A. Hasil
Hasil penelitian tentang rata-rata kelarutan zat ekstraktif dari kayu tulip afrika (Spatodea campanulata) berdasarkan letak pada bagian batang yaitu pangkal, tengah dan ujung menggunakan metode air dingin, air panas, NaOH 1 % dan alkohol benzena dapat dilihat pada lampiran dan tabel berikut ini:
Tabel 3. Nilai Rata-Rata Kelarutan Zat Ekstraktif (%) Kayu Tulip Afrika (Spatodea campanulata) Berdasarkan Letak Pada Batang
No Letak Contoh Uji Pada batang
Kelarutan Zat Ekstraktif (%)
Air Dingin Air Panas NaOH 1 % Alkohol Benzena 1 Pangkal 4,2125 7,1106 12,2458 7,4923 2 Tengah 3,5350 6,2285 11,3359 6,1369 3 Ujung 2,9243 4,5036 9,7509 4,5355 Total 10,6718 17,8427 33, 3326 18,1647 Rata-rata (%) 3,5573 5,9476 11,1109 6,0549 B. Pembahasan
Melihat hasil dari tabel 1, kelarutan zat ekstraktif kayu tulip afrika (Spathodea campanulata) pada bagian pangkal, tengah dan ujung dari empat metode yang dilakukan semuanya menunjukkan angka yang berbeda-beda, hal ini dapat dilihat pada histogram berikut ini:
0 2 4 6 8 10 12 14
Air Dingin Air Panas NaOH 1 % Alkohol Benzena
Gambar 3. Rata-Rata Kelarutan Zat Ekstraktif (%) Kayu Tulip Afrika (Spatodea campanulata) yang Terlarut Dalam Air Dingin, Air Panas,
NaOH 1 % dan Alkohol Benzena Berdasarkan Letak Pada Batang
Dari gambar histogram diatas, terlihat adanya penurunan kelarutan zat ekstraktif dari pangkal sampai ke ujung batang, baik dengan menggunakan metode air dingin, air panas, NaOH 1 % maupun dengan metode alkohol benzena, dengan kata lain pada bagian pangkal batang kandungan zat ekstraktif lebih tinggi dari bagian tengah dan menurun sampai ke ujung batang atau dapat pula dikatakan bahwa pangkal batang dan semakin ke ujung semakin berkurang. Hasil dari penelitian ini diperkuat oleh beberapa peneliti diantaranya Panshin dan De Zeeuw (1980), dari hasil penelitiannya menyatakan bahwa kadar ekstraktif selalu mengalami penurunan dari pangkal menuju ujung pohon. Selanjutnya diperjelas Rusliana (1985), juga menyatakan bahwa kandungan zat ekstraktif dari suatu
Metode Ekstraksi
P T U P T U P T U P T U
Keterangan: P = Pangkal T = Tengah U = Ujung 4,2125 3,5350 2,9243 7,1106 6,2285 4,5036 12,2458 11,3359 9,7509 7,4293 6,1369 4,5355jenis kayu dengan umur yang lebih tua memperlihatkan persentase yang lebih tinggi dibandingkan dengan bagian kayu yang berumur kebih muda. Demikian pula Simatupang (1988), bahwa kayu dari cabang menunjukkan kadar bahan zat ekstraktif yang umumnya lebih rendah dari pada bagian ini kadar zat ekstraktifnya lebih tinggi.
Terjadinya penurunan ekstraktif kayu dari pangkal sampai ke ujung batang ini diduga disebabkan oleh pertumbuhan sel pada bagian pangkal batang terbentuk lebih awal daripada bagian tengah dan ujung batang atau dapat pula dikatakan bahwa zat ekstraktif pada bagian pangkal ini diduga ada kaitannya dengan terbentuknya kayu teras. Pendapat ini didukung oleh Sudrajat (1979), bahwa pada bagian pangkal pohon zat ekstraktif banyak diendapkan dan juga disebabkan banyak terdapat tilosis-tilosis. Demikian pula menurut pendapat dan penjelasan Prayitno (1991), yang menyatakan bahwa kayu pada bagian pangkal mempunyai persentase zat ekstraktif yang lebih tinggi karena bagian pangkal mempunyai persentase kayu teras yang lebih banyak.
