinerja dengan treadmill

pada pekerja kebun di Guatemala menunjukkan kapasitas fisik berhubungan linier dengan status hemoglobin mereka. Penurunan kapasitas kerja (misalnya utilitas maksimal O2 atau VO2 maksimum) akibat dari anemia gizi besi telah banyak diteliti dan berhubungan dengan tidak adekuatnya transportasi O2 oleh Hb (Hemoglobin) ke jaringan perifer. Anemia merupakan suatu kondisi yang ditandai konsentrasi hemoglobin dalam darah yang lebih rendah dari normal. Oleh karena itu, hemoglobin memegang peranan penting dalam fungsi transport oksigen dalam darah, kemudian anemia dapat mengurangi pengiriman oksigen ke jaringan tubuh, sehingga mengganggu proses metabolik aerobik jaringan. Konsentrasi hemoglobin yang rendah dapat mengurangi angka maksimal pengiriman oksigen ke jaringan, sehingga akan mengurangi VO2 maksimum dan menurunkan aktivitas fisik.

(17)

maksimum maka semakin tinggi pula tingkat ketahanan dan adaptasi seseorang terhadap suatu aktivitas fisik (Hoeger dan Hoeger 2005).

Pemberian suplementasi multivitamin mineral ini diharapkan mampu memperbaiki konsumsi pangan, status gizi, meningkatkan produktivitas dan meningkatkan kadar hemoglobin mahasiswi dengan status anemia. Mahasiswi yang sehat akan menjadi generasi penerus bangsa yang berkualitas, produktif dan nantinya akan melahirkan generasi selanjutnya yang berkualitas.

Tujuan Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh suplementasi multivitamin mineral terhadap status gizi, kadar hemoglobin dan tingkat kebugaran fisik mahasiswi TPB IPB.

Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi karakteristik sosial ekonomi mahasiswi TPB IPB. 2. Menganalisis status gizi mahasiswi TPB IPB.

3. Menganalisis rata-rata asupan dan tingkat kecukupan energi, protein, vitamin dan mineral (vitamin A, B1, B2, B6, vitamin C, besi, kalsium dan seng) pada mahasiswi TPB IPB.

4. Menganalisis pengaruh pemberian suplemen multivitamin mineral terhadap rata-rata kadar hemoglobin pada mahasiswi TPB IPB.

5. Menganalisis pengaruh pemberian suplemen multivitamin mineral terhadap tingkat kebugaran fisik pada mahasiswi TPB IPB.

Manfaat Penelitian

(18)

TINJAUAN PUSTAKA

Mahasiswi dan Wanita Usia Subur (WUS)

Mahasiswa merupakan bagian dari remaja sering dianggap sebagai orang yang telah mencapai tingkat kedewasaan ketika memasuki dunia Perguruan Tinggi. Pada umunya mahasiswa berada pada masa remaja akhir atau dewasa awal. Dari segi kesehatan, masa remaja merupakan masa yang paling rawan terhadap kesehatan. Kondisi kejiwaan dan gaya hidup merupakan penyebab yang paling umum terjadinya masalah kesehatan. Permasalahan yang paling sering dijumpai adalah kebiasaan makan yang salah (eating disorder), pemakaian dan penyalahgunaan obat-obatan (Ahmadi dan Sholeh 2005).

Mahasiswi merupakan kelompok populasi yang rawan terhadap defisiensi gizi khususnya defisiensi zat besi. Pada saat remaja putri sedang dalam masa pertumbuhan puncak (peak growth) dibutuhkan zat besi yang lebih tinggi yaitu untuk kebutuhan basal tubuh dan pertumbuhan itu sendiri. Kebutuhan zat besi yang tinggi pada saat peak growth akan menetap karena selanjutnya diperlukan untuk menggantikan zat besi yang hilang pada saat menstruasi atau haid (Sediaoetomo 2002). Tingginya kebutuhan zat besi pada remaja putri lebih baik diimbangi dengan ketersediaan zat besi yang cukup dari makanan seimbang dan adekuat, karena bila kebutuhan ini tidak terpenuhi maka kadar hemoglobin akan rendah sehingga dapat terjadi anemia gizi (Dewa 2004).

Pertumbuhan Wanita Usia Subur (WUS) masih dipengaruhi oleh perubahan hormonal, kognitif, serta emosi. Pada masa ini WUS memerlukan makanan dengan zat-zat gizi yang optimal agar pembentukan butir darah merah cukup. Apabila konsumsi makanan tidak mencukupi, kebutuhan gizi yang dibutuhkan tidak dapat terpenuhi sehingga status gizi akan terganggu. Hal ini berpengaruh pula pada penurunan tingkat kebugaran tubuh, terutama jika berprofesi sebagai pekerja berat, dibutuhkan cukup banyak energi yang harus dikeluarkan (Almatsier 2002).

(19)

subur dan wanita hamil. Angka kecukupan gizi usia remaja dan dewasa perempuan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Angka kecukupan gizi usia remaja dan dewasa perempuan

Zat Gizi Perempuan

Sumber: Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi 2004

Penilaian Status Gizi

Status gizi merupakan keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi. Status gizi dibedakan atas status gizi buruk, kurang, normal dan lebih (Almatsier 2004). Menurut Riyadi (2001), status gizi dipengaruhi oleh faktor langsung seperti intake makanan dan status kesehatan. Kedua faktor tersebut saling tergantung satu sama lainnya. Determinan tidak langsung dari status gizi meliputi ketahanan pangan, perawatan ibu dan anak, dan lingkungan kesehatan yang tepat, termasuk akses terhadap pelayanan kesehatan.

(20)

Ditinjau dari sudut pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Antropometri digunakan untuk melihat ketidakseimbangan asupan protein dan energi yang terlihat pada pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot dan jumlah air dalam tubuh.

Selain antropometri, metode penilaian konsumsi pangan merupakan identifikasi tahap awal defisiensi zat gizi. Pada tahap ini terjadi kekurangan satu atau lebih zat gizi dalam intake makanan. Terdapat dua faktor penyebab defisiensi gizi, yaitu faktor primer dan sekunder. Pada defisiensi sekunder, jumlah konsumsi pangan sudah cukup namun karena kondisi tertentu (obat atau keadaan penyakit) menyebabkan adanya gangguan penyerapan, transportasi, utilisasi, atau ekskresi zat-zat gizi (Riyadi 2001).

