• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis ketahanan pangan kabupaten nganjuk berdasarkan angka kecukupan energi dan pola pangan harapan wilayah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis ketahanan pangan kabupaten nganjuk berdasarkan angka kecukupan energi dan pola pangan harapan wilayah"

Copied!
69
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KETAHANAN PANGAN KABUPATEN NGANJUK

BERDASARKAN ANGKA KECUKUPAN ENERGI DAN POLA PANGAN

HARAPAN WILAYAH

MUHAMMAD DIKFA NURHADI PURADISASTRA

PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN

(2)

RINGKASAN

MUHAMMAD DIKFA N P. Analisis Ketahanan Pangan Kabupaten Nganjuk Berdasarkan Angka Kecukupan Energi dan Pola Pangan Harapan Wilayah. (Dibawah bimbingan Yayuk Farida Baliwati dan Yayat Heryatno)

Tujuan umum penelitian ini adalah menganalisis ketahanan pangan wilayah Kabupaten Nganjuk berdasarkan angka kecukupan energi dan pola pangan harapan wilayah. Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah: 1) Menganalisis Pola Pangan Harapan (PPH) wilayah Jawa Timur berdasarkan Angka Kecukupan Energi (AKE) penduduk Provinsi Jawa Timur; 2) Menghitung Angka Kecukupan Energi (AKE) wilayah (Kabupaten Nganjuk); 3) Menganalisis Ketahanan Pangan Kabupaten Nganjuk berdasarkan AKE dan PPH wilayah.

Desain penelitian adalah cross sectional study. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer yang dikumpulkan dengan metode survey dan data sekunder yang diperoleh dari instansi terkait di Kabupaten Nganjuk Provinsi Jawa Timur. Pemilihan lokasi dilakukan secara purposive dengan pertimbangan bahwa Kabupaten Nganjuk merupakan salah satu wilayah yang berbasis pertanian di Jawa Timur. Pengambilan data secara efektif dilakukan di bulan April 2006-Juli 2006.

Unit analisis penelitian adalah rumahtangga dimana pemilihan rumahtangga contoh dilakukan secara berjenjang dimulai dari pemilihan contoh wilayah kecamatan, dan desa, sampai dengan pemilihan rumahtangga. Contoh kecamatan dipilih secara purposive, dimana pada tahap pertama seluruh kecamatan dikelompokkan berdasarkan tiga wilayah tingkatan ekonomi yang berbeda yaitu tinggi (dipilih kecamatan Prambon dan Ngronggot), sedang (dipilih kecamatan Tanjunganom dan Pace), dan rendah (dipilih kecamatan Lengkong Ngluyu, dan Berbek) sesuai dengan indikator kemiskinan pada laporan sistem kewaspadaan pangan dan gizi (SKPG).

Data primer yang dikumpulkan meliputi data umur, jenis kelamin, pendidikan dan pekerjaananggota rumahtangga serta data konsumsi (recall 1 x 24 jam). Data sekunder mencakup data konsumsi pangan penduduk Jawa Timur dari SUSENAS 1999 dan 2002 serta ketersediaan pangan dari NBM Propinsi Jawa Timur 2000 – 2003 dan data jumlah serta laju pertambahan penduduk Kabupaten Nganjuk.

Pengolahan dan analisis data dilakukan dengan menggunakan Software Analisis Kebutuhan Konsumsi Pangan (PPKP, Deptan dan Departemen GMSK, 2005) maupun program komputer microsoft excel, kemudian dianalisis secara deskriptif. Pengolahan data tersebut dibagi dalam beberapa kelompok sebagai berikut.

Hasil perhitungan Angka Kecukupan Energi (AKE) rata-rata penduduk dengan metode multiple spargue berdasarkan data penduduk Jawa Timur tahun 2000 dan 2004 diperoleh AKE untuk tahun 2000 sebesar 1996,70 kkal/kap/hari, sedangkan untuk tahun 2004 sebesar 1999.76 kkal/kap/hari. Berdasarkan data NBM dan SUSENAS, PPH regional Jawa Timur adalah padi-padian 50%, umbi-umbian 6%, pangan hewani 12%, minyak dan lemak 10%, buah/biji berminyak 3%, kacang-kacangan 5%, gula 5% Sayur dan buah 6%, dan lain-lain 3%.

(3)

Berdasarkan survei konsumsi yang dilakukan pada bulan Juli - Agustus 2006 , tingkat konsumsi energi di kabupaten Nganjuk yaitu 1603.8 kkal/kap/hari, yang berarti 79.9% dari AKE nganjuk 2006 yaitu 2008.4 kkal/kap/hari. Sedangkan tingkat konsumsi protein mencapai 45.0 g/kap/hari, yaitu 86.1% dari tingkat konsumsi ideal 52.1 g/kap/hari. Hasil survei tersebut menunjukkan bahwa konsumsi masih harus ditingkatkan jumlahnya untuk memenuhi kebutuhan gizi. Bahan pangan yang harus ditingkatkan konsumsinya adalah pangan hewani, umbi-umbian dan gula.

Dari sisi kualitas sendiri Kabupaten Nganjuk masih belum baik, hal ini dapat dilihat dari komposisi padi-padian 47.1%, umbi-umbian 3.2%, pangan hewani 4.0%, minyak dan lemak 9.2%, buah/biji berminyak 2.7%, kacang-kacangan 6.4%, gula 1.7% Sayur dan buah 5.5%, dan lain-lain 0%. Skor PPH untuk Kabupaten Nganjuk sebesar 77.2, skor dibawah 100 menunjukkan bahwa konsumsi pangan masyarakat Kabupaten Nganjuk belum ideal, yaitu belum berimbang dan beragamnya konsumsi masyarakat Nganjuk diantara bahan makanan di kelompok pangan.

(4)

ANALISIS KETAHANAN PANGAN KABUPATEN NGANJUK

BERDASARKAN ANGKA KECUKUPAN ENERGI DAN POLA PANGAN

HARAPAN WILAYAH

Skripsi

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana pertanian pada Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga

Fakultas Pertanian Institrut Pertanian Bogor

Oleh:

MUHAMMAD DIKFA NURHADI PURADISASTRA A54102062

PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN

(5)

Judul : Analisis Ketahanan Pangan Kabupaten Nganjuk

Berdasarkan Angka Kecukupan Energi dan Pola Pangan Harapan Wilayah

Nama Mahasiswa : Muhammad Dikfa Nurhadi Puradisastra Nomor Pokok : A54102062

Menyetujui:

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Ir. Yayuk Farida Baliwati, MS Yayat Heryatno, SP, MPS

NIP. 131 669 944 NIP. 132 146 239

Mengetahui: Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham, MAgr NIP. 130 422 698

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 25 Oktober 1984 dari ayah Farchad Poeradisastra dan ibu Ir. Hanni Adiati, MSi. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara. Pendidikan formal yang ditempuh penulis mulai tahun 1990 di MI Madrasah Pembangunan IAIN Jakarta sampai kelas 4, dilanjutkan di SDN 011 Pondok Labu dan lulus pada tahun 1996. Pendidikan menengah pertama ditempuh di SLTPI Al-Izhar Pondok Labu sejak 1996 sampai dengan 1999, dilanjutkan sekolah menengah atas di tempat yang sama yaitu SMUI Al-Izhar Pondok Labu sampai 2002.

(7)

PRAKATA

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kekuatan dan kesehatan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

Penulis ingin mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada:

1. Dr.Ir. Yayuk Farida Baliwati, MS selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan, motivasi, serta bimbingan yang begitu bermanfaat dan berharga.

2. Yayat Heryatno, SP MPS selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan, motivasi, serta bimbingan yang begitu bermanfaat dan berharga.

3. Ir. Eddy S. Mudjajanto, selaku dosen pembimbing akademik sekaligus pemandu semoinar yang telah memberikan arahan dan bimbingan.

4. Dr. Ir. Ikeu Tanziha, MS selaku dosen penguji yang telah memberi masukan yang berharga.

5. Seluruh dosen atas bimbingan, pengajaran dan pembekalan ilmu-ilmu yang berguna.

6. Papa, mama, atas kasih sayang, perhatian, motivasi, subsidi bulanan dan pengertian serta doa yang tulus dan ikhlas serta adikku Ihsan tersayang atas segala doa dan perhatiannya.

7. Staf Badan Ketahanan Pangan Propinsi Jawa Timur dan Kantor Badan Ketahanan Pangan Kabupaten Nganjuk atas informasi, bantuan dan kesempatannya.

8. Pak Dudi, Bu Susi, Bayu dan Dila yang memberikan tempat tinggal yang nyaman pada saat penelitian ini berlangsung.

9. Para pembahas seminar skripsi, Wara dan Fina.

10. Mba Uliana sekeluarga atas kerjasama dan bantuannya serta Karin dan Midah yang selalu memberikan saran, motivasi dan bantuan.

11. Teman-teman GMSK angkatan 39 (Aries, Genta, Ifda, Anggun, Q-noy, Surya, Billy, Juki, Alam, Mamieh, Nita, Ami, Muna, Wara, Feti, Fina, Bwie, Aya, Titin, Arfah dan teman-teman lainnya yang belum disebutkan, semoga kompak selamanya) serta teman-teman angkatan 37, 38, 40, dan 41 atas dukungan, doa, dan bantuannya.

