• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Peternakan Kambing Perah

Pengambilan sampel darah dan susu kambing perah berlokasi di dua peternakan yaitu peternakan PT Elang 45 dan PT Fajar Taurus Dairy Farm. PT Elang 45 terletak di desa Sukajaya, kecamatan Taman Sari, kabupaten Bogor dengan letak geografis berada pada ketinggian 15- 2500 meter di atas permukaan laut (dpl) dengan suhu udara antara 20o -30o C dengan curah hujan rata-rata pertahun antara 2500 mm sampai lebih dari 5000 mm/tahun. PT Fajar Taurus Dairy Farm yang terletak di jalan Raya Bogor-Sukabumi km 10 jalan Tenjo Ayu, desa Benda, kecamatan Cicurug, kabupaten Sukabumi, secara geografis terletak pada ketinggian 500-550 dpldengan suhu udara 19-28o C dan curah hujan 3.200 mm/tahun. Letak geografis dari PT Elang 45 dan PT Fajar Taurus Dairy Farm sangat mendukung usaha peternakan, dengan akses pemasaran yang cukup luas karena berada di wilayah Jabodetabek.

PT Elang 45 menempati area seluas 10 ha yang terbagi atas lahan hijauan, perkandangan, tempat pengolahan pakan dan bangunan yang berupa fasilitas perusahaan. Pemeliharaan kambing perah PE dilakukan secara intensif dengan bentuk kandang panggung tipe koloni, sedangkan pejantan mendapat kandang individu. Pakan yang diberikan terdiri atas (a) hijauan : rumput gajah, hijauan pohon, silase, sisa hasil perkebunan dan leguminosa (turi, gamal, lamtoro) dan (b) konsentrat: dedak, bungkil sawit, bungkil kedele, polard, dan jagung yang diperoleh dari Balai Penelitian Ternak Ciawi. Pemerahan susu dilakukan sebanyak 3 kali sehari : pagi hari (06.00 WIB), sore hari (14.00 WIB) dan malam hari (20.00 WIB).

PT Fajar Taurus menempati area seluas 50 ha dengan luas bangunan 10 ha, luas hijauan 32 ha dan luas palawija 8 ha. Pemeliharaan ternak kambing perah Saanen dilakukan secara intensif dengan bentuk kandang panggung tipe koloni dengan kandang pejantan merupakan kandang individu. Pakan yang diberikan berupa hijauan (rumput gajah, leguminosa) dan konsentrat (polard, bungkil kelapa, dan jagung). Pemerahan susu dilakukan sebanyak 2 kali sehari: pukul 04.00 WIB dan pukul 16.00 WIB.

Studi Polimorfisme pada Gen GH

Amplifikasi Gen GH

Amplifikasi ruas gen GH terhadap sampel darah kambing Saanen dan Peranakan Etawah (PE) menggunakan mesin thermal cycler dengan suhu denaturasi 95º C, suhu annealing 60º C dan suhu ekstensi 72º C. Panjang produk hasil amplifikasi fragmen gen GH exon 4 adalah 200 bp dengan nomor akses

GenBank D00476 (Kioka et al. 1989). Panjang produk PCR dari gen GH yang dihasilkan sesuai dengan yang dilaporkan oleh Mousavizadeh et al. (2009). Hasil amplifikasi fragmen gen GH kambing Saanen dan PE dirgtf visualisasikan pada gel agarose 1.5%, seperti ditampilkan pada Gambar 2.

Gambar 2 Produk PCR gen GH exon 4 (200 bp)

Identifikasi Gen GH pada Kambing Perah Saanen dan Peranakan Etawah dengan Pendekatan PCR-SSCP