Pengukuran antropometri merupakan pengukuran terhadap dimensi tubuh dan komposisi tubuh. Pengukuran status gizi dapat dihitung dengan indikator antropometri berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U) serta berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) (Gibson 2005). Pengukuran sederhana untuk menentukan status gizi orang dewasa dapat dilakukan dengan indeks massa tubuh (IMT). IMT merupakan penilaian sederhana yang memperlihatkan hubungan antara berat dan tinggi badan. IMT berkorelasi dengan simpanan lemak tubuh (Morrow et al. 2010). IMT sangat mudah untuk dihitung dengan rumus sebagai berikut:

IMT = berat/tinggi2

Pada perhitungan dengan rumus tersebut, berat badan diukur dalam satuan kilogram (kg) sedangkan tinggi badan diukur dalam satuan meter (m) (Gibson 2005; Morrow et al. 2010). Penentuan standar IMT bagi orang Indonesia dapat mengguankan standar dari Depkes (2005). Standar IMT berdasarkan Depkes tahun 2005 dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Klasifikasi status gizi dewasa berdasarkan IMT menurut Depkes (2005)

No Kategori IMT (kg/m2)

1 Kurus <18.5

2 Normal 18.5-25.0

3 Gemuk >25

Sumber: Depkes (2005)

(21)

lain. Pengukuran persen lemak tubuh dapat diukur dengan menggunakan alat yang disebut Body Fat Monitor. Hasil studi yang dilakukan oleh Flagel et al.

(2012) menyatakan bahwa nilai IMT, waist circumference (WC) dan waist-stature ratio (WSR) merupakan indikator dalam penentuan persen lemak tubuh, akan tetapi ketiga indaktor ini memiliki hubungan yang lebih dekat sesamanya jika dihubungkan dengan persen lemak tubuh.

Hemoglobin dan Sel Darah Merah

Darah terdiri dari dua komponen utama, yaitu plasma dan elemen (sel-sel). Plasma sebagian besar terdiri dari air, dan selebihnya berupa protein yang dan larutan zat gizi lainnya. Tiga komponen penyusun elemen (sel darah) sebagian besar adalah sel darah merah, dan selebihnya adalah sel darah putih dan trombosit. Sel darah merah merupakan bagian dari darah yang tidak memiliki inti sel, mitokondria, atau ribosom. Sel ini tidak dapat melakukan mitosis, fosforilasi oksidatif sel atau pembentukan protein. Sel darah merah mengandung hemoglobin yang mengangkut sebagian besar oksigen yang di ambil dari paru-paru dan diedarkan ke seluruh jaringan tubuh. Hemoglobin menempati sebagian besar ruang intrasel eritrosit (Wardlaw dan Hampl 2007).

(22)

Hemoglobin terdiri dari bahan yang mengandung besi yang disebut hem

dan protein globulin. Terdapat sekitar 300 molekul hemoglobin dalam setiap sel darah merah. Setiap molekul hemoglobin memiliki empat tempat sisi pengikatan untuk oksigen. Selain berfungsi sebagai pengangkut oksigen, hemoglobin ini juga membawa karbondioksida dan hidrogen ke paru-paru tempat zat-zat tersebut dilepaskan dari hemoglobin. Hemoglobin diuraikan di hati dan di limpa. Molekul globulin diuraikan menjadi asm-asam amino yang digunakan kembali oleh tubuh. Besi disimpan di hati dan limpa sampai digunakan kembali. Sisa molekul lainnya diubah menjadi bilirubin, yang kemudian diekskresikan melalui tinja sebagai empedu atau melalui urin (Corwin 2000; Wardlaw dan Hampl 2007).

Permasalah Anemia pada Wanita Anemia dan Kekurangan Zat Besi

Anemia merupakan masalah kesehatan masyarakat global yang dapat berpengaruh besar terhadap kesehatan manusia serta pembangunan sosial dan kemajuan ekonomi. Anemia dapat terjadi pada semua tahap siklus hidup, umumnya penyakit ini sering terjadi pada wanita hamil dan anak-anak. Secara umum, penyebab utama anemia adalah kekurangan atau defisiensi besi sehingga IDA (iron deficiency anemia) dan anemia sering dikategorikan sama, kemudian prevalensi anemia telah sering digunakan sebagai tanda untuk IDA. Biasanya diasumsikan bahwa 50% dari kasus-kasus anemia yang disebabkan oleh kekurangan besi, tetapi proporsi dapat bervariasi di antara kelompok penduduk dan di wilayah yang berbeda menurut kondisi-kondisi. Faktor-faktor risiko utama untuk IDA termasuk asupan rendah besi, rendahnya penyerapan zat besi akibat senyawa phytate atau phenolic, periode dan waktu (pertumbuhan dan kehamilan) (WHO 2008).

(23)

kekurangan oksigen sehingga tidak dapat bekerja secara maksimal (USAID 2004). Nilai hemoglobin untuk menentukan anemia dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Nilai hemoglobin untuk menentukan anemia

Umur dan Jenis Kelamin Nilai Hemoglobin unutk mementukan anemia

Anak umur 6-59 bulan < 11.0

Anak umur 5-11 tahun <11.5

Anak umur 12-14 tahun <12.0

Wanita tidak sedang hamil > 15 tahun <12.0

Laki-laki >15 tahun <13.0

Sumber: WHO/UNICEF/UNU (2001)

Secara klinis anemia didefinisikan sebagai tidakcukupnya massa sel darah merah yang beredar di dalam tubuh. Dalam kesehatan masyarakat anemia didefinisikan sebagai konsentrasi hemoglobin yang rendah, yakni berada di bawah ambang batas menurut umur dan jenis kelamin. Ambang batas hemoglobin untuk wanita dewasa sebesar 120 g/l. Penyebab anemia yang paling banyak ditemui adalah akibat kekurangan zat besi. Penyebab anemia lainnya adalah adanya infeksi yang akut maupun kronis yang menyebabkan peradangan, kekurangan zat gizi mikro lain terutama asam folat, vitamin B12 dan vitamin A, serta sifat-sifat genetis yang diwariskan seperti talasemia (WHO 2007).

(24)

tingkat berat ditandai oleh sel darah merah yang mengecil (mikrositosis) dan nilai hemoglobin rendah (hipokromia) (Almatsier 2002).

Penyebab lain dari permasalahan anemia adalah kehilangan darah yang berat sebagai akibat dari haid, atau parasit infeksi seperti hookworms, ascaris, dan schistosomiasis yang dapat menurunkan konsentrasi hemoglobin (Hb) darah. Infeksi akut dan kronis, termasuk kanker, tuberkulosis, malaria dan HIV juga dapat menurunkan konsentrasi Hb darah. Kekurangan mikronutrient lainnya, termasuk vitamin A dan B12, folat, riboflavin dan tembaga dapat meningkatkan risiko anemia.

