• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Tata Niaga Usaha Pembenihan Ikan Lele Sangkuriang Pada Unit Pembenihan Rakyat Bina Tular Desa Gadog Kabupaten Bogor.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Tata Niaga Usaha Pembenihan Ikan Lele Sangkuriang Pada Unit Pembenihan Rakyat Bina Tular Desa Gadog Kabupaten Bogor."

Copied!
62
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS TATA NIAGA USAHA PEMBENIHAN IKAN LELE

SANGKURIANG PADA UNIT PEMBENIHAN RAKYAT BINA

TULAR DESA GADOG KABUPATEN BOGOR

DIPO ALAM

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

ABSTRAK

DIPO ALAM, Analisis Tata Niaga Usaha Pembenihan Ikan Lele Sangkuriang Pada Unit Pembenihan Rakyat Bina Tular Desa Gadog Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh AMZUL RIFIN

.

Kabupaten Bogor memiliki komoditi yaitu ikan lele Sangkuriang. Ikan lele sangkuriang di wilayah Bogor mempunyai nilai produksi yang cukup tinggi pada wilayah profinsi Jawa Barat. Dengan nama ilmiah Clarias sp, ikan lele sangkuriang mempunyai ciri–ciri fisik seperti tubuh yang licin, memanjang, tidak bersisik seperti pada ikan umummnya, dan menyatu dengan sirip ekor. Mempunyai mulut yang moncong dan mempunyai kumis yang disebut sungut peraba (marbels). Ikan lele juga mempunyai patil yang berada pada sirip dada yang berfungsi sebagai proteksi terhadap predator. Pada awalnya UPR BinaTular merupakan kelompok tani yang bergerak disegmen pembenihan, namun dengan berjalannya waktu padatahun 2007 UPR Bina Tular menjadi usaha perorangan yang dimiliki oleh Bapak Endang. Perbedaan harga pada tingkat petani pembenihan dengan konsumen akhir membuat masalah tersebut perlu dilakukan pengkajian. Analisis metode yang digunakan antara lain fungsi-fungsi tataniaga, lembaga-lembaga tataniaga, struktur pasar, rasio keuntungan dan biaya, farmer’s share, dan perilaku pasar dengan harapan mendapatkan saluran tataniaga yang efisien. Hasil yang diperolah menunjukan saluran tataniaga yang efisien adalah saluran I dan II. Saluran tataniaga yang efisien adalah saluran yang mempunyai nilai margin terkecil dan nilai farmer’s share terbesar.

Kata kunci : Tataniaga, UPR BINA TULAR, Efisiensi.

DIPO ALAM, Analysis of Busines trading system sangkuriang catfish breeding efforts on Unit Pembenihan Rakyat Gadog Village District Bogor.

Supervised by AMZUL RIFIN.

Sangkuriang catfish is one of aquaculture commodity which is widely cultivated in Bogor. Its production was the highest in West Jawa region. The fish has a physical characteristic of smooth body, long body, not scaly like an ordinary fish, and fused with the caudal fin. UPR Bina Tular or commonly called the People's Hatchery Units established by few farmers. At first UPR Tular is a farmer group in hatchery, but in 2007 UPR Bina Tular changed into individual businesses owned by Mr.Endang. The difference in price at the farm level and the consumer make the analysis needed to be conducted. The anlysis methods used are marketing function, marketing institution, market structure, profit and cost ratio, farmer’s share and market conduct. The results show that an efficent trading system channels are channels I and II. Efficient trading system channel is a channel that has the smallest valueof the margin’s share and the biggest value of the largest farmers.

(4)
(5)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

1

*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Tata Niaga Usaha Pembenihan Ikan Lele Sangkuriang Pada Unit Pembenihan Rakyat Bina Tular Desa Gadog Kabupaten Bogor. Adalah benar karya Saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber Informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Intitut Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2014

DipoAlam

NIM H34087012

1

(6)
(7)

ANALISIS TATA NIAGA USAHA PEMBENIHAN IKAN LELE

SANGKURIANG PADA UNIT PEMBENIHAN RAKYAT BINA

TULAR DESA GADOG KABUPATEN BOGOR

DIPO ALAM

Skripsi

Sebagai salahsatu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

Pada

Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)

JudulSkripsi : Analisis Tata Niaga Usaha Pembenihan Ikan Lele Sangkuriang Pada Unit Pembenihan Rakyat Bina Tular Desa Gadog Kabupaten Bogor.

Nama : Dipo Alam NIM : H34087012

Disetujui oleh

Dr. Amzul Rifin, SP, MA Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS Ketua Departemen

(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah subhanahuwata’ala, karena atas berkat rahmat dan karunia–Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Tema yang dipilih ialah Analisis Tata Niaga Usaha Pembenihan Ikan Lele Sangkuriang Pada Unit Pembenihan Rakyat Bina Tular Desa Gadog Kabupaten Bogor.

Penyelesaian penulisan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih secara tertulis sebagai bentuk penghargan kepada kedua orang tua serta adik –adik tercinta yang telah memberikan dukungan, doa, dan materi yang mengantarkan penulis pada satu titik menuju masa depan, Dr. Amzul Rifin, SP. MA sebagai dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk membimbing, mengarahkan, dan mendukung sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini serta semua pihak yang telah memberikan kesempatan dan bantuan sehinga skripsi ini dapat selesai. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Maret 2014

(12)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI viii

DAFTAR TABEL xi

DAFTAR GAMBAR xi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 4

Tujuan Penelitian 5

Manfaat Penelitian 5

Ruang Lingkup 6

TINJAUAN PUSTAKA 6

Keterkaitan dengan Penelitian Terdahulu 9

KERANGKA PEMIKIRAN 9

Kerangka Pemikiran Teoritis dan Kosep Tataniaga 9

Lembaga dan Saluran Tataniaga 9

Fungsi-Fungsi Tataniaga 10

Struktur Pasar 10

Perilaku Pasar 11

Keragaan Pasar 11

Efisiensi Tataniaga 12

Margin Tataniaga 12

Kerangka Pemikiran Operasional 13

METODE PENELITIAN 14

Lokasi dan Waktu Penelitian 14

Metode Pengumpulan Data 15

Metode Penentuan Sample 15

Metode Pengolahan dan Analisis Data 15

Analisis Saluran Tataniaga 15

Analisis Lembaga Tataniaga 15

Analisis Struktur dan Perilaku Pasar 16

(13)

Analisis Farmer’s Share 17

Analisis Rasio Keuntungan dan Biaya 17

GAMBARAN UMUM 17

Sejarah dan Perkembangan Perusahaan 17

Visi dan Misi UPR Bina Tular 18

Struktur Organisasi dan Deskripsi Pekerjaan 19

Kegiatan Usaha UPR Bina Tular 20

Pemeliharaan Induk 20

Seleksi Induk 21

Pemijahan 21

Penetasan Telur 22

Pemeliharaan Benih 22

Manajeman Pengelolaan Air 23

Manajeman Pemberian Pakan 23

Penyortiran Benih 24

Pemanenan 24

Karakteristik Responden Pembudidaya 25

Karakteristik Responden Pedagang 25

HASIL DAN PEMBAHASAN 26

Lembaga dan Saluran Tataniaga 26

Analisis Fungsi dam Lembaga Tataniaga 31

Fungsi Tataniaga di UPR Bina Tular 31

Fungsi Tataniaga di Pedagang Pengumpul Besar 32

Fungsi Tataniaga di Pedagang Pengecer 32

Analisis Struktur Pasar Tataniaga 32

Struktur Pasar di UPR Bina Tular 32

Struktur Pasar di Pedagang Pengumpul Besar 33

Struktur Pasar di Pedagang Pengecer 33

Perilaku Pasar Tataniaga Benih Ikan Lele Sangkuriang 33

Praktik Pembelian dan Penjualan 33

Kerjasama Antar Lembaga Tataniaga 34

(14)

Analisis Farmer's Share 37

Analisis Rasio Keuntungan dan Biaya 37

Simpulan dan Saran 39

Simpulan 40

Saran 40

DAFTAR PUSTAKA 42

(15)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Produksi Perikanan Budidaya Air Tawar Berdasarkan Kota dan Kabupaten di Propinsi Jawa Barat Tahun 2012 1 Tabel 2. Perkembangan Produksi Benih Ikan Tawar di Kabupaten Bogor

Tahun 2008- 2012. 2

Tabel 3. Data Kapasitas Produksi Petani Pembenihan Ikan Lele

Sangkuriang Di DesaGadog 3 Tabel 4. Data Produksi Benih Ikan Lele Sangkuriang Di UPR Bina Tular 4 Tabel 5. Ciri - ciri induk Jantan dan Betina Siap Dipijahkan 21 Tabel 6. Manajeman Pengelolaan Air berdasarkan Jenis Pakan Benih

Ikan Lele Sangkuriang 23

Tabel 7. Jenis Pakan Berdasarkan Umur Ikan Lele Sangkuriang 24

Tabel 8. Karakteristik Pedagang 26

Tabel 9. Perlakuan Benih Ikan Lele Sangkuriang Untuk

Setiap Pedagang Pengumpul Besar 28

Tabe 10. Fungsi Lembaga Tataniaga Benih Ikan lele Sangkuriang

di UPR Bina Tular 31

Tabel 11. Analisis Margin Tataniaga Pada Setiap Lembaga Tataniaga

Benih di UPR Bina Tular 35

Tabel 12 Farmer's Share Pada Setiap Saluran Tataniaga Benih

Ikan Lele Sangkuriang di UPR Bina Tular 37 Tabel 13 Biaya -Biaya Tataniaga Pada Setiap Lembaga Tataniaga

