• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Lokasi Penelitian

KERANGKA PEMIKIRAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Lokasi Penelitian

Wilayah administrasi

Kabupaten Muara Enim adalah salah satu dari empat belas kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Selatan, dengan ibu kota Muara Enim. Dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1959 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II dan Kota Praja di Sumatera Selatan (Lembaran Negara Tahun 1959 Nomor 73 Tln Nomor 1821). Secara geografis terletak di

tengah-tengah wilayah Sumatera Selatan, yaitu antara 40 sampai 60 Lintang

Selatan dan 1040 sampai 1060 Bujur Timur. Secara administratif batas-batas

wilayah Kabupaten Muara Enim yaitu:

a. sebelah utara dengan Kabupaten Musi Banyuasin;

b. sebelah selatan dengan Kabupaten OKU, Ogan Komering Ulu Timur dan

Ogan Komering Ulu Selatan;

c. sebelah timur dengan Kabupaten OKI, Ogan Ilir dan Kota Palembang;

d. sebelah barat dengan Kabupaten Musi Rawas, Kabupaten Lahat dan Kota

Pagar Alam.

Luas wilayah Kabupaten Muara Enim adalah 9.140,50 Km2 atau 9,15 %

dari luas Provinsi Sumatera Selatan. Pada tahun 2006 dibagi menjadi 22 kecamatan, terdiri dari 301 desa definitif/desa persiapan dan 16 Kelurahan. Kecamatan yang terdapat di Kabupaten Muara Enim yaitu Semende Darat Ulu, Semende Darat Tengah, Semende Darat Laut, Tanjung Agung, Lawang Kidul, Muara Enim, Ujan Mas, Gunung Megang, Rambang, Lubai, Benakat, Rambang Dangku, Talang Ubi, Tanah Abang, Penukal Utara, Gelumbang, Sungai Rotan, Penukal, Abab, Muara Belida dan Kelekar.

Kepadatan penduduk Kabupaten Muara Enim pada tahun 2010 belum merata pada setiap kecamatan (Tabel 7). Perbedaan tingkat kepadatan penduduk antar kecamatan cukup tinggi yaitu pada kecamatan terpadat mencapai 304 jiwa

per km2 (Kecamatan Muara Enim, ibu kota kabupaten) sedangkan ada kecamatan

Tabel 7 Luas lahan sawah, lahan kering, jumlah penduduk dan kepadatan penduduk per kecamatan di Kabupaten Muara Enim tahun 2008

Lahan Lahan Jumlah Kepadatan

No Kecamatan Sawah Kering* Penduduk Penduduk

(Ha) (Ha) (Jiwa) (Jiwa/Km2)

1 Semende Darat Laut 1.060 6.420 14.675 53

2 Semende Darat Ulu 1.828 11.017 15.805 34

3 Semende Darat Tengah 1.219 9.545 9.678 23

4 Tanjung Agung 2.294 30.755 37.428 69 5 Rambang 0 32.182 27.402 52 6 Lubai 2.744 67.280 52.802 54 7 Lawang Kidul 65 14.069 62.452 164 8 Muara Enim 1.741 8.815 61.888 304 9 Ujan Mas 1.650 11.854 23.238 86 10 Gunung Megang 1.717 50.360 56.507 85 11 Benakat 375 16.195 8.764 30 12 Rambang Dangku 1.045 26.314 50.072 80 13 Talang Ubi 314 28.270 67.476 104 14 Tanah Abang 3.061 8.984 26.988 172 15 Penukal Utara 550 29.046 27.158 65 16 Gelumbang 138 35.005 20.835 32 17 Lembak 1.000 33.082 23.020 59 18 Sungai Rotan 6.124 21.892 53.792 182 19 Penukal 750 21.707 30.831 113 20 Abab 2.054 3.721 29.874 86 21 Muara Belida 6.800 5.064 7.600 43 22 Kelekar 10 10.340 9.432 62 Jumlah 36.539 481.917 660.906 72 Sumber : BPS, 2009

Keterangan: *) terdiri dari tegal/huma/ladang, kolam/tebat/empang, sementara tidak diusahakan, perkebuhan

Dari Tabel 7 dapat diketahui bahwa Kecamatan Tanah Abang dan Sungai Rotan terdapat lahan sawah terluas dibanding kecamatan lain sehingga dapat menyumbang ketersediaan beras dengan produksi padi yang cukup signifikan yaitu 5,27 persen dan 9,65 persen pada tahun 2009. Namun disisi lain kedua kecamatan tersebut memiliki jumlah kepadatan penduduk yang tinggi yaitu 172

jiwa/km2 dan 182 jiwa/km2. Hal ini mengindikasikan bahwa resiko konversi

lahan pertanian pangan (terutama sawah) di wilayah tersebut juga cukup tinggi. Karena dengan jumlah penduduknya yang besar maka kebutuhan terhadap lahan juga besar sehingga memberi tekanan terhadap lahan pertanian di kecamatan tersebut.

