• Tidak ada hasil yang ditemukan

KERANGKA PEMIKIRAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Lembaga dan Saluran Tataniaga

Lembaga tataniaga yang menjalin kerjasama dengan UPR Bina Tular terdiri dari pedagang pengumpul besar Bogor, pedagang pengumpul besar Sukabumi, pedagang pegumpul besar Jakarta. Pada setiap pedagang pengumpul besar dipilih 2 orang pedagang pengecer sebagai responden.Sample dibagi menjadi 3 wilayah yaitu Bogor, Sukabumi, dan Jakarta.

UPR Bina Tular memilih untuk menjual langsung kepada pedagang pengumpul besar dikarenakan jumlah produksi benih yang besar dan harus ditampung oleh pembeli dengan kapasitas besar pula.Jika benih yang dihasilkan tidak habis terjual, maka pemilik usaha harus menanggung biaya operasional lebih

tinggi dikarenakan harus mengeluarkan biaya tambahan berupa pakan dan perawatan.

Saluran tataniaga yang terbentuk pada UPR Bina Tular untuk pedagang pengumpul besar wilayah Bogor, Sukabumi, dan Jakarta membentuk pola saluran yang sama. Saluran Tataniaga tersebut terdiri dari:

1. UPR Bina Tular – Pedagang Pengumpul Besar Sukabumi – Pedagang pengecer Sukabumi – Petani Pembesaran Ikan Lele Sangkuriang Sukabumi.

2. UPR Bina Tular–– Pedagang Pengumpul BesarSukabumi –– Petani Pembesaran Ikan Lele Sangkuriang.

3. UPR Bina Tular – Pedagang Pengumpul Besar Bogor – Pedagang pengecer Bogor – Petani Pembesaran Ikan Lele Sangkuriang.

4. UPR Bina Tular –– Pedagang Pengumpul Besar Bogor –– Petani Pembesaran Ikan Lele Sangkuriang.

5. UPR Bina Tular – Pedagang Pengumpul Besar Jakarta – Pedagang pengecer Jakarta – Petani Pembesaran Ikan Lele Sangkuriang Jakarta.

6. UPR Bina Tular –– Pedagang Pengumpul Besar Jakarta –– Petani Pembesaran Ikan Lele Sangkuriang.

Untuk memperjelas saluran tataniaga pada masing – masing wilayah dapat dilihat pada Gambar 8

Jarak transportasi pengangkutan dimana pada setiap pedagang mempunyai cara pengangkutan tersendiri guna menjaga kualitas benih supaya tetap sehat dan menekan tingkat kematian pada benih. Para pedagang melakukan treatment pada benih yang mereka beli seperti dijelaskan pada tabel 9.

28

Tabel 9 Perlakuan benih ikan lele untuk setiap pedagang pengumpul besara Jarak Transportasi pembelian Media pengangkutan Benih Perlakuan Benih Pedagang pengumpul besar Bogor

± 40 km Drum (100 Liter) Penambahan vitamin yang dicampurkan kedalam air. Penggunaan Probiotik pada Bak penampungan

Pedagang pengumpul besar Sukabumi

± 50 km Bak mobil yang dilapisi terpal

Mencampur minyak goreng ke dalam air yang digunakan untuk mengirim benih

Menggunakan tanaman eceng gondok untuk menetralkan air Pedagang pengumpul besar Jakarta ± 60 km Kantong Plastik Kapasitas 1000 ekor benih

