• Tidak ada hasil yang ditemukan

2 METODOLOGI PENELITIAN

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

Kabupaten Kepulauan Anambas terletak antara 2º10’0”- 3º40’0”LU s/d 105º15’0”-106º45’0” BT (Bappeda Kab. Kep. Anambas, 2012).. Sebagai wilayah kepulauan, Kabupaten Kepulauan Anambas memiliki karakteristik yang berbeda dengan wilayah lainnya, hal ini dikarenakan sebagian besar wilayahnya terdiri dari lautan dan pulau-pulau yang tersebar di Perairan Laut Natuna dan Laut Cina Selatan.

Keberadaan Kabupaten Kepulauan Anambas secara administratif terdiri dari 7 (tujuh) kecamatan yaitu : Kecamatan Jemaja, Kecamatan Jemaja Timur, Kecamatan Siantan Selatan, Kecamatan Siantan, Kecamatan Siantan Timur, Kecamatan Siantan Tengah, dan Kecamatan Palmatak. Secara geografis, Kabupaten Kepulauan Anambas terdiri dari gugusan pulau-pulau besar dan kecil yang tersebar di seluruh wilayah administratifnya dan berbatasan langsung dengan negara lain atau lautan internasional. Dengan jumlah pulau sebanyak 255 (KEP.37/MEN/2014). Terdiri dari gugusan pulau-pulau besar dan pulau kecil yang tersebar di seluruh wilayah administrasinya dan berbatasan langsung dengan negara tetangga atau lautan internasional. Adapun batas wilayah Kabupaten Kepulauan Anambas yaitu :

1. Sebelah Utara : Laut Cina Selatan/Vietnam 2. Sebelah Selatan : Kepulauan Tambelan/Bintan 3. Sebelah Barat : Laut Cina Selatan/Malaysia 4. Sebelah Timur : Laut Natuna

Pulau Mantang Besar terletak 3o17’54” LU dan 106o19’40” BT sementara Mantang Kecil terletak 3o17’34” LU dan 106o19’52” BT. Termasuk dalam Kecamatan Palmatak dan berjarak 3.88km dari ibukota kecamatan (main land). Luas pulau Mantang Besar ± 33 461 ha dan Mantang Kecil ± 15 251 ha merupakan pulau yang belum berpenghuni. Memiliki ekosistem utama adalah terumbu karang, jenis pulau berasal dari struktural dengan litologi batuan andesit volkan periode cretaceous. Merupakan pulau yang masuk dalam zona konservasi memiliki tutupan lahan pantai kelapa dan semak-belukar, dengan kemiringan pantai antara 8°-10°(Bappeda Kab. Kep. Anambas 2012).

Topografi dan Iklim

Secara topografi wilayah daratan setiap Kecamatan di Kabupaten Kepulauan Anambas sebagian besar berbukit dan pergunungan yang terjal yang disusun oleh batuan metamorf. Umumnya batuan-batuan yang tersingkap merupakan batuan metamorf yang berunsur partier, batuan lainnya antara lain adalah batuan sedimen, endapan alluvial, trias, permokarbon, sekis, granit, diorerm, hiporit dan erufsi kwarter. Ketinggian wilayah cukup bervariasi yakni berkisar 3m-610m dari permukaan laut (Bappeda Kab. Kep. Anambas, 2012).

Sedangkan struktur tanah yang terdapat di wilayah Kabupaten Kepulauan Anambas merupakan tanah mineral, umumnya terdiri dari jenis tanah podsolik, latosol dan alluvial. Tanah tersebut terbentuk dari bahan induk metamorf, batuan

beku basa, batuan sediman dan endapan pantai, rawa, sungai (bahan organik) (Bappeda Kab. Kep. Anambas, 2012).

Kondisi iklim di Kabupaten Kepulauan Anambas sangat dipengaruhi oleh perubahan arah angin, musim kemarau biasanya terjadi pada bulan Maret hingga Mei, ketika angin bertiup dari arah Utara. Sedangkan musim hujan terjadi pada bulan September hingga Februari, ketika angin bertiup dari arah Timur dan Selatan. Curah hujan rata-rata dalam satu tahun per jam berkisar ± 14.5 mm/h dengan kelembaban udara sekitar 47.25 % dan temperatur berkisar 30°C (Bappeda Kab. Kep. Anambas, 2012).