Selanjutnya mengenal kelarutan zat ekstraktif dari keempat metode yang digunakan yaitu kelarutan zat ekstraktif dalam air dingin, air panas, NaOH 1 % dan alkohol benzena dapat dilihat pada gambar berikut:
3,5573 5,9476 11,1109 6,0549 0 2 4 6 8 10 12
Air Dingin Air Panas NaOH 1% Alkohol Benzena
Metode Ekstraktsi
Gambar 4. Nilai Rata-Rata Kelarutan Zat Ekstraktif (%) Kayu Tulip Afrika (Spatodea campanulata) Menggunakan Empat Metode
Berdasarkan gambar histogram diatas, dapat diketahui bahwa nilai rataan kelarutan zat ekstraktif dalam air dingin sebesar 3,5573 %, dalam air panas sebesar 5,9476 %, dalam NaOH 1 % sebesar 11,1109 % dan dalam alkohol benzena sebesar 6,0549 %.
Apabila ditinjau dari segi pelarut yang digunakan, nilai rataan kelarutan zat ekstrakif pada kayu tulip afrika (Spatodea campanulata) yang menggunakan metode NaOH 1 % ternyata lebih tinggi bila dibandingkan dengan metode kelarutan dalam air dingin, air panas dan alkohol benzena. Hal ini disebabkan karena larutan alkali (NaOH) akan mudah melarutkan zat ekstraktif yang letaknya jauh di dalam batang. Demikian pula menurut pendapat Browning (1967), yang menyatakan bahwa larutan basa yang heterogen mampu menyusup lebih dalam ke jaringan kayu, sehingga terjadi peristiwa pengembangan (swelling) dan bahan yang terdapat dalam jaringan akan mudah dilarutkan. NaOH juga mampu
Kelarutan Zat Ekstraktif (%
melarutkan sebagian besar hemiselulosa khususnya rantai cabangnya baik dari pentosa, heksosa maupun asam organik.
Kemudian kelarutan zat ekstraktif kayu tulip afrika yang menggunakan metode alkohol benzena menunjukkan persentase yang lebih tinggi dibandingkan kelarutan dalam air panas dan air dingin tetapi lebih rendah kelarutannya bila dibandingkan dengan kelarutan dalam NaOH 1 %. Hal ini diduga kemungkinan metode ini tidak dapat melarutkan zat-zat ekstraktif tertentu yang terdapat di dalam jaringan seperti yang dilarutkan oleh pelarut NaOH 1 %. Pendapat ini didukung oleh Anonim (1995), bahwa komponen yang terlarut dalam alkohol benzena adalah lemak, resin dan minyak. Demikian pula Batubara (2006), yang menyatakan bahwa alkohol merupakan pelarut yang dapat melarutkan senyawa seperti tanin, lemak, lilin, zat pektik dan senyawa lainnya.
Demikian pula dengan kelarutan zat ekstraktif dalam air panas lebih tinggi dibandingkan kelarutan dalam air dingin tetapi lebih rendah bila dibandingkan dengan kelarutan dalam alkohol benzena dan NaOH 1 %. Hal ini kemungkinan juga disebabkan oleh zat-zat yang terlarut oleh pelarut air panas tidak sebanyak dengan zat-zat yang terlarut oleh pelarut alkohol benzena dan NaOH 1 %. Pendapat ini didukung oleh Anonim (1995), bahwa zat yang terlarut dalam air panas adalah tanin, gum, karbohidrat, pigmen dan komponen pati. Sedangkan metode kelarutan dengan menggunakan pelarut air dingin lebih rendah persentase kelarutannya dibandingkan dengan kelarutan dalam air panas, alkohol benzena dan NaOH 1 %. Hal ini disebabkan karena bahan ekstraktif yang terlarut dalam air dingin hanya sedikit dibanding dengan pelarut lainnya. Menurut Anonim (1995), bahwa komponen ekstraktif yang larut dalam air dingin
adalah tanin, gum, karbohidrat dan pigmen. Sedangkan menurut pendapat Soenardi (1976), menerangkan bahwa air digolongkan dalam pelarut netral, sebab kayu yang direndam dalam air dingin pada suhu kamar tidak akan mengalami perubahan atau tidak bereaksi, hanya zat warna dan zat ekstraktif yang mempunyai berat molekul rendah yang akan terlarut. Diperjelas oleh Fengel dan Wegener (1995), bahwa komponen utama dari bagian kayu yang dapat larut dalam air terdiri dari atas karbohidrat, protein dan garam-garam an-organik.
Menurut Anonim (1976), bahwa kelarutan zat ekstraktif kayu tulip afrika ini termasuk dalam klasifikasi jenis kayu daun lebar yang memiliki kandungan zat ekstraktif yang tinggi. Mengingat kandungan zat ekstraktifnya yang cukup tinggi, maka apabila dijadikan sebagai bahan baku pulp dan kertas dapat mengganggu penetrasi bahan kimia dalam serpih, menyebabkan bintik-bintik hitam pada kertas dan dapat menyumbat lubang kasa pada kawat mesin kertas.