Air penampungan yang sudah dipupuk dengan menggunakan kotoran kambing

a

Sumber : Data Primer

UPR Bina Tular melakukan penjualan benih kepada pedagang pengumpul besar wilayah Bogor dengan presentase sebesar 24 % dengan nilai penjualan sebesar 130.800 ekor dikarenakan kematian yang disebabkan jarak transportasi pengangkutan sebesar 1 % jumlah benih yang tersisa sebesar 129. 492 ekor (Saluran I dan II) dan hal serupa juga terjadi untuk wilayah Sukabumi dan Jakarta, para pedagang menghitung kematian benih sebesar 1% dari total pembelian benih. Pedagang pengumpul besar wilayah Bogor lebih tertarik untuk memilih benih ikan lele sangkuriang dari UPR Bina Tular dikarenakan benih yang dihasilkan mempunyai tingkat survival rate atau tingkat kelangsungan hidup lebih baik dibandingkan dengan petani pembenihan lainnya dan benih yang dihasilkan merupakan benih hasil pemijahan alami bukan pemijahan secara buatan yang dilakukan dengan penyuntikan. Jarak perjalanan yang ditempuh oleh pedagang pengumpul besar dari lokasi usaha ke UPR Bina Tular ±40 km.

Pedagang wilayah bogor menjual benih kepada petani pembesaraan yang sebagian besar berlokasi di daerah parung. Hasil kunjungan ke pedagang wilayah Bogor kebutuhan benih untuk wilayah Bogor cukup tinggi. Terutama pada musim penghujan. Banyak pembenih yang tidak melakukan budidaya dikarenakan kegagalan produksi cukup tinggi disebabkan kadar air kolam menjadi lebih asam. UPR Bina Tular mempunyai tehnik budidaya tersediri untuk menangani permasalahan tersebut. UPR Bina Tular tetap berproduksi walaupun pada kondisi musim penghujan. Pedagang wilayah Bogor juga membeli benih ke daerah Indramayu. Tetapi benih yang dibeli adalah benih ikan lele dumbo. Selain harga yang lebih mahal, para petani pembesaran kurang menyukai benih tersebut dikarenakan tingkat mortalitas benih lebih tinggi dibandingkan dengan benih ikan lele sangkuriang. Jika benih lele sangkuriang tidak tersedia para petani pembesaran memilih benih ikan lele dumbo. Penelitian yang dilakukan Fektoria (2013) mengenai analisis risiko produksi pada usaha pembenihan lele

Sangkuriang di UPR Bina Tular ditemui sumber-sumber risiko produksi pada pembenihan benih lele di UPR Bina Tular, yaitu serangan penyakit, hama, pengaruh musim mijah massal, dan kanibalisme benih lele. Berdasarkan hasil identifkasi yang telah dilakukan sumber risiko produksi tersebut memiliki probabilitas atau kemungkinan terjadinya risiko terbesar berasal dari serangan hama predator sebesar 48 persen dan yang terkecil adalah kanibalisme benih lele sebesar 15,6 persen. Sumber risiko penyakit memberikan dampak terbesar, untuk kanibalisme benih lele adalah sumber risiko yang memberikan dampak terkecil.

Untuk mencegah kematian benih pada saat pemanenena, pengambilan benih biasanya dilakukan pada sore hari, hal tersebut dilakukan untuk menghindari perubahan suhu air selama dalam perjalanan. Air yang digunakan mengunakan tambahan obat ikan berupa vitamin yang berupa serbuk yang dicampurkan didalam air. Obat tersebut berfungsi untuk menjaga benih ikan untuk tidak stress diperjalanan. Benih ikan juga dipuasakan satu hari sebelumnya.Hal tersebut dilakukan agar benih ikan tidak mengeluarkan feses selama didalam perjalanan sehingga air tetap dalam kondisi baik.Setelah benih sampai di tempat penampungan, benih disimpan didalam bak yang sudah diberikan probiotik. Probiotik tersebut mengandung bakteri menguntungkan yang berfungsi untuk mengurai amoniak yang terdapat dalam air sehingga benih yang baru sampai dapat tetap sehat dan tidak terkena penyakit yang disebabkan oleh kondisi benih yang kurang sehat selama di perjalanan.