Benih Ikan di UPR Bina Tular 37

Tabel 14 Rasio Keuntungan dan Biaya Pada Setiap Saluran Tataniaga

Lele di UPR Bina Tular 39

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Margin Tataniaga. 12

Gambar 2. Kerangka Pemikiran Operasional. 14

Gambar 3. Struktur Organisasi UPR Bina Tular 19 Gambar 4. Gudang Pakan di UPR Bina Tular 20 Gambar 5. Induk Siap dipijahkan 21 Gambar 6. Kakaban (ijuk) media menempelnya telur ikan lele sangkuriang 22 Gambar 7. Alat Sortir Benih Ikan Lele Sangkuriang 22 Gambar 8. Saluran Tataniaga Benih Ikan Lele Sangkuriang di UPR Bina

Tular Untuk Pedagang Wilayah Bogor, Sukabumi,

dan Jakarta 28

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Data Responden Pedagang Perantara Tataniaga di UPR

Bina Tular 44

(16)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan negara dengan potensi perikanan yang cukup menjanjikan. Komoditas perikanan yang dimiliki oleh Indonesia antara lain perikanan tangkap dan perikanan budidaya. Potensi perikanan tangkap dewasa ini sudah mencapai titik optimal dikarenakan telah dieksploitasi secara besar-besaran dan dengan jumlah tangkapan alam yang tidak dapat diperkirakan jumlahnya. Perikanan budidaya mempunyai potensi yang baik dikarenakan mempunyai permintaan dan tingkat pemanfaatan yang belum cukup optimal. Dilihat dari kebutuhan akan perikanan budidaya, beberapa komoditas perikanan unggulan yang mempunyai nilai cukup baik antara lain ikan lele, mas, mujair, gurame, lobster, lobster air tawar, udang galah, udang windu, bandeng, rumput laut, kepiting bakau, kakap, mutiara, kerang, dan lobster.

Melihat dari kebutuhan perikanan budidaya air tawar. Jawa Barat merupakan salah satu propinsi di Indonesia yang mempunyai potensi perikanan budidaya yang cukup baik pada tahun 2011 yang menduduki peringkat ke-4 setelah Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, dan Jawa Timur dengan tingkat kontribusi produksi perikanan budidaya di propinsi Jawa Barat sebesar 764.243 Ton1.

Jawa Barat terdiri dari beberapa kota dan kabupaten untuk masing-masing daerah mempunyai keunggulan komoditi perikanan yang berbeda. Data pendukung untuk melihat jumlah produksi perikanan pada setiap daerahnya dapat dilihat di Tabel 1.

Tabel 1 Produksi perikanan budidaya air tawar berdasarkan Kota dan Kabupaten di propinsi Jawa Barat tahun 2012a.

Kota/Kabupaten Produksi (ton)

Sumber : Dinas Perikanan Provinsi Jawa Barat, 2013 (diolah)

Kabupaten Bogor mempunyai komoditi unggulan perikanan budidaya yaitu Ikan Lele. Ikan lele menjadi primadona di kabupaten bogor dilihat dari

11

(17)

2

jumlah produksi yang tinggi dibandingkan pada daerah lain di propinsi Jawa Barat. Ikan Lele dengan nama ilmiah yaitu Clarias Sp, mempunyai ciri-ciri fisik seperti tubuh yang licin, memanjang, tidak bersisik seperti pada ikan umummnya, dan menyatu dengan sirip ekor. Mempunyai mulut yang moncong dan mempunyai kumis yang disebut sungut peraba (marbels). Ikan lele juga mempunyai patil yang berada pada sirip dada yang berfungsi sebagai proteksi terhadap predator.Patil yang terdapat pada ikan lele jika terkena pada manusia dapat mengakibatkan panas cukup tinggi. Ikan lele pada umummnya dapat dijumpai di Sungai dengan arus air yang perlahan, rawa, telaga, waduk, dan sawah yang tergenang air. Ikan lele merupakan ikan lele yang bersifat nokturnal yaitu aktif pada malam hari untuk mencari makan.

Budidaya ikan Lele terbagi menjadi pembenihan, pendederan, dan pembesaran. Menurut Effendi (2004) pembenihan adalah suatu kegiatan pemeliharaan bertujuan untuk menghasilkan benih dan selanjutnya benih yang dihasilkan menjadi komponen input untuk kegiatan pembesaran. Pembenihan merupakan tahapan awal dimana pada kegiatan ini menjadi penentu keberhasilan untuk dapat pindah kesegmen berikutnya. Pada Tabel 2 dapat dilihat perkembangan produksi Ikan Air Tawar di Kab. Bogor Tahun 2008-2012.

Tabel 2 Perkembangan produksi benih ikan air tawar di Kabupaten Bogor Tahun 2008 - 2012a.

Sumber : Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor, 2013 (diolah)

Berdasarkan data pada Tabel 2 terlihat produksi tertinggi ada pada ikan lele dimana pada tahun 2008, produksi benih ikan lele mencapai 227.482 ekor dan sempat mengalami penurunan jumlah produksi terendah pada tahun 2010mencapai 62.020 ekor. Jumlah tersebut berbeda dengan hasil yang didapat pada tahun 2012, pada tahun tersebut terjadi peningkatan produksi yang cukup signifikan mencapai nilai 546.840 ekor. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan persentase pertumbuhan dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2012 mencapai 12,20 %.

(18)

tambahan bermacam-macam (Agriminakultura, 2008). Ikan lele sangkuriang merupakan strain ikan lele baru yang telah ditemukan oleh Balai Besar Pengembangan Air Tawar Sukabumi pada tahun 2004. Lele Sangkuriang diyakini mempunyai tingkat survival rate lebih baik dibandingkan dengan lele dengan strain selain lainnya.

Lele Sangkuriang mulai diperkenalkan oleh para pembudidaya ikan air tawar di tahun 2005 awal. Nama Sangkuriang diambil dari kisah legenda yang

bernama “Sangkuriang” dimana proses persilangan yang dilakukan pada ikan ini

mengambil indukan jantan dari lele dumbo keturunan F6 (keturunan ke-6 lele dumbo) dengan indukan betina F2 (keturunan ke-2 lele dumbo) hal tersebut dilakukan untuk menjaga kualitas keturunan akibat perkawinan sekerabat yang biasa ini dilakukan (BBAT Sukabumi, 2004).

Melihat dari potensi pembenihan yang cukup tinggi berdasarkan data pada tabel 2, Kabupaten Bogor memiliki petani pembenihan yang tersebar di beberapa wilayah. Desa Gadog merupakan salah satu wilayah penghasil benih ikan lele sangkuriang2. Pada desa tersebut ada beberapa petani pembenihan ikan lele sangkuriang yang menjalankan aktivitas usahanya untuk memenuhi kebutuhan benih bagi petani pembesaran yang tersebar di beberapa wilayah Bogor. Untuk melihat lebih jelas kapasitas produksi untuk masing–masing petani dapat dilihat pada tabel 3

Tabel 3 Data kapasitas produksi petani pembenihan ikan lele sangkuriang di Desa Gadog kec.Mega Mendung (2013)a

Pemilihan petani pembenihan yang akan dijadikan responden untuk penelitian ini adalah UPR Bina Tular dilihat dari kapasitas produksi tertinggi dibandingkan dengan petani lainnya. Abah Nasrudin juga salah satu petani pembenihan ikan lele sangkuriang. Akan tetapi pada tahun 2012 sampai dengan saat ini kapasitas produksi berkurang. Hal tersebut disebabkan oleh Abah Nasrudin menjadikan tempat usahanya sebagai tempat pelatihan budidaya pembenihan ikan lele sangkuriang dan lebih berfokus terhadap para petani pemula yang ingin belajar untuk mempelajari tehnik pembenihan ikan lele sangkuriang.

Berbeda dengan UPR Bina Tular, berdasarkan informasi yang didapat dari berbagai media merupakan salah satu petani pembenihan yang sukses pada bidangnya3. UPR Bina Tular atau biasa disebut dengan Unit Pembenihan Rakyat

2

www.kompas.com/bisniskeuangan/read/2010 (19 Oktober 2013)

3

(19)

4

didirikan oleh beberapa petani. Pada awalnya UPR Bina Tular merupakan kelompok tani yang bergerak disegmen pembenihan, namun dengan berjalannya waktu pada tahun 2007 UPR Bina Tular menjadi usaha perorangan yang dimiliki oleh Bapak Endang. UPR Bina Tular merupakan petani pembenihan terbesar di wilayah Gadog dengan melihat kapasitas produksi benih yang dihasilkan dan jumlah kolam yang dimiliki. Secara administasi terletak di Desa Gadog Kp. Sukabius RT003/006 Kecamatan Megamendung Kabupaten Bogor.UPR Bina Tular Pembenihan ikan lele ini dilakukan dari tahap awal hingga ikan lele tersebut siap untuk dipasarkan kepada petani pembesaran.