Sebaliknya untuk Kecamatan Lubai, Muara Belida dan Gunung Megang, tingkat kepadatan penduduk masih rendah dengan luas lahan sawah cukup besar. Artinya ketiga kecamatan tersebut dapat dijadikan pilihan untuk dikembangkan menjadi wilayah penghasil pangan. Karena persaingan penggunaan lahan untuk keperluan non pertanian (pemukiman, jalan dan lain-lain) masih cukup rendah.

Pilihan lain untuk pengembangan wilayah penghasil pangan terdapat didaerah dataran tinggi Kabupaten Muara Enim, yaitu di Kecamatan Semende Darat Laut, Semende Darat Ulu, Semende Darat Tengah dan Tanjung Agung. Di daerah tersebut masih memiliki budaya tunggu tubang dalam masyarakatnya sehingga lahan pertanian pangan lebih memungkinkan untuk tetap dipertahankan. Kepemilikan lahan adalah kepemilikan secara komunal (kekerabatan) dan tidak dapat dengan mudah untuk dialihkan fungsinya atau dialihkan kepemilikannya. Dengan demikian wilayah ini dapat dijadikan cagar lahan pertanian pangan untuk mendukung ketersediaan pangan berkelanjutan di Kabupaten Muara Enim, dalam menjamin kebutuhan pangan penduduk yang meningkat seiring pertumbuhan jumlah penduduk.

Menurut hasil sensus penduduk BPS tahun 2010 laju pertumbuhan penduduk Kabupaten Muara Enim tahun 2000-2010 adalah sebesar 1,79 persen. Angka tersebut lebih tinggi dari rata-rata nasional yang bertahan selama dua dekade (1,49 persen), tetapi lebih rendah rata-rata Provinsi Sumatera Selatan (1,85 persen). Laju pertumbuhan penduduk di Kabupaten Muara Enim pada tahun 2003-2008 berfluktuasi cukup tajam (Tabel 8). Pada tahun 2004, laju pertumbuhan penduduk berada pada titik terendah yaitu 0,16% dan meningkat pesat di tahun 2005 dan 2006, kemudian tahun 2007 kembali turun menjadi 0,55.

Tabel 8 Jumlah dan laju pertumbuhan penduduk Kabupaten Muara Enim tahun 2003-2008

Tahun Jumlah Penduduk Laju

(jiwa) (%) 2003 628.634 - 2004 629.623 0,16 2005 638.752 1,45 2006 649.731 1,72 2007 653.304 0,55 2008 660.906 1,16 Sumber : BPS, tahun 2003-2009

Pertumbuhan penduduk yang tinggi adalah masalah bagi negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Pertumbuhan penduduk Indonesia masih jauh diatas laju pertumbuhan produksi beras (bahan pangan pokok) yang hanya sekitar satu persen per tahun dalam lima tahun terakhir. Data menunjukkan bahwa kebutuhan pangan Indonesia terus meningkat. Agar tidak terjadi kelaparan, maka pertumbuhan pangan harus mengalahkan pertumbuhan penduduk. Pilihan yang efektif untuk dilakukan menurut Simatupang (2008) ialah ; a) membuka lahan pertanian baru, b) meningkatkan kualitas lahan melalui pembangunan irigasi dan c) mengurangi laju pertumbuhan penduduk.

Untuk mengurangi laju pertumbuhan penduduk, pemerintah melaksanakan program keluarga berencana (KB). Tetapi jika program KB stagnan, penduduk Indonesia bertambah terus hingga mencapai 255,5 juta jiwa pada tahun 2015. Maka kebutuhan pangan juga akan meningkat sebesar 13,5 persen jika dibandingkan dengan kebutuhan 226 juta jiwa pada tahun 2007. Namun jika program KB ditingkatkan, akan menghemat sekitar 8 persen kebutuhan pangan, karena pertambahan penduduk hanya 17 juta jiwa di tahun 2015 (Sugiri, 2009).