Pedagang pengumpul besar wilayah Bogor sebelum membeli benih kepada pihak UPR terlebih dahulu melakukan konfirmasi pembelian 2 hari sebelum benih akan diambil. Pedagang pengumpul besar harus memastikan jumlah pembelian berdasarkan permintaan dari petani pembesaran dan pedagang pengecer yang akan membeli benih kepada pedagang pengumpul besar. Kebutuhan benih untuk petani pembesaran mencapai 14% (saluran II) dari jumlah benih yang ada. Pedagang pengumpul besar lebih mengutamakan penjualan benih kepada petani pembesaran dikarenakan keuntungan yang diterima lebih besar dibandingkan dengan menjual kepada pedagang pengecer. Pedagang pengumpul besar membeli benih dengan ukuran 5 cm - 7 cm. Harga benih yang dibeli oleh pedagang pengumpul besar sebesar Rp.150/ekor. Pedagang pengumpul besar menjual benih yang dibeli kepada petani pembesaran dan Pedagang pengecer. Harga jual benih kepada masing – masing pihak ditetapkan secara berbeda. Benih yang di jual kepada petani pembesaran yaitu Rp.180/ekor dan Rp.170/ekor untuk pedagang pengecer.

Selain pedagang pengumpul besar Bogor. UPR Bina Tular juga menjual benih kepada pedagang pengumpul besar Sukabumi dan pedagang Jakarta.UPR Bina Tular tidak fokus terhadap satu pembeli saja. Pada saat jumlah produksi menurun UPR Bina Tular tetap membagi jumlah benih kepada ketiga pembeli tersebut. Hal ini dilakukan untuk menjaga pasar agar para pembeli tetap rutin mengambil benih di UPR Bina Tular dan pada saat salah satu pembeli tidak data - mengambil benih kepada UPR Bina Tular dikarenakan stock benih yang mereka punya belum laku terjual.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Arifin (2014), untuk pembudidaya pembenihan ikan gurame antara non anggota dan anggota kelompok mempunyai lima saluran tataniaga yang berperan menyampaikan benih sampai ke tangan konsumen akhir yaitu petani pembesaran ikan gurame. Saluran tataniaga tersebut terdiri dari saluran tataniaga I, saluran tataniaga IIb, saluran tataniaga III, saluran

30

tataniaga IIa, dan saluran tataniaga IIc. Saluran tataniaga I terdiri dari pembudidaya – kelompok tani – pedagang luar wilayah – petani pembesaran. Saluran tataniaga IIa : pembudidaya – pengumpul – pedagang besar – pengecer – petani pembesaran. Saluran tataniaga IIb : pembudidaya – pengumpul – pedagang besar – pengecer – petani pembesaran. Saluran IIc : pembudidaya – pengumpul – petani pembesaran. Saluran III : pembudidaya – petani pembesaran.

Saluran pemasaran untuk penjualan benih pada ikan gurame mempunyai kesamaan dimana adanya peran pedagang besar serta pedagang pengecer yang menjadi lembaga tataniaga. Perbedaan dengan saluran tataniaga benih ikan lele sangkuriang dengan pembenihan ikan gurame terletak pada jumlah responden petani pembenihan. Untuk pembenih ikan gurame yang menjadi responden terdiri dari anggota kelompok tani dan non anggota kelompok tani.

Pada pedagang pengumpul besar Sukabumi yang mempunyai jarak tranportasi pengangkutan ± 50 km mempunyai tehnik tersendiri dalam pengangkutan Benih. Pedagang pengumpul besar sukabumi mencampur minyak goreng ke dalam air yang digunakan untuk mengirim benih. Fungsi dari minyak goreng tersebut adalah untuk mengurangi busa yang ditimbulkan akibat lendir dari tubuh benih ikan lele sangkuriang. Pada saat benih sampai di tempat penampungan, air yang digunakan selama perjalanan diganti total dan benih diberikan air baru yang sebelumnya telah diendapkan selama satu minggu. Air penampungan tersebut juga diberikan eceng gondok yang berfungsi menyerap amoniak dan dianggap dapat menetralkan nilai PH pada air.

