• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penelitian ini dilakukan di empat sekolah dasar yang berakreditasi baik di kawasan Kota Bogor. Sekolah dasar tersebut yaitu SDN Bantarjati 6, SDN Pengadilan 5, SDN Pajajaran 1, dan SDN Batutulis 2. SDN Bantarjati 6 terletak di jalan Taweuran Raya nomor 6 Bogor Utara, SDN Pengadilan 5 terletak di jalan Pengadilan nomor 10 Bogor Tengah, SDN Pajajaran 1 terletak di jalan Raya Pajajaran Bogor Timur, dan SDN Batutulis 2 terletak di jalan Batutulis nomor 137 Bogro Selatan. Selain melakukan kegiatan belajar dan mengajar pada hari Senin hingga Jumat, keempat sekolah dasar tersebut juga menyediakan kegiatan ektrakulikuer seperti pramuka, seni dan olahraga guna mengembangkan potensi yang ada pada diri contoh.

Densitas Zat Gizi Pangan

Menurut Drewnowski (2010), makanan yang kaya energi tetapi miskin zat gizi dapat meningkatkan rasio antara energi dan zat gizi yang terkandung di dalamnya. Pada beberapa kejadian, makanan yang sehat didefinisikan sebagai makanan yang komposisinya terdapat batasan pada lemak, gula tambahan dan

10

garam dan lebih banyak megandung zat gizi yang menguntungkan bagi tubuh. Konsep densitas zat gizi pangan dapat digunakan untuk mengetahui jumlah energi dan zat gizi dari makanan yang sebaiknya dibatasi konsumsinya agar dapat meningkatkan kualitas kesehatan (Drewnowski 2005).

Penentuan densitas zat gizi pangan dengan metode NRF 6.3 dihitung per 100 kkal makanan. Pada penelitian ini densitas zat gizi pangan contoh yang diolah hanya berasal dari sarapan. Setelah dilakukan pengolahan dengan metode NRF 6.3, hasil yang telah didapat diklasifikasikan berdasarkan kategori kuintil 1 sampai kuintil 5 (Drewnowski 2010). Pada Tabel 3 disajikan sebaran contoh berdasarkan densitas zat gizi pangan sarapan.

Tabel 3 Sebaran contoh berdasarkan densitas zat gizi pangan sarapan Densitas zat gizi pangan

(NRF 6.3/100 kkal) n % Mean±SD Jenis Pangan

Kuintil 1 (<1) 90 76.3

0.7±2.3

Mie, biskuit/cookies

Kuintil 2 (1─10) 27 22.8 Nasi, telur/ayam,susu

Kuintil 3 (11─20) 1 0.9 Nasi, ayam, susu

Kuintil 4 (21─30) 0 0.0

Kuintil 5 (>30) 0 0.0

Total 118 100.0

Berdasarkan pendekatan Index NRF 6.3 skor densitas zat gizi pangan sarapan contoh sebagian besar termasuk kategori kuintil 1 yang artinya kualitas sarapan contoh kurang baik. Menurut Drewnowski (2010), semakin tinggi skor densitas zat gizi pangan dan rendahnya skor densitas energi pada pangan maka hal tersebut menunjukkan kualitas pangan tersebut semakin baik begitu pula sebaliknya. Secara umum jenis pangan contoh saat sarapan memiliki kualitas pangan yang kurang baik. Jenis pangan yang termasuk pada kuintil 1 dalam penelitian ini meliputi mie atau cookies atau biskuit saja tanpa ada tambahan dari jenis pangan lainnya. Kuintil 2 jenis pangannya berupa nasi, lauk berupa telur ayam atau ayam, dan susu. Hal yang tidak jauh berbeda pada jenis pangan di kuintil 3. Jenis atau kelompok pangan yang tergolong tinggi zat gizi (high nutrient-dense food) adalah susu dan produk olahannya, buah-buahan, sayur-sayuran, dan padi-padian/umbi-umbian, sedangkan jenis atau kelompok pangan yang tergolong tinggi kalori dan rendah zat gizi (high calorie, low nutrient-dense food) adalah snack atau jajanan, seperti permen, cookies, ice cream, dan lain sebagainya (Drewnowski 2005).

