• Tidak ada hasil yang ditemukan

KERANGKA PEMIKIRAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Wilayah Keadaan Geografis

Kabupaten Nganjuk merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Timur yang terletak di bagian barat dari wilayah Provinsi Jawa Timur. Kabupaten Nganjuk terletak pada koordinat 111o5’ sampai dengan 111o13’ Bujur Timur dan 7o20’ sampai dengan 7o

50’Lintang Selatan. Kabupaten Nganjuk, sebelah utara berbatasan dengan kabupaten Bojonegoro, sebelah selatan Kabupaten Kediri dan Trenggalek. Pada wilayah bagian timur berbatasan dengan Kabupaten Kediri dan Jombang sedangkan pada wilayah barat berbatasan dengan Kabupaten Ponorogo dan Madiun.

Kabupaten Nganjuk terbagi menjadi 20 Kecamatan dan 284 desa dan kelurahan. Sebagian besar kecamatan berada pada dataran rendah dengan ketinggian antara 46 sampai dengan 95 meter diatas permukaan laut. Sedangkan 4 kecamatan yang berada pada daerah pegunungan terletak pada ketinggian 150 sampai dengan 750 meter diatas permukaan laut. Daerah tertinggi yaitu desa Ngliman di Kecamatan Sawahan (Lampiran 7).

Wilayah Kabupaten Nganjuk memiliki kondisi dan struktur tanah yang cukup produktif untuk berbagai jenis tanaman. Kondisi dan struktur tanah yang produktif ini sekaligus ditunjang penyediaan air Sungai Widas yang mengalir sepanjang 69.332 km dan mengaliri daerah seluas 430.150 km2

Penduduk

Penduduk Kabupaten Nganjuk pada akhir tahun 2004 sebesar 1.027.371 jiwa, meningkat 0.26% dibanding tahun 2003, terdiri atas 507.105 jiwa laki-laki dan 520.266 jiwa perempuan. Dalam lima tahun terakhir ini, jumlah penduduk Kabupaten Nganjuk bertambah terus, dari 1.013.101 jiwa pada tahun 2000 menjadi 1.027.371 jiwa pada tahun 2004, yang berarti pertumbuhan rata-rata pertahun hasil registrasi penduduk tahunan sebesar 0.36%. Meningkatnya jumlah penduduk juga meningkatkan kepadatan penduduk, yaitu 837 jiwa/km2 pada akhir 2003 menjadi 839 jiwa/km2 pada akhir tahun 2004.

Jumlah kelahiran hidup pada tahun 2004 adalah 8.742 jiwa, angka ini mengalami kenaikan 19.8% bila dibandingkan tahun sebelumnya, yaitu 7.297 jiwa. Tingkat kelahiran di Kabupaten Nganjuk pada tahun 2004 adalah 8, yang artinya tiap 1000

22

penduduk terjadi kelahiran sebanyak 8 jiwa. Sedangkan tingkat kematian di Kabupaten Nganjuk relatif tetap yaitu 4.

Tabel 2 Komposisi penduduk Kabupaten Nganjuk berdasarkan umur dan jenis kelamin

KEL UMUR PRIA WANITA TOTAL

JIWA % JIWA % JIWA %

0,5--1 8215 0,8 1--3 47061 4,6 4--6 48301 4,7 7--9 51644 5,1 10--12 26484 47,1 29805 52,9 56289 5,5 13--15 26302 50,5 25750 49,5 52053 5,1 16--18 25976 58,2 18677 41,8 44653 4,4 19--29 97395 51,0 93743 49,0 191138 18,7 30--49 242286 78,9 64857 21,1 307143 30,1 50--64 68563 51,0 65922 49,0 134485 13,2 65+ 35092 44,1 44572 55,9 79664 7,8 TOTAL 1020646 100,0 Karakteristik Contoh

Besar rumahtangga contoh dikategorikan menjadi tiga yaitu rumahtangga dengan jumlah < 4, 5-6 dan >7 anggota rumahtangga. Sebagian besar contoh memiliki < 4 anggota rumahtangga yaitu 77.1% dari keseluruhan contoh. Besar rumahtangga mempengaruhi perhitungan AKE wilayah Nganjuk dengan metode unit konsumsi energi (UKE).

Tabel 3 Besar rumahtangga

No Jumlah anggota rumahtangga Daerah ekonomi Total Tinggi Sedang Rendah

n % n % n % n %

1 < 4 45 75.0 36 60.0 81 90.0 162 77.1 2 5 -- 6 14 23.3 24 40.0 8 9.0 46 21.9 3 > 7 1 1.7 0 0.0 1 1.0 2 1.0 Total 60 100.0 60 100.0 90 100.0 210 100.0

Suhardjo, Harper, Deaton dan Driskel (1986) menjelaskan bahwa hubungan antara laju kelahiran yang tinggi dan kurang gizi, sangat nyata pada masing-masing rumahtangga. Sumber pangan rumahtangga, terutama mereka yang sangat miskin, akan lebih mudah memenuhi kebutuhan makanannya jika yang diberi makanannya sedikit. Lebih lanjut dikatakan bahwa anak-anak yang tumbuh pada rumahtangga yang miskin adalah yang yang paling rawan terhadap kurang gizi di antara seluruh anggota

23

rumahtangga dan anak yang paling kecil biasanya paling terpengaruh kekurangan pangan.

