Lokasi Penelitian
Peternakan domba Indocement berlokasi di kampung Legok Ratih, Desa Tajur, Kabupaten Bogor adalah sebuah peternakan yang memanfaatkan lahan bekas penambangan bahan semen. Peternakan ini berdiri pada Oktober 2008 bekerja sama dengan Fakultas Peternakan IPB.
Gambar 2. Kandang di Peternakan Domba Indocement.
Peternakan domba Indocement memiliki 3 kandang utama dan 1 kandang isolasi. Kandang bertipe kandang panggung. Kandang panggung dicirikan dengan adanya tiang penyanggah sehingga kandang berada diatas tanah (sekitar 0,5–1 m) dan berbentuk panggung. Alas lantai kandang terbuat dari bilah bambu yang dipasang dengan sedikit celah sehingga memudahkan kotoran jatuh kebawah kandang. Kandang ini memiliki lantai kolong yang bersemen dan miring ke arah selokan sehingga memudahkan dalam pembersihan kotoran. Atap kandang bertipe monitor dan berbahan genteng.
14
Kondisi Klimat
Rataan suhu dan kelembaban lingkungan dari Peternakan Domba Indocement selama sepuluh minggu yang diamati pada dalam kandang dan luar kandang dapat dilihat lebih jelas pada Tabel 1.
Tabel 1. Rataan Suhu dan Kelembaban Udara di Lokasi Penelitian
Lokasi Waktu Suhu (oC) Kelembaban (%) Dalam Kandang Pagi 25,06 ± 2.27 81,63 ± 12,70
Siang 32,04 ± 3,23 53,00 ± 16,65 Sore 28,55 ± 1,28 69,25 ± 11,25 Luar Kandang Pagi 28,49 ± 4,89 73,88 ± 17,59 Siang 40,25 ± 5,02 32,88 ± 11,61 Sore 29,29 ± 2,16 69,88 ± 9,96 Keterangan : pagi (07.30) WIB, siang (13.30) WIB, sore (17.30) WIB
Kondisi cuaca di Peternakan Domba Indocement di dalam kandang lebih rendah dibandingkan dengan diluar kandang baik pagi, siang dan sore. Selain itu kelembaban didalam kandang juga lebih tinggi yaitu 81,63%±12,70%. Kelembaban didalam kandang juga pada pagi hari lebih tinggi dibandingkan dengan siang dan sore hari. Suhu diluar kandang lebih tinggi dibandingkan dengan suhu didalam kandang. Suhu diluar kandang 40,25±5,02 oC. Rataan curah hujan selama penelitian atau selama 10 minggu adalah 22,39 mm/hari.
Suhu optimal untuk domba di daerah tropis berkisar antara 24-26 oC (Kartasudjana, 2001). Hal ini menunjukan bahwa suhu diluar kandang peternakan Indocement berada diatas suhu nyaman domba. Suhu siang hari di dalam kandang adalah 32,04±3,23 oC dan di luar kandang adalah 40,25±5,02 oC yang artinya kisaran suhu pada siang hari berada diatas suhu nyaman domba. Ramdan (2007) menyatakan bahwa peningkatan suhu dan kelembaban lingkungan dapat menyebabkan penurunan terhadap konsumsi pakan sehingga semakin tinggi suhu dan kelembaban udara pada suatu tempat cenderung menurunkan produktivitas ternak, terutama pertambahan bobot badan yang lambat disebabkan oleh tidak efisiennya penggunaan energi untuk pertumbuhan, karena sebagian energi tersebut banyak digunakan untuk meningkatkan aktivitas fisiologis diantaranya respirasi.
15
Kondisi Ternak Penelitian
Kondisi Fisiologis. Suhu tubuh dapat diukur melalui suhu rektal, karena suhu rektal merupakan indikator yang baik untuk menggambarkan suhu internal tubuh ternak. Suhu rektal juga sebagai parameter yang dapat menunjukkan efek dari cekaman lingkungan terhadap domba. Oktameina (2011) melaporkan suhu tubuh pagi hari, domba yang dicukur lebih rendah (37,97±0,28 0C) dibandingkan dengan yang tidak dicukur (38,47±0,31 0C). Pada siang hari suhu tubuh yang dicukur lebih rendah (38,45±0,20 0C) dibandingkan dengan yang tidak dicukur (38,70±0,25 0C). Hal ini mengindikasikan bahwa tingkat cekaman atau beban panas yang dialamin oleh domba yang tidak dicukur lebih tinggi jika dibandingkan dengan domba yang dicukur. Smith dan Mangkoewidjojo (1988) menyatakan suhu rektal domba di daerah tropis berada pada kisaran 39,2-40 0C.