Densitas Asupan Zat Gizi

Densitas asupan zat gizi merupakan asupan zat-zat gizi yang terkandung dalam suatu pangan yang dikonsumsi dan digunakan untuk memenuhi kebutuhan zat gizi individu maupun rumah tangga (Drewnowski 2005). Selain itu, densitas asupan zat gizi dapat dihubungkan dengan risiko obesitas, dan penyakit kardiovaskuler (Singer et al. 1995; Lee et al. 2014). Hal yang membedakan dengan tingkat kecukupan zat gizi adalah densitas asupan zat gizi dapat digunakan untuk mengetahui rasio jumlah jenis zat gizi yang dikonsumsi per hari per 1 000 kkal. Menurut Singer et al (1995), penelusuran densitas asupan zat gizi dapat dilakukan sejak usia dini yaitu 3 sampai 4 tahun. Berikut sebaran contoh berdasarkan nilai densitas asupan zat gizi yang disajikan pada Tabel 4.

11 Tabel 4 Sebaran contoh berdasarkan densitas asupan zat gizi

Densitas Asupan Zat Gizi n % Mean±SD

Densitas Protein <20 g/1 000 kkal 34 27.6 28.3±13.1 20─40 g/1 000 kkal 75 61 >40 g/1 000 kkal 14 11.4 Total 123 100 Densitas Kalsium <500 mg/1 000 kkal 76 61.8 1392.1±2856.6 ≥500 mg/1 000 kkal 47 38.2 Total 123 100 Densitas Besi <7 mg/1 000 kkal 60 48.8 8.9±6.9 ≥7 mg/1 000 kkal 63 51.2 Total 123 100 Densitas Vitamin A <700 µg RE/1 000 kkal 118 95.9 229.5±424.1 ≥700 µg RE/1 000 kkal 5 4.1 Total 123 100 Densitas Vitamin C <50 mg/1 000 kkal 110 89.4 21.4±60.4 ≥50 mg/1 000 kkal 13 10.6 Total 123 100

Densitas asupan protein contoh rata-rata 28.3 g per 1 000 kkal. Secara keseluruhan sebanyak 61 persen (75 orang) contoh penelitian berada pada kategori densitas asupan protein 20 sampai 40 g per 1 000 kkal. Berdasarkan kategori WHO (1998) dan Drewnowski (2005) termasuk ke dalam kategori cukup. Rata-rata densitas asupan zat besi contoh juga termasuk kategori cukup 8.9 mg per 1 000 kkal. Sementara itu, densitas asupan zat gizi kalsium, vitamin A, dan vitamin C pada contoh masih tergolong dalam kategori rendah. Sebanyak 61.8 persen densitas asupan kalsium <500 mg per 1 000 kkal, 95.9 persen densitas asupan vitamin A <700 µg RE per 1 000 kkal, dan 89.4 persen densitas asupan vitamin C contoh <50 mg per 1 000 kkal. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar contoh memiliki densitas asupan kalsium, vitamin A dan vitamin C yang kurang. Semakin tinggi nilai densitas asupan zat gizi tertentu maka menunjukkan contoh tersebut mengonsumsi pangan yang kaya akan zat gizi tertentu (Zulaikhah 2012).

Konsumsi pangan seseorang secara langsung dapat mempengaruhi densitas asupan zat gizi. Menurut Kusharto dan Sa’adiyah (2008), konsumsi pangan merupakan informasi tentang jenis dan jumlah pangan yang dimakan (dikonsumsi) seseorang atau sekelompok orang pada waktu tertentu. Banyak faktor yang mempengaruhi konsumsi pangan pada anak, yaitu faktor keluarga, faktor lingkungan sekolah, teman sebaya dan lain sebagainya. Berikut daftar jenis makanan yang dikonsumsi oleh contoh.

12

Tabel 5 Sebaran makanan yang sering dikonsumsi contoh Kelompok Pangan dan Anjuran Porsi Jenis Pangan Mean±SD

Pangan sumber karbohidrat Nasi 182.0±113.9

(4─5 porsi)* Mie 56.9±70.2

Roti 7.1±16.7

Ubi jalar 8.9±39.8

Pangan sumber protein hewani Telur 35.6±41.9

(2─3 porsi)* Ayam 27.9±38.9

Susu 75.0±142.4

Pangan sumber protein nabati Tempe 11.6±36.5

(2─3 porsi)* Tahu 6.7±25.9

Pangan sayuran Bayam 3.0±15.7

(3 porsi)* Kool dan wortel 4.5±27.0

Tomat 1.1±5.4

Pangan buah-buahan Apel 5.1±23.7

(4 porsi)* Pisang 3.2±24.0

Pangan lainnya Biskuit 53.6±91.2

Goreng-gorengan 12.4±30.2 Teh kotak/botol 46.3±104.6

*Pedoman Gizi Seimbang (Kemenkes 2014)