(8)

13. Teman-teman KKP di Desa Sukaluyu, Kecamatan Tamansari (Heri, Lusi, Eno, Ika dan Wiwie) atas dukungannya.

14. Semua orang yang pernah mengisi lembar indah hidupku selama di kampus ini.

15. Rekan-rekan dari Gema Almamater yang menyediakan tempat yang hangat untuk bekerjasama.

16. Semua staf pegawai di departemen GMSK atas kerjasama, bantuan, dan pelayanannya.

Bogor, September 2006

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ii

DAFTAR GAMBAR iii

DAFTAR LAMPIRAN iv

PENDAHULUAN 1

Latar belakang 1

Tujuan 2

Kegunaan 3

TINJAUAN PUSTAKA 4

Otonomi Daerah dan Ketahanan Pangan 4

Perencanaan Ketahanan dan Pola Pangan Harapan 7

KERANGKA PEMIKIRAN 15

METODE PENELITIAN 17

Desain, Tempat, dan Waktu 17

Jenis dan Cara Pengumpulan Data 17

Cara Pemilihan Contoh 17

Pengolahan dan Analisis Data 18

HASIL DAN PEMBAHASAN 21

Karakteristik Wilayah 21

Karakteristik Contoh 22

AKE Jawa Timur 25

PPH Regional Jawa Timur 26

AKE Kabupaten Nganjuk 29

Analisis Situasi Ketahanan Pangan Kabupaten Nganjuk 31

Kuantitas 31

Kualitas 33

KESIMPULAN DAN SARAN 37

Kesimpulan 37

Saran 37

DAFTAR PUSTAKA 38

(10)

ii

DAFTAR TABEL

1. Jenis dan sumber data yang digunakan 17

2. Komposisi Penduduk Kabupaten Nganjuk berdasarkan umur dan

jenis kelamin 22

3. Besar keluarga 22

4. Pendidikan KK (Kepala keluarga) 23

5. Pekerjaan KK (Kepala keluarga) 23

6. Perbandingan persentase komposisi penduduk berdasarkan kelompok umur antara Kabupaten Nganjuk dan Contoh 24

7. Multiple spargue Jawa Timur 2000 25

8. Multiple spargue Jawa Timur 2004 26

9. Komposisi ketersediaan pangan Jawa Timur (tahun 2000 – 2003)

dan Indonesia (tahun 2000 – 2003) 27

10. Komposisi konsumsi pangan Jawa Timur (tahun 1999 dan 2002) dan

Indonesia (tahun 1999 dan 2002) 28

11. PPH regional Jawa Timur 29

12. Perhitungan AKE Kabupaten Nganjuk tahun 2006 dengan Metode

Unit Konsumen Energi 30

13. Multile spargue Kabupaten Nganjuk 31

14. Kontribusi energi konsumsi menurut kelompok pangan di Kabupaten

Nganjuk 32

15. Sebaran jumlah rumahtangga menurut tingkat konsumsi energi

berdasarkan karakteristik lokal 32

16. PPH Kabupaten Nganjuk 34

(11)

ANALISIS KETAHANAN PANGAN KABUPATEN NGANJUK

BERDASARKAN ANGKA KECUKUPAN ENERGI DAN POLA PANGAN

HARAPAN WILAYAH

MUHAMMAD DIKFA NURHADI PURADISASTRA

PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN

(12)

RINGKASAN

MUHAMMAD DIKFA N P. Analisis Ketahanan Pangan Kabupaten Nganjuk Berdasarkan Angka Kecukupan Energi dan Pola Pangan Harapan Wilayah. (Dibawah bimbingan Yayuk Farida Baliwati dan Yayat Heryatno)

Tujuan umum penelitian ini adalah menganalisis ketahanan pangan wilayah Kabupaten Nganjuk berdasarkan angka kecukupan energi dan pola pangan harapan wilayah. Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah: 1) Menganalisis Pola Pangan Harapan (PPH) wilayah Jawa Timur berdasarkan Angka Kecukupan Energi (AKE) penduduk Provinsi Jawa Timur; 2) Menghitung Angka Kecukupan Energi (AKE) wilayah (Kabupaten Nganjuk); 3) Menganalisis Ketahanan Pangan Kabupaten Nganjuk berdasarkan AKE dan PPH wilayah.

Desain penelitian adalah cross sectional study. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer yang dikumpulkan dengan metode survey dan data sekunder yang diperoleh dari instansi terkait di Kabupaten Nganjuk Provinsi Jawa Timur. Pemilihan lokasi dilakukan secara purposive dengan pertimbangan bahwa Kabupaten Nganjuk merupakan salah satu wilayah yang berbasis pertanian di Jawa Timur. Pengambilan data secara efektif dilakukan di bulan April 2006-Juli 2006.

Unit analisis penelitian adalah rumahtangga dimana pemilihan rumahtangga contoh dilakukan secara berjenjang dimulai dari pemilihan contoh wilayah kecamatan, dan desa, sampai dengan pemilihan rumahtangga. Contoh kecamatan dipilih secara purposive, dimana pada tahap pertama seluruh kecamatan dikelompokkan berdasarkan tiga wilayah tingkatan ekonomi yang berbeda yaitu tinggi (dipilih kecamatan Prambon dan Ngronggot), sedang (dipilih kecamatan Tanjunganom dan Pace), dan rendah (dipilih kecamatan Lengkong Ngluyu, dan Berbek) sesuai dengan indikator kemiskinan pada laporan sistem kewaspadaan pangan dan gizi (SKPG).

Data primer yang dikumpulkan meliputi data umur, jenis kelamin, pendidikan dan pekerjaananggota rumahtangga serta data konsumsi (recall 1 x 24 jam). Data sekunder mencakup data konsumsi pangan penduduk Jawa Timur dari SUSENAS 1999 dan 2002 serta ketersediaan pangan dari NBM Propinsi Jawa Timur 2000 – 2003 dan data jumlah serta laju pertambahan penduduk Kabupaten Nganjuk.

Pengolahan dan analisis data dilakukan dengan menggunakan Software Analisis Kebutuhan Konsumsi Pangan (PPKP, Deptan dan Departemen GMSK, 2005) maupun program komputer microsoft excel, kemudian dianalisis secara deskriptif. Pengolahan data tersebut dibagi dalam beberapa kelompok sebagai berikut.

Hasil perhitungan Angka Kecukupan Energi (AKE) rata-rata penduduk dengan metode multiple spargue berdasarkan data penduduk Jawa Timur tahun 2000 dan 2004 diperoleh AKE untuk tahun 2000 sebesar 1996,70 kkal/kap/hari, sedangkan untuk tahun 2004 sebesar 1999.76 kkal/kap/hari. Berdasarkan data NBM dan SUSENAS, PPH regional Jawa Timur adalah padi-padian 50%, umbi-umbian 6%, pangan hewani 12%, minyak dan lemak 10%, buah/biji berminyak 3%, kacang-kacangan 5%, gula 5% Sayur dan buah 6%, dan lain-lain 3%.

(13)

Berdasarkan survei konsumsi yang dilakukan pada bulan Juli - Agustus 2006 , tingkat konsumsi energi di kabupaten Nganjuk yaitu 1603.8 kkal/kap/hari, yang berarti 79.9% dari AKE nganjuk 2006 yaitu 2008.4 kkal/kap/hari. Sedangkan tingkat konsumsi protein mencapai 45.0 g/kap/hari, yaitu 86.1% dari tingkat konsumsi ideal 52.1 g/kap/hari. Hasil survei tersebut menunjukkan bahwa konsumsi masih harus ditingkatkan jumlahnya untuk memenuhi kebutuhan gizi. Bahan pangan yang harus ditingkatkan konsumsinya adalah pangan hewani, umbi-umbian dan gula.

Dari sisi kualitas sendiri Kabupaten Nganjuk masih belum baik, hal ini dapat dilihat dari komposisi padi-padian 47.1%, umbi-umbian 3.2%, pangan hewani 4.0%, minyak dan lemak 9.2%, buah/biji berminyak 2.7%, kacang-kacangan 6.4%, gula 1.7% Sayur dan buah 5.5%, dan lain-lain 0%. Skor PPH untuk Kabupaten Nganjuk sebesar 77.2, skor dibawah 100 menunjukkan bahwa konsumsi pangan masyarakat Kabupaten Nganjuk belum ideal, yaitu belum berimbang dan beragamnya konsumsi masyarakat Nganjuk diantara bahan makanan di kelompok pangan.

(14)

ANALISIS KETAHANAN PANGAN KABUPATEN NGANJUK

BERDASARKAN ANGKA KECUKUPAN ENERGI DAN POLA PANGAN

HARAPAN WILAYAH

Skripsi

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana pertanian pada Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga

Fakultas Pertanian Institrut Pertanian Bogor

Oleh:

MUHAMMAD DIKFA NURHADI PURADISASTRA A54102062

PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN

(15)

Judul : Analisis Ketahanan Pangan Kabupaten Nganjuk

Berdasarkan Angka Kecukupan Energi dan Pola Pangan Harapan Wilayah

Nama Mahasiswa : Muhammad Dikfa Nurhadi Puradisastra Nomor Pokok : A54102062

Menyetujui:

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Ir. Yayuk Farida Baliwati, MS Yayat Heryatno, SP, MPS

NIP. 131 669 944 NIP. 132 146 239

Mengetahui: Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham, MAgr NIP. 130 422 698

(16)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 25 Oktober 1984 dari ayah Farchad Poeradisastra dan ibu Ir. Hanni Adiati, MSi. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara. Pendidikan formal yang ditempuh penulis mulai tahun 1990 di MI Madrasah Pembangunan IAIN Jakarta sampai kelas 4, dilanjutkan di SDN 011 Pondok Labu dan lulus pada tahun 1996. Pendidikan menengah pertama ditempuh di SLTPI Al-Izhar Pondok Labu sejak 1996 sampai dengan 1999, dilanjutkan sekolah menengah atas di tempat yang sama yaitu SMUI Al-Izhar Pondok Labu sampai 2002.

(17)

PRAKATA

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kekuatan dan kesehatan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

Penulis ingin mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada:

1. Dr.Ir. Yayuk Farida Baliwati, MS selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan, motivasi, serta bimbingan yang begitu bermanfaat dan berharga.

2. Yayat Heryatno, SP MPS selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan, motivasi, serta bimbingan yang begitu bermanfaat dan berharga.

3. Ir. Eddy S. Mudjajanto, selaku dosen pembimbing akademik sekaligus pemandu semoinar yang telah memberikan arahan dan bimbingan.

4. Dr. Ir. Ikeu Tanziha, MS selaku dosen penguji yang telah memberi masukan yang berharga.

5. Seluruh dosen atas bimbingan, pengajaran dan pembekalan ilmu-ilmu yang berguna.

6. Papa, mama, atas kasih sayang, perhatian, motivasi, subsidi bulanan dan pengertian serta doa yang tulus dan ikhlas serta adikku Ihsan tersayang atas segala doa dan perhatiannya.

7. Staf Badan Ketahanan Pangan Propinsi Jawa Timur dan Kantor Badan Ketahanan Pangan Kabupaten Nganjuk atas informasi, bantuan dan kesempatannya.

8. Pak Dudi, Bu Susi, Bayu dan Dila yang memberikan tempat tinggal yang nyaman pada saat penelitian ini berlangsung.

9. Para pembahas seminar skripsi, Wara dan Fina.

10. Mba Uliana sekeluarga atas kerjasama dan bantuannya serta Karin dan Midah yang selalu memberikan saran, motivasi dan bantuan.

11. Teman-teman GMSK angkatan 39 (Aries, Genta, Ifda, Anggun, Q-noy, Surya, Billy, Juki, Alam, Mamieh, Nita, Ami, Muna, Wara, Feti, Fina, Bwie, Aya, Titin, Arfah dan teman-teman lainnya yang belum disebutkan, semoga kompak selamanya) serta teman-teman angkatan 37, 38, 40, dan 41 atas dukungan, doa, dan bantuannya.