Oktameina (2011) melaporkan bahwa denyut jantung pada sore hari jantan (86,72±6,47 kali/menit) lebih tinggi dibandingkan dengan betina (81,24±4,12 kali/menit). Hal ini disebabkan domba garut jantan bersifat lebih agresif dan sangat kuat dibandingkan dengan betina. Sehingga aktivitas jantan lebih banyak yang menyebabkan denyut jantungnya pun lebih tinggi dibandingkan dengan betina. Denyut jantung domba pada sore hari meningkat seiring dengan peningkatan suhu tubuh, selain itu aktivitas yang dilakukan oleh ternak pada sore lebih tinggi dibandingkan siang ataupun pagi hari. Sore hari ternak dimasukkan ke dalam kandang setelah digembalakan sehingga ternak berlari-larian yang dapat menyebabkan denyut jantung domba berdetak lebih cepat (Oktameina, 2011). Denyut jantung domba 70-80 kali/menit (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988).
Respirasi meliputi semua proses baik fisik maupun kimia, hewan mengadakan pertukaran gas-gas dengan lingkungan sekelilingnya, khususnya gas O2 dan CO2 (Widjajakusuma dan Sikar, 1986). Oktameina (2011) melaporkan bahwa laju respirasi pada pagi hari, domba jantan (24,08±2,78 kali/menit) lebih rendah dibandingkan dengan betina (28,16±2,20 kali/menit). Respirasi domba yang dicukur (24,46±2,90 kali/menit) lebih rendah dibandingkan dengan yang tidak dicukur (27,78±2,69 kali/menit). Hal ini disebabkan pagi hari domba tidak mengalami stres karena suhu lingkungan berada pada kisaran suhu nyaman, sehingga laju respirasi berada pada kisaran normal.
16 Oktameina (2011) melaporkan bahwa pada siang hari laju respirasi pada domba yang dicukur (38,84±6,56 kali/menit) lebih rendah dibandingkan yang tidak dicukur (55,86±8,53 kali/menit). Hal ini disebabkan karena domba yang tidak dicukur memiliki respirasi yang tinggi karena pada saat pelepasan panas tubuh domba yang tidak dicukur akan terhambat maka cara yang lebih tepat untuk pelepasan panas yaitu melalui respirasi. Domba yang dicukur respirasinya lebih rendah karena pada saat pelepasan panas tubuh lebih efisien.
Respirasi pada sore hari domba jantan dan betina yang tidak dicukur lebih tinggi dibandingkan dengan domba jantan yang dicukur dan domba betina yang dicukur. Oleh sebab itu domba yang dicukur memiliki laju respirasi yang lebih rendah dibandingkan dengan domba yang tidak dicukur (Oktameina,2011). Domba tropis mempunyai frekuensi laju respirasi berkisar 15-25 hembusan per menit (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988).
Produksi dan Perfoma Ternak. Pertambahan bobot badan merupakan salah satu parameter untuk mengetahui performa ternak. Pertambahan bobot badan yang tinggi sangat diharapkan pada suatu peternakan untuk menghasilkan bobot badan yang tinggi serta keefesienan dalam mencerna pakan. Yunidar (2011) melaporkan bahwa pertambahan bobot badan harian (PBBH) domba garut jantan yang dicukur (156±10 g/ekor/hari) lebih tinggi dibandingkan dengan betina yang dicukur (60±14 g/ekor/hari), jantan dan betina yang tidak dicukur (67±17 g/ekor/hari dan 74±20 g/ekor/hari).