Pangan sumber energi yang sering dikonsumsi contoh adalah nasi, mie dan roti. Jenis pangan umbi-umbian yang sering dikonsumsi contoh adalah ubi jalar. Rasa yang gurih dan dianggap mengenyanggkan merupakan alasan contoh yang cukup sering mengonsumsi mie instant. Biasanya contoh mengonsumsi mie saja atau mie ditambah nasi dan telur dan kadang-kadang ditambah sayur. Mie yang terbuat dari tepung terigu mengandung karbohidrat dalam jumlah besar, tetapi sedikit protein, vitamin dan mineral. Mengonsumsi jenis makanan tersebut dapat dikatakan belum mencukupi kebutuhan gizi yang seimbang bagi tubuh. Selain itu, contoh juga kurang mengonsumsi jenis pangan dari kelompok sayuran dan buah-buahan yang merupakan sumber vitamin dan mineral. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai rata-rata contoh yang mengonsumsi kool dan wortel 4.5 gram/hari dan apel 5.1 gram/hari.

Menurut Bjellann et al (2013) mengonsumsi buah dan sayur merupakan bagian penting dalam gaya hidup sehat. Hasil penelitian Lock et al. (2005) menyebutkan bahwa anak usia 5─14 tahun memiliki kecenderungan 20% mengkonsumsi buah dan sayur lebih rendah bila dibandingkan dengan orang dewasa 30─59 tahun.

Anak usia sekolah dianjurkan untuk mengonsumsi sayuran dan buah-buahan sebanyak 300─400 gram per hari, pangan hewani 70─140 gram per hari, 100─200 gram per hari pangan nabati (Kemenkes 2014). Berdasarkan hal tersebut dapat diduga bahwa kurangnya konsumsi jenis pangan sumber vitamin dan mineral dapat mempengaruhi densitas asupan zat gizi tersebut.

Hubungan antara Densitas Asupan Zat Gizi dengan Karakteristik Contoh Anak usia sekolah adalah anak yang berusia sekitar 6 sampai 12 tahun. Anak sekolah dasar dibagi menjadi dua bagian, yaitu kelas rendah yang berumur 6 sampai

13 9 tahun dan kelas tinggi yang berusia 10 sampai 12 tahun. Menurut Lucas & Feucht (2008), menyatakan bahwa masa usia sekolah terjadi pertumbuhan yang signifikan pada aspek sosial, kognitif, dan emosi. Anak usia sekolah berada pada masa pertumbuhan yang sangat cepat dengan kegiatan fisik yang sangat aktif. Seiring dengan bertambahnya usia dan aktivitas fisik. Anak usia sekolah membutuhkan asupan gizi yang lebih banyak dan lebih baik untuk menunjang pertumbuhan dan perkembangannya. Asupan gizi yang baik bersumber dari pangan yang memiliki komposisi zat gizi yang baik pula. Seorang anak dalam memilih makanan sering dipengaruhi oleh lingkungannya. Contoh penelitian ini merupakan siswa kelas 6 yang termasuk kelompok kelas tinggi sekolah dasar. Usia, jenis kelamin, dan uang saku merupakan karakteristik contoh yang diteliti.

Usia

Perkembangan fisik dan motorik anak akan semakin berkembang sesuai dengan bertambahnya usia. Pada usia 10 sampai 12 tahun pertumbuhan dan perkembangan fisik pada masa sekolah akan mengalami proses percepatan. Salah satunya adalah pertumbuhan berat badan dan tinggi badan (Hidayat 2004). Semua itu dapat ditunjang dengan asupan gizi yang baik. Asupan komposisi zat gizi yang baik dapat memenuhi kebutuhan zat gizi anak tersebut. Berikut Tabel 6 sebaran contoh berdasarkan densitas asupan zat gizi dan usia.