Perumusan Masalah

UPR Bina Tular merupakan salah satu pembudidaya Ikan lele Sangkuriang yang berada di Gadog kecamatan Megamendung. UPR Bina Tular mempunyai kolam pembenihan sebanyak 120 kolam dengan ukuran rata-rata per kolam 5x2 m dan ukuran benih yang akan dijual berkisar antara 5 – 7cm/ekor. Kapasitas produksi usaha ini dapat dilihat pada Tabel 4

Tabel 4 Data produksi benih ikan lele sangkuriang di UPR Bina Tular per bulan, tahun 2013a

Bulan Produksi (ekor) Harga (Rp/ekor)

Januari 546.540 150

Sumber: UPR Bina Tular, 2013 (diolah)

(20)

Kapasitas produksi yang besar juga membuat UPR Bina Tular harus menjual benih yang dihasilkan kepada pedagang pengumpul besar yang memiliki kapasitas pembelian diatas 50.000 ekor. Melihat dari hal tersebut, adanya peran tengkulak atau pengepul benih Ikan Lele Sangkuriang yang berperan sebagai lembaga tataniaga yang mempunyai pengaruh di dalam penentuan harga jual benih Ikan Lele Sangkuriang dan membuat petani pembenih Ikan Lele Sangkuriang sebagai penerima harga (Price Taker). Proses pemasaran benih Ikan Lele Sangkuriang ini terjadi melalui beberapa lembaga pemasaran yaitu pembenih, pengepul/tengkulak, kemudian konsumen akhir yaitu petani pembesaran Ikan Lele Sangkuriang. Dengan melihat saluran pemasaran yang terlibat sampai dengan ke konsumen akhir menyebabkan adanya pengaruh fluktuasi harga yang akan diterima oleh petani pembenihan Ikan Lele Sangkuriang. Untuk itu diperlukan pengkajian sistem pemasaran dengan mengidentifikasi beberapa faktor diantaranya lembaga pemasaran, fungsi-fungsi pemasaran, struktur pasar, perilaku pasar, dan keragaan pasar yang menyebabkan permasalahan tersebut terjadi.

Berdasarkan permasalahan yang timbul di atas, perlu dilakukan pengkajian sebagai berikut :

1. Bagaimana saluran tataniaga dan fungsi-fungsi tataniaga benih Ikan Lele Sangkuriang yang dilakukan oleh lembaga-lembaga tataniaga dari petani pembenihan sampai ke konsumen akhir di UPR Bina Tular?

2. Bagaimana struktur dan perilaku pasar pada masing-masing lembaga tataniaga benih Ikan Lele Sangkuriang yang terlibat?

3. Bagaimana efisiensi saluran tataniaga benih Ikan Lele Sangkuriang berdasarkan margin tataniaga, farmer’s share, rasio, dan keuntungan terhadap biaya ?

2. Menganalisis tataniaga benih Ikan Lele Sangkuriang dengan pendekatan fungsi-fungsi tataniaga, lembaga-lembaga tataniaga, struktur pasar, rasio keuntungan dan biaya, dan farmer share, dengan harapan mendapatkan saluran tataniaga yang efisien.

Manfaat Penelitian

(21)

6

Ruang Lingkup

Penelitian ini merupakan analisis tataniaga di UPR Bina Tular desa Gadog kecamatan Megamendung kabupaten Bogor. Pembatasan ruang lingkup dalam penelitian ini hanya berfokus pada UPR Bina Tular desa Gadog dikarenakan memiliki kapasitas produksi terbesar di daerah tersebut. Konsumen akhir untuk pembenihan ikan lele sangkuriang yaitu petani pembesaran ikan Lele Sangkuriang. Ukuran benih yang sudah siap untuk di jual berukuran 5cm – 7cm dengan harga Rp.150/ekor.

TINJAUAN PUSTAKA

Fektoria (2013) melakukan penelitian mengenai analisis risiko produksi pada usaha pembenihan lele Sangkuriang di UPR Bina Tular terdapat empat sumber risiko. Risiko pertama adalah tingginya tingkat kanibalisme yaitu kejadian saling memangsa benih yang berukuran lebih besar memakan benih yang ukuran lebih kecil. Risiko kedua yang dialami yaitu hama. Hama yang sering ditemukan pada usaha pembenihan ikan lele Sangkuriang UPR Bina Tular yang biasanya menyerang benih ikan lele saat dipelihara adalah ucrit (kumbang air), kecebong (anak kodok), dan kini – kini (nimfa capung). Ketiga, Penyakit yang sering menyerang benih lele Sangkuriang adalah bakteri Aeromonas, radang insang, dan asam lambung.

Risiko terakhir adalah pemijahan sendiri atau kawin liar yaitu telur yang ada dalam tubuh induk betina tersebut menetas dengan sendirinya meskipun tanpa adanya penyemprotan sperma induk jantan. Seharusnya telur itu mengalami tingkat kematangan yang baik dengan semprotan sperma indukan jantan ke induk betina untuk menetas namun karena dengan sendirinya induk betina melakukan pemijahan atau kawin liar meskipun tanpa ada rangsangan dari induk jantan benih lele tetap menetas dengan sendirinya dan menyebabkan banyaknya telur gagal. Pemijahan sendiri juga dialami semua petani pembenihan dan pada umumnya terjadi di bulan September dan Oktober. Pada bulan tersebut petani pembenihan tetap menjual dengan harga yang sudah di tentukan oleh pedagang pengumpul walaupun produksi benih mengalami penurunan. Lembaga tataniaga berperan di dalam penentuan harga benih ikan lele sangkurang. Untuk itu perlu dilakukan pengkajian analisis lembaga tataniaga benih ikan lele sangkuriang di UPR Bina Tular.

Pada skripsi yang ditulis oleh Panjaitan (2009), mengenai analisis tataniaga ikan bandeng (Chanos chanos, de forkal) di desa Muara Baru Kecamatan Cilamaya Wetan, Kabupaten Krawang, Jawa Barat. Jumlah responden yang diambil yaitu 20 petambak responden, terdapat tiga saluran tataniaga yang berlaku, pola saluran dominan dilakukan petambak adalah pola saluran tataniaga 1 (76,5%), pola saluran tataniaga 2 (17,6%) hanya dilakukan oleh 3 petambak, dan pola saluran 3 (5,9%) hanya dilakukan satu petambak. Struktur pasar pada saluran tataniaga 1,2, dan 3 mengarah pada pasar persaingan sempurna.

(22)

biaya tataniaga yang dikeluarkan pada saluran 1 sebesar Rp.3.750, total keuntungan sebesar Rp.4.250. keuntungan terbesar diperoleh pedagang pengecer sebesar Rp.4.000, sedangkan keuntungan yang terkecil diperoleh oleh pedagang pengumpul sebesar Rp.250. Total biaya tataniaga yang dikeluarkan pada saluran 2 adalah Rp.4.000, total keuntungan sebesar Rp.1.000. Saluran tataniaga 3, total biaya tataniaga yang dikeluarkan oleh petambak adalah Rp.3.500, biaya produksi Rp.7.500/kg dan keuntungan sebesar Rp.3.000. farmer’s share dan ratio keuntungan dan biaya dapat dijadikan indikator efisiensi tataniaga. Berdasarkan perhitungan farmer’s share yang diterima petambak berkisar antara 52,9 - 100 persen. Rasio keuntungan dan biaya tertinggi dan mempunyai farmer’s share yang tertinggi di bandingkan dengan saluan tataniaga lainnya.

Hal tersebut berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Sitompul, R.P (2007), tentang analisis usaha tani dan tataniaga ikan hias mas koki oranda di desa Parigi mekar, kecamatan Ciseeng, kabupaten Bogor, Jawa Barat. Peneliti mendapatkan hasil harga jual anakan ikan mas koki oranda ditingkat petani pembenihan ke petani pembesaran berkisar antara Rp.130 sampai dengan Rp.150/ekor. Harga jual ikan maskoki oranda ditingkat petani pembesaran ke pedagang pengumpul berkisar antara Rp.800 sampai dengan Rp.900/ekor. Harga yang berlaku ditingkat supplier ke pedagang pengecer berkisar antara Rp.1400 sampai dengan Rp.1.500/ekor, sedangkan ditingkat pedagang pengecer ke konsumen akhir berkisar antara Rp.2.000 sampai dengan Rp.2.500/ekor.

Farmer’s share yang diterima oleh petani pada pola 1 dan pola 2 yaitu masing-masing sebesar 39,5%. Pada pola 3, rata-rata harga jual petani adalah Rp.1.116.7 per ekor, sedangkan rata-rata harga yang dibayar oleh konsumen akhir adalah sebesar Rp.1.250 per ekor. Farmer’s share yang diterima pada oleh petani pada pola 3 adalah sebesar 89,3%, merupakan saluran tataniaga yang paling menguntungkan bagi petani, karena saluran tataniaga ikan hias mas koki yang paling pendek dan efisien. Farmer’s share yang tinggi dapat dicapai jika petani mampu mengefisienkan saluran tataniaga dan meningkatkan kualitas produknya.

Hasil penelitian Puspitasari (2010) mempunyai pola saluran yang berbeda. Peneliti melakukuan studi mengenai Analisis Efisiensi Tataniaga pada Kelompok usaha budidaa Ikan lele sangkuriang (Clarias sp) di Kecamatan Ciawi, kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pelaku tataniaga ikan lele yang terdapat di Kecamatan Ciawi terdiri dari pembudidaya ikan lele sebagai produsen, pedagang pengumpul, pedagang pengumpul luar kecamatan, dan pedagang pengecer luar kecamatan, dan pedagang pecel lele. Saluran Tataniaga yang terbentuk dari empat saluran tataniaga, terdiri dari : 1) Pembudidaya – Pengumpul – Pengecer – Konsumen Akhir, 2) Pembudidaya – Pengumpul – Pengecer – Pedagang Pecel Lele – Konsumen Akhir, 3) Pembudidaya – Pengumpul – Pengumpul Luar Kecamatan – Konsumen Akhir, 4) Pembudidaya – Pengumpul – Pengumpul Luar Kecamatan – Pengecer Luar Kecamatan – Pedagang Pecel Lele – Konsumen Akhir.