Dokumen RPJM II Tahun 2011-2014 Pembangunan Bidang Kependudukan Tahap II menyatakan bahwa terkendalinya jumlah dan laju pertumbuhan penduduk, ditandai dengan antara lain menurunnya rata-rata laju pertumbuhan penduduk tingkat nasional dari 1,3 persen pada tahun 2009 menjadi 1,1 persen pada tahun 2014. Dalam rencana strategik Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) diterjemahkan menjadi; 1) revitalisasi program KB dan 2) penyerasian kebijakan pengendalian penduduk.

Kondisi geografis

Iklim. Keadaan iklim ditentukan oleh tinggi rendahnya tempat tersebut terhadap permukaan laut dan jarak dari pantai. Pada tahun 2009, suhu udara rata-rata pada siang hari berkisar antara 230 C - 240 C.

Curah hujan dipengaruhi oleh keadaan iklim, kondisi topografi dan perputaran/pertemuan arus udara. Oleh karena itu, jumlah curah hujan beragam menurut bulan dan lokasi. Pada tahun 2009 rata-rata curah hujan 2.564,02 mm.

Tanah. Bagian terbesar, yaitu sekitar 42,23 persen dari luas wilayah Kabupaten Muara Enim adalah berupa padzolik merah–kuning, diikuti Alluvial sekitar 26,03 persen dari luas wilayah. Tanah Podzolik merah-kuning dan Alluvial terutama tersebar disekitar Kecamatan Tanjung Agung, Muara Enim, Talang Ubi, dan Gelumbang.

Jenis Tanah lain yang cukup besar peranannya dalam komposisi/struktur tanah adalah latosol (7,64 persen), Asosiasi Podzolik coklat kekuning-kuningan dan hidromorf kelabu (7,59 persen), Asosiasi gley (6,79 persen), dan Andosol (5,54 persen).

Topografi. Kondisi topografi daerah cukup beragam. Daerah dataran tinggi di bagian barat daya, merupakan bagian dari rangkaian pegunungan Bukit Barisan. Daerah ini meliputi Kecamatan Semende Darat Laut, Semende Darat Ulu, Semende Darat Tengah dan Kecamatan Tanjung Agung. Daerah dataran rendah, berada dibagian tengah. Terus ke utara–timur laut, terdapat daerah rawa/lebak yang berhadapan langsung dengan daerah aliran Sungai Musi. Daerah ini meliputi Kecamatan Talang Ubi, Penukal Utara, Penukal Abab, Tanah Abang, Lembak, Gelumbang, dan Sungai Rotan.

Situasi Konsumsi, Ketersediaan dan Produksi Pangan Penduduk Kabupaten Muara Enim

Situasi konsumsi pangan penduduk

Berdasarkan hasil survey konsumsi pangan yang dilaksanakan atas kerja sama Kantor Ketahanan Pangan Kabupaten Muara Enim dan Dinas Kesehatan Kabupaten Muara Enim tahun 2007 dan 2009, ditampilkan situasi konsumsi pangan penduduk pada Tabel 9. Dari jumlah total konsumsi pangan, maka tingkat konsumsi pangan penduduk Kabupaten Muara Enim tahun 2007 dan 2009 sudah melebihi angka yang dianjurkan yaitu 2.000 kkal/kap/hari. Jika dihitung dari persentase angka kecukupan energi (% AKE), maka tingkat konsumsi penduduk sudah mencapai 107 persen dan 105 persen dari jumlah ideal. Angka tersebut tergolong normal (TKE 90-119%) menurut klasifikasi tingkat konsumsi energi Departemen Kesehatan tahun 1996 (Hardinsyah, 2002).

Tabel 9 Situasi konsumsi pangan aktual penduduk Kabupaten Muara Enim dibandingkan dengan konsumsi ideal (kkal/kapita/hari)

No Kelompok Pangan Konsumsi (kkal/kap/hari) Rata-rata Laju Ideal Thn 2007 Thn 2009 Gap (%)