Tabel 6 Sebaran contoh berdasarkan densitas asupan zat gizi dan usia

Densitas Zat Gizi 10 11 Usia (tahun) 12 ≥13 p

n % n % n % n % Protein (g/1 000 kkal) <20 1 2.9 30 88.2 3 8.8 0 0.0 0.605 20─40 8 10.7 55 73.3 10 13.3 2 2.7 >40 2 14.3 10 71.4 2 14.3 0 0.0 Kalsium (mg/1 000 kkal) <500 7 9.2 57 75.0 10 13.2 2 2.6 0.675 ≥500 4 8.5 38 80.9 5 10.6 0 0.0 Zat Besi (mg/1 000 kkal) <7 5 8.3 46 76.7 8 13.3 1 1.7 0.981 ≥7 6 9.5 49 77.8 7 11.1 1 1.6 Vitamin A (µg RE/1 000 kkal) <700 11 9.3 90 76.3 15 12.7 2 1.7 0.674 ≥700 0 0.0 5 100 0 0.0 0 0.0 Vitamin C (mg/1 000 kkal) <50 10 9.1 84 76.4 14 12.7 2 1.8 0.895 ≥50 1 7.7 11 84.6 1 7.7 0 0.0

Contoh dalam penelitian ini sebagian besar termasuk usia 11 sampai 12 tahun. Rata-rata usia contoh adalah 11.06±0.52 tahun. Secara umum, densitas asupan protein dan zat besi pada setiap kategori umur termasuk kategori cukup. Hal yang

14

berbeda terjadi pada densitas asupan kalsium, vitamin A dan vitamin C yang menunjukkan sebagian besar contoh termasuk kategori kurang.

Berdasarkan uji Chi Square, tidak terdapat hubungan signifikan antara densitas asupan zat gizi dengan usia. Hal ini berbeda dengan penelitian Singer et al. (1995), menunjukkan adanya hubungan antara usia dengan densitas asupan zat gizi, akan tetapi nilai konsistensinya tidak selalu kuat atau meningkat seiring bertambahnya usia anak. Perbedaan hasil penelitian tersebut diduga karena perbedaan kelompok contoh yang diteliti. Semakin bertambahnya usia anak, konsumsi makanan yang dimakan semakin beragam sesuai yang mereka inginkan. Jenis Kelamin

Sebagian besar contoh dalam penelitian ini berjenis kelamin perempuan berjumlah 79 orang (64.2%) sedangkan contoh laki-laki berjumlah 44 orang (35.8%). Berdasarkan uji beda Man withney, tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara jenis kelamin laki-laki dan perempuan pada setiap kategori densitas asupan zat gizi. Pada Tabel 7 disajikan sebaran contoh berdasarkan densitas asupan zat gizi dan jenis kelamin.

Tabel 7 Sebaran contoh berdasarkan densitas asupan zat gizi dan jenis kelamin

Densitas Zat Gizi Laki-laki n % Perempuan n % Total n % p

Protein (g/1 000 kkal) <20 13 38.2 21 61.8 34 27.6 0.409 20─40 24 32.0 51 68.0 65 52.8 >40 7 50.0 7 50.0 14 11.4 Kalsium (mg/1 000 kkal) <500 30 39.5 46 60.5 76 61.8 0.276 ≥500 14 29.8 33 70.2 47 38.2 Zat Besi (mg/1 000 kkal) <7 20 33.3 40 66.7 60 48.8 0.582 ≥7 24 38.1 39 61.9 63 51.2 Vitamin A (µg RE/1 000 kkal) <700 43 36.4 75 63.6 118 95.9 0.453 ≥700 1 20.0 4 80.0 5 4.1 Vitamin C (mg/1 000 kkal) <50 37 33.6 73 66.4 110 89.4 0.151 ≥50 7 53.8 6 46.2 13 10.6

Densitas asupan protein dan zat besi pada contoh laki-laki sebagian besar tergolong cukup, sedangkan densitas asupan kalsium, vitamin A dan vitamin C tergolong kurang. Hal yang sama ditunjukkan pada densitas asupan protein oleh contoh perempuan, sebagian besar contoh termasuk kategori cukup. Pada contoh perempuan densitas mineral dan vitamin tidak jauh berbeda dengan contoh laki-laki yaitu tergolong kurang.