(18)

13. Teman-teman KKP di Desa Sukaluyu, Kecamatan Tamansari (Heri, Lusi, Eno, Ika dan Wiwie) atas dukungannya.

14. Semua orang yang pernah mengisi lembar indah hidupku selama di kampus ini.

15. Rekan-rekan dari Gema Almamater yang menyediakan tempat yang hangat untuk bekerjasama.

16. Semua staf pegawai di departemen GMSK atas kerjasama, bantuan, dan pelayanannya.

Bogor, September 2006

(19)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ii

DAFTAR GAMBAR iii

DAFTAR LAMPIRAN iv

PENDAHULUAN 1

Latar belakang 1

Tujuan 2

Kegunaan 3

TINJAUAN PUSTAKA 4

Otonomi Daerah dan Ketahanan Pangan 4

Perencanaan Ketahanan dan Pola Pangan Harapan 7

KERANGKA PEMIKIRAN 15

METODE PENELITIAN 17

Desain, Tempat, dan Waktu 17

Jenis dan Cara Pengumpulan Data 17

Cara Pemilihan Contoh 17

Pengolahan dan Analisis Data 18

HASIL DAN PEMBAHASAN 21

Karakteristik Wilayah 21

Karakteristik Contoh 22

AKE Jawa Timur 25

PPH Regional Jawa Timur 26

AKE Kabupaten Nganjuk 29

Analisis Situasi Ketahanan Pangan Kabupaten Nganjuk 31

Kuantitas 31

Kualitas 33

KESIMPULAN DAN SARAN 37

Kesimpulan 37

Saran 37

DAFTAR PUSTAKA 38

(20)

ii

DAFTAR TABEL

1. Jenis dan sumber data yang digunakan 17

2. Komposisi Penduduk Kabupaten Nganjuk berdasarkan umur dan

jenis kelamin 22

3. Besar keluarga 22

4. Pendidikan KK (Kepala keluarga) 23

5. Pekerjaan KK (Kepala keluarga) 23

6. Perbandingan persentase komposisi penduduk berdasarkan kelompok umur antara Kabupaten Nganjuk dan Contoh 24

7. Multiple spargue Jawa Timur 2000 25

8. Multiple spargue Jawa Timur 2004 26

9. Komposisi ketersediaan pangan Jawa Timur (tahun 2000 – 2003)

dan Indonesia (tahun 2000 – 2003) 27

10. Komposisi konsumsi pangan Jawa Timur (tahun 1999 dan 2002) dan

Indonesia (tahun 1999 dan 2002) 28

11. PPH regional Jawa Timur 29

12. Perhitungan AKE Kabupaten Nganjuk tahun 2006 dengan Metode

Unit Konsumen Energi 30

13. Multile spargue Kabupaten Nganjuk 31

14. Kontribusi energi konsumsi menurut kelompok pangan di Kabupaten

Nganjuk 32

15. Sebaran jumlah rumahtangga menurut tingkat konsumsi energi

berdasarkan karakteristik lokal 32

16. PPH Kabupaten Nganjuk 34

(21)

iii

DAFTAR GAMBAR

1. Faktor yang mempengaruhi penyusunan PPH 9

2. Proses Penghitungan Angka Kecukupan Energi

Rata-rata Penduduk (AKERP) 12

(22)

iv

DAFTAR LAMPIRAN

1. .Angka Kecukupan Energi (AKE) dan

Faktor Unit Konsumen Energi (UKE) 40

2. Faktor Pengali Spargue (FPS) untuk memecah

Kelompok Umur Demografi menjadi Umur Tunggal 41

3. AKG Indonesia 2004 42

4. Kuisioner kegiatan survei konsumsi gizi 43

5. Data Klasifikasi daerah berdasarkan peta kerawanan pangan 44

6. Multiple Spargue Indonesia tahun 2000 45

7. Peta Kabupaten Nganjuk 46

8. NBM Jawa Timur 2000 47

9. NBM Jawa Timur 2001 50

10. NBM Jawa Timur 2002 53

11. NBM Jawa Timur 2003 56

12. Susenas Jawa Timur 1999 59

(23)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ketahanan pangan menjadi hal penting yang harus diperhatikan pada suatu wilayah (negara/propinsi/kabupaten). Ketahanan pangan merupakan salah satu hal yang menunjang terbentuknya kualitas sumber daya manusia yang baik karena pangan merupakan kebutuhan dasar yang paling esensial bagi manusia untuk mempertahankan hidup dan kehidupan. Undang – undang Pangan Nomor : 7/1996 Bab VII pasal 45 mengamanatkan pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang pemenuhannya merupakan bagian dari Hak Asasi Manusia (HAM), Pangan sebagai bagian dari HAM mempunyai arti bahwa negara bertanggung jawab memenuhi kebutuhan pangan penduduk.

Situasi ketahanan pangan di Indonesia dari sisi konsumsi masih belum tahan pangan berdasarkan data konsumsi yang diperoleh dari data susenas tahun 2002 (padi-padian 56.3%, umbi-umbian 3.9%, pangan hewani 7.7%, minyak dan lemak 9.5%, buah/biji berminyak 2.9%, kacang-kacangan 4.9%, gula 5.5%, sayur dan buah 4.0%, dan lain-lain 2.1%). Situasi belum tahan pangan dapat ditinjau dari sisi komposisi antar kelompok pangan yang belum sesuai dengan ketetapan nasional yaitu terlalu tingginya konsumsi beras dan rendahnya konsumsi pangan hewani serta sayur dan buah . Oleh karena itu pemerintah lewat Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1999-2004 menyatakan bahwa sasaran pembangunan di bidang pangan adalah terwujudnya ketahanan pangan pada tingkat nasional, daerah dan rumahtangga.

Arah kebijakannya adalah mengembangkan sistem ketahanan pangan yang berbasis pada keragaman sumberdaya pangan, kelembagaan dan budaya lokal. Berkaitan dengan hal tersebut, salah satu tujuan program peningkatan ketahanan pangan adalah meningkatkan keanekaragaman produksi, ketersediaan dan konsumsi pangan penduduk.

(24)

2

memilih jenis bahan pangan, disesuaikan dengan pola kebiasaan masyarakat setempat (Witoro 2004).

Data konsumsi pangan yang dikumpulkan dalam kurun waktu yang panjang akan mencerminkan kebiasaan atau perilaku makan orang atau kelompok orang yang disurvei. Oleh karena itu data konsumsi pangan diperlukan antara lain untuk menilai pemenuhan kebutuhan pangan dan gizi, untuk perencanaan program pangan dan gizi, dan untuk menggambarkan kebiasaan pangan atau pola pangan penduduk (Hardinsyah, Briawan, Retnaningsih, Herawati, dan Wijaya 2002)

Lebih lanjut dijelaskan oleh Hardinsyah dkk (2002), Informasi tentang masalah konsumsi pangan tersebut akan dijadikan dasar untuk perencanaan program penyediaan dan produksi pangan serta program gizi. Masalah konsumsi pangan terjadi bila ada perbedaan yang bermakna atau kesenjangan antara konsumsi pangan penduduk dengan kebutuhan pangan(konsumsi pangan untuk hidup sehat).

Kesenjangan antara konsumsi dengan kebutuhan dapat di tanggulangi dengan menetapkan angka kecukupan energi untuk masing-masing wilayah di Indonesia. Penetapan angka kecukupan energi wilayah dibutuhkan untuk menentukan kebutuhan pangan dan gizi secara lebih akurat. Oleh karena itu perlu diadakan penelitian untuk menganalisis ketahanan pangan suatu wilayah berdasarkan angka kecukupan energi wilayah dan pola pangan harapan wilayah. Kabupaten Nganjuk dipilih karena merupakan salah satu wilayah sentra beras di Jawa Timur serta adanya kerjasama dengan Kantor Ketahanan Pangan setempat

Tujuan

Tujuan umum penelitian ini adalah menganalisis ketahanan pangan wilayah Kabupaten Nganjuk berdasarkan pola pangan harapan. Adapun tujuan khusus yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah:

1. Menganalisis Pola Pangan Harapan (PPH) regional Jawa Timur berdasarkan Angka Kecukupan Energi (AKE) penduduk Provinsi Jawa Timur.

2. Menghitung Angka Kecukupan Energi (AKE) rata-rata penduduk Kabupaten Nganjuk.

(25)

3

Kegunaan

Penelitian ini berguna untuk:

1. Mengembangkan ilmu ketahanan pangan khususnya dan perencanaan pangan dan gizi secara umum bagi penulis.

2. Menjadi salah satu contoh penerapan metode analisis situasi ketahanan pangan dengan pendekatan PPH regional.

(26)

TINJAUAN PUSTAKA

Otonomi Daerah dan Ketahanan Pangan Otonomi Daerah

Era reformasi memberikan peluang bagi perubahan paradigma pembangunan nasional dari paradigma pertumbuhan menuju paradigma pemerataan pembangunan secara lebih adil dan berimbang. Perubahan paradigma ini antara lain diwujudkan melalui kebijakan otonomi daerah dan perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diatur dalam satu paket undang-undang yaitu Undang-Undang No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Mardiasmo 2002).

Kebijakan pemberian otonomi daerah dan desentralisasi yang luas, nyata, dan bertanggung jawab kepada daerah merupakan langkah strategis dalam dua hal. Pertama, otonomi daerah dan desentralisasi merupakan jawaban atas permasalahan lokal bangsa Indonesia berupa ancaman disintegrasi bangsa, kemiskinan, ketidakmerataan pembangunan, rendahnya kualitas hidup masyarakat, dan masalah pembangunan sumber daya manusia (SDM). Kedua, otonomi daerah dan desentralisasi fiskal merupakan langkah strategis bangsa Indonesia untuk menyongsong era globalisasi ekonomi dengan memperkuat basis perokonomian daerah (Mardiasmo 2002).

Lebih lanjut disampaikan Mardiasmo (2002), otonomi yang diberikan kepada daerah kabupaten dan kota dilaksanakan dengan memberikan kewenangan yang luas, nyata dan bertanggungjawab kepada pemerintah daerah secara proporsional. Artinya, pelimpahan tanggungjawab akan diikuti oleh pengaturan pembagian, dan pemanfaatan dan sumberdaya nasional yang berkeadilan, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah.

Ketahanan Pangan

(27)

5

pangan yang terdiri atas subsistem ketersediaan (availability); subsistem keterjangkauan (accessibility) baik secara fisik maupun ekonomi serta subsistem stabilitas ketersediaan dan keterjangkauan.

Aspek penting dalam perwujudan ketahanan pangan adalah pengembangan agribisnis pangan dan pengembangan kelembagaan pangan yang dapat menjamin keanekaragaman produksi, ketersediaan dan konsumsi pangan penduduk. Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, setiap daerah otonom diberikan kewenangan untuk mengatur dan mengurus kebutuhan pangan masyarakatnya sesuai dengan kemampuan wilayah.