Berdasarkan arah angin musim di wilayah Kabupaten Kepulauan Anambas dibagi dalam 4 periode yaitu periode Januari - Maret: bertiup angin Utara dan Timur laut, curah hujan sedang dengan temperatur udara sedang, periode April - Juni: bertiup angin Timur Laut/Tenggara, hujan sedikit dengan temperatur udara agak panas (lebih kurang 32°C), periode Juli - September: bertiup angin tenggara, hujan turun agak banyak dengan temperatur udara agak panas (lebih kurang 32°C), periode Oktober - Desember: bertiup angin barat/utara, hujan banyak turun pada bulan September, Oktober dan November, temperatur udara agak dingin (lebih kurang 28.9°C) dan lembab pada malam hari (Bappeda Kab. Kep. Anambas, 2012).

Kondisi Sosial, Ekonomi dan Budaya

Kepulauan Anambas dalam pemanfatan mempunyai potensi dan kekayaan sumberdaya alam seperti minyak bumi, perkebunan dan wisata bahari serta potensi perikanan dari perairan kepulauan Anambas. Budaya masyarakat lokal memiliki nilai-nilai luhur untuk melestarikan lingkungan dan sumber daya alam. Struktur perekonomian Kabupaten Kepulauan Anambas bertumpu pada peran sektor unggulan yaitu kelautan dan perikanan serta wisata bahari karena:

1. Sektor Kelautan memiliki potensi yang sangat besar, terutama didalamnya terdapat cadangan kandungan minyak dan gas bumi yang masih berpeluang untuk dieksploitasi produksinya. Hal ini memberikan sumbangan yang besar terhadap pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.

2. Sektor Perikanan memiliki potensi yang sangat besar, terutama untuk pengembangan Perikanan Tangkap dan Budidaya Perikanan, karena luas laut yang dimiliki sebesar 46 031.81 KM2 (98.65%) dan garis pantai sepanjang 1 128.57 KM2, hal ini telah memberikan peranan yang sangat penting terhadap perekonomian masyarakat. Disamping itu keunggulan sektor ini akan dapat pulih kembali (Renewable Resource).

3. Sektor Wisata Bahari didukung oleh 238 pulau yang berada di 7 (tujuh) kecamatan dalam wilayah Kabupaten Kepulauan Anambas, memiliki objek wisata Panorama yang indah, seperti pantai, pegunungan, air terjun dan terumbu karang. Hal ini telah memberikan dampak yang positif terhadap perekonomian masyarakat dengan adanya kunjungan wisata baik lokal maupun Manca Negara (Bappeda Kab. Kep. Anambas 2012).

Kondisi Perairan Pulau Mantang Besar dan Mantang Kecil

Kondisi perairan laut dapat dilihat dari nilai beberapa parameter kualitas air baik parameter fisika ataupun parameter kimia. Pengukuran terhadap parameter fisika dan kimia perairan dan juga perbandingan dengan baku mutu perairan yang mengacu dari KepMen LH No. 51 tahun 2004 merupakan dasar untuk menentukan arah pengelolaan perairan. Adapun parameter yang diukur dalam penelitian ini hanya terbatas pada parameter-parameter yang memiliki keterkaitan erat dengan terumbu karang.

Pada dasarnya karakteristik perairan memiliki peranan yang sangat penting untuk keberlangsungan hidup organisme-organisme perairan khususnya terumbu karang. Dalam studi ini karakteristik lingkungan perairan diamati dengan tujuan untuk mengetahui status terkini (present status) kondisi perairan pulau Mantang Besar dan Mantang Kecil. Dalam penelitian ini parameter fisika dan kimia perairan yang diamati meliputi kecerahan, suhu, salinitas, kedalam perairan dan kecepatan arus. Hasil dari pengamatan karakteristik lingkungan perairan disajikan pada (Tabel 10).