Tabel 4 Pendidikan KRT (Kepala Rumahtangga)

No Pendidikan

Pembagian wilayah berdasarkan ekonomi

Total % Tinggi Sedang Rendah

n % n % n % 1 Tidak 0 0.0 1 1.7 3 3.3 4 1.9 2 SD 16 26.7 41 68.3 49 54.4 106 50.5 3 SMP 18 30.0 5 8.3 23 25.6 46 21.9 4 SMA 16 26.7 11 18.3 13 14.4 40 19.1 5 PT 5 8.3 1 1.7 1 1.1 7 3.3 6 Lainnya 5 8.3 1 1.7 1 1.1 7 3.3 Total 60 100 60 100 90 100 210 100

Sebagian besar KRT contoh merupakan lulusan SD (50.5 %) dan hanya empat KRT yang tidak bersekolah(tabel 4). Pendidikan KRT di wilayah ekonomi tinggi lebih baik dibandingkan wilayah lainnya, dilihat dari jumlah lulusan perguruan tinggi yang lebih banyak, lulusan SD paling sedikit dan tidak ada yang tidak bersekolah. Suhardjo (1989) menyatakan bahwa jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi rumahtangga dipengaruhi oleh status ekonomi. Rendahnya konsumsi pangan disebabkan oleh pemanfaatan pangan yang tersedia belum optimal, distribusi belum merata, kurangnya pengetahuan gizi dan pangan, dan faktor sosial ekonomi seperti tingkat pendidikan, besar rumahtangga, tingkat pendapatan, serta faktor budaya setempat.

Tabel 5 Pekerjaan KRT (Kepala Rumahtangga)

No Pekerjaan

Pembagian wilayah berdasarkan ekonomi

Total % Tinggi Sedang Rendah

n % n % n % 1 Wiraswasta 19 31.7 22 36.7 21 23.3 62 29.5 2 Petani 8 13.3 7 11.7 4 4.5 19 9.0 3 Buruh tani 14 23.3 19 31.7 56 62.2 89 42.4 4 Guru 3 5.0 1 1.7 1 1.1 5 2.4 5 Aparat 2 3.3 1 1.7 1 1.1 4 1.9 6 PNS 3 5.0 2 3.3 1 1.1 6 2.9 7 Pensiunan 2 3.3 3 5.0 5 5.6 10 4.8 8 Militer 3 5.0 0 0.0 0 0.0 3 1.4 9 Tidak kerja 6 10.0 5 8.3 1 1.1 12 5.7 Total 60 100 60 100 90 100 210 100

24

Pekerjaan KRT contoh sebagian besar ialah buruh tani dan wiraswasta(tabel 5). Pada wilayah ekonomi rendah lebih dari setengah (62.2%) KRT contoh berprofesi sebagai buruh tani. Wilayah ekonomi tinggi memiliki paling sedikit KRT contoh yang berprofesi sebagai buruh tani dibandingkan kelompok ekonomi lain.

Khumaidi (1994) menyatakan bahwa untuk memenuhi kebutuhan hidup yang terjamin dari hari ke hari, buruh tani memiliki beberapa sumber penghasilan lain baik di dalam maupun diluar pekerjaan utamanya (pertanian) dan/atau memobilisasi anggota rumahtangganya (istri, anak, orang tua) untuk menambah penghasilan rumahtangga.

Tarigan (1990) menyatakan bahwa dalam memenuhi kebutuhan hidup rumahtangga buruh tani menerapkan strategi pola nafkah berganda, artinya anggota- anggota rumahtangga terlibat mencari nafkah di berbagai sumber baik disektor pertanian maupun diluar sektor pertanian.

Pada tabel 6 dapat dilihat bahwa komposisi penduduk menurut umur di Kabupaten Nganjuk tidak terlalu berbeda dengan komposisi penduduk menurut umur pada rumahtangga. Perbedaan yang cukup besar terdapat pada kelompok umur 10-12, 19-29, 30-49,dan >65 tahun.

Tabel 6 Perbandingan persentase komposisi penduduk berdasarkan kelompok umur antara Kabupaten Nganjuk dengan contoh.

Kelompok Umur Persentase Komposisi Penduduk Nganjuk *) Contoh**) 0.5--1 0.8 1.0 1--3 4.6 4.7 4--6 4.7 4.6 7--9 5.1 4.6 10--12 5.5 7.8 13--15 5.1 4.8 16--18 4.4 5.6 19--29 18.7 14.8 30--49 30.1 36.3 50--64 13.2 12.0 >65 7.8 3.8 Total 100.0 100.0 Sumber:

*) : BPS Jawa Timur tahun 2004

25

AKE Jawa Timur

AKE Jawa Timur Dihitung untuk menentukan PPH regional Jawa Timur. Jawa Timur ddigunkan sebagai penetuan PPH regional karena data yang dibutuhkan untuk menyusun PPH regional salah satunya hanya ada di tingkat provinsi. Perhitungan angka kecukupan gizi memerlukan pengelompokan umur tertentu. Sampai dengan kelompok umur tertentu pengelompokan umur berdasarkan Demografi (lima tahunan) berbeda dengan pengelompokan umur untuk menghitung Angka Kecukupan Gizi (AKE) penduduk . Pengelompokan umur tersebut perlu diubah menjadi kelompok umur jenjang satu tahunan, Metode Spargue Multiplier merupakan metode yang digunakan untuk memecah kelompok umur tersebut, dengan alasan metode ini lebih teliti dibanding dengan metode lainnya (Hardinsyah dan Martianto 1992 diacu dalam Sembiring 2002).

