• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pandan wangi merupakan sebuah gabungan kelompok terpadu yang mencakup bidang pertanian, peternakan dan perikanan. Kelompok ini didirikan dan aktif pada tahun 2002 berdasarkan Program Kerja UPTF (Unit Pelaksana Teknis Fungsional) yang sekarang menjadi UPTD (Unit Pelaksana Teknis Dinas) periode 2002 – 2007 wilayah Leuwiliang di bawah Departemen Pertanian.

Nama Kelompok

Nama Pandan Wangi terdiri dari dua kata dan makna yang berbeda. Pandan adalah sejenis tumbuhan yang memiliki banyak kegunaan, sedangkan Wangi berarti harum yang selalu dibutuhkan. Kelompok ini merupakan kelompok tani-ternak yang memiliki banyak fungsi dan kegunaan yang selalu dibutuhkan oleh para petani-peternak untuk membantu proses kegiatan sehari-harinya agar kebutuhan hidupnya tercukupi dari hasil pertaniannya tersebut.

Susunan Pengurus

Susunan pengurus kelompok tani-ternak Pandan Wangi terdiri dari pelindung, pembina, ketua, wakil ketua, sekretaris yang merangkap sebagai bendahara serta dibantu oleh seksi-seksi pertanian, peternakan, perikanan, humas dan usaha.

Gambar 4. Susunan Pengurus Kelompok PELINDUNG KETUA PEMBINA SEKSI PERTANIAN SEKRETARIS & BENDAHARA SEKSI PETERNAKAN WAKIL KETUA SEKSI USAHA SEKSI PERIKANAN SEKSI HUMAS

Anggota Kelompok

Pandan Wangi terdiri dari delapan kelompok tani-ternak, namun yang aktif hanya lima kelompok saja, antara lain Kelompok Cadas Gantung, Mitra Tani, Sugih Tani, Mekar Harapan dan Tani Maju. Total anggota kelompok seluruhnya berjumlah 100 orang petani-peternak yang rata-rata berjenis kelamin laki-laki.

Visi dan Misi

Visi dari kelompok tani-ternak Pandan Wangi adalah adanya pemberdayaan dan penyadaran petani menuju usahatani yang berwawasan lingkungan serta berorientasi kepada agribisnis. Sedangkan misi dari kelompok ini yakni meningkatkan ilmu pengetahuan petani dengan menggali dan mengembangkan potensi yang ada pada diri petani itu sendiri.

Faktor Internal dan Eksternal Anggota Kelompok

Informasi sangat penting bagi suatu organisasi. Tanpa informasi yang cukup suatu sistem dapat sulit dalam melakukan proses pengambilan keputusan untuk mempertahankan dan mengembangkan keberadaannya di antara sistem-sistem lainnya. Informasi flu burung yang akhir-akhir ini merebak di seluruh daerah, membuat takut besar di masyarakat petani-peternak khususnya anggota kelompok tani-ternak yang merupakan penghubung masyarakat. Hal ini mendorong pemerintah untuk melakukan pembaharuan informasi melalui dinas-dinas terkait agar informasi yang diterima oleh seluruh petani-peternak memiliki kesamaan dalam bidang pertanian dan peternakan.

Cukup banyaknya informasi flu burung yang diterima oleh anggota kelompok, baik itu informasi yang berasal dari pemerintah (Departemen Pertanian dan Departemen Kesehatan) ataupun pihak swasta (LSM dan Pers) dapat menimbulkan keragu-raguan bahkan kebingungan dalam penyerapan informasi tersebut. Sehingga untuk mengefektifkan informasi yang telah beredar harus dipahami terlebih dahulu masalah-masalah yang dihadapi oleh anggota kelompok dengan mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan petani, antara lain : kondisi sosial ekonomi petani-peternak, sumberdaya yang dimiliki, kondisi masyarakat dan lingkungannya serta perubahan-perubahan apa yang ingin dicapainya. Terdapat beberapa faktor yang harus diketahui dan dipahami sebelumnya dalam memahami

dan mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan tersebut, yaitu faktor internal dan eksternal anggota kelompok.

Faktor internal anggota kelompok meliputi umur, pendidikan formal, pekerjaan di luar usahatani-ternak, jumlah tanggungan keluarga, pendapatan dari usahatani-ternak, pengalaman bertani-beternak, dan keanggotaan dalam kelompok. Faktor eksternal anggota kelompok meliputi ketersediaan sumber informasi dan frekuensi berkomunikasi.

