• Tidak ada hasil yang ditemukan

4 METODE PENELITIAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Cadangan Beras Nasional dan Kinerja BULOG sebagai Lembaga yang Memiliki Wewenang dalam Melakukan Pengadaan Beras Kondisi Cadangan Beras Nasional

Dalam rangka ketahanan pangan dan untuk situasi darurat (bencana alam dan bencana sosial), pemerintah perlu memiliki stok pangan (beras) yang dapat dengan segera didistribusikan. Selama ini, untuk keperluan darurat, pemerintah mengambil stok beras yang ada di BULOG, dan harus mengeluarkan dana untuk membayar beras tersebut. Hal ini menjadi tidak fleksible karena dana tersebut mungkin belum tersedia atau prosesnya lama sementara keadaan di lapangan menuntut penyediaan beras yang cepat. Menurut BPS stok merupakan sejumlah bahan makanan yang disimpan atau dikuasai oleh pemerintah atau swasta yang dimaksud sebagai cadangan dan akan digunakan apabila sewaktu-waktu diperlukan. Secara umum, pemegang stok gabah ada dua, yaitu pemerintah dipegang oleh BULOG sedangkan stok di masyarakat dipegang oleh petani.

Untuk itu pemerintah perlu memiliki stok yang dapat setiap saat disalurkan sesuai keinginan pemerintah melalui BULOG sebagai institusi pemerintah yang selama ini telah menangani beras. Pengadaan beras oleh BULOG diperoleh melalui Mitra Kerja, Usaha Pengadaan Gabah & Beras (UPGB), Satuan Tugas tingkat Provinsi. Mitra Kerja adalah lembaga berbadan hukum atau badan usaha yang melakukan kerjasama dengan Perum BULOG dalam hal pembelian, pengolahan dan pemasaran gabah/ beras ke gudang BULOG. Satgas adalah satuan kerja yang dibuat atau dibentuk oleh divre/kasudivre pada waktu, tempat dan kondisi tertentu untuk melakukan pembelian gabah/beras, guna memenuhi kebutuhan persediaan dalam harga berpedoman pada HPP (Harga Pembelian Pemerintah). UPGB adalah unit usaha yang mendukung kegiatan pelayanan publik dan pengembangan usaha Perum BULOG untuk mencari keuntungan. Kondisi cadangan beras nasional oleh BULOG dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 3 Kondisi cadangan beras nasional oleh BULOG

Terkait dengan aspek pengelolaan dan pemeliharaan cadangan pangan pemerintah, peraturan pemerintah (PP) No 68 tahun 2002 menyebutkan secara tegas pentingnya peran pemerintah provinsi, kabupaten, pemerintah desa dalam menangani masalah pangan. Pada Gambar 3 dapat dijelaskan bahwa BULOG melakukan penanganan masalah pangan dengan melakukan penympanan (stok) beras yang bekerjasama dengan lembaga swasta dan pemerintahan daerah. Berdasarkan wawancara dengan pihak BULOG memaparkan bahwa pengadaan beras yang dilakukan oleh BULOG untuk penyimpanan (stok) dengan ketentuan sebesar 1 juta ton untuk stok akhir tahun. Namun ketentuan stok akhir tahun yang hanya 1 juta ton diubah menjadi 3 juta ton pada tahun 2012, hal ini bertujuan

80 % 10 %

Bulog

Penyimpanan (Stok harus 1 juta

ton dariProduksi)

Pengadaan Dalam Negeri

Mitra Kerja UPGB Satuan Tugas

10 %

Sentra Produksi

 Jawa Tengah

 Jawa Barat

 Sulawesi Selatan

 Nusa Tenggara Barat

 Sumatera Selatan  Aceh  Lampung Pengadaan Luar Negeri Impor

untuk dapat mencapai surplus beras di tahun 2014. Dalam penelitian ini stok beras yang dilihat adalah yang ada dalam BULOG.