Berkaitan dengan hal tersebut maka sangat penting bagi setiap daerah (provinsi, kabupaten, kota) untuk menyusun perencanaan pangan yang memenuhi prinsip kuantitas maupun kualitas yang didasarkan pada potensi lokal. Orientasi penyediaan dan konsumsi pangan wilayah tidak lagi semata pada aspek jumlah tetapi juga aspek mutu gizi, keragaman maupun komposisi pangan (Baliwati 2002). Selain dari sisi kuantitas pangan, maka situasi ketahanan pangan dapat dicerminkan oleh mutu ketersediaan maupun konsumsi pangan penduduk, yang ditunjukkan oleh skor PPH sebesar 100. Skor PPH mencapai 100 maka perbandingan antar komoditi pangan yang akan sesuai dengan ketetapan, menunjukkan kualitas yang baik dari konsumsi yang dilakukan penduduk.

Suryana (2001) menyatakan bahwa ketahanan pangan dapat digambarkan sebagai suatu sistem yang terdiri dari tiga sub sistem yang saling berinteraksi, yaitu sub sistem ketersediaan, sub sistem distribusi dan sub sistem konsumsi. Terwujudnya ketahanan pangan merupakan sinergi dan interaksi dari ketiga sub sistem tersebut.

Subsistem ketersediaan pangan mencakup aspek produksi, cadangan serta keseimbangan antara ekspor dan impor pangan. Ketersediaan pangan harus dikelola sedemikian rupa, sehingga walaupun produksi pangan bersifat musiman, terbatas dan tersebar antar wilayah, volume pangan yang tersedia bagi masyarakat harus cukup jumlah dan jenisnya, serta stabil penyediaannya dari waktu ke waktu (Suryana 2001).

(28)

6

membutuhkan, tetapi juga menyangkut keterjangkauan ekonomi yang dicerminkan oleh harga dan daya beli masyarakat. Surplus pangan di tingkat wilayah belum menjamin kecukupan pangan bagi individu masyarakatnya. Sistem distribusi ini perlu dikelola secara optimal dan tidak bertentangan dengan mekanisme pasar global, agar tercapai efisiensi dalam proses pemerataan akses pangan bagi seluruh penduduk (Suryana 2001).

Subsistem konsumsi menyangkut upaya peningkatan pengetahuan dan kemampuan masyarakat agar mempunyai pemahaman atas pangan, gizi dan kesehatan yang baik, sehingga dapat mengelola konsumsinya secara optimal. Konsumsi pangan hendaknya memperhatikan asupan zat pangan dan gizi yang cukup dan berimbang sesuai dengan kebutuhan bagi pembentukan manusia yang sehat, kuat, cerdas dan produktif. Aspek diversifikasi pangan dalam subsistem konsumsi merupakan aspek penting yagn merupakan suatu cara untuk memperoleh keragaman konsumsi zat gizi, sekaligus melepaskan ketergantungan masyarakat atas satu jenis pangan pokok tertentu yaitu beras. Ketergantungan yang tinggi tersebut dapat memicu instabilitas ketika pasokan terganggu. Agar masyarakat menyukai pangan alternatif perlu ditingkatkan cita rasa, penampilan dan kepraktisan pengolahannya agar dapat bersaing dengan produk yang telah ada, sehingga teknologi pengolahan menjadi sangat penting (Suryana 2001).

Pola Konsumsi Pangan Wilayah

Pola konsumsi pangan adalah susunan jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu (Madanijah 2004). Konsumsi pangan berkaitan dengan masalah gizi dan kesehatan, masalah pengupahan, ukuran kemiskinan, serta perencanaan dan produksi daerah. Konsumsi masyarakat terhadap pangan dapat dilihat dari kecenderungan masyarakat mengkonsumsi jenis pangan tertentu. Secara umum di tingkat wilayah faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi pangan adalah faktor ekonomi (pendapatan dan harga), faktor sosio budaya dan religi (PSKPG 2002).

(29)

7

spesifik dan sudah membudaya serta tercermin didalam tatanan menu sehari-hari. Akan tetapi menu yang tersedia biasanya kurang memenuhi standar gizi yang dibutuhkan, sehingga perlu ditingkatkan kualitasnya dengan tidak merubah karakteristiknya, agar tetap dapat diterima oleh masyarakat setempat (Bimas Ketahanan Pangan 2002)..

Dalam pengembangan pola konsumsi pangan diperlukan penguasaan pengetahuan, kemampuan dan ketrampilan dalam memilih jenis bahan pangan, disesuaikan dengan pola kebiasaan masyarakat setempat. Pengembangan Pola Konsumsi Pangan dapat diterapkan baik untuk tingkat Nasional, Regional (Provinsi dan Kabupaten ) dan tingkat keluarga tergantung keperluannya, sedangkan penilaiannya dapat dilakukan melalui 2(dua) sisi yaitu :

1. Sisi kuantitas, ditinjau dari

• volume pangan yang dikonsumsi

• konsumsi zat gizi yang dikandung bahan pangan

Kedua hal tersebut digunakan untuk melihat apakah konsumsi pangan sudah dapat memenuhi kebutuhan yang layak untuk hidup sehat dan dikenal sebagai Angka Kecukupan Gizi/AKG yang direkomendasikan Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi. Dalam menilai kuantitas konsumsi pangan masyarakat digunakan Parameter Tingkat Konsumsi Energi/TKE dan Tingkat Konsumsi Protein/TKP

2. Sisi kualitas

Pada sisi ini penilaian lebih ditujukan kepada keanekaragaman pangannya , semakin beragam dan seimbang komposisi pangan yang dikonsumsi akan semakin baik kualitas gizinya. Untuk menilai keanekaragaman pangan digunakan pendekatan Pola Pangan Harapan (PPH).

(Sumber: Bimas Ketahanan Pangan RI 2002)

Perencanaan Ketahanan Pangan dan Pola Pangan Harapan Perencanaan Pangan dan Pola Pangan Harapan (PPH)

(30)

8

Pendekatan yang dikenal selama ini untuk perencanaan penyediaan pangan dalam pembangunan pangan ada dua macam yaitu pendekatan kecenderungan (trend) konsumsi/permintaan dan pendekatan kecenderungan produksi. Salah satu pendekatan yang dapat digunakan untuk menganalisis situasi ketersediaan maupun konsumsi pangan wilayah adalah analisis pola pangan harapan (PPH).

Menurut FAO-RAPA (1989) diacu dalam Hardinsyah, Madanijah & Baliwati (2002), PPH (Desirable Dietary Pattern) adalah komposisi kelompok pangan utama yang bila dikonsumsi dapat memenuhi kebutuhan energi dan zat gizi lainnya. Dengan pendekatan PPH dapat dinilai mutu pangan penduduk berdasarkan skor pangannya (dietary score). Semakin tinggi skor mutu pangan, menunjukkan situasi pangan yang semakin beragam dan semakin baik komposisi dan mutu gizinya .

Tujuan PPH adalah untuk menghasilkan suatu komposisi norma (standar) pangan untuk memenuhi kebutuhan gizi penduduk, sekaligus juga mempertimbangkan keseimbangan gizi (nutritional balance) yang didukung oleh cipta rasa (palatability), daya cerna (digestibility), daya terima masyarakat (acceptability), kualitas dan kemampuan daya beli (affortability). PPH berguna sebagai instrumen sederhana menilai situasi ketersediaan konsumsi pangan berupa jumlah dan komposisi pangan menurut jenis pangan secara agregat. PPH dapat digunakan untuk perencanaan konsumsi dan ketersediaan pangan (Hardinsyah, Madanijah & Baliwati 2002).

Suhardjo (1996) menyatakan bahwa dengan adanya PPH, maka perencanaan produksi dan penyediaan pangan dapat didasarkan pada patokan imbangan komoditas seperti yang telah dirumuskan dalam PPH untuk mencapai sasaran kecukupan pangan dan gizi penduduk. PPH yang disajikan dalam bentuk kelompok pangan memberi keleluasaan untuk menentukan pilihan jenis pangan yang diinginkan diantara kelompoknya disesuaikan dengan kondisi sosial budaya dan potensi setempat.

(31)

9

mencapai tujuan tersebut dipengaruhi beberapa faktor, yaitu kondisi/situasi pangan saat ini, kondisi yang diharapkan, kondisi dan potensi sosial ekonomi serta agroekologi juga turut menentukan serta aspek regulasi dan kebijakan pangan baik tingkat global, nasional maupun lokal turut menentukan (Hardinsyah, Madanijah & Baliwati 2002).

[image:31.596.122.521.207.449.2]

Sumber : Diadopsi dari Analisis neraca bahan makanan dan pola pangan harapan untuk perencanaan ketersediaan pangan. PSKPG-IPB dan Pusat Pengembangan Ketersediaan Pangan, Departemen Pertanian, Bogor dengan beberapa penyesuaian.

Gambar 1. Faktor – faktor yang perlu dipertimbangkan dalam penyusunan PPH Di Indonesia, PPH telah digunakan sebagai basis perencanaan dan penilaian kecukupan gizi seimbang pada tingkat makro. Skor PPH juga telah dijadikan dalam kebijakan pembangunan pangan sebagai salah satu indikator output pembangunan pangan termasuk evaluasi penyediaan pangan dan diversifikasi pangan.

Penetapan Pola Pangan Harapan (PPH) Regional

Penetapan PPH regional dilakukan berdasarkan beberapa pertimbangan yaitu kemampuan wilayah dalam memproduksi bahan pangan, pola konsumsi pangan dan kebiasaan makan setempat., serta kondisi sosial ekonomi, misalnya pendapatan (daya beli) serta memperhatikan Angka Kecukupan Gizi (PPKP BKP Deptan & GMSK IPB 2005).

Pola ketersediaan pangan aktual - Pendapatan Tingkat kecukupan gizi

Pola Pangan Harapan (PPH)

Angka kecukupan Gizi (AKG)

Ketersediaan gizi aktual

Laju ketersediaan pangan

Laju ekonomi Laju pertumbuhan penduduk

Kebijakan & regulasi. - Potensi agroekologi

(32)

10

Tahapan-tahapan yang perlu dilakukan untuk memenetapkan PPH regional seperti yang dijelaskan dalam PPKP BKP Deptan & GMSK IPB ( 2005) adlah sebagai berikut:

1. Menetapkan AKE regional yang dalam penelitian ini menggunakan pendekatan unit konsumen untuk masing-masing kelompok jenis kelamin dan umur penduduk.

2. Menetapkan komposisi pangan (baik data konsumsi maupun ketersediaan pangan) berdasarkan kontribusi energi menurut kelompok pangan (%). Kontribusi tersebut dihitung berdasarkan perbandiingan konsumsi atau ketersediaan setiap kelompok pangan aktual dengan Angka Kecukupan Energi (AKE) regional. Komposisi pangan tersebut digunakan sebagai gambaran potensi wilayah.