Tabel 10 Kualitas Perairan di pulau Mantang Besar dan Mantang Kecil

Parameter Kisaran Nilai Rata-rata

Kecerahan (%) 50-100 99

Suhu (0C) 29.3-29.7 29.4

Salinitas (0/00) 31-35 32.5

Kedalaman (m) 0.25-15 4.1

Kecepatan Arus (m/s) 5.6-16.7 0.14

Kecerahan perairan merupan parameter pembatas dalam indek kesesuai untuk wisata selam dan snorkeling yang mempunyai bobot tertinggi (Yulianda et al, 2010). Hasil pengamatan dilokasi penelitian kisaran kecerahan perairan antara 50%-100%. Dengan rata-rata 100% pada kedalaman 0.25m-9m, 80% pada kedalaman 10m dan 50% pada kedalam 15m. Kondisi ini termasuk dalam kategori S1 (sangat sesuai) dalam indek kesesuaian untuk wisata selam dan snorkeling. Hanya satu titik pengamatan yang mempunyai kecerahan 50% pada kedalaman 15m. Kecerahan merupakan penentu penetrasi cahaya yang masuk kedalam perairan. Sehingga dengan perairan yang cerah para wisatawan dapat dengan leluasa menikmati keindahan dan objek ekosistem terumbu karang serta ikan-ikan karang yang beraneka ragam dibawah laut.

Suhu perairan berkisar antara 29.3oC -29.7oC. Kondisi ini termasuk dalam kategori N (tidak sesuai) dalam indek kesesuaian untuk wisata selam dan snorkeling. Namun masih termasuk kedalam kategori baik untuk kelangsungan hidup dan juga perkembangbiakan terumbu karang. Suhu perairan merupakan faktor penting yang menentukan kehidupan karang. Hal ini terkait dengan pertumbuhan dan perkembangan biota karang (polip karang dan zooxanthellae). Biota karang masih dapat mentoleransi suhu tahunan maksimum sampai kira-kira 36oC -40oC dan suhu minimum sebesar 18oC. Menurut Estradivari, et all. (2009) terumbu karang tumbuh baik pada suhu optimum 25oC-29oC dan bertahan sampai suhu minimum 15oC dan maksimum 36oC. Sedangkan menurut Nybakken (1992), perkembangan terumbu yang paling optimal terjadi di perairan yang rata-rata suhu tahunannya 23oC-25oC.

Salinitas pada lokasi pengamatan adalah berkisar antara 29.30/00-29.70/00. Kondisi ini termasuk dalam kategori S2 (sesuai) dalam indek kesesuaian untuk wisata selam dan snorkeling. Dilihat dari pertumbuhan dan perkembangan untuk karang, hasil pengukuran salinitas dilokasi masih tergolong baik. Menurut Dahuri (1993) pada umumnya terumbu karang dapat tumbuh dengan baik pada salinitas 300/00 -350/00 di wilayah pesisir. Walaupun terumbu karang masih dapat bertahan hidup pada salinitas diluar kisaran tersebut namun pertumbuhan terumbu karang akan terganggu dibanding pada perairan dengan salinitas yang normal. Pengaruh salinitas terhadap karang sangat bervariasi tergantung pada kondisi perairan laut setempat dan pengaruh alam lainnya

Kedalaman perairan pada 128 titik pengamatan antara 0.25m-15m. Menurut Edward et al., (2004), kondisi perairan yang memiliki kedalam berkisar 3.2m-35.5m masih layak untuk dijadikan lokasi wisata selam dan snorkeling.Untuk kesesuaian wisata selam diperoleh 28 titik pengamatan termasuk dalam kategori S1(sangat sesuai), 27 titik pengamatan termasuk dalam kategori S2 (sesuai) dan 73 titik pengamatan termasuk dalam kategori N (tidak sesuai). Sementara untuk kesesuaian wisata snorkeling diperoleh diperoleh 52 titik pengamatan termasuk dalam kategori S1(sangat sesuai), 42 titik pengamatan termasuk dalam kategori S2 (sesuai) dan 34 titik pengamatan termasuk dalam kategori N (tidak sesuai). Hal ini berdasarkan pada indek kesesuaian (Yulianda et al, 2010).