Praktek pengadaan yang oleh BULOG dilakukan melalui bantuan Mitra Kerja, UPGB dan Satgas. Mitra Kerja merupakan unit usaha yang merupakan milik BULOG yang memiliki kontribusi dalam pengadaan jumlah beras sebesar 80% penyerapan beras dari hasil produksi. Unit usaha ini bersifat swasta yang melakukan pengadaan beras jika harga beras di pasar berada dibawah harga HPP, untuk dapat menyelamatkan petani produsen agar tidak merasa dirugikan. Maulana dan Rachman (2010) menambahkan bahwa mitra kerja terdiri dari koperasi, non koperasi lembaga petani yang memiliki badan hukum. Mitra kerja ini dalam memenuhi kuota penyetoran gabah ke gudang BULOG yang telah disepakati dengan pihak BULOG diharuskan memenuhi kualitas gabah sesuai dengan Inpres perberasan No. 7/2009 yaitu kadar air maksimal 14% dan kadar hampa/ kadar kotoran maksimal 3 %.

Menurut Sawit dalam penelitian mengenai pengadaan (2010), pada prakteknya dalam pengadaan sebagian besar beras/gabah dalam negeri, BULOG bekerjasama dengan penggilingan padi swasta atau Mitra Kerja. BULOG mengelompokkan penggilingan padi swasta ke dalam empat tipe, yaitu A, B, C, dan D. Setiap kelompok menggambarkan alat/proses pengeringan padi, kapasitas giling, dan tempat atau cara penyimpanannya. Kelompok tipe A adalah yang tertinggi dan tipe D terendah. BULOG tidak pernah bekerjasama dengan penggilingan padi tipe A karena mereka menghasilkan beras kualitas premium atau super, tetapi karena BULOG membeli beras berkualitas medium. Setiap tahun BULOG bekerjasama dengan 4 500 hingga 5 000 unit penggilingan padi skala kecil yang sebagian besar adalah penggilingan padi tipe D. Semakin banyak pengadaan BULOG pada kelompok C dan D, semakin tinggi permintaan terhadap beras berkualitas medium, dan semakin rendah insentif mereka untuk memperbaiki kualitas beras di luar kualitas medium. Diperkirakan 80% hasil penggilingan padi mereka ditampung oleh BULOG. Segmen pasar beras berkualitas medium terus meningkat dari tahun ke tahun seiring dengan meningakatnya produksi dan volume pengadaan beras dalam negeri oleh BULOG.

Sawit (2010) juga menambahkan pada era swasembada/surplus produksi, penyerapan gabah/beras oleh BULOG didorong hingga mencapai 10% atau sekitar 4 juta ton setara beras. Penyerapan yang tinggi untuk beras berkualitas medium telah berdampak luas terhadap kualitas pengadaan BULOG dan kualitas cadangan beras pemerintah yaitu menurun. Sejak terjadinya swasembada/surplus produksi beras periode 2008-2009, pemerintah terus mendorong peningkatan pengadaan BULOG dari rata-rata 1.8 juta ton pada periode 2008-2009, atau meningkatkan 1.6 juta ton/tahun. Peningkatan pengadaan dalam jumlah besar pada musim panen gadu dan musim panen panceklik secara teoritis sulit dilakukan, karena pada periode tersebut kualitas gabah/beras umumnya lebih baik dan harganya tinggi, lebih tinggi dari HPP.

UPGB (Unit Pengadaan Gabah Beras) juga merupakan unit usaha yang berada dibawah BULOG, kontribusi pengadaan beras oleh UPGB adalah sebesar 10% penyerapan beras dari produksi. Dalam melaksanakan kegiatannya UPGB di bekali dengan fasilitas pengeringan dan mesin penggilingan gabah- beras, sehingga dapat meningkatkan kualitas gabah yang dibeli dari petani, setelah gabah memenuhi kualitas sesuai dengan kebutuhan dalam Inpres perberasan.

Satuan Tugas tingkat provinsi adalah divre/kasudivre BULOG yang berada di tingkat provinsi. Divre BULOG memiliki tugas dalam pengadaan beras di tingkat provinsi di Indonesia. Maulana dan Rachman (2010) menambahkan Satgas dibentuk oleh Kepala Divsi Regional (Kadivre) dalam pengamanan harga tingkat petani dalam pencapaian prognosa pengadaan dalam negeri dengan mempertimbangkan kondisi objektif di masing-masing wilayah kerja. Satgas ini tidak selalu ada tiap musim karena tergantung kebutuhan. Saat ini terdapat beberapa provinsi yang menjadi sentra produksi beras nasional, yaitu Jawa Tengah, Jawa Barat, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat, Lampung, Sumatera Selatan dan Aceh.