Metode Single Strand Conformation Polymorphism (SSCP) digunakan untuk identifikasi genotipe atau genotyping gen GH dari kambing Saanen dan PE. Hasil PCR-SSCP dari gen GH kambing perah menunjukkan sifat yang

polymorphic (beragam), karena ditemukan lima pita DNA dengan pola migrasi yang berbeda, yaitu tipe gen CE, BC, BB, CD dan CC. Keragaman ruas gen GH pada kambing perah Saanen dan PE disajikan dalam Gambar 3. Tipe gen CE, BC dan BB merupakan tipe yang ditemukan pada kedua bangsa kambing Saanen dan PE. Tipe gen CD tidak ditemukan pada populasi kambing Saanen dan tipe gen CC tidak ditemukan pada populasi kambing PE. Adanya polimorfisme gen GH pada kambing Saanen dan PE mengkonfirmasi keberadaan situs polimorfik kambing

100bp 200bp

perah dari hasil penelitian Mousavizadeh et al. (2009), Marques et al. (2003) dan Malveiro et al. (2001).

CE BC CD BB CC

Gambar 3 Hasil visualisasi produk PCR-SSCP gen GH

Frekuensi Alel dan Genotipe Gen GH

Keragaman genetik dapat dihitung secara kuantitatif berdasarkan nilai frekuensi alel. Frekuensi alel adalah proporsi jumlah suatu alel terhadap jumlah total alel dalam suatu populasi pada lokus yang sama (Nei & Kumar 2000). Frekuensi dari masing-masing genotipe pada populasi total dapat diketahui dengan membagi jumlah sampel yang memiliki tipe genotipe tertentu dengan jumlah sampel total. Hasil analisis frekuensi genotipe dan alel gen GH kambing Saanen dan PEdapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Frekuensi genotipe dan alel gen GH kambing Saanen dan PE

Kambing

Frekuensi Genotipe Frekuensi Alel

BC BB CC CD B C E D

Saanen 0.25 0.25 0.25 0.25 0 0.40 0.30 0.20 0

(25%) (25%) (25%) (25%) (40%) (30%) (20%)

PE 0.40 0.30 0.10 0 0.20 0.25 0.45 0.20 0.10

(40%) (30%) (10%) (20%) (25%) (45%) (20%) (10%)

Keterangan : n= Jumlah individu (ekor)

Penelitian mengenai polimorfisme gen GH juga telah dilakukan Mousavizadeh et al. (2009), Marques et al. (2003) dan Malveiro et al. (2001), yang melaporkan bahwa polimorfisme gen GH juga terjadi pada ekson 4. Berdasarkan hasil penelitian Malveiro et al. (2001) didapatkan bahwa pada bangsa kambing Algarvia ditemukan 6 genotipe yaitu genotipe AA, BB, CC, DD,

EE dan FF. Genotipe CC memiliki frekuensi tertinggi sebesar 35.2% diikuti genotipe BB sebesar 27.8%. Pada bangsa kambing Saanen didapatkan frekuensi untuk keempat genotip CE, BC, BB, CD dan CC adalah sama yaitu sebesar 25%.

Pengaruh Keragaman Gen GH terhadap Kualitas Susu Segar Kambing Saanen dan PE

Kualitas susu kambing Saanen bergenotipe CE, BC, BB dan CC (Tabel 5) yang meliputi BJ, lemak, protein, BK dan BKTL pada masing-masing tipe gen menunjukkan hasil yang tidak berbeda (P>0.05), demikian pula dengan kualitas susu kambing PE bergenotipe CE, BC, CD dan BB (Tabel 6). Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan pendapat Boutinaud et al. (2003) yang menyatakan bahwa keragaman gen GH pada kambing perah berhubungan dengan produksi, kandungan lemak dan protein susu.

Tabel 5 Kualitas susu kambing Saanen berdasarkan tipe gen

Tipe gen N Lemak Protein BK BKTL BJ

---(%)---

CE 11 3.27±1.0 4.45±0.4 11.95±1.4 8.68±0.5 1.030±0.0015

BC 6 3.40±0.4 4.38±0.3 11.87±0.6 8.34±0.1 1.028±0.0040

BB 11 3.21±0.6 4.57±0.3 11.76±0.8 8.48±0.3 1.029±0.0015

CC 7 3.22±0.6 4.53±0.2 11.50±0.8 8.23±0.2 1.028±0.0050

Keterangan : n= Jumlah individu (ekor)