Pakan yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari konsentrat dan hijauan. Konsentrat yang diberikan merupakan pakan konsentrat komersil, sedangkan hijauan yang diberikan berupa rumput Brachiaria humidicola, air minum diberikan secara ad libitum. Yunidar (2011) melaporkan bahwa rataan konsumsi pakan hijauan segar adalah 1.114,5±83,1 g/ekor/hari, Sedangkan rataan konsumsi pakan konsentrat adalah 198,57±1,18 g/ekor/hari, Konsumsi pakan hijauan dan konsentrat adalah sebesar 716,79±40,7 g/ekor/hari.
Produksi bulu domba dapat diukur melalui beberapa parameter diantaranya adalah pertumbuhan panjang bulu domba, produksi berat segar bulu domba, dan diameter bulu domba. Ma’ani (2011) melaporkan bahwa rataan pertumbuhan panjang bulu pada domba garut setelah pencukuran adalah
17 0,38±0,03 mm/hari. Rataan diameter bulu domba garut adalah 112,19±11,93 µm, sedangkan rataan produksi berat segar bulu domba garut adalah 0,43±0,02 mg/cm2/hari. Menurut Ensminger (1991) panjang bulu domba sangat bervariasi antara 1-20 inchi pertahun, rata-rata pertumbuhan bulu domba pada domba merino adalah 0,2 mm/hari.
Tingkah Laku Ternak. Tingkah laku saat pencukuran merupakan tingkah laku yang dilakukan oleh seekor domba selama pencukuran. Tingkah laku yang sering muncul saat pencukuran adalah tingkah laku agonistik, yaitu mengangkat kepala, menendang dan berusaha untuk berdiri. Tingkah laku agonistik terjadi akibat adanya kulit atau bagian bulu yang terjepit oleh gunting sehingga domba merasa kesakitan dan berusaha untuk melawan. Namun terdapat beberapa domba yang melakukan agonistik meskipun tidak tergunting kulitnya, diduga disebabkan stress atau merasa tertekan akibat penanganan ternak dan posisi berbaring yang kurang nyaman.
Ma’ani (2011) melaporkan bahwa hasil pengamatan selama pencukuran menunjukkan frekuensi tingkah laku agonistik pada domba jantan adalah 15,70±5,70 kali/pencukuran, dan pada betina lebih tinggi yaitu sebesar 19,70±4,80 kali/pencukuran. Frekuensi agonistik pada betina saat pencukuran lebih tinggi dibandingkan dengan jantan. Hal ini tidak sesuai dengan pendapat Fraser (1975), yang menyatakan bahwa jantan lebih agresif bila dibandingkan dengan betina. Namun hal ini diduga disebabkan pada domba betina mengalami tingkat stress yang lebih tinggi saat pencukuran, sehingga domba betina menjadi lebih agresif dan menunjukkan tingkah laku agonistik yang lebih tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa setiap ternak memiliki respon yang berbeda terhadap rangsangan yang diberikan.
Tingkah laku lain yang muncul selama pencukuran adalah vokalisasi dan membuang kotoran yaitu membuang feses. Tingkah laku vokalisasi sering muncul bersamaan dengan agonistik atau disaat terdapat kulit yang tergunting. Frekuensi tingkah laku vokalisasi pada jantan, dan betina, adalah 1,70±2,30 kali/pencukuran dan 9,50±13,20 kali/pencukuran. Frekuensi tingkah laku vokalisasi pada betina lebih tinggi dibandingkan dengan jantan. Hal ini dapat disebabkan betina lebih stress dibandingkan jantan sehingga frekuensi vokalisasi meningkat. Tingkah laku
18 membuang kotoran jarang dilakukan selama pencukuran yaitu sebanyak 0,70±0,90 kali/pencukuran dan 0,50±0,50 kali/pencukuran masing-masing pada jantan, dan betina. Tingkah laku membuang kotoran yang muncul adalah membuang feses tingkah laku membuang urine tidak muncul selama pencukuran.
Pencukuran bulu domba dilakukan untuk memanen bulu atau untuk tujuan kebersihan. Namun pencukuran akan menghilangkan bulu yang menutupi tubuh domba yang memungkinkan adanya perubahan tingkah laku. Rataan tingkah laku agonistik pada jantan adalah 0,62±0,53 kali/10 menit, sedangkan pada betina 0,12±0,17 kali/10 menit. Rataan frekuensi tingkah laku agonistik pada domba betina lebih rendah bila dibandingkan dengan tingkah laku agonistik pada jantan. Hal ini sesuai dengan pendapat Craig (1981), tingkah laku agonistik juga dimiliki oleh hewan betina namun frekuensinya sangat kecil hal ini disebabkan karena hewan betina juga dapat memproduksi hormon androgen yang dihasilkan oleh ovari dan pituitary glan, namun jumlahnya tidak sebanyak yang diproduksi oleh jantan. Tingkah laku agonistik yang muncul adalah menendang kandang dengan kaki, dan menumbukkan kepala pada dinding kandang.