Suplementasi Multivitamin Mineral

Suplemen multivitamin dan mineral merupakan suplemen yang mengandung kombinasi vitamin dan mineral, dan tidak mengandung bahan-bahan aktif lain. Suplemen vitamin dan mineral disarankan mengandung minimal 10 vitamin atau mineral dengan dosis yang bervariasi, yaitu dapat berupa vitamin C, vitamin B kompleks, vitamin D, seng, selenium, magnesium, besi dan kalsium (Skeie et al. 2009).

Peran Multivitamin Mineral dalam Kebugaran Fisik

Peranan vitamin mineral adalah sebagai antioksidan yang sangat memengaruhi kualitas hidup manusia. Beberapa vitamin mineral yang mempunyai peran sebagai antioksidan adalah vitamin E, vitamin C, vitamin A, selenium, zat besi dan seng. Zat-zat ini seringkali disebut zat gizi antioksidan (IOM 2000). Penyebab anemia tidak hanya disebabkan karena defisiensi zat besi saja, multivitamin dan mineral juga memiliki peran terhadap absorbsi dan metabolisme besi. Multivitamin dan mineral lain yang memiliki hubungan dengan penyebab anemia adalah asam folat, vitamin B12, vitamin A, riboflavin dan piridoksin (WHO/UNICEF 2004). Multivitamin dan mineral ini berperan dalam proses metabolisme zat besi (penyerapan dan mobilisasi) dan eritropoiesis (MIP 2000). Selain itu, masing-masing zat gizi dan mineral tersebut memiliki pengaruh dalam tubuh, hal ini memungkinkan adanya pengaruh terhadap kebugaran fisik.

Vitamin B1 (Tiamin)

(25)

untuk mencukupi kebutuhan tubuh. Jumlah tiamin yang dianjurkan dalam kebutuhan harus berdasarkan pada jumlah karbohidrat dalam makanan (Setiawan & Rahayuningsih 2004). Kebutuhan tiamin dipengaruhi oleh umur, asupan energi, asupan karbohidrat dan berat badan. Angka kecukupan tiamin

sehari-hari pada wanita yang berumur 19-29 tahun adalah 1 mg per hari menurut WNPG tahun 2004.

Vitamin B2 (Riboflavin)

Di dalam tubuh manusia, riboflavin berfungsi untuk mengikat asam folat dan menjadi bagian dari dua jenis koenzim FMN dan FAD. Kedua jenis koenzim ini berperan dalam sistem transpor elektron dalam mitokondria. Keduanya juga merupakan koenzim dehidrogenase yang mengkatalis langkah pertama dalam oksidasi berbagai tahap metabolisme glukosa dan asam lemak. FMN digunakan untuk mengubah piridoksin (vitamin B6) menjadi koenzim fungsionalnya, sedangkan FAD berperan dalam perubahan triptofan menjadi niasin (Almatsier 2006). Angka kecukupan riboflavin sehari-hari pada wanita yang berumur 19-29 tahun adalah 1.1 mg per hari menurut WNPG tahun 2004. Hubungan status

riboflavin memiliki pengaruh terhadap aktivitas fisik, kebutuhan riboflavin akan meningkat pada orang yang memiliki aktivitas fisik yang cukup tinggi (DRI 1998).

Vitamin B3 (Niasin)

Vitamin B3 juga dikenal dengan istilah niasin. Niasin berperan penting pada metabolisme dalam tubuh manusia, seperti metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein untuk menghasilkan energi yang digunakan untuk melakukan aktivitas fisik sehari-hari. Berbagai jenis senyawa racun dapat dinetralisir dengan bantuan vitamin ini. Niasin termasuk jenis vitamin yang banyak ditemukan pada pangan hewani, seperti ragi, hati, ginjal, daging unggas dan ikan. Angka kecukupan

niasin sehari-hari pada wanita yang berumur 19-29 tahun adalah 14 mg per hari menurut WNPG tahun 2004. Walaupun suplementasi niasin membuktikan adanya penurunan konsentrasi asam lemak bebas dan mengurangi excess postexercise oxygen consumption, suplementasi ini tidak memperlihatkan adanya perbaikan kemampuan kerja secara keseluruhan selama melakukan latihan (Laing 2006).

Vitamin B6 (Pridoksin)

(26)

jalur sintesis asam lemak. Selain itu, vitamin ini juga berperan dalam metabolisme nutrisi dan memproduksi antibodi sebagai mekanisme pertahanan tubuh terhadap antigen atau senyawa asing yang berbahaya bagi tubuh. Vitamin ini banyak terdapat di dalam beras, jagung, kacang-kacangan, daging dan ikan. Angka kecukupan piridoksin sehari-hari pada wanita yang berumur 19-29 tahun adalah 1.2 mg per hari menurut WNPG tahun 2004. Piridoksin dibutuhkan dalam kebugaran fisik individu selama melakukan aktivitas. Selama latihan, pyridoxal phospate dibutuhkan dalam proses glukoneogenesis dan glikogenolisis dalam proses metabolisme.

Vitamin B12 (Cobalamin)

Vitamin B12 atau Cobalamin merupakan jenis vitamin yang ditemukan hanya pada pangan hewani. Pada vegetarian banyak ditemukan gangguan kesehatan tubuh akibat kekurangan cobalamin. Telur, hati dan daging merupakan sumber makanan yang baik untuk memenuhi kebutuhan vitamin B12. Vitamin ini banyak berperan dalam metabolisme energi di dalam tubuh, meliputi pemeliharaan kesehatan sel saraf, pembentukkan molekul DNA dan RNA, pembentukkan platelet darah. Kekurangan vitamin ini akan menyebabkan anemia (kekurangan darah), mudah lelah lesu dan iritasi kulit. Angka kecukupan

cobalamin sehari-hari pada wanita yang berumur 19-29 tahun adalah 2.4 mg per hari menurut WNPG tahun 2004. Studi yang dilakukan oleh Arsenault et al.

(2009) di Columbia mendapatkan hasil bahwa konsentrasi kadar hemoglobin berhubungan terbalik dengan konsentrasi folat dalam eritrosit, terjadi peningkatan dalam status vitamin B12, namun hal ini harus diteliti lebih lanjut. Vitamin C

Vitamin C yang disebut juga sebagai asam ascorbat merupakan vitamin yang larut dalam air. Vitamin C mudah rusak karena bersentuhan dengan udara (oksidasi) terutama apabila terkena panas, namun stabil dalam kedaan kering. Vitamin C tidak stabil dalam larutan alkali, tetapi cukup stabil dalam larutan asam (Almatsier 2004). Metabolisme vitamin C dapat dilihat pada Gambar 1.