Kecepatan arus yang didapatkan di lokasi penelitian adalah 0.06-0.18 m/s. Kondisi ini termasuk dalam kategori S1 (sangat sesuai) dalam indek kesesuaian untuk wisata selam, snorkeling dan pantai (Yulianda et al, 2010). Tomascik et al.

(1997) menyatakan bahwa arus bermanfaat untuk pemindahan nutrien, larva dan sedimen. Kecepatan arus juga dipengaruhi oleh perbedaan musim, pada musim Barat kecepatan arus lebih tinggi jika dibanding dengan musim Timur (Riyadi et al., 2005). Arus juga berfungsi untuk menghalau dan membersihkan sampah. Apabila kondisi perairan yang berarus kencang dapat mengganggu aktifitas wisata snorkeling. Karena wisata snorkeling akan nyaman dilakukan dipermukaan perairan yang yang berarus tenang. Begitu juga dengan wisata pantai, arus yang kencang akan mengganggu kenyaman para wisatawan yang berjemur dipingiran garis pantai. Namun lain untuk wisata selam, arus tidak begitu berpengaruh bagi wisatawan. Karena arus terjadi diatas permukaan perairan, sementara para wisatawan melakukan penyelaman untuk melihat keindahan bawah laut. Terumbu karang dan biota laut lainnya yang beragam didapat pada di kedalam 6m-15m (Yulianda et al, 2010). Kondisi kualitas perairan pada lokasi studi disajikan pada (Lampiran 1).

Kondisi Terumbu Karang di Pulau Mantang Besar dan Mantang Kecil Tipe terumbu karang diseluruh perairan tropis pada umumnya dan dilokasi studi termasuk kedalam tipe terumbu karang tepi (fringing reef). Fringing reef

atau terumbu karang tepi dapat dilihat dengan ditemukannya terumbu karang dimulai dari tepian pantai hingga menuju kearah laut dan membentuk paparan terumbu (reef flat) yang melindungi daratan pulau.

Kondisi terumbu karang di pulau Mantang Besar dan Mantang Kecil dilihat berdasarkan bentuk pertumbuhan karang (lifeform) di 128 titik pengamatan berkisar 0%-81% (Lampiran 2). Nilai rata-rata persentase tutupan karang hidup

25.8%, algae 20.5%, other fauna 4.3%, dead coral with algae 7.7%, dead corals

6.1%, abiotik 35.5% dan others 0.1%. Berdasarkan persentase tutupan karang hidup, hal ini masuk dalam kategori sedang (Gomez danYap 1988). Persentase tutupan karang hidup dapat digunakan sebagai acuan menilai tingkat kerusakan komunitas karang pada area pengelolaan untuk selam (Jameson S.C. et all, 1999). Jenis terumbu karang yang ditemukan pada lokasi penelitian dapat dilihat pada (Lampiran 8).

Kondisi terumbu karang untuk wisata selam pada kedalaman antara 6-15m diperoleh persentase tutupan karang hidup 0.5%-73%, berada di 28 titik pengamatan. Kondisi terumbu karang dengan rata-rata persentase tutupan karang hidup 22%, algae 23%, other fauna 5%, dead coral with algae 5%, dead corals

3%, abiotik 41% dan others 1%, masuk dalam kategori rusak (Gomez danYap 1988) (Gambar 6).

Gambar 6 Persentase tutupan terumbu karang pada Kedalaman 6m-15m di 28 titik pengamatan

Karang hidup di kedalam antara 3-5m, persentase tutupannya yaitu 1%-81% bervariasi. Kondisi terumbu karang berdasarkan rata-rata persentase tutupan karang hidup 39%, algae 14%, other fauna 4%, dead coral with algae 8%, dead corals 8%, abiotik 26% dan others 1%. Berdasarkan persentase tutupan karang hidup, hal ini masuk dalam kategori sedang (Gomez danYap 1988) (Gambar 7).