Tabel 5. Distribusi Faktor Internal Anggota Kelompok

No. Karakteristik Anggota Kelompok Kategori Persentase (%) 1. Umur (tahun) 19-36 37-54 55-70 Muda Dewasa Tua 38 42 20 2. Pendidikan Formal

Tidak sekolah-tidak tamat SD Tamat SD-tamat SLTP Tamat SLTA Rendah Sedang Tinggi 8 74 18 3. Tanggungan Keluarga (orang)

0 – 3 4 – 7 8 – 10 Sedikit Sedang Banyak 46 44 10 4. Pekerjaan di luar Usahatani-ternak

Ada Tidak ada

38 62 5. Pendapatan Usahatani-ternak (bulan)

< Rp. 500.000 Rp. 500.000 – Rp. 1.000.000 > Rp. 1.000.000 Rendah Sedang Tinggi 72 18 10 6. Pengalaman tani-ternak (tahun)

1 – 14 15 – 28 29 – 40 Baru Sedang Lama 58 26 16 7. Keanggotaan dalam Kelompok (tahun)

1 2 – 3 4 Baru Sedang Lama 42 40 18 Ket : n = 50 Umur

Umur merupakan salah satu unsur penting dalam proses pengambilan keputusan dan peneriman informasi. Kisaran umur anggota kelompok mulai umur 19 sampai 70 tahun (Tabel 5). Jumlah anggota kelompok terbanyak terdapat pada kisaran 37-54 tahun (42%). Data tersebut menunjukkan banyak pemuda yang terlibat dalam kegiatan-kegiatan pertanian-peternakan di Desa Karehkel, Kecamatan

Leuwiliang, Kabupaten Bogor. Besarnya persentase anggota kelompok yang berumur 37-54 tahun menggambarkan bahwa anggota kelompok masih tergolong usia produktif dalam proses pencarian informasi dan memiliki keinginan untuk memperoleh informasi yang lengkap dan jelas, sehingga kebutuhan informasi tentang pertanian dan peternakannya dapat terpenuhi.

Pendidikan Formal

Tabel 5 memperlihatkan bahwa sebagian besar pendidikan formal anggota kelompok tergolong sedang dengan kisaran tamat SD – tamat SLTP (74%). Hal ini mengidentifikasikan bahwa anggota kelompok telah memenuhi kewajiban belajar sembilan tahun yang merupakan program pendidikan dari pemerintah dan sesuai dengan tingkat pendidikan desa Karehkel yang sebagian besar telah tamat SD.

Tanggungan Keluarga

Jumlah tanggungan keluarga yang besar akan menuntut pemenuhan kebutuhan ekonomi yang besar pula, selain itu peran anggota keluarga dapat membantu meringankan kegiatan usahatani-ternak para anggota kelompok. Tabel 5 menunjukan bahwa 46% anggota kelompok memiliki tanggungan keluarga maksimum tiga orang. Sedikitnya jumlah tanggungan keluarga yang dimiliki anggota kelompok dikarenakan banyaknya anggota kelompok yang belum berkeluarga, sehingga belum memiliki tanggungan selain dirinya sendiri.

Pekerjaan di luar Usahatani-ternak

Pekerjaan di luar usahatani-ternak berkaitan dengan kemampuan anggota kelompok meningkatkan pendapatan keluarga, untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari selain dari usahatani-ternak. Pada Tabel 5 menunjukan bahwa mayoritas anggota kelompok tidak memiliki pekerjaan di luar usahatani-ternak, karena rata-rata anggota kelompok kurang memiliki kesempatan untuk bekerja selain bertani dan beternak, karena kebanyakan dari mereka hanya berpendidikan tamat sekolah dasar, sehingga mereka sulit sekali untuk memperoleh modal usaha. Sedangkan 38% anggota kelompok memiliki pekerjaan di luar usahatani-ternak yaitu sebagai buruh bangunan dan pertanian, jasa angkutan ojek dan berdagang.