(27)

Vitamin C berfungsi dalam sintesis kolagen, karena vitamin C mempunyai kaitan yang sangat penting dalam pembentukan kolagen. Vitamin C diperlukan untuk hidroksilasi prolin dan lisin menjadi hidroksiprolin yang merupakan bahan penting dalam pembentukan kolagen. Kolagen merupakan senyawa protein yang memengaruhi integritas struktur sel di semua jaringan ikat, seperti pada tulang rawan, matriks tulang, gigi, membran kapiler kulit dan tendon. Asam askorbat penting untuk mengaktifkan enzim prolil hidroksilase. Enzim tersebut menunjang tahap hidroksilasi dalam pembentukan hidroksipolin, yaitu suatu unsur integral kolagen. Oleh sebab itu, vitamin ini penting untuk pertumbuhan dan mencegah kekurangan serabut di jaringan subkutan, kartilago, tulang dan gigi (Guyton 2007). Fungsi lain dari vitamin C adalah membantu absorbsi dan metabolisme besi, vitamin C mereduksi besi menjadi feri dan menjadi fero dalam usus halus sehingga mudah untuk diabsorbsi. Vitamin C menghambat pembentukan

hemosiderin yang sulit dibebaskan oleh besi apabila diperlukan. Absorbsi besi dalam bentuk nonhem meningkat empat kali lipat apabila terdapat vitamin C. Vitamin C juga berfungsi untuk mencegah infeksi, yaitu dengan meningkatkan daya tahan tubuh terhadap infeksi (Whitney dan Rolfes 2008).

Asam Askorbat memiliki peranan dalam mensintesis dan metabolisme dari beberapa substansi penting dalam melakukan kebugaran fisik. Peranan vitamin C termasuk dalam produksi kolagen, epinephrin, norephineprhine, carnitin dan penyerapan zat besi. Menurut Evans (2000), pemberian suplemen vitamin C tidak berpengaruh pada atlet yang tidak defisiensi vitamin C, akan tetapi pemberian suplemen ini penting untuk meningkatan kebugaran fisik.

Besi

(28)

juga merupakan komponen hemoglobin, myoglobin, sitokrom dan berbagai macam enzim yang ada di dalam tubuh, semua komponen ini memegang peranan penting dalam metabolisme dan pengaturan oksigen yang digunakan untuk sistem aerobik selama melakukan latihan (Williams 2005). Hasil studi oleh Brownlie et al. (2004) menyatakan bahwa defisiensi besi tanpa anemia dapat menurunkan daya tahan kapasitas aerobik pada wanita yang tidak terlatih. Penurunan daya tahan ini dapat diperbaiki dengan pemberian suplementasi besi.

Kalsium

Kalsium mempunyai fungsi dalam pembentukan tulang dan gigi. Di dalam tulang, kalsium berfungsi sebagai bagian integral dari struktur tulang. Tulang merupakan tempat simpanan kalsium yang memberikan suplai kepada kebutuhan tubuh jika kalsium dari diet tidak mencukupi. Kalsium juga berfungsi sebagai bagian integral dari struktur gigi (Almatsier 2004). Kalsium merupakan mineral yang paling banyak terdapat di dalam tubuh. Kalsium dibutuhkan di semua jaringan tubuh, khususnya tulang. Sekitar 99% kalsium tubuh berada pada tulang dan sisanya tersebar di seluruh tubuh dalam aneka cairan tubuh.

Tubuh orang dewasa mengandung sekitar 1000-1300 g kalsium yang kurang dari 2% berat tubuh. Kalsium mempunyai dua fungsi yaitu penyusunan dan pengaturan. Hampir seluruh kalsium bersama fosfor berperan sebagai komponen utama tulang dan gigi. Kalsium cairan tubuh hanya berkisar 1% dan beredar sebagi ion kalsium. Ion kalsium bertanggung jawab pada kontraksi otot, pembekuan darah, penerusan impuls saraf, sekresi hormon dan mengaktifkan reaksi beberapa enzim (Kartono & Soekarti 2004). Kecukupan kalsium yang dianjurkan oleh WNPG 2004 untuk pria yang berumur 19-29 tahun adalah sebanyak 800 mg setiap harinya.

Seng

(29)

Seng dibutuhkan untuk pembentukan stuktur dan aktivitas berbagai enzim. Menurut Laing (2006) peran seng dalam tubuh adalah untuk pertumbuhan dan perbaiakan jaringan otot dan tulang, perkembangan dan reproduksi, penyembuhan luka dan produksi energi. Hasil penelitiannya juga memperlihatkan bahwa suplementasi seng memberikan peningkatan otot dan daya tahan pada wanita normal.

Sistem Energi pada Aktivitas

Penggunaan energi dalam olahraga dibagi menjadi dua bagian yaitu sistem energi anaerobik dan sistem energi aerobik. Sistem energi anaerobik merupakan olahraga yang proses anaerobik di otot lebih menonjol daripada proses aerobik dengan intensitas kerja otot yang berat atau cepat, contohnya lari cepat 60 meter, angkat besi dan tolak peluru. Sistem energi aerobik merupakan olahraga yang memberi kesempatan otot untuk melaksanakan proses aerobik secara lebih menonjol, seperti sepak bola, tenis dan bulu tangkis (Sediaotama 1992).

Sistem Energi

Dalam melakukan aktivitas sehari-hari tubuh menggunakan otot untuk bergerak. Otot yang digunakan untuk bergerak memerlukan energi agar dapat berfungsi dengan baik. Energi ini terdapat dalam sebuah ikatan molekul yang disebut adenosin tri-posphate (ATP). Dalam proses metabolismenya, ATP dipindahkan ke otot yang sedang berkontraksi maka adenosin tri-posphate (ADP) dan phospate (Pi) terbentuk:

ATP ADP + Pi

Energi tambahan diperlukan untuk merubah arah reaksi. Siklus hidrolis ATP melalui kontraksi otot dan pembentukan kembali ATP melalui metabolisme biokimia anaerobik dan aerobik disebut dengan istilah ATP turnover (Scott 2005).

Sistem Energi Anaerobik

Pemecahan karbohidrat menjadi glukosa dan glikogen menggunakan sistem energi anaerobik dan aerobik. Oksidasi karbohidrat terus meningkat dengan peningkatan intensitas latihan. Ketika otot berkontraksi, energi yang segera dipakai adalah simpanan ATP yang terdapat pada sel otot.