Gambar 7 Persentase tutupan terumbu karang pada kedalaman 3m-5m di 27 titik pengamatan 22% 23% 5% 5% 3% 41% 1% CORAL (C ) ALGAE (A)

OTHER FAUNA (OF) DEAD CORAL WITH ALGAE (DCA) DEAD CORAL (DC) SAND, SILT, ROCK, RUBBLE (AB) OTHERS (OT) 39% 14% 4% 8% 8% 26% 1% CORAL (C ) ALGAE (A)

OTHER FAUNA (OF) DEAD CORAL WITH ALGAE (DCA) DEAD CORAL (DC) SAND, SILT, ROCK, RUBBLE (AB) OTHERS (OT)

Karang hidup di kedalam antara 0-2m, tutupan karang hidup yaitu 0%-57%, lebih buruk kondisinya. Dengan nilai rata-rata persentase tutupan karang hidup 17%, algae 23%, other fauna 3%, dead coral with algae 10%, dead corals 6%, abiotik 40% dan others 1%. Berdasarkan persentase tutupan karang hidup, hal ini masuk dalam kategori rusak (Gomez danYap 1988) (Gambar 8).

Gambar 8 Persentase tutupan terumbu karang pada kedalaman 0m-2m di 73 titik pengamatan

Berdasarkan hasil pengamatan diketahui bahwa kondisi terumbu karang untuk kesesuaian kategori S2 (sesuai) pada kedalaman 3-5m sebesar 39% termasuk dalam kategori sedang. Terumbu karang merupakan potensi utama dalam pengembangan wisata bahari. Nilai estitika keindahan laut banyak ditentukan oleh kehadiran dan keindahan terumbu karang termasuk didalamnya keragaman jenis, tutupan karang dan keanekaragaman biota yang hidup di dalamnya (Apriliani 2009).

Persentase abiotik sebesar 41% sangat mendominasi pada 28 titik pengamatan di kedalaman 6m-16m. Dilokasi pengamatan ini banyak terdapat pasir, batu dan pecahan karang. Sementara persentase algae sebesar 23% terdapat pada kedalaman 0.25m-2m dan di kedalaman 6m-16m. Algae dapat mengganggu pertumbuhan karang, karena kemampuan pertumbuhan algae cepat cepat dibandingkan pertumbuhan terumbu karang (Zamani dan Madduppa 2011).

Kondisi terumbu karang untuk wisata snorkeling pada kedalaman antara 1m-3m diperoleh persentase tutupan karang hidup 0%-73.5%, berada di 52 titik pengamatan. Nilai rata-rata persentase tutupan karang hidup 24%, algae 19%,

other fauna 3%, dead coral with algae 9%, dead corals 7%, abiotik 37% dan

others 1%. Berdasarkan persentase tutupan karang hidup (Gomez danYap 1988), hal ini masuk dalam kategori rusak (Gambar 9).

17% 23% 3% 10% 6% 40% 1% CORAL (C ) ALGAE (A)

OTHER FAUNA (OF) DEAD CORAL WITH ALGAE (DCA) DEAD CORAL (DC) SAND, SILT, ROCK, RUBBLE (AB) OTHERS (OT)

Gambar 9 Persentase tutupan terumbu karang pada kedalaman 1m-3m di 52 titik pengamatan

Dikedalaman 4m-15m diperoleh persentase tutupan karang hidup 1%-81%, berada di 42 titik pengamatan. Nilai rata-rata persentase tutupan karang hidup 31%, algae 18%, other fauna 5%, dead coral with algae 6%, dead corals 5%, abiotik 34% dan others 1%. Berdasarkan Gomez danYap (1988), persentase tutupan karang hidup dalam kondisi ini masuk kategori sedang (Gambar 10).

Gambar 10 Persentase tutupan terumbu karang pada kedalaman 4-15m di 42 titik pengamatan

Pada kedalaman <1m diperoleh persentase tutupan karang hidup 1%-22.5%, berada di 34 titik pengamatan. Nilai rata-rata persentase tutupan karang hidup 10%, algae 29%, other fauna 4%, dead coral with algae 10%, dead corals

6%, abiotik 40% dan others 1%. Berdasarkan Gomez danYap (1988), persentase tutupan karang hidup dalam kondisi ini masuk kategori rusak (Gambar 11).