Menurut Abubakar (2009) masalah penguasaan stok awal menjadi penting buat BULOG. Apabila stok awal terlalu rendah dapat memberi peluang spekulasi, berakibat pada instabilitas harga/sebaliknya. Stok itu menyebar di berbagai provinsi walaupun tidak sama jumlahnya. Sejumlah provinsi menguasai stok beras dan ada pula yang kecil. Pengalihan stok besar dan ada yang kecil. Pengalihan stok dari wilayah lebih ke daerah kurang, tidaklah sulit dan dapat dilakukan dengan cepat, karena keputusan itu berada dalam satu manajemen, serta transportasi tersedia, baik laut dan darat. Penguasaan stok dan penyaluran, tentu tidak dapat dipisahkan dengan pengadaan. Pada tahun 2008, BULOG tidak melakukan impor dan seluruh keperluan beras BULOG berasal dari pengadaan dalam negeri. Pada saat itu pengadaan beras dalam negeri telah mencapai 3.2 juta ton.

Apabila cadangan beras untuk iron stok ini telah dimiliki oleh pemerintah, maka dalam perhitungan harga pokok beras BULOG tidak ada beban bunga untuk pengelolaan beras sejumlah iron stok tersebut seperti selama ini. dengan demikian akan dapat menekan harga pokok beras BULOG (HPB) sehingga HPB BULOG dapat lebih kompetitif dan efisien. Secara administrasi beras untuk stok tersebut dipisahkan dari pengelolaan beras BULOG lainnya yang diperuntukan keperluan penyaluran-penyaluran rutin, sedangkan dalam bentuk fisik beras tersebut tetap menyatu dengan stok beras BULOG lain namun jumlahnya harus tetap pada jumlah yang disepakati dan tersebar di seluruh Indonesia.

Perkembangan peran BULOG Sebagai Lembaga yang Memiliki Wewenang dalam Pengadaan Beras

Perjalanan Perum BULOG dimulai pada saat dibentuknya BULOG pada tanggal 10 Mei 1967 berdasarkan keputusan presidium kabinet No 114/U/Kep/5/1967 dengan tujuan pokok untuk mengamankan penyediaan pangan dalam rangka menegakkan eksistensi pemerintahan baru. Selanjutnya direvisi melalui Keppres No 39 tahun 1969 tanggal 21 Januari 1969 dengan tugas pokok melakukan stabilisasi harga beras, dan kemudian direvisi kembali melalui Keppres No 39 tahun 1987, yang dimaksudkan untuk menyongsong tugas BULOG dalam rangka mendukung pembangunan komoditas pangan yang multi komoditas. Perubahan berikutnya dilakukan melalui Keppres No 103 tahun 1993 yang memperluas tanggung jawab BULOG mencakup koordinasi pembangunan pangan dan meningkatkan mutu gizi pangan, yaitu ketika Kepala BULOG dirangkap oleh Menteri Negara Urusan Pangan.

Pada tahun 1995 dikeluarkan Keppres No 50, untuk menyempurnakan struktur organisasi BULOG yang pada dasarnya bertujuan untuk lebih mempertajam tugas pokok, fungsi serta peran BULOG. Oleh karena itu, tanggung jawab BULOG lebih difokuskan pada peningkatan stabilisasi dan pengelolaan persediaan bahan pokok dan pangan. Tugas pokok BULOG sesuai Keppres tersebut adalah mengendalikan harga dan mengelola persediaan beras, gula, gandum, terigu, kedelai, pakan dan bahan pangan lainnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dalam rangka menjaga kestabilan harga bahan pangan bagi produsen dan konsumen serta memenuhi kebutuhan pangan berdasarkan kebijaksanaan umum Pemerintah. Namun tugas tersebut berubah dengan keluarnya Keppres No 45 tahun 1997, dimana komoditas yang dikelola BULOG dikurangi dan tinggal beras dan gula. Kemudian melalui Keppres No 19 tahun 1998 tanggal 21 Januari 1998, Pemerintah mengembalikan tugas BULOG seperti Keppres No 39 tahun 1968. Selanjutnya melalu Keppres No 19 tahun 1998, ruang lingkup komoditas yang ditangani BULOG kembali dipersempit seiring dengan kesepakatan yang diambil oleh Pemerintah dengan pihak IMF yang tertuang dalam Letter of Intent (LoI).