Berdasarkan Pemecahan Kelompok umur tersebut kemudian dihitung jumlah penduduk dan komposisinya menurut kelompok umur AKE. Hasil perhitungan komposisi penduduk ini kemudian digunakan Angka Kecukupan Energi Rata-rata Penduduk (AKERP). Penghitungan Spargue Multiplier menggunakan data penduduk Jawa Timur tahun 2000 dan 2004. Perhitungan untuk tahun 2000 dapat dilihat pada tabel 6 mendapatkan AKE sebesar 1996.70 kkal/kap/hari, sedangkan untuk tahun 2004 sebesar 1999.76 kkal/kap/hari (Tabel 8).

Tabel 7 .Multiple spargue Jawa Timur tahun 2000

KEL UMUR PRIA WANITA JUMLAH ENERGI JAWA TIMUR

JIWA % AKE JIWA % AKE JIWA % AKE kkal

0,5--1 471266 1,36 650 306322900 1--3 1719362 4,95 1000 1719362000 4--6 1817626 5,24 1550 2817320300 7--9 1781248 5,13 1800 3206246400 10--12 940041 51,69 2050 878617 48,31 2050 1818658 5,24 3728248900 13--15 968450 51,27 2400 920540 48,73 2350 1888990 5,44 4487549000 16--18 1051932 50,57 2600 1028238 49,43 2200 2080170 5,99 4997146800 19--29 3330527 48,35 2550 3558046 51,65 1900 6888573 19,85 15253131250 30--49 5088468 49,82 2350 5125361 50,18 1800 10213829 29,43 21183549600 50--64 1919203 48,46 2250 2041245 51,54 1750 3960448 11,41 7890385500 65+ 898159 43,40 2050 1171119 56,60 1600 2069278 5,96 3715016350 TOTAL 34709448 100,00 69304279000

26

Tabel 8 Multiple spargue Jawa Timur tahun 2004

KEL UMUR

PRIA WANITA JUMLAH

ENERGI JAWA TIMUR

JIWA % AKE JIWA % AKE JIWA % AKE kkal

0,5--1 260069 0,72 650 169044850 1--3 1726173 4,78 1000 1726173000 4--6 1876786 5,19 1550 2909018300 7--9 1926906 5,33 1800 3468430800 10--12 981814 51,40 2050 928330 48,60 2050 1910144 5,29 3915795200 13--15 949483 51,60 2400 890718 48,40 2350 1840201 5,09 4371946500 16--18 1150895 52,00 2600 1062365 48,00 2200 2213260 6,12 5329530000 19--29 3014609 48,36 2550 3218470 51,64 1900 6233079 17,25 13802345950 30--49 5480413 48,99 2350 5707235 51,01 1800 11187648 30,96 23151993550 50--64 2273136 49,42 2250 2326694 50,58 1750 4599830 12,73 9186270500 65+ 1008712 42,70 2050 1353501 57,30 1600 2362213 6,54 4233461200 TOTAL 36136309 100,00 72264009850

ENERGI RATA -RATA JAWA TIMUR= 1999,76 kkal/kap/hari

Hasil perhitungan yang mendekati 2000 kkal/kap/hari menyebabkan Jawa Timur masih relevan untuk menggunakan standar nasional. Hal ini dipengaruhi oleh komposisi penduduk Jawa Timur dan Indonesia yang hampir sama. Berdasarkan perhitungan spargue multiplier dengan jumlah dan komposisi penduduk Indonesia tahun 2000 didapatkan AKE sebesar 1995.9 kkal/kap/hari (Lampiran 6), inilah yang membuktikan bahwa komposisi penduduk Indonesia dan Jawa Timur hampir sama karena perhitungan spargue multiplier dipengaruhi oleh komposisi penduduk. Jadi AKE Jawa Timur adalah 2000 kkal/kap/hari untuk konsumsi dan 2200 kkal/kap/hari untuk ketersediaan.

PPH Regional Jawa Timur

Pola pangan harapan (PPH) adalah susunan beragam pangan yang didasarkan pada sumbangan energi dari kelompok pangan utama dari suatu pola ketersediaan dan atau konsumsi pangan. Menurut FAO-RAPA (1989) diacu dalam Hardinsyah, Madanijah & Baliwati (2002), PPH adalah komposisi kelompok pangan utama yang bila dikonsumsi dapat memenuhi kebutuhan energi dan zat gizi lainnya. Dengan pendekatan PPH dapat dinilai mutu pangan penduduk berdasarkan skor pangannya (dietary score). Semakin tinggi skor mutu pangan, menunjukkan situasi pangan yang semakin beragam dan semakin baik komposisi dan mutu gizinya.

