• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dalam dokumen LAPORAN TUGAS AKHIR. Oleh : KHOERUDIN BP (Halaman 31-42)

4.1. Hasil

Benih jeruk komersial berlabel bebas penyakit yang ada di Indonesia umumnya diperbanyak dengan cara okulasi sehingga mutu mata tempel yang digunakan sangat mempengaruhi tingkat keberhasilan okulasi dan bibit jadinya. BPMT yang dikelola secara optimal akan mampu menghasilkan mata tempel yang bermutu dan dapat diatur ketersediannya pada saat dibutuhkan oleh penangkar benih.

Tanaman jeruk memerlukan pemangkasan untuk mendapatkan bentuk (penampilan) tanaman yang baik, atau memperoleh percabangan yang ideal dan seimbang. Seluruh tajuk akan secara merata menerima sinar matahari yang diperlukan untuk pertumbuhan dan kesehatan, yang selanjutnya berpengaruh pada produksi.

Tabel 1. Rata-Rata Pertumbuhan Panjang Ranting Pohon Induk Jeruk Varietas Siam dan Batu 55

Varietas Panjang Ranting (cm) Umur (Minggu) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Siam 0 0 2,6 8,6 13,6 18,3 19,6 20,7 21,8 22,8 Batu 55 0 0 4,2 8,7 13,8 19,1 21,7 24,4 27,3 29,1

Data Tabel 1 menunjukkan bahwa pertumbuhan ranting mata tempel pohon induk jeruk varietas batu 55 dan Siam mengalami peningkatan setiap minggunya. Kedua varietas tersebut memiliki perbedaan pertumbuhan ranting, diamana varietas batu 55 lebih panjang pertumbuhan rantingnya dibandingkan dengan varietas Siam.

Laporan Tugas Akhir

Produktivitas mata tempel sangat dipengaruhi oleh bentuk arsitektur pohon dan tingkat pemeliharaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemeliharaan beberapa ranting mata tempel perpohon yang hanya akan dipanen dapat mengefisienkan pemeliharaan dan meningkatkan produktivitas mata tempel. Dari hasil pengamatan maka didapatlah data produktivitas mata tempel varietas Siam dan Batu 55 pada Tabel 2 dibawah ini.

Tabel 2. Rata-Rata Produktivitas Mata Tempel Varietas Siam dan Batu 55 Varietas Total Mata Tempel Mata Tempel Optimal

Siam 108 74

Batu 55 139 107

Tabel 2 menunjukkan produksi mata tempel pohon induk jeruk varietas Batu 55 dan Siam. Produksi mata tempel varietas Batu 55 dan Siam terdapat perbedaan jumlah mata tempel yang signifikan, varietas Batu 55 lebih tinggi jumlah mata tempelnya dibandingkan varietas Siam.

Tabel 3. Produksi Mata Tempel

Tahun Umur

I 250 mata tempel (2 kali panen) II 250-350 mata tempel (3 kali panen) III >350 mata tempel (3 kali panen)

Sumber : Panduan Teknis Pengelolaan Blok Fondasi dan Blok Penggandaan Mata Tempel Jeruk Bebas Penyakit (2010)

Tabel 3 diatas menunjukkan bahwa produksi mata tempel setiap tahunnya mengalami peningkatan yang signifikan. Data Tabel 3 merupakan patokan hasil panen meta tempel setiap tahunnya, jika mata tempel yang dihasilkan menurun dibandingkan data Tabel 3 maka pengelolaan pohon induk jeruk di blok penggandaan mata tempel belum terlaksana dengan baik.

4.2. Pembahasan

Pada Tabel 1 merupakan data pengamatan rata-rata pertumbuhan panjang ranting mata tempel varietas Siam dan Batu 55 setiap minggunya. Pada minggu ke-1 dan 2 setelah pemangkasan belum terlalu terlihat pertumbuhan ranting mata tempelnya. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Hardiyanto dkk (2010), dua-tiga minggu setelah pemangkasan, tunas-tunas mulai tumbuh. Pertumbuhan panjang ranting mata tempel varietas siam dan batu 55 dapat dilihat pada Gambar 1 dibawah ini.

Gambar 1. Grafik Pertumbuhan Ranting Mata Tempel Varietas Siam dan Batu 55 Gambar diatas menunjukkan pertumbuhan ranting mata tempel setiap minggunya selama 10 minggu. Dimana pada minggu pertama dan kedua belum terlihat pertumbuhan ranting mata tempel tetapi pada minggu ketiga ranting mata tempel varietas Siam dan Batu 55 mulai mengalami peningkatan. Dari Gambar 1 dapat diketahui bahwa ada perbedaan petumbuhan ranting mata tempel varietas Siam dan Batu 55, dimana ranting mata tempel varietas Batu 55 lebih tinggi pertumbuhannya dibandingkan varietas Siam. Hal ini sesuai dengan pernyataan

Laporan Tugas Akhir

Imam Murtadhlo (2011), pertumbuhan, perkembangan, dan pergerakan tumbuhan dikendalikan beberapa golongan zat yang secara umum dikenal sebagai hormon tumbuhan atau fitohormon.