3. Menetapkan presentase AKE ideal untuk masing-masing wilayah (regional) dengan mempertimbangkan:

a. Presentase AKE (% AKE) konsumsi dan ketersediaan pangan (hasil tahap 2)

b. Kisaran % AKE menurut FAO-RAPA (1989) sebagai acuan menuju komposisi pangan ideal

c. Konsep kecukupan dan keseimbangan gizi. Kecukupan dan keseimbangan gizi terpenuhi jika memperhatikan kaidah triguna makanan yaitu sebagi zat tenaga, zat pengatur, dan zat pembangun. Konsumsi pangan sumber karbohidrat maksimal 60% dan lemak anatara 10-25% berdasarkan PUGS (Pedoman Umum Gizi Seimbang).

4. Menghitung skor PPH dengan cara mengalikan % AKE ideal dengan bobot sehingga diperoleh skor AKE ideal regional yaitu 100. Dalam perhitungan skor PPH ideal perlu diperhatikan seni mengjitung skor.

5. Untuk menetapkan PPH regional sebaiknya melibatkan multi stakeholder melalui suatu lokakarya.

(33)

11

Komposisi konsumsi pangan disetiap wilayah yang proporsi antar kelompok pangannya tidak jauh berbeda menunjukkan bahwa perilaku konsumsi yaitu kemampuan produksi dan ketersediaan pangannya sama dengan kondisi nasional. Dengan demikian sasaran proporsi ideal kontribusi energi atau PPH pada wilayah itu dapat mengacu atau menggunakan PPH nasional (Hardinsyah, Baliwati, Martianto, Rachman, Widodo dan Subiakto 2001).

Angka Kecukupan Energi dan zat Gizi

Angka Kecukupan Energi dan zat Gizi (AKE/G) adalah nilai yang menunjukkan jumlah energi dan zat gizi yang diperlukan tubuh setiap hari untuk dapat hidup sehat bagi hampir senua populasi menurut kelompok umur, jenis kelamin dan kondisi fisiologis tertentu seperti hamil dan menyusui (PPKP BKP Deptan & GMSK IPB, 2005).

AKE/G ditetapkan berdasarkan kajian dan kesepakatan antar pakar berdasarkan hasil-hasil penelitian gizi individu. Dengan demikian istilah kebutuhan gizi lebih tepat untuk menggambarkan banyaknya zat gizi yang dibutuhkan individu agar dapat hidup sehat, sedangkan kecukupan energi dan zat gizi (AKE/G) lebih menggambarkan banyaknya energi dan zat gizi yang dibutuhkan agar sebagian besar populasi dapat hidup sehat. Perhitungan AKE/G oleh karenanya telah memperhitungkan variasi kebutuhan antar individu dalam suatu populasi tertentu (PPKP BKP Deptan & GMSK IPB 2005).

AKE/G digunakan sebagai rujukan untuk perencanaan dan penilaian (evaluasi) konsumsi makanan dan gizi bagi orang yang sehat agar tetap dapat mempertahankan kesehatannya dan terhindar dari kekurangan (defisiensi) atau kelebihan gizi. AKE/G diperlukan untuk mengetahui apakah konsumsi energi dan zat gizi masyarakat disuatu wilayah tertentu telah memenuhi norma gizi untuk hidup sehat sebagai rujukan (pembanding). Hasil perbandingan antara konsumsi enrgi dan zat gizi suatu masyarakat/populasi dengan AKE/G disebut tingkat kecukupan energi/zat gizi (TKE/G) (PPKP BKP Deptan & GMSK IPB 2005).

Unit Konsumen Energi

(34)

12

Lebih lanjut dijelaskan dalam PPKP BKP Deptan & GMSK IPB (2005), dengan menggunakan rataan UKE dari setiap rumahtangga, maka rataan TKE untuk suatu populasi yang dihasilkan, sekaligus telah memperhitungkan variasi JART dan komposis umur serta jenis kelamin setiap anggota rumahtangga pada populasi tersebut.

Perhitungan AKE rata-rata suatu keluarga dengan menggunakan Faktor UKE dilakukan dengan menggunakan konsumen (anggota rumahtangga) tertentu sebagai patokan kecukupan energi. Sebagai patokan dapat digunakan AKE pria dan wanita dewasa, namun lazimnya yang sering digunakan sebagai patokan adalah AKE pria dewasa (30-49 tahun). Prinsip perhitungannya adalah AKE individu setiap anggota rumahtangga dibandingkan dengan AKE pria dewasa. Dengan demikian faktor UKE untuk pria dewasa adalah 1.0. Tabel Angka Kecukupan Energi (AKE) dan Faktor Unit Konsumen Energi (UKE) yang disusun berdasarkan tabel Angka Kecukupan Energi WNPG (2004) dapat dilihat di lampiran1.

Metode Spargue Multiplier

[image:34.596.116.550.558.648.2]

Perhitungan angka kecukupan gizi memerlukan pengelompokan umur tertentu. Sampai dengan kelompok umur tertentu pengelompokan umur berdasarkan Demografi (lima tahunan) berbeda dengan pengelompokan umur untuk menghitung Angka Kecukupan Energi (AKE) penduduk. Pengelompokan umur tersebut perlu diubah menjadi kelompok umur jenjang satu tahunan, Metode Spargue Multiplier merupakan metode yang digunakan untuk memecah kelompok umur tersebut, dengan alasan metode ini lebih teliti dibanding dengan metode lainnya (Hardinsyah dan Martianto 1992 diacu dalam Sembiring 2002).

Gambar 2. Proses Penghitungan Angka Kecukupan Energi Rata-rata Penduduk

Berdasarkan Pemecahan Kelompok umur tersebut kemudian dihitung jumlah penduduk dan komposisinya menurut kelompok umur AKG. Hasil perhitungan komposisi penduduk ini kemudian digunakan Angka Kecukupan

Data Penduduk Berdasarkan umur Demografi (raw data)

Pemecahan Kelompok Umur Data Penduduk

Berdasarkan Demografi (data olahan)

Menghitung Jumlah dan Komposisi Penduduk berdasarkan kelompok umur AKG

(35)

13

Energi Rata-rata Penduduk. Secara sistematis proses penghitungan angka kecukupan energi rata-rata penduduk dapat dilihat pada Gambar 2. Kelompok Umur demografi yang perlu dipecah menjadi umur tunggal untuk menghitung AKE penduduk adalah sebagai berikut:

1. Kelompok umur (0-4) tahun menjadi umur 0 dan 4 tahun, tanpa dibedakan jenis kelamin. Sisanya umur (1-3) tahun.

2. Kelompok umur (5-9) tahun menjadi umur 5 dan 9 tahun, tanpa dibedakan jenis kelamin. Sisanya umur (6-8) tahun.

3. Kelompok umur (10-14) tahun menjadi umur 13 dan 14 tahun, yang dibedakan menurut jenis kelamin. Sisanya umur (10-12) tahun.

4. Kelompok umur (15-19) tahun menjadi umur 15 tahun dan 19 tahun, yang dibedakan menurut jenis kelamin. Sisanya umur (16-18) tahun.

Setelah empat kelompok umur diatas dipecah, kemudian disusun dan dihitung jumlah (persentase) penduduk menurut umur kecukupan gizi. Secara umum perhitungan jumlah penduduk menggunakan Metode Pengali Spargue dirumuskan sebagai berikut:

nj = (FPSi) (Ni)

Keterangan:

nj = jumlah penduduk umur satu tahunan pada umur umur tunggal ke-j.

FPSi = Faktor Pengali Spargue pada kelompok umur lima tahunan yang ke i. (dapat dilihat pada lampiran 2)

Ni = Jumlah penduduk kelompok umur lima tahunan pada kelompok umur ke i.

(36)

KERANGKA PEMIKIRAN

Ketahanan pangan suatu wilayah dapat dilihat dari subsistem konsumsi, yaitu tingkat konsumsi penduduknya. Data konsumsi pangan didapatkan antara lain dengan konsumsi pangan, berdasarkan definisi ketahan pangan yaitu suatu situasi terpenuhinya pangan bagi rumahtangga secara kualitas dan kuantitas, aman, merata, dan terjangkau, maka digunakan dua ukuran dalam manilai ketahanan pangan wilayah berdasarkan komponen konsumsi pangan yaitu aspek kuaitas dan kuantitas.

[image:36.596.113.511.400.704.2]

Dalam hal ini kuantitas konsumsi pangan memperhatikan kebutuhan gizi dan disebut sebagai tingkat konsumsi pangan. Tingkat konsumsi merupakan perbandingan antara konsumsi dengan AKE rata-rata penduduk wilayah tersebut yang dihitung berdasarkan proporsi umur dan jenis kelamin penduduk. Kualitas konsumsi penduduk diukur menggunakan PPH wilayah, yang pada penelitian kali ini digunakan PPH Jawa Timur karena salah satu data yang dibutuhkan untuk menyusun PPH regional yaitu data konsumsi pangan dalam hal ini SUSENAS tersedia pada level provinsi.

Gambar 4. Kerangka Pemikiran Penetapan Ketahanan Pangan Kabupaten Nganjuk dengan Berdasarkan PPH Regional Jawa Timur dan AKE Kabupaten Nganjuk.

KONSUMSI PANGAN KETERSEDIAAN PANGAN

KONSUMSI PANGAN

UMUR JENIS

KELAMIN PPH REGIONAL JAWA TIMUR

KETERSEDIAAN PANGAN

KEBIJAKAN

KONSUMSI PANGAN JENIS

KELAMIN

Angka Kecukupan

Energi

AKE NGANJUK KETAHANAN PANGAN NGANJUK

(37)

16

Definisi Operasional

Angka Kecukupan Energi : Banyaknya asupan energi dari makanan bagi seseorang yang seimbang dengan pengeluarannya sehingga dapat hidup sehat dan mampu beraktivitas ekonomi dalam waktu yang lama.

Angka Kecukupan Protein : Banyaknya asupan protein yang paling sedikit seimbang dengan hilangnya nitrogen yang dikeluarkan tubuh dalam keseimbangan energi pada tingkat kegiatan jasmani yang dilakukan.

Neraca Bahan Makanan : penyajian data dalam bentuk tabel yang dapat menggambarkan situasi dan kondisi ketersediaan pangan untuk konsumsi penduduk di suatu wilayah (negara/provinsi/kabupaten) dalam suatu kurun waktu tertentu.

Pola Pangan Harapan (PPH) : komposisi kelompok pangan utama yang bila dikonsumsi dapat memenuhi kebutuhan energi dan zat gizi lainnya.

Pola Pangan Harapan Regional : komposisi kelompok pangan utama yang bila dikonsumsi dapat memenuhi kebutuhan energi dan zat gizi lainnya bredasarkan AKE wilayah mempertimbangkan ketersediaan dan konsumsi pangan.

Produksi Pangan : Jumlah produk pangan yang diproduksi (secara wilayah) dalam satu satuan waktu (tahun) dinyatakan dalam satuan Ton.