Phosphocreatin (PC) yang disimpan dalam otot sebagai cadangan phospat energi tinggi akan dipecah menjadi:

(30)

Sistem energi seperti ini hanya dapat berlangsung selama 5-10 detik (Plowman & Smith 2008). Sistem lain yang dikenal sebagai bagian dari sistem anaerobik adalah glikolisis anaerobik dan sistem asam laktat. Sistem asam laktat ini merupakan sistem anaerobik dimana ATP dihasilkan pada otot skelet melalui glikolisis. Sistem asam laktat ini penting untuk olahraga dengan intensitas tinggi seperti sprint 200-800 meter.

Sistem Energi Aerobik

Sistem metabolisme ini membutuhkan oksigen untuk memecahkan glikogen menjadi CO2 dan H2O melalui siklus krebs (trycarboxylic acid= TCA) dan sistem tranport elektron. Glikogen atau glukosa dipecah secara kimia menjadi asam piruvat dan dengan adanya O2 maka asam laktat tidak menumpuk. Asam piruvat yang terbentuk selanjutnya memasuki siklus kreb dan sistem taransport elektron (Miharja 2004).

Pembentukan kembali ATP secara aerobik berlangsung di dalam organel sel tertentu yang disebut mitokondria. Sistem aerobik menghasilkan ATP lebih lambat daripada sistem ATP-CP dan asam laktat, namun produksi ATP jauh lebih besar. Bahan yang dapat dipecah untuk sistem aerobik berasal dari glikogen, lemak (asam lemak) ataupun protein (asam amino) yang didalamnya terkandung energi potensial yang dapat dimanfaatkan oleh tubuh secara maksimal. Tingkat relatif penggunaan energi pada otot untuk berbagai jenis latihan dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Tingkat relatif penggunaan energi pada otot untuk berbagai jenis latihan

Sumber

diabaikan Tinggi Tinggi Tinggi Sedang Rendah Glokogen

diabaikan Rendah Rendah Rendah

Sumber: Plowman & Smith (2008)

Olahraga dan Aktivitas Fisik

(31)

gerak keterampilan (kecabangan olahraga). Olahraga merupakan bentuk pendekatan ke aspek sejahtera jasmani atau sehat jasmani yang berarti juga sehat dinamis. Sehat dinamis merupakan sehat yang disertai dengan kemampuan gerak yang memenuhi segala tuntutan gerak kehidupan sehari-hari, dengan kata lain memiliki tingkat kebugaran jasmani yang memadai.

Aktivitas dalam olahraga dapat dibedakan menjadi aktivitas aerobik, anaerobik dan kombinasi antara aktivitas aerobik dan anaerobik. Aktivitas aerobik merupakan aktivitas kegiatan fisik yang dilakukan pada tingkat intensitas sedang untuk jangka waktu tertentu. Dalam hal ini, oksigen digunakan untuk "membakar" lemak dan gula untuk menghasilkan adenosin trifosfat yang merupakan pembawa dasar dari energi di tingkat sel. Contoh olahraga aerobik yaitu gerak jalan cepat, jogging, bola basket, sepak bola, senam, renang. Olahraga anaerobik (tanpa oksigen) adalah kebalikan dari olahraga aerobik (dengan oksigen). Olahraga anaerobik lebih banyak membakar kalori serta membutuhkan oksigen yang lebih besar dimana oksigen tersebut tidak tersedia dalam jumlah yang cukup untuk sel-sel membakar lemak. Contoh olahraga anaerobik yaitu angkat besi, sprint 100 meter (Riyadi 2007).

Olahraga merupakan bagian dari aktivitas fisik. Aktivitas fisik merupakan parameter untuk menentukan kondisi kesehatan seseorang. Pengertian aktivitas fisik adalah gerakan yang dilakukan otot-otot tubuh dan sistem penunjangnya. Selama melakukan aktivitas fisik, otot membutuhkan energi untuk menghantarkan zat-zat gizi dan oksigen ke seluruh tubuh dan mengeluarkan sisa-sisa tubuh.

Banyaknya energi yang dibutuhkan tergantung pada jumlah otot yang bergerak, durasi dan tingkat kesulitan pekerjaan yang dilakukan (Almatsier 2002). Menurut WHO (2010) aktivitas fisik adalah gerakan tubuh secara keseluruhan yang menggunakan otot-otot tubuh, sehingga meningkatkan pengeluaran energi secara maksimal. Terdapat perbedaan antara aktivitas fisik dengan olahraga. Aktivitas fisik merupakan bentuk dari perilaku yang menghasilkan energy expenditure karena pergerakan otot tubuh, termasuk lengan dan kaki, sedangkan olahraga merupakan bagian dari aktivitas fisik yang terencana, terstruktur dan dilakukan berulang pada pergerakan tubuh untuk meningkatkan atau mencapai kebugaran.

(32)

perjalanan ke sekolah dan waktu olahraga. Selama melakukan aktivitas fisik, otot membutuhkan energi dari luar metabolisme untuk beraktivitas, sedangkan jantung dan paru-paru memerlukan tambahan energi untuk menghantarkan zat-zat gizi dan oksigen ke seluruh tubuh dan untuk mengeluarkan sisa-sisa dari tubuh. Riyadi (2006) menyatakan bahwa jika diketahui jumlah energi tubuh yang telah dikeluarkan selama aktivitas sehari, maka sebenarnya jumlah tersebut merupakan aktivitas normal sehari-hari untuk hidup sehat.

Menurut FAO/WHO/UNO (2001) aktivitas fisik dan angka metabolisme basal merupakan variabel utama dalam perhitungan pengeluaran energi. Pengeluaran energi dapat menjadi gambaran kebutuhan energi seseorang untuk dapat hidup berkualitas secara kesesluruhan. Tingkat aktivitas fisik yang dilakukan seseorang secara 24 jam dinyatakan dalam PAL (Physical Activity Level) atau tingkat aktivitas fisik.

Kebugaran Fisik atau Kebugaran Jasmani Definisi dan komponen kebugaran Fisik

Kebugaran merupakan salah satu indikator dalam menentukan derajat kesehatan manusia. Seseorang yang memiliki fisik yang sehat dan bugar maka dapat menjalankan aktivitas harian secara optimal. Kebugaran dapat disebut juga kesegaran jasmani, dimana menurut Sumosardjuno (1992) diacu dalam Fatmah (2011) diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk menunaikan tugasnya sehari-hari dengan mudah, tanpa merasa lelah yang berlebihan dan masih mempunyai sisa atau cadangan tenaga untuk menikmati waktu senggangnya dan untuk keperluan yang mendadak. Hasil studi yang dilakukan oleh Indriani (2011) menyatakan bahwa pemberian suplemen besi-folat dan multivitamin mineral (MVM) dapat meningkatkan kebugaran fisik pekerja wanita usia subur (WUS) yang anemia sebesar 12.5% dan 13.7%.