(23)

8

terdapat pada saluran 4 sebesar Rp.63.500 per kg. Keuntungan total yang diterima sebesar Rp.41.712,31 per Kg. Sedangkan farmer’s share yaitu 11,81%. Rasio keuntungan dan biaya total terbesar berada pada saluran 1 sebesar 383,35% dimana setiap Rp.100 biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan keuntungan sebesar Rp.383,35. Marjin tataniaga total pada saluran 1 mempunyai nilai yang paling kecil yaitu sebesar Rp.7.000.

Pada saluran 1, farmer’s share yang diterima lebih besar dibandingkan saluran yang lainnya yaitu sebesar 54,84%, sehingga saluran tataniaga 1 paling efisien dibandingkan saluran tataniaga yang lain karena melibatkan sedikit pedagang perantara sehingga memungkinkan produk yang dipasarkan (ikan lele) lebih cepat sampai ke tangan konsumen akhir dan marjin yang terbentuk diantara pedagang perantara tidak terlalu besar.

Hasil yang berbeda ditemui pada penelitian yang dilakukan oleh Abdurrahman (2004). Penelitian yang dilakukan untuk mengetahui fungsi-fungsi pemasaran, biaya pemasaran, keuntungan, pemasaran, marjin pemasaran, dan farmer’s share. Metode penelitian yang digunakan adalah studi kasus dengan metode pengambilan sampel purposive sampling dan snowball sampling. Responden yang diperoleh adalah 3 orang bandar, 10 orang grosir, dan 30 pengecer. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa saluran pemasaran melibatkan bandar, grosir dalam daerah, grosir luar daerah, pengecer dalam daerah, dan pengecer luar daerah. Daerah pemasaran yang jauh akan meningkatkan biaya pemasaran. Hal ini akan mendorong pedagang untuk menetapkan harga jual ikan Bandeng yang tinggi. Saluran pemasaran yang paling menguntungkan adalah tingkat 3 diluar kabupaten Pati. Farmer’s share yang paling tinggi diperoleh saluran pemasaran tingkat 2 dalam Kabupaten Pati.

Penelitian terakhir yang dikaji adalah penelitian yang dilakukan oleh Arifin (2014). Penelitian yang dilakukan di kelompok tani desa Sukamaju Kidul mengenai perbandingan analisis tataniaga benih ikan gurame pada anggota dan non anggota tani menjelaskan indikator yang dilihat yaitu fungsi tataniaga, perilaku pasar, struktur pasar, rata – rata perolehan harga jual, biaya tataniaga yang dikeluarkan, perolehan margin tataiaga, perolehan farmer’s share , rasio keuntungan terhadap biaya, analisis efisiensi saluran tataniaga, dan pihak yang menjadi tujuan akhir dalam pengumpulan data. Dari indikator tersebut didapatkan hasil perbandingan pada indikator – indikator kedua jenis responden pembudidaya ikan gurame didapatkan hasil rata – rata perolehan harga jual dari pembudidaya anggota kelompok tani yang melakukan penjualan dengan pihak kelompok adalah sebesar Rp.2.150/ekor, sedangkan untuk pembudidaya non anggota kelompok adalah rata–rata sebesar Rp.1.915/ekor. Nilai margin tataniaga dari saluran pembudidaya anggota kelompok tani yang melakukan penjualan dengan kelompok adalah sebesar Rp.400/ekor, sedangkan untuk saluran tataniaga pembudidaya non anggota kelompok tani sebesar Rp.551,35/ekor.

(24)

berdasarkan nilai farmer’s share menunjukkan saluran yang lebih efisien adalah saluran dari pembudidaya anggota kelompok tani yang memiliki nilai farmer’s share terbesar.

Keterkaitan Dengan Penelitian Terdahulu

Pada umumnya penelitian mengenai saluran pemasaran yang dikaji antara lain saluran tataniaga dan fungsi-fungsi pada setiap lembaga dalam saluran tataniaga tersebut, struktur pasar, perilaku pelaku pasar, dan keragaan pasar. Persamaan dengan penelitian terdahulu terletak pada topik penelitian yaitu sistem tataniaga.Untuk perbedaanya yaitu komoditi yang diambil oleh penulis mengenai analisis tataniaga pembenihan ikan lele sangkuriang di Desa Gadog Kecamatan Megamendung Kab.Bogor. Metode pengolahan dan analisis data yang akan digunakan selama penelitian berlangsung yaitu analisi kualitatif dan analisis kuantitatif. Untuk pemilihan responden menggunakan tehnik snowballing sampling yang ditentukan secara sengaja (purpossive)

KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka Pemikiran Teoritis

Kosep Tataniaga

Tataniaga merupakan segala kegiatan pemasaran yang terdiri dari beberapa tahapan fungsi yang dimulai dari titik produksi (petani) sampai ke tangan konsumen (Dahl dan Hammond, 1977). Dalam menjalankan distribusi barang atau produk dari produsen sampai ke konsumen diperlukan jasa-jasa dan fungsi-fungsi dalam pemindahan hak milik agar produk yang dihasilkan dapat diterima dengan baik oleh konsumen akhir. Pemasaran dapat diartikan sebagai fungsi yang mengerakan proses perpindahan barang dari tangan satu ke tangan lainnya. Pada dasarnya kebutuhan manusia menjadi faktor utama terbentuknya pemasaran. Didorong dengan adanya kebutuhan itulah yang menyebabkan konsumen akan mempertukarkan produk dan nilai kepada produsen.

Tujuan dari tataniaga menurut Limbong dan Sitorus (1997) yaitu memenuhi kebutuhan konsumen dengan berbagai kegiatan atau tindakan – tindakan yang dapat memperlancar proses penyampaian barang sampai diterima dengan baik oleh konsumen. Pemasaran bertujuan untuk memaksimumkan tingkat konsumsi masyarakat terhadap jenis produk yang dipasarkan. Dengan adanya peningkatan konsumsi masyarakat, maka secara tidak langsung akan mempengaruhi volume produksi sehingga terjadi petumbuhan ekonomi yang baik.

Lembaga dan Saluran Tataniaga

(25)

10

Lembaga-lembaga yang terlibat dikelompokkan menjadi empat kelompok yaitu :

1. Pengelompokkan berdasarkan penguasaan terhadap suatu barang.

a) Lembaga pemsaran yang menguasai dan memilki barang yang dapat dipasarkan seperti: pedagang pengumpul, tengkulak, pengecer, dan lain-lain.

b) Lembaga pemasaran yang mengusai tetapi tidak memiliki barang yang dipasarkan yaitu : agen, broker, lembaga pelanggan, dan lain-lain

c) Lembaga pemasaran yang yang tidak menguasai dan tidak memiliki barang yang dipasarkan seperti : lembaga pengangkutan, pengolahan, perkreditan, dan lain-lain.

2. Pengelompokkan berdasarkan fungsi yang dilakukan.

a) Lembaga pemasaran yang melakukan kegiatan pertukaran seperti pengecer, grosir, dan lembaga perantara lainnya.

b) Lembaga pemasaran yang memiliki fisik seperti pengolahan, pengangkutan, dan pergudangan.

c) Lembaga pemasaran yang menyediakan menyediakan fasilitas-fasilitas pemasaran seperti Kredit Desa, Informasi Pasar, KUD, Bank Unit Desa, dan lain-lain.

3. Pengelompokkan berdasarkan bentuk usahanya

a) Berbadan hukum seperti Perseroan Terbatas (PT), Firma, dan Koperasi. b) Tidak berbada hukum, seperti perusahan perseorangan, pedagang,

pengecer, tengkulak dan sebagainya.

4. Pengelompokkan berdasarkan kedudukannya dalam struktur pasar.

a) Lembaga pemasaran yang bersaing sempurna, seperti pengecer beras, pengecer rokok, dan lain-lain.

b) Lembaga pemasaran yang memonopolistik seperti pedagang bibit, pedagang benih, dan lain-lain.

Lembaga pemasaran yang oligopolis seperti importer cengkeh, perusahan semen, dan lain-lain.

Fungsi-Fungsi Tataniaga

Fungsi tataniaga adalah tindakan atau kegiatan yang berguna untuk melancarkan suatu proses penyampaian barang atau jasa dan dikelompokkan kedalam tiga fungsi (Limbong dan Sitorus, 1997). Ketiga fungsi tersebut yaitu :

Fungsi pertukaran adalah semua kegiatan yang dilakukan untuk memperlancar perpindahan milik atas barang dan jasa dari penjual kepada pembeli. Fungsi fisik adalah semua tindakan langsung yang berkaitan secara langsung dengan barang dan jasa sehinga minimbulkan kegunaan tempat, bentuk, dan waktu. Fungsi fisik terdiri dari pengolahan, penyimpanan, dan pengangkutan. Fungsi Fasilitas adalah semua tindakan yang berfungsi untuk melancarkan semua kegiatan pertukaran yang terjadi antara produsen dan konsumen. Fungsi fasilitas mempunyai empat fungsi diantaranya fungsi standarisasi dan grading, fungsi penanggungan resiko, fungsi pembiayaan, dan fungsi informasi pasar.

Struktur Pasar

(26)

pasar, konsentrasi perusahaan, jenis-jenis dan diferensiasi produk serta syarat-syarat masuk pasar (Limbong dan Sitorus, 1987).

Pasar memiliki sifat dan karakteristik yang berbeda. Pada umumnya pasar dapat digolongkan menjadi empat struktur yang berbeda yaitu stuktur pasar bersaing sempurna, struktur pasar bersaing monopolistik, struktur pasar oligopoli, struktur pasar monopoli.