24% 19% 3% 9% 7% 37% 1% CORAL (C ) ALGAE (A)

OTHER FAUNA (OF) DEAD CORAL WITH ALGAE (DCA) DEAD CORAL (DC) SAND, SILT, ROCK, RUBBLE (AB) OTHERS (OT) 31% 18% 5% 6% 5% 34% 1% CORAL (C ) ALGAE (A)

OTHER FAUNA (OF) DEAD CORAL WITH ALGAE (DCA) DEAD CORAL (DC) SAND, SILT, ROCK, RUBBLE (AB) OTHERS (OT)

Gambar 11 Persentase tutupan terumbu karang pada kedalaman <1m di 34 titik pengamatan

Dari hasil persentase tutupan karang hidup untuk kesesuaian wisata snorkeling, hanya masuk dalam kategori S2 (sesuai) dengan persentase tutupan karang hidup 31%. Kondisi ini berada pada kedalam 4m-15m di 42 titik pengamatan. Terumbu karang merupakan potensi utama dalam pengembangan wisata bahari. Nilai estitika keindahan laut banyak ditentukan oleh kehadiran dan keindahan terumbu karang termasuk didalamnya keragaman jenis, tutupan karang dan keanekaragaman biota yang hidup di dalamnya (Apriliani 2009).

Persentase abiotik tersebar dan sangat mendominasi pada 128 titik pengamatan, 41% terdapat dikedalaman 6m-15m pada 28 titik pengamatan. Sementara persentase algae sebesar 29% terdapat pada kedalaman 0.25m-0.50m pada 34 titik pengamatan. Algae dapat mengganggu pertumbuhan karang, karena kemampuan pertumbuhan algae lebih cepat dibandingkan dengan pertumbuhan terumbu karang (Zamani dan Madduppa 2011). Kondisi tutupan karang hidup pada 128 titik pengamatan disajikan pada (lampiran 2).

Kondisi Kelimpahan Ikan Karang di Pulau Mantang Besar dan Mantang Kecil

Siklus hidup ikan karang biasanya (dari juvenile hingga dewasa) berada di daerah terumbu karang. Kemudian Nybakken (1992), menyatakan bahwa ikan karang adalah organisme yang banyak ditemui di daerah terumbu karang. Keanekaragaman ikan karang mempunyai keterikatan dengan kondisi ekosistem terumbu karang. Hal ini memperlihatkan bahwa keanekaragaman dan jenis ikan karang menjadi indikator dalam melihat baik-buruknya suatu ekosistem terumbu karang itu sendiri (Badrudin et al, 2003).

Hasil identifikasi ikan karang pada 64 titik pengamatan (Lampiran 3) ditemukan 15 jenis ikan yaitu; ikan Betok (Abudefduf margariteus, Abudefduf sexfasciatus, Abudefduf vaigiensis), ikan Ekor kuning (Caesio cuning), ikan Kepe-kepe (Chaetodon octofasliattus, Chaetodon mesoleucus), Diproctacantus xanthurus, ikan Kakap (Lutjanus bohar, Lutjaanus carponotatus), ikan Layar (Platax pinnatus), Ikan Kakak tua (Scarus caudofasciatus, Scarus dimidiatus, Scarus rivulatus), ikan Delik (Scolopsis margaritifer) dan ikan Baronang (Siganus

10% 29% 4% 10% 6% 40% 1% CORAL (C ) ALGAE (A)

OTHER FAUNA (OF) DEAD CORAL WITH ALGAE (DCA) DEAD CORAL (DC) SAND, SILT, ROCK, RUBBLE (AB) OTHERS (OT)

coralline). Masuk kedalam 8 famili yaitu; Pomacentridae, Caesionidae, Chaetodontidae, Labridae, Lutjanidae, Ephippidae, Scaridae, Nemipteridae. Famili Pomacentridae dan Caesonidae merupakan famili sering ditemukan pada titik pengamatan. Sementara jumlah spesies yang paling banyak ditemukan adalah spesies Caesio cuning dan Abudefduf margariteus (Lampiran 8).

Kelimpahan ikan karang akan menambah keindahan panorama bawah laut. Ikan karang dapat menjadi daya tarik tersendiri dalam wisata selam dan snorkeling. Semakin beragam jenis ikan karang pada daerah terumbu karang, akan menambah nilai dalam pengembangan daerah objek wisata. Karena dalam pengembangan daerah objek wisata selam dan snorkeling harus memperhatikan nilai dari keragaman jenis ikan karang (Yulianda et al, 2010).