(38)

METODE PENELITIAN

Desain, Tempat, dan Waktu

Desain penelitian ini merupakan cross sectional study. Penelitian dilakukan di Kabupaten Nganjuk, Propinsi Jawa Timur. Pemilihan lokasi dilakukan secara purposive dengan alasan: (1) Kabupaten Nganjuk telah memiliki unit ketahanan pangan dalam bentuk Kantor Ketahanan Pangan;(2) Pada tahun 2006 ini unit ketahanan pangan tersebut melakukan kegiatan Survei Konsumsi Gizi sebagai dasar untuk perencanaan ketahanan pangan di tingkat wilayah, (3) merupakan salah satu wilayah dengan ekosistem pertanian di Jawa Timur. Penelitian dilakukan di bulan April 2006 sampai Juli 2006.

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

[image:38.596.89.506.452.632.2]

Data yang dikumpulkan pada penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer berupa data konsumsi (recall 1 x 24 hour), umur dan jenis kelamin yang akan digunakan dalam metode Unit Konsumsi Energi. Data sekunder mencakup data konsumsi yang berasal dari data SUSENAS dan dat ketersediaan yang berasal dari data NBM Propinsi Jawa Timur untuk menyusun PPH regional, dan data jumlah penduduk serta laju pertambahan penduduk Kabupaten Nganjuk.

Tabel 1. Jenis dan Sumber Data yang Digunakan

Data Jenis Data Sumber

Konsumsi pangan Primer

(April-Juli 2006)

Rumahtangga contoh (kepala RT / Ibu RT)

Data Ketersediaan tahun 2000 – 2003

Sekunder Neraca Bahan Makanan Jawa Timur (Badan Ketahanan Pangan dan BPS Prop. Jawa Timur)

Data konsumsi selama 2 periode yaitu tahun 1999, dan 2002

Sekunder Susenas (Badan Ketahanan Pangan dan BPS Prop. Jawa Timur)

Jumlah dan laju pertumbuhan penduduk, komposisi penduduk menurut umur dan jenis

kelamin(2000 dan 2004)

Sekunder BPS Prop. Jawa Timur

Cara Pemilihan Contoh

(39)

18

[image:39.596.138.455.287.567.2]

berjenjang dimulai dari pemilihan contoh wilayah kecamatan, sampai dengan pemilihan rumahtangga. Contoh kecamatan dipilih dengan perpaduan metode stratified dan cluster sampling lalu rumahtangga dengan non probability sampling yaitu purposive dengan judgement sampling, dimana pada tahap pertama seluruh kecamatan dikelompokkan berdasarkan tiga wilayah tingkatan ekonomi yang berbeda yaitu tinggi (dipilih kecamatan Prambon dan Ngronggot), sedang (dipilih kecamatan Tanjunganom dan Pace), dan rendah (dipilih Lengkong Ngluyu, dan Berbek) berdasarkan indikator kemiskinan pada berdasarkan laporan sistem kewaspadaan pangan dan gizi (SKPG) Kabupaten Nganjuk Tahun 2005 (Lampiran 5).

Gambar 3 Kerangka pemilihan contoh

Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan dan analisis data dilakukan dengan menggunakan Software Analisis Kebutuhan Konsumsi Pangan (PPKP, Deptan dan Departemen GMSK, 2005) dan

JAWA TIMUR 29 Kabupaten ,

9 Kota NGANJUK 20 kecamatan Kecamatan dengan ekonomi tinggi diwakili oleh kecamatan:

§ Prambon

§ Ngronggot

Kecamatan dengan ekonomi

sedang diwakili oleh kecamatan:

§ Tanjunganom

§ Pace

Kecamatan dengan ekonomi

rendah diwakili oleh kecamatan:

§ Ngluyu

§ Lengkong

§ Berbek

(40)

19

program komputer Microsoft Excel, kemudian dianalisis secara deskriptif. Pengolahan data tersebut dibagi dalam beberapa kelompok sebagai berikut :

A. Menyusun PPH regional Jawa Timur, dengan tahap-tahap sebagai berikut:

1. Menetapkan AKE regional dengan menggunakan metode Sparque Multiplier (Hardinsyah dan Martianto 1988).

2. Menetapkan komposisi pangan (berdasarkan situasi konsumsi maupun ketersediaan) berdasarkan kontribusi energi setiap kelompok pangan untuk memenuhi AKE regional (%).

3. Menetapkan komposisi pangan ideal Propinsi Jawa Timur dengan mempertimbangkan : (a) persentase AKE konsumsi dan ketersediaan pangan, (b) kisaran % AKE menurut FAO -RAPA (1989) sebagai acuan menuju komposisi pangan ideal, (c) konsep kecukupan dan keseimbangan gizi, dimana konsumsi pangan sumber karbohidrat maksimal 60% dan lemak antara 10-25% berdasarkan PUGS (Pedoman Umum Gizi Seimbang).

B. Menentukan AKE Kabupaten Nganjuk:

AKE wilayah Kabupaten Nganjuk dihitung dengan dua metode yaitu Unit konsumen energi dan multiple spargue. Faktor UKE ditetapkan dengan menggunakan anggota rumahtangga tertentu sebagai patokan kecukupan energi, yaitu AKE pria dewasa (30-49 tahun). Prinsip perhitungannya adalah AKE individu setiap anggota rumahtangga dibandingkan dengan AKE pria dewasa. Dengan demikian faktor UKE untuk pria dewasa adalah 1.0 (PPKP,Deptan & GMSK-IPB, 2005).

Dengan menggunakan rataan UKE dari setiap rumahtangga sampel, maka akan diketahui Tingkat Kecukupan Energi (TKE) untuk wilayah Kabupaten Nganjuk, yang telah sekaligus memperhitungkan variasi jumlah anggota rumahtangga dan komposisi umur serta jenis kelamin setiap anggota rumahtangga pada wilayah tersebut. Metode multiple spargue dihitung menggunakan komposisi penduduk Kabupaten Nganjuk tahun 2004)

C. Menganalisis situasi ketahanan pangan Kabupaten Nganjuk

(41)

20

Kabupaten Nganjuk , dengan kriteria menurut Departemen Kesehatan tahun 1996 (PPKP BKP 2005), sebagai berikut:

a. TKE <70% : defisit berat

b. TKE 70-79% : defisit tingkat sedang c. TKE 80-90% : defisit tingkat ringan d. TKE 90-119% : normal (tahan pangan)

e. TKE >120% : kelebihan/diatas AKE (tidak tahan pangan)

2. Kualitas: Kualitas konsumsi pangan suatu wilayah diukur dengan skor PPH 100. Semakin tinggi skor PPH maka kualitas konsumsi pangan semakin baik. Jika skor konsumsi pangan mencapai 100 maka wilayah tersebut dikatakan tahan pangan.

(42)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Wilayah Keadaan Geografis

Kabupaten Nganjuk merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Timur yang terletak di bagian barat dari wilayah Provinsi Jawa Timur. Kabupaten Nganjuk terletak pada koordinat 111o5’ sampai dengan 111o13’ Bujur Timur dan 7o20’ sampai dengan 7o

50’Lintang Selatan. Kabupaten Nganjuk, sebelah utara berbatasan dengan kabupaten Bojonegoro, sebelah selatan Kabupaten Kediri dan Trenggalek. Pada wilayah bagian timur berbatasan dengan Kabupaten Kediri dan Jombang sedangkan pada wilayah barat berbatasan dengan Kabupaten Ponorogo dan Madiun.

Kabupaten Nganjuk terbagi menjadi 20 Kecamatan dan 284 desa dan kelurahan. Sebagian besar kecamatan berada pada dataran rendah dengan ketinggian antara 46 sampai dengan 95 meter diatas permukaan laut. Sedangkan 4 kecamatan yang berada pada daerah pegunungan terletak pada ketinggian 150 sampai dengan 750 meter diatas permukaan laut. Daerah tertinggi yaitu desa Ngliman di Kecamatan Sawahan (Lampiran 7).

Wilayah Kabupaten Nganjuk memiliki kondisi dan struktur tanah yang cukup produktif untuk berbagai jenis tanaman. Kondisi dan struktur tanah yang produktif ini sekaligus ditunjang penyediaan air Sungai Widas yang mengalir sepanjang 69.332 km dan mengaliri daerah seluas 430.150 km2

Penduduk

Penduduk Kabupaten Nganjuk pada akhir tahun 2004 sebesar 1.027.371 jiwa, meningkat 0.26% dibanding tahun 2003, terdiri atas 507.105 jiwa laki-laki dan 520.266 jiwa perempuan. Dalam lima tahun terakhir ini, jumlah penduduk Kabupaten Nganjuk bertambah terus, dari 1.013.101 jiwa pada tahun 2000 menjadi 1.027.371 jiwa pada tahun 2004, yang berarti pertumbuhan rata-rata pertahun hasil registrasi penduduk tahunan sebesar 0.36%. Meningkatnya jumlah penduduk juga meningkatkan kepadatan penduduk, yaitu 837 jiwa/km2 pada akhir 2003 menjadi 839 jiwa/km2 pada akhir tahun 2004.

(43)

22

[image:43.596.120.473.159.341.2]

penduduk terjadi kelahiran sebanyak 8 jiwa. Sedangkan tingkat kematian di Kabupaten Nganjuk relatif tetap yaitu 4.

Tabel 2 Komposisi penduduk Kabupaten Nganjuk berdasarkan umur dan jenis kelamin

KEL UMUR PRIA WANITA TOTAL

JIWA % JIWA % JIWA %

0,5--1 8215 0,8

1--3 47061 4,6

4--6 48301 4,7

7--9 51644 5,1

10--12 26484 47,1 29805 52,9 56289 5,5 13--15 26302 50,5 25750 49,5 52053 5,1 16--18 25976 58,2 18677 41,8 44653 4,4 19--29 97395 51,0 93743 49,0 191138 18,7 30--49 242286 78,9 64857 21,1 307143 30,1 50--64 68563 51,0 65922 49,0 134485 13,2 65+ 35092 44,1 44572 55,9 79664 7,8

TOTAL 1020646 100,0

Karakteristik Contoh

Besar rumahtangga contoh dikategorikan menjadi tiga yaitu rumahtangga dengan jumlah < 4, 5-6 dan >7 anggota rumahtangga. Sebagian besar contoh memiliki < 4 anggota rumahtangga yaitu 77.1% dari keseluruhan contoh. Besar rumahtangga mempengaruhi perhitungan AKE wilayah Nganjuk dengan metode unit konsumsi energi (UKE).

Tabel 3 Besar rumahtangga

No

Jumlah anggota rumahtangga

Daerah ekonomi

Total Tinggi Sedang Rendah

n % n % n % n %

1 < 4 45 75.0 36 60.0 81 90.0 162 77.1 2 5 -- 6 14 23.3 24 40.0 8 9.0 46 21.9 3 > 7 1 1.7 0 0.0 1 1.0 2 1.0 Total 60 100.0 60 100.0 90 100.0 210 100.0

[image:43.596.99.498.482.590.2]
(44)

23

[image:44.596.104.492.179.322.2]

rumahtangga dan anak yang paling kecil biasanya paling terpengaruh kekurangan pangan.