(33)

kelamin, keturunan, makanan dan gizi yang seimbang, serta kebiasaan merokok (Fatmah 2011).

Unsur-unsur kebugaran jasmani yang saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya adalah daya tahan, kekuatan, kecepatan dan kelentukan (Moelek dan Tjokronegoro 1984). Unsur kebugaran jasmani ini merupakan unsur dasar dari kondisi fisik yang dimiliki oleh seseorang. Kebugaran jasmani dapat meningkat dengan latihan yang rutin.

Daya Tahan (Endurance)

Daya tahan merupakan keadaan yang menekankan pada kapasitas melakukan kerja secara terus-menerus dalam suasana aerobik (Moelek 1984), sehingga dapat berlaku bagi seluruh tubuh, suatu sistem dalam tubuh, daerah tertentu dan sebagainya. Pada umumnya daya tahan yang paling banyak dibahas adalah daya tahan jantung. Daya tahan jantung merupakan faktor utama dalam pengukuran kesegaran jasmani.

Pengukuran daya tahan jantung dapat dilakukan dengan mengukur aspek denyut nadi dan tekanan darah (Nurhasanah & Cholil 2007). Kedua aspek ini merupakan indikator yang menggambarkan mengenai kemampuan kardiovaskuler seseorang. Adapun pengukuran daya tahan dapat dilakukan dengan berbagai macam cara, diantaranya: berjalan, jogging, treadmill, sepeda ergometer, dayung ergometer dan sebagainya. Metode yang digunakan untuk mengukur daya tahan yaitu: bleep test, cooper test, balke test, harvad step test

dan berbagai macam metode lainnya.

Kekuatan (Strength)

Kekuatan dalam hal ini merupakan kekuatan otot yang menggambarkan kemampuan maksimal yang dihasilkan oleh otot atau sekelompok otot terhadap suatu tahanan atau beban (Moeloek 1984). Pada kontraksi otot memendek dan besarnya pemendekan bergantung pada beban yang harus ditahan. Latihan kekuatan dapat dilakukan dengan latihan angkat beban (weight training) yang pembebanannya disesuaikan dengan prinsip dan kaedah latihan.

Kecepatan (Speed)

(34)

kekuatan, kecepatan reaksi dan kelentukan agar didapatkan kecepatan maksimal. Faktor-faktor yang memengaruhi kecepatan yaitu kelenturan, tipe tubuh dan usia (Moeloek 1984). Kecepatan yang dimiliki seseorang akan menurun seiring dengan usia seseorang yang bertambah, tipe tubuh dan perubahan kelenturan yang dimiliki seseorang juga akan memengaruhi kecepatannya.

Kelentukan (Fleksibility)

Latihan kelentukan merupakan bagian dari latihan kerangka (skelet) khususnya latihan untuk memperluas pergerakan persendian, yang berarti meningkatkan kelentukan (Giriwijoyo 2005). Pengertian lain menyebutkan bahwa kelentukan adalah kemampuan untuk melakukan gerakan dalam ruang gerak sendi (Harsono 1997). Dengan demikian,kelentukan merupakan kemampuan untuk menggerakkan satu sendi dengan suatu gerakan menekuk, merenggang, dan memuntir, kelentukan yang baik akan memberikan keleluasan gerak tubuh tanpa mengalami cedera. Manfaat dari latihan kelentukan adalah mengurangi kemungkinan terjadinya cedera pada otot dan sendi, membantu dalam mengembangkan kecepatan, koordinasi dan kelincahan, membantu perkembangan prestasi, menghemat pengeluaran tenaga (efisiensi) pada waktu melakukan gerakan gerakan dan membantu memperbaiki sikap tubuh (Harsono 1997).

Pengukuran dan Penilaian Kebugaran Fisik

Kebugaran fisik sangat penting dalam menunjang aktivitas kehidupan sehari-hari. Akan tetapi nilai kebugaran fisik tiap orang berbeda sesuai dengan kondisi masing-masing individu. Faktor-faktor yang memengaruhi tingkat kebugaran jasmani adalah genetik, umur, jenis kelamin, aktivitas fisik, kesehatan, kebiasaan hidup dan zat gizi. Faktor-faktor ini memegang peranan penting dalam menentukan pengukuran, penilaian dan tingkat kebugaran seseorang. Kebugaran fisik dapat diukur secara kuantitatif dengan beberapa metode. Pada Tabel 5, dapat dilihat kumpulan tes kebugaran jasmani untuk menentukan kebugaran seseorang.

Tabel 5 Kumpulan tes kebugaran jasmani pilihan

No Kumpulan Tes Tes Kebugaran

1 Health related componenets of physical fitness

(Haskel & Kiernan 2000)

Ketahan Kardiorespiratori, ketahanan otot, kekuatan otot, kelentukan, keseimbangan, kelincahan, koordinasi 2 Health related physical firness tests in

european adolescents (Ortega et al. 2008)

(35)

kelentukan, kekuatan otot 3 National council on physical fitness on sports

in Taiwan (2003)

Komposisi tubuh, kekuatan otot dan stamina, kelentukan, ketahanan kardiorespiratori 4 Tes kesegaran jasmani Indonesia

(Nurhasanah & Cholil 2007)

Kecepatan, kekuatan dan ketahanan otot, ketahanan kardorespiratori

(36)

KERANGKA PEMIKIRAN

Karakteristik keluarga meliputi asal daerah sampel dan karakteristik individu meliputi usia dan pemasukan per bulan. Uang pemasukan yang diterima digunakan oleh sampel untuk kebutuhan sehari-hari, diantaranya adalah kebutuhan pangan dan perawatan kesehatannya. Karakteristik individu dan karakteristik keluarga akan berpengaruh terhadap konsumsi pangan individu. Uang pemasukan per bulan diduga berpengaruh terhadap status anemia melalui alokasi pengeluaran untuk konsumsi pangan. Konsumsi pangan inilah yang secara langsung berhubungan dengan status anemia karena konsumsi pangan mencerminkan asupan zat gizi seseorang.

