• Tidak ada hasil yang ditemukan

Desa Tanjung Manggu, Sindangrasa, Imbanaraga (Kabupaten Ciamis, Jawa Barat)

Desa Tanjung Manggu, Sindangrasa,Imbanagara, Ciamis, Jawa Barat merupakan salah satu dari tiga populasi penyebaran ayam Kampung yang besar di Jawa Barat. Kabupaten Ciamis mempunyai luas wilayah sekitar 244.479 ha yang secara geografis terletak padakoordinat 1080 20"-1080 40" BTdan70 40' 20"-70 41' 20" LS. Rata-rata curah hujan Kabupaten Ciamis sekitar 2.987 mm/tahun(Pemerintah Daerah Propinsi Jawa Barat, 2010) pada ketinggian 731 m dpl. Rataan suhu udara sekitar 21-310C dan kelembaban 58%-93% (Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, 2012). Kabupaten Ciamis memiliki dua Kawasan Andalan yaitu Kawasan Andalan Priangan Timur dengan arahan pengembangan untuk kegiatan pertanian, kehutanan, perikanan, kelautan dan pariwisata serta Kawasan Andalan Pangandaran dengan kegiatan unggulan pengembangan kepariwisataan dan bisnis kelautan. Gambar 7menyajikan peta lokasi desa Tanjung Manggu, Sindangrasa, Imbanagara, Kabupaten Ciamis.

Sumber : Google Earth (2012)

Gambar 7. Peta Lokasi Desa Tanjung Manggu, Sindangrasa, Imbanagara,

Kabupaten Ciamis

Pemeliharaan ayam Kampung di Ciamis dilakukan secara semi intesif. Pakan yang diberikan pada ternak tersebut berupa limbah dapur dan dedak padi. Pemberian vitamin sebagai anti stress diberikan untuk pencegahan terhadap penyakit. Peternak

memberikan pakan pada pagi dan sore hari. Pemberian pagi hari diberikan sebelum ayam dilepas (diumbar) dan ketika ayam kembali ke kandang pada sore hari. Peternak ayam Kampung Kabupaten Ciamis berada di bawah pengawasan HIMPULI (Himpunan Peternak Unggas Lokal Indonesia). Organisasi ini diketuai oleh Nur Muttaqin, SH.I yang merupakan ketua HIMPULI wilayah Ciamis. Ayam Kampung yang dipelihara masyarakat Ciamis sebagian besar digunakan sebagai tabungan hidup untuk menopang keperluan hidup mereka. Pemasaran ayam Kampung hidup dan telurnya difasilitasi oleh HIMPULI.Gambar 8 menyajikan keadaan perkandangan di daerah Ciamis, Jawa Barat.

Gambar 8. Kandang Ternak Ayam Kampung di Desa Tanjung Manggu Ciamis Tipe kandang di lokasi penelitian berbentuk kandang individu bertingkat yang dibuat dari bambu dan naungan genteng. Tiap kandang dapat diisi lebih dari satu ekor ayam.Kandang individu yang diisi dengan satu ekor ayam biasanya digunakan hanya untuk betina yang sedang mengeram.

Desa Dampyak, Mejasem Timur (Kabupaten Tegal, Jawa Tengah)

Desa Dampyak, Kecamatan Mejasem Timur, Tegal, Jawa Tengah memiliki populasi ayam Kampung yang besar untuk propinsi Jawa Tengah. Kabupaten Tegal memiliki luasan wilayah daratan sebesar 87.879 ha dan lautan 121,50 km2. Secara geografis terletak antara 1080 57'6"-1090 21'30" BT dan antara 60 50'41"-70 15'30" LS, (Pemerintah DaerahPemerintah Kabupaten Tegal, 2011) pada ketinggian

1.200-2.050 m dpl. Rataan suhu harian 23-320C dengan kelembaban 55%-88% (Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, 2012). Gambar 9 menyajikan lokasi desa Dampyak, Mejasem, Tegal, Jawa Tengah.

Sumber : Google Earth (2012)

Gambar 9. Peta Lokasi Desa Dampyak, Mejasem Timur, Kabupaten Tegal Pemeliharaan ayam Kampung di Tegal dilakukan dengan sistem semi intensif. Kepemilikan ayam Kampung masing-masing kepala keluarga berkisar 3-10 ekor. Jenis pakan yang diberikan berupa limbah dapur dan dedak padi. Gambar 10 menyajikan ilustrasi kandang di desa Dampyak, Tegal.