Pendapatan Usahatani-ternak

Tingkat pendapatan yang diperoleh dalam periode waktu tertentu mempengaruhi kondisi sosial ekonomi anggota kelompok. Tabel 5 menunjukkan bahwa sebagian besar (72%) pendapatan usahatani-ternak yang diperoleh anggota kelompok selama sebulan berada pada kategori rendah yaitu kurang dari Rp. 500.000 per bulan. Hal ini karena usahatani-ternak anggota kelompok tergantung pada hasil tanaman yang diperoleh dan kebutuhan pasar akan ternak. Rendahnya pendapatan anggota kelompok karena selain karena tergantung hasil tanam dan ternak juga karena harga komoditas pertanian-peternakan yang ditetapkan sangat murah oleh para tengkulak, karena umumnya pembeli ialah para tengkulak yang datang langsung ke lokasi pertanian-peternakan anggota kelompok.

Pengalaman Bertani-beternak

Anggota kelompok memiliki pengalaman bertani-beternak pada kisaran 1 – 40 tahun. Pengalaman sebagian besar anggota kelompok dalam bertani dan beternak berkisar 1 – 14 tahun (58%). Hal ini karena banyaknya anggota kelompok yang berusia muda dan baru memulai usahatani-ternak untuk meneruskan usaha keluarga yang sudah lama dirintis sejak dulu. Pengalaman bertani dan beternak mereka peroleh dari tradisi keluarga secara turun-temurun. Untuk meningkatkan hasil pertaniannya para generasi yang baru ini secara terus-menerus belajar kepada petani-peternak yang lebih berpengalaman mengenai masalah pertanian.

Pengalaman Keanggotaan dalam Kelompok

Keinginan memperoleh informasi yang lebih baik mengenai pertanian serta memecahkan segala permasalahannya dapat memacu petani-peternak untuk menjadi anggota kelompok yang ada di wilayahnya masing-masing. Tabel 5 menunjukkan bahwa sebanyak 42% anggota kelompok memiliki pengalaman keanggotaan dalam kelompok selama satu tahun. Sedangkan sisanya memiliki pengalaman keanggotaan dalam kelompok selama 2 – 3 tahun (40%) dan selama empat tahun (18%). Hal ini kelompok tani-ternak Pandan Wangi sendiri baru dibentuk dan aktif pada tahun 2002 berdasarkan program kerja UPTF (Unit Pelaksana Teknis Fungsional) periode 2002-2007 Departemen Pertanian Wilayah Leuwiliang – Bogor. Tertariknya petani-peternak menjadi anggota kelompok karena program kerja tersebut memberikan

banyak kegiatan pertanian yang berguna bagi anggota kelompok agar dapat meningkatkan produktivitas usahatani-ternak mereka.

Ketersediaan Sumber Informasi Flu Burung

Sumber informasi yang telah tersedia untuk anggota kelompok tidak menjamin terpenuhinya kebutuhan anggota kelompok tersebut. Tingkat ketersediaan informasi flu burung diukur berdasarkan ada tidaknya informasi flu burung, baik secara personal dalam kelompok ataupun personal luar kelompok dan media massa. Secara keseluruhan ketersediaan informasi flu burung di Desa Karehkel, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor kurang tersedia bahkan di dalam kelompok. Hal ini terjadi karena informasi flu burung secara umum hanya didapatkan dari media cetak dan media elektronik saja, sedangkan biaya untuk mendapatkan informasi tersebut cukup mahal bagi para anggota kelompok, sehingga informasi flu burung sulit didapat. Kelompok hanya menyediakan informasi berupa pamflet yang ditempel di sebuah papan informasi yang letaknya hanya di rumah ketua kelompok saja.

Berdasarkan Tabel 6 terlihat bahwa sumber personal luar kelompok memiliki nilai rataan skor terbesar, yang berarti sumber informasi flu burung yang didapat berasal dari penyuluh-penyuluh dinas peternakan setempat, karena menurut anggota kelompok penyuluh masih memiliki peran yang sangat strategis sebagai sumber informasi flu burung. Namun, banyak dari anggota kelompok yang mengatakan bahwa pihak pemerintah daerah setempat kurang melakukan sosialisasi tentang penyakit flu burung melalui penyuluh-penyuluh yang ada, sehingga penyuluh jarang mengunjungi wilayah Desa Karehkel dan kelompok juga jarang mengadakan pertemuan-pertemuan untuk mendiskusikan masalah pertanian-peternakan. (Tabel 6).