Pada Keppres tersebut, tugas pokok BULOG dibatasi hanya untuk menangani komoditas beras. Sedangkan komoditas lain yang dikelola selama ini dilepaskan ke mekanisme pasar. Arah Pemerintah mendorong BULOG menuju suatu bentuk badan usaha mulai terlihat dengan terbitnya Keppres No 29 tahun 2000, dimana didalamnya tersirat BULOG sebagai organisasi transisi (tahun 2003) menuju organisasi yang bergerak di bidang jasa logistik di samping masih menangani tugas tradisionalnya. Pada Keppres No 29 tahun 2000 tersebut, tugas pokok BULOG adalah melaksanakan tugas Pemerintah di bidang manajemen logistik melalui pengelolaan persediaan, distribusi dan pengendalian harga beras (mempertahankan Harga Pembelian Pemerintah – HPP), serta usaha jasa logistik sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Arah perubahan tesebut semakin kuat dengan keluarnya Keppres No 166 tahun 2000, yang selanjutnya diubah menjadi Keppres No 103/2000. Kemudian diubah lagi dengan Keppres No 03 tahun 2002 tanggal 7 Januari 2002 dimana tugas pokok BULOG masih sama dengan ketentuan dalam Keppers No 29 tahun 2000, tetapi dengan nomenklatur yang berbeda dan memberi waktu masa transisi sampai dengan tahun 2003. Akhirnya dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah RI No 7 tahun 2003 BULOG resmi beralih status menjadi Perusahaan Umum (Perum) BULOG.

Sebagai lembaga penyangga pangan nasional, sebelum perubahan BULOG menjadi Perum, BULOG memiliki peran sentral dalam mengelola pangan nasional. Secara implisit BULOG diharuskan membuat kebijakan yang berpihak kepada konsumen dan produsen sekaligus tidak merugikan konsumen dengan berubahnya status BULOG menjadi Perum, sesuai dengan misi suatu lembaga ekonomi, tugas Perum BULOG lebih berorientasi pada usaha penciptaan keuntungan bagi perusahaan disamping tetap melaksanakan fungsi sosial seperti diamanatkan oleh perusahaan pemerintah. Hal–hal demikian diduga akan berpengaruh terhadap penyelenggaraan pemantapan ketahanan pangan di daerah khususnya terkait dengan upaya stabilisasi harga melalui pengadaan dan atau penyaluran pangan.

Tabel 3 Perkembangan peran BULOG berdasarkan Keputusan Presiden

Tahun Perkembangan Peran BULOG Keterangan Kebijakan

1967

Dibentuk pertama kali berdasarkan kepres

Keppres No

114/U/Ke/5/1967 1969

Tugas pokok melalui stabilisasi harga beras

Keppres No 39 Tahun 1969

1987

Pembangunan komoditas pangan yang multikomoditas

Keppres No 39 Tahun 1987

1993

Koordinasi pembangunan pangan & meningkatkan mutu gizi pangan

Keppres No 103 Tahun 1993

1995

peningkatan stabilitas &

pengelolaan persediaan bahan

pokok dan pangan

Mengendalikan harga dan mengelola persediaan pangan Keppres No 50 Tahun 1995 1997

komoditas yang dikelola dikurangi & tinggal beras dan gula

Keppres No 45 Tahun 1997

1998

Ruang lingkup komoditas yang

ditangani BULOG lebih

dipersempit yaitu Beras Berdasarkan LoI

Keppres No 19 Tahun 1998

2000

Sebagai organisasi transisi menuju organisasi yang bergerak di bidang

logistik Pengadaan Keppres No 29 Tahun 2000 Distribusi Keppres No 166 Tahun 2000 Pengendalian Harga Keppres No 103 Tahun 2000 2002

Masih sama dengan ketentuan Keppres No 103/2000

Keppres No 03 Tahun 2002

2003

BULOG resmi menjadi Perusahaan

Umum BULOG

Keppres No 07 Tahun 2003

Sumber : BULOG (2013)

Identifikasi Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Stok Beras Nasional Volume Beras Impor Beras Vietnam (IMVT) dan Harga Beras Vietnam (HBVT)

Sejak dimulainya Revolusi hijau di tahun 1970-an hingga pertengahan tahun 1980-an Indonesia berhasil memproduksi beras dengan jumlah produksi yang sangat tinggi hingga sempat mencapai swasembada pada saat itu. Namun sejak awal 1990-an, penawaran beras domestik tidak lagi mampu memenuhi permintaan beras dalam negeri, hal ini disebabkan oleh meningkatnya jumlah penduduk, sehingga impor beras meningkat dari tahun ke tahun. Sehingga, saat ini Indonesia merupakan negara pengimpor beras yang tertinggi di Asia.