1 Padi-padian 1.000 1.758 1.560 659 -11

2 Umbi-umbian 120 13 17 -105 29

3 Pangan hewani 240 80 184 -108 130

4 Minyak dan lemak 200 97 103 -100 6

5 Buah/biji berminyak 60 79 77 18 -3

6 Kacang-kacangan 100 8 12 -90 50

7 Gula 100 48 55 -48.5 14

8 Sayur dan buah 120 57 82 -50.5 44

9 Minuman dan bumbu 30 1 -29.5

Jumlah 2.000 2.140 2.090 115 -2

Dari komposisi kelompok pangan pada tabel diatas, konsumsi pangan penduduk masih dibawah angka yang dianjurkan kecuali untuk kelompok padi- padian dan buah/biji berminyak. Hal tersebut ditunjukkan oleh gap (selisih konsumsi aktual dan ideal) positif untuk padi-padian dan buah/biji berminyak, serta gap negatif untuk kelompok pangan lainnya. Tetapi terjadi peningkatan konsumsi pada enam kelompok pangan ditunjukkan oleh laju yang positif. Peningkatan konsumsi pangan hewani bahkan mencapai 130 persen. Disisi lain konsumsi padi-padian dan buah/biji berminyak terjadi penurunan (laju negatif). Artinya konsumsi pangan penduduk berubah menuju keseimbangan sesuai pola pangan harapan.

Sejalan dengan hal diatas, mutu konsumsi pangan penduduk Kabupaten Muara Enim menunjukkan peningkatan kualitas dengan meningkatnya skor PPH konsumsi sebesar (35 persen) yaitu dari 51 pada tahun 2007 menjadi 70,1 pada tahun 2009 (Tabel 10). Peningkatan skor tersebut terutama disumbangkan oleh kenaikan pesat pada skor PPH pangan hewani (125 persen) serta sayur dan buah (46 persen). Membaiknya konsumsi pangan diperkirakan karena membaiknya harga komoditas perkebunan, yang menjadi sumber pendapatan utama sebagian besar penduduk. Dengan demikian akses ekonomi penduduk terhadap pangan (daya beli) dapat mengimbangai harga jenis pangan hewani serta sayur dan buah yang harganya cenderung lebih mahal dari jenis pangan lainnya.

Tabel 10 Perbandingan skor PPH konsumsi aktual penduduk Kabupaten Muara Enim dengan skor PPH konsumsi ideal dan PPH konsumsi nasional

No Kelompok Pangan Skor PPH Konsumsi Laju Ideal Nasional* Kab. ME Tahun 2007 Tahun 2009 Tahun 2007 Tahun 2009 (%) 1 Padi-padian 25 25,0 25,0 25,0 25,0 0 2 Umbi-umbian 2,5 1,6 1,2 0,0 0,4 - 3 Pangan hewani 24 15,5 14,8 8,0 18,0 125

4 Minyak dan lemak 5 5,0 4,9 2,0 2,6 30

5 Buah/biji berminyak 1 1,0 0,9 1,0 1,0 0

6 Kacang-kacangan 10 7,3 5,7 1,0 1,2 20

7 Gula 2,5 2,4 2,2 1,0 1,4 40

8 Sayur dan buah 30 25,1 21,0 14,0 20,5 46

9 Minuman dan bumbu 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0

Jumlah 100 82,8 75,7 52,0 70,1 35

Keterangan : *) Susenas BPS diolah BKP

Jika dibandingkan dengan kondisi rata-rata nasional yang menunjukkan penurunan total skor PPH konsumsi (terutama akibat penurunan konsumsi pangan hewani, sayur dan buah serta kacang-kacangan), maka Kabupaten Muara Enim memiliki peluang yang cukup baik untuk melaksanakan percepatan penganekaragaman konsumsi pangan. Pola konsumsi pangan penduduk yang semakin membaik tersebut, harus dapat direspon dengan ketersediaan pangan yang semakin membaik pula untuk mencapai kondisi ideal pada tahun 2015 sesuai SPM bidang ketahanan pangan.

Situasi ketersediaan pangan tahun 2004-2008

Ketersediaan pangan bagi penduduk Kabupaten Muara Enim ditunjukkan dengan jumlah ketersediaan energi per kapita per hari (kkal/kapita/hari). Dalam kurun waktu lima tahun terakhir, kondisi ketersediaan energi berfluktuasi seperti ditunjukkan pada Tabel 11. Total energi ketersediaan pada tahun 2004 dan 2008, masih dibawah standar 2.200 kkal/kap/hari. Tetapi ketersediaan pangan pada tahun 2005-2007 sudah melebihi standar ketersediaan energi yang dianjurkan.