15 Uang Saku

Orang tua pada umumnya memberikan sejumlah uang pada anak usia sekolah untuk keperluan jajan dan keperluan lainnya yang biasa disebut uang saku. Sebagian besar contoh memiliki uang saku Rp5 001─10 000 dengan rata-rata uang saku contoh keseluruhan Rp8353±3721. Suryaalamsyah (2009) menyebutkan bahwa rata-rata uang saku siswa sekolah dasar di Bogor berkisar Rp5 000─10 000 per harinya. Sebaran contoh berdasarkan densitas asupan zat gizi dan uang saku dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan densitas asupan zat gizi dan uang saku

Besar uang saku yang dimiliki tiap anak sangat beragam tergantung pada faktor-faktor yang mendukungnya. Contoh dengan rata-rata uang saku Rp5 001─10 000 sebagian besar termasuk dalam kategori cukup untuk densitas asupan protein dan zat besi. Sebaliknya densitas asupan kalsium, vitamin A dan vitamin C tergolong rendah. Hal yang tidak jauh berbeda pada uang saku contoh ≤ Rp5 000 ataupun ≥ Rp10 001. Tidak terdapat hubungan antara uang saku terhadap densitas asupan zat gizi dalam penelitian ini.

Hubungan antara Densitas Asupan Zat Gizi dengan Karakteristik Keluarga Menurut almatsier (2009), Lingkungan dan tingkah laku keluarga banyak bepengaruh terhadap kebiasaan makan. Selain lingkungan keluarga, lingkungan yang ada di sekitar makanan dan waktu makan juga mempengaruhi pembentukan sikap terhadap makanan dan kebiasan makan. Pertambahan lingkup pergaulan dan pertambahan aktivitas dapat mengubah perilaku makan anak (Lucas 2004). Keluarga memiliki posisi yang penting dalam proses pertumbuhan dan

Densitas Zat Gizi ≤5 000 Uang saku (Rp) 5 001─10 000 ≥10 001 p

n % n % n % Protein (g/1000 kkal) <20 14 41.2 16 47.1 4 11.7 0.183 20─40 12 16.0 54 72.0 9 12.0 >40 4 28.6 7 50.0 3 21.4 Kalsium (mg/1000 kkal) <500 17 22.4 51 67.1 8 10.5 0.372 ≥500 13 27.7 26 55.3 8 17.0 Zat Besi (mg/1000 kkal) <7 17 28.3 36 60.0 7 11.7 0.597 ≥7 13 20.6 41 65.1 9 14.3 Vitamin A (µg RE/1000 kkal) <700 29 24.6 73 61.9 16 13.6 0.727 ≥700 1 20.0 4 80.0 0 0.0 Vitamin C (mg/1000 kkal) <50 26 23.6 70 63.6 14 12.7 0.642 ≥50 4 30.8 7 53.8 2 15.4

16

perkembangan seorang anak. Hal ini dikarenakan keluarga merupakan tempat pertama anak berinteraksi dengan lingkungan sekitar. Pada penelitian ini karakteristik keluarga yang diamati meliputi besar keluarga, pendapatan, dan pendidikan orang tua.

Besar Keluarga

Besar keluarga memberikan pengaruh terhadap interaksi antara anggota keluarga. Semakin besar jumlah anggota keluarga, semakin banyak interaksi yang terjadi. BKKBN (2005), mengkategorikan besaran keluarga sebagai berikut, keluarga kecil (jumlah anggota keluarga ≤4 orang), keluarga sedang (5─7 orang), dan keluarga besar (≥8 orang). Berikut sebaran contoh berdasarkan denistas asupan zat gizi dan besar keluarga yang disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9 Sebaran contoh berdasarkan densitas asupan zat gizi dan besar keluarga

Contoh sebagian besar memiliki jumlah anggota rumah tangga 5─7 orang (52%), selanjutnya ≤4 orang (43.9%) dan terendah ≥8 orang (4.1%). Contoh yang memiliki anggota rumah tangga 5─7 orang memiliki densitas asupan protein yang cukup dan densitas asupan mineral dan vitamin termasuk kurang. Pada contoh yang memiliki jumlah anggota keluarga ≤4 orang memiliki densitas asupan protein dan zat besi yang cukup sedangkan densitas asupan kalsium, vitamin A dan vitamin C tergolong kurang. Hal yang serupa juga terjadi pada contoh dengan jumlah anggota keluarga ≥8 orang. Tidak terdapat hubungan antara besar keluarga dengan densitas asupan zat gizi. Semakin banyak jumlah anggota keluarga maka kebutuhan pangan yang harus dicukupinya meningkat dan biaya yang dikeluarkan relatif semakin besar (Arisman 2009).