Sesuai dengan Instruksi Presiden No 3 Tahun 2012 untuk dapat memenuhi kebutuhan beras dalam negeri pemerintah tidak saja mengandalkan produksi dalam negeri saja tetapi juga melakukan impor dari luar negeri. Impor beras tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan permintaan tetapi juga sumber pengadaan beras luar negeri oleh BULOG. Impor beras diperoleh dari Thailand, Vietnam dan Kamboja. Lima tahun terakhir jumlah impor beras dari Vietnam sangat tinggi, hal ini disebabkan karena produksi beras Vietnam sangat tinggi dan pengeskpor beras

terbesar di Asia. Perkembangan volume impor beras Vietnam dan harga beras Vietnam dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 4 Volume impor beras Vietnam dan harga beras Vietnam

Tahun Impor (Kg) Harga Impor (Rp/kg) 2000 287.641.984 1600 2001 195.331.120 3300 2002 393.464.544 3380 2003 400.853.855 3200 2004 39.271.082 4350 2005 57.409.071 4590 2006 332.664.032 2760 2007 1.158.328.832 2850 2008 74.156.496 4280 2009 16.536.350 3830 2010 685.862.976 4520 2011 1.879.220.992 4800 2012 384.997.750 4470

Sumber : WorldBank 2013 (diolah)

Berdasarkan Tabel 4 dapat dijelaskan bahwa dari tahun 2000-2012 perkembangan impor beras Vietnam di Indonesia berfluktatif namun cenderung meningkat. Jumlah impor tertinggi terjadi pada tahun 2007 dan 2011 yaitu sebesar 1 158 328 832 Kg dan 1 879 220 992 kg. Sedangkan impor beras paling rendah adalah pada tahun 2009 yaitu sebesar 16 536 350 Kg. Besarnya jumlah impor beras yang masuk ke Indonesia disebabkan karena harga beras Vietnam yang relatif lebih murah dibandingkan dengan beras dalam negeri. Harga beras termurah adalah pada tahun 2000 yaitu Rp 1 600 dan harga tertinggi pada tahun 2009 yaitu sebesar Rp 4 800. Harga beras Vietnam yang relatif murah hal ini disebabkan oleh pengelolaan yang dilakukan oleh dua perusahaan pemilik yaitu VinaFood1 dan VinaFood2 yang melakukan pengontrolan 65 % dari eskpor beras yang dilakukan oleh Vietnam.

Total Pengadaan Beras oleh BULOG (TPBB)

Dalam mencukupi kebutuhan masyarakat terhadap beras, pemerintah berusaha melakukan pengadaan beras baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Berdasarkan data yang diperoleh melalui BULOG (2013) menunjukkan bahwa pengadaan beras yang dilakukan oleh pemerintah adalah sebesar 7.45% terhadap produksi yaitu sebesar 2 174 807 ton. Sedangkan pengadaan luar negeri adalah sebesar 531 140 ton di tahun 2000. Tahun 2001 jumlah pengadaan dalam negeri mengalami penurunan sebesar 7.11% dari produksi adalah 2 018 338 ton dan pengadaan luar negeri menurun hingga 68 737 ton. Tahun 2002 hingga akhir 2012 jumlah pengadaan beras dalam negeri dan luar negeri berfluktuatif. Jumlah pengadaan beras paling tinggi adalah pada tahun 2009 sebesar 3 625 522 ton yang berasal dari dalam negeri. Sedangkan pada tahun 2008-2009, BULOG tidak

melakukan pengadaan beras dari luar negeri karena jumlah produksi beras dalam negeri mencukupi jumlah permintaan masyarakat atau terjadinya swasembada/surplus produksi beras. Tahun 2012 total jumlah pengadaan beras oleh BULOG adalah sebesar 4 139 074 ton. jumlah pengadaan beras yang lebih besar daripada tahun sebelumnya. Hal ini dikarenakan adanya target pemerintah untuk akhir tahun bahwa jumlah stok beras harus sebesar 2 juta ton (lampiran 2).