Tabel 4 Pendidikan KRT (Kepala Rumahtangga)

No Pendidikan

Pembagian wilayah berdasarkan ekonomi

Total % Tinggi Sedang Rendah

n % n % n %

1 Tidak 0 0.0 1 1.7 3 3.3 4 1.9 2 SD 16 26.7 41 68.3 49 54.4 106 50.5 3 SMP 18 30.0 5 8.3 23 25.6 46 21.9 4 SMA 16 26.7 11 18.3 13 14.4 40 19.1

5 PT 5 8.3 1 1.7 1 1.1 7 3.3

6 Lainnya 5 8.3 1 1.7 1 1.1 7 3.3 Total 60 100 60 100 90 100 210 100

Sebagian besar KRT contoh merupakan lulusan SD (50.5 %) dan hanya empat KRT yang tidak bersekolah(tabel 4). Pendidikan KRT di wilayah ekonomi tinggi lebih baik dibandingkan wilayah lainnya, dilihat dari jumlah lulusan perguruan tinggi yang lebih banyak, lulusan SD paling sedikit dan tidak ada yang tidak bersekolah. Suhardjo (1989) menyatakan bahwa jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi rumahtangga dipengaruhi oleh status ekonomi. Rendahnya konsumsi pangan disebabkan oleh pemanfaatan pangan yang tersedia belum optimal, distribusi belum merata, kurangnya pengetahuan gizi dan pangan, dan faktor sosial ekonomi seperti tingkat pendidikan, besar rumahtangga, tingkat pendapatan, serta faktor budaya setempat.

Tabel 5 Pekerjaan KRT (Kepala Rumahtangga)

No Pekerjaan

Pembagian wilayah berdasarkan ekonomi

Total % Tinggi Sedang Rendah

n % n % n %

[image:44.596.113.482.544.712.2]
(45)

24

Pekerjaan KRT contoh sebagian besar ialah buruh tani dan wiraswasta(tabel 5). Pada wilayah ekonomi rendah lebih dari setengah (62.2%) KRT contoh berprofesi sebagai buruh tani. Wilayah ekonomi tinggi memiliki paling sedikit KRT contoh yang berprofesi sebagai buruh tani dibandingkan kelompok ekonomi lain.

Khumaidi (1994) menyatakan bahwa untuk memenuhi kebutuhan hidup yang terjamin dari hari ke hari, buruh tani memiliki beberapa sumber penghasilan lain baik di dalam maupun diluar pekerjaan utamanya (pertanian) dan/atau memobilisasi anggota rumahtangganya (istri, anak, orang tua) untuk menambah penghasilan rumahtangga.

Tarigan (1990) menyatakan bahwa dalam memenuhi kebutuhan hidup rumahtangga buruh tani menerapkan strategi pola nafkah berganda, artinya anggota-anggota rumahtangga terlibat mencari nafkah di berbagai sumber baik disektor pertanian maupun diluar sektor pertanian.

[image:45.596.177.413.461.663.2]

Pada tabel 6 dapat dilihat bahwa komposisi penduduk menurut umur di Kabupaten Nganjuk tidak terlalu berbeda dengan komposisi penduduk menurut umur pada rumahtangga. Perbedaan yang cukup besar terdapat pada kelompok umur 10-12, 19-29, 30-49,dan >65 tahun.

Tabel 6 Perbandingan persentase komposisi penduduk berdasarkan kelompok umur antara Kabupaten Nganjuk dengan contoh.

Kelompok Umur

Persentase Komposisi Penduduk

Nganjuk *) Contoh**)

0.5--1 0.8 1.0

1--3 4.6 4.7

4--6 4.7 4.6

7--9 5.1 4.6

10--12 5.5 7.8

13--15 5.1 4.8

16--18 4.4 5.6

19--29 18.7 14.8

30--49 30.1 36.3

50--64 13.2 12.0

>65 7.8 3.8

Total 100.0 100.0

Sumber:

*) : BPS Jawa Timur tahun 2004

(46)

25

AKE Jawa Timur

AKE Jawa Timur Dihitung untuk menentukan PPH regional Jawa Timur. Jawa Timur ddigunkan sebagai penetuan PPH regional karena data yang dibutuhkan untuk menyusun PPH regional salah satunya hanya ada di tingkat provinsi. Perhitungan angka kecukupan gizi memerlukan pengelompokan umur tertentu. Sampai dengan kelompok umur tertentu pengelompokan umur berdasarkan Demografi (lima tahunan) berbeda dengan pengelompokan umur untuk menghitung Angka Kecukupan Gizi (AKE) penduduk . Pengelompokan umur tersebut perlu diubah menjadi kelompok umur jenjang satu tahunan, Metode Spargue Multiplier merupakan metode yang digunakan untuk memecah kelompok umur tersebut, dengan alasan metode ini lebih teliti dibanding dengan metode lainnya (Hardinsyah dan Martianto 1992 diacu dalam Sembiring 2002).

[image:46.596.101.497.472.677.2]

Berdasarkan Pemecahan Kelompok umur tersebut kemudian dihitung jumlah penduduk dan komposisinya menurut kelompok umur AKE. Hasil perhitungan komposisi penduduk ini kemudian digunakan Angka Kecukupan Energi Rata-rata Penduduk (AKERP). Penghitungan Spargue Multiplier menggunakan data penduduk Jawa Timur tahun 2000 dan 2004. Perhitungan untuk tahun 2000 dapat dilihat pada tabel 6 mendapatkan AKE sebesar 1996.70 kkal/kap/hari, sedangkan untuk tahun 2004 sebesar 1999.76 kkal/kap/hari (Tabel 8).

Tabel 7 .Multiple spargue Jawa Timur tahun 2000

KEL UMUR PRIA WANITA JUMLAH ENERGI JAWA TIMUR

JIWA % AKE JIWA % AKE JIWA % AKE kkal

0,5--1 471266 1,36 650 306322900

1--3 1719362 4,95 1000 1719362000

4--6 1817626 5,24 1550 2817320300

7--9 1781248 5,13 1800 3206246400

10--12 940041 51,69 2050 878617 48,31 2050 1818658 5,24

3728248900

13--15 968450 51,27 2400 920540 48,73 2350 1888990 5,44 4487549000

16--18 1051932 50,57 2600 1028238 49,43 2200 2080170 5,99 4997146800

19--29 3330527 48,35 2550 3558046 51,65 1900 6888573 19,85 15253131250

30--49 5088468 49,82 2350 5125361 50,18 1800 10213829 29,43 21183549600

50--64 1919203 48,46 2250 2041245 51,54 1750 3960448 11,41 7890385500

65+ 898159 43,40 2050 1171119 56,60 1600 2069278 5,96 3715016350

TOTAL 34709448 100,00 69304279000

(47)
[image:47.596.102.497.123.325.2]

26

Tabel 8 Multiple spargue Jawa Timur tahun 2004

KEL UMUR

PRIA WANITA JUMLAH

ENERGI JAWA TIMUR

JIWA % AKE JIWA % AKE JIWA % AKE kkal

0,5--1 260069 0,72 650 169044850

1--3 1726173 4,78 1000 1726173000

4--6 1876786 5,19 1550 2909018300

7--9 1926906 5,33 1800 3468430800

10--12 981814 51,40 2050 928330 48,60 2050 1910144 5,29 3915795200

13--15 949483 51,60 2400 890718 48,40 2350 1840201 5,09 4371946500

16--18 1150895 52,00 2600 1062365 48,00 2200 2213260 6,12 5329530000

19--29 3014609 48,36 2550 3218470 51,64 1900 6233079 17,25 13802345950

30--49 5480413 48,99 2350 5707235 51,01 1800 11187648 30,96 23151993550

50--64 2273136 49,42 2250 2326694 50,58 1750 4599830 12,73 9186270500

65+ 1008712 42,70 2050 1353501 57,30 1600 2362213 6,54 4233461200

TOTAL 36136309 100,00 72264009850

ENERGI RATA -RATA JAWA TIMUR= 1999,76 kkal/kap/hari

Hasil perhitungan yang mendekati 2000 kkal/kap/hari menyebabkan Jawa Timur masih relevan untuk menggunakan standar nasional. Hal ini dipengaruhi oleh komposisi penduduk Jawa Timur dan Indonesia yang hampir sama. Berdasarkan perhitungan spargue multiplier dengan jumlah dan komposisi penduduk Indonesia tahun 2000 didapatkan AKE sebesar 1995.9 kkal/kap/hari (Lampiran 6), inilah yang membuktikan bahwa komposisi penduduk Indonesia dan Jawa Timur hampir sama karena perhitungan spargue multiplier dipengaruhi oleh komposisi penduduk. Jadi AKE Jawa Timur adalah 2000 kkal/kap/hari untuk konsumsi dan 2200 kkal/kap/hari untuk ketersediaan.

PPH Regional Jawa Timur

Pola pangan harapan (PPH) adalah susunan beragam pangan yang didasarkan pada sumbangan energi dari kelompok pangan utama dari suatu pola ketersediaan dan atau konsumsi pangan. Menurut FAO-RAPA (1989) diacu dalam Hardinsyah, Madanijah & Baliwati (2002), PPH adalah komposisi kelompok pangan utama yang bila dikonsumsi dapat memenuhi kebutuhan energi dan zat gizi lainnya. Dengan pendekatan PPH dapat dinilai mutu pangan penduduk berdasarkan skor pangannya (dietary score). Semakin tinggi skor mutu pangan, menunjukkan situasi pangan yang semakin beragam dan semakin baik komposisi dan mutu gizinya.

(48)

27

[image:48.596.91.503.306.490.2]

pertimbangan yaitu kemampuan wilayah dalam memproduksi bahan pangan, pola konsumsi pangan dan kebiasaan makan setempat, serta kondisi sosial ekonomi, misalnya pendapatan (daya beli) serta memperhatikan Angka Kecukupan Gizi (PPKP BKP Deptan & GMSK IPB 2005). Pada tabel 9 dapat dilihat bahwa pola ketersediaan Jawa Timur dan Indonesia hampir sama sehingga Provinsi Jawa Timur dapat menggunakan standar nasional dari sisi ketersediaan. Hal ini terjadi karena Jawa Timur berbasis pertanian sehingga karakteristiknya tidak jauh berbeda dengan Indonesia yang sebagian besar berbasis pertanian.

Tabel 9 Komposisi ketersediaan pangan Jawa Timur (tahun 2000 – 2003) dan Indonesia (tahun 2000-2003).