Tabel 6 Kualitas susu kambing PE berdasarkan tipe gen

Tipe gen N Lemak Protein BK BKTL BJ

---(%)---

CE 19 4.38±0.9 4.98±0.2 13.40±1.2 9.00±0.4 1.030±0.0017

BC 15 4.12±0.8 4.84±0.2 13.05±1.2 8.92±0.5 1.030±0.0014

CD 1 3.25±0.0 5.23±0.0 11.67±0.0 8.72±0.0 1.031±0

BB 11 3.70±1.2 4.60±0.4 12.32±1.5 8.64±0.4 1.029±0.0011

Keterangan : n = Jumlah individu (ekor)

Perbedaan hasil penelitian ini dengan penelitian lain disebabkan oleh berbagai faktor antara lain lingkungan (meliputi manajemen pemeliharaan, pakan, daerah atau lokasi dan iklim). Bangsa kambing perah, bagian gen GH yang dianalisa (exon, daerah 3’, daerah 5’ dsb), metode yang digunakan (RFLP, SSCP dsb) serta jumlah sampel yang dianalisis.

Menurut Noor (2002), ternak yang secara genetik unggul tidak akan menampilkan keunggulan yang optimal jika tidak didukung oleh faktor

lingkungan yang baik pula. Sebaliknya, ternak yang memiliki mutu genetik rendah meski didukung oleh lingkungan yang baik juga tidak akan menunjukkan produksi yang tinggi.

Tabel 7 Komposisi asam lemak susu kambing Saanen

Parameter

Rumus

Kimia CC CE BC BB

---(%)--- Asam lemak tidak jenuh tunggal

(MUFA)

Myristoleic acid C14:1 0.1 0.04 0.07 0.05

Palmitoleic acid C16:1 0.8 0.69 0.63 0.61

Oleic acid C18:1 14.95 11.13 11.26 10 Lemak tidak jenuh jamak

(PUFA) Linoleic acid C18:2 1.31 1.05 1.26 1.24 V-Linolenic Acid C18:3 0 0 0.02 0 Cis-11-Eicosedienoic acid C20:1 0.03 0.05 0.03 0.04 Aracchidonic acid C20:4 0.19 0.1 0.2 0.11 Cis-5,8,11,14,17-

Eicosapentaenoic acid (EPA)

C20:5 0.04 0.05 0.10 0.06

Cis-4,7,10,13,16,19-

Docosahexaenoic acid (DHA)

C22:6 0.03 0 0.05 0.03

Asam Lemak Jenuh

Caproic acid C6:0 5.66 6.12 4.31 5.36

Caprilic acid C8:0 2.44 2.59 2.1 2.45

Capric acid C10:0 6.56 6.81 7.11 6.76

Lauric acid CI2:0 2.71 2.42 3.43 2.71

Myristic acid C14:0 6.34 4.65 6.19 5.8

Palmitic acid C16:0 14.92 15.14 15.43 14.2

Heptadecanoic acid C17:0 0.59 0.46 0.51 0.47

Stearic acid C18:0 4.85 6.74 5.41 7.82

Lemak merupakan komponen utama dalam pembuatan mentega susu kambing. Kandungan lemak susu dari kambing-kambing Saanen yang bergenotipe CE, BC, BB dan CC tidak memiliki perbedaan (P> 0.05), demikian juga dengan kadar lemak susu kambing PE yang bergenotipe CE, BC, BB dan CD tidak memiliki perbedaan (P> 0.05). Kadar lemak susu kambing Saanen dan PE

telah memenuhi Standar Nasional Indonesia, menurut SNI 01-3141-1998, dengan nilai minimal 2.8 %. Berdasarkan standar kualitas susu kambing di negara Thailand lemak susu kambing Saanen yang bergenotipe tipe gen CE, BC, BB dan CC termasuk kategori “standar” dengan kadar lemak antara 3.2 – 3.4 sedangkan susu kambing peranakan Etawah masuk kedalam kategori ‘baik’ hingga ‘premium’.