PPH regional yang digunakan adalah PPH Jawa Timur karena salah satu data yang digunakan untuk menghitung PPH regional yaitu data SUSENAS hanya di dapatkan ditingkat Propinsi. Penetapan PPH regional dilakukan berdasarkan beberapa

27

pertimbangan yaitu kemampuan wilayah dalam memproduksi bahan pangan, pola konsumsi pangan dan kebiasaan makan setempat, serta kondisi sosial ekonomi, misalnya pendapatan (daya beli) serta memperhatikan Angka Kecukupan Gizi (PPKP BKP Deptan & GMSK IPB 2005). Pada tabel 9 dapat dilihat bahwa pola ketersediaan Jawa Timur dan Indonesia hampir sama sehingga Provinsi Jawa Timur dapat menggunakan standar nasional dari sisi ketersediaan. Hal ini terjadi karena Jawa Timur berbasis pertanian sehingga karakteristiknya tidak jauh berbeda dengan Indonesia yang sebagian besar berbasis pertanian.

Tabel 9 Komposisi ketersediaan pangan Jawa Timur (tahun 2000 – 2003) dan Indonesia (tahun 2000-2003).

NO KELOMPOK PANGAN Jawa Timur(*) Indonesia(**)

2000 2001 2002 2003 2000 2001 2002 2003

1 PADI- PADIAN 100,9 110,4 107,9 98,8 86,7 81,2 87,1 84,2

2 UMBI-UMBIAN 20,9 20,5 19,9 19,8 19,4 18,5 17,5 15,6

3 PANGAN HEWANI 3,5 3,4 3,7 4,5 4,5 4,8 5,1 5,0

4 MINYAK DAN LEMAK 20,8 3,6 1,2 5,4 14,4 19,3 18,2 17,3

5 BUAH/BIJI BERMINYAK 13,7 1,6 0,7 3,6 3,4 3,5 3,4 3,3

6 KACANG-KACANGAN 1,6 10,3 12,3 18,0 7,4 6,6 6,8 6,2

7 GULA 11,4 26,4 18,6 13,1 7,3 6,9 6,2 5,3

8 SAYUR DAN BUAH 5,7 5,6 5,4 5,4 3,6 4,0 4,4 4,7

9 LAIN-LAIN 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0

TOTAL 178,5 181,8 169,9 168,7 146,6 144,7 148,6 141,7

Keterangan:

(*) : Berdasarkan persentase AKE ketersediaan regional Jawa Timur (2200) yaitu AKE konsumsi ditambah 10%.

(**) : Berdasarkan standar Nasional (2200 kkal/kap/hari)

Hanya komoditi padi-padian yang berbeda dengan selisih yang cukup besar (sekitar 20%), hal ini terjadi karena ketersediaan beras pada Provinsi Jawa Timur yang melimpah disebabkan oleh statusnya sebagai lumbung beras atau penghasil beras bagi Indonesia. Pada tahun 2004 Jawa Timur menghasilkan 9 juta ton gabah kering giling (GBG) yaitu kedua terbanyak setelah Jawa Barat yaitu 9.6 juta ton gabah kering giling (Departemen Pertanian 2004).

Selain menjadi salah satu daerah yang produksi padi-padiannya tinggi, Jawa Timur merupakan daerah penghasil kacang-kacangan terbesar di Indonesia. Produksi kacang kedelai pada tahun 2004 mencapai 0.32 juta ton biji kering (BK), yaitu 44.4%

28

dari produksi kedelai Indonesia. Kacang tanah dan kacang hijau berturut-turut adalah 212 ribu ton BK dan 83 ribu ton BK, juga yang tertinggi di Indonesia (Deptan 2004).

Masing-masing komoditi kacang-kacangan mengalami kenaikan produktivitas yaitu 0.39% (12.80 ku/ha pada tahun 2004) untuk kacang kedelai dan 0.78% (11.58 ku/ha pada tahun 2004) untuk kacang tanah. Sedangkan kacang hijau mengalami penurunan produksi karena menyusutnya luas panen sebesar 9.49 % menjadi 312 hektar. Walau produksi kacang-kacangan tinggi, persediaan di Jawa Timur masih kurang. Hal ini diduga disebabkan oleh peran Jawa Timur sebagai pemasok kacang- kacangan terbesar di Indonesia (Deptan 2004).

Produksi umbi-umbian Provinsi Jawa Timur juga merupakan salah satu yang terbesar di Indonesia dengan produksi ubi kayu 3.96 juta ton umbi basah (UB) dan ubi jalar 0.17 juta ton UB. Produksi ubi kayu di Indonesia sendiri pada tahun 2004 mengalami kenaikan sebesar 4.86%, hal ini disebabkan kenaikan produktivitas lahan dan bertambahnya luas panen. Ubi jalar tidak seperti ubi kayu, mengalami penurunan sebesar 4.50% karena luas panen yang menurun sebesar 6.54%(0.18 juta hektar pada tahun 2004) (Deptan 2004).

Tabel 10 Komposisi konsumsi pangan Jawa Timur (tahun 1999 dan 2002) dan Indonesia (tahun 1999 dan 2002).