Secara umum kelompok padi-padian memberikan kontribusi energi terbesar dari total jumlah energi ideal yang diharapkan (2.200 kkal/kap/hari). Selain itu kontribusi kelompok pangan minuman dan bumbu juga memiliki

ketersediaan energi yang cukup besar terhadap total energi. Kelompok pangan lainnya masih berada dibawah angka ketersediaan yang dianjurkan.

Tabel 11..Perkembangan ketersediaan energi per kapita per hari penduduk

Kabupaten Muara Enim tahun 2004-2008

No Kelompok Pangan Ketersediaan (kkal/kap/hari) Rata-rata

Ideal 2004 2005 2006 2007 2008 Laju(%)

1 Padi-padian 1.100 1.478 1.728 1.314 1.458 1.293 -1,85

2 Umbi-umbian 132 101 85 63 80 104 3,82

3 Pangan hewani 264 142 180 167 151 141 0,83

4 Minyak dan lemak 220 95 227 117 127 0 -0,24

5 Buah/biji berminyak 66 28 20 27 18 8 -20,62

6 Kacang-kacangan 110 27 29 21 23 25 -0,49

7 Gula 110 63 72 41 46 26 -15,01

8 Sayur dan buah 132 31 27 319 171 111 246,77

9 Minuman dan bumbu 66 151 145 161 358 289 27,54

Jumlah 2.200 2.116 2.513 2.23 2.432 1.997  ‐0,33 

   % AKE 100 98,16 115,05 101,36 110,55 90,77  -0,88

Sumber : NBM Kabupaten Muara Enim tahun 2005-2009

Angka total ketersediaan energi aktual tahun 2004-2008 dibandingkan dengan angka kecukupan energi untuk dihitung tingkat persentase angka kecukupan energi (%AKE). Tingkat ketersediaan energi mencerminkan besarnya proporsi ketersediaan energi aktual di Kabupaten Muara Enim dengan standar energi ideal yang diharapkan yaitu 2.200 kkal/kap/hari. Pada tahun 2004, angka kecukupan energi (% AKE) ketersediaan dibawah angka yang dianjukan (100 persen) yaitu hanya 96,18 persen. Demikian juga pada tahun 2008, yang angka kecukupan energi (% AKE) ketersediaannya hanya 90,77 persen. Sedangkan untuk tahun 2005, 2006 dan 2007 sudah berada diatas 100 persen. Secara umum tingkat ketersediaan pangan di Kabupaten Muara Enim cenderung menurun.

Rata-rata laju ketersediaan kelompok pangan pada menunjukkan bahwa hampir semua kelompok pangan kondisinya negatif kecuali umbi-umbian, pangan hewani, sayur dan buah, minuman dan bumbu. Hal ini harus menjadi perhatian bagi pemerintah Kabupaten Muara Enim dalam mengevaluasi dan menyusun perencanaan pembangunan ketahanan pangan. Terutama dalam membangun kemandirian penyediaan pangan berbasis sumberdaya lokal yang dimiliki.

Selain tingkat ketersediaan, mutu ketersediaan energi juga diukur untuk mengetahui keberagaman ketersediaan pangan dengan skor PPH ketersediaan.

Angka ideal skor PPH ketersediaan adalah 100, ditargetkan akan dicapai pada tahun 2015 secara nasional. Total skor PPH ketersediaan Kabupaten Muara Enim cenderung meningkat kecuali tahun 2008. Padi-padian sudah memenuhi skor PPH ideal, tetapi untuk kleompok pangan lain masih dibawah skor PPH ideal. Dari laju perkembangan skor PPH masing-masing kelompok pangan, secara umum menunjukkan kenaikan mutu ketersediaan pangan terutama untuk sayur dan buah. Mutu ketersediaan pangan yang makin membaik, akan mempengaruhi mutu pola konsumsi pangan penduduk. Diharapkan ketersediaan pangan kedepan semakin membaik dan dapat mengimbangi perkembangan konsumsi pangan penduduk yang semakin membaik pula.