Karakteristik keluarga yang diamati selanjutnya adalah pendidikan orang tua

Densitas Zat Gizi ≤4 Besar keluarga (orang) 5─7 ≥8 Total p

n % n % n % n % Protein (g/1 000 kkal) <20 15 44.1 19 55.9 0 0.0 34 27.6 0.709 20─40 33 44.0 38 50.7 4 5.3 75 61.0 >40 6 42.9 7 50.0 1 7.1 14 11.4 Kalsium (mg/1 000 kkal) <500 33 43.4 38 50.0 5 6.6 76 61.8 0.196 ≥500 21 44.7 26 55.3 0 0.0 47 38.2 Zat Besi (mg/1 000 kkal) <7 25 41.7 33 55.0 2 3.3 60 48.8 0.784 ≥7 29 46.0 31 49.2 3 4.8 63 51.2 Vitamin A (µg RE/1 000 kkal) <700 53 44.9 60 50.9 5 4.2 118 95.9 0.433 ≥700 1 20.0 4 80.0 0 0.0 5 4.1 Vitamin C (mg/1 000 kkal) <50 46 41.8 59 53.6 5 4.5 110 89.4 0.344 ≥50 8 61.5 5 38.5 0 0.0 13 10.6

17 contoh. Pendidikan orang tua contoh dikategorikan dalam 2 kelompok yaitu ≤SMA dan >SMA. Pada Tabel 10 disajikan sebaran contoh berdasarkan densitas asupan zat gizi dan pendidikan orang tua contoh.

Tabel 10 Sebaran contoh berdasarkan densitas asupan zat gizi dan pendidikan orang tua

Sebagian besar pendidikan ayah dan ibu contoh adalah ≤SMA. Pendidikan ayah dan ibu contoh >SMA sebagian besar tergolong cukup pada densitas asupan protein dan zat besi. Tidak jauh beda pada densitas asupan protein dan zat besi dengan pendidikan orang tua contoh ≤SMA. Stein et al. (1991), menyatakan bahwa keluarga dengan pendidikan dan pendapatan rendah relatif memiliki hubungan kurang kuat terhadap konsumsi pangan dan densitas asupan zat gizi.

Selain pendidikan orang tua, pendapatan orang tua juga diamati dalam penelitian ini. Pendapatan orang tua dibagi dalam dua kategori yaitu ≤Rp2 500 000 dan >Rp2 500 000. Pendapatan orang tua contoh sebagian besar termasuk kategori ≤Rp2 500 000. Sebagian besar pendapatan ayah pada kategori >Rp2 500 000 memiliki densitas asupan protein dan zat besi yang cukup. Hal yang sama pada pendapatan ibu >Rp2 500 000 maupun ≤Rp2 500 000. Pendapatan ayah pada kategori ≤Rp2 500 000 memiliki densitas asupan kalsium, vitamin A dan vitamin C tergolong kurang. Hal tersebut tidak jauh beda pada kedua kategori pendapatan ibu. Semakin tinggi pendidikan orang tua diduga akan memiliki pendapatan yang tinggi dan pengetahuan gizi yang bagus (Hurley et al. 2009; Dubois et al. 2011). Sebaran contoh berdasarkan densitas asupan zat gizi dan pendapatan orang tua dapat dilihat pada Tabel 11.

Densitas Zat Gizi

Pendidikan Ayah

p Pendidikan Ibu p

≤SMA >SMA ≤SMA >SMA

n % n % n % n % Protein (g/1 000 kkal) <20 23 67.7 11 32.3 0.748 26 76.5 8 23.5 0.326 20─40 56 74.7 19 25.3 60 80.0 15 20.0 >40 9 64.5 5 35.7 10 71.4 4 28.6 Kalsium (mg/1 000 kkal) <500 58 76.3 18 23.7 0.499 61 80.3 15 19.7 0.617 ≥500 30 63.8 17 36.2 35 74.5 12 25.5 Zat Besi (mg/1 000 kkal) <7 46 76.7 14 23.3 0.270 48 80.0 12 20.0 0.093 ≥7 42 66.7 21 33.3 48 76.2 15 23.8 Vitamin A (µg RE/1 000 kkal) <700 85 72.0 33 28.0 0.867 93 78.8 25 21.2 0.219 ≥700 3 60.0 2 40.0 3 60.0 2 40.0 Vitamin C (mg/1 000 kkal) <50 79 71.8 31 28.2 0.689 87 79.1 23 20.9 0.901 ≥50 9 69.2 4 30.8 9 69.2 4 30.8

18

Tabel 11 Sebaran contoh berdasarkan densitas asupan zat gizi dan pendapatan orang tua

Pada penelitian ini tidak terdapat hubungan antara densitas asupan zat gizi dengan pendapatan orang tua. Menurut Darmon et al. (2002), seseorang dengan pendapatan rendah diduga akan berpengaruh pada cara pemilihan pangan yang akan dikonsumsi sehingga akan berdampak pada densitas asupan zat gizi.