NO KELOMPOK PANGAN Jawa Timur(*) Indonesia(**)

2000 2001 2002 2003 2000 2001 2002 2003

1 PADI- PADIAN 100,9 110,4 107,9 98,8 86,7 81,2 87,1 84,2

2 UMBI-UMBIAN 20,9 20,5 19,9 19,8 19,4 18,5 17,5 15,6

3 PANGAN HEWANI 3,5 3,4 3,7 4,5 4,5 4,8 5,1 5,0

4 MINYAK DAN LEMAK 20,8 3,6 1,2 5,4 14,4 19,3 18,2 17,3

5 BUAH/BIJI BERMINYAK 13,7 1,6 0,7 3,6 3,4 3,5 3,4 3,3

6 KACANG-KACANGAN 1,6 10,3 12,3 18,0 7,4 6,6 6,8 6,2

7 GULA 11,4 26,4 18,6 13,1 7,3 6,9 6,2 5,3

8 SAYUR DAN BUAH 5,7 5,6 5,4 5,4 3,6 4,0 4,4 4,7

9 LAIN-LAIN 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0

TOTAL 178,5 181,8 169,9 168,7 146,6 144,7 148,6 141,7

Keterangan:

(*) : Berdasarkan persentase AKE ketersediaan regional Jawa Timur (2200) yaitu AKE konsumsi ditambah 10%.

(**) : Berdasarkan standar Nasional (2200 kkal/kap/hari)

Hanya komoditi padi-padian yang berbeda dengan selisih yang cukup besar (sekitar 20%), hal ini terjadi karena ketersediaan beras pada Provinsi Jawa Timur yang melimpah disebabkan oleh statusnya sebagai lumbung beras atau penghasil beras bagi Indonesia. Pada tahun 2004 Jawa Timur menghasilkan 9 juta ton gabah kering giling (GBG) yaitu kedua terbanyak setelah Jawa Barat yaitu 9.6 juta ton gabah kering giling (Departemen Pertanian 2004).

(49)

28

dari produksi kedelai Indonesia. Kacang tanah dan kacang hijau berturut-turut adalah 212 ribu ton BK dan 83 ribu ton BK, juga yang tertinggi di Indonesia (Deptan 2004).

Masing-masing komoditi kacang-kacangan mengalami kenaikan produktivitas yaitu 0.39% (12.80 ku/ha pada tahun 2004) untuk kacang kedelai dan 0.78% (11.58 ku/ha pada tahun 2004) untuk kacang tanah. Sedangkan kacang hijau mengalami penurunan produksi karena menyusutnya luas panen sebesar 9.49 % menjadi 312 hektar. Walau produksi kacang-kacangan tinggi, persediaan di Jawa Timur masih kurang. Hal ini diduga disebabkan oleh peran Jawa Timur sebagai pemasok kacang-kacangan terbesar di Indonesia (Deptan 2004).

[image:49.596.156.439.477.643.2]

Produksi umbi-umbian Provinsi Jawa Timur juga merupakan salah satu yang terbesar di Indonesia dengan produksi ubi kayu 3.96 juta ton umbi basah (UB) dan ubi jalar 0.17 juta ton UB. Produksi ubi kayu di Indonesia sendiri pada tahun 2004 mengalami kenaikan sebesar 4.86%, hal ini disebabkan kenaikan produktivitas lahan dan bertambahnya luas panen. Ubi jalar tidak seperti ubi kayu, mengalami penurunan sebesar 4.50% karena luas panen yang menurun sebesar 6.54%(0.18 juta hektar pada tahun 2004) (Deptan 2004).

Tabel 10 Komposisi konsumsi pangan Jawa Timur (tahun 1999 dan 2002) dan Indonesia (tahun 1999 dan 2002).

No Kelompok pangan

Indonesia Jawa Timur 1999 2002 1999 2002 %AKE %AKE %AKE %AKE 1 Padi-padian 56.3 62.7 57.0 56.3 2 Umbi-umbian 3.1 3.5 2.9 3.9 3 Pangan hewani 4.0 5.9 5.7 7.7 4 Minyak dan lemak 7.8 10.3 7.6 9.5 5 Buah/biji berminyak 1.8 2.6 2.2 2.9 6 Kacang-kacangan 2.4 3.1 3.7 4.9 7 Gula 4.2 4.8 4.6 5.5 8 Sayur dan buah 3.2 3.9 3.2 4.0 9 Lain-lain 1.2 2.7 3.8 2.1 Total 84.2 99.3 90.7 96.9

(50)

29

konsumsi Jawa Timur hampir sama dengan Indonesia, maka Jawa Timur dapat menggunakan standar nasional dalam mengukur ketahanan pangannya.

[image:50.596.158.433.251.437.2]

Standar nasional yang juga digunakan untuk penyusunan PPH regional Jawa Timur (Tabel 11) tersusun atas proporsi untuk masing-masing kelompok pangan sebagai berikut: padi-padian 50%, umbi-umbian 6%, pangan hewani 12%, minyak dan lemak 10%, buah/biji berminyak 3%, kacang-kacangan 5%, gula 5%, Sayur dan buah 6%, dan lain-lain 3%.

Tabel 11 PPH regional Jawa Timur

No Kelompok Pangan % AKE *) kkal

1 Padi-padian 50 1000

2 Umbi-umbian 6 120

3 Pangan hewani 12 240 4 Minyak dan lemak 10 200 5 Buah/biji berminyak 3 60 6 Kacang-kacangan 5 100

7 Gula 5 100

8 Sayur dan buah 6 120

9 Lain-lain 3 60

TOTAL 100 2000

Keterangan:

*) :AKE Jawa Timur 2000 kkal/kap/hari

AKE Kabupaten Nganjuk

Pendekatan faktor Unit Konsumen Energi (UKE) digunakan untuk membuat rataan konsumsi tingkat konsumi energi (TKE) yang berjumlah besar dimana setiap rumahtangga berbeda jumlah anggota rumahtangga (JART) maupun komposisi umur serta jenis kelaminnya(PPKP BKP Deptan & GMSK IPB, 2005).

Lebih lanjut dijelaskan dalam PPKP BKP Deptan & GMSK IPB (2005), dengan menggunakan rataan UKE dari setiap rumahtangga, maka rataan TKE untuk suatu populasi yang dihasilkan, sekaligus telah memperhitungkan variasi JART(Jumlah anggota rumahtangga) dan komposisi umur serta jenis kelamin setiap anggota rumahtangga pada populasi tersebut.

(51)

30

[image:51.596.135.466.188.656.2]

pria dewasa (30-49 tahun). Prinsip perhitungannya adalah AKE individu setiap anggota rumahtangga dibandingkan dengan AKE pria dewasa.

Tabel 12 Perhitungan AKE Kabupaten Nganjuk tahun 2006 dengan metode Unit Konsumen Energi

Jenjang Usia

Jumlah Cont oh

AKE pria 30-49 tahun kkal/hari

Faktor

UKE Hasil Perkalian

0 - 6 bln 3 2350 0.23 1621.5

7-11bln 5 2350 0.28 3290.0

1 - 3 thn 37 2350 0.43 37388.5 4 - 6 thn 36 2350 0.66 60489.0 7 - 9 thn 36 2350 0.77 65142.0

pria 0.0

10 - 12 thn 34 2350 0.87 69513.0 13 - 15 thn 18 2350 1.02 43146.0 16 - 18 thn 22 2350 1.11 57387.0 19 - 29 thn 56 2350 1.09 143444.0 30 - 49 thn 130 2350 1.00 305500.0 50 - 64 thn 52 2350 0.96 117312.0 >65 thn 19 2350 0.87 38845.5

wanita 0.0

10 - 12 thn 27 2350 0.87 55201.5 13 - 15 thn 20 2350 1.00 47000.0 16 - 18 thn 22 2350 0.94 48598.0 19 - 29 thn 60 2350 0.81 114210.0 30 - 49 thn 155 2350 0.77 280472.5 50 - 64 thn 42 2350 0.74 73038.0 >65 thn 11 2350 0.68 17578.0 Total 788

Ibu hamil 0 2350 0.13 0.0

Ibu menyusui

1-6 bln 3 2350 0.21 1480.5

7-12 bln 4 2350 0.23 2162.0

Total 1582819.0

AKE Nganjuk 2008.4

(52)

31

perhitungan UKE (unit konsumsi energi) didapatkan bahwa AKE wilayah kabupaten Nganjuk adalah 2008.4 kkal/kap/hari.

[image:52.596.80.517.232.451.2]

AKE untuk masing-masing daerah contoh adalah 1980.6 kkal/kap/hari untuk daerah ekonomi tinggi, sedangkan untuk daerah ekonomi sedang dan rendah berturut-turut adalah 1957.7 dan 2060.7 kkal/kap/hari.

Tabel 13 Multiple spargue Kabupaten Nganjuk

KEL UMUR PRIA WANITA JUMLAH

ENERGI JAWA TIMUR

JIWA % AKG JIWA % AKG J

Gambar

Gambar 1.  Faktor – faktor yang perlu dipertimbangkan dalam penyusunan PPH Di Indonesia, PPH telah digunakan sebagai basis perencanaan dan penilaian kecukupan gizi seimbang  pada tingkat makro
Gambar 2. Proses Penghitungan Angka Kecukupan Energi Rata-rata Penduduk
Gambar 4. Kerangka Pemikiran Penetapan Ketahanan Pangan Kabupaten Nganjuk dengan Berdasarkan PPH Regional Jawa Timur dan AKE Kabupaten Nganjuk
Tabel 1. Jenis dan Sumber Data yang Digunakan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Perkembangan dana transfer sejak tahun 2002-2011 yang berupa Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) meningkat cukup tajam baik

Grasi merupakan hak kepala negara untuk memberikan pengampunan kepada orang yang telah dijatuhi pidana dan berkekuatan hukum tetap. Grasi tidaklah menghilangkan putusan

Menurut pendapat peneliti bahwa ada kesesuaian antara teori dan fakta dimana sebagian besar responden memanfaatkan ketersediaan jenis pangan lokal yaitu kacang

Contoh-contoh dari effek local ditinjukkan oleh penelanan bahan-bahan yang dapat membakar atau menghirup bahan-bahan yang menganggu (Irritant material) lebih maju dari effek

Komisi yang diberikan oleh perusahaan kepada anggota baik besaran maupun bentuknya harus berdasarkan pada prestasi kerja nyata yang terkait langsung dengan volume atau

Menurut penulis, aturan pemberian bonus yang terdapat dalam marketing plan KK Indonesia berdasarkan hasil yang dilakukan oleh distributor tersebut tidak semata-mata

Pada setiap kondisi tersebut, tanpa mengabaikan dasar hak Anda untuk mengklaim kerugian dari ASUS, maka tanggung jawab ASUS tidak lebih dari kerugian untuk cedera diri (termasuk

Subjek dalam penelitian ini memilih agama dengan cara yang berbeda-beda, di antaranya mempelajari kitab suci agama lain, melalui pendidikan agama di sekolah, dan