Menurut Rachmatullah (2010), pertumbuhan sangat dipengaruhi oleh faktor dalam dan faktor luar tumbuhan. Faktor dalam adalah semua faktor yang terdapat dalam tubuh tumbuhan antara lain faktor genetik yang terdapat di dalam gen dan hormon. Gen berfungsi mengatur sintesis enzim untuk mengendalikan proses kimia dalam sel. Hal ini yang menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan. Sedangkan, hormon merupakan senyawa organik tumbuhan yang mampu menimbulkan respon fisiologi pada tumbuhan. Faktor luar tumbuhan yang sangat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan, yaitu faktor lingkungan berupa cahaya, suhu, oksigen dan kelembapan.

Hasil pengamatan dari pengelolaan Blok Penggandaan Mata Tempel yang telah dilakukan di Kebun Percobaan Tlekung dengan umur pohon induk > 5 tahun dengan pola 1, 3, 9 artinya setiap tanaman dipelihara 1 batang utama, dari satu batang utama ditumbuhkan/ dipelihara 3 cabang utama (primer) dan masing-masing cabang utama dipelihara 3 cabang kedua (sekunder) di dapatkanlah jumlah mata tempel lebih rendah di bandingkan data dari Balitjestro yakni sebanyak 74 mata tempel dalam sekali panen (222 panen mata tempel/tahun) untuk varietas Siam dan sebanyak 107 mata tempel dalam sekali panen (322 panen mata tempel/tahun) untuk varietas Batu 55 (Tabel 2), hal ini menunjukkan bahwa produktivitas ranting mata tempel mulai menurun seiring bertambahnya umur pohon induk jeruk.

Dari hasil pengamatan pengelolaan pohon induk jeruk Blok Penggandaan Mata Tempel serta data Tabel 2 dapat diketahui bahwa mata tempel yang dihasilkan mengalami penurunan dibandingkan dengan data rekomendasi Balitjestro. Hal ini dikarenakan pengelolaan pohon induk jeruk yang kurang terlaksana dengan baik. Perbandingan hasil panen mata tempel dapat dilihat pada Gambar 2 dibawah ini.

Gambar 2. Grafik Perbandingan Produksi Total Mata Tempel serta Mata Tempel Optimal Varietas Siam dan Batu 55

Gambar 2 diatas menunjukkan bahwa hasil panen mata tempel varietas Batu 55 lebih tinggi dibandingkan dengan varietas Siam. Hal ini dikarenakan perbedaan panjang ranting mata tempel yang menyebabkan perbedaan jumlah mata tempel yang dihasilkan. Pada Gambar 2 terdapat Total Mata Tempel dan Mata Tempel Optimal, total mata tempel yakni jumlah keseluruhan mata tempel yang terdapat dalam satu ranting. Sedangkan mata tempel optimal yaitu jumlah mata tempel yang bagus yang dapat digunakan sebagai bahan perbanyakan. Menurut Hardiyanto dkk (2010), bagian pucuk ranting mata tempel dianggap masih terlalu muda, yaitu yang masih berbentuk relatif pipih dibuang. Ranting

Laporan Tugas Akhir

mata tempel dianggap optimal digunakan untuk penempelan jika penampangnya telah berbentuk bulat. Sedangkan menurut Setiono dan Supriyanto (2009), bagian ranting mata tempel yang penampangnya terlalu pipih dan mata tempel dorman dibuang, biasanya terletak pada bagian pangkal ranting mata tempel terutama mata tempel yang tidak berdaun.

Rumah kasa untuk Blok Fondasi dan Blok Penggandaan Mata Tempel mempunyai pintu ganda yang berfungsi untuk meminimalkan kemungkinan masuknya serangga penular lewat pintu rumah kasa. Setiap orang yang ingin memasuki pintu ganda, setelah melewati pintu pertama, harus menutup terlebih dahulu pintu tersebut sebelum membuka pintu kedua, dan menutup pintu tersebut setelah berada di dalam rumah kasa. Akan tetapi pada kenyataannya di lapang SDM yang terkait tidak memeperhatikan akan hal tersebut bahkan terkadang membiarkan kedua pintu tersebut terbuka, sehingga mengakibatkan serangga tular vektor berkemungkinan dapat masuk (Balitjestro, 2009).