Hubungan antara Densitas Asupan Zat Gizi dengan TKG dan Status Gizi Anak usia sekolah membutuhkan gizi yang lebih banyak seiring dengan pertambahan usia dan aktivitas fisik anak. Kebutuhan yang meningkat harus diimbangi dengan makanan yang dikonsumsi merupakan sumber yang baik akan semua zat gizi yang diperlukan. Kecukupan gizi merupakan suatu kecukupan rata-rata zat gizi setiap hari bagi semua orang menurut golongan umur, jenis kelamin, ukuran tubuh, aktivitas tubuh, dan kondisi fisiologis khusus untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal (Sandjaja2009).

Kualitas dan kuantitas pangan yang dikonsumsi dapat menentukan tingkat konsumsi pangan. Kualitas pangan mencerminkan adanya zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh yang terdapat dalam bahan pangan, sedangkan kuantitas pangan mencerminkan jumlah setiap gizi dalam suatu bahan pangan, sehingga untuk mencapai keadaan gizi yang baik, maka unsur kualitas dan kuantitas harus dapat terpenuhi (Zulaikhah 2012).

Densitas Zat Gizi Pendapatan Ayah (Rp) ≤2 500 000 >2 500 000 p Pendapatan Ibu (Rp) ≤2 500 000 >2 500 000 p

n % n % n % n % Protein (g/1 000 kkal) <20 22 64.7 12 35.3 28 82.4 6 17.6 0.656 20─40 41 54.7 34 45.3 0.684 61 81.3 14 18.7 >40 9 64.3 5 35.7 13 92.9 1 7.1 Kalsium (mg/1 000 kkal) <500 50 65.8 26 34.2 0.292 63 82.9 13 17.1 0.936 ≥500 22 46.8 25 53.2 39 83.0 8 17.0 Zat Besi (mg/1 000 kkal) <7 36 60.0 24 40.0 0.145 50 83.3 10 16.7 0.264 ≥7 36 57.1 27 42.9 52 82.5 11 17.5 Vitamin A (µg RE/1 000 kkal) <700 70 59.3 48 40.7 0.834 107 90.7 11 9.3 0.385 ≥700 2 40.0 3 60.0 5 100 0 0.0 Vitamin C (mg/1 000 kkal) <50 75 68.2 35 31.8 0.851 91 82.7 19 17.3 0.688 ≥50 7 53.8 6 46.2 10 76.9 3 23.1

19 Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi

Energi dan zat gizi dibutuhkan anak untuk memenuhi kebutuhan dan menunjang aktivitas sehari-hari. Kekurangan energi menyebabkan berat badan kurang dan berat badan seharusnya (ideal), sedangkan kelebihan energi akan diubah menjadi lemak tubuh sehingga terjadi kegemukan (Almatsier 2009). Berikut gambar 3 menggambarkan sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan energi dan protein.

Gambar 3 Sebaran tingkat kecukupan energi contoh

Berdasarkan Tingkat Kecukupan Energi (TKE), sebanyak 16.3% contoh tergolong normal dan sebagian besar contoh berada dalam kategori defisit tingkat berat (40.7%) artinya sebagian besar contoh kekurangan asupan energi. Sebagian besar contoh dengan Tingkat Kecukupan Protein (TKP) defisit berat (85.3%) memiliki densitas asupan protein yang kurang. Tingkat konsumsi energi dan protein merupakan hasil recall konsumsi pangan contoh dan pemilihan pangan yang dipengaruhi oleh banyak faktor. Berikut Tabel 12 menyajikan sebaran contoh berdasarkan densitas asupan protein dan tingkat kecukupan protein.