Pemberian pakan dilakukan pada pagi hari sebelum ayam dikeluarkan dan pada sore hari ketika ayam kembali ke kandang untuk istirahat. Ayam Kampung memiliki kandang dan ditemukan yang tidak dikandangkan khusus, tetapi ditempatkan pada bangunan yang tidak digunakan seperti rumah kosong yang sudah tidak digunakan pemiliknya atau di atas pohon yang diberi naungan plastik. Ayam Kampung juga ditempatkan pada sudut dapur dengan menggunakankurungan ayam. Ayam dibiarkan bebas mencari makan di luar bangunan kandang sepanjang hari, dari pagi sampai sore hari.

Bangunan kandang khusus didirikan di halaman belakang rumah dengan pembatas berupa tembok supaya ayam dapat dikontrol peternak. Ayam dibiarkan beraktivitas di lahan sekeliling kandang yang dibatasi tembok.

Desa Duren Talun, Blitar, Jawa Timur

Desa Duren Talun, Blitar, Jawa Timur merupakan salah satu lokasi penelitian ayam Kampung yang mewakili populasi ayam Kampung di provinsi Jawa Timur. Kabupaten Blitar memiliki ketinggian sekitar 167 m dpl. Luasan Kabupaten Blitar adalah 1.588,79 km2. Kabupaten Blitar terletak di sebelah selatan garis khatulistiwa yaitu pada 111040'-112010' BT dan 78058'-809' LS(Pemerintah DaerahPemerintah Kabupaten Blitar, 2011)pada ketinggian 150 m dpl. Rataan suhu 20-300C dengan kelembaban 60%-92% (Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, 2012).Gambar 11 menyajikan lokasi desa DurenTalun, Blitar, Jawa Timur.

Gambar 11. Peta Lokasi Desa Duren Talun, Blitar

Kepemilikan ayam Kampung sekitar 3-15 ekor per kepala keluarga. Gambar menyajikan peta lokasi desa Duren Talun, Blitar, Jawa Timur. Sistem pemeliharaan dilakukan secara semi intensif. Ayam dikandangkan dan diberi makan pada pagi dan sore hari. Pemberian pakan pada pagi hari dilakukan sebelum ternak dikeluarkan dari kandang untuk mencari makan dan pada sore hari pada saat ternak kembali ke kandang untuk beristirahat. Pakan terdiri atas limbah dapur, dedak padi dan jagung

pipilan yang telah dikeringkan. Gambar 12 menyajikan kandang ayam Kampung di

lokasi Blitar.

Gambar 12. Kandang Ayam Kampung di Lokasi Penelitian Blitar

Kandang dibuat dari bahan kayu atau bambu dengan naungan dari genteng atau asbes.Gambar 10 menyajikan ilustrasi tipe kandang ayam Kampung di desa Duren Talun. Tipe kandang individu dan kelompok yang digunakan peternak desa Duren Talun. Kandang individu yang dilengkapi dengan wadah berjerami, digunakan untuk betina yang sedang mengeram, kandang kelompok diisi paling sedikit dengan lima ekor ayam jantan dan betina.

Analisis Deskriptif Ukuran Linear Permukaan Tubuh Ayam Kampung di Lokasi Pengamatan Ciamis, Tegal, dan Blitar

Tabel 3, 4 dan 5 menyajikan hasil pengukuran variabel yang diamati pada ayam Kampung di Ciamis, Tegal dan Blitar. Koefisien keragaman ukuran linear permukaan tubuh yang diamati kecuali tinggi jengger berkisar antara7,68%-18,59%.Kisaran tersebut menurut Syahid (2009) dikategorikan ke dalam kisaran keragaman sedang pada kondisi heterogen yaitu antara 10%-20%. Tabel 3

menyajikan Hasil Pengukuran Variabel yang Diamati pada Ayam Kampung Jantandan Betina di Lokasi Pengamatan Ciamis.