Struktur pasar bersaing sempurna memiliki ciri-ciri yaitu penjual dan pembeli dapat dengan bebas keluar masuk pasar.Pembeli dan penjual mengusai sebagian barang atau jasa yang ada di pasar. Dalam menentukan keutungan, perusahaan tidak dapat menetapkan harga dengan sendirinya.Hal ini disebabkan oleh posisi perusahaan yang hanya sebagai penerima harga (price taker).

Tipe pasar bersaing monopolistik memiliki perbedaan dengan pasar bersaing sempurna.Pada tipe pasar ini, produk yang dijual pada pasar ini bersifat homogen. Akan tetapi pada tipe pasar ini memiliki perbedaan yaitu pengepakan, warna produk, harga, dan pelayananya.Struktur yang terdapat pada pasar ini yaitu terdiri dari banyak pembeli dan penjual yang melakukan transaksi pada berbagai tingkatan harga. Perusahaan akan melakukan perubahan teknologi dengan tujuan untuk memaksimumkan keuntungan.

Pasar oligopoli atau biasa disebut dengan pasar tidak bebas ini, dalam menentukan harga tidak dapat dilakukan dengan bebas. Hal ini disebabkan struktur biaya dan permintaan produk ikut disetakan dengan perusahan pesaing. Perusahaan yang oligopolis harus memberikan perhatian penuh pada taktik pesaing serta keinginan pelanggan dalam menanggapi meningkatnya harga.

Pasar monopoli untuk memperoleh keuntungan maksimum melkukan diskriminasi harga dengan menjual produk dengan tingkatan harga yang berbeda dan pasar yang berbeda.Pemasok tunggal pada pasar ini menikmar kendali penuh atas harga-harga dari produknya.

Perilaku Pasar

Dahl and Hammond (1977), menjelaskan bahwa perilaku pasar adalah pola tingkah laku dari lembaga pemasaran yang menyesuaikan dengan struktur pasar dimana lembaga tersrbut melakukan kegiatan pembelian dan penjualan, penentuan harga dan kerjasama antar lembaga pemasaran.

Perilaku pasar diidentifikasikan menjadi tiga cara. Cara pertama dapat dilihat dengan melakukan penentuan harga.Penentuan harga dilakukan bersama-sama oleh penjual atau dilakukan berdasarkan pimpinan perusahaan. Cara kedua yaitu Comunication System, pada cara ini dapat diketahui bagaimana perusahaan itu dapat memperoleh informasi dengan baik. Cara ketiga dengan melakukan predatory and exclusivenary. Cara tersebut dianggap kurang baik dikarenakan cara tersebut dilakukan dengan upaya menguasai bahan baku dengan tujuan perusahaan pesaing tidak dapat melakukan produksi dikarenakan bahan baku tidak ada.

Keragaan Pasar

(27)

12

Deskripsi keragaan pasar dapat dilihat dari beberapa indikator diantaranya

marjin pemasaran, farmer’s share, dan rasio keuntungan serta biaya.

Efisiensi Tataniaga

Efisiensi tataniaga dilakukan dengan upaya melakukan penurunan biaya input tanpa mengurangi nilai kepuasan konsumen itu sendiri. Sedangkan perubahan yang mengurangi biaya input tetapi mengurangi kepuasan konsumen akan menurunan efisiensi pemasaran.

Efisiensi tataniaga dibagi menjadi dua yaitu efisiensi operasional dan efisiensi harga.Menurut Dahl dan Hammond (1977) efisiensi operasional menunjukkan biaya minimum yang dapat dicapai daalam pelaksanaan fungsi dasar pemasaran yaitu pengumpulan, transportasi, penyimpanan, pengolahan, disribusi, dan aktivitas fisik. Efisiensi harga dalam kegiatannya,mempunyai tiga kondisi yang saling berkaitan diantaranya adanya pilihan bagi konsumen, perubahan harga, dan kebebasan dari produsen itu sendiri untuk keluar dan masuk selagi jawaban dari keutungan maupun kerugian dari kegiatan yang selama ini dilakukan.

Efisiensi harga merupakan indikator yang secara khusus menggambarkan kemampuan dan tanda bagi penjual sebagai panduan dari penggunaan sumber daya produksi dari sisi produksi dan tataniaga.

Margin Tataniaga

Margin Tataniaga adalah perbedaan atas biaya dari berbagai tingkat pemasaran didalam sistem pemasaran. Biaya tersebut termasuk dalam pengeluaran dari fungsi pemasaran dan ditunjukkan dengan keuntungan yang diperoleh dari kegiatan tersebut.Margin tataniaga memberikan perbedaan antara harga di tingkat produsen dengan harga ditingkat konsumen. Konsep margin tataniaga dapat menjelaskan kegiatan peasaran merupakan suatu kegiatan dalam menciptakan tambahan nilai (value added) baik nilai tempat, waktu, dan bentuk maupun hak milik melalui proses keseimbangan supply dan demand oleh pedagang yang berfungsi sebagai perantara antara produsen dengan konsumen akhir (Dahl dan Hammond, 1977).

(28)

Keterangan:

Pr = Harga retail (tingkat pengecer) Pf = Harga farmer (tingkat petani)

Sr = Supplyretail (penawaran di tingkat pengecer) Sf = Supplyfarmer (penawaran di tingkat petani) Dr = Demand retail (permintaan di tingkat pengecer) Df = Demand farmer (permintaan di tingkat petani) (Pr-Pf) = Marjin tataniaga

(Pr-Pf) Qrf = Nilai marjin tataniaga

Qr,f = Jumlah keseimbangan di tingkat petani dan pengecer

Dari gambar 1,dijelaskan dengan asumsi jumlah barang yang sama, harga yang ditawarkan oleh petani lebih rendah dibandingkan dengan harga yang diberikan oleh konsumen. Penawaran (Sf) pada tingkat harga petani lebih besar dari pada penawaran (Sr) pada harga ditingkat pengecer. Asumsi yang didapat yaitu jumlah barang yang ditawarkan ditingkat petani mencakup semua input dan hasil akhir sedangkan penawaran ditingkat pedagang pengecer telah ditambah dengan biaya-biaya seperti biaya angkut dan sebagainya. Kondisi permintaan di tingkat petani (Df) lebih kecil dari pada di tingkat pedagang pengecer (Dr), artinya permintaan ditingkat pedagang pengumpul (tengkulak) lebih sedikit dari pada di tingkat konsumen akhir.

Kerangka Pemikiran Operasional

Permintaan akan ikan Lele Sangkuriang yang meningkat setiap tahunnya akan berkaitan langsung terhadap ketersedian benih ikan Lele Sangkuriang itu sendiri. Dalam pemenuhan kebutuhannya, terdapat beberapa saluran pemasaran dan menyebabkan adanya perbedaan dalam hal harga jual. Dalam kegiatan tersebut adanya lembaga-lembaga pemasaran seperti pedagang pengumpul dan pedagang pengecer yang berfungsi untuk membantu petani pembenihan ikan Lele Sangkuriang dalam memasarkan hasil produksinya.

Berkaitan dengan hal tersebut, adanya perbedaan harga yang terjadi antara tingkat petani dan harga ditingkat pengecer dikarenakan adanya lembaga-lembaga tataniaga yang ikut turut serta didalam proses tataniaga dan kapasitas produksi UPR Bina Tular yang besar membuat UPR Bina Tular harus melakukan penjualan benih kepada pedagang pengumpul yang memiliki kapasitas pembelian diatas 50.000 ekor. Penelitian ini menganalisis tataniaga usaha pembenihan ikan Lele Sangkuriang pada unit pembenihan rakyat bina tular desa Gadog kabupaten Bogor dengan meninjau pembenih sebagai produsen, dan lembaga-lembaga pemasaran yang terlibat dan petani pembesaran sebagai konsumen akhir.

(29)

14

Penelitian ini menggunakan dua alat analisis yaitu analisis kualitatif berupa analisis fungsi-fungsi tataniaga, saluran tataniaga, struktur pasar, dan perilaku pasar. Alat analisis berikutnya yaitu analisis kuantitatif meliputi margin tataniaga, farmer’ share, dan analsis rasio keuntungan dan biaya.

Gambar 2 Kerangka pemikiran operasional

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

(30)

memiliki kaasitas produksi tertinggi. Pengambilan datadilakukan pada bulan Desember 2013 sampai bulan Januari 2014.

Metode Pengumpulan Data

Penelitian yang dilakukan akan mngambil data dengan menggunakan dua data yaitu data primer dan data skunder. Data primer didapat dengan melakukan wawancara langsung, observasi, dan pentebaran kuisioner dengan responden seperti petani, pedagang, dan semua lembga-lembaga yang terkait didalam proses tataniaga.

Untuk mendapatkan data skunder dilakukan dengan menjumpai dinas terkait dalam hal ini Dinas Kelautan dan Perikanan, buku-buku, internet serta literatur yang berkaitan langsung dengan topik penelitian.

Metode Penentuan Sampel

Pemlihan responden yang akan dilakukan dalam penelitian ini dilakukan dengan metode snowballing yang menjadi rekomendasi dari pemilik usaha UPR Bina Tular yaitu Bapak Endang. Untuk lembaga pemasaran yang akan dijadikan responden yaitu tiga orang pedagang pengumpul besar, enam orang pedagang pengecer.