Berdasarkan hasil analisis asam lemak pada susu kambing Saanen terhadap genotipe CE, BC, BB dan CC, maka dapat diketahui bahwa terdapat sejumlah perbedaan komposisi asam lemak susu pada masing-masing tipe gen. Asam lemak nervonik hanya dijumpai pada susu kambing Saanen dengan gen GH bergenotipe CE, selain itu pada genotipe CE tidak dijumpai asam lemak tak jenuh

V-linolenik dan dokosaheksaenoik yang tidak terdapat pada salah satu genotipe (CE) tetapi dijumpai pada genotipe lainnya. Komposisi asam lemak susu kambing Saanen menurut genotipe berbeda dapat dilihat pada Tabel 7.

Secara umum, jumlah kandungan asam lemak tidak jenuh jamak (PUFA) pada susu kambing Saanen bergenotipe BC lebih besar dari susu kambing Saanen bergenotipe CC, CE dan BB (Tabel 7). Jumlah tersebut lebih rendah dari total asam lemak rantai pendek yang terdapat dalam susu sapi dan lebih tinggi dari total asam lemak rantai pendek yang terdapat dalam ASI. Rendahnya kandungan asam lemak rantai pendek yang terukur dapat disebabkan asam lemak butirat yang tidak ikut dihitung. Hal ini disebabkan kromatogram untuk asam lemak tersebut berhimpit dengan fase gerak yang digunakan sehingga mempersulit pembacaan dan perhitungan jumlah asam lemak butirat (Rozali 2010).

DHA adalah komponen terbesar dari long-chain polyunsaturated fatty acids

(LC-PUFA). LC-PUFA harus ditambahkan pada makanan. DHA dalam komponen LC-PUFA penting untuk pembentukan jaringan saraf pusat dan sinap, sedangkan AA (arachidonic acid) berperan sebagai neurotransmitter sebagai suatu bentuk asam lemak yang essensial (Crawford 2000).

Asam lemak esensiel terdiri atas asam linoleat (AL) atau linoleic acid (LA),

asam linolenat (ALN) atau a-linolenic acid (ALA) serta asam arachidonic atau

arachidonic acid (AA). Asam lemak ini tidak bisa dibuat oleh tubuh baik dari asam lemak lain maupun dari karbohidrat ataupun asam amino. Asam arachidonat

dapat dibuat dari asam linolenat (seri n-6), karenanya yang dianggap sebagai asam lemak esensiel hanyalah asam lemak linolenat dan asam lemak linoleat (Innis 2000).

Lemak mempunyai pengaruh penting terhadap rasa lezat, khususnya terhadap aroma dan mouthfeel suatu makanan. Jumlah dan kualitas lemak pada asupan makanan berhubungan dengan kesehatan manusia. Asam lemak jenuh (ALJ) yang direkomendasikan dalam asupan makanan adalah tidak lebih dari 10% dari total energi, karena asupan ALJ yang lebih dari 15% dari total energi berhubungan dengan peningkatan kadar kolesterol darah dan sedikitnya jumlah aktivitas reseptor LDL yang berhubungan dengan penyakit jantung koroner (Herdmann et al. 2010).

Kualitas Susu Kambing Perah

Definisi susu segar menurut SNI 01-1341-1998 adalah cairan yang berasal dari ambing yang sehat yang diperah dengan cara pemerahan yang benar, tidak mengalami proses penambahan atau pengurangan suatu komponen apapun dan tidak mengalami proses pemanasan (Dewan Standarisasi Nasional 1998). Kualitas susu dipengaruh oleh beberapa faktor yaitu bangsa, pakan, waktu pemerahan, penyakit, genetik, umur, tingkat laktasi dan keadaan iklim.

Berdasarkan hasil analisis General Linear Model (GLM) terhadap kambing Saanen, tidak terdapat perbedaan (P>0.05) antara umur laktasi terhadap semua parameter ( lemak, protein, BK, BKTL dan berat jenis) (Tabel 8).