Tabel 3. Hasil Pengukuran Variabel yang Diamati pada Ayam Kampung Jantan dan Betina di Lokasi Pengamatan Ciamis

Variabel Pengukuran Jenis Kelamin

♂ (45 ekor) ♀ (50 ekor) ---(g)--- Bobot Badan 2.064,4±501,9 (24,31%) 1.618±342,1 (21,14%) ---(mm)--- Panjang Femur 127,39±15,53 (12,19%) 121,57±18,31 (15,06%) Panjang Tibia 162,11±16,12 (9,95%) 142,80±20,16 (14,12%) Panjang Shank 103,22±10,82 (10,48%) 85,07±12,52 (14,71%) Lingkar Shank 52,63± 7,03 (13,36%) 44,760±3,67 (8,21%) Panjang Sayap 163,55±18,55 (11,34%) 154,81±21,35 (13,79%) Panjang Maxilla 36,36±5,05 (13,89%) 32,82±3,76 (11,46%) Tinggi Jengger 26,55±15,10 (56,87%) 10,89±6,37 (58,53%)

Panjang Jari Ketiga 62,16±7,55 (12,15%) 54,06±7,15 (13,22%)

Panjang Dada 151,75±15,27 (10,06%) 143,05±17,76 (12,42%)

Lebar Dada 82,89±9,16 (11,06%) 77,81±8,41 (10,81%)

Dalam Dada 79,10±9,54 (12,06%) 73,14±7,91 (10,81%)

Lebar Pinggul 75,63±8,17 (10,81%) 73,30±9,25 (12,61%)

Keterangan: Persen dalam tanda kurung menunjukkan koefisien keragaman

Koefisien keragaman dihubungkan dengan upaya seleksi. Produk seleksi adalah keragaman yang rendah yang dicerminkan dengan nilai koefisien keragaman yang rendah. Seleksi menurut Noor (2004) meliputi seleksi alam dan seleksi buatan. Dijelaskan bahwa pada seleksi buatan, peran manusia sangat dominan dalam menentukan ternak yang boleh bereproduksi berdasarkan sifat-sifat yang sesuai dengan keinginan dan kebutuhan. Ayam Kampung lebih dominan mengalami seleksi alam dibandingkan seleksi buatan sehingga memberikan keleluasaan kerangka tubuh untuk berkembang secara optimal. Seleksi yang dilakukan peternak pada ayam Kampung adalah bobot badan dan produksi telur sehingga dikategorikan sebagai ayam tipe dwiguna (Sulandari et al., 2007). Perolehan koefisien keragaman pada ukuran linear permukaan tubuh ayam Kampung yang diamati secara tidak langsung

mencerminkan bahwa seleksi terhadap sifat bobot badan dan produksi telur telah dilakukan peternak.

Ayam Kampung merupakan ayam tipe dwiguna, karena peternak menyeleksi ke arah pedaging dan petelur (Sulandari et al., 2007). Keragaman lingkar shank ayam Kampung betina pada lokasi pengamatan Ciamis memiliki nilai koefisien yang lebih rendah dibandingkan dengan jantan. Keseragaman yang tinggi pada ukuran lingkar

shank ayam Kampung betina menunjukkan bahwa ukuran lingkar shank telah

terseleksi. Hal tersebut disajikan pada Tabel 3.

Lingkarshank ayam Kampung betina pada lokasi pengamatan Tegal memiliki nilai koefisien keragaman yang lebih rendah dibandingkan dengan jantan. Hal tersebut menunjukkan bahwa lingkar shank telah terseleksi lebih ketat pada ayam Kampung betina Tegal. Hal tersebut disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Hasil Pengukuran Variabel yang Diamati pada Ayam Kampung Jantan dan Betina di Lokasi Pengamatan Tegal

Variabel Pengukuran Jenis Kelamin

♂ (20 ekor) ♀ (76 ekor) ---(g)--- Bobot Badan 1.825±432,7 (23,71%) 1.368,4±239 (17,47%) ---(mm)--- Panjang Femur 129,45±16,32 (12,61%) 116,69±16,05 (13,76%) Panjang Tibia 152,70±17,75 (11,62%) 138,21±15,81 (11,44%) Panjang Shank 99,10±10,59 (10,68%) 82,03±7,95 (9,69%) Lingkar Shank 48,85±5,70 (11,66%) 41,85±4,02 (9,60%) Panjang Sayap 154,06±15,06 (9,77%) 140,16±15,62 (11,14%) Panjang Maxilla 32,46±6,04 (18,59%) 30,34±4,66 (15,31%) Tinggi Jengger 19,23±9,70 (50,42%) 10,45±5,78 (55,32%)

Panjang Jari Ketiga 64,33±7,43 (11,54%) 54,89±5,70 (10,39%)

Panjang Dada 145,30±13,03 (8,97%) 134,92±13,10 (9,71%)

Lebar Dada 83,82±7,06 (8,43%) 77,06±8,83 (11,46%)