No Kelompok pangan

Indonesia Jawa Timur 1999 2002 1999 2002 %AKE %AKE %AKE %AKE 1 Padi-padian 56.3 62.7 57.0 56.3 2 Umbi-umbian 3.1 3.5 2.9 3.9 3 Pangan hewani 4.0 5.9 5.7 7.7 4 Minyak dan lemak 7.8 10.3 7.6 9.5 5 Buah/biji berminyak 1.8 2.6 2.2 2.9 6 Kacang-kacangan 2.4 3.1 3.7 4.9 7 Gula 4.2 4.8 4.6 5.5 8 Sayur dan buah 3.2 3.9 3.2 4.0 9 Lain-lain 1.2 2.7 3.8 2.1 Total 84.2 99.3 90.7 96.9

Pada perbandingan data konsumsi Jawa Timur dan Indonesia pada tabel 10 dapat dilihat bahwa pola konsumsinya hampir sama, jadi berdasarkan pola konsumsi Jawa Timur dapat menggunakan standar nasional. Karena dari sisi ketersediaan dan

29

konsumsi Jawa Timur hampir sama dengan Indonesia, maka Jawa Timur dapat menggunakan standar nasional dalam mengukur ketahanan pangannya.

Standar nasional yang juga digunakan untuk penyusunan PPH regional Jawa Timur (Tabel 11) tersusun atas proporsi untuk masing-masing kelompok pangan sebagai berikut: padi-padian 50%, umbi-umbian 6%, pangan hewani 12%, minyak dan lemak 10%, buah/biji berminyak 3%, kacang-kacangan 5%, gula 5%, Sayur dan buah 6%, dan lain-lain 3%.

Tabel 11 PPH regional Jawa Timur

No Kelompok Pangan % AKE *) kkal 1 Padi-padian 50 1000

2 Umbi-umbian 6 120

3 Pangan hewani 12 240 4 Minyak dan lemak 10 200 5 Buah/biji berminyak 3 60 6 Kacang-kacangan 5 100

7 Gula 5 100

8 Sayur dan buah 6 120

9 Lain-lain 3 60

TOTAL 100 2000

Keterangan:

*) :AKE Jawa Timur 2000 kkal/kap/hari

AKE Kabupaten Nganjuk

Pendekatan faktor Unit Konsumen Energi (UKE) digunakan untuk membuat rataan konsumsi tingkat konsumi energi (TKE) yang berjumlah besar dimana setiap rumahtangga berbeda jumlah anggota rumahtangga (JART) maupun komposisi umur serta jenis kelaminnya(PPKP BKP Deptan & GMSK IPB, 2005).

Lebih lanjut dijelaskan dalam PPKP BKP Deptan & GMSK IPB (2005), dengan menggunakan rataan UKE dari setiap rumahtangga, maka rataan TKE untuk suatu populasi yang dihasilkan, sekaligus telah memperhitungkan variasi JART(Jumlah anggota rumahtangga) dan komposisi umur serta jenis kelamin setiap anggota rumahtangga pada populasi tersebut.

Perhitungan AKE rata-rata suatu rumahtangga dengan menggunakan Faktor UKE dilakukan dengan menggunakan konsumen (anggota rumahtangga) tertentu sebagai patokan kecukupan energi. Sebagai patokan dapat digunakan AKE pria dan wanita dewasa, namun lazimnya yang sering digunakan sebagai patokan adalah AKE

30

pria dewasa (30-49 tahun). Prinsip perhitungannya adalah AKE individu setiap anggota rumahtangga dibandingkan dengan AKE pria dewasa.

Tabel 12 Perhitungan AKE Kabupaten Nganjuk tahun 2006 dengan metode Unit Konsumen Energi Jenjang Usia Jumlah Cont oh AKE pria 30-49 tahun kkal/hari Faktor

UKE Hasil Perkalian 0 - 6 bln 3 2350 0.23 1621.5 7-11bln 5 2350 0.28 3290.0 1 - 3 thn 37 2350 0.43 37388.5 4 - 6 thn 36 2350 0.66 60489.0 7 - 9 thn 36 2350 0.77 65142.0 pria 0.0 10 - 12 thn 34 2350 0.87 69513.0 13 - 15 thn 18 2350 1.02 43146.0 16 - 18 thn 22 2350 1.11 57387.0 19 - 29 thn 56 2350 1.09 143444.0 30 - 49 thn 130 2350 1.00 305500.0 50 - 64 thn 52 2350 0.96 117312.0 >65 thn 19 2350 0.87 38845.5 wanita 0.0 10 - 12 thn 27 2350 0.87 55201.5 13 - 15 thn 20 2350 1.00 47000.0 16 - 18 thn 22 2350 0.94 48598.0 19 - 29 thn 60 2350 0.81 114210.0 30 - 49 thn 155 2350 0.77 280472.5 50 - 64 thn 42 2350 0.74 73038.0 >65 thn 11 2350 0.68 17578.0 Total 788 Ibu hamil 0 2350 0.13 0.0 Ibu menyusui 1-6 bln 3 2350 0.21 1480.5 7-12 bln 4 2350 0.23 2162.0 Total 1582819.0 AKE Nganjuk 2008.4

Contoh terdiri dari 788 individu, yaitu 397 pria dan 391 wanita. Terdapat 7 wanita menyusui bayi dibawah satu tahun, dari 8 bayi yang berusia dibawah satu tahun. Hal ini disebabkan karena ada salah seorang ibu yang memiliki bayi kembar. Dari hasil

31

perhitungan UKE (unit konsumsi energi) didapatkan bahwa AKE wilayah kabupaten Nganjuk adalah 2008.4 kkal/kap/hari.