Tingkah laku ingestive lain adalah merumput, makan pakan hasil pemotongan atau penyimpanan dan konsentrat. Peningkatan produksi dapat dicapai jika ternak makan dengan agresif sehingga memakan pakan lebih banyak (Ensminger, 2002). Ma’ani (2011) melaporkan bahwa rataan tingkah laku ingestive pada jantan dan betina adalah 6,00±3,53 kali/10 menit dan 8,38±0,53 kali/10 menit. . Tingkah laku ingestive yang sering muncul selama pengamatan adalah tingkah laku ruminasi dan minum. Tingkah laku makan rumput atau konsentrat jarang dijumpai karena pengamatan dilakukan setelah pemberian pakan selesai.
Tingkah laku berikutnya adalah tingkah laku membuang kotoran yaitu tingkah laku membuang feses dan urinasi. Ma’ani (2011) melaporkan bahwa rataan tingkah laku membuang kotoran pada domba jantan dan betina adalah 0,12±0,17 kali/ 10 menit dan 0,12±0,18 kali/10 menit. Tingkah laku membuang kotoran yang muncul selama pengamatan adalah mengeluarkan feses dan urin. Hart (1985) menyatakan bahwa tingkah laku membuang kotoran ini dipengaruhi oleh pakan yang dimakan serta karakter fisiologis dari tiap hewan tersebut
19 Tingkah laku lain yang berkaitan dengan pencukuran adalah tingkah laku merawat diri. Ma’ani (2011) melaporkan bahwa rataan frekuensi tingkah laku merawat diri domba garut adalah 3,37±2,65 kali/10 menit, sedangkan frekuensi tingkah laku merawat diri domba betina sebelum dicukur adalah 4,00±1,73 kali/10 menit dan menurun menjadi 0,75±0,96 kali/10 menit. Penurunan frekuensi tingkah laku merawat diri pada betina dapat disebabkan karena dengan adanya pencukuran domba menjadi lebih bersih baik dari kotoran yang menempel pada bulu maupun ektoparasit yang mungkin berkembang pada kulit saat dalam keadaan bulu panjang, sehingga dengan demikian domba akan merasa lebih bersih dan menurunkan frekuensi tingkah laku merawat diri.
Tingkah laku lain adalah tingkah laku vokalisasi yaitu tingkah laku mengeluarkan suara. Domba biasanya melakukan vokalisasi disaat mengalami gangguan atau pada saat waktu pemberian pakan tiba. Ma’ani (2011) melaporkan bahwa selama pengamatan dilakukan domba tidak menunjukkan adanya tingkah laku vokalisasi. Hal ini dapat disebabkan karena kenyamanan kandang yang berupa kandang monitor sehingga dengan demikian sirkulasi udara dalam kandang lancar. Selain hal tersebut domba di peternakan ini biasanya melakukan tingkah laku vokalisasi pada saat waktu pemberian konsentrat dan akan digembalakan.
Ukuran Morfometrik Ukuran Morfometrik Domba pada Akhir Penelitan
Penggukuran ukuran tubuh dilakukan berdasarkan ukuran yang umum pada ternak, yaitu sifat kuantitatif untuk dapat memberikan gambaran eksterior seekor ternak. Rataan morfologi domba garut jantan dan betina yang dicukur dan tidak dicukur pada akhir penelitian disajikan pada Tabel 3.
Hasil analisis menunjukkan bahwa rataan morfometrik domba pada akhir penelitian tidak berbeda nyata (P>0,05) pada semua peubah. Rataan panjang badan pada akhir penelitian adalah 56,6±3,58 cm.