Dalam Dada 70,73±9,20 (13,00%) 66,95±8,16 (12,18%)

Lebar Pinggul 71,68±7,06 (9,84%) 67,40±6,29 (9,33%)

Ayam Kampung betina pada lokasi pengamatan Blitar memiliki nilai koefisien keragaman lingkar shank yang lebih rendah dibandingkan dengan jantan. Hal tersebut menunjukkan bahwa ayam Kampung betina Blitar telah terseleksi ketat pada sifat lingkar shank. Hal tersebut disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Hasil Pengukuran Variabel yang Diamati pada Ayam Kampung Jantan dan Betina di Lokasi Pengamatan Blitar

Variabel Pengukuran Jenis Kelamin

♂ (38 ekor) ♀ (72 ekor) ---(g)--- Bobot Badan 2.323,7±534,5 (23,00%) 1.534,7±329,4 (21,46%) ---(mm)--- Panjang Femur 129,57±17,29 (13,34%) 117,64±16,75 (14,24%) Panjang Tibia 170,02±16,31 (9,59%) 145,92±13,10 (8,98%) Panjang Shank 114,95±10,42 (9,06%) 88,42 ±9,12 (10,31%) Lingkar Shank 53,34±6,70 (12,55%) 43,24±3,66 (8,46%) Panjang Sayap 151,75±19,70 (12,98%) 148,19±15,55 (10,49%) Panjang Maxilla 37,11±4,44 (11,97%) 32,54±3,98 (12,23%) Tinggi Jengger 18,79 ±8,36 (44,47%) 7,94±3,33 (41,93%)

Panjang Jari Ketiga 71,35±5,482 (7,68%) 60,98±7,160 (11,74%)

Panjang Dada 146,71±13,81 (9,41%) 136,02±13,46 (9,89%)

Lebar Dada 84,33 ±7,16 (8,49%) 76,17±6,45 (8,47%)

Dalam Dada 73,58 ±12,75 (17,34%) 65,01±8,31 (12,79%)

Lebar Pinggul 71,65±5,930 (8,28%) 67,13 ±6,00 (8,94%)

Keterangan: Persen dalam tanda kurung menunjukkan koefisien keragaman

Tabel 6 menyajikan korelasi antara bobot badandan variabel linear

permukaantubuh ayam Kampung dilokasipengamatan. Tabel6 menyatakan bahwa sebanyak dua variabel berkorelasi nyata terhadap bobot badan

ayam Kampung Ciamis jantan, yaitudalam dadadan lebar dada; sedangkan pada betina sebanyak enam variabel, yaitu panjang tibia, panjang sayap, panjang dada, lebar dada, dalam dada dan lebar pinggul. Bobot badan ayam Kampung Tegal jantan berkorelasi positif dengan satu variabel yaitu dalam dada; sedangkan pada betina dengan empat variabel, yaitupanjang sayap, panjang dada, dalam dada dan panjang

variabel yaitu lebar dadadan panjang sayap; sedangkanpada betina dengan empat variabel, yaitu panjang sayap, panjang dada, lebar dada dan dalam dada.Tabel 6 menjelaskan bahwa jumlah variabel ukuran linear tubuh terbanyak yang berkorelasi nyata terhadap bobot badan adalah ayam Kampung Ciamis (dua buah pada jantan dan enam buah pada betina); sedangkan yang tersedikit pada ayam Kampung Tegal (satu buah pada jantan dan empat buah pada betina). Jumlah variabel ukuran linear permukaan tubuh Ayam Kampung Blitar yang berkorelasi nyata dengan bobot badan, ditemukan sebanyak dua buah pada jantan dan empat buah pada betina. Berdasarkan Tabel 6, disimpulkan bahwa ayam Kampung Ciamis dikategorikan sebagai ayam tipe dwiguna yang mengarah ke sifat pedaging; ayamKampung Tegal sebagai ayam tipe dwiguna yang mengarah kesifat petelur; sedangkan ayam Kampung Blitar sebagai ayam tipe dwiguna yang mengarah ke sifat pedaging dan petelur.