Tabel 8 Rataan kualitas susu kambing Saanen berdasarkan laktasi

Laktasi N Lemak Protein BK BKTL BJ

---(%)--- 2 17 3.32±0.75 4.62±0.3 11.83 b±0.92 8.45±0.3 1.029±0.0015 3 6 3.40±1.10 4.82±0.3 11.79 a±1.66 8.57±0.6 1.029±0.0016 4 6 3.11±0.21 4.22±0.3 11.41 b±0.42 8.25±0.1 1.028±0.0005 5 4 3.40±0.35 4.25±0.4 12.38 a±0.82 8.80±0.4 1.030±0.0015 7 2 3.32±0.53 4.60±0.04 10.64 b±0.14 8.32±0.4 1.029±0.0016

Keterangan: angka dengan huruf berbeda pada kolom yang sama adalah berbeda nyata (P<0.05). n= jumlah individu ,BK= Berat kering, BKTL= Berat kering tanpa lemak

Puncak laktasi terdapat pada laktasi ke empat dan umumnya produksi susu cenderung meningkat dengan bertambahnya jumlah laktasi. Hal ini sesuai

dengan pernyataan Atabany (2001) bahwa produksi susu kambing akan mencapai puncak pada laktasi ketiga hingga lima, atau umur 5 sampai 7 tahun. Menurut Hale et al. (2002) puncak laktasi seekor ternak dipengaruhi tingkat perkembangan kelenjar ambing serta kelengkapan perangkat sintesisnya pada awal laktasi. Faktor lain pendukung produksi susu adalah tersedianya prekursor untuk sintesis susu baik yang berasal dari bahan makanan maupun dari mobilisasi cadangan tubuh.

Hasil analisis General Linear Model (GLM) terhadap kambing PE menunjukan hasil yang tidak berbeda (P>0.05) terhadap semua parameter. Rataan kualitas susu kambing Peranakan Etawah berdasarkan laktasi ke 2 dan 3 disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9 Rataan kualitas kambing Peranakan Etawah berdasarkan laktasi

Laktasi N Lemak Protein BK BKTL BJ

---(%)---

2 19 4.1±0.90 4.85±0.39 12.90±1.51 8.88±0.56 1.030±0.0015

3 27 4.1±1.03 4.85±0.35 12.99±1.28 8.88±0.43 1.030±0.0015

Berat Jenis

Berat jenis susu lebih berat dari air karena selain air (85-86%) terdapat kandungan bahan kering berupa protein, lemak, mineral dan vitamin sekitar 13- 14%. Rataan berat jenis susu kambing Saanen yaitu 1.028-1.030. Sementara rataan berat jenis susu kambing Peranakan Etawah yaitu 1.030. Nilai berat jenis susu kambing Saanen serta Peranakan Etawah pada penelitian ini telah memenuhi standar nilai berat minimum yang ditetapkan oleh Dewan Standarisasi Nasional (DSNI) dalam SNI susu segar yaitu 1.028.

Berat jenis susu kambing dipengaruhi oleh bahan kering dan bahan kering tanpa lemak. Berat jenis susu kambing Saanen pada laktasi ke 5 lebih tinggi dibanding laktasi ke 2, 3, 4 dan 7. Menurut Rahman et al. (1992) berat jenis susu dipengaruhi oleh kandungan bahan kering didalam susu, sehingga kenaikan bahan kering akan menaikkan berat jenis susu.

Protein

Hasil rataan kadar protein susu kambing Saanen (4.22-4.82) maupun PE (4.85) menunjukkan nilai yang lebih besar dari ketentuan SNI 01-1341-1998 yaitu minimal 2.70 % dan Thai Agricultural Standar (2008)01-1341-1998 sebesar 3.70. Kadar protein susu pada kambing Saanen dan Peranakan Etawah berdasarkan umur laktasi tidak terdapat perbedaan (P>0.05).

Jenis pakan dapat mempengaruhi kadar protein susu, pada penelitian ini pakan yang diberikan berupa hijauan dan konsentrat. Berdasarkan hasil penelitian Sukarini (2006) kadar protein susu dari induk kambing yang mendapat tambahan konsentrat cenderung lebih tinggi dari pada kontrol. Hal ini dimungkinkan karena dengan tambahan konsentrat, energi yang tersedia menjadi lebih banyak untuk pembentukan asam amino yang berasal dari protein mikroba rumen. Kualitas pakan yang baik akan mempengaruhi kandungan solid non fat dalam susu, protein adalah salah satu komponen solid non fat (Rahman et al. 1992).