Salamahwati (2004) melaporkan rataan panjang badan domba garut jantan tipe tangkas pada umur kurang dari 1 tahun adalah 42,52±12,82 cm dan untuk tipe pedaging panjang badannya adalah 47,91±8,26 cm, sedangkan panjang badan
20 betina tangkas dan pedaging pada usia kurang dari 1 tahun adalah 44,15±9,88 cm dan 44,19 ± 7,51 cm.
Tabel 3. Rataan Morfometrik Domba pada Akhir Penelitian (10 minggu).
Peubah JK Perlakuan Rataan
Cukur Tidak Cukur PB Jantan 57,3 ± 3,70 56,4 ± 4,83 56,85 ± 4,08 Betina 55,1 ± 3,89 57,6 ± 1,98 56,35 ± 3,20 Rataan 56,2 ± 3,27 57 ± 3,54 56,6 ± 3,58 TB Jantan 58,5 ± 2,69 57,2 ± 3,42 57,85 ± 2,98 Betina 58,4 ± 3,64 57,4 ± 2,19 57,9 ± 2,88 Rataan 58,45 ± 3,02 57,3 ± 2,71 57,87 ± 2,86 TPG Jantan 63,1 ± 4,34 58,4 ± 3,78 60,75 ± 4,57 Betina 60,9 ± 4,09 59,7 ± 2,77 60,3 ± 3,36 Rataan 62 ± 4,14 59,05 ± 3,20 60,53 ± 3,91 LID Jantan 59,2 ± 6,62 58,6 ± 6,62 58,9 ± 4,93 Betina 61,48 ±5,35 61,2 ± 2,28 61,34 ±3,88 Rataan 60,34 ± 4,35 59,9 ± 4,86 60,12 ± 4,50 DD Jantan 23,4 ± 1,29 23,8 ± 2,59 23,6 ± 1,94 Betina 23,1 ± 1,43 22,6 ± 1,56 22,85 ± 1,43 Rataan 23,25 ± 1,29 23,2 ± 2,11 23,23 ± 1,71 LED Jantan 14,3 ± 0,57 13,6 ± 1,78 13,95 ± 1,30 Betina 14,1 ± 0,22 14,4 ± 0,55 14,25 ± 0,42 Rataan 14,2 ± 0,42 14 ± 1,31 14,1 ± 0,95 LPG Jantan 12,7 ± 1,92 12,4 ± 1,34 12,55 ± 1,57 Betina 12,6 ± 0,55 14 ± 0,61 13,3 ± 0,91 Rataan 12,65 ± 1,33 13,2 ± 1,30 12,93 ± 1,31 PPG Jantan 18,1 ± 1,08 17,62 ± 1,68 17,86 ± 1,36 Betina 19,38 ± 1,61 18,6 ± 0,89 18,99 ± 1,29 Rataan 18,74 ± 1,46 18,11 ± 1,37 18,43 ± 1,42 Keterangan : PB = Panjang Badan, TB = Tinggi Badan, TPG = Tinggi Pinggul, LID = Lingkar
Dada, DD = Dalam Dada, LED = Lebar Dada, LPG = Lebar Pinggul, PPG = panjang Pinggul,
21 Setiawan (2003) melaporkan betina tipe tangkas dan pedaging usia kurang dari 1 tahun panjang badannya adalah 44,44±4,96 cm dan 45,44±3,10 cm. Rataan panjang badan pada akhir penelitian lebih tinggi dibandingkan panjang badan yang dilaporkan Salamahwati (2004) dan Setiawan (2003). Menurut Berg dan Butterfield (1976) pertumbuhan ternak bergerak kearah belakang (antero posterior) atau bagian depan tumbuh lebih awal.