Tabel 12 Skor dan rata-rata laju PPH ketersediaan pangan penduduk Kabupaten Muara Enim tahun 2004-2008

No Kelompok Pangan

Skor PPH Ketersediaan Rata-

Ideal Thn 2004 Thn 2005 Thn 2006 Thn 2007 Thn 2008 rata Laju(%) 1 Padi-padian 25 25 25 25 25 25 0 2 Umbi-umbian 2.5 2 2 1 2 2 50 3 Pangan hewani 24 13 16 15 14 13 8

4 Minyak dan lemak 5 2 5 3 3 0 85

5 Buah/biji berminyak 1 1 0 1 0 0 -

6 Kacang-kacangan 10 2 3 2 2 2 17

7 Gula 2.5 1 2 1 1 1 50

8 Sayur dan buah 30 7 6 30 30 25 382

9 Minuman dan bumbu 0.0 0 0 0 0 0 -

Jumlah 100 53 59 78 77 68 39

Situasi produksi pangan tahun 2003-2008

Wilayah Kabupaten Muara Enim memiliki lahan yang cukup produktif untuk berbagai jenis tanaman. Curah hujan yang memadai dan adanya dua sungai besar yang mengalir di wilayah tersebut (Sungai Enim dan Sungai Lematang), juga mendukung bagi berkembangnya sektor pertanian, terutama sub sektor perkebunan dan tanaman pangan. Sumbangan sektor pertanian terhadap produk domestik bruto (PDRB) regional merupakan yang terbesar kedua setelah sektor pertambangan pada kelompok sektor primer, yaitu sebesar 15,72 persen pada tahun 2008 (BPS, 2009).

Komoditas pangan dari sektor perkebunan merupakan hasil pertanian terbesar di Kabupaten Muara Enim yaitu kelapa sawit dan kopi. Kedua jenis komoditas tersebut ditanam hampir diseluruh wilayah. Kelapa sawit diusahakan oleh perkebunan rakyat (24.689 Ha), perkebunan negara (21.615 Ha) dan perusahaan swasta (67.431 Ha). Kopi diusahakan hanya oleh perkebunan rakyat (23.404,5 Ha). Tabel 13 menunjukkan bahwa pertumbuhan komoditas kelapa sawit dan kopi cenderung meningkat selama lima tahun terakhir. Pertumbuhan kelapa sawit bahkan mencapai rata-rata 107,5 persen. Sedangkan pertumbuhan kopi rata-rata 13,23 persen.

Tabel 13. Produksi dan pertumbuhan produksi tanaman perkebunan tahun 2005-

2009 di Kabupaten Muara Enim

No Komoditas Produksi/thn (ton) Pertumbuhan Keterangan

2005 2009 (%)

1 Kelapa sawit 213.625 1.079.805 107,50 Meningkat

2 Kopi 18.244 24.357 13,23 Meningkat

Sumber : BPS, 2004-2010

Selain komoditas kelapa sawit dan kopi, terdapat jenis komoditas pangan yang diusahakan di perkebunan rakyat yaitu kelapa, lada dan aren. Kelapa termasuk kelompok pangan buah/biji berminyak, lada termasuk kelompok pangan minuman dan bumbu, sedangkan aren masuk dalam kelompok pangan gula. Produksinya masih berfluktuasi sepanjang tahun 2005-2007, karena hanya diusahakan sebagai tanaman sampingan (Tabel 14).

Tabel 14. Produksi komoditas kelapa, lada dan aren tahun 2005-2007 di

Kabupaten Muara Enim

No Komoditas Produksi/tahun (ton) Pertumbuhan Keterangan

2005 2006 2007 (%)

1 Kelapa 849,9 3.994,9 4.071 0,43 Meningkat

2 Lada 621,1 329,1 144 -8,71 Menurun

3 Aren 19,2 14,2 14.5 -4,14 Menurun

Sumber : Renstra Dinas Perkebunan 2008-2013

Tanaman pangan utama yang diusahakan di Kabupaten Muara Enim adalah padi dan palawija (jagung, umbi-umbian dan kacang-kacangan). Laju pertumbuhan produksi antara tahun 2003 hingga 2009 menunjukkan kecenderungan meningkat kecuali untuk tanaman ubi kayu dan ubi jalar (Tabel 15). Tanaman pangan jenis umbi-umbian belum menjadi tanaman utama

sehingga perkembangan produksinya belum maksimal bahkan menurun. Kondisi tersebut harus mendapat perhatian agar produksi pada tahun mendatang mampu memenuhi permintaan dalam wilayah sendiri. Apalagi umbi-umbian adalah jenis tanaman pangan yang mudah diusahakan di berbagai jenis lahan.