Kesesuaian Pengembangan Kawasan Wisata Bahari Kesesuaian Wisata Selam

Analisis kesesuaian wisata selam mempertimbangkan delapan parameter biofisik diperairan, yaitu : kecerahan perairan, tutupan karang hidup, jenis ikan karang, jenis lifeform, suhu perairan, salinitas, kedalaman terumbu karang, dan kecepatan arus. Analisis data kesesuaian diperoleh dari hasil perhitungan indeks kesesuaian wisata selam dengan menggunakan perangkat lunak ArcGIS. Hasil luasan dari Indeks kesesuaian wisata (IKW) selam pada lokasi studi masuk dalam kategori S2 (sesuai) adalah 91 600 m2. Untuk kategori S1(sangat sesuai) tidak diperoleh pada lokasi studi, dapat dilihat pada (Gambar 12).

Hasil kesesuaian wisata selam diperoleh dari 128 titik pengamatan. Pada 27 titik pengamatan diperoleh nilai IKW kategori S2 (sesuai). Mencakup tutupan karang hidup antara 1%-73,5% dengan rata-rata 39%. Kecerahan perairan mempunyai nilai 100%. Jenis ikan karang ditemukan sebanyak 0-23 jenis ikan karang dengan rata-rata ditemukan 12 jenis ikan karang. Jenis lifeform diperolah 3-7 dengan rata-rata 5 jenis lifeform yang ditemukan. Suhu 29.3 oC -29.7 oC dengan rata-rata 30oC, salinitas 330/00-350/00 dengan rata-rata 330/00, kedalam antara 3m-5m dengan rata 4m, dan kecepatan arus 0.10-0.17m/s dengan rata-rata 0.15m/s dilihat pada (Lampiran 4).

Gambar 12 Kesesuaian Wisata Selam

Kesesuaian Wisata Snorkeling

Analisis kesesuaian wisata snorkeling mempertimbangkan delapan parameter penilaian, yaitu : kecerahan perairan, tutupan karang hidup, jenis ikan karang, jenis lifeform, suhu perairan, salinitas, kedalaman terumbu karang, dan kecepatan arus. . Analisis data kesesuaian diperoleh dari hasil perhitungan indeks kesesuaian wisata selam dengan menggunakan perangkat lunak ArcGIS. Hasil luasan dari IKW snorkeling pada lokasi studi yang sesuai (S2) adalah 263 803 m2. Untuk kategori S1(sangat sesuai) tidak diperoleh pada lokasi studi, dapat dilihat pada (Gambar 13).

Hasil kesesuaian wisata snorkeling diperoleh dari 128 titik pengamatan. Pada 42 titik pengamatan diperoleh nilai IKW kategori S2 (sesuai). Mencakup tutupan karang hidup antara 0.5%-81% dengan rata-rata 31%. Kecerahan perairan diperoleh nilai dari 80%-100% dengan rata-rata adalah 97%. Jenis ikan karang ditemukan sebanyak 0-21 jenis ikan karang, dengan rata-rata 10 jenis ikan karang yang ditemukan pada lokasi studi. Jenis lifeform diperolah 3-7 dengan rata-rata 5 jenis lifeform yang ditemukan. Suhu 29.3 oC -29.7 oC dengan rata-rata 30oC, salinitas 310/00-350/00 dengan rata-rata 340/00, kedalam antara 4m-15m dengan rata-rata 7m, dan kecepatan arus 0.14-0.17m/s dengan rata-rata-rata-rata 0.16m/s dilihat pada (Lampiran 5).

Gambar 13 Kesesuaian Wisata Snorkeling Kesesuaian Wisata Pantai

Analisis kesesuaian wisata pantai mempertimbangkan sebelas parameter penilaian, yaitu : Tipe pantai, Lebar pantai, Kedalaman perairan, Material dasar perairan, Kecepatan arus, Kemiringan pantai, Kecerahan perairan, Pasang surut, Penutupan lahan pantai, Biota berbahya, dan Kesediaan air tawar. Analisis data kesesuaian diperoleh dari hasil perhitungan indeks kesesuaian wisata pantai yang di fokuskan pada 10 titik pengamatan dengan menggunakan perangkat lunak

ArcGIS. Hasil luasan dari IKW pada lokasi studi yang sangat sesuai (S1) adalah 33 029 m2 dapat dilihat pada (Gambar 14).