Rataan ukuran morfometrik domba pada akhir penelitian pada tinggi badan, tinggi pinggul, lingkar dada, dalam dada, lebar dada, lebar pinggul dan panjang pinggul secara berurutan adalah 57,87±2,86 cm, 60,53±3,91cm, 60,12±4,50 cm, 23,23±1,71 cm, 14,1±0,95 cm, 12,93±1,31 cm, 18,43±1,42cm. Salamahwati (2004) melaporkan bahwa tinggi pundak dari jantan tipe tangkas dan pedaging pada usia kurang dari 1 tahun adalah 52,07±12,42 cm dan 51,51±8,38 cm. Sedangkan betina tipe tangkas dan pedaging pada usia kurang dari 1 tahun adalah 47,88±13,40 cm dan 48,13±9,33 cm. Setiawan (2003) melaporkan bahwa betina tipe tangkas dan pedaging usia kurang dari 1 tahun memiliki tinggi pundak yaitu 55,52±2,99 cm dan 56,53±1,79 cm. Rataan tinggi badan domba yang diberi perlakuan pencukuran lebih tinggi dibandingkan dengan tinggi badan domba yang dilaporkan oleh Salamahwati (2004) dan Setiawan (2003). Pada akhir penelitian perlakuan pencukuran belum tampak mempengaruhi ukuran morfometrik. Hasil ini menunjukan bahwa perlakuan pencukuran dan jenis kelamin tidak mempengaruhi ukuran morfometrik domba pada akhir penelitian.
Pertumbuhan Morfometrik Domba Selama Penelitan
Penggukuran ukuran tubuh dilakukan berdasarkan ukuran yang umum pada ternak, yaitu sifat kuantitatif untuk dapat memberikan gambaran eksterior seekor ternak. Rataan morfologi domba garut jantan dan betina yang dicukur dan tidak dicukur pada awal penelitian disajikan pada Tabel 4.
Hasil analisis menunjukan perlakuan pencukuran secara umum tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap pertumbuhan morfometrik, kecuali pada pertumbuhan panjang badan dan tinggi pinggul perlakuan pencukuran berpengaruh nyata (P<0,05).
22 Tabel 4. Rataan Pertumbuhan Morfometrik Domba Selama Penelitian.
Peubah JK Perlakuan Rataan
Cukur Tidak Cukur PB Jantan 6 ± 1,17 6,2 ± 2,59 6,1 ± 1,89 Betina 4,7 ± 0,91 7,8 ± 1,60 6,25 ± 2,05 Rataan 5,35 ± 1,20A 7 ± 2,19B 6,18 ± 1,92 TB Jantan 6,3 ± 1,30 5,4 ± 1,08 5,85 ± 1,23 Betina 6,7 ± 3,53 4,4 ± 1,82 5,55 ± 2,91 Rataan 6,5 ± 2,52 4,9 ± 1,51 5,7 ± 2,18 TPG Jantan 7,6 ± 3,27 4,4 ± 1,52 6 ± 2,93 Betina 6,4 ± 2,07 4,4 ± 1,47 5,4 ± 1,99 Rataan 7 ± 2,66A 4,4 ± 1,41B 5,7 ± 2,46 LID Jantan 2,5 ± 1 3,6 ± 1,01 3,05 ± 1,11 Betina 5,38 ± 3,83 4,2 ± 1,09 4,79 ± 2,73 Rataan 3,94 ± 3,04 3,9 ± 1,04 3,92 ± 2,21 DD Jantan 1,5 ± 0,61 4,05± 3,15 2,78 ± 2,53 Betina 2,4 ± 0,42 2,1 ± 1,08 2,25 ± 0,79 Rataan 1,95 ± 0,68 3,08 ± 2,45 2,51 ± 1,84 LED Jantan 0,9 ± 0,42 1,3 ± 0,27 1,1 ± 0,39 Betina 1,7 ± 0,57 1,3 ± 0,91 1,5 ± 0,75 Rataan 1,3 ± 0,63 1,3 ± 0,63 1,3 ± 0,62 LPG Jantan 1,8 ± 1,56 2,2 ± 0,57 2 ± 1,13 Betina 1,45 ± 0,62 2,4 ± 1,19 1,93 ± 1,03 Rataan 1,63 ± 1,14 2,3 ± 0,89 1,96 ± 1,05 PPG Jantan 1,3 ± 0,57B 2,02 ± 0,59AB 1,66 ± 0,67 Betina 2,88 ± 1,30A 1,88 ± 0,92AB 2,38 ± 1,19 Rataan 2,09 ± 1,26 1,95 ± 0,73 2,02 ± 1,01 Keterangan : PB = Panjang Badan, TB = Tinggi Badan, TPG = Tinggi Pinggul, LID = Lingkar
Dada, DD = Dalam Dada, LED = Lebar Dada, LPG = Lebar Pinggul, PPG = panjang Pinggul, Superskrip (A,B) = Pada baris yang sama menyatakan berbeda nyata (P < 0,05),
Pertumbuhan panjang badan dari domba yang dicukur (5,35±1,20 cm) lebih rendah dari pada domba yang tidak dicukur (7±2,19 cm). Pertumbuhan tinggi pinggul dari domba yang dicukur (7±2,66 cm) lebih tinggi dari pada domba
23 yang tidak dicukur (4,4±1,41 cm). Pada jenis kelamin secara umum tidak berpengaruh nyata (P>0,05) pada pertumbuhan morfometrik. Terdapat interaksi antara jenis kelamin dan perlakuan pencukuran yaitu pada panjang pinggul.