Masing-masing pintu dilengkapi dengan “Alas Berfungisida” yang terbuat dari gabus atau bahan lain berbentuk persegi panjang (40-50 cm) yang diisi larutan fungisida dosis anjuran. Setiap petugas atau pengunjung yang memasuki rumah kasa disarankan menggunakan sepatu lapang khusus dan diharuskan kedua telapak sepatu yang digunakan menginjak alas berfungisida sebelum memasuki kedua pintu tersebut. Tujuannya agar tidak membawa patogen jamur busuk akar dan batang terutama phytophthora sp (Balitjestro, 2009).

Di lapangan sering kali petugas mengabaikan pentingnya hal ini, bahkan alas berfungisida dibiarkan tak terpakai sebagai mana mestinya, hal ini dapat

menyebabkan serangga tular vektor maupun patogen jamur yang berkemungkinan terbawa melalui alas kaki tidak dilakukan pengendalian.

Untuk menjaga pohon induk jeruk dari penyebaran serangga tular vektor maka perlu dibuat screen house sebagai lahan pertanaman yang didalamnya ditanamai pohon induk jeruk dalam upaya menjaga penyebaran penyakit sistemik. Perlu diperhatikan besarnya ukuran lubang insect proof yang digunakan sebagai dinding rumah kasa, agar tidak dapat dilewati oleh serangga penular penyakit yang bisa menularkan penyakit sistemik (bebas dari 5 pathogen sistemik, yaitu : CVPD (Citrus Vein Ploem Degeration), CTV (Citrus Tristeza Virus), CVEV (Citrus Vien Enation Virus), CEV (Citrus Exocortis Viroid) dan CPs V (Citrus Psorosis Virus), menyebabkan penurunan kualitas dan kuantitas hasil dari Blok Penggandaan Mata Tempel. Menurut Balitjestro (2009), bagian luar screen house dilapisi kasa nilon “insect proof” atau bahan sejenis yang lubang-lubangnya tidak bisa dilewati serangga penular penyakit tular vektor. Kasa “insect proof” mempunyai ukuran 625 mesh (1 mesh = jumlah lubang per inch2 sehingga serangga tidak bisa masuk.

Produktivitas ranting mata tempel sangat dipengaruhi oleh bentuk arsitektur pohon dan tingkat pemeliharaan. Bentuk tanaman yang baik apabila percabangannya tertata/tersusun dengan baik sehingga kanopi/tajuk tanaman tampak menyebar ke semua arah dan mendapatkan sinar matahari penuh. Menurut Hardiyanto dkk (2010), pemeliharaan beberapa ranting mata tempel per pohon yang hanya akan dipanen dapat mengefisienkan pemeliharaan dan meningkatkan produktivitas mata tempel

Laporan Tugas Akhir

Menurut Setiono (2013), lebih kurang 3 minggu setelah pemangkasan bentuk kemudian tunas tumbuh kira-kira sepanjang 5-10 cm, disisakan dan dipertahankan 4-6 ranting/pohon. Artinya tunas-tunas lain yg tumbuh pada batang-bawah maupun batang-atasnya harus dibuang. Selama pertunasan harap dicermati jangan sampai pertumbuhan tunas terhenti atau terhambat karena terserang hama dan penyakit sehingga menyebabkan pembentukan kerangka tidak optimal.

Tanaman jeruk merupakan salah satu jenis tanaman tahunan yang tidak menghendaki kelebihan air. Air diperlukan dalam jumlah banyak pada saat pertumbuhan tunas, akar dan untuk pelarut pupuk. Di lapangan penyiraman dilakukan ± 2-3 hari sekali tergantung kondisi tanahnya, penyiraman di lapangan sudah menggunakan irigasi pancaran (sprinkle irrigation).

Menurut Hardiyanto dan Setiono (2009), kekurangan air mengakibatkan pertumbuhan tanaman terganggu (lambat/kerdil), sedangkan apabila terlalu banyak air menyebabkan tanaman mudah terserang penyakit busuk akar. Pemberian air disesuikan dengan kondisi kelembaban media, artinya apabila media menunjukkan mulai kering harus segera disiram.

Pupuk merupakan hal penting bagi pertumbuhan tanaman, untuk mendapatkan pertumbuhan yang optimal maka dosis pemupukan harus disesuaikan dengan umur dan kebutuhan stadia tanaman. Cara pemupukan dapat dilakukan melalui media tumbuh yaitu langsung diberikan ke akar tanaman dan pupuk daun yang pemberiannya disemprotkan ke daun tanaman.