Pedagang pengumpul besar membeli benih dengan jumlah 124.097 ekor (saluran III dan IV). Jumlah tersebut nantinya dibagi untuk pedagang pengecer dan petani pembesaran. Petani pembesaran yang membeli benih langsung kepada pedagang pengumpul besar mencapai 17% dengan jumlah benih sebanyak 21.097 ekor (Saluran IV). Petani pembesaran yang membeli langsung pada umumnya petani yang lokasi usahanya tidak jauh dari lokasi pedagang pengumpul sehingga pembelian dapat langsung dilakukan tanpa harus melalui pedagang pengecer. Pedagang pengecer melakukan pembelian benih dengan presentase terbanyak yaitu 83 % dengan jumlah 103.000 ekor (Saluran III). Harga benih yang dibeli oleh pedagang pengumpul besar untuk ukuran 5cm – 7cm sebesar Rp.150/ekor. Pedagang pengumpul besar menjual benih yang dibeli kepada petani pembesaran dan Pedagang pengecer. Harga jual benih kepada masing – masing pihak ditetapkan secara berbeda. Benih yang di jual kepada petani pembesaran yaitu Rp.210/ekor dan Rp.200/ekor untuk pedagang pengecer.

Pedagang pengumpul besar Jakarta merupakan pedagang yang melakukan pembelian dengan jumlah terbanyak dibandingkan dengan pedagang untuk wilayah Bogor dan Sukabumi.Pedagang pengumpul besar membeli benih kepada UPR Bina Tular mencapai 285.962 ekor (saluran V dan VI). Dikarenakan jarak transportasi yang mencapai ± 60 km dan kondisi jalan Jakarta yang tidak dapat diprediksi waktu tempuhnya membuat pedagang pengumpul besar Jakarta menggunakan media kantong plastik untuk membawa benih. Kantong plastik tersebut ditambahkan oksigen sehingga ikan dapat tetap hidup sampai dengan jangka waktu satu hari penuh selama kantong plastik tersebut tidak dibuka. Kantong plastik yang digunakan dapat menampung benih ukuran 5cm – 7cm sebanyak 1000 ekor benih.

Air yang digunakan untuk bak penampungan merupakan air yang dipupuk dengan menggunakan kotoran kambing yang dimasukkan ke dalam karung dan dibiarkan mengapun selama 2 minggu sampai air bewarna kehijauan. Air yang bewarna kehijauan tersebut merupakan air yang subur dikarenakan banyak terdapat pakan alami yang tumbuh dari proses pembusukan kotoran kambing tersebut.Para petani yang membeli benih kepada petani pembesaran berasal dari wilayah krawang, cibubur, dan cibitung. Presentase pembelian benih oleh petani pembesaran yang mencapai 38% (Saluran VI) merupakan yang terbesar di bandingkan saluran lainnya. Benih yang dijual kepada petani pembesaran yaitu Rp.240/ekor dan Rp.230/ekor untuk pedagang pengecer.

Analisis Fungsi Lembaga Tataniaga

Lembaga tataniaga memiliki fungsi – fungsi yang berkaitan dengan proses penyaluran benih sampai ke tangan konsumen akhir. Fungsi tataniaga terbagi menjadi fungsi pertukaran, fisik, dan fasilitas. Fungsi yang dilakukan lembaga tataniaga pada UPR Bina Tular dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10 Fungsi lembaga tataniaga benih ikan lele sangkuriangdi UPR Bina Tulara.

Saluran dan Lembaga Tataniaga

Fungsi – Fungsi Tataniaga

Pertukaran Fisik Fasilitas

Beli Jual Simpan Kemas Angkut Sortasi Biaya Risiko Info

Pasar Saluran Tataniaga I, III, dan V

UPR Bina Tular - √ √ - - √ √ √ √ Pedagang Pengumpul Besar √ √ √ √ √ √ √ √ √ Pedagang Pengecer √ √ - √ √ - √ √ √

Saluran Tataniaga II, IV dan VI UPR Bina Tular √ √ - - √ √ √ √ Pedagang Pengumpul Besar √ √ √ √ √ √ √ √ √ a