Rataan pertumbuhan panjang pinggul jantan cukur dan betina cukur berbeda (P<0,05) yaitu 1,3±0,57 cm dan 2,88±1,30 cm. Rataan pertumbuhan panjang pinggul jantan cukur tidak berbeda dengan jantan tidak cukur dan betina tidak cukur. Rataan pertumbuhan panjang pinggul betina cukur tidak berbeda dengan jantan tidak cukur dan betina tidak cukur.
Hasil analisis menunjukan rataan pertumbuhan tinggi badan, lingkar dada, dalam dada, lebar dada, dan lebar pinggul selama penelitian tidak berbeda nyata (P>0,05). Rataan pertumbuhan tinggi badan, lingkar dada, dalam dada, lebar dada, dan lebar pinggul secara berurutan adalah adalah 5,7±2,18 cm, 3,92±2,21cm, 2,51±1,84 cm, 1,3±0,62 cm, dan 1,96±1,05 cm. Hal ini menunjukan bahwa perlakuan pencukuran tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan morfometik pada tinggi badan, lingkar dada, dalam dada, lebar dada, dan lebar pinggul.
Rataan pertumbuhan panjang badan ternak yang tidak dicukur lebih tinggi dibandingkan dengan ternak yang dicukur. Tingkah laku ternak yang diberi perlakuan pencukuran, meningkatkan tingkah laku makan, agonistik, vokalisasi dan membuang kotoran. Sehingga ternak yang dicukur mengeluarkan energi lebih banyak untuk hidup dibandingkan dengan ternak yang tidak dicukur. Hafez dan Dyer (1969) menyatakan bahwa pertumbuhan seekor ternak dipengaruhi olehfaktor genetik, faktor lingkungan, terutama manajemen pemeliharaan, jenis pakan, bobot badan dan iklim. Menurut Berg dan Butterfield (1976) pertumbuhan ternak bergerak kearah belakang (antero posterior) atau bagian depan tumbuh lebih awal.
Terdapat interaksi antara perlakuan dan jenis kelamin berbeda nyata (P<0,05) pada pertumbuhan panjang pinggul domba. Perbedaan terjadi pada Jantan cukur dan betina cukur dengan pertambahan 1,3±0,57 cm dan 2,88±1,30 cm. Pertumbuhan betina cukur lebih tinggi dibandingkan dengan jantan cukur. Hasil ini menunjukan bahwa perlakuan pencukuran dan jenis kelamin berpengaruh terhadap pertambahan panjang pinggul. Ensminger (1977) menyatakan bahwa ternak betina mengalami pertumbuhan lebih dahulu
24 dibandingkan jantan. Hal ini dikarenakan betina menyiapkan pertumbuhannya pada organ reproduksi. Pertumbuhan akan meningkat bila mendekati pubertas atau kematangan, dan akan berhenti bila telah mencapai kematangan. (Taylor dan Field, 2004). Setelah mengalami kemasakan pertumbuhan otot dan tulang akan berhenti (Herren, 2000).
Pencukuran bulu sebenarnya dapat mempengaruhi kondisi domba, terutama hubungannya dengan adaptasinya terhadap lingkungan. Hafez (1968) berpendapat bahwa pencukuran bulu dapat menaikan toleransi panas pada musim dimana suhu lingkungan tinggi, dan sebaliknya berkurang bila musim dingin. Disebutkan lebih lanjut bahwa pada dasarnya bulu berfungsi sebagai pelindung terhadap radiasi panas sinar matahari, sebagai insulator dan sebagai penangkap panas. Oleh karena itu pencukuran bulu dapat mempengaruhi baik keadaan fisiologi maupun produktivitas ternak.