Suplementasi yang diberikan berupa multivitamin mineral dengan kandungan zat gizi mikro (vitamin dan mineral) yang menyumbang besar AKG sehari. Bahkan beberapa zat gizi mikro memenuhi AKG sehari dalam satu takaran saji (15 mL setiap hari). Pemberian suplemen ditetapkan sebagai peubah terkontrol. Suplemen tersebut diberikan kepada sampel untuk perbaikan status anemia. Pemberian suplemen dibedakan menjadi 2 kelompok yaitu kelompok perlakuan yang diberi suplemen multivitamin mineral (MVM) dan kelompok kontrol yang mendapatkan plasebo.

Konsumsi makanan akan berpengaruh terhadap asupan dan tingkat kecukupan energi, protein dan zat gizi lain. Asupan dan tingkat kecukupan yang baik akan meningkatkan status gizi sampel, namun bisa juga sebaliknya. Pemberian asupan dari makanan dan suplemen cenderung berpengaruh terhadap metabolisme zat gizi di dalam tubuh. Suplementasi ini diharapakan dapat meningkatkan kadar hemogobin. Peran hemoglobin dalam darah untuk mentranspor oksigen dalam tubuh yang akan digunakan untuk beraktifitas. Aktifitas fisik yang teratur dan terencana dapat meningkatkan kualitas hidup seseorang. Olahraga merupakan bagian dari aktivitas fisik dan merupakan indikator yang kuat untuk menentukan tingkat kebugaran seseorang.

(37)

Gambar 2 Kerangka operasional penelitian

Karakteristik Individu: - Usia

- Pemasukan per Bulan - Status Gizi (Antropometri)

Karakteristik Keluarga

-Metabolisme zat gizi

-Metabolisme zat besi dan pematangan sel darah merah (eritropoiesis)

Kehilangan darah: - Menstruasi - Pendarahan

Keterangan :

____ : Variabel yang diteliti --- : Variabel yang tidak diteliti

Kadar Hemoglobin Konsumsi Pangan

Pemberian Zat Gizi Mikro

Asupan dan Tingkat Kecukupan Zat Gizi

Kecepatan (lari cepat)

Kelincahan (shuttle run)

Kekuatan dan Daya tahan otot (push-up, sit-up, vertical

jump)

Daya tahan jantung (bleep test)

(38)

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilakukan di lingkungan asrama Tingkat Persiapan Bersama (TPB) IPB selama 6 bulan, yaitu dimulai pada bulan April 2012 dan berakhir pada bulan September 2012. Analisis kadar hemoglobin dilaksanakan di laboratorium klinik ProdiaKota Bogor, sedangkan analisis kandungan suplemen dilaksanakan di SIG (Sarawanti Indo Genetech).

Desain Penelitian

Desain penelitian ini adalah quasi experimental dengan 2 kelompok perlakuan. Kelompok pertama, yaitu kelompok multivitamin mineral (MVM), mendapatkan intervensi berupa suplementasi multivitamin mineral, sedangkan kelompok kedua merupakan kelompok plasebo (kontrol). Penelitian yang dilakukan bersifat tersamar ganda (double blind), yaitu baik peneliti maupun sampel tidak mengetahui apakah suplementasi yang diberikan mengandung multivitamin dan mineral atau tidak (plasebo). Sampel penelitian adalah mahasiswi TPB IPB yang berusia 18-21 tahun dan bersedia terlibat dalam penelitian ini (informed consent). Komposisi suplemen multivitamin dan mineral dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Komposisi suplemen multivitamin dan mineral

Multivitamin Mineral Kandungan/15 mL AKG Sehari % AKG

Vitamin B1 (mg) 15 mg 1.0 mg 1500

Sumber: Nurtition Fact label kemasan produk (kandungan suplemen)

Tabel Angka Kecukupan Gizi untuk kelompok usia 18-19 ahun (WNPG 2004)

(39)

Jumlah dan Teknik Penarikan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah remaja wanita (usia 18-21 tahun) yang berstatus sebagai mahasiswi TPB IPB dan tinggal di Asrama Putri TPB IPB. Pemilihan sampel dilakukan dengan melakukan screening kadar hemoglobin terhadap populasi. Screening dilakukan oleh dokter terhadap mahasiswi yang mempunyai keluhan-keluhan terkait anemia (lemah, letih, lesu, lunglai, mudah ngantuk) dan memiliki kadar Hb <12.5 mg/dL dengan nesco finger pick yaitu sebanyak 250 orang. Berdasarkan hasil screening, didapatkan 150 orang kemudian dilakukan pemeriksaan kadar Hb lebih lanjut kepada mahasiswi yang diduga anemia dengan metode cyanmethemoglobin.

Sampel dalam penelitian ini adalah mahasiswi TPB IPB yang memiliki

kadar hemoglobin ≤ 12.6 mg/dL berdasarkan metode cyanmethemoglobin, serta

memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Kriteria inklusi yang diterapkan terdiri dari: berusia 18 – 21 tahun, sudah mengalami menarche (menstruasi), tidak sedang mengonsumsi suplemen multimivitamin atau mineral serupa dan bersedia mengikuti tahap penelitian. Sedangkan kriteria ekslusi terdiri dari: menderita penyakit kronis, sedang hamil, peminum alkohol dan atau obat-obatan terlarang dan merokok.

Jumlah sampel minimal dihitung berdasarkan asumsi bahwa nilai α= 5%

(Zα=1.645), kekuatan uji= 80% (Zβ=0.84), simpangan baku hemoglobin peubah

respon (σ=0.12 mg/L) dan kenaikan nilai hemoglobin sebagai akibat pemberian

suplemen multivitamin mineral ( =0.13 mg/L) (Li et al. 2004), rumus perhitungannya adalah sebagai berikut:

n

n

n

(40)

kedua kelompok. Untuk memastikan tidak adanya perbedaan yang nyata pada kadar Hb antar kelompok maka dilakukan uji independent samples t-test.

Jumlah sampel saat awal penelitian adalah 29 orang, yaitu terbagi atas 15 orang pada kelompok MVM dan 14 orang pada kelompok plasebo. Selama pelaksanaan intervensi, 1 orang pada kelompok MVM dinyatakan drop out

karena tidak mau melanjutkan tahapan-tahapan penelitian dan 1 orang pada kelompok plasebo juga dinyatakan drop out karena mengalami cidera sehingga tidak dapat melanjutkan penelitian. Jumlah keseluruhan sampel yang berhasil mengikuti penelitian ini hingga akhir adalah 27 orang mahasiswi, yaitu terbagi atas 14 orang pada kelompok MVM dan 13 orang pada kelompok plasebo.