Lemak

Berdasarkan hasil analisis General Linear Model (GLM), kadar lemak pada produksi susu kambing Saanen laktasi ke-3 dan 5 berbeda nyata dengan kadar lemak susu laktasi ke-2, 4, dan 7, sedangkan untuk parameter lainnya (protein, BK, BKTL dan produksi susu) menunjukkan hasil yang tidak berbeda (P>0,05). Hasil analisis General Linear Model (GLM) kadar lemak susu kambing Peranakan Etawah terhadap umur laktasi ke 2 dan 3 menunjukkan hasil yang tidak berbeda (P>0,05). Menurut Sukarini (2004) kadar lemak susu merupakan komponen paling mudah berubah dan sangat bergantung pada serat kasar makanan. Serat kasar yang rendah akan menghasilkan asam asetat yang rendah, sehingga lemak susu yang dihasilkan juga rendah, karena asetat merupakan bahan utama pembentukan lemak susu (McDonald et al. 2002).

Hasil rataan kadar lemak susu kambing Saanen (3.32-3.40) dan Peranakan Etawah (4.10) menunjukkan nilai yang lebih besar dari ketentuan SNI 01-1341- 1998 yaitu minimal 3 %. Berdasarkan Thai Agricultural Standar (2008) 01-1341- 1998 maka komposisi lemak kambing Saanen termasuk kedalam kategori

‘standar’ sedangkan komposisi lemak kambing Peranakan Etawah termasuk kategori ‘premium’.

Bahan Kering dan Bahan Kering Tanpa Lemak

Kandungan bahan kering laktasi ke 3 dan 5 pada susu kambing Saanen lebih tinggi (P< 0.05) sedangkan kandungan bahan kering tanpa lemak susu kambing Saanen pada berbagai tingkat laktasi menunjukkan tidak berbeda (P>0.05). Kandungan bahan kering yang tinggi pada laktasi ke 3 dan 5 dipengaruhi oleh kadar lemak. Kandungan bahan kering susu kambing Peranakan Etawah laktasi ke 2 dan 3 menunjukkan hasil yang tidak berbeda (P>0.05 ).

Kandungan bahan kering dan bahan kering tanpa lemak pada susu kambing Saanen dan Peranakan Etawah menunjukkan nilai yang lebih besar dari ketentuan dalam SNI 01-3141-1998 yaitu bahan kering minimal 11%, sedangkan kadar bahan kering tanpa lemak minimal 8.0%. Hasil analisis kualitas susu kambing Saanen dan Peranakan Etawah telah memenuhi standar susu segar berdasarkan SNI 01-3141-1998. Berdasarkan Thai Agricultural Standar (2008), hasil analisis kualitas susu kambing Saanen memasuki kategori ‘standar’ hingga ‘baik’ sedangkan kualitas susu kambing Peranakan Etawah termasuk dalam kategori ‘baik’.

Mentega Susu Kambing Saanen dan PE

Secara umum, kandungan masing-masing asam lemak mentega kambing PE lebih besar dari mentega kambing Saanen (Tabel 10). Perbedaan kadar lemak yang dikandung kedua jenis susu tersebut adalah 84.05% pada susu kambing PE dan 62. 83% pada susu kambing Saanen. Jumlah total asam lemak rantai pendek pada kedua mentega susu kambing adalah 24.78 % pada PE dan 14.98 % pada Saanen. Jumlah ini belum termasuk kandungan asam butirat yang tidak ikut dihitung.