Tanaman muda dalam masa pertumbuhan vegetatif memerlukan unsur nitrogen lebih banyak disbanding P dan K, sedangkan tanaman pada fase generatif

memerlukan unsur N, P dan K relatif seimbang. Untuk tanaman berumur 1 tahun dapat diberikan setiap 2-3 bulan dengan dosis yang meningkat secara bertahap yaitu 20-200 gram/ph atau dapat menggunakan NPK (15-15-15) yang dilarutkan dg dosis 500-1000 ppm yang diberikan setiap 2-4 minggu, dan dapat pula menggunakan campuran pupuk NPK (5 gr) + Urea (3 gr) yang dilarutkan dalam 1 liter air dan diberikan setiap bulan. Pupuk daun dapat diberikan sesuai anjuran yang tertera pada kemasan, sedangkan pupuk kandang atau pupuk organik dapat ditambahkan minimal setahun dua kali atau sesuai kebutuhan (Hardiyanto dkk, 2010).

Tunas-tunas muda yang baru tumbuh tidak semuanya dipelihara dan bermanfaat tetapi dipilih sesuai dengan kebutuhan. Pembuangan tunas yang tidak berguna dilakukan pada setiap saat tumbuh tunas baru. Pewiwilan harus dilakukan secara benar, apabila pemangkasannya kurang benar akan menstimulir tumbuhnya tunas baru. Menurut Hardiyanto dkk (2010), kerangka tanaman yang terbentuk harus tetap dipertahankan dengan cara membuang tunas yang tumbuh pada batang utama, cabang primer dan sekunder serta cabang pucuk yang terlalu rimbun. Sanitasi alat pertanian dengan cara di lap dengan kapas yang telah dibasahi larutan alcohol 70% pada setiap kali melakukan pemangkasan bagian tanaman dari satu tanaman ke tanaman lainnya harus tetap dilakukan bertujuan untuk menghindari penularan penyakit.

Monitoring terhadap tanaman pohon induk perlu dilakukan, jika terdapat indikasi serangan hama penyakit maka perlu dilakukan pengendalian. Monitoring terutama ditujukan untuk melihat serangga penular vektor yang terdapat pada pohon induk, karena dapat menyebabkan pohon induk terserang penyakit CVPD.

Laporan Tugas Akhir

Menurut Setiono (2012), serangga penular penyakit CVPD yaitu Diaphorina citri dan aphids yang merupakan vektor CTV dan Vein enation, tidak boleh dijumpai pada tanaman di Blok Fondasi dan Blok Penggandaan Mata Tempel. Selain itu hama penting lainnya seperti tungau, ulat peliang daun dan Papilio demolian perlu pula mendapat perhatian karena dapat menurunkan produktivitas dan kualitas mata tempel. Dengan beberapa modifikasi pengendalian hama penting di Blok fondasi dapat dilakukan dengan pestisida.

Benih jeruk komersial berlabel bebas penyakit yang ada di Indonesia umumnya diperbanyak dengan cara okulasi sehingga mutu mata tempel yang digunakan sangat mempengaruhi tingkat keberhasilan okulasi dan bibit jadinya. BPMT yang dikelola secara optimal akan mampu menghasilkan mata tempel yang bermutu dan dapat diatur ketersediannya pada saat dibutuhkan oleh penangkar bibit.

Menurut Setiono dan Supriyanto (2009), cara panen yang salah dapat mempengaruhi pola pertumbuhan tunas dan mengurangi efisiensi pemeliharaan selanjutnya sehingga produksi mata tempel tidak optimal. Tujuh condawan dipahami dapat mencemari ranting mata tempel yaitu: Fusarium sp., Collectroticum sp., Cercosprora sp., Phytium sp., Alternaria sp., Aspergilus sp., dan Penicillum sp. Saat panen harus disesualkan dengan bulan-bulan penempelan, yaitu berkisar pada bulan April-September.

Perlakuan pasca panen ranting mata tempel yang baru dipanen dari Blok Fondasi dan Blok Penggandaan Mata Tempel bertujuan untuk mengeliminasi serangan cendawan sehingga selain dapat lebih lama bertahan dalam penyimpanan dan pengiriman juga meningkatkan keberhasilan penempelan. Jadi perlakuan

pasca, panen di sini dapat diartikan sebagai upaya meningkatkan mutu, terutama kesehatan mata tempel.

Ranting mata tempel yang dipanen dari BF maupun BPMT masih dapat tercemar tujuh macam jamur yaitu : Fusarium sp, Collectroticum sp, Cercospora sp, Phytium sp, Alternaria sp, Aspergilus sp dan Penicillium sp yang diyakini dapat menurunkan mutu mata tempel terutama selama menjalani pengiriman dan penyimpanan. Perlakuan pasca panen ranting mata tempel bertujuan untuk mengeleminasi serangan jamur sekaligus meningkatkan ketahanan mata tempel dalam menjalani pengiriman dan penyimpanan serta meningkatkan persen tempelan jadi (Hardiyanto dkk, 2010).

Laporan Tugas Akhir

Dalam dokumen LAPORAN TUGAS AKHIR. Oleh : KHOERUDIN BP (Halaman 31-42)

Dokumen terkait