Pelaksanaan Suplementasi

(41)

Skema Operasional Penelitian

Gambar 3 Skema operasional penelitian

Screening Hb sebanyak 250 mahasiswi oleh dokter dengan Nesco Finger Pick

Persetujuan mengikuti penelitian dengan penandatangan informed consent Didapatkan mahasiswi sebanyak 150 orang yang diduga anemia berdasarkan

screening dengan kadar Hb (<12.6 g/dl)

Pemeriksaan lanjutan Hb dengan metode cyanmethemoglobin baseline

Diperoleh sampel sebanyak 27 orang

Kelompok plasebo 13 orang Kelompok MVM 14 orang

Intervensi sirup suplemen selama 8 minggu dan tes kesehatan jasmani

Intervensi sirup plasebo selama 8 minggu dan tes kesehatan jasmani

Pemeriksaan Hb dan hematologi dengan metode cyanmethemoglobin endline

(42)

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Peubah yang dikumpulkan selama pelaksanaan penelitian meliputi karakteristik sampel, riwayat dan keluhan menstruasi, konsumsi pangan, alokasi pengeluaran, status kesehatan dan riwayat penyakit, status gizi (ukuran antropometri), status anemia (biokimia darah), aktivitas fisik dan tingkat kebugaran fisik. Jenis data yang dikumpulkan berupa data primer. Data dikumpulkan melalui tiga cara yaitu dengan yaitu dengan wawancara langsung, pengukuran langsung dan pemeriksaan laboratorium yang dilakukan oleh dokter.

Tabel 7 Jenis dan cara pengumpulan data penelitian

No Variabel Data Metode Waktu 5. Aktivitas Fisik - Aktivitas fisik Record aktivitas

fisik dan

Keadaan sosial ekonomi, total pemasukan per bulan dan aktivitas fisik yang diperoleh dari kuisioner diolah dan dianalisis secara statistik deskriptif. Uji statistik dilakukan untuk mengetahui perbedaan keragaman keseluruhan peubah antar kelompok perlakuan (baseline dan endline). Uji beda independent samples t-test digunakan untuk membandingkan perbedaan peubah parametrik sebelum perlakuan seperti, asupan dan tingkat kecukupan gizi, data antropometri, kadar hemoglobin dan tingkat kebugaran. Uji paired samples t-test digunakan untuk membandingkan signifikansi peubah parametrik sebelum dan sesudah suplementasi.

(43)

daftar tersebut dilakukan survei ke tempat penjual makanan di sekitar kampus (luar dan dalam) untuk menentukan harga dan porsinya (dari URT menjadi gram). Data jenis pangan yang telah berhasil diidentifikasi kemudian dikonversi ke dalam zat gizi menggunakan database DKBM dan software Nutrisurvey. Jenis zat gizi yang diidentifikasi adalah energi, karbohidrat, lemak, protein dan beberapa zat gizi mikro (Vitamin A, B1, B2, B6, Vitamin C, kalsium, besi dan seng). Beberapa zat gizi mikro seperti Vitamin B3, B12 dan mangan tidak dapat diidentifikasi karena keterbatasan instrumen yang digunakan.

Tingkat kecukupan energi dan protein sampel dihitung dengan membandingkan antara asupan energi dan protein dengan kebutuhan masing-masing sampel (IOM 2002). Kelompok umur wanita pada WNPG (2004) dibagi menjadi kategori 16 – 18 dan 19 – 29 tahun. Untuk beberapa zat gizi ditetapkan dengan angka yang berbeda. Perhitungan AKG energi dan protein dikoreksi dengan berat berat badan aktual masing-masing sampel. Tingkat kecukupan energi dan zat gizi sampel dinyatakan dalam persen. Klasifikasi tingkat kecukupan energi dan zat gizi disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8 Klasifikasi tingkat kecukupan energi dan zat gizi Energi dan Zat Gizi Klasifikasi Tingkat Kecukupan

Energi dan Protein a. Defisit tingkat berat (< 70% angka kebutuhan) b. Defisit tingkat sedang (70 – 79% angka kebutuhan) c. Defisit tingkat ringan (80 – 89% angka kebutuhan) d. Normal (90 – 119% angka kebutuhan)

e. Di atas angka kebutuhan (≥ 120% angka kebutuhan)

Vitamin dan mineral a. Kurang (< 77% angka kebutuhan)

b. Cukup (≥ 77% angka kebutuhan)

Sumber : Depkes (1996)

Aktivitas fisik dibagi menjadi lima kegiatan, yaitu tidur, kegiatan akademik dan non-akademik, kegiatan ringan, kegiatan sedang dan kegiatan berat. Pada penelitian ini kegiatan akademik dan non-akademik meliputi semua aktivitas yang berkaitan dengan kegiatan di kampus. Kegiatan ringan mahasiswa meliputi duduk, kebersihan diri, makan, ibadah dan kegiatan waktu luang. Kegiatan sedang meliputi berpergian dan melakukan pekerjaan rumah tangga, sedangkan kegiatan berat meliputi olahraga (basket, sepak bola, voli, renang dan badminton) (Hardinsyah & Martianto 1992).

Gambar

Tabel 1 Angka kecukupan gizi usia remaja dan dewasa perempuan
Tabel 4 Tingkat relatif penggunaan energi pada otot untuk berbagai jenis latihan
Gambar 2 Kerangka operasional penelitian
Gambar 3 Skema operasional penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Menurut penelitian mengatakan bahwa pengaruh konsultasi terhadap kadar gula darah sebelum dan sesudah konsultasi pada pasien Diabetes melitus didapatkan hasil ada

Nilai signifikan debt to equity ratio (X3) lebih kecil dari 0,05 atau 5% dengan tingkat siginifikan sebesar 5%, ini berarti debt to equity ratio tidak berpengaruh

Berdasarkan kesimpulan disa- rankan Pembelajaran menggunakan keterampilan metakognisi dengan model PBL dapat dijadikan salah satu alternatif bagi guru di sekolah sebagai

Since the axis of symmetry of the parabola is a vertical line of symmetry, then if the parabola intersects the two vertical sides of the square, it will intersect these at the

materiil memiliki pengaruh positif terhadap motivasi kerja karyawan yang berarti. bahwa dengan meningkatnya insentif non materiil yang diterima

Konsekuensi logisnya, aparat penegak hukum harus memiliki kemampuan lebih dan profesi di dalam menangani tindak pidana perjudian profesionalisme

meningkat berarti akan terjadi peningkatan pendapatan bunga lebih dari pada. peningkatan biaya bunga sehingga pendapatan bank meningkat, laba

mampu untuk mempengaruhi persepsi investor terhadap perusahaan, sehingga mampu meningkatkan permintaan terhadap saham perusahaan tersebut. Dari 34 perusahaan tersebut