Sumber : Data Primer

Fungsi Tataniaga di UPR Bina Tular

Fungsi tataniaga yang dilakukan di UPR Bina Tular meliputi fungsi pertukaran, fisik, dan fasilitas. Pada fungsi pertukaran UPR Bina Tular berperan sebagai produsen dalam menghasilkan benih ikan yang berkualitas. UPR Bina Tular hanya melakukan penjualan benih berukuran 5cm – 7cm dan tidak melakukan pengemasan pada saat benih dijual. Para pembeli yang datang sudah mempersiapkan wadah tersendiri untuk membawa benih – benih yang dibeli. UPR Bina Tular tidak melakukan pengiriman benih kepada calon pembeli sehingga fungsi fisik pengangkutan tidak dilakukan.

32

Benih yang akan dijual dilakukan penyortiran terlebih dahulu untuk mendapatkan ukuran yang sesuai untuk dipasarkan. Penyortiran pada fungsi fisik dilakukan untuk penyeragaman ukuran benih yang bertujuan menghindari tingkat kanibalisme dan pakan yang diberikan dapat termakan oleh benih secara merata. Risiko yang dihadapi pembudidaya akan hasil pemanenan yaitu penundaan pembayaran dengan pemberian tempo bayar. Informasi pasar yang didapat berupa informasi harga yang diperoleh dari sesama pembudidaya atau informasi dari pedagang pegumpul.

Fungsi Tataniaga di Pedagang Pengumpul Besar

Semua fungsi tataniaga terdapat pada pedagang pengumpul besar. Semua fungsi yang terdiri dari pertukaran, fisik, dan fasilitas dilakukan guna mendukung proses kegiatan usaha yang dilakukan. Fungsi fisik yang dilakukan oleh pedagang pengumpul besar antara lain penyimpanan dan pengangkutan. Fungsi fasilitas terdiri dari penyortiran, risiko, dan informasi pasar. Penyortiran yang dilakukan pedagang pengumpul besar yaitu memisahkan antara benih sehat dengan benih yang sakit dengan tujuan penyakit tidak menyebar kesemua benih yang sehat.

Pedagang pengumpul besar menanggung risiko berupa kematian benih yang terjadi akibat jarak pengangkutan dari tempat pembelian ke tempat penampungan. Fungsi informasi pasar diperoleh dari sesama pedagang baik mengenai harga beli dan harga jual pada waktu tertentu.

Fungsi Tataniaga di Pedagang Pengecer

Pedagang pengecer merupakan lembaga tataniaga yang dapat berhubungan langsung dengan petani pembesaran selaku konsumen akhir. Pedagang pengecer melakukan semua fungsi-fungsi tataniaga seperti pertukaran, fisik, dan fasilitas. Fungsi fisik yang tidak dilakukan yaitu penyimpanan. Penyimpanan benih dan penyortiran tidak dilakukan dikarenakan benih yang dipesan oleh petani pembesaran diambil langsung dari pedagang pengumpul besar dan diantarkan ke petani pembesaran. Proses pengemasan dan penyortiran dilakukan oleh pedagang pengumpul besar. Kematian benih menjadi risiko yang ditanggung oleh penjual. Informasi pasar yang ada berupa informasi harga benih di tingkat pedagang pengumpul besar dan harga jual kepada petani pembesaran.