Tabel 6. Korelasi antara Bobot Badan dan Beberapa Variabel Linear Permukaan Tubuh yang Berhubungan dengan Produksi pada Ayam Kampung di Lokasi Pengamatan Ciamis, Tegal dan Blitar

Variabel Ciamis Tegal Blitar

♂ (n= 45) ♀ (n=50) ♂ (n= 20) ♀ (n= 76) ♂ (n= 38) ♀ (n= 72) Panjang Femur 0,020tn 0,108 tn 0,088 tn 0,200 tn 0,254 tn 0,132 tn (0,896) (0,455) (0,713) (0,083) (0,124) (0,268) Panjang Tibia 0,218tn 0,344 * 0,207 tn 0,327 ** 0,150 tn 0,168 tn (0,150) (0,014) (0,380) (0,004) (0,369) (0,158) Panjang Sayap 0,277 tn 0,497 ** 0,426 tn 0,333 ** 0,391 * 0,383 ** (0,066) (0,000) (0,061) (0,003) (0,015) (0,001) Panjang Dada 0,182 tn 0,444 ** 0,374 tn 0,452 ** 0,227 tn 0,301 * (0,232) (0,001) (0,104) (0,000) (0,170) (0,010) Lebar Dada 0,433 ** 0,336 * 0,283 tn 0,195 tn 0,681 ** 0,395 ** (0,003) (0,017) (0,226) (0,092) (0,000) (0,001) Dalam Dada 0,457 ** 0,336 * 0,595 ** 0,292 * 0,252 tn 0,272 * (0,002) (0,017) (0,006) (0,010) (0,127) (0,021) Lebar Pinggul 0,265 tn 0,445 ** 0,442 tn 0,166 tn 0,220 tn 0,063 tn (0,079) (0,001) (0,051) (0,151) (0,185) (0,600) Keterangan: * = nyata (P<0,05); ** = sangat nyata (P<0,01); tn= tidak nyata (P>0,05); angka dalam

Panjang maxilla, tinggi jengger, panjang jari ketiga, panjang shank dan lingkar shank merupakan variabel-variabel ukuran tubuh yang tidak berhubungan dengan produksi, tetapi alam menyeleksi variabel-variabel tersebut. Hasil seleksi alam menentukan ke arah mana alam menyeleksi sehingga ayam beradaptasi baik dengan lingkungan tempat hidup. Ayam yang beradaptasi baik memperlihatkan perkembangan ukuran panjang maxilla, tinggi jengger panjang jari ketiga panjang

shank dan lingkar shank. Ciamis, Tegal dan Blitar memiliki lingkungan yang

berbeda.Nilai koefisien keragaman yang rendah pada variabel tersebut, mengindikasikan variabel tersebut telah terseleksi alam. Seleksi alam menurut Martojo (1992) merupakan seleksi yang ditentukan alam. Dijelaskan lebih lanjut bahwa akibat seleksi akan meningkatkan suatu sifat ke arah yang lebih baik sehingga mutu genetik ternak meningkat. Dalam hal ini ayam Kampung Ciamis, Tegal dan Blitar telah beradaptasi baik dengan lingkungan masing-masing. Sifat adaptasi ini merupakan produk dari interaksi antara genetik dan lingkungan.

Tabel 3, 4 dan 5 mengindikasikan bahwa alam tidak menyeleksi jantan maupun betina terhadap sifat tinggi jengger dan panjang jari ketiga. Tinggi jengger ditemukan paling besar pada ayam Kampung Ciamis, karena faktor suhu lingkungan tempat hidup. Suhu Ciamis ditemukan paling tinggi.Jengger berfungsi sebagai alat untuk membantu proses pendinginan tubuh, karena ayam tidak memiliki kelenjar keringat (Zeffer et al., 2003). Menurut Lucas dan Stettenheim (1972) jengger berperanan dalam sistem sirkulasi darah. Jengger berfungsi sebagai termoregulator tubuh terhadap suhu lingkungan. Suhu lingkungan Tegal diantara Ciamis dan Blitar, sehingga hanya ayam Kampung dengan ukuran tinggi jengger sedang yang dapat beradaptasi. Panjang jari ketiga pada ayam Kampung Blitar ditemukan paling tinggi karena lingkungan pada saat ayam beristirahat dengan akitivitas bertengger paling banyak ditemukan di Blitar karena faktor ketidaktersediaan kandang. Ayam Kampung ditemukan banyak beristirahat pada malam hari di luar bangunan kandang dengan menggunakan segala sesuatu sebagai tempat bertengger. Hal yang sebaliknya ditemukan pada ayam Kampung Ciamis, jari ketiga tidak berkembang sebaik ayam Kampung Blitar, karena fungsi jari ketiga tidak terlalu digunakan untuk bertengger. Pada saat beristirahat, ayam Kampung Ciamis dikandangkan. Ayam Kampung Tegal sebagian beristirahat di kandang dan sebagian ditemukan bertengger di luar