Metode Pengolahan dan Analisis Data

Selama proses penelitian dilakukan, analisis yang digunakan terdiri dari dua bagian yaitu analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. Untuk menjelaskan secara jelas mengenai fungsi-fungsi tataniaga, saluran tataniaga, dan struktur serta perilaku pasar digunakan metode analisis kualitatif. Analisis kuantitatif akan digunakan untuk mengetahui besaran marjin tataniaga, farmer’share dan rasio keuntungan dan biaya. Alat analisis data kuantitatif yang digunakan berupa kalkulator, komputer, Excel, dan sistem tabulasi data.

Analisis Saluran Tataniaga

Analisis saluran tataniaga dilakukan untuk mengetahui alur perdagangan yang dimulai dari tingkat petani pembenih sampai dengan tingkat konsumen akhir dalam hal ini petani pembesaran. Dengan dilakukannya analisis dapat diketahui berapa banyak lembaga-lembaga yang ikut didalam proses saluran tataniaga tersebut. Dengan semakin panjangnya saluran tataniaga pada proses tersebut maka dapat disimpulkan marjin yang terjadi antara petani pembenih yang bertindak sebagai produsen dengan konsumen akhir semakin tinggi.

Analisis Lembaga Tataniaga

(31)

16

lembaga tataniaga bertujuan untuk mengevaluasi biaya dan mengetahui fungsi atau kegiatan yang dilakukan oleh masing-masing lembaga tata niaga tersebut. Fungsi-fungsi tataniaga dilakukan tataniaga terdiri dari fungsi fisik, pertukaran, dan fasilitas

Analisis Struktur dan Perilaku Pasar

Asmarantaka (2009) mendefinisikan perilaku pasar sebagai perangkat strategi dalam pemilihan yang ditempuh baik oleh penjual maupun pembeli dalam mencapai tujuan masingmasing. Analisis perilaku pasar digunakan untuk meliput kegiatan yang tercipta antara lembaga-lembaga tataniaga. Analisis perilaku pasar tersebut meliputi praktek pembelian dan penjualan yang mencakup:

a) Praktek pembelian dan penjulan di tingkat pembenih, pengumpul pedagang besar, dan pedagang pengecer.

b) Sistem penentuan harga ditingkat pembenih, pengumpul pedagang besar, dan pedagang pengecer.

c) Kerjasama antara lembaga-lembaga tataniaga yang terlibat

Analisis Margin Tataniaga

Analisis marjin tataniaga dapat mengetahui tingkat efisiensi dari tingkat produsen sampai dengan ke tingkat konsumen akhir. Perbedaan harga yang diterima antara produsen sampai dengan konsumen dapat dikatakan marjin tataniaga. Marjin tataniaga diperoleh dari lembaga-lembaga tataniaga, harga penjualan, dan harga pembelian pada setiap tingkatan lembaga tataniaga meliputii biaya tataniaga yang dikeluarkan dan keuntugan tataniaga.

Perhitungan magin tataniaga secara sistematis dirumuskan sebagai berikut :

Mi = Hji – Hbi Mi = Ci +

π

i

Hji – Hbi = Ci +

π

i Keuntungan pada tingkat ke-i adalah

π

i = Hji – Hbi – Ci Maka besarnya margin tataniaga adalah

Mi = ∑ Mi

Keterangan :

Mi : Margin tataniaga pada pasar tingkat ke – i (Rp/kg) Hji : Harga penjualan pada pasar tingkat ke – i (Rp/kg) Hbi : Harga pembelian pada pasar tingkat ke – i (Rp/kg) Ci : Biaya pada pasar tingkat ke – i (Rp/kg)

π

i : Keuntungan pemasaran pada pasar tingkat ke – i (Rp/kg) i : 1, 2, 3, ... n

(32)

Analisis Farmer’s Share

Farmer’s Share digunakan untuk membandingkan harga yang dibayar konsumen terhadap harga produk yang diterima oleh petani. Besarmya nilai bagian petani dapat dihitung berdasarkan rumus :

Farmer’s share = x 100 %

Keterangan : Pf = Harga di tingkat petani

Pr = Harga yang dibayarkan konsumen akhir

Analisis Rasio Keuntungan dan Biaya

Rasio keuntungan dan biaya pemasaran merupakan besarnya yang diterima lembaga pemasaran sebagai imbalan atas biaya pemasaran setiap lembaga tataniaga dapat dirumuskan sebagai berikut :

Rasio keuntungan dan biaya = πi / Ci

Keterangan : πi = Keuntungan lembaga pemasaran pada tingkat lembaga ke-i Ci = Biaya tataniaga pada tingkat lembaga ke-i

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Sejarah dan Perkembangan Perusahaan

Unit Pembenihan Rakyat Bina Tular merupakan usaha perorangan yang dimulai pada tahun 2010. Pengukuhan akan kelengkapan administrasi kepemilikan telah disahkan oleh aparatur setempat dengan surat keputusan no.411/0013/IX/Kpts/2010.Usaha yang dirintis dengan mengawali sebagai kelompok tani menjadi usaha perorangan yang dimiliki oleh Bapak Endang selaku pemiik. Usaha ini bergerak dibidang pembenihan ikan lele sangkuriang yang beberapa tahun ini menjadi tren baru bagi pelaku wira usaha sejak ikan lele sangkuriang ini mulai diperkenalkan kepada para petani ikan.

Pada awalnya, Bapak Endang memulai usaha dengan membuka perkebunan buah strawberry. Usaha ini tidak berjalan dengan baik dan akhirnya beliau mencoba untuk membuka peternakan kelinci. Di awal usaha, Bapak Endang mengalami keuntungan yang cukup baik. Hal tersebut membuat Bapak Endang termotivasi untuk membuat perternakan kelinci dengan jumlah yang lebih besar.Setelah setahun berjalan, usaha tersebut mengalami kerugian yang disebabkan oleh beberapa faktor dan membuat usaha tersebut kembali gulung tikar.

(33)

18

mendapatkan hasil yang memuaskan.Berkat kerja keras beliau usaha yang dilakukan oleh Bapak Endang mendapat perhatian dari pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dibawah satuan unit kerja Ditjen Perikanan Budidaya sehingga terbentuklah Unit Pembenihan Rakyat (UPR) Bina Tular pada tahun 2010. Pembentukan UPR ini dengan tujuan untuk meningkatkan peran para petani dalam penyediaan benih berkualitas unggul. Seiring berjalannya waktu, usaha pembenihan ikan lele Sangkuriang yang dijalankan oleh UPR Bina Tular mengalami perkembangan diantaranya pertambahan jumlah kolam produksi, luasnya lahan produksi yang digunakan, serta luasnya daerah pemasaran produk, tetapi perkembangan lain dapat dilihat dari bertambahnya jumlah rekan kerja atau mitra lainnya yang membantu UPR Bina Tular dalam perkembangan usahanya.

Sejak awal berdirinya UPR Bina Tular hanya memiliki kolam produksi berjumlah kurang dari 10 kolam. Namun berkat kerja keras dan ketekunan Pak Endang menggeluti usaha pembenihan lele sangkuriang ini, UPR Bina Tular sekarang telah memiliki jumlah kolam 120 kolam dengan ukuran rata-rata per kolam 5x2 m kolam termasuk didalamnya kolam pembenihan, pemijahan, dan pemeliharaan indukan. Sejak tahun 2007 sampai saat ini, wadah atau kolam yang digunakan untuk kegiatan produksi di UPR Bina Tular menggunakan kolam bambu yang dilapisi terpal.Penggunaan kolam tersebut dianggap lebih efektif dan efisien karena dapat diusahakan pada lahan yang terbatas dan biaya yang dibutuhkan tidak terlalu mahal.Sebagai UPR yang memiliki peran untuk meningkatkan kesejahteraan petani dengan menciptakan benih ikan lele yang memiliki kualitas unggul, UPR Bina Tular dituntut untuk selalu berupaya mengembangkan teknologi tepat guna sesuai dengan anjuran dari pemerintah.

Lokasi UPR Bina Tular

Lokasi UPR Bina Tular secara administrasi terletak di Desa Gadog Kp. Sukabirus RT 003/006 Kecamatan Megamendung Kabupaten Bogor.UPR Bina Tular berdiri diatas lahan seluas kurang lebih 6500 m2 dan terbagi di beberapa tempat. UPR Bina Tular berbatasan langsung dengan Desa Pandansari Kecamatan Ciawi pada bagian barat, Sebelah timur dengan Desa Sukakarya, Sebelah utara dengan Desa Cipayung, dan Sebelah utara Desa Sukamahi.

Akses transportasi yang dimiliki oleh UPR cukup strategis, dilihat dari lokasi yang mudah dijangkau.Tersediannya sarana dan prasarana kegiatan usaha, menambah nilai positif bagi UPR Bina Tular yang bertujuan untuk memasarkan dan mempromosikan produknya kepada masyarakat luas.

Visi dan Misi UPR Bina Tular

(34)

mengunakan produk-produk yang tidak membahayakan lingkungan sekitar tempat dilaukannya usaha dilakukan.

Visi yang dimiliki yaitu menjadikan budidaya ikan lele sebagai komoditas unggulan di sektor perikanan. Sedangkan misi dari UPR Bina Tular adalah memberikan pelayanan yang optimal dengan menghasilkan mutu benih ikan lele yang berkualitas serta meningkatkan pemahaman masyarakat tentang teknik budidaya perikanan khususnya ikan lele. Melihat Visi dan Misi yang dilakukan UPR Bina Tular sangant besar harapan nantinya dapat meningkatkan potensi perikanan air tawar khususnya di kabupaten Bogor.