Tabel 6. Ketersediaan Sumber Informasi Flu Burung bagi Anggota Kelompok

No. Sumber Rataan skor

1. 2. 3.

Personal, luar kelompok Personal, dalam kelompok Media massa 2,28 1,64 1,64 Rata-rata 1,85 Ket :

Gambar 5. Media Informasi Kelompok Pandan Wangi

Jenis media massa yang dinilai anggota kelompok paling banyak memberikan informasi flu burung ialah televisi (58%). Penilaian tersebut sebenarnya bisa bias, karena anggota kelompok tidak membandingkan dengan media informasi lainnya. Televisi merupakan media yang paling banyak dimiliki anggota kelompok. Televisi juga salah satu media yang mudah didapat oleh para anggota kelompok yang berpenghasilan lebih. Kebanyakan beranggapan bahwa media televisi sangat baik dalam memberikan informasi, sehingga dapat langsung memahami isi dari informasi tersebut.

Anggota kelompok juga memperoleh informasi flu burung dari surat kabar dan radio. Surat kabar menurut mereka sumber informasi yang mudah didapat dan murah, selain itu isi pesannya sangat beragam dan menarik. Hal ini membuktikan bahwa banyak dari anggota kelompok yang bisa membaca dan selalu ingin tahu perkembangan yang terjadi baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Radio merupakan media yang disebut ”teman” oleh anggota kelompok, karena radio selalu dibawa jika sedang melakukan kegiatan tani. Selain untuk mendengarkan musik, radio juga digunakan untuk memperoleh informasi pertanian, biasanya anggota kelompok mendengarkan acara pertanian di stasiun Radio Pertanian Ciawi, Bogor. Menurut Jahi (1993), media elektronik seperti radio dan televisi adalah media modern yang paling berhasil menyiarkan hasil pembangunan ke seluruh penjuru negeri, dimana media tersebut mempunyai kemampuan meliput wilayah yang luas. Distribusi anggota kelompok menurut jenis media informasi flu burung diperlihatkan pada Tabel 7.

Tabel 7. Jenis Media Informasi Flu Burung yang Paling Banyak Digunakan Anggota Kelompok

No. Jenis Media Jumlah

(orang) Persentase (%) 1. Televisi 29 58 2. Radio 9 18 3. Surat Kabar 10 20

4. Tidak sama sekali 2 4

Jumlah 50 100

Ket : n = 50

Frekuensi Berkomunikasi

Proses penyampaian pesan kepada seseorang atau pada sekelompok orang baik secara langsung maupun media-media, tentunya tak pernah lepas dari komunikasi. Komunikasi akan menciptakan adanya interaksi sosial baik antara individu ataupun kelompoknya.

Tabel 8. Frekuensi Berkomunikasi Anggota Kelompok

No. Unsur Rataan skor

1. 2.

Frekuensi komunikasi dengan sesama anggota

Frekuensi komunikasi mengenai informasi flu burung dengan sesama anggota

2,42

2,10

Rata-rata 2,26

Ket :

Skor : 1 = Tidak pernah 2 = Jarang 3 = Sering

Tabel 8 menunjukkan bahwa frekuensi komunikasi anggota kelompok tani-ternak Pandan Wangi terlihat jarang, baik komunikasi sehari-hari dengan sesama anggota maupun komunikasi mengenai flu burung dengan sesama anggota kelompok. Jarangnya frekuensi berkomunikasi disebabkan kondisi lingkungan yang berbukit-bukit dan waktu yang digunakan dihabiskan untuk kegiatan pertaniannya. Sehingga setelah bertani dan beternak para anggota kelompok tidak lagi ke luar rumah, melainkan hanya istirahat untuk kegiatan keesokkan harinya. Sedangkan kelompok sebagai tempat berkumpulnya anggota kelompok hanya digunakan jika ada kegiatan pertanian saja. Frekuensi komunikasi mengenai flu burung juga terlihat jarang, karena anggota hanya melakukan komunikasi jika ternak unggas ada yang

memperlihatkan gejala menyerupai flu burung. Sehingga mereka saling bertukar informasi dengan anggota kelompok lainnya.