AKE untuk masing-masing daerah contoh adalah 1980.6 kkal/kap/hari untuk daerah ekonomi tinggi, sedangkan untuk daerah ekonomi sedang dan rendah berturut- turut adalah 1957.7 dan 2060.7 kkal/kap/hari.

Tabel 13 Multiple spargue Kabupaten Nganjuk

KEL UMUR PRIA WANITA JUMLAH

ENERGI JAWA TIMUR

JIWA % AKG JIWA % AKG JIWA % AKG kkal

0,5--1 8215,1 0,80 650 5339821,76 1--3 47060,6 4,61 1000 47060648 4--6 48300,8 4,73 1550 74866281,85 7--9 51644,3 5,06 1800 92959747,56 10--12 26484,2 47,1 2050 29805,1 52,9 2050 56289,3 5,52 115392987,9 13--15 26302,5 50,5 2400 25750,4 49,5 2350 52052,8 5,10 123639282,5 16--18 25976,4 58,2 2600 18676,6 41,8 2200 44652,9 4,37 108626955,1 19--29 97395,0 51,0 2550 93743,0 49,0 1900 191138,0 18,73 426468906,7 30--49 242286,0 78,9 2350 64857,0 21,1 1800 307143,0 30,09 686114700 50--64 68563,0 51,0 2250 65922,0 49,0 1750 134485,0 13,18 269630250 65+ 35092,0 44,1 2050 44572,0 55,9 1600 79664,0 7,81 143253800 TOTAL 1020645,9 100,00 2093353381

ENERGI RATA-RATA =Nganjuk 2051,01 Kkal/kap/hari

Sedangkan dengan metode multiple spargue AKE wilayah Kabupaten Nganjuk adalah 2051 kkal/kap/hari. Karena hasil perhitungan UKE dan multiple spargue AKE Wilayah Nganjuk tidak jauh berbeda dari ketetapan nasional yaitu 2000 kkal/kap/hari, maka standar nasional masih dapat digunakan untuk menganalisis ketahanan pangan di Kabupaten Nganjuk.

Analisis Situasi Ketahanan Pangan Kabupaten Nganjuk

Kuantitas

Berdasarkan survei konsumsi yang dilakukan pada bulan April sampai Juli 2006 , tingkat konsumsi energi di Kabupaten Nganjuk yaitu 1603.8 kkal/kap/hari, yang berarti 80.8% dari AKE Nganjuk tahun 2006 yaitu 2000 kkal/kap/hari (tabel 14). Bila dimasukkan dalam kategori Depkes 1996, tingkat konsumsi energi Kabupaten Nganjuk termasuk defisit ringan (80-90%) dan dalam kategori tidak tahan pangan.

32

Tabel 14 Kontribusi energi konsumsi menurut kelompok pangan di Kabupaten Nganjuk.

No Kelompok Pangan

Hasil Survei Konsumsi

Kalori % % AKE*) Standar Regional**) 1. Padi-padian 946.4 59.0 47.3 50 2. Umbi-umbian 63.5 4.0 3.2 6 3. Pangan Hewani 79.6 5.0 4.0 12 4. Minyak dan Lemak 185.4 11.6 9.3 10 5. Buah/Biji Berminyak 54.7 3.4 2.7 3 6. Kacang-kacangan 128.7 8.0 6.4 5

7. Gula 33.2 2.1 1.7 5

8. Sayur dan Buah 111.4 6.9 5.6 6

9. Lain-lain 0.9 0.1 0.0 3

Total 1603.8 100.0 80.8 100

Keterangan:

*) : AKE Kabupaten Nganjuk (200kkal/kap/hari) **) : PPH Jawa Timur

Persentase terbesar pada contoh (tabel 15) adalah defisit berat (<70 % AKE) yaitu 33.3%, sedangkan yang terkecil adalah kelebihan energi (>120% AKE). Menurut Khomsan, Sukandar, Anwar, Riyadi dan Mudjajanto (2005), Indikator dari tingkat kabupaten atau nasional adalah persentase dari populasi atau rumahtangga dengan kondisi tidak tahan pangan. Lebih lanjut dinyatakan bahwa rumahtangga yang termasuk tidak tahan pangan adalah yang tingkat konsumsi energi dan tingkat konsumsi proteinnya kurang dari 70 %. Pada penelitian ini terdapat 70 rumahtangga yang tidak tahan pangan ( 33.3%).