Struktur Organisasi dan Deskripsi Pekerjaan

Struktur Organisasi dibentuk untuk memberikan lingkup pekerjaan yang dilakukan antara bawahan dengan atasan. Pembentukan struktur organisasi yang diterapkan oleh UPR Bina Tular dalam menjalankan kegiatan bisnisnya adalah struktur organisasi garis dan sederhana, dengan berdasarkan pertimbangan jumlah karyawan relatif sedikit, organisasi relatif kecil, karyawan saling mengenal secara akrab dan spesialisasi kerja masih relatif sedikit. Bagan struktur organisasi UPR Bina Tular dapat dilihat pada Gambar 3

Gambar 3 Struktur Organisasi UPR Bina Tular Sumber : UPR Bina Tular (2013)

Kegiatan usaha yang dilakukan didominasi dengan hubungan keluarga yang terjadi antara pemilik dengan pekerja. Usaha dilakukan secara bersama-sama dengan metode kekeluargaan yang di terapkan pada UPR Bina Tular. Pada saat pemanenan Benih Ikan diperlukan tenaga kerja harian yang berasal dari penduduk sekitar dan dipekerjakan untuk membantu seandainya pekerjaan tidak dapat ditangani sendiri sehingga membutuhkan tambahan pekerja. Untuk memudahkan penugasan pekerjaan dan tanggung jawab diberikan deskripsi pekerjaan yaitu :

1. Ketua

Melakukan perencanaan dan tindakan langsung kepada pekerja di bawahnya serta bertanggung jawab dalam memimpin setiap kegiatan agar berjalan dengan baik.

(35)

20

Melakukan kegiatan yang bersifat administrasi seperti pembukuan, pendataan, penyiapan, dan penyimpanan dokumen.

3. Bendahara

Melakukan pengaturan transaksi keuangan masuk dan keluar serta dilakukan pencatatan dengan membuat laporan keuangan.

4. Koordinator

Melakukan pengawasan jalannya kegiatan produksi dan menjaga Standar Operasional Prosedur (SOP) usaha pembenihan.

5. Seksi Pengairan

Melakukan pengecekan terhadap sistem pengairan yang digunakan untuk budidaya.

6. Seksi Pemasaran

Membuka pasar baru dan menjaga hubungan baik dengan konsumen.Memantau perkembangan harga di tingkat petani dan di tingkat pedagang.

7. Seksi Logistik

Melakukan kordinasi ke semua seksi mengenai pengadaan bahan baku, sarana dan prasarana dalam kegiatan pembenihan ikan lele Sangkuriang. 8. Seksi Produksi

Melakukan kegiatan budidaya yang dimulai dari dari pemeliharaan induk, persiapan pemijahan, dan pemeliharaan benih hingga panen.

Kegiatan Usaha UPR Bina Tular

Pemeliharaan Induk

Induk ikan lele sangkuriang yang digunakan oleh UPR Bina Tular berasal dari BBPBAT Sukabumi. Induk yang digunakan untuk pemijahan (perkawinan) digunakan indukan yang memiliki bobot rata-rata induk yang dipelihara adalah 1,3 kg – 2 kg untuk betina dan 0,6 kg – 1 kg untuk jantan dengan panjang tubuh rata – rata mencapai 50 – 70 cm. Indukan jantan dan betina disatukan kedalam kolam yang sama dengan padat tebar 5 ekor/m2. Pemberian pakan untuk indukan dilakukan dalam satu kali dalam sehari yaitu pada waktu sore hari sekitar pukul 17.00 WIB. Pakan yang diberikan untuk induk berupa pakan jenis pellet terapung dengan merek “Hi Provite 781” pakan tersebut mengandung protein sebesar 30 – 33 persen. Dosis pemberian pakan yang diberikan sebanyak 3 persen dari bobot biomassa ikan.

(36)

Pemberian pakan dengan kandungan protein di atas 30 % bertujuan untuk merangsang kematangan gonad induk ikan lele. Kematangan gonad berfungsi untuk merangsang indukan untuk dapat lebih cepat dipijahkan dan menghaslkan telur yang berkualitas.

Seleksi Induk

Induk yang akan dipijahkan dilakukan kegiatan seleksi induk. Untuk memilih indukan yang sudah siap dipijahkan penyeleksian dengan melihat ciri– cirri fisiologi yang dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Ciri – ciri induk jantan dan betina siap dipijahkana

Induk Jantan Induk Betina

Bobot tubuh berkisar antara 0,8 – 1 kg serta berumur minimal lebih dari satu tahun.

Bobot induk berkisar antara 1 – 1,5 kg serta berumur minimal lebih dari satu tahun.

Bentuk alat kelaminnya meruncing melebihi pangkal sirip ekor dan berwarna kemerah – merahan.

Bentuk alat kelaminnya membulat dan berwarna kemerahan, bila dilakukan pengurutan akan keluar telur.

Bentuk fisik tubuh memanjang dan ramping.

Bagian perut yang membesar dan bila diraba terasa lunak, bukan karena lemak melainkan perut yang berisi telur.

a

Sumber : UPR Bina Tular, 2013

Gambar 5 Induk siap untuk dipijahkan

Pemijahan

(37)

22

kakaban tersebut diletakan secara horizontal hingga menutupi seluruh permukaan kolam. Kemudian kolam diisi dengan air setinggi kurang lebih 30 cm dari dalam dasar kolam. Setelah proses persiapan kolam selesai tahap selanjutnya adalah memasukan induk yang telah diseleksi ke dalam kolam pemijahan.

Gambar 6 Kakaban (ijuk) media tempat menempelnya telur

Waktu optimal untuk memasukan induk ikan lele ke kolam pemijahan adalah saat sore hari sekitar pukul 15.00 WIB – 17.00 WIB. Hal ini bertujuan agar induk tidak stress. Pemijahan akan berlangsung setelah induk betina dan jantan berada di kolam pemijahan. Setelah 12 jam induk jantan dan betina berada di dalam kolam, maka akan terjadi pemijahan secara alami.

Penetasan Telur

Sebelum telur diletakan ke kolam penetasan, terlebih dahulu kolam tersebut diisi air dengan ketinggian kurang lebih antara 10 cm – 15 cm dari dasar kolam. Namun sebaliknya, pengisian air pada kolam penetasan tergantung pada musim yang terjadi. Saat musim hujan berlangsung ketinggian air yang dianjurkan adalah 10 cm dari dasar kolam, sedangkan saat musim kemarau atau kering ketinggian yang disarankan adalah 15 cm dari dasar kolam.

Telur akan menetas setelah 24 jam dari proses pemijahan. Waktu ideal untuk memindahkan substrat dari kolam pemijahan ke kolam penetasan adalah pada waktu sore hari sekitar pukul 15.00 WIB – 17.00 WIB, ketika telur – telur sudah terlihat menempel pada substrat. Pemilihan waktu tersebut bertujuan aar terhindar dari sengatan langsung sinar matahari, yang dapat membahayakan kehidupan telur. Ciri dari telur yang berhasil dibuahi akan berwarna transparan sedangkan telur yang mati akan berwarna putih pucat.

Selanjutnya substrat berisi telur dimasukan ke kolam pemeliharaan benih.Jumlah substrat yang dimasukan ke dalam satu kolam pembenihan sebanyak tiga buah dengan posisi substrat dihadapkan ke bawah dasar kolam. Kemudian induk yang telah dipijahkan diangkat dan dimasukan kembali ke kolam pemeliharaan induk untuk proses pemulihan setelah dipijahkan.

Pemeliharaan Benih

(38)

cm – 7 cm, memerlukan waktu kurang lebih 60 hari atau dua bulan. Lamanya benih ikan lele yang dipelihara sebenarnya tergantung dari ukuran yang diinginkan oleh konsumen. Selain kontruksi kolam yang baik, ada beberapa komponen penting dari keberhasilan UPR Bina Tular dalam menjalankan usaha pembenihan ikan lele Sangkuriangnya. Komponen tersebut antara lain :

Manajemen Pengelolaan Air

Sumber air kegiatan pembenihan ikan lele Sangkuriang UPR Bina Tular berasal dari Sungai Panjalu dan Cisarua, keduanya berasal dari kaki Gunung Gede dengan debit air berkisar antara 25 – 30 liter/detik. Untuk menjaga kualitas air agar tetap optimal selama kegiatan pemeliharaan, upaya yang dilakukan UPR Bina Tular adalah dengan melakukan pergantian air secara rutin setiap satu minggu sekali.Pergantian air tersebut dilakukan saat kondisi air di dalam kolam pemeliharaan terlihat berwarna hijau pekat dan kondisi kolam berlendir.

Proses pergantian air dilakukan dengan cara membuang setengah dari jumlah total air di dalam kolam pemeliharaan. Kemudian diisi kembali dengan air baru. Proses pergantian air dilakukan pada waktu pagi hari sekitar pukul 06.00 WIB – 10.00 WIB atau sore hari sekitar pukul 15.00 WIB – 17.00 WIB. Tujuan pemilihan waktu tersebut adalah untuk menghindari kematian benih ikan lele akibat perbedaan suhu sebelum dan sesudah pergantian air. Manajemen pengelolaan air juga harus disesuaikan dengan jenis pakan yang digunakan pada waktu pemeliharaan benih ikan lele, karena akan mempengaruhi tingkat perkembangan ikan lele selama proses pemeliharaan. Manajemen pengelolaan air dapat dilihat pada Tabel 6

Tabel 6 Manajemen pengelolaan air berdasarkan jenis pakan benih ikan lele sangkurianga

No Jenis Pakan Tinggi Air Kolam (cm)

1. Cacing Sutera 10 – 15

2. Pellet Fengli 15 – 20

3. Pellet PF 800 20 – 25

4. Pellet PF 1000 25 – 30

5. Pellet PIA LIK 30 – 40

a

Sumber : UPR Bina Tular (2013) Manajemen Pemberian Pakan

(39)

24

Tabel 7 Jenis pakan berdasarkan umur benih ikan lele sangkurianga

No Jenis Pakan Umur (Hari)

1 - 0 – 5

2 Cacing Sutera 5 – 18

3 Pellet Fengli 18 – 23

4 Pellet 800 23 – 30

5 Pellet PF 1000 30 – 37

6 Pellet PIA LIK 37 – Panen

a

Sumber : UPR Bina Tular (2013)

Penyortiran Benih

Tahap selanjutnya sebelum benih siap untuk dijual adalah kegiatan penyortiran benih ikan lele. Tujuan dari penyortiran ini adalah untuk menyeragamkan ukuran benih ikan dan juga untuk mengurangi tingkat kanibalisme akibat perbedaan ukuran benih ikan yang dipelihara.