Persepsi terhadap Flu Burung

Persepsi seseorang terhadap objek tertentu dipengaruhi oleh faktor personal (fungsional) dan faktor situasional (struktural). Faktor fungsional berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu, kesiapan mental dan suasana emosional dan lain sebagainya, atau yang lebih dikenal dengan karakteristik individu. Sedangkan faktor struktural berasal dari sifat stimuli fisik dan efek-efek saraf yang ditimbulkan pada sistem saraf individu. Selain itu, kondisi internal dan rangsangan eksternal dapat mempengaruhi persepsi seseorang terhadap objek tertentu. Persepsi anggota kelompok tani-ternak Pandan wangi meliputi aspek kognitif (pengetahuan), aspek afektif (sikap) dan aspek konatif (tindakan) terhadap flu burung.

Aspek Kognitif (Pengetahuan)

Persepsi anggota kelompok terhadap pengetahuan flu burung diukur berdasarkan pengetahuan yang dimilikinya mengenai ciri-ciri penyakit, penularan, pengobatan dan pencegahan flu burung. Persepsi anggota kelompok terhadap pengetahuan flu burung ditampilkan pada Tabel 9.

Tabel 9. Aspek Kognitif Anggota Kelompok mengenai Flu Burung

No. Unsur Rataan skor

1. 2 3. 4.

Ciri Penyakit flu burung Penularan flu burung Pengobatan flu burung Pencegahan flu burung

2,41 2,44 2,32 2,60 Rata-rata 2,44 Ket :

Skor : 1 = Rendah 2 = Sedang 3 = Tinggi

Skor pada Tabel 9 memperlihatkan bahwa pengetahuan yang dimiliki anggota kelompok mengenai flu burung tergolong sedang. Hal ini berarti anggota kelompok masih memerlukan informasi flu burung yang lengkap. Berdasarkan hasil rataan skor untuk unsur ciri-ciri penyakit, penularan dan pengobatan flu burung secara umum tergolong sedang (2,44), diduga karena anggota kelompok sudah cukup tahu bagaimana ciri dari unggas yang terkena flu burung baik cara penularannya dan

langkah apa yang seharusnya mereka lakukan jika ternak unggasnya terkena flu burung. Rataan skor pada unsur pencegahan flu burung adalah tinggi (2,60) yang artinya anggota kelompok sudah mengetahui cara-cara pencegahan flu burung. Keingintahuan anggota kelompok terhadap cara pencegahan flu burung karena mereka tidak ingin ternaknya mati akibat flu burung, apalagi sampai menyerang manusia yang berakibat pada menurunnya jumlah pendapatan mereka, sehingga pada aspek afektif banyak yang beragumen bahwa dari adanya flu burung anggota kelompok takut mengalami kerugian pendapatan pada usahaternaknya.

Aspek Afektif (Sikap)

Informasi flu burung mempengaruhi sikap anggota kelompok tani-ternak Pandan Wangi, seperti : takut terhadap unggas, ingin beralih memelihara ternak selain unggas, takut mengkonsumsi produk unggas dan mempengaruhi terhadap menurunnya produktivitas (takut rugi). Sikap anggota kelompok terhadap flu burung ditampilkan pada Tabel 10.

Tabel 10. Aspek Afektif Anggota Kelompok mengenai Flu Burung

No. Unsur Rataan skor

1. 2. 3. 4.

Takut terhadap unggas Beralih ke ternak lain

Takut mengkonsumsi produk unggas Takut rugi 2,12 1,86 2,40 2,72 Rata-rata 2,27 Ket :

Skor : 1 = Tidak setuju 2 = Ragu-ragu 3 = Setuju

Sikap anggota terhadap informasi flu burung sangat bervariasi dan umumnya terlihat masih mengalami keragu-raguan. Berdasarkan rataan skor pada Tabel 10, anggota kelompok masih ragu untuk mengkonsumsi unggas maupun memeliharanya, terutama takut mengalami kerugian. Sikap ini diduga karena anggota kelompok tidak ingin menanggung resiko yang lebih besar. Hal tersebut didukung oleh data sekunder yang didapatkan bahwa besarnya pendapatan ayam buras perekor sebelum terjadi flu burung Rp 3009,13, sedangkan setelah terjadi flu burung menjadi Rp 791,38. Nilai tersebut menunjukkan bahwa, pendapatan perekor ayam buras yang didapat peternak setelah flu burung mengalami penurunan sebesar 74 persen. Besarnya pendapatan

ayam buras perekor sebelum dan sesudah terjadi flu burung dapat dilihat pada Tabel 11 dan Tabel 12 (Sugiati, 2002 dan Fitriyani, 2006).