bangunan kandang. Hal tersebut mengakibatkan rataan panjang jari ketiga ayam Kampung Tegal antara ayam Kampung Blitar dan Ciamis.Jari kaki ayam berfungsi sebagai alat pencekram saat bertengger, mengais makanan, dan pada saat bertarung dengan musuh. Badriah (2011) menyatakan bahwa fungsi jari ketiga sebagai penyeimbang tubuh burung pada saat bertengger. Adaptasi tinggi terhadap lingkungan dapat menentukan keberhasilan ternak untuk bertahan (survive) dan menghasilkan keturunan (Noor, 2004).

Panjang maxilla berhubungan dengan ukuran tubuh yang dikaitkan tujuan atau arah seleksi peternak. Ayam Kampung yang lebih diarahkan ke sifat pedaging memiliki ukuran badan yang besar sehingga memiliki panjang maxilla yang besar pula, seperti yang ditemukan pada ayam Kampung jantan Blitar yang ditemukan tertinggi diantara ayam Kampung jantan yang diamati dan ayam Kampung betina Ciamis diantara ayam Kampung betina yang diamati. Hal ini memperjelas bahwa ayam Kampung Blitar merupakan tipe dwiguna dengan penekanan arah yang sama terhadap sifat pedaging dan petelur, sedangkan ayam Kampung Ciamis arah seleksi lebih ditekankan pada sifat pedaging. Seleksi alam dalam hal ini sifat panjang

maxilla bersinergi dengan seleksi buatan. Maxilla merupakan bagian dari paruh.

Rusdin (2007) menyatakan bahwa salah satu fungsi paruh adalah sebagai alat pengambil pakan. Hal tersebut dijelaskan lebih lanjut bahwa ukuran paruh yang panjang pada ayam petelur tidak diinginkan karena mempengaruhi efektivitas dan efisiensi pakan yang dikonsumsi. Pada penelitian ini panjang paruh ayam Kampung Tegal berukuran paling kecil. Hal tersebut mendukung kesimpulan bahwa ayam Kampung Tegal termasuk ayam Kampung yang diarahkan untuk petelur.

Mulyono et al. (2009) menyatakan bahwa lingkar shank dihubungkan dengan

kemampuan unggas untuk menopang tubuh. Ukuran badan yang besar berkorelasi dengan bobot badan. Ukuran lingkar shank yang besar juga berhubungan dengan bobot badan yang besar pula, sehingga lingkar shank berkorelasi positif terhadap bobot badan. Hal tersebut bersesuaian dengan hasil penelitian. Pada penelitian ini lingkar shank berkorelasi positif dengan bobot badan. Hasil penelitian menyatakan bahwa korelasi antara lingkar shank dan bobot badan pada ayam Kampung jantan Ciamis, Tegal dan Blitar; sedangkan pada betina korelasi sangat nyata ditemukan hanya pada ayam Kampung Ciamis dan Blitar.Hasil penelitian ini menyatakan

bahwa seluruh ayam Kampung betina telah terseleksi lebih ketat pada lingkar

shank. Bobot badan ayam Kampung betina lebih ringan (Tabel 3, 4 dan 5), sehingga

dapat dinyatakan seleksi ke arah sifat petelur telah dilakukan. Mufti (2003) menyatakan bahwa ayam Kampung jantan memiliki ukuran-ukuran tubuh yang lebih besar daripada ayam Kampung betina. Rasyaf (2002) menyatakan bahwa bobot badan ayam yang ringan dikategorikan sebagai ayam tipe petelur. Hasil penelitian ini juga bersesuaian dengan pernyataan Sulandari et al. (2007) bahwa ayam Kampung merupakan tipe dwiguna.

Lingkar shank berfungsi menopang bobot badan ayam Kampung. Bobot

badan dipengaruhi panjang femur, panjang tibia, panjang shank, panjang sayap, panjang dada, lebar dada, dalam dada dan lebar pinggul (Hutt 1949; Mansjoer, 1985;Suryarman, 2001; Kusuma, 2002; Soeroso et al., 2008).