Analisis Struktur Pasar Tataniaga

Struktur pasar yang terbentuk memperlihatkan tingkat efisiensi suatu tataniaga komoditi. Struktur pasar dapat diidentifikasi dengan melihat jumlah lembaga tataniaga yang terlibat, heterogenitas produk yang dipasarkan, kondisi atau keadaan produk, kemudahan keluar dan masuk pasar, serta informasi pasar yang diperoleh. Uraian analisis struktur pasar yang dihadapi lembaga tataniaga pada UPR Bina Tular adalah sebagai berikut :

Struktur Pasar di UPR Bina Tular

Struktur pasar yang terbentuk pada UPR Bina Tular cenderung oligopoli. Hal tersebut disebabkan kapasitas produksi dengan jumlah yang besar membuat pembudidaya harus mencari pasar yang dapat membeli hasil produksi dengan

jumlah yang besar dan juga petani pembenihan yang jumlahnya lebih banyak dibandingkan dengan jumlah pedagang pengumpul besar. Dilihat dari aspek heterogenitas produk yang diperdagangkan, benih yang dijual bersifat homogen dikarenakan hanya menjual benih ikan lele sangkuriang.

Kondisi hambatan masuk pasar jika dilihat dari sisi pembudidaya cukup tinggi. Hal ini disebabkan oleh keterikatan dengan pihak pembeli dan cenderung sebagai price taker (penerima harga) dan kurang memiliki posisi tawar yang kuat meskipun pembudidaya memiliki harga dari sesama pembudidaya.

Struktur Pasar di Pedagang Pengumpul Besar

Struktur pasar di tingkat pedagang pengumpul cenderung bersifat oligopoli. Jumlah pedagang besar lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah pedagang pengecer. Pedagang pengumpul dapat menentukan harga benih yang dijual kepada pedagang pengecer. Hal tersebut terjadi dikarenakan pedagang pengecer melakukan pembelian dengan metode pembayaran tempo hari. Pedagang pengecer baru membayar benih yang dibeli ke pada pedagang pengumpul besar setelah benih laku di jual kepada petani pembesaran. Pedagang pengumpul besar menjual produk yang homogen yaitu benih ikan lele sangkuriang.

Struktur Pasar di Pedagang Pengecer

Struktur pasar pada pedagang pengecer cenderung pada posisi tawar persaingan sempurna. Pedagang pengecer dapat membeli benih kepada semua pedagang pengumpul besar tanpa adanya keterikatan. Pedagang pengecer mempunyai pasar yang lebih luas dikarenakan bertemu langsung dengan pembeli akhir yaitu petani pembesaran sehingga membuat hambatan untuk keluar masuk pasar juga rendah.

Pedagang pengecer tidak menjual benih ikan lele sangkuriang saja. Pedagang pengecer juga menjual semua benih ikan yang dibutuhkan oleh para petani pembesaran ikan. Informasi harga yang diperoleh biasanya menyesuaikan harga dari sesama pedagang pengecer. Sistem pembayaran kepada petani pembesaran dilakukan secara tunai.

Perilaku Pasar Tataniaga Benih Ikan Lele Sangkuriang

Perilaku pasar merupakan sebagai suatu pola atau tingkah laku dari lembaga-lembaga tataniaga yang menyesuaikan dengan struktur pasar dimana lembaga-lembaga tersebut melakukan aktivitas penjualan dan pembelian serta penentuan keputusan-keputusan dalam menghadapi struktur pasar tersebut.

Perilaku pasar juga diidentifikasikan dengan mengamati praktik pembelian dan penjualan, sistem penentuan harga, sistem pembayaran dalam transaksi, serta kerjasama antar lembaga tataniaga.

Praktik Pembelian dan Penjualan

Lembaga tataniaga yang berkaitan dengan UPR Bina Tular melakukan kegiatan penjualan dan pembelian. Pembudidaya hanya melakukan penjualan kepada pedagang pengumpul besar. Kegiatan penjualan yang dilakukan pada masing-masing lembaga mempunyai kelebihan pada setiap lembaganya. Pada

34

pedagang pengumpul besar, sebelum benih di jual kepada petani pembesaran dan pedagang pengecer. Benih diberikan perlakuan khusus dengan diberikannya probiotik untuk memulihkan kondisi benih akibat dari jarak pengiriman antara tempat pembelian dengan tempat penampungan.