Tabel 11. Rata-rata Pendapatan Usahaternak Ayam Buras Sebelum Flu Burung

Rata-rata Pendapatan Usahaternak Ayam Buras (Rp/tahun) Skala 40 Ekor

Keterangan Tradisional (n=20) Penerimaan Penjualan ternak 223.750 Konsumsi ternak 84.052,5 Nilai Sampingan 10.775 Total Penerimaan 318.577,5 Biaya Variabel Pakan 172.909,5 Obat-obatan 3.250 Perbaikan kandang 1.350

Total Biaya Variabel 177.509,5

Margin kotor 141.068

Biaya tetap

Penyusutan kandang 18.385,55

Penyusutan peralatan 2.317,1

Total Biaya Tetap 20.702,65

Pendapatan bersih 120.365,35

Pendapatan bersih per ekor 3009,13

Keterangan : n = jumlah peternak Sumber : Sugiati, (2002), diolah

Tabel 12. Rata-rata Pendapatan Usahaternak Ayam Buras Setelah Flu Burung

Uraian

Rata-rata Pendapatan Usaha Ternak Ayam Buras Skala 45 Ekor (Rp/thn)

Tunai Tidak

Tunai Inventaris Total Penerimaan Usahaternak :

Penjualan ternak (+) 932.815,79 932.815,79

Konsumsi ternak (+) 482.315,79 482.315,79

Nilai ternak akhir tahun (+) 281.526,31 281.526,31

Pembelian ternak (-) 157.736,84 157.736,84

Nilai ternak awal tahun (-) 642.868,42 642.868,42 Total Penerimaan (A) : 775.078,95 482.315,79 (361.342,11) 896.052,63 Biaya Variabel :

Biaya pakan 640.578,95 640.578,63

Biaya obat dan vaksin 62.852,63 62.852,63

Biaya perbaikan kandang 38.684,21 38.684,21

Biaya perlengkapan 6.000,00 6.000,00

Total Biaya Variabel (B) : 748.115,79 0,00 0,00 748.115,79 Margin Kotor (A-B) : 26.963,16 482.315,79 (361.342,11) 147.936,84 Biaya Tetap :

Biaya penyusutan kandang 112.324,56 112.324,56 Total Biaya Tetap (C) : 0,00 0,00 112.324,56 112.324,56 Pendapatan Bersih (A-B-C) : 26.963,16 482.315,79 473.666,67 35.612,28

Pendapatan bersih per ekor 791,38

Sumber : Fitriyani, (2006), diolah

Aspek Konatif (Tindakan)

Informasi flu burung sangat mempengaruhi anggota kelompok untuk bertindak lebih hati-hati dalam kegiatan usahatani-ternaknya. Berdasarkan rataan skor pada Tabel 13 terlihat bahwa anggota kelompok setuju untuk tetap memelihara unggas, menjaga kebersihan dan melakukan vaksinasi secara berkala pada ternak, melakukan pengawasan khusus terhadap seluruh ternak dan mencari informasi lebih lanjut tentang flu burung melalui seminar dan penyuluhan dari pihak pemerintah atau instansi-instansi terkait.

Tabel 13. Aspek Konatif Anggota Kelompok mengenai Flu Burung

No. Unsur Rataan skor

1. 2. 3. 4. 5.

Mencari informasi lebih lanjut Tetap memelihara unggas

Menjaga kebersihan dan pemberian vaksin Pengawasan khusus terhadap ternak

Mengikuti penyuluhan, seminar dan sosialisasi

2,63 2,72 2,86 2,97 2,98 Rata-rata 2,83 Ket :

Skor : 1 = Tidak setuju 2 = Ragu-ragu 3 = Setuju

Hasil ini menunjukkan bahwa anggota kelompok ingin usahaternaknya terbebas dari flu burung, karena sebagian besar penghasilan yang diperolehnya tiap bulan salah satunya berasal dari usahaternak, sehingga anggota kelompok setuju untuk mengikuti berbagai penyuluhan, seminar dan sosialisasi mengenai informasi flu burung. Menurutnya dengan adanya program tersebut anggota kelompok dapat mengetahui tindakan yang dapat dilakukan jika unggas peliharaan mereka terkena flu burung. Hal ini juga berkaitan dengan unsur pencegahan flu burung pada aspek pengetahuan, bahwa anggota kelompok dalam penyampaian informasi pencegahan flu burung lebih menyukai komunikasi langsung (interpersonal) dari pada melalui media-media yang tersedia. Karena jika kurang mengerti dapat ditanyakan langsung kepada penyuluh-penyuluh yang ada.