Tabel 10 Komposisi Asam Lemak Mentega Susu Kambing Saanen dan PE

Parameter

Rumus

Kimia Saanen PE

Asam lemak tidak jenuh tunggal (MUFA)

Myristoleic Acid C:14 n.d 0.1

Palmitoleic acid C16:1 0.28 0.39

Oleic acid C18:1 16.48 16.6

Asam lemak tidak jenuh jamak (PUFA)

Linoleic acid C18:2 3.48 1.4

Aracchidonic acid C20:4 0.11 n.d

Asam lemak jenuh

Caproic acid C6:0 1.69 1.78

Caprilic acid C8:0 1.83 2.34

Capric acid C10:0 5.16 7.77

Lauric acid CI2:0 1.76 3.68

Myristic acid C14:0 4.54 9.11 Myristoleic acid C14:1 n.d 0.1 Pentadecanoic acid C15:0 0.51 0.6 Palmitic acid C16:0 0.28 0.39 Heptadecanoic acid C17:0 0.46 0.49 Arachidic acid C20:0 0.2 0.17

Keterangan : Jumlah g/100 g lemak susu

Karakteristik mentega dari susu kambing yang berbeda yaitu kambing Saanen dan PE yang diamati meliputi rendemen dan kandungan asam lemak. Rendemen memiliki nilai ekonomis yang penting dalam pembuatan mentega. Pada mentega kambing Saanen di peroleh rendemen sebesar 5%, sedangkan pada mentega kambing PE diperoleh rendemen sebesar 25%. Kadar lemak susu merupakan salah satu komponen yang mempengaruhi jumlah rendemen mentega. Kadar lemak susu kambing PE berdasarkan analisis asam lemak yaitu sebesar 84.05% sedangkan kadar lemak kambing Saanen sebesar 62.83%. Lemak susu terdiri dari komponen asam-asam lemak. Komposisi asam lemak mentega berdasarkan bangsa kambing disajikan pada Tabel 10.

Berdasarkan analisis asam lemak mentega, terdapat perbedaan komposisi antara mentega yang berasal dari susu kambing PE dan Saanen. Kadar asam lemak tak jenuh linoleic acid mentega kambing Saanen lebih tinggi dibandingkan kambing PE. Linoleic acidmerupakan asam lemak esensial yang berperan dalam

metabolisme dan mengontrol berbagai proses fisiologis dan biokimia pada manusia (Mc Donagh et al 1999). Kadar asam lemak tak jenuh jamak (PUFA) banyak berperan terhadap kesehatan diantaranya berfungsi sebagai antikarsinogenik, antimutagenik, hipokolesterolemik dan antietherosklerotik. Asam miristat dalam mentega menguntungkan bagi kesehatan, karena tidak mempunyai efek negatif terhadap penyakit aterosklerosis (Rozali 2010).

Asam lemak (caproic acid, caprilic acid, capric acid, lauric acid, myrisic acid, palmitic acid, palmitoleic acid dan heptadecanoic acid) dalam mentega dari kambing PE lebih tinggi dibandingkan mentega dari kambing Saanen. Beberapa asam lemak seperti caproic acid (C6:0), caprilic acid (C:8) dan capric acid

(C:10) berkontribusi terhadap timbulnya flavor prengus. Selain itu asam lemak rantai pendek berfungsi sebagai sumber energi cepat bagi manusia. Adanya perbedaan komposisi pada kedua bangsa kambing ini dapat disebabkan oleh perbedaan polimerisasi asetat yang dihasilkan oleh mikroba dalam rumen kambing dan yang disekresikan kedalam kelenjar susu (Park 2006).

Asam lemak susu berasal dari aktivitas mikrobiologi dalam rumen (lambung ruminansia) atau dari sintesis dalam sel sekretori. Asam lemak disusun dari rantai hidrokarbon dan golongan karboksil. Lemak susu dikeluarkan dari sel epitel ambing dalam bentuk butiran fat globule (globula lemak). Butiran lemak tersusun atas butiran trigliserida yang dikelilingi membran tipis yang dikenal dengan Fat Globule Membran (FGM) atau membran butiran lemak susu. Komponen utama dalam FGM adalah protein dan fosfolipid. FGM salah satunya berfungsi sebagai stabilisator butiran-butiran lemak susu dalam emulsi dengan kondisi aqueous