Tabel 15 Sebaran jumlah rumahtangga menurut tingkat konsumsi energi berdasarkan karakteristik lokal

Karakteristik Lokal (Daerah Ekonomi)

Sebaran Jumlah Rumahtangga Menurut Tingkat Konsumsi Energi < 70 % AKE 70 - 80 % AKE 80 - 90 % AKE 90 - 119 % AKE >120% AKE Total n % n % n % n % n % n % Tinggi 21 35.0 11 18.3 8 13.3 14 23.3 6 10.0 60 100,0 Sedang 25 41.7 14 23.3 13 21.7 7 11.7 1 1.7 60 100,0 Rendah 24 26.7 21 23.3 13 14.4 28 31.1 4 4.4 90 100,0 Total 70 33.3 46 21.9 34 16.2 49 23.3 11 5.2 210 100,0

Hanya 23.3% contoh yang berada pada TKE yang normal, ini menunjukkan bahwa sebagian besar contoh mengkonsumsi masih kurang dari kecukupan sehari-hari. Tingkat konsumsi energi normal paling besar terdapat pada daerah ekonomi rendah, hal

33

ini karena didaerah ekonomi rendah sebagian besar contoh tergolong rumahtangga kecil. Ukuran rumahtangga antar daerah mempengaruhi jumlah yang akan dikonsumsi oleh anggota rumahtangganya. Sedangkan defisit berat paling banyak didaerah ekonomi sedang.

Konsumsi masyarakat terhadap pangan dapat dilihat dari kecenderungan masyarakat mengkonsumsi jenis pangan tertentu. Secara umum di tingkat wilayah faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi pangan adalah faktor ekonomi (pendapatan dan harga), faktor sosiobudaya dan religi (Hardinsyah dkk 2002). Faktor ekonomi memang mempengaruhi konsumsi pangan, kenaikkan BBM (bahan bakar minyak) yang sangat tinggi pada awal tahun 2006 menyebabkan kenaikkan harga termasuk harga bahan pangan. Kenaikkan harga bahan pangan menyebabkan menurunnya daya beli sehingga mempengaruhi konsumsi pangan.

Menurunnya daya beli juga menyebabkan adanya perubahan pola konsumsi masyarakat, yaitu dengan mengkonsumsi bahan makanan yang lebih terjangkau harganya. Pangan hewani pengganti yang cukup banyak dikonsumsi adalah ikan tongkol karena harganya terjangkau (1 besek isi 3 ikan seharga Rp.1200). Pangan hewani alternatif lain yang cukup murah adalah telur (Rp.7000/kg) dan ikan wader(Rp.15000/kg). Pemenuhan protein lebih banyak di dapatkan dari kacang- kacangan dan beras. Harga tahu putih kecil Rp.100 per buah dan tempe Rp. 500 untuk ukuran sedang (100 gram) lebih terjangkau oleh penduduk Kabupaten Nganjuk untuk dugunakan sebagai lauk pauk.

Kualitas

Konsumsi masyarakat Nganjuk dapat dilihat dari skor yang didapat setelah dikalikan dengan bobot. Dari skor AKE pada tabel 16 terlihat bahwa konsumsi pada umumnya masih lebih rendah kecuali kacang-kacangan dan buah/biji berminyak berturut-turut yaitu 12.8 dan 1.4 dari skor maksimal 10.0 dan 1.0. Pangan hewani bahkan hanya 7.9 dari seharusnya mendapat skor 24.0. Komoditi lain yang masih harus ditingkatkan juga konsumsinya adalah umbi-umbian dan gula.

Dari sisi kualitas, konsumsi pangan Kabupaten Nganjuk masih belum baik, hal ini dapat dilihat dari skor PPH yaitu 77.5. Skor PPH dibawah 100 menunjukkan bahwa konsumsi pangan masyarakat Kabupaten Nganjuk belum ideal, yaitu belum berimbang

34

dan beragamnya konsumsi masyarakat Nganjuk diantara bahan makanan di kelompok pangan.

Tabel 16 PPH Kabupaten Nganjuk

Menurut Bimas Ketahanan Pangan RI (2002), semakin beragam dan seimbang komposisi pangan yang dikonsumsi akan semakin baik kualitas gizinya. Maka dapat ditarik kesimpulan masyarakat Nganjuk berpotensi kekurangan asupan zat gizi yang cukup besar, kekurangan asupan zat gizi tertentu menyebabkan daya tahan tubuh berkurang sehingga mudah terinfeksi penyakit. Prevalensi gizi buruk dan kurang (KEP total) di Nganjuk pada tahun 2005 adalah 9.43. HDI (Human Development Index) Nganjuk pada tahun 2002 berdasarkan Indonesia Human Development Report 2004 adalah 64.7 atau peringkat 216 dari seluruh Kabupaten yang ada di Indonesia, sedangkan usia harapan hidupnya 67.2 ( BPS, Bappenas, dan UNDP Indonesia 2004). Menurut Azwar (2004), HDI disusun oleh tiga faktor yaitu pendidikan,kesehatan dan ekonomi.

Negara atau wilayah mempunyai ketahanan pangan yang baik apabila mampu menyelenggarakan pasokan pangan yang stabil dan berkelanjutan bagi seluruh penduduknya, dan masing-masing rumahtangga mampu memperoleh pangan sesuai kebutuhannya (Suryana 2004). Berdasarkan survei konsumsi yang dilakukan, Kabupaten Nganjuk belum tahan pangan karena belum mencukupi dari sisi kuantitas dan kualitas panganan.