Pedagang pengumpul besar memasarkan benih yang mereka beli ke beberapa daerah diantaranya Jakarta, Bogor, dan Sukabumi. Pedagang pengumpul besar melalui pedagang pengecer menyebar ke lokasi-lokasi budidaya petani pembesaran. Jangkauan wilayah penjualan biasanya tidak terlalu jauh dengan jarak antara pedagang pengecer. Petani pembesaran berasumsi benih yang didatangkan terlalu jauh dari asal tempat pembelian akan memperbesar risiko kematian benih. Hal tersebut menjadi pilihan bagi petani pembesaran untuk membeli benih di sekitar wilayah usaha mereka.

Sistem Penentuan Harga dan Pembayaran

Penetuan harga akan berkaitan langsung dengan besarnya keuntungan yang didapat pada setiap lembaga. UPR Bina Tular tidak dapat menentukan harga jual tetapi mempunyai batasan harga yang dihitung untuk mendapatkan harga yang bisa menutupi biaya operasional selama dilakukan proses budidaya sampai dengan benih siap untuk di jual. Harga yang timbul berdasarkan situasi dan kondisi penawaran dan permintaan kebutuhan benih.

Sistem pembayaran antar lembaga tataniaga berbeda-beda sesuai dengan tingkatan pasarnya. Metode pembayaran terbagi menjadi dua yaitu pembayaran secara tunai dan pembayaran sistem kemudian. Pembayaran pada sistem kemudian terdapat antara UPR Bina Tular dengan pedagang pengumpul besar, Pedagang pengumpul besar dengan pedagang pengecer. Metode sistem pembayaran tunai dinikmati anatar pedagang pengecer dengan petani pembesaran. Seluruh transaksi penjulan dilakukan secara tunai.

Kerjasama Antar Lembaga Tataniaga

Lembaga tataniaga mempunyai peran tersendiri dalam melakukan aktivitasnya. Sistim kepercayaan yang diberlakukan antara para lembaga membuat alur perdagangan terus berjalan dengan baik. Pada saat kondisi benih mengalami peningkatan jumlah produksi atau panen raya, para pedagang tetap mengambil benih sesuai dengan kebutuhan masing-masing lembaga. Jika produksi benih menurun pihak pembudidaya tetap menjual kepada para pembeli tetap walaupun dihadapkan dengan penawaran harga yang lebih tinggi dari calon pembeli lainnya. Pada kondisi tersebut biasanya adanya tawar-menawar harga dan kesepakatan antara kedua belah pihak agar proses jual-beli tetap berjalan seperti biasanya.

Analisis Marjin Tataniaga

Marjin Tataniaga merupakan perbedaan harga atau selisih harga yang dibayar konsumen akhir dengan harga yang diterima pembudidaya. Analisis marjin tataniaga juga merupakan salah satu indikator yang digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi operasional tataniaga benih ikan lele sangkuriang pada

UPR Bina Tular. Marjin tataniaga meliputi seluruh biaya tataniaga yang dikeluarkan dan keuntungan yang diperoleh lembaga tataniaga selama proses penyaluran benih ikan lele sangkuriang dari satu lembaga ke lembaga lainnya.

Biaya tataniaga adalah semua biaya yang dikeluarkan untuk mengalihkan komoditi dari petani ke konsumen akhir diluar keuntungan lembaga tataniaga. Biaya tataniaga meliputi antara lain biaya tenaga kerja, biaya penyusutan, biaya pengangkutan atau transportasi, biaya restribusi. Keuntungan yang diperoleh dari harga penjualan yang dikurangi harga pembelian dan biaya tataniaga.

Dalam penelitian ini marjin tataniaga dihitung berdasarkan kedua pola saluran tataniaga yang terbentuk. Harga penjualan yang berasal dari pembudidaya untuk komoditi benih ikan lele sangkuriang kepada pedagang pengumpul besar dan pedagang pengecer memiliki perbedaan.

Tabel 11 Analisis marjin tataniaga pada setiap lembaga tataniaga benih di UPR Bina Tulara.

a

Sumber : Data Primer (diolah)

Dokumen terkait