(encer). Lemak susu mengandung beberapa komponen bioaktif yang sanggup mencegah kanker (anticancer potential), termasuk asam linoleat konjugasi, sphingomyelin, asam butirat, ether lipids (lipid eter), β-karoten, vitamin A dan vitamin D. Meskipun susu mengandung saturated fatty acids (asam lemak jenuh) dan trans fatty acids yang dihubungkan dengan atherosklerosis dan penyakit jantung, namun susu juga mengandung oleic acid (asam oleat) yang memiliki korelasi negatif dengan penyakit tersebut. Lemak susu mengandung asam lemak esensial, linoleic acid (asam linoleat) dan linolenat (linolenic acid) yang memiliki

bermacam-macam fungsi dalam metabolisme dan mengontrol berbagai proses fisiologis dan biokimia pada manusia (Mc Donagh et al 1999).

Karakteristik Mentega Susu Kambing Saanen

Mentega yang dibuat pada penelitian ini termasuk kedalam kategori sweet butter, yaitu mentega yang dibuat dari krim susu tanpa proses pengasaman dan tanpa penambahan garam. Karakteristik mentega yang dibuat dari susu kambing Saanen dengan genotipe gen GH yang berbeda yaitu CE, BC, BB dan CC secara deskriptif disajikan pada Tabel 11. Sifat fisik mentega yang diamati meliputi rendemen, nilai pH, sedangkan sifat kimia mentega susu kambing Saanen ditentukan berdasarkan bilangan peroksida, kadar lemak, kadar protein, kadar air dan kadar abu.

Tabel 11 Karakteristik mentega susu kambing Saanen dengan genotipe berbeda

Peubah Genotipe CE BC BB CC Sifat fisik rendemen(%) 42.50 26.00 39.00 40.00 pH 6.60 6.50 6.50 6.40 Sifat kimia

bil. peroksida (mEg) 1x 10-3 9 x 10-4 9x 10-4 2x 10-3 kadar lemak (%) 68.44 66.05 60.00 69.25 kadar protein (%) 0.90 0.90 0.91 0.94 kadar air (%) 18.40 17.64 16.00 17.60

kadar abu (%) 0.21 0.29 0.33 1.03

Rendemen

Rendemen merupakan persentase banyaknya mentega yang dihasilkan dari sejumlah susu yang dijadikan bahan baku. Rendemen memiliki nilai ekonomis yang penting dalam pembuatan mentega. Secara deskriptif dapat dinyatakan bahwa rendemen mentega yang dihasilkan dari susu kambing Saanen bergenotipe CE lebih tinggi dibandingkan dengan rendemen mentega yang berasal dari genotipe gen GH kambing Saanen lainnya.

Tabel 12 Rendemen mentega susu kambing Saanen berdasarkan genotipe gen GH Genotipe Rendemen (%) Krim (g) Mentega (g) Butter milk (g) CE 42.5 1060 425 635 BC 26 910 260 650 BB 39 1144 398 746 CC 40 1300 400 900

Banyaknya rendemen dipengaruhi oleh proses pemisahan krim atau separasi, kecepatan pengadukan, suhu pada saat proses churning serta kandungan lemak dan asam lemak yang terdapat dalam susu. Apabila suhu (5-10o C) dan kecepatan pengadukan pada saat proses churning dapat dipertahankan secara konstan maka

bodybutter yang terbentuk akan semakin kompak.

Nilai pH

Pengukuran pH bertujuan mengetahui keasaman mentega yang disebabkan adanya ion hidrogen. Nilai pH mentega yang dibuat dari susu kambing Saanen dari masing-masing genotipe memiliki rataan yang sama yaitu 6.5. Nilai pH mentega susu kambing Saanen dari masing- masing genotipe tidak berbeda dengan nilai pH dari susu segar maupun krim dari masing-masing genotipe, yaitu mempunyai rataan sebesar 6.5 pada suhu 27o C.

Bilangan Peroksida

Rataan bilangan peroksida yang diperoleh genotipe BC dan BB memiliki nilai

Dokumen terkait