Produksi Beras Dalam Negeri (PBDN) dan Harga Beras Dalam Negeri (HBDN)

Untuk dapat mencapai swasembada beras nasional, pemerintah difokuskan untuk dapat meningkatkan produksi beras nasional. Namun pencapaiannya belum optimal. Berdasarkan tabel 5 dapat dilihat perkembangan produksi beras nasional harga beras dalan negeri. Produksi beras nasional dari tahun 2000-2012 mengalami fluktuatif. Di tahun 2001 jumlah produksi beras menurun dari tahun 29 177 535 ton menjadi 23 369 052 ton. dari tahun 2003 hingga tahun 2011 produksi beras nasional terus meningkat namun kembali mengalami penurunan pada tahun 2011 dari 37 369 093 ton menjadi 36 959 560 ton. Penurunan jumlah produksi di tahun 2001 disebabkan adanya El-Nino sedangkan penurunan produksi pada tahun 2011 disebabkan oleh penurunan luas panen dan adanya konversi lahan pertanian ke lahan industri. Fluktuatif tidak berlaku pada harga beras dalam negeri karena harga beras terus meningkat setiap tahun hal ini disebabkan karena adanya kenaikan biaya produksi. Di tahun 2000 harga beras per Kg adalah sebesar Rp 2 335, hingga tahun 2004 harga beras masih berkisar sekitar Rp 2000-an. Namun pada tahun 2005 harga beras sudah mulai meningkat menuju harga Rp 3 334/Kg. Hingga akhir tahun 2012 harga beras dalam negeri mencapai Rp 8 057/Kg.

Tabel 5 Produksi beras dalam negeri dan harga beras dalam negeri tahun 2000- 2013

Tahun Produksi Beras (ton)* Harga (Rp/kg)

2000 29.177.535 2.335 2001 23.369.052 2.449 2002 28.947.506 2.842 2003 29.311.761 2.795 2004 30.408.537 2.795 2005 30.443.747 3.334 2006 30.614.566 4.337 2007 32.133.910 5.071 2008 33.915.235 5.446 2009 36.205.056 5.705 2010 37.369.093 6.512 2011 36.959.560 7.379 2012 38.817.178 8.507 Sumber : * BULOG 2013 Kementrian Perdagangan 2013

Permintaan Dalam Negeri (QDBD)

Beras merupakan pangan pokok utama bagi masyarakat Indonesia hampir 98 % masyarakat Indonesia mengkonsumsi beras khususnya nasi sebagai makanan pokok. Dalam menghitung jumlah permintaan beras di Indonesia dapat dilihat data perkembangan konsumsi beras perkapita penduduk Indonesia yang dapat dilihat pada lampiran 3 untuk periode tahun 2000-2012. Tingkat konsumsi beras penduduk Indonesia cenderung fluktuatif walaupun untuk beberapa tahun terakhir mulai menurun. Tahun 2001 angka konsumsi beras perkapita adalah 120.9 kg/kapita/tahun, angka ini meningkat dari tahun 2000 yaitu 120.5 kg/kapita/tahun. Jumlah pertumbuhan penduduk Indonesia terus meningkat setiap tahun, disebabkan oleh semakin tingginya angka kelahiran di Indonesia.

Gambar 4 Perkembangan jumlah permintaan beras dalam negeri melalui konsumsi kapita per tahun (2000-2012)

Sumber : Badan Ketahanan Pangan 2013

Untuk dapat menghitung jumlah permintaan beras dalam negeri, dapat direfleksikan dengan menggunakan tingkat perkembangan konsumsi beras kapita pertahun di Indonesia. Pada Gambar 4 terlihat bahwa tingkat konsumsi cenderung menurun walaupun masih tergolong tinggi untuk tingkat konsumsi di Asia. Penurunan angka konsumsi beras perkapita bisa disebabkan karena mulai ditingkatkannya program diversifikasi pangan yang juga di dukung oleh pemerintah Indonesia dan juga mulai menerapkan subtitusi pangan, misalnya jika makanan pokok di Indonesia adalah beras maka dapat digantikan dengan jagung atau cereal seperti gandum.