Hasil kesesuaian wisata pantai di fokuskan pada 10 titik pengamatan yang memiliki syarat dalam perhitungan kesesuaian untuk wisata pantai. Sementara pada 128 titik pengamatan tidak memenuhi persyaratan untuk kesesuaian wisata pantai. Dari 10 titik pengamatan diperoleh; tipe pantai adalah agak landai, lebar pantai 15m-25m, kedalaman perairan 0.25m-0.5m, material dasar perairan adalah pasir halus, arus 0.13m/s, kemiringan pantai 80-100, kecerahan 100%, penutupan lahan pantai merupakan semak belukar, biota berbahaya tidak ada dan ketersediaan air bersih berjarak 388km berada di mainland (Lampiran 6)

Pada lokasi studi yang meliputi 10 titik pengamatan sangat potensial dalam pengembangan wisata pantai kedepannya. Kondisi ini diperkuat .dengan didukungnya nilai setiap parameter kesesuaian dalam kategori sangat sesuai (S1). Parameter tipe pantai tergolong sangat sesuai, lebar pantai sangat sesuai dan kedalaman juga sangat sesuai, parameter ini mempunyai bobot tertinggi dalam kesesuaian wisata pantai. Begitu juga dengan parameter lainnya memiliki nilai yang sangat sesuai. Namun pada parameter ketersediaan air tawar, lokasi studi

mempunyai nilai yang tidak sesuai. Hal ini dikarenakan lokasi studi belum memiliki fasilitas pendukung dan kegiatan wisata belum berjalan.

Gambar 14 Kesesuaian Wisata Pantai

Hasil keseuaian untuk wisata bahari keseluruhannya, merupakan gabungan dari kesesuaian wisata selam, wisata snorkeling dan wisata pantai. Hasil luasan dari IKW pada lokasi studi yaitu: wisata selam seluas 91 600 m2 dengan kategori S2 (Sesuai), wisata snorkeling seluas 172 202 m2 dengan kategori S2 (Sesuai), wisata pantai seluas 33 029 m2 dan kategori N (Tidak sesuai) seluas 483 902 m2. Dari total luas area yang diidentifikasi seluas 780 735 m2.

Untuk kesesuaian wisata bahari ini diperoleh melalui pengelompokan yang dipisahkan antar kategori keseuaian dengan bantuan software ArcGIS. Pengelompokan ini berdasarkan hasil: N (Tidak sesuai) untuk kategori selam dan snorkeling adalah N (Tidak sesuai) selam+ N (Tidak sesuai) snorkeling. S2 (Sesuai) untuk kategori selam adalah S2 (Sesuai) selam+S2 (Sesuai) snorkeling= N (Tidak sesuai). S2 (Sesuai) untuk kategori snorkeling adalah S2 (Sesuai) selam= N (Tidak sesuia)+S2 (Sesuai) snorkeling. Sementara S1 (Sangat sesuai) untuk kategori pantai adalah S1 (Sangat sesuai) untuk pantai seperti pada Gambar 15.

Hal ini dilakukan untuk memisahkan luasan area antar kategori, dengan tujuan agar tidak terjadi tumpang-tindih luasan pemanfaatan setiap area kategori. Sehingga penghitungan daya dukung kawasan dapat dipisahkan antar kategori pemanfaatan. Pemanfaatan kategori kesesuaian yang saling tumpeng-tindih merupakan hal yang tidak baik dalam mengkaji daya dukung serta mengelola suatu kawasan (Dahuri et al, 2004).

Gambar 15 Kesesuaian Wisata Bahari

Daya Dukung Kawasan Pulau Mantang Besar dan Mantang Kecil Daya dukung kawasan dalam konsep ekowisata adalah dimana pembatasan jumlah pengunjung dalam memanfaatkan sumberdaya itu sendiri. Hal ini dapat

Dokumen terkait