Hal ini terkait keseimbangan pola konsumsi pangan yang mengacu pada pola pangan harapan (PPH). Tingkat konsumsi umbi-umbian yang dianjurkan adalah 120 kkal/kapita/hari atau 92 gram/kapita/hari (setara ubi kayu). Sedangkan tingkat konsumsi aktual penduduk Kabupaten Muara Enim baru mencapai 13 kkal/kapita/hari atau 17 gram/kapita/hari (setara ubi kayu).

Tabel 15. Produksi dan tren produksi padi dan palawija tahun 2003 dan

2009 di Kabupaten Muara Enim

No Komoditas Produksi/thn (ton) Pertumbuhan Keterangan

2003 2009 (%)

1 Padi 114.525 125.147 1,74 Meningkat

2 Jagung 3.145 3.351 19,78 Meningkat

3 Ubi kayu 15.211 8.543 -6,.55 Menurun

4 Ubi jalar 3.948 2.546 -4,14 Menurun

5 Kacang tanah 466 418 0,93 Meningkat

6 Kacang hijau 673 1.330 15,05 Meningkat

7 Kedelai 91 449    68,60 Meningkat

Sumber : BPS, 2004-2010

Untuk jenis tanaman hortikultura, laju pertumbuhan produksi cenderung meningkat untuk semua jenis tanaman sayuran utama kecuali kacang panjang (Tabel 16). Sehingga diperlukan upaya dari instansi terkait guna meningkatkan produksi dan produktivitas agar dapat memenuhi ketersediaan untuk kebutuhan konsumsi penduduk Kabupaten Muara Enim.

Sayur-sayuran dan buah-buahan memiliki peran penting sebagai sumber vitamin dan mineral dan juga serat bagi tubuh. Karena konsumsi penduduk terhadap sayur dan buah cenderung meningkat mendekati jumlah yang dianjurkan (Tabel 9), maka hal tersebut harus dapat diikuti dengan ketersediaan yang memadai pula.

Tabel 16 . Produksi dan tren produksi sayuran pada tahun 2003 dan 2009 di Kabupaten Muara Enim

No Komoditas

Produksi/thn

(ton) Pertumbuhan Keterangan

2003 2009 (%)

1 Kacang panjang 14.935 945 -20,97 Menurun

2 Tomat 3.225 1.941 128,11 Meningkat 3 Cabai 6.439 1.591 30,02 Meningkat 4 Terung 5.204 2.596 108,.55 Meningkat 5 Buncis 1.426 538 32,08 Meningkat 6 Bayam 803 355 28,43 Meningkat Sumber : BPS, 2004-2010

Laju pertumbuhan produksi buah-buahan cenderung meningkat untuk semua jenis komoditi utama kecuali nanas (Tabel 17). Jeruk dan nanas komoditas andalan Kabupaten Muara Enim yang dipasok hingga ke provinsi lain, seperti Lampung dan DKI Jakarta. Diperlukan perhatian pemerintah untuk menjaga stabilitas produksinya baik dalam kebijakan maupun ketersediaan anggaran.

Tabel 17 Produksi dan tren produksi buah-buahan pada tahun 2003 dan 2009 di Kabupaten Muara Enim

No Komoditas

Produksi/thn

(ton) Pertumbuhan Keterangan

2003 2009 (%) 1 Jeruk 10.349 27.333 55,01 Meningkat 2 Nanas 53.275 17.576 -14,82 Menurun 3 Rambutan 2.152 2.480 57,68 Meningkat 4 Pisang 140 14.042 1095,85 Meningkat 5 Durian 396 2.968 6421,22 Meningkat

6 Jambu biji 470 1.362 645,63 Meningkat

Sumber : BPS, 2004-2010

Komoditas peternakan utama yang dikembangkan di Kabupaten Muara Enim adalah daging ayam, daging sapi dan telur (Tabel 18). Tren produksi cenderung meningkat kecuali untuk daging ayam buras dan telur ayam. Keseimbangan produksi peternakan harus dapat dijaga dan ditingkatkan agar dapat memenuhi peningkatan konsumsi pangan hewani penduduk menuju tingkat konsumsi yang dianjurkan (Tabel 9).