Tarif Impor Beras

Setiap produk yang akan masuk ke Indonesia akan dikenakan pajak masuk atau yang sering dikenal dengan tarif impor. Untuk beras yang dimpor dari yang masuk ke Indonesia dikenakan tarif impor sebesar Rp 430/Kg. Tarif impor ini berlaku dari tahun 2000 hingga tahun 2005. Untuk tahun 2006 tarif impor beras mengalami kenaikan yaitu sebesar Rp 450/Kg. Harga ini berlaku hingga tahun 2011. Pada tahun 2012 tarif impor beras dihapuskan atau Rp 0/Kg. Pembebasan

0 20 40 60 80 100 120 Kg/kapita/th

tarif impor beras ini karena adanya perdagangan bebas yang sudah berkembang dari tahun 2005. Untuk mengetahui perkembangan Tarif Impor Beras di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Perkembangan tarif impor beras di Indonesia tahun 2000-2012

Tahun Tarif Impor (Rp/Kg) 2000 430 2001 430 2002 430 2003 430 2004 430 2005 430 2006 450 2007 450 2008 450 2009 450 2010 450 2011 450 2012* 0

Sumber : Worldbank 2013 (diolah)

Hasil Identifikasi Menggunakan Regresi Linear Berganda

Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan data kuantitatif dengan analisis regresi berganda, yang diukur adalah pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat dan melihat variabel mana yang dominan mempengaruhi selama periode 2000-2012 (Lampiran 4). Dalam hal ini variabel bebas tarif impor beras (TRFIM) volume impor beras Vietnam (IMVT), produksi beras dalam negeri (PBDN), permintaan dalam negeri (QDBD), total pengadaan beras BULOG (TPBB), harga beras dalam negeri (HBDN), sedangkan variabel terikatnya adalah stok beras oleh BULOG (STOKB). Pada bagian ini akan dijelaskan hasil penelitian yang telah diperoleh koefisien determinan (R2), statistik t dan F serta selanjutnya membuat kesimpulan dari hasil pengestimasian.

Hasil Pendugaan Model Regresi Linear Berganda

Analisis regresi dilakukan untuk dapat mempelajari faktor-faktor yang mempengaruhi cadangan beras oleh BULOG sebagai variabel tak bebas dengan faktor tarif impor beras (TRFIM), impor beras Vietnam (IMVT), jumlah permintaan dalam negeri (QDBD), total pengadaan beras BULOG (TPBB), produksi beras dalam negeri (PBDN), dan harga beras dalam negeri (HBDN) sebagai variabel bebas.

Dalam memperoleh faktor yang secara statistik atau signifikan mempengaruhi stok beras semua variabel bebas diikutsertakan dalam model regresi kemudian dilakukan analisis faktor-faktor yang mempengaruhi stok beras nasional dengan melihat koefisien faktor-faktor tersebut dalam model regresi yang

didapatkan (lampiran 5). Hasil pengolahan data sekunder dengan menggunakan program SPSS diperoleh persamaan linear berganda sebagai berikut :

STOKB = 1 325 000 – 3124.85 TRFIM – 97 423.2 HBDN + 0.115 IMVT + 0.656 TPBB – 53 084 QDBD – 0.094 PBDN

Dengan memasukkan semua variabel diperoleh model persamaan stok beras nasional. Model terbaik didapatkan setelah menambahkan faktor tarif impor beras (TRFIM) yang mempengaruhi stok beras nasional. Nilai R2 yang diperoleh adalah 0.902 artinya bahwa adanya korelasi anatara variabel bebas dengan variabel terkait adalah sebesar 0.902. Dalam hal ini karena regresi linear berganda dengan delapan variabel bebas maka dikatakan bahwa korelasi berganda variasi tarif impor beras (TRFIM), impor beras vietnam (IMVT), harga beras dalam negeri (HBDL), jumlah permintaan dalam negeri (QBDB), total pengadaan beras oleh BULOG (TPBB), pendapatan perkapita (PDB), produksi beras dalam negeri (PBDL) adalah sebesar 0.902.

Koefisien determinasi sebesar 0.950 berarti bahwa variasi stok beras oleh

Dokumen terkait