Menurut Baliarti (1984) pencukuran wol tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan bila konsumsi pakan dan minum pada tiap domba adalah sama. Rataa konsumsi pakan dari konsentrat domba selama penelitian ialah sama untuk domba yang dicukur (198,87 gr/ekor/hari) dan tidak dicukur (198,06 gr/ekor/ hari). Jumlah konsentrat yang dikonsumsi ternak yang dicukur lebih banyak dibandingkan dengan ternak yang tidak dicukur. Ada selisih sebesar 0,71gr. Konsumsi rumput selama penelitian rata-rata 1,12 kg/ekor/hari untuk ternak yang dicukur dan 1,08 kg/ekor/hari untuk ternak yang tidak dicukur. Konsumsi rumput ternak yang dicukur juga lebih tinggi dibandingkan dengan ternak yang tidak dicukur.
Perkembangan Ukuran Morfometrik Panjang Badan
Pertumbuhan panjang badan dari ternak selama penelitian (sepuluh minggu) dapat dilihat lebih jelas pada Gambar 4. Ukuran morfometrik JC, JTC, BC, dan BTC Pada minggu kenol secara berurutan adalah 49,7±2,33 cm, 47,4±5,14 cm, 49,2±3,49 cm, dan 47,9±1,25 cm. Pada minggu ke 2 dilakukan pencukuran, ukuran morfometrik pada minggu kedua pada JC dan JTC adalah 51,3±3,27 cm, dan 50,2±6,94 cm, sedangkan ukuran morfometrik BC dan BTC adalah 50,4±3,59 cm dan 49,8±1,30 cm.
25 Perkembangan morfometrik panjang badan pada minggu keempat dari JC, JTC, BC, dan BTC secara berurutan adalah 0,95 cm, 1,7 cm, 1,4 cm, dan 3 cm. perkembangan yang terkecil terjadi pada BC yaitu 1,4 cm. Sedangkan perkembangan terbesar terjadi pada BTC yaitu 3cm.
Perkembangan panjang badan dari JC dan JTC setelah pencukuran mengalami peningkatan. Pada minggu kedelapan perkembangan panjang badan JC dan JTC mengalami perkembangan terendah selama penelitian yaitu 0,76 cm dan 0,69 cm. Perkembangan panjang badan JC dan JTC kembali meningkat pada minggu ke 10 panjang badan dari JC dan JTC adalah 57,3±3,70 cm dan 56,4±4,83 cm. Hal ini sama terjadi pada BTC, pertumbuhan yang terendah terjadi pada minggu keenam yaitu 1,1 cm. Perkembangan panjang badan setelah minggu keenam hingga minggu kesepuluh meningkat. Perkembangan panjag badan pada minggu kesepuluh merupakan perkembangan ukuran morfometrik tertinggi yaitu 2,1 cm. Panjang badan pada minggu kesepuluh dari BTC ialah 57,6±1,98cm. Perkembangan ukuran panjang badan BC setelah minggu keenam sbesar 1,1 cm.
Gambar 4. Grafik Pertumbuhan Panjang Badan Domba Selama Penelitian . = Jantan cukur (JC); = Jantan tidak dicukur (JTC); = betina yang dicukur (BC); = betina tidak dicukur (BTC).
Pada minggu kedelapan perkembangan ukuran morfometrik JC dan JTC mengalami penurunan tetapi pada BC perkembangannya sama dengan minggu keenam. Pada akhir penelitian ukuran morfometrik panjang badan dari BC adalah
26 55,1 ± 3,89 cm. Menurut Berg dan Butterfield (1976) pertumbuhan ternak bergerak kearah belakang (antero posterior) atau bagian depan tumbuh lebih awal.
Salamahwati (2004) melaporkan rataan panjang badan domba garut jantan tipe tangkas pada umur kurang dari 1 tahun adalah 42,52±12,82 cm, dan untuk tipe pedaging panjang badannya adalah 47,91±8,26 cm, sedangkan untuk betina tangkas dan pedaging pada usia kurang dari 1 tahun adalah 44,15±9,88 cm dan 44,19 ± 7,51 cm. Setiawan (2003) melaporkan betina tipe tangkas dan pedaging