Statistik T2-Hotelling pada Ayam Kampung yang Diamati

Ukuran-ukuran linear permukaan tubuh ayam Kampung jantan berbeda dengan betina (P<0,01) pada masing-masing lokasi pengamatan berdasarkan hasil uji T2-Hotelling (Tabel 7). Ukuran-ukuran linear permukaan tubuh ayam Kampung jantan berbeda antara lokasi pegamatan (P<0,01) (Tabel 8). Tabel 9 menyajikan hasil T2-Hotelling pada ayam Kampung betina antara lokasi pengamatan yang berbeda. Hasil menunjukkan bahwa perbedaan ukuran-ukuran tubuh juga ditemukan pada ayam Kampung betina antara lokasi pengamatan yang berbeda (P<0,01).

Perbedaan ukuran-ukuran linear permukaan tubuh pada jantan dan betina ayam Kampung di masing-masing lokasi pengamatan; menurut Noor (2004) perbedaan ini disebabkan pengaruh genetik dan lingkungan serta interaksi genetik dengan lingkungan. Martojo (1992) menyatakan bahwa lingkungan internal ternak jantan berbeda dengan betina.

Tabel 7. Rekapitulasi Hasil Analisis T2-Hotelling Ukuran Linear Permukaan Tubuh Ayam Kampung Jantan dan Betina antara Lokasi Penelitian

Ayam Kampung Statistik THotelling 2 Nilai F Nilai P Kesimpulan

♂ Ciamis vs♀ Ciamis 1,78042 12,166 0,000 **

♂ Tegal vs♀ Tegal 1,68716 11,670 0,000 **

♂ Blitar vs♀ Blitar 3,16778 25,606 0,000 **

Tabel 8. Rekapitulasi Hasil Analisis T2-Hotelling Ukuran Linear Permukaan Tubuh Ayam Kampung Jantan antara Lokasi Penelitian

Ayam Kampung Statistik THotelling 2 Nilai F Nilai P Kesimpulan

♂ Ciamis vs ♂ Tegal 1,00601 4,359 0,000 **

♂ Ciamisvs♂ Blitar 1,42227 8,297 0,000 **

♂ Tegal vs ♂ Blitar 1,14310 4,287 0,000 **

Keterangan : ** = sangat nyata (P<0,01); ♂ = jantan; ♀ = betina ; vs = versus

Soeparno (1992) menyatakan bahwa hormon testosteron yang merupakan lingkungan internal pada jantan mempengaruhi pertumbuhan. Dijelaskan lebih lanjut bahwa testosteron memiliki fungsi sebagai steroid dari androgen yang mengakibatkan pertumbuhan ternak jantan lebih cepat dibandingkan betina. Hal ini bersesuaian juga dengan pernyataan Mufti (2003) bahwa ayam Kampung jantan memiliki ukuran-ukuran tubuh lebih besar dibandingkan ayam Kampung betina. Herren (2000) menjelaskanjika kadar hormon testosteron rendah dapat meningkatkan pelebaranepiphysis tulang dan membantu hormon pertumbuhan, sedangkan hormon

estrogen menghambat pertumbuhan. Pertumbuhan pada ternak berlangsung cepat

sejak lahir sampai mencapai dewasa tubuh. Setelah mencapai dewasa tubuh, pertumbuhan tulang dan otot akan berhenti dan dilanjutkan dengan perkembangan lemak.

Tabel 9. Rekapitulasi Hasil Analisis T2-Hotelling Ukuran Linear Permukaan Tubuh Ayam Kampung Betina antara Lokasi Penelitian

Ayam Kampung Statistik T

2

Hotelling Nilai F Nilai P Kesimpulan

♀ Ciamis vs♀ Tegal 0,62895 5,923 0,000 **

♀ Ciamisvs♀ Blitar 1,15431 10,485 0,000 **

♀ Tegal vs ♀ Blitar 0,49351 5,552 0,000 **

Keterangan : ** = sangat nyata (P<0,01); ♂ = jantan; ♀ = betina ; vs = versus

Ukuran-ukuran linear permukaan tubuh ayam Kampung Ciamis, Tegal dan Blitar yang berbeda disebabkan lingkungan dan keputusan peternak dalam menyeleksi. Lingkungan tempat ayam Kampung hidup berbeda. Menurut PemerintahDaerah Propinsi Jawa Barat (2010) desa Tanjung Manggu, Ciamis, Jawa Barat bersuhu sekitar 20-30 0C. Lahan kosong yang ditanami masih banyak