Hubungan Faktor Internal dan Eksternal Anggota Kelompok dengan Persepsi terhadap Informasi Flu Burung

Hasil uji korelasi rank Spearman menunjukkan bahwa sebagian besar dari factor internal dan eksternal anggota kelompok tidak memiliki hubungan yang nyata dengan persepsi terhadap flu burung, baik dalam aspek kognitif, afektif maupun konatif. Namun, terdapat hubungan yang nyata antara jumlah tanggungan keluarga dengan aspek afektif, pendapatan dari usahatani-ternak dengan aspek kognitif dan afektif, ketersediaan sumber informasi dengan afektif, dan hubungan yang sangat nyata antara frekuensi berkomunikasi dengan aspek kognitif.

Tabel 14. Korelasi Faktor Internal dan Eksternal Anggota Kelompok dengan Persepsi terhadap Flu Burung

Faktor internal dan eksternal Anggota Kelompok

Persepsi Terhadap Flu Burung

Kognitif Afektif Konatif

1. Umur -0,127 0,089 -0,266

2. Pendidikan formal 0,218 0,070 -0,067

3. Tanggungan keluarga 0,012 0,298* -0,160

4. Pekerjaan di luar usahatani-ternak 0,100 0,203 0,231 5. Pendapatan usahatani-ternak 0,281* 0,299* 0,244

6. Pengalaman bertani-beternak -0,061 -0,120 -0,114

7. Keanggotaan dalam kelompok 0,227 -0,003 0,098

8. Ketersediaan sumber informasi 0,163 -0,283* 0,243

9. Frekuensi berkomunikasi 0,508** -0,004 0,064

Ket : * = Berhubungan nyata pada taraf signifikansi α = 0,05 * * = Berhubungan nyata pada taraf signifikansi α = 0,01

Umur

Tabel 14 menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang tidak nyata antara umur anggota kelompok dengan persepsi terhadap informasi flu burung, baik dalam aspek kognitif, afektif maupun konatif. Hal ini berarti perbedaan umur anggota kelompok tidak mempengaruhi persepsi anggota kelompok terhadap flu burung, karena umumnya umur anggota kelompok tergolong usia sedang dan informasi yang mereka cari bukanlah informasi flu burung melainkan informasi dalam bidang pertanian, misalnya lebih mengutamakan informasi mengenai cara menanam bibit padi yang baik dan benar. Nilai negatif pada aspek kognitif dan aspek konatif berarti bahwa anggota kelompok yang berumur lebih tua, memiliki pengetahuan dan tindakan yang cenderung rendah (lambat) terhadap flu burung, karena semakin tua umur anggota kelompok maka akan semakin rendah motivasi untuk memperoleh informasi flu burung.

Pendidikan

Pendidikan berhubungan tidak nyata dengan persepsi terhadap flu burung. Hal ini berarti bahwa pendidikan formal yang dimiliki anggota kelompok tidak memberikan pandangan khusus terhadap persepsi flu burung tersebut. Sehingga dapat diduga karena latar belakang pendidikan yang didapatkan anggota kelompok

bukanlah pendidikan pertanian yang memberikan ilmu-ilmu tentang informasi pertanian termasuk didalamnya flu burung melainkan hanya pendidikan umum biasa. Nilai negatif pada aspek konatif berarti bahwa anggota kelompok yang berpendidikan lebih tinggi tidak tahu bagaimana menangani jika atau mencegah terjadinya flu burung. Hal ini diduga karena umumnya pendidikan formal anggota kelompok paling tinggi hanya tamatan SLTA, bukan sekolah pertanian yang pada saat itu belum adanya sosialisasi tentang flu burung.

Tanggungan Keluarga

Tabel 14 menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang nyata (α 0,05) antara jumlah tanggungan keluarga dengan aspek afektif (sikap) persepsi terhadap flu burung. Hal ini dikarenakan semakin besarnya jumlah tanggungan keluarga yang

Dokumen terkait