Gambar 7 Alat Sortir benih ikan lele sangkuriang

Kegiatan penyortiran pada usaha pembenihan ikan lele Sangkuriang UPR Bina Tular dilakukan sebanyak tiga kali tahapan yaitu :

Tahap I

Penyortiran saat benih ikan lele berumur 18 – 25 hari menggunakan alat sortir berukuran 2 cm – 3 cm dan 3 cm – 4 cm.

Tahap II

Penyortiran saat benih ikan lele berumur 25 – 35 hari menggunakan alat sortir berukuran 3 cm – 4 cm dan 4 cm – 5 cm.

Tahap III

Penyortiran saat benih ikan lele berumur 45 – 60 hari hingga panen menggunakan alat sortir berukuran 4 cm – 5 cm dan 5 cm – 7 cm.

Pemanenan

Kegiatan pemanenan benih ikan lele di UPR Bina Tular dilakukan setelah benih ikan lele mencapai umur 60 hari waktu pemeliharaan, dengan ukuran rata – rata benih ikan lele mencapai 5 cm – 7 cm.

(40)

kolam yang berbeda – beda disesuaikan dengan ukuran benih ikan lele yang telah mencapai ukuran siap dipanen.

Kegiatan pemanenan dilakukan pada waktu pagi hari sekitar pukul 06.00 WIB – 08.00 WIB ataupun sore hari sekitar pukul 16.00 WIB – 18.00 WIB. Hal ini bertujuan untuk mencegah benih ikan lele stress akibat perbedaan suhu air yang terlalu panas. Teknis pemanenan yaitu dengan cara menyisir benih ikan menggunakan jaring halus sehingga benih ikan akan masuk ke dalam jaring panen.

Karakteristik Responden Pembudidaya

Responden yang digunakan dalam penelitian ini adalah Bapak Endang selaku Pemilik Usaha UPR Bina Tular. Pemilihan responden didasari oleh peran Bapak Endang sebagai pengatur jumlah Benih Ikan Lele Sangkuriang yang akan dijual. Bapak Endang selaku pemegang kekuasaan penuh dalam menentukan penjual mempunyai strategi tersendiri dengan mempertimbangkan beberapa faktor dengan tujuan mendapatkan keutungan dari proses penjualan benih yang dilakukan. Bapak Endang sudah melakukan usaha pembenihan selama 6 tahun dan pendidikan terakhir yang didapat yaitu SMP. Bapak Endang yang saat ini berumur 61 Tahun mempunyai kolam berbahan terpal dengan jumlahkolam dengan ukuran rata-rata per kolam 5x2 m dengan kapasitas produksi 500.000 – 600.000 ekor benih Ikan Lele Sangkuriang per siklus. Bapak Endang hanya mempunyai tanggungan satu orang istri, hal tersebut dikarenakan anak-anak beliau sudah berkeluarga.

Karakteristik Responden Pedagang

(41)

26

Tabel 8 Karakteristik Pedagang Respondena

No Karakteristik Jumlah (Orang) Presentase (%) 1. Usia (Tahun)

Tabel 8 menunjukkan bahwa usia pedagang responden berkisar dia atas 40 tahun (≥40) dengan persentase 60 %. Hal ini menunjukkan bahwa umumnya mereka pada usia produktif, dan berada pada kategori usia lebih tua dibandingkan dengan kategori usia 32-39 tahun yang hanya 40 %. Pada tingkat pendidikan para pedagang responden hanya terdapat 2 orang yang berpendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA). Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan atau tingkat pendidikan bagi pedagang masih rendah.

Lama pengalaman berpengaruh terhadap pelajaran dan risiko yang didapat selama didalam melakukan usaha. Lama pegalaman menjadi penjual benih ikan Lele Sangkuriang dengan pengalaman lebih dari 7 Tahun dengan presentase sebesar 75%. Dilihat dari angka tersebut menjelaskan mereka sudah mempunyai bekal yang cukup untuk dilakukanya usaha terkait.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Lembaga dan Saluran Tataniaga

Lembaga tataniaga yang menjalin kerjasama dengan UPR Bina Tular terdiri dari pedagang pengumpul besar Bogor, pedagang pengumpul besar Sukabumi, pedagang pegumpul besar Jakarta. Pada setiap pedagang pengumpul besar dipilih 2 orang pedagang pengecer sebagai responden.Sample dibagi menjadi 3 wilayah yaitu Bogor, Sukabumi, dan Jakarta.

(42)

tinggi dikarenakan harus mengeluarkan biaya tambahan berupa pakan dan perawatan.

Saluran tataniaga yang terbentuk pada UPR Bina Tular untuk pedagang pengumpul besar wilayah Bogor, Sukabumi, dan Jakarta membentuk pola saluran yang sama. Saluran Tataniaga tersebut terdiri dari:

1. UPR Bina Tular – Pedagang Pengumpul Besar Sukabumi – Pedagang pengecer Sukabumi – Petani Pembesaran Ikan Lele Sangkuriang Sukabumi.

2. UPR Bina Tular–– Pedagang Pengumpul BesarSukabumi –– Petani Pembesaran Ikan Lele Sangkuriang.

3. UPR Bina Tular – Pedagang Pengumpul Besar Bogor – Pedagang pengecer Bogor – Petani Pembesaran Ikan Lele Sangkuriang.

4. UPR Bina Tular –– Pedagang Pengumpul Besar Bogor –– Petani Pembesaran Ikan Lele Sangkuriang.

5. UPR Bina Tular – Pedagang Pengumpul Besar Jakarta – Pedagang pengecer Jakarta – Petani Pembesaran Ikan Lele Sangkuriang Jakarta.

6. UPR Bina Tular –– Pedagang Pengumpul Besar Jakarta –– Petani Pembesaran Ikan Lele Sangkuriang.

Untuk memperjelas saluran tataniaga pada masing – masing wilayah dapat dilihat pada Gambar 8

(43)

28

Tabel 9 Perlakuan benih ikan lele untuk setiap pedagang pengumpul besara Jarak

UPR Bina Tular melakukan penjualan benih kepada pedagang pengumpul besar wilayah Bogor dengan presentase sebesar 24 % dengan nilai penjualan sebesar 130.800 ekor dikarenakan kematian yang disebabkan jarak transportasi pengangkutan sebesar 1 % jumlah benih yang tersisa sebesar 129. 492 ekor (Saluran I dan II) dan hal serupa juga terjadi untuk wilayah Sukabumi dan Jakarta, para pedagang menghitung kematian benih sebesar 1% dari total pembelian benih. Pedagang pengumpul besar wilayah Bogor lebih tertarik untuk memilih benih ikan lele sangkuriang dari UPR Bina Tular dikarenakan benih yang dihasilkan mempunyai tingkat survival rate atau tingkat kelangsungan hidup lebih baik dibandingkan dengan petani pembenihan lainnya dan benih yang dihasilkan merupakan benih hasil pemijahan alami bukan pemijahan secara buatan yang dilakukan dengan penyuntikan. Jarak perjalanan yang ditempuh oleh pedagang pengumpul besar dari lokasi usaha ke UPR Bina Tular ±40 km.

Gambar

Tabel 1 Produksi perikanan budidaya air tawar berdasarkan Kota dan Kabupaten
Tabel 2 Perkembangan produksi benih ikan air tawar di Kabupaten Bogor Tahun
Tabel 4 Data produksi benih ikan lele sangkuriang di UPR Bina Tular per bulan,
Gambar 1 Margin Tataniaga. Sumber : Hammond dan Dahl (1977)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Seperti halnya hasil pada penelitian sebelumnya yang membuktikan bahwa kandungan saponin dan flavonoid dalam biji pepaya ( carica papaya L) memiliki efek dalam

Jenis penelitian mengenai Kondisi Sosial-Ekonomi Masyarakat Masa Pendudukan Jepang di Salatiga 1942-1945 ini lebih menekankan pada masalah proses, maka bentuk

Timur setelah mempelajmi Berita Acara Hasil Pengadaan Langsung Nomor : PL- 05/BANIPNGiPUPR/ATIM/2017 Tanggal 2l Juni 2017, beserta dokumen pendukungny4 dengan

Peningkatan keragaman genetik tanaman hias Hemerocallis dapat dilakukan dengan hibridisasi dan kriteria seleksi pada generasi F1, tetua yang digunakan adalah

1 Rapat-rapat Koordinasi dan Konsultasi Kedalam Daerah 1

(3) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada penuntut umum sesuai

bahwa dalam rangka menindaklanjuti Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah dan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara

Namun hal ini bertentangan dengan hasil penelitian yang dilakukan La Vere, yang menyatakan bahwa RPA paling retentif pada gigi alami, baik untuk melawan kekuatan tarik