Tabel 18. Produksi dan tren produksi peternakan

No Komoditas

Produksi/thn

(ton) Pertumbuhan Keterangan

2003 2009 (%)

1 Daging ayam buras 1.964 1.347 -5,15 Menurun 2 Daging ayam ras 2.224 5.322 22,48 Meningkat

3  Daging sapi 532 969 14,60 Meningkat

4  Telur ayam 4.353 3.840 -1,97 Menurun

5 Telur itik 1.152 1.649 7,10 Meningkat

Sumber : BPS, 2004-2010

Komoditas perikanan dihasilkan melalui budidaya (kolam, keramba, sawah) dan yang ditangkap di perairan umum (sungai, danau, rawa). Jenis yang

banyak dibudidayakan adalah ikan mas (Cyprinus carpio), nila (Oreochromis

niloticus), patin (Pangasius pangasius) dan gurame (Osphronemus goramy).

Sedangkan ikan yang ditangkap dari perairan umum antara lain toman (Channa

micropeltes), patin (Pangasius sp), gabus (Channa striatus), baung (Mystus

nemurus CV), sepat (Trichogaster pectroralis) dan udang galah (Macrobracium

rosenbegii de Man), yang umumnya disukai oleh masyarakat Sumatera Selatan

dan harganya cenderung lebih mahal.

Tren produksi ikan perairan umum cenderung menurun, karena sangat dipengaruhi oleh kondisi sumberdaya perairan, tetapi permintaan terhadap ikan perairan umum cukup tinggi. Namun hal tersebut diimbangi dengan peningkatan produksi perikanan budidaya, meskipun angka pertumbuhan belum menyeimbangi penurunan produksi perairan umum (Tabel 19).

Tabel 19. Produksi dan tren produksi perikanan tahun 2003 dan 2009 di

Kabupaten Muara Enim

No Komoditas Produksi/thn (ton) Pertumbuhan Keterangan

2003 2009 (%)

1 Perikanan budidaya 2.321 2.612 2,00 Meningkat

2 Perikanan umum 3.959 3.915 -0,19 Menurun

Sumber : BPS, 2004-2010

Sejalan dengan hal tersebut Hamidah (2004) menyatakan bahwa telah terjadi penurunan hasil tangkapan masyarakat di Sungai Enim dalam kurun waktu 1994-2004, yang diduga disebabkan faktor-faktor antara lain;

1) terjadinya pencemaran air oleh kegiatan industri, domestik dan pertambangan, 2) penangkapan ikan secara berlebihan (over fishing),

3) terjadinya kerusakan habitat, dan

4) belum adanya upaya pengelolaan dan konservasi sumberdaya perikanan secara terpadu di Sungai Enim.

Dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk dan pendapatan maka permintaan terhadap ikan perairan umum semakin meningkat pula. Menurut penelitian yang dilakukan Sari, dkk (2009) di Sumatera Selatan bahwa tambahan satu jiwa penduduk akan meningkatkan permintaan sebesar 2,32 kg. Selain itu kenaikan pendapatan per kapita sebesar satu rupiah akan meningkatkan permintaan ikan sebesar 1,73 kg.

Peningkatan penangkapan ikan secara terus menerus, akan menyebabkan sumberdaya perikanan umum tidak dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan. Diperlukan kebijakan pengelolaan dengan meningkatkan produksi ikan dari usaha budidaya yang dilakukan dengan tepat, sehingga kebutuhan ikan dapat tetap terpenuhi.

Proyeksi Kebutuhan Konsumsi, Ketersediaan dan Produksi Pangan Penduduk Kabupaten Muara Enim Tahun 2010-2015

Proyeksi kebutuhan konsumsi pangan penduduk

Kondisi konsumsi pangan penduduk Kabupaten Muara Enim belum memenuhi kaidah gizi seimbang yang ditunjukkan dengan skor PPH dibawah 100. Hal tersebut akan membawa dampak pada kondisi ketahanan pangan, terutama pada aspek konsumsi pangan yang akan membawa dampak terhadap status gizi penduduk.

Untuk itu dibutuhkan suatu perencanaan untuk dapat menjamin kondisi konsumsi pangan yang ideal dengan didukung oleh ketersediaan aneka ragam pangan dalam jumlah cukup, seimbang dan terjangkau oleh daya beli penduduk. Perencanaan ketahanan pangan (perencanaan sasaran ketersediaan, produksi dan konsumsi pangan) dimaksudkan untuk mencapai kondisi ideal (SPM) pada tahun 2015 dan disesuaikan dengan kondisi daerah. Pendekatan yang digunakan adalah gizi seimbang atau pola pangan harapan (PPH).

Tabel 20 Susunan PPH Nasional dan jumlah ketersediaan/konsumsi pangan No Kelompok Pangan %

Dokumen terkait