Tabel 12 Sebaran contoh berdasarkan densitas asupan protein dan tingkat kecukupan protein

Densitas Asupan Zat Gizi

Tingkat Kecukupan Protein

p Defisit

Berat Defisit Sedang Defisit Ringan Normal Lebih

n % n % n % n % n % Protein (g/1000 kkal) 0.000 <20 29 85.3 2 5.9 1 2.9 2 5.9 0 0 20─40 40 53.3 11 14.7 7 9.3 11 14.7 6 8 ≥40 3 21.4 1 7.1 1 7.1 3 21.4 6 43

Kekurangan asupan energi maupun protein secara terus menerus pada anak akan berdampak pada penurunan status gizi. Selain TKE dan TKP, penelitian ini

41%

18% 15%

16% 10%

20

juga menganlisis deskriptif tingkat kecukupan kalsium (Ca), zat besi (Fe), vitamin A dan vitamin C. Vitamin dan mineral merupakan zat gizi mikro yang diperlukan oleh tubuh dalam jumlah yang sedikit. Tingkat kecukupan vitamin dan mineral dikategorikan menjadi 2, yaitu kurang (tingkat kecukupan <77%) dan cukup (tingkat kecukupan ≥77%) (Gibson 2005). Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan Ca, Fe, vitamin A dan vitamin C dan densitas asupan Ca, Fe, vitamin A dan vitamin C disajikan pada Tabel 13.

Tabel 13 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan dan densitas asupan Ca, Fe, Vitamin A dan Vitamin C

Densitas Asupan Zat Gizi

Tingkat Kecukupan Ca, Fe, Vitamin A dan

Vitamin C p Kurang Cukup n % n % Kalsium (mg/1 000 kkal) <500 73 96.1 3 3.9 0.000 ≥500 5 10.6 42 89.4 Zat Besi (mg/1 000 kkal) <7 54 64.3 30 35.7 0.000 ≥7 6 15.4 33 84.6 Vitamin A (µg RE/1 000 kkal) <700 100 100 0 0 0.000 ≥700 18 78.3 5 21.7 Vitamin C (mg/1 000 kkal) <50 107 98.2 2 1.8 0.000 ≥50 3 21.4 11 78.6

Berdasarkan Tabel 13 sebagian besar contoh (96.1%) dengan densitas asupan kalsium <500 mg per 1 000 kkal termasuk kategori tingkat kecukupan kalsium yang kurang sedangkan sebanyak 89.4% contoh termasuk kategori cukup dengan kategori asupan kalsium ≥500 mg per 1 000 kkal. Hal yang tidak jauh berbeda juga terlihat pada sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan dan densitas asupan zat besi, vitamin A, dan vitamin C. Secara umum pada penelitian ini, sebagian besar contoh memiliki tingkat kecukupan kalsium, zat besi, vitamin A, dan vitamin C yang tergolong kurang. Hal tersebut diduga karena sebagian besar contoh relatif kurang mengonsumsi jenis makanan sumber mineral dan vitamin seperti sayur dan buah.

Hasil uji Chi Square menunjukkan terdapat hubungan signifikan antara densitas asupan protein, kalsium, zat besi, vitamin A dan vitamin C dengan tingkat kecukupan protein, kalsium, zat besi, vitamin A dan vitamin C. Menurut Nahak (2012), tingkat kecukupan energi, protein dan zat gizi adalah komponen yang menggambarkan pemenuhan kebutuhan zat gizi secara umum yang diperlukan bagi tubuh. Secara langsung masalah gizi dipengaruhi oleh tidak cukupnya konsumsi energi, protein dan zat gizi lain serta adanya infeksi kesehatan.

21 Hubungan antara Densitas Asupan Zat Gizi dengan Status Gizi

Gibson (2005) menyatakan bahwa status gizi merupakan keadaan kesehatan tubuh seseorang atau sekelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan (absorbsi), dan utilitas zat gizi makanan. Status gizi merupakan indikator baik atau buruknya penyediaan makanan sehari-hari (Irianto 2006). Status gizi yang baik diperlukan untuk mempertahankan derajat kebugaran dan kesehatan, membantu pertumbuhan bagi anak serta menunjang prestasi anak. Faktor yang dapat memengaruhi status gizi anak-anak salah satunya adalah konsumsi pangan. Konsumsi pangan yang kurang atau rendah dapat menyebabkan seseorang mengalami kondisi status gizi yang kurang atau buruk (Lucas & Feucht 2008). Berikut pada gambar 3 disajikan sebaran status gizi contoh.

Gambar 4 Sebaran status gizi contoh

Sebagian besar contoh memiliki status gizi normal sebanyak 70% (86 orang), selanjutnya status gizi gemuk 16% (20 orang), obesitas 9% (11 orang) dan terendah

Dokumen terkait