ditemukan. Di desa tersebut juga didirikan pabrik tahu yang mengalirkan limbah pabrik ke anak sungai yang mengalir di desa tersebut. Menurut Pemerintah Daerah Kabupaten Tegal (2011) desa Dampyak, Tegal, Jawa Tengah bersuhu sekitar 26,9 0C dengan kelembaban 82%. Lahan perkebunan dan sawah masih banyak ditemukan. Menurut Pemerintah Kabupaten Blitar (2011) desa Duren Talun, Blitar, Jawa Timur bersuhu sekitar 18-30 0C dengan kelembaban 60%-94%. Menurut Gunawan et al (2004)suhu lingkungan yang tinggi dapat menyebabkan aktivitas metabolisme berkurang sehingga menurunkan aktivitas makan dan minum. Hal ini bersesuaian dengan pernyataan Rumondor (1980) bahwa kondisi daerah sangat menentukan performa ayam Kampung. Ayam Kampung merupakan ayam lokal yang tahan terhadap penyakit (Sulandari et al., 2007). Yani et al. (2006) menyatakanpenampilan produksi ternak dipengaruhi beberapa faktor yaitu faktor keturunan (genetik), pakan, pengelolaan, perkandangan, pemberantasan dan pencegahan penyakit serta faktor lingkungan lain.

Pendugaan Bobot Badan Berdasarkan Variabel-Variabel Pengukuran Tubuh pada Ayam Kampung Ciamis, Tegal dan Blitar

Hasil perhitungan statistik menunjukkan bahwa panjang femur (X1), panjang

tibia (X2), panjang tarsometatarsus (X3), lingkar tarsometatarsus (X4),panjang sayap (X5), panjang maxilla (X6), tinggi jengger (X7), panjang jari ketiga (X8), panjang dada (X9), lebar dada (X10), dalam dada (X11) dan lebar pinggul (X12); sangat berpengaruh terhadap bobot badan ayam Kampung Ciamis, Tegal dan Blitar, baik pada jantan maupun betina (P<0,01). Dengan demikian, persamaan pendugaan bobot badan melibatkan seluruh variabel yang diamati. Hal tersebut bersesuaian dengan Budipurwanto (2001) bahwa hasil pengujian persamaan regresi yang sangat nyata (P<0,01) dapat digunakan untuk memprediksi bobot badan pada ayam buras betina di Kabupaten Kendal. Hasil pengamatan disajikan terlebih dahulu untuk kemudian dibahas. Tabel 10 menyajikan persamaan pendugaan bobot badan ayam Kampung Ciamis pada jantan dan betina.

Perhitungan elastisitas memberikan gambaran variabel yang berpengaruh terhadap pendugaan bobot badan.Elastisitas berfungsi untuk menunjukkan seberapa besar pengaruh kepekaan atau sensivisitas suatu variabel tersebut terhadap bobot badan. Setiap variabel memberikan pengaruh terhadap bobot badan. Nilai elastisitas

Setiap kenaikan satu % variabel yang diamati akan menaikkan persentase bobot badan ayam Kampung atau ternak yang diamati.

Tabel 10. Pendugaan Bobot Badan Ayam Kampung Ciamis pada Jantan dan Betina

Jenis Kelamin Persamaan Regresi Komponen Utama R2

♂ (n = 45) Y = 2.621,173+2,164X1+3,158X2+6,226X3 +10,348X4+3,215X5+10,176X6 0,067X7 +3,560X8+3,576X9+4,732X10 +4,473X11 +4,051X12 34,0 % ♀ (n = 50) Y = 2.055,540+0,770X1+2,350X2+4,482X3 +11,824X4+2,496X5+10,722X6 2,301X7 +5,127X8+2,914X9+4,074X10+4,332X11 + 3,994X12 55,2 % Keterangan : X1 = Panjang Femur; X2 = Panjang Tibia; X3 =Panjang Shank; X4 = Lingkar Shank;

X5 = Panjang Sayap; X6 = Panjang Maxilla; X7 = Tinggi Jengger; X8 = Panjang Jari Ketiga; X9 = Panjang Dada; X10 = Lebar Dada; X11 = Dalam Dada; X12 = Lebar Pinggul; R2 = Koefisien Determinasi

Kepraktisan pendugaan bobot badan di lapang lebih diutamakan. Shank merupakan bagian tubuh ayam Kampung yang paling mudah diukur, karena posisi ayam tidak mudah berubah pada saat dilakukan pengukuran. Panjang atau lingkar

Dokumen terkait