Suryana (2004) menjelaskan lebih lanjut bahwa dengan ketahanan pangan yang baik, terdapat suatu jaminan bagi seluruh penduduk untuk memperoleh pangan dan gizi yang cukup untuk menghasilkan generasi sehat dan cerdas. Disamping itu, ketahanan

No Kelompok Pangan

Perhitungan Skor Pola Pangan Harapan (PPH) regional Kalori % % AKE*) Bobot Skor Aktual Skor AKE Skor Maks Skor PPH 1. Padi-padian 946.4 59.0 47.3 0.5 29.5 23.7 25.0 23.7 2. Umbi-umbian 63.5 4.0 3.2 0.5 2.0 1.6 2.5 1.6 3. Pangan Hewani 79.6 5.0 4.0 2 9.9 8.0 24.0 8.0 4. Minyak dan Lemak 185.4 11.6 9.3 0.5 5.8 4.6 5.0 4.6 5. Buah/Biji Berminyak 54.7 3.4 2.7 0.5 1.7 1.4 1.0 1.0 6. Kacang-kacangan 128.7 8.0 6.4 2 16.1 12.9 10.0 10.0 7. Gula 33.2 2.1 1.7 0.5 1.0 0.8 2.5 0.8 8. Sayur dan Buah 111.4 6.9 5.6 5 34.7 27.8 30.0 27.8 9. Lain-lain 0.9 0.1 0.0 0 0.0 0.0 0.0 0.0 Total 1603.8 100 80.2 100.7 80.8 100 77.5 Keterangan = *) Angka Kecukupan Energi (AKE) : 2000 kkal/Kap/Hari

35

pangan juga merupakan prasyarat bagi bangsa Indonesia untuk dapat membangun sektor lainnya, karena bila keutuhan masyarakat yang paling azasi ini belum terpenuhi akan sangat mudah terjadi kerawanan sosial.

Tabel 17 Perbandingan PPH masing-masing daerah contoh

No Kelompok Pangan Standar (skor maks regional) Skor PPH berdasarkan PPH Jawa Timur

Tinggi Sedang Rendah

1. Padi-padian 25.0 21.6 22.3 25.0

2. Umbi-umbian 3.0 1.4 1.1 2.1

3. Pangan Hewani 24.0 9.6 8.7 6.3

4. Minyak dan Lemak 5.0 5.0 3.1 4.3 5. Buah/Biji Berminyak 1.0 1.0 1.0 1.0 6. Kacang -kacangan 10.0 10.0 10.0 10.0

7. Gula 2.5 0.9 0.8 0.8

8. Sayur dan Buah 30.0 30.0 26.9 23.2

9. Lain-lain 0.0 0.0 0.0 0.0

Total 100.0 79.5 73.8 72.6

Skor PPH paling tinggi dimiliki oleh daerah ekonomi tinggi yaitu 79.5. komoditas yang harus ditingkatkan konsumsinya pada daerah ekonomi tinggi yaitu padi-padian, umbi-umbian, pangan hewani, dan gula. Sedangkan pada daerah ekonomi rendah konsumsi padi-padian sudah cukup, namun konsumsi pangan hewani sangat rendah yaitu 6.3% dari seharusnya 24%. Konsumsi padi-padian dan umbi-umbian tertinggi terdapat pada daerah ekonomi rendah.

Tabel 18. Perbandingan konsumsi energi tiga wilayah contoh

No Karakteristik Lokal

(Daerah Ekonomi)

Proporsi

Rumahtangga Konsumsi Energi (kkal/Kap/Hari) Kecukupan Energi (kkal/Kap/Hari) Tingkat Konsumsi Energi (% AKE) Skor PPH n % 1 Tinggi 60 33,3 1657,9 1980,6 83,4 79.5 2 Sedang 60 33,3 1438,1 1957,7 73,9 73.8 3 Rendah 90 33,3 1678.2 2060.7 81.8 72.6 Total 210 100,0 1603.8 2000.0 80,0 77.5

Berdasarkan hasil survei dilapangan ditemukan bahwa konsumsi contoh dari daerah yang masuk klasifikasi ekonomi rendah lebih tinggi dibandingkan yang lain. Hal ini terjadi karena karakteristik contoh yang memiliki rumahtangga kecil (<4) lebih banyak dibandingkan daerah lainnya. Tetapi dari skor PPH (72.6) dapat dilihat bahwa kualitas

36

dari bahan pangan yang dikonsumsi masih lebih buruk dibandingkan daerah yang lain (79.5 dan 73.8) mengingat menurut FAO RAPA (1989) diacu dalam Hardinsyah, Madanijah & Baliwati (2002) bahwa semakin tinggi skor mutu pangan, menunjukkan situasi pangan yang semakin beragam dan semakin baik komposisi dan mutu gizinya.

Daerah ekonomi rendah harus mendapatkan perhatian lebih dari pemerintah daerah Kabupaten Nganjuk karena walaupun konsumsinya cukup tinggi, kualitasnya masih rendah. Secara umum seluruh wilayah belum tahan pangan dari sisi